BAB IV DATA DAN PERANCANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV DATA DAN PERANCANGAN"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB IV DATA DAN PERANCANGAN 4.1 Data Data Sumur Produksi Langkah pertama dalam membuat desain pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yaitu memperoleh data sumber uap dan kondisi cuaca di lokasi. Data sumur produksi Kamojang-68 diperoleh dari pengujian dan analisis kimia oleh Pertamina Geothermal Energy pada tahun Data yang diperoleh yaitu komposisi uap hasil analisis kimia dan laju aliran massa uap. Tabel 4.1 Komposisi hasil analisis kimia PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009) No. ITEM SATUAN JUMLAH KANDUNGAN 1. Tekanan Pipa Bar a 11,86 2. Temperatur o C 185,70 3. Electrical Conductivity Mic/cm 36,20 4. Total Dissolved Solid ppm 137,00 5. ph (25 o C) 4,21 6. Klorida ppm < 0,01 7. Sulphat (SO 4 ) ppm 1,65 8. Belerang (S) ppm 43,42 9. Bikarbonat (HCO 3 ) ppm 9, Natrium (Na) ppm Kalium (K) ppm Kalsium (Ca) ppm - 13 Fluor (F) ppm 0, Amonia (NH 4 ) ppm 2, Silica (SiO 2 ) ppm 0, Besi Total (Fe) ppm 0, Boron (B) ppm 2,21 48

2 digilib.uns.ac.id 49 Non-condensable gas 1 CO 2 mmol/100 mol cond. 317,96 2. H 2 S mmol/100 mol cond. 10,79 3. Gas Sisa mmol/100 mol cond. 7,02 4. CO 2 /H 2 S 29,47 5. CO 2 /ton steam Ton CO 2 /ton steam 0, PCT Volume (%) % 0,34 7. PCT Berat (%) % 0,81 Tabel 4.2 Flow rate hasil analisis PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009) No. FLOW RATE (%) ton/h kg/s 1. Steam + water 98 32,340 8,98 2. Gas (NCG) 2 0,660 0,18 Steam+Water+Gas ,000 9,17 3. Air Steam 99,98 32,3328 8, Water 0,02 0,0072 0,002 Steam+Water 100,00 32,3400 8,980 Tabel 4.3 Nilai entalpi dan jarak sumur Kamojang-68 (Database BRDST, 2010) No. Sumur Produksi Entalpi (kj/kg) Jarak dari separator (km) 1. Kamojang Kondisi Cuaca Rencana lokasi pembangunan PLTP yaitu pada daerah panas bumi Kamojang terletak 40 km di sebelah selatan Bandung, Jawa Barat. Daerah Kamojang memiliki ketinggian meter dari permukaan air laut. Koordinat S E / 7,125 LS 107,8 BT (Kabupaten Garut, 2012). Suhu udara lingkungan antara C (Triyono, 2001)

3 digilib.uns.ac.id Persyaratan Desain Langkah kedua yaitu menentukan kriteria desain. Kriteria desain pada pembangkit listrik geotermal Kamojang antara lain : a. Sumber uap geotermal Kamojang dalam kondisi dry-steam sehingga Process Flow Diagram (PFD) didesain dengan tipe direct steam plant. b. Perancangan separator harus menghasilkan uap dalam fase 100% gas (X=1). c. Perancangan turbin uap dan generator harus menghasilkan minimal 3 MW. d. Perancangan kondensator harus menghasilkan fluida dalam fase 100% cair (X=0). e. Perancangan menara pendingin harus dapat menurunkan temperatur air minimum pada temperatur 30 o C. 4.3 Perancangan Process Flow Diagram (PFD) Langkah ketiga yaitu merancang PFD. Pada tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa kondisi uap geotermal pada sumur produksi. Uap tersebut termasuk dalam kategori dry-steam karena hanya memiliki prosentase kadar air yang sedikit yaitu 0,02%. Dari data kondisi uap geotermal tersebut maka dipilih diagram alir pembangkit listrik geotermal tipe direct-steam. Direct-steam mempunyai maksud dalam pemanfaatan uap geotermal langsung dialirkan menuju turbin uap tanpa adanya proses flashing (penguapan). Gambar 4.1 menunjukkan rancangan diagram alir direct-steam untuk sumur produksi Kamojang-68. Process Flow Diagram untuk PLTP sistem direct-steam diperlukan beberapa peralatan utama agar dapat menghasilkan energi listrik dan memiliki umur produksi yang panjang, yaitu 1. Sumur produksi berfungsi sebagai tempat suplai panas bumi. 2. Sumur reinjeksi berfungsi sebagai tempat untuk menginjeksikan air kembali ke dalam tanah 3. Separator digunakan untuk menyaring partikel-partikel padat maupun cair yang tidak diinginkan sehingga diperoleh panas bumi dalam fase gas (X=1).

