BAB V HASIL PENELITIAN. Puskesmas IV Denpasar Selatan, lokasinya berada di Kelurahan Pedungan
|
|
- Adi Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 52 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Puskesmas IV Denpasar Selatan, lokasinya berada di Kelurahan Pedungan tepatnya di Jalan Pulau Moyo No. 63A Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Wilayah kerja Puskesmas hanya terdiri dari 1 (satu) kelurahan, yaitu Kelurahan Pedungan dengan 14 Banjar. Luas wilayah kerja Puskesmas yaitu 749 ha. Jarak dan waktu tempuh ke Puskesmas terjauh yaitu 2 km dan waktu tempuh menuju Puskesmas 5-10 menit. Jalan yang ditempuh ke Puskesmas dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dan relatif tidak ada kendala untuk menjangkau Puskesmas tersebut. Batas-batas wilayah kerja puskesmas IV Denpasar Selatan (Puskesmas IV Denpasar Selatan, 2014), yaitu : 1. Sebelah Utara : Desa Dauh Puri Kauh 2. Sebelah Selatan : Rawa-rawa/ Laut Benoa 3. Sebelah Timur : Kelurahan Sesetan 4. Sebelah Barat : Desa Pemogan Peta wilayah Puskesmas IV Denpasar Selatan disajikan pada Gambar
2 53 Gambar 5.1 Peta wilayah Puskesmas IV Denpasar Selatan Sumber : Puskesmas IV Denpasar Selatan (2014)
3 54 Penggunaan lahan di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan (Kelurahan Pedungan) sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan kering dan sebagian kecil sebagai lahan sawah irigasi. Sementara itu, luas kawasan hutan rakyat yang ditanami Tanaman Hutan Rakyat yang meliputi hutan mangrove yang berfungsi sebagai hutan pencegah abrasi terletak di kawasan Benoa. 5.2 Topografi dan Iklim Topografi wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan (Kelurahan Pedungan) sebagian besar merupakan dataran rendah yang terbentang dari Selatan ke Utara. Wilayah Kelurahan Pedungan secara umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim. Sebagai daerah tropis, wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan memiliki musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim panca roba, dengan curah hujan berkisar antara mm. Curah hujan yang paling rendah terjadi pada Bulan September yaitu sebesar 1 mm, sedangkan curah hujan yang paling tinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 437 mm. Suhu maksimum berkisar antara 29,9 0 C 33,9 0 C dan suhu minimum berkisar antara 22,7 0 C 25,6 0 C. Temperatur tertinggi terjadi pada Bulan Desember dan terendah terjadi pada Bulan September dengan kelembaban udara berkisar antara 73 hingga 82 persen.
4 Pemerintahan Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan terdiri dari 1 (satu) Kelurahan, yaitu Kelurahan Pedungan yang terdiri dari 14 Banjar yaitu : Banjar Pitik, Banjar Dukuh Pesirahan, Banjar Sawah, Banjar Begawan, Banjar Geladag, Banjar Menesa, Banjar Karang Suwung, Banjar Kepisah, Banjar Ambengan, Banjar Pesanggaran, Banjar Pande, Banjar Sama, Banjar Kaja, dan Banjar Puseh. 5.4 Kependudukan Berdasarkan data dari Profil Puskesmas IV Denpasar Selatan (Puskesmas IV Denpasar Selatan, 2014), jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan tahun 2013 adalah jiwa dengan jumlah penduduk lakilaki dan perempuan adalah Jumlah kepala keluarga (KK) di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan adalah dengan jumlah penduduk lansia adalah orang dan jumlah KK miskin yang dimiliki adalah sebanyak 47 KK. Umur harapan hidup (UHH) penduduk Kota Denpasar tahun 2010 mencapai umur 73,01 tahun. Untuk golongan masyarakat yang rentan masalah kesehatan di Kelurahan Pedungan tahun 2013 antara lain masyarakat miskin (47KK), bayi (513 jiwa), balita (2.077 jiwa), ibu hamil (564 jiwa), ibu hamil risiko tinggi (113 jiwa), ibu nifas (539 jiwa), bayi risiko tinggi (77 jiwa),dan lansia (2.053 jiwa).
5 56 Distribusi penduduk pada masing-masing banjar menunjukkan bahwa penduduk terpadat berada di wilayah Banjar Ambengan sebanyak jiwa dan penduduknya paling sedikit terdapat di Banjar Puseh sebanyak 634 jiwa. Distribusi penduduk pada masing-masing banjar di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Distribusi Penduduk di masing-masingbanjar di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar SelatanTahun 2013 No. Nama Banjar Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah KK 1 Br. Pitik Br. Dukuh Pesirahan Br. Sawah Br. Begawan Br. Geladag Br. Menesa Br. Karang Suwung Br. Kepisah Br. Ambengan Br. Pesanggaran Br. Pande Br. Sama Br. Kaja Br. Puseh Jumlah Sumber : Puskesmas IV Denpasar Selatan (2014) Distribusi jumlah dan kualitas rumah serta besar sampel penelitian di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan dapat dilihat pada Tabel 5.2.
6 57 Tabel 5.2 Distribusi Jumlah dan Kualitas Rumah serta Besar Sampel Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Tahun 2014 No. Nama Banjar/Lingkungan Semi Permanen Jumlah Rumah Sampel Permanen Sampel Jumlah total Total Sampel 1 Br. Sama Br. Kaja Br. Dukuh Pesirahan Br. Geladag Br. Pitik Br. Karang Suwung Br. Ambengan Br. Pesanggaran Br. Begawan Br. Sawah Br. Pande Br. Menesa Br. Puseh Br. Kepisah Jumlah Karakteristik Subjek Penelitian Dari 97rumah/KK dijadikan sampel dalam penelitian, ada2 (dua)kk yang tidak bersedia dijadikan sebagai sampel, yaitu di banjar Dukuh Pesirahan sebanyak satu rumahdan di banjar Ambengansebanyak satu rumah. Walaupun sebelumnya telah dilakukan pendekatan dan diberikan penjelasan, tetapi pemilik rumah tetap tidak bersedia.karena sebelumnya telah dilakukan penentuan sampel dari populasi dengan teknik proporsional stratified random sampling dengan menambahkan 10% cadangan, maka untuk melengkapi kekurangan jumlah sampel
7 58 sebanyak 2 (dua) sampel diambil dari cadangan yang berasal dari banjar besangkutan. Distribusi responden yang diwawancarai menurut jenis kelamin proporsinya adalah jumlah laki-laki sebanyak 26orang (26,8%) dan perempuan sebanyak 71orang (73,2%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No Jenis Kelamin Jumlah (orang) % 1 Laki-laki 26 26,8 2 Perempuan 71 73,2 Jumlah Disibusi responden menurut kelompok umur proporsinya adalah < 20 tahun sebanyak 4 orang, umur tahun sebanyak 10 orang, umur tahun sebanyak 31 orang, umur tahun sebanyak 33 orang, umur tahun sebanyak 10 orang, dan > 61 tahun sebanyak 9 orang. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
8 59 Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No Kelompok umur Jumlah (orang) % 1 20 tahun 4 4, tahun 10 10, tahun 31 31, tahun 33 34, tahun 10 10, tahun 9 9,28 Jumlah Distribusi responden menurut tingkat pendidikan proporsinya adalah tidak sekolah/tidak tamat SD sebanyak 7 orang, tamat SD sebanyak 13 orang, tamat SLTP sebanyak 19 orang, tamat SLTA sebanyak 53 orang, dan tamat perguruan tinggi/akademi sebanyak 5 orang. Data tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan diwilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) % 1 Tidak sekolah/tidak tamat SD 7 7,2 2 Tamat SD 13 13,4 3 Tamat SLTP 19 19,6 4 Tamat SLTA 53 54,6 5 Tamat Perguruan 5 5,2 Tinggi/Akademi Jumlah
9 Hasil Pengamatan Terhadap Objek Penelitian Berdasarkan Variabel Penelitian Adapun uraian hasil wawancara, observasi dan pengukuran yang dilakukan terhadap 97responden adalah sebagai berikut : Kejadian ISPA Distribusi kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yaitu tidak sakit ISPA sebanyak 31orang (32 %) sedangkan yang sakit ISPA yaitu sebanyak 66orang (68%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No. Kejadian ISPA Jumlah Persentase (%) (orang) 1. Tidak Sakit ISPA Sakit ISPA Total Kondisi ventilasi Kondisiventilasi rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang diteliti dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu memenuhi syarat kesehatan (perbandingan luas ventilasi 10% luas lantai ruangan) sebanyak 93 (95,9%),lebih tinggi dari yang tidak memenuhi syarat kesehatan (perbandingan luas ventilasi < 10% luas lantai ruangan) sebanyak 4 (4,1%). Secara rinci data keadaan ventilasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.
10 61 Tabel 5.7 Kondisi Ventilasi Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No. Ventilasi Jumlah Persentase (%) 1. Memenuhi syarat 93 95,9 2. Tidak memenuhi syarat 4 4,1 Total , Kondisi penerangan alami Kondisi peneranganalami rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatanyang masuk dalam kategori memenuhi syarat ( 60 lux) yaitu sebanyak 71 (73,2%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 26 (26,8%) rumah dalam keadaan tidak memenuhi syarat (< 60 lux). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Kondisi Penerangan Alami Rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar SelatanKota Denpasar No. Penerangan Alami Rumah Jumlah Persentase (%) 1. Memenuhi Syarat 71 73,2 2. Tidak Memenuhi Syarat 26 26,8 Total , Kondisi kelembaban ruangan Kondisi kelembaban ruangan rumah di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yangtermasuk dalam kategori memenuhi syarat (kelembaban berkisar antara 40% - 60%) yaitu sebanyak 54 (55,7%), sedangkan sisanya yaitu
11 62 sebanyak 43 (44,3%) rumah dalam keadaan tidak memenuhi syarat (kelembaban < 40% atau > 60%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Kondisi Kelembaban Ruangan Rumah diwilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar No. Kelembaban Ruangan Jumlah Persentase (%) 1. Memenuhi Syarat 54 55,7 2. Tidak Memenuhi Syarat 43 44,3 Total Kondisi suhu ruangan rumah Kondisi suhu ruang rumah di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatanyang masuk dalam kategori memenuhi syarat (suhunya berkisar antara 18 0 C 30 0 C) yaitu sebanyak 96 (99%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 1 (1%) rumah dalam keadaan tidak memenuhi syarat (suhunya > 30 o C). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.10 Kondisi SuhuRuangRumah diwilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar SelatanKota Denpasar No. Suhu Ruangan Jumlah Persentase (%) 1. Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat 1 1 Total
12 Kondisi kepadatan hunian Kepadatan hunian ruangan rumahdi wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan diperoleh hasil bahwa yang menempati ruangan tempat tidur tidak padat penghuni sebanyak 79 (81,4%), sedangkan sisanya menempati ruangan tempat tidur yang padat penghuni (luas lantai kurang dari 8m²/2 orang + 1 orang anak Balita) yaitu sebanyak 18 (18,6%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.11 Kondisi Kepadatan Hunian Ruangan rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar SelatanKota Denpasar No. Kepadatan Hunian Jumlah Persentase (%) 1. Tidak Padat 79 81,4 2. Padat 18 18,6 Total , Kondisi pencemaran udara dalam rumah Kondisi pencemaran udara dalam rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatanyang masuk dalam kategori tidak ada pencemaranudara yaitu sebanyak 45 (46,4%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 52 (53,6%) rumah dalam keadaan ada pencemaran udara dalam rumah. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.12.
13 64 Tabel 5.12 Kondisi Pencemaran Udara Dalam Rumah di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar SelatanKota Denpasar No. Pencemaran Udara Jumlah Persentase (%) 1. Tidak ada pencemaran 45 46,4 2. Tercemar 52 53,6 Total , Kualitas sanitasi rumah Kualitassanitasi rumah yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh melalui pengukuran 6 (enam) indikator kualitas sanitasi rumah, yaitu :ventilasi, penerangan alami, kelembaban, suhu, kepadatan hunian dan pencemaran udara dalam rumah. Kondisi sanitasi rumahdikelompokkan menjadi tiga kategori,yaitu : 1. Baik ( 75 %dari total skor atau 5 sampai 6 indikator memenuhi syarat) sebanyak 51 (52,6%), 2. Cukup (51-74% dari total skor atau 4 indikator memenuhi syarat) sebanyak 29 (29,9%), 3. Kurang (<50% dari total skor atau maksimal 3 indikator sampai dengan tidak ada indikator yang menuhi syarat) sebanyak 17 (17,5%). Secara rinci data kondisi sanitasi rumah tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.13.
14 65 Tabel 5.13 Kondisi Sanitasi Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar No. Kondisi Sanitasi Rumah Jumlah Persentase (%) 1. Baik 51 52,6 2. Cukup 29 29,9 3. Kurang 17 17,5 Jumlah Total Analisis data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi disajikan dalam bentuk tabulasi silang untuk melihat distribusi kejadian atau frekuensi kejadian ISPA pada masing-masing variabel bebas sebagai variabel yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA Hubunganventilasi rumahdengankejadian ISPA Hubungan ventilasi rumahdengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan menunjukkan bahwa kejadian sakit ISPA dengan ventilasi tidak memenuhi syarat sebesar 100%. Hal ini lebih tinggi daripada yang memenuhi syarat yaitu sebesar 66,7%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.14.
15 66 No. Tabel 5.14 Tabulasi Silang Antara Ventilasi Rumahdengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar Ventilasi Kejadian ISPA Sakit ISPA Tidak Sakit ISPA Total Jml. % Jml. % Jml. % 1. Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat 62 66, , Total Keterangan : sig P=0, Hubungan penerangan alami ruanganrumah dengan kejadian ISPA Hubungan penerangan alami ruangan rumahdengan kejadian ISPAmenunjukkan bahwa kejadian sakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang menempati ruanganrumah dengan penerangan alami tidak memenuhi syarat sebesar 92,3%. Hal ini lebih tinggi dari pada yang menempati ruangan rumah dengan penerangan alami yang memenuhi syarat yaitu sebesar 59,2%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel No. Tabel 5.15 Tabulasi Silang Antara Penerangan AlamiRuangan Rumah dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar Penerangan Ruangan Kejadian ISPA Tidak Sakit Total Sakit ISPA ISPA Jml. % Jml. % Jml. % 1. TidakMemenuhi Syarat 24 92,3 2 7, Memenuhi Syarat 42 59, , Total Keterangan : sig P =0,002, Odds Ratio (OR) = 8,286
16 Hubungan kelembaban ruangan rumah dengan kejadian ISPA Hubungan kelembaban ruangan rumah dengan kejadian penyakit ISPA menunjukkan bahwa kejadian sakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang menempatiruangan rumah dengan kelembabanyang tidak memenuhi syarat sebesar 83,7%. Hal ini lebihtinggibila dibandingkan dengan yang menempati ruangan rumah dengan kelembaban yang memenuhi syarat yaitu sebesar 55,6%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.16 Tabulasi Silang Antara Kelembaban Ruangan Rumah dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar Kejadian ISPA Tidak Sakit Total Sakit ISPA No. Kelembaban Ruangan ISPA Jml. % Jlm. % Jml %. 1. Tidak Memenuhi Syarat 36 83,7 7 16, Memenuhi Syarat 30 55, , Total Keterangan : sig P =0,003, Odds Ratio (OR) = 4, Hubungan suhu ruangan rumahdengan kejadian ISPA Hubungan suhu ruangan rumahdengan kejadian penyakit ISPA menunjukkan bahwa kejadian sakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatanyang menempati ruangan rumah dengan suhu yang tidak memenuhi syarat sebesar 100%. Hal ini lebih tinggi dari pada yang menempati
17 68 ruangan rumahdengan suhu yang memenuhi syarat yaitu sebesar 67,7%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.17 Tabulasi Silang Antara Suhu Ruangan rumah dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar No. Suhu Ruangan Kejadian ISPA Sakit ISPA Tidak Sakit Total ISPA Jml. % Jml. % Jml. % 1. Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat 65 67, , Total Keterangan : sig P =0, Hubungan kepadatan hunianruang tidurdengan kejadian ISPA Hubungan kepadatan hunian rung tidur dengan kejadian ISPA menunjukkan bahwa kejadian sakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang menempati ruang tidur dengan kepadatan hunian yang padatsebesar 83,3%. Hal ini lebih tinggi dari pada yang menempati ruang tidur dengan kepadatan hunian yang tidak padat yaitu sebesar 64,6%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.18.
18 69 Tabel 5.18 Tabulasi Silang Antara Kepadatan Hunian RuangTidurdengan Kejadian ISPAdi Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar Kejadian ISPA No. Kepadatan Hunian Sakit ISPA Tidak Sakit Total ISPA Jml. % Jml. % Jml. % 1. Padat 15 83,3 3 16, Tidak Padat 51 64, , Total Keterangan : P =0, Hubungan pencemaran udararuangan rumahdengan kejadian ISPA Hubunganpencemaran udararuangan rumahdengan kejadian ISPA menunjukkan kejadian sakit ISPA di Wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang menempati ruangan rumahdengan ada pencemaran udara sebesar 82,7%. Hal ini lebih tinggi dari pada yang menempati ruangan rumahdengan tidak ada pencemaran udara yaitu sebesar 51,1%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.19.
19 70 Tabel 5.19 Tabulasi Silang Antara Pencemaran Udara Ruangan rumahdengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar Kejadian ISPA No. Pencemaran Udara Sakit ISPA Tidak Sakit Total ISPA Jml. % Jml. % Jml. % 1. Ada pencemaran udara 43 82,7 9 17, Tidak ada pencemaran 23 51, , udara Total Keterangan : sig P =0,001, Odds Ratio (OR) = 4, Hubungan kualitas sanitasi rumah dengan kejadian ISPA Hubungan kualitas sanitasi rumah dengan kejadian ISPA menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada orang yang menempati rumah dengan kualitas sanitasi baik sebesar 45,1 %, kualitas sanitasi cukup sebesar sebesar 89,7 %, dan sanitasi kurang sebesar 100%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel No. Tabel 5.20 Tabulasi Silang Antara Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kualitas Sanitasi Rumah Kejadian ISPA Sakit ISPA Tidak Sakit ISPA Total Jml. % Jml. % Jml. % 1. Baik 23 45, , ,6 2. Cukup 26 89,7 3 10, ,9 3. Kurang ,5 Keterangan : sig P =0,000 Total
20 71 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada pengkajian terhadap variabel kualitas sanitasi rumah serta indikatornya, yaitu : ventilasi, penerangan alami, kelembaban, suhu, kepadatan hunian dan pencemaran udara dalam rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Hasil kajian ini menjadi dasar untuk menyusun upaya pengendalian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. 6.1 Hubungan Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi dan kualitas sanitasi perumahan. Sehat tidaknya rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, salah satunya adalah ISPA. Aspek kesehatan dari rumah harus menjamin kesehatan penghuninya dalam arti luas. Oleh karena itu, diperlukan syarat rumah sehat (Kasjono, 2011), salah satunya adalah memenuhi kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan akan kualitas sanitasi rumah yaitu suhu, kelembaban, pencahayaan, perlindungan terhadap kebisingan, dan ventilasi. Dari uji statistik didapatkan bahwa kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang tinggal pada rumah dengan kualitas sanitasi kurang sebanyak 17 dari 17 orang (100%), rumah dengan kualitas sanitasi cukup 71
21 72 sebanyak 26 dari 29 orang (89,7%) menderita ISPA, dan rumah dengan kualitas sanitasi baik sebanyak 23 dari 51 orang (45,1%) menderita ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p<0,05 maka hasilnya bermakna secara statistik atau ada hubungan kualitas sanitasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Dengan demikian kualitas sanitasi rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan WHO (2007) yang menyatakan bahwa penyebaran dan dampak penyakit ISPA berkaitan dengan empat hal. Salah satunya adalah kondisi lingkungan seperti kualitas sanitasi rumah, yaitu :polusi udara, kepadatan hunian, kelembaban, kebersihan, musim, suhu/temperatur, ventilasi, dan penerangan alami rumah). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ahmad dan Sulistyorini (2005) yang menyatakan sanitasi rumah mempunyai nilai sig p = 0,000 (p<0,05). Melihat hasil penelitian tersebut, maka untuk menekan penyebaran dan dampak penyakit ISPA diharapkan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan untuk selalu memperhatikan kualitas sanitasi rumahnya dengan cara menjaga atau membangun rumah sesuai dengan persyaratan kesehatan perumahan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999.
22 Hubungan Variabel Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA Hubungan ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar angin sekaligus udara dari luar ke dalam dan sebaliknya. Fungsi ke dua dari jendela adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya alam/matahari). Dengan adanya jendela sebagai lubang ventilasi, maka ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela selalu dibuka. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999). Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang tinggal pada rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat sebanyak 4 dari 4 orang (100%), sedangkan yang tinggal pada rumah dengan ventilasi yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 62 dari 93 orang (66,7%) menderita ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,162 (p>0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p>0,05 maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan.
23 74 Melihat hasil penelitian bahwa dari 97 responden, sebanyak 93 rumah (95,9%) memiliki ventilasi yang memenuhi syarat, dan hanya 4 rumah (4,1%) yang tidak memenuhi syarat. Walaupun ventilasi yang memenuhi syarat jumlahnya lebih banyak dari pada yang tidak memenuhi syarat, tetapi masih ditemukan sebanyak 62 orang (66,7 %) yang menderita ISPA, sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun ventilasi rumah memenuhi syarat, tetapi belum menjamin penghuninya terbebas dari penyakit ISPA. Keadaan ini dimungkinkan karena penyakit ISPA tidak hanya disebabkan oleh faktor ventilasi tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2010) yang menyatakan bahwa ventilasi mempunyai nilai sig p = 0,009 (p<0,05). Begitu pula dengan hasil penelitian dari Yudarmawan (2012) yang menyatakan bahwa ventilasi mempunyai nilai sig p = 0,003 (p<0,05), serta penelitian dari Fillacano (2013) yang menyatakan bahwa ventilasi mempunyai nilai sig p = 0,019 (p<0,05). Perbedaan mendasar dari hasil penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada populasi dan sampel penelitian. Pada penelitian ketiganya menggunakan populasi dan sampel balita, sehingga yang diukur hanya luas ventilasi kamar tidur balita saja, sedangkan pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel kepala keluarga (KK) dengan melakukan pengukuran luas rata-rata ventilasi seluruh kamar yang ada pada bangunan rumah. Walaupun ventilasi tidak merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, tetapi tetap diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang rumah sehat
24 75 terutama mengenai pentingnya ventilasi rumah bagi kesehatan dan luas ventilasi harus memenuhi standar minimal dari luas lantai yaitu 10%, serta penempatan ventilasi yang tepat agar aliran udara menjadi lancar serta memungkinkan sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah. Mengingat dari hasil observasi dan wawancara masih ada ditemukan ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 4 (empat) rumah, adanya perilaku masyarakat, yaitu sebanyak 21 orang responden yang menyatakan jarang membuka jendela rumah karena alasan rumah sering ditinggal bekerja/jarang di rumah, karena hujan serta menghindari debu dan asap kendaraan, serta posisi ventilasi dihalangi tembok/bangunan lain Hubungan penerangan alami ruangan rumah dengan kejadian ISPA Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup. Suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit. Sebaliknya suatu ruangan yang terlalu banyak mendapatkan cahaya akan menimbulkan rasa silau, sehingga ruangan menjadi tidak sehat (Azwar, 1996). Agar rumah atau ruangan mempunyai sistem cahaya yang baik, dapat dipergunakan dua cara (Kemenkes RI, 2011a), yaitu : a. Cahaya alamiah, yakni mempergunakan sumber cahaya yang terdapat di alam, seperti matahari. Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya minimal 60 lux. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam
25 76 ruangan, dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). b. Cahaya buatan adalah menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux, dan tidak menyilaukan. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian sakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang menempati rumah dengan penerangan alami tidak memenuhi syarat sebanyak 24 dari 26 orang (92,3%), sedangkan yang menempati ruang tidur dengan penerangan alami yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 42 dari 71 orang (59,2%) menderita ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,002 (p<0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p<0,05 maka hasilnya bermakna secara statistik atau ada hubungan penerangan alami rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Dengan demikian penerangan alami rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Penerangan alami rumah memperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 8,286 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah yang memiliki penerangan alami yang tidak memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar
26 77 mempunyai kemungkinan 8,286 kali untuk terjadinya penyakit ISPA dibandingkan dengan yang memiliki penerangan alami yang memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ahmad dan Sulistyorini (2005) yang menemukan bahwa penerangan alami memperolehnilai p = 0,047 (p<0,05), serta hasil penelitian Suryani et al. (2015) yang menemukan bahwa penerangan alami memperoleh nilai p = 0,001 (p<0,05). Hasil yang berbeda justru diperoleh dari hasil penelitian Yudarmawan (2012) yang menemukan bahwa penerangan alami mempunyai nilai sig p=0,093, berada di atas nilai sig p=0,05 serta hasil penelitian Maryani (2012) yang menemukan bahwa penerangan alami mempunyai nilai sig p = 0,937 (p>0,05). Perbedaan mendasar dari hasil penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada populasi dan sampel penelitian. Pada penelitian keduanya menggunakan populasi dan sampel balita, sehingga yang diukur hanya penerangan alami kamar tidur balita saja, sedangkan pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel kepala keluarga (KK) dengan melakukan pengukuran rata-rata penerangan alami seluruh kamar yang ada pada bangunan rumah. Melihat bahwa penerangan alami rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, maka diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang pentingnya pencahayaan alami rumah. Pencahayaan dalam ruangan rumah diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan persyaratan minimal 60 lux (Kemenkes RI, 2011a).
27 Hubungan kelembaban ruangan rumah dengan kejadian penyakit ISPA Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40-60%. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ISPA (Kemenkes RI, 2011a). Ruangan yang lembab dengan dinding yang basah akan sangat tidak nyaman dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Ruangan dengan ventilasi yang tidak baik, jika dihuni seseorang akan mengalami kenaikan kelembaban yang disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit atau karena uap pernapasan. Jika udara kurang mengandung uap air, maka udara terasa kering yang tidak menyenangkan. Sebaliknya jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka udara basah yang dihirup berlebihan, akan mengganggu fungsi faal paru (Azwar, 1996). Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian penyakit ISPA pada orang yang menempati ruang rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 36 dari 43 orang (83,7%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,003 (p<0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p<0,05 maka hasilnya bermakna secara statistik atau ada hubungan kelembaban ruangan rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Dengan demikian kelembaban ruangan
28 79 rumahmerupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Kelembaban ruangan rumah memperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 4,114 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah yang memiliki kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar mempunyai kemungkinan 4,114 kali untuk terjadinya penyakit ISPA dibandingkan dengan yang memiliki kelembaban ruangan yang memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryani (2012) yang dilakukan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang, bahwa kelembaban kamar memperoleh nilai sig p = 0,000 (p<0,05). Hasil yang sesuai juga diperoleh dari hasil penelitian Nindya dan Sulistyorini (2005) bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap ISPA pada balita. Hasil berbeda diperoleh dari hasil penelitian Ahmad dan Sulistyorini (2005) bahwa kelembaban alami rumah memperoleh nilai p = 0,134 (p>0,05). Perbedaan mendasar dari hasil penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada populasi dan sampel penelitian. Pada penelitian keduanya menggunakan populasi dan sampel balita, sehingga yang diukur hanya kelembaban kamar tidur balita saja, sedangkan pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel kepala keluarga (KK) dengan melakukan pengukuran kelembaban rata-rata seluruh kamar yang ada pada bangunan rumah. Melihat bahwa kelembaban ruang rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, maka diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang
29 80 pentingnya menjaga kelembaban ruang rumah. Upaya penyehatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap kelembaban ruang rumah yang tidak memenuhi syarat adalah : 1. Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan (Kemenkes RI, 2011a), antara lain : a. Menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban seperti humidifier (alat pengatur kelembaban udara) b. Membuka jendela rumah c. Menambah jumlah dan luas jendela rumah d. Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan, sirkulasi udara) 2. Bila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan (Kemenkes RI, 2011a), antara lain : a. Memasang genteng kaca b. Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti humidifier (alat pengatur kelembaban udara) Hubungan suhu ruangan rumah dengan kejadian ISPA Rumah yang sehat harus mempunyai suhu yang diatur sedemikian rupa sehingga suhu badan dapat dipertahankan. Jadi suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga tubuh tidak terlalu banyak kehilangan panas
30 81 atau sebaliknya tubuh tidak sampai kepanasan. Proses kehilangan panas dari tubuh dibedakan 4 macam (Azwar, 1996), yaitu : a. Karena radiasi, yakni berpindahnya panas dari tubuh ke benda sekitarnya yang lebih dingin, tetapi udara sekitar tidak mengalami perubahan. b. Karena konduksi, yakni hilangnya panas tubuh karena udara sekitar lebih dingin dari suhu tubuh. c. Karena konveksi, yakni hilangnya panas tubuh karena terjadinya aliran udara yang lebih dingin di sekitar seseorang. d. Karena evaporasi, yakni hilangnya panas dari tubuh yang disebabkan karena udara disekitar mempunyai kelembaban yang rendah. Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum C (Kemenkes RI, 2011a). Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah di bawah 18 0 C atau di atas 30 0 C, keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian sakit ISPA pada orang yang menempati ruangan rumah dengan suhu yang tidak memenuhi syarat sebanyak 1 dari 1 orang (100%), sedangkan yang menempati ruangan rumah dengan suhu yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 65 dari 96 orang (67,7%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai sig p=0,491 (p>0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p>0,05 maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak ada hubungan suhu ruang rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan.
31 82 Hasil yang sama diperoleh dari hasil penelitian Ahmad dan Sulistyorini (2005) yang menemukan bahwa suhu ruangan rumah mempunyai nilai p = 0,179 (p>0,05) serta penelitian Yudarmawan (2012) diperoleh nilai p = 0,198 (p>0,05). Melihat hasil penelitian bahwa dari 97 responden, sebanyak 96 rumah (99%) memiliki suhu ruangan yang memenuhi syarat, dan hanya 1 rumah (1%) yang tidak memenuhi syarat. Walaupun suhu ruangan yang memenuhi syarat jumlahnya lebih banyak dari pada yang tidak memenuhi syarat, tetapi masih ditemukan sebanyak 65 orang (67,7 %) yang menderita ISPA, sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun suhu ruangan rumah memenuhi syarat, tetapi belum menjamin penghuninya terbebas dari penyakit ISPA. Keadaan ini dimungkinkan karena penyakit ISPA tidak hanya disebabkan oleh faktor suhu ruangan, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Walaupun suhu ruangan rumah tidak merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, tetapi tetap diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang rumah sehat terutama tentang pentingnya suhu rumah bagi kesehatan. Upaya Penyehatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat apabila suhu rumah tidak memenuhi syarat (Kemenkes RI, 2011a), adalah : 1. Bila suhu udara di atas 30ºC diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi mekanik/buatan. 2. Bila suhu kurang dari 18ºC, maka perlu menggunakan pemanas ruangan dengan menggunakan sumber energi yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
32 Hubungan kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai dalam rumah dengan jumlah anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian ruang tidur menurut Permenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 adalah minimal 8 m 2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur kecuali anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI, 1999). Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian sakit ISPA pada orang menempati ruang tidur dengan kepadatan hunian yang padat sebanyak 15 dari 18 orang (83,3%) sedangkan yang menempati ruang tidur dengan kepadatan hunian yang tidak padat yaitu sebanyak 51 dari 79 orang (64,6%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai sig p=0,123 (p>0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p>0,05 maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak ada hubungan kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yudarmawan (2012) yang dilaksanakan di Desa Dangin Puri Kangin Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar. Kepadatan hunian mempunyai nilai sig p=0,454 berada di atas nilai sig p=0,05.
33 84 Melihat hasil penelitian bahwa dari 97 responden, sebanyak 79 rumah (81,4%) memiliki kepadatan hunian rata-rata yang memenuhi syarat/tidak padat, dan 18 rumah (18,6%) yang tidak memenuhi syarat/padat. Walaupun kepadatan hunian yang memenuhi syarat jumlahnya lebih banyak dari pada yang tidak memenuhi syarat, tetapi masih ditemukan sebanyak 51 orang (64,6 %) yang menderita ISPA, sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun kepadatan hunian rumah memenuhi syarat, tetapi belum menjamin penghuninya terbebas dari penyakit ISPA. Keadaan ini dimungkinkan karena penyakit ISPA tidak hanya disebabkan oleh faktor kepadatan hunian rumah, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil berbeda justru terlihat dari hasil penelitian Maryani (2012) yang dilaksanakan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Dari hasil analisis antara kepadatan hunian kamar terhadap kejadian ISPA pada balita dengan menggunakan uji chi square didapat nilai p value (0,000) kurang dari 0,05. Perbedaan mendasar dari hasil penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada populasi dan sampel penelitian. Pada penelitian Maryani menggunakan populasi dan sampel balita, sehingga yang diukur hanya kepadatan hunian kamar tidur balita saja, sedangkan pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel kepala keluarga (KK) dengan melakukan pengukuran rata-rata kepadatan hunian seluruh kamar tidur yang ada pada bangunan rumah. Walaupun kepadatan hunian ruang tidur tidak merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, tetapi tetap diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang
34 85 rumah sehat terutama tentang kepadatan hunian ruang tidur yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kepadatan hunian ruang tidur adalah minimal 8 m 2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur lima tahun (Depkes RI, 1999) Hubungan pencemaran udara ruangan rumah dengan kejadian ISPA Pencemaran udara dalam rumah biasanya berasal dari asap dapur, asap rokok, dan asap obat nyamuk bakar/semprot. Penggunaan obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahan pencemar dalam ruang. Obat nyamuk bakar menggunakan bahan aktif octachloroprophyl eter yang apabila dibakar maka bahan tersebut menghasilkan bischloromethyl eter (BCME) yang diketahui menjadi pemicu penyakit kanker, juga bisa menyebabkan iritasi pada kulit, mata, tenggorokan dan paru-paru (Kemenkes RI, 2011a). Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi buruk, terutama akibat penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, serta penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian) (Kemenkes RI, 2011a). Asap rokok terdiri dari bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011a). Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa kejadian sakit ISPA pada orang yang menempati ruang rumah dengan pencemaran udara yang tercemar sebanyak
35 86 43 dari 52 orang (82,7%), sedangkan yang menempati ruang rumah dengan pencemaran udara yang tidak tercemar yaitu sebanyak 23 dari 45 orang (51,1%.). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,001 (p<0,05). Menurut Dahlan (2010), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kemaknaan 5% adalah jika nilai sig p<0,05 maka hasilnya bermakna secara statistik atau ada hubungan pencemaran udara dalam rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. Dengan demikian pencemaran udara dalam rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Pencemaran udara dalam rumah memperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 4,570 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah yang memiliki kelembaban ruang yang tidak memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar mempunyai kemungkinan 4,570 kali untuk terjadinya penyakit ISPA dibandingkan dengan yang memiliki kelembaban ruang yang memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sukarlan (2003) dalam penelitiannya melihat pengaruh bahan pencemar udara tersebut secara satu persatu. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masing-masing bahan pencemar tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian ISPA pada balita. Disebutkan bahwa odds ratio dari masing-masing bahan pencemar tersebut adalah sebesar 6,21 untuk obat nyamuk bakar, 3,04 untuk bahan bakar kayu dan 5,69 untuk asap rokok. Demikian pula halnya dengan hasil penelitian Nasution
36 87 et al. (2009) serta Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan asap rokok dengan kejadian ISPA pada Balita. Melihat bahwa pencemaran udara dalam rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar, maka diperlukan adanya pembinaan dan penyuluhan tentang pentingnya mengendalikan pencemaran udara dalam rumah. Upaya yang dapat dilakukan (Kemenkes RI, 2011a), adalah : 1. Tidak merokok di dalam rumah. 2. Penyuluhan kepada para perokok. 3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya menghirup asap rokok. 4. Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar terjadi pertukaran udara 5. Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan, seperti LPG dan listrik 6. Tidak meghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruangan tertutup 7. Menanam tanaman di sekeliling rumah. 6.3 Variabel Kualitas Sanitasi Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit ISPA Untuk melihat variabel kualitas sanitasi rumah yang meliputi : ventilasi, pencahayaan alami rumah, kelembaban, suhu, kepadatan hunian kamar tidur, dan
37 88 pencemaran udara dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA dengan menggunakan analisis multivariat, yaitu analisis regresi logistik. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat variabel mana yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA, serta untuk mendapatkan model yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen (Yasril dan Kasjono, 2009). Pada analisis regresi logistik ini menggunakan metode backward. Pada metode ini software secara otomatis akan memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk dimasukkan ke dalam multivariat. Secara bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis. Dalam metode backward ini terdapat 4 (empat) langkah untuk sampai pada hasil akhir, sehingga diperoleh variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA, yaitu : kelembaban ruangan rumah (OR= 0,321), Pencemaran udara dalam rumah (OR= 0,233), dan penerangan alami rumah (OR= 0,151) (Lampiran 5). Berdasarkan uraian tersebut, dapat digambarkan hubungan variabel kualitas sanitasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Hubungan Variabel Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan No Kejadian ISPA Kualitas Sanitasi Rumah 1. Berhubungan dengan 1. Kelembaban ruangan rumah kejadian ISPA 2. Pencemaran udara udara dalam rumah
38 89 3. Penerangan alami rumah 2 Tidak berhubungan dengan kejadian ISPA 1. Ventilasi rumah 2. Suhu ruangan rumah 3. Kepadatan hunian rumah untuk mendapatkan model yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen menggunakan persamaan : (Dahlan, 2010) y= konstanta + a 1 x 1 + a 2 x a i x i Aplikasi dari persamaan yang diperoleh adalah untuk memprediksi probabilitas kejadian penyakit ISPA, dengan menggunakan rumus : p= 1/(1+e -y ), dimana : p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (ISPA) e = bilangan natural = 2,7 a = nilai koefisien tiap variabel x = nilai variabel bebas Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut (Lampiran 5) : y = konstanta + a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 = 8,255 1,887 (penerangan alami) 1,137 (kelembaban) 1,455 (udara) = 8,255 1,887 (1) 1,137 (1) 1,455 (1) = 8,255 1,887 1,137 1,455 y = 3,776 p = 1
39 90 (1+e -y ) = 1 (1+2,7-3,776 ) = 0,977 = 97,7 % Dari hasil perhitungan diperoleh y = 3,776, sehingga didapatkan hasil p = 0,977 atau 97,7%. Dengan demikian probabilitas orang yang menempati rumah dengan kualitas sanitasi (penerangan alami, kelembaban, dan pencemaran udara dalam rumah) yang tidak memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan untuk terkena ISPA adalah 97,7%. 7.1 Simpulan BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil wawancara, observasi, pengukuran, analisis data dan pembahasan mengenai hubungankualitas sanitasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan, maka dapat disimpulkan : 1. Terdapathubunganantara kualitas sanitasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan. 2. Variabel kualitas sanitasi rumah yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatanadalah : penerangan alami rumah, kelembaban rumah, dan pencemaran udara dalam rumah, sedangkan yang tidak berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA adalah : ventilasi, suhu ruangan rumah, dan kepadatan hunian rumah.
40 91 3. Probabilitas orang yang menempati rumah dengan kualitas sanitasi (penerangan alami, kelembaban, dan pencemaran udara dalam rumah) yang tidak memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan untuk terkena ISPA adalah 97,7%. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan diatas, untuk menurunkan kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang disebabkan oleh adanya pengaruh kualitas sanitasi rumah,maka saran yang dapat penulissampaikan, yaitu kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan untuk selalu memperhatikan kualitas sanitasi rumahnya dengan cara menjaga atau membangun rumah sesuai dengan persyaratan kesehatan, terutama dengan memperhatikan 90 faktor-faktor sanitasi rumah seperti : pencahayaan alami rumah, kelembaban rumah, dan pengendalian pencemaran udara dalam rumah.
41 92 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Y.N, dan Lilis Sulistyorini Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan 1 (2) : Anom, S.A.A Determinan Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kejadian Penyakit ISPA Pada Anak Balita Serta Manajemen Penanggulangannya di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan 3 (1) : Anonim, Etiologi ISPA. lectures/ intraurt.htm. (diakses tanggal 15 Juni 2014). Arini, D Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare dan ISPA Pada Anak. Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya 3 (2) : Aspuah, S Kumpulan Kuesioner dan Instrumen Penelitian Kesehatan. Cetakan pertama. Yogyakarta : Nuha Medika. Azwar, A., Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara. BNPB Pedoman Survey Knowledge Attitude and practice ( KAP). Jakarta : BNPB Kerjasama dengan Badan Pusat Statistik.
42 93 Budiarto, E Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Catiyas, E Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Tahun Skripsi. Jakarta: FKM-UI. Dahlan, S Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan.Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Daroham, N.E.P, dan Mutiatikum Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan Edisi Suplemen2009 (37) : Depkes RI, Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI, Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun Jakarta : Depkes RI. Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Laporan Data Kesakitan Puskesmas Kota Denpasar Tahun Denpasar : Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Profil Kesehaan Provinsi Bali Tahun Denpasar : Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Profil Kesehaan Provinsi Bali Tahun Denpasar : Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Profil Kesehaan Provinsi Bali Tahun Denpasar : Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Djaja, S, Iwan Ariawan, dan Tin Afifah Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan 29 (1) : Fillacano, R Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah. Kasjono, H.S Penyehatan Pemukiman. Cetakan pertama. Yogyakarta : Gosyen.
BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian
38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)
32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,
Lebih terperinciRUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah
Lebih terperinciBadan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali 2) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3) Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana *)
ECOTROPHIC 9 (2) : 41-45 ISSN : 1907-5626 HUBUNGAN KUALITAS SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR I
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari jalan trans sulawesi. Wilayah Puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,
Lebih terperinciRumah Sehat. edited by Ratna Farida
Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya
Lebih terperinciSummary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012
Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK
Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil A. Gambaran Umum Lokasi Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan luas wilayah 337,80 KM 2, dengan batas wilayah: a. Sebelah Utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan
28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap
Lebih terperinciErnawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki
Lebih terperinciHUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO
HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO Safrizal.SA Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Teuku Umar E-mail: friza.maulanaboet@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciKESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018
KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018 PENYEBAB??? Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Pentingnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TBC) saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita TBC. Diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas
Lebih terperinciJurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012
HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi
29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo, yang terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang merupakan hak dasar dan tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun. Namun dalam kenyataannya keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan
Lebih terperinciDELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK
Faktor-Faktor yang Barhubungan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Kebersihan dan Keindahan Kota Martapura Kabupaten OKU Timur Tahun 14 DELI LILIA Deli_lilia@ymail.com Dosen Program Studi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan
Lebih terperinciThe Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya
PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas
Lebih terperinciHUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga
Lebih terperincimelebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional melalui pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan
Lebih terperinciTL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3
TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,
41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh
Lebih terperinciBAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.
BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010 dan diharapkan akan mencapai tingkat kesehatan tertentu yang ditandai oleh penduduknya
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Masyarakat Sub Pokok Bahasan : SPAL yang memenuhi standar kesehatan. Sasaran : Waktu : Tempat : I. A. Tujuan Instruksi Umum Setelah mengikuti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancagan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian ekplanatory reseach dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu melalui pengujian hipotesa pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Ngaglik, Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman Yogyakarta pada
Lebih terperinciKode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian
Lebih terperinciOleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam
Lebih terperinciBerapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp
LAMPIRAN 1 LEMBAR PERTANYAAN ANALISIS PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN RIWAYAT PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI DESA SIHONONGAN KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2016 I. Identitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator
Lebih terperinci4. Dampaknya dan cara penanggulangan
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Sasaran : Keluarga Tn.I Pokok Bahasan : Rumah Sehat Rumah : Rumah Waktu : 1 x 30 menit Penyuluh : Sri Wahyuni Siregar A. Latar Belakang Keluarga Tn.I memiliki rumah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografi Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang wilayahnya terdiri dari 5 Kelurahan (Kelurahan Pauwo,
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG Defi Ratnasari Ari Murdiati*) Frida Cahyaningrum*) *)Akademi kebidanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada manusia. Adapun masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian
Lebih terperinciPENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013
PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013 I Ketut Sujana¹, I Made Patra², I Made Bulda Mahayana³ Abstract. Tuberculosis is one of the
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Kabila Bone merupakan salah satu puskesmas yang terletak di. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 desa yaitu : Desa Bintalahe, Desa Botubarani, Desa
Lebih terperinciEko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK
Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 HUBUNGAN STATUS IMUNISASI, STATUS GIZI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN UPTD PUSKESMAS SEKAR JAYA KABUPATEN OGAN KOM ERING ULU TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA TAPAK
BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas
56 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variable bebas Intensitas Pencahayaan Luas Ventilasi JenisLantai Jenis dinding Kepadatan hunian Kelembaban Variabel Terikat Kejadian Kusta Suhu Frekwensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di
Lebih terperinciBAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas
BAB 5 HASIL 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Kecamatan Cilandak terletak di Kota Administrasi Jakarta Selatan Propinsi DKI Jakarta dengan memiliki 5 Puskesmas kelurahan yaitu: Puskesmas Kelurahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi
Lebih terperinci