BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Refleksi Penulis Mengenai Kegiatan Magang

Transkripsi

1 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui proses kegiatan magang yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan oleh penulis di lembaga BP3TKI Yogyakarta dan pendampingan yang dilakukan penulis kepada kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo, penulis dapat menyimpulkan bahwa proses pemberdayaan yang telah dilakukan oleh BP3TKI akan berjalan lebih optimal jika pemberdayaan tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan utama dari masyarakat yaitu kelompok TKI Purna. Lembaga BP3TKI perlu memasukkan perspektif bahwa kelompok TKI Purna bukan hanya sebagai sasaran target pemberdayaan, namun juga pelaku yang akan menjalankan proses keberdayaan itu sendiri. Sehingga, pemenuhan akan kebutuhan mereka tentu sangat diperlukan demi tercapainya pemberdayaan yang optimal dan partisipatif. 5.2 Refleksi Penulis Mengenai Kegiatan Magang Refleksi penulis mengenai kegiatan magang salah satunya dituangkan dalam bentuk analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Thread). Analisis ini dirasakan tepat untuk menggambarkan pengalaman yang penulis rasakan selama menjalani kegiatan magang. Harapannya, analisis ini berguna untuk pengembangan program pemberdayaan TKI Purna untuk tahun selanjutnya dan untuk keberlanjutan program magang di Sosiologi Fisipol UGM. Berikut adalah analisisnya: a. Strength Inisiasi program pendampingan yang dapat memantau perkembangan unit usaha dan membantu BP3TKI. Dengan adanya pendampingan yang dilakukan oleh penulis, dapat diketahui perkembangan usaha yang dilakukan oleh Unit Usaha Bambu Kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo. Laporan hasil pendampingan dan pemantauan usaha ini diberikan kepada BP3TKI untuk dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi untuk program pemberdayaan TKI Purna pada tahun selanjutnya. Menjembatani unit usaha dengan mitra usaha. Dalam hal ini, penulis yang

2 memiliki koneksi langusng dengan mitra usaha (Mirota Batik) dapat memberikan kemudahan untuk Unit Usaha Kerajinan Bambu untuk menjual produknya ke dalam toko. Mengetahui kebutuhan pelatihan TKI Purna yang sebenarnya. Melalui assessment yang dilakukan oleh penulis kepada kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo, diketahui kebutuhan pelatihan yang diinginkan oleh mereka untuk dilaksanakan di tahun selanjutnya. b. Weakness Belum adanya rancangan / sistem pendampingan dari BP3TKI, sehingga belum ada acuan yang tepat. Bentuk pendampingan dibuat oleh pemagang dengan pengamatan singkat yang dilakukan di kantor BP3TKI. c. Opportunity Keberlanjutan pendampingan dengan mengikutsertakan mahasiswa Sosiologi Fisipol UGM Mengakomodasi kebutuhan masyarakat dalam pelatihan yang akan dilakukan tahun depan BP3TKI mengadakan pelatihan uprading yang diberikan kepada peserta sebagai bentuk pelatihan lanjutan agar kemampuan praktek yang dimiliki peserta dapat mengalami peningkatan BP3TKI melakukan rancangan anggaran untuk program pendampingan paska pelatihan d. Thread Jika pendampingan yang dilakukan terhenti, ada kemungkinan bahwa hasil pelatihan tidak dapat diukur dan cenderung menimbulkan potensi unit usaha yang mandek / terbengkalai. Potensi kewirausahaan ini juga akan cenderung terhenti jika tidak disertai dengan adanya permodalan yang tepat dan mitra usaha yang membantu. Selain menggunakan analisis SWOT, penulis memiliki refleksi mengenai kegiatan magang yang dihubungkan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anwas

3 (2014) bahwa pemberdayaan pada hakikatnya mendorong masyarakat untuk berdaya. Namun sebagai agen pembaharu atau agen pemberdayaan terutama yang bertugas sebagai aparatur negara (Pegawai Negeri Sipil), juga memiliki tugas dalam menyukseskan program pemerintah. Program pemerintah ini biasanya bersifat top down. Sifat program yang top down ini akan mengarahkan tujuan program yang dilihat dari perspektif pemerintah, bukan dari perspektif masyarakat sebagai sasaran pemberdayaan. Program pemberdayaan seyogyanya dapat menyatukan kebutuhan masyarakat (kelompok TKI Purna) dengan agenda lembaga BP3TKI sehingga dapat terwujud kegiatan pemberdayaan yang saling menguntungkan. Penyatuan kebutuhan dan kepentingan ini sejalan dengan pendekatan bottom up berupa model pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development). Sehingga, sangat diperlukan adanya penyadaran diri, pengenalan dan pemahaman kemampuan potensi diri untuk menuju ke kehidupan yang lebih baik. Melalui perspektif pemberdayaan di atas, BP3TKI sebagai lembaga pemerintahan telah melakukan tugasnya untuk memberdayakan para TKI purna melalui program yang bernama Pelatihan Peningkatan Pemberdayaan TKI Purna tahun Program ini merupakan program pemerintah yang rutin dilakukan setiap tahunnya. Penentuan jenis pelatihan dalam program ini telah melibatkan peran masyarakat dengan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat akan pelatihan yang sebaiknya dilaksanakan. Penulis dapat menyimpulkan dari kondisi di atas bahwa pelaksanaan Unit Usaha Kerajinan Bambu yang dilakukan oleh Kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo belum dapat berjalan sesuai dengan rencana aksi yang telah dibuat dikarenakan adanya beberapa hambatan yang dialami oleh anggota Unit Usaha Kerajinan Bambu baik di dalam proses perolehan bahan baku, penentuan harga jual, kerjasama dengan mitra, maupun hambata yang terjadi di dalam internal kepengurusan usaha bambu itu sendiri. Hal lain yang dapat penulis sampaikan adalah mengenai pentingnya proses pendampingan yang terprogram dan terstruktur bagi Unit Kerajinan Bambu, maupun bagi sasaran pemberdayaan lainnya. Selama ini, proses pendampingan dan monitoring belum dilaksanakan oleh BP3TKI dikarenakan adanya keterbatasan anggaran.

4 Padahal, masyarakat sangat membutuhkan pendamping di dalam menjalankan kegiatan usahanya agar prosesnya dapat berjalan dengan baik. Penulis mencoba menempatkan diri sebagai pendamping yang mampu membantu perkembangan Unit Usaha Kerajinan Bambu dengan cara mengidentifikasi kebutuhan yang saat ini mereka butuhkan dan menawarkan solusi atas hambatan yang dihadapi sejauh kemampuan penulis. Kebutuhan terpenting bagi Unit Usaha Kerajinan Bambu adalah adanya mitra pemasaran dan pelaksanaan studi banding dengan unit usaha kerajinan lain untuk melihat perbandingan harga. Penulis memberikan informasi mengenai kedua mitra tersebut yang semoga dapat bermanfaat bagi kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo. Harapan ke depannya adalah semoga program magang yang melibatkan mahasiswa/i program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada dengan lembaga BP3TKI Yogyakarta dapat berjalan berkesinambungan sehingga mahasiswa/i dapat menjadi pendamping yang rutin memonitor perkembangan Unit Usaha Kerajinan Bambu tersebut. 5.3 Saran Saran Kepada BP3TKI a. Pemilihan jenis pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta merupakan hal penting. Harapannya, semoga BP3TKI dapat menentukan pelatihan Peningkatan Pemberdayaan TKI Purna yang sesuai dengan kebutuhan para TKI Purna dan mengusahakan pengadaan instruktur yang berkompeten di bidangnya. Penentuan pelatihan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber daya alam yang terdapat di daerah terkait dalam jumlah melimpah sehingga pelatihan pengelolaan terhadap sumber daya alam tersebut dapat dirasakan manfaatnya secara langsung. b. Kelompok TKI Purna yang akan memulai kegiatan usaha sangat membutuhkan peran pendamping dari BP3TKI untuk mendampingi proses pembentukan usaha mulai dari perencanaan hingga pemasaran. Peran pendamping ini dibutuhkan sebagai facilitator sekaligus trainer yang mampu memberikan solusi bagi setiap kesulitan atau hambatan yang dihadapi. Harapannya, BP3TKI dapat membuat program pendampingan yang teratur sehingga dapat melihat perkembangan usaha sejak paska

5 pelatihan. c. Alternatif yang dapat diusahakan untuk memberikan pendampingan kepada kelompok TKI Purna di dalam menjalankan usahanya adalah dengan mengadakan program "Pendamping Sarjana", dimana BP3TKI dapat merekrut lulusan sarjana S1 dari perguruan tinggi untuk menjadi pendamping (tanpa harus menjadi PNS di BP3TKI). Harapannya, para pendamping sarjana ini bisa lebih fokus dan optimal di dalam mendampingi kegiatan usaha para TKI Purna Saran Kepada Kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo Pelaksanaan usaha hulu-hilir kerajinan bambu yang dilaksanakan oleh Kelompok TKI Purna Kabupaten yang masih mengalami hambatan bisa dikurangi bebannya dengan cara menyerahkan beberapa proses yang berada di hilir agar dilaksanakan oleh pihak lain yaitu melalui mitra. Kerja sama dengan mitra akan membantu di proses distribusi atau pemasaran. Harapannya, kelompok TKI Purna Kabupaten Kulon Progo dapat segera menemukan mitra yang dapat diajak bekerjasama untuk meningkatkan omset penjualan