4 digilib.uns.ac.id Turbin uap dikopel generator digunakan untuk menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan panas bumi bertekanan sebagai sumber geraknya. 5. Kondensator kontak langsung digunakan untuk mengondensasikan fluida keluaran dari turbin uap sehingga diperoleh fluida dalam fase cair (X=0). 6. Pompa digunakan untuk memompakan air pendingin dengan cara sirkulasi antara kondensator dan menara pendingin. 7. Menara pendingin digunakan untuk menurunkan temperatur air pendingin yang nantinya akan dimanfaatkan lagi pada proses kondensasi di kondensator. 8. Gas extractor vacuum ejector system adalah sistem yang terdiri dari beberapa peralatan antara lain steam jet ejector, ejector condenser, liquid ring vacuum pump yang digunakan untuk memberikan perlakuan pada non-condensable gas. Kamojang -68 Gambar 4.1 Diagram alir perancangan pembangkit direct-steam Kamojang-68

5 digilib.uns.ac.id 52 Cooling Tower Jalan aspal Gedung Turbin Sumur Produksi Kamojang KMJ.68 Demister Gambar 4.2 Areal Lahan Kerja Kamojang 4.4 Analisis Heat and Mass Balance Separator Langkah keempat merancang pembangkit listrik adalah menganalisis, menghitung total laju aliran massa dari fluida dan kualitas setelah proses separasi serta menentukan dimensi separator. Fungsi dari separator yaitu memisahkan aliran panas bumi sumur produksi dari pengotor (zat padat atau zat cair). Separator menghasilkan 2 keluaran yaitu berupa panas bumi dengan fase uap (X=1) yang dialirkan menuju steam turbine dan keluaran berupa air yang dialirkan menuju sumur reinjeksi. Gambar 4.3 menunjukkan aliran proses dari separator. Tekanan pada kondisi 1B, 2 dan 22 adalah sama besarnya dengan tekanan separator: P = P = P = P = 6,5 bar (4.1) Kualitas dari fluida masukan separator (X 1B ): X = (4.2) 2754commit 684,2 to user = = 0, ,2

6 digilib.uns.ac.id 53 Gambar 4.3 Diagram alir proses separasi Kualitas dari fluida keluaran separator X = 1 Laju aliran massa gas yang keluar dari separator : m = X m (4.3) = 0,997 x 8,58 = 8,55 kg/s Maka, laju aliran massa dari air yang terseparasi menuju ke sumur reinjeksi dapat diperoleh sebagai berikut : m = (1 X )m (4.4) = (1 0,997)x 8,58 = 0,03 kg/s Dimana: X = kualitas uap pada kondisi 1B; h h h m m m = entalpi pada kondisi 1B (kj/kg); = entalpi pada kondisi 2 (kj/kg); = entalpi pada kondisi 22 (kj/kg); = laju aliran massa pada kondisi 1B (kg/s); = laju aliran massa pada kondisi 2 (kg/s); = laju aliran massa pada kondisi commit 22 to (kg/s). user

7 digilib.uns.ac.id 54 Untuk perhitungan keseimbangan energi diperoleh dari: E E = E (4.5) Q Q = 0 Q = Q _ + Q _ + Q _ Q = Q + Q + Q m x h = (m x h ) + (m x h ) + Q Q = (8,58 x 2754) (8,55 x 2760) (0,03 x 684,2) Q = ,5 Q = 10,5 kj/s = 10,5kW Dimana:Q = Q = panas masuk ke separator dari kondisi 1B (kw); Q _ = Q = panas keluar dari separator pada kondisi 2 (kw); Q _ = Q = panas keluar dari separator pada kondisi 22 (kw); Q _ = Q = panas keluar ke lingkungan (kw). Q bernilai 10,5 kw berarti bahwa terjadi perpindahan panas dari separator ke lingkungan. Hal ini bisa dicegah dengan menambahkan lapisan isolasi dengan bahan glass wool dan ditutup aluminium foil. Gambar 4.4 merupakan diagram penggambaran proses yang terjadi pada separator dengan menggunakan diagram temperatur-entropi. Diagram temperaturentropi yang digunakan yaitu diagram R-718 water (water diagram, 2012). Titik 1A merupakan kondisi panas bumi pada sumur produksi. Pada titik 1B merupakan kondisi panas bumi sebelum memasuki separator. Terjadi penurunan temperatur dan tekanan hal ini dikarenakan untuk pembangkit berkapasitas 3 MW yang termasuk kecil, penggunaan tekanan panas bumi diatas 6,5 bar tidak efisien. Menurut Swandaru dalam jurnalnya, penggunaan tekanan diatas 6,5 bar akan meningkatkan kebutuhan konsumsi energi pada peralatan penunjang seperti pompa, fan pada menara pendingin yang akan mengurangi energi output dari pembangkit (Swandaru, 2007). Penurunan tekanan diperoleh dengan menggunakan pressure reducing valve atau menggunakan konfigurasi pipa untuk mengalirkan panas bumi menuju rock muffler.

8 digilib.uns.ac.id 55 Titik 2 berada pada garis uap jenuh yang menunjukkan kondisi fluida pada fase gas seutuhnya. Sedang pada titik 22 berada pada garis cair jenuh yang menunjukkan kondisi fluida pada fase cair seutuhnya. Kondisi tiap titik ditampilkan dalam tabel 4.4. Dengan mempertimbangkan laju aliran panas bumi yang akan melewati separator dapat ditentukan bentuk separator yang tepat. Laju aliran panas bumi pada titik 1B memiliki fase 99,97% gas yang berarti perbandingan gas/cair yang tinggi pada panas bumi. Oleh karena itu dipilihlah bentuk separator tipe vertikal. Keunggulan separator vertikal yaitu membutuhkan sedikit ruang dibanding separator tipe horisontal serta lebih efisien untuk fluida dengan perbandingan gas/cair yang tinggi. (Bubicco, 2012) 1A B Gambar 4.4 Diagram temperatur-entropi fluida pada separator Tabel 4.4 Tabel sifat fluida pada proses separasi 1A 1B 2 22 T, 0 C P, bar 12 6,5 6,5 6,5 h, kj/kg 2777, ,2 s, kj/kg 0 C 6,51 commit to 6,71 user 6,73 1,963 X 0,997 0,

9 digilib.uns.ac.id 56 1A 1B 2 22 ṁ steam 8,38 8,38 8,38 0 ṁ NCG 0,17 0,17 0,17 0 ṁ water 0,03 0,03 0 0,03 ṁ total 8,58 8,58 8,55 0, Prosedur perhitungan separator vertikal Untuk menghitung dimensi separator vertikal yang akan digunakan dengan cara yaitu memilih nilai faktor K v berdasarkan konfigurasi separator yang dipilih. Pada perhitugan ini diambil nilai faktor K v sebesar 0,07 m/s. Dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Nilai faktor K untuk perhitungan dimensi demister kawat (IPS,2010) Tipe Separator Faktor K (m/s) Horisontal (dengan demister vertikal) Bola 0,122 0,152 0,061 0,107 Vertikal atau horisontal (dengan 0,055 0,107 demister horisontal) Pada tekanan atm Pada kpa Pada kpa Pada kpa Pada kpa Uap basah Most vapors under vacuum Salt and caustic evaporators 0,107 0,101 0,091 0,082 0,064 0,076 0,061 0,046 Langkah selanjutnya menghitung kecepatan maksimum gas, U g. U = K = 0,07 x (,,), (4.6) = 1,14 m/s Dimana : K = faktor K v = 0,07 m/s ρ = massa jenis fluida cair = 905,8 kg/m 3 ; ρ = massa jenis fluida gas = 3,42 kg/m 3.

10 digilib.uns.ac.id 57 separator. Langkah berikutnya menghitung diameter dan luas penampang dari D = =,,, (4.7) = 1,64 m A = πd /4 = 3,14 x 1,64 /4 (4.8) = 2,11 m 2 Dimana : D = Diameter vessel (m); V = laju aliran volume gas = 2,4 m 3 /s; U = kecepatan maksimum gas = 1,14 m/s; A = luas penampang separator (m 2 ). Kemudian pembulatan dimensi diameter dengan kelipatan 0,152 m (6 inci) sehingga diameter vessel dibulatkan menjadi 1,676 m (66 inci). Luas penampangnya menjadi 2,21 m 2. Langkah selanjutnya memilih waktu surge fase cair yaitu waktu penampungan fase cair yang wajar. Waktu yang dipilih berdasarkan Bubicco adalah 2 sampai 5 menit, terkadang dipilih waktu 10 menit. Pada perhitungan ini dipilih waktu 10 menit untuk mengantisipasi kondisi darurat pada pembangkit listrik geotermal. Waktu surge berpengaruh pada perancangan ketinggian level zat cair (L 1 ). Langkah berikutnya menghitung tinggi separator. Tinggi separator dibagi menjadi tinggi level zat cair (L 1 ), tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju permukaan zat cair (L2), tinggi pengendapan tetesan air (droplet) (L 3 ) dan tinggi demister (L 4 ). Dapat dilihat ilustrasinya pada gambar 4.5.

11 digilib.uns.ac.id 58 Gambar 4.5 Ilustrasi dimensi separator (Bubicco, 2012) Tinggi level zat cair (L 1 ) : Dimana: L = ( ) = ( = 1,8 x 10 x 600 (3,14 4)1,676 = 0,05 m ) (4.9) Tinggi level zat cair adalah ketinggian yang wajar pada waktu surge untuk mengurangi ketidakstabilan laju aliran zat cair. Tinggi level zat cair berdasar Bubicco memiliki ketinggian minimum 0,61 m (2 feet). Dari perhitungan diperoleh nilai dibawah ketinggian minimum. Oleh karena itu, tinggi level zat cair dipilih yaitu 0,61 m. V = volume yang tertampung selama waktu surge (m 3 ) =V x t ; t = waktu surge (detik); L = tinggi level zat cair (m).

12 digilib.uns.ac.id 59 Tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju permukaan zat cair (L 2 ) : L = 0,5 x D (4.10) = 0,5 x 1,676 = 0,838 m Tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju permukaan zat cair diperlukan perhitungan untuk mencegah banjir pada nosel. Dimana: L = tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju permukaan zat cair (m). Tinggi pengendapan tetesan air (droplet) (L 3 ) : L = D (4.11) = 1,676 m Dimana: L = tinggi pengendapan tetesan air (droplet) (m). Tinggi demister (L 4 ) : Berdasar Bubicco, 1997 ketinggian pada bagian demister diperoleh dari ketebalan demister sebesar 0,152 m dan ruang tambahan di atas demister sebesar 0,305 m L = 0,457 m Dimana: L = tinggi demister (m). Tinggi separator total : L = L + L + L + L (4.12) L = 0,61 + 0, , ,457 L = 3,581 m Kemudian melakukan pembulatan ukuran dimensi tinggi separator kelipatan 3 inci (0,0762 m). Sehingga tinggi total separator menjadi 3,58 m.

13 digilib.uns.ac.id 60 Langkah berikutnya yaitu menghitung rasio tinggi total dan diameter. Menurut Bubiccoseparator vertikal memiliki rasio L/D antara 3 3,2. Jika L/D lebih dari 5 maka harus menggunakan separator horisontal. L D = 3,58 1,676 (4.13) = 2,14 Langkah terakhir yaitu mengubah dimensi pada L 1, L 2 dan L 4 agar diperoleh rasio L/D antara 3 3,2. L = 1 m; L = 0,8 D = 1,341 m; L = 1 m. L _ = 1 + 1, , = 5,017 m L D = 5,017 1,676 = 3

14 digilib.uns.ac.id 61 Sehingga diperoleh dimensi: Tinggi total separator = 5,017 m Diameter vessel = 1,676 m. Kapasitas = 11 m 3. Gambar 4.6 Dimensi separator hasil perhitungan

15 digilib.uns.ac.id Turbin Langkah kelima dalam merancang pembangkit listrik yaitu menganalisis dan menghitung kerja turbin serta menentukan dimensi turbin. Fungsi turbin yaitu mengubah energi gerak dari uap bertekanan menjadi energi gerak dalam bentuk putaran yang kemudian dikopel dengan generator untuk menghasilkan energi listrik. Efisiensi isentropik dari turbin diperoleh dari : η =, (4.14) Turbin yang dipakai pada pembangkit listrik geotermal biasanya bekerja pada kondisi daerah basah, sehingga perlu diperhitungkan penurunan performanya dengan menggunakan aturan Baumann, η = η x, (4.15) = 0,85 x 1 + 0,826 2 = 0,78 Dimana, efisiensi turbin kering, η, dapat diasumsikan konstan pada 85%. (DiPippo, 1999) Untuk memperoleh entalpi kondisi 6, maka digunakan rumus 4.14 : η = h h h h, 0,78 = 2760 h h = 2760 (0,78 x 572) = 2314kJ/kg Gambar 4.7 menunjukkan uap dari separator (2) digunakan untuk menyuplai turbin (3), steam ejector tingkat pertama (5) dan ejector condenser tingkat pertama (4). Laju aliran massa yang disuplai ke turbin diperoleh dari : m = m m m (4.16) = 8,55 0,07 0,164 = 8,32 kg/s

16 digilib.uns.ac.id 63 Laju aliran massa gas yang keluar dari steam turbine : m = m (4.17) = 8,32 kg/s Gambar 4.7 Diagram alir proses turbin Dimana: η = efisiensi turbin basah (%); h h h, = entalpi pada kondisi 3 (kj/kg); = entalpi pada kondisi 6 (kj/kg); = entalpi pada kondisi 6,s isentropis dengan kondisi 3 (kj/kg); η = efisiensi turbin kering (%); X = kualitas uap pada kondisi 3; X, m m m m = kualitas uap pada kondisi 6,s; = laju aliran massa pada kondisi 2 (kg/s); = laju aliran massa pada kondisi 3 (kg/s); = laju aliran massa pada kondisi 4 (kg/s); = laju aliran massa pada kondisi 5 (kg/s); m = laju aliran massa pada kondisi commit 6 to (kg/s); user

17 digilib.uns.ac.id 64 Kualitas uap pada kondisi 3 sama seperti pada kondisi 2, jadi daya turbin dapat diperoleh dari perhitungan : W = X m (h h ) (4.19) = 1 x 8,32 x ( ) = kj/s = 3,7 MW Untuk perhitungan keseimbangan energi diperoleh dari: E E = E (4.18) Q W W = 0 Q = W + m (h h ) + ( V V ) 2 Menghitung perbedaan energi kinetik: m = ρav = AV v Sehingga V = V V 2 8,32 x 0,2927 = πd /4 = 2,435 m /s (3,14 x 0,4 ) 4 m = 2,435 m /s 0,1256 m = 19,4 m/s = 31 19,4 2 = 0,292 kj/kg m 1 N s 1 kg. m/s 1 kj 10 N. m Menghitung nilai Q : Q = (3.700 kw) + 8,32 kg s [( ) + (0,292)kJ/kg] Q = (3.700 kw) + 8,32 ( ,292)kJ/kg Q = ( ,3) kw = 8,3 kw

18 digilib.uns.ac.id 65 Kalor bernilai negatif berarti bahwa terjadi perpindahan panas dari turbin ke lingkungan walaupun nilainya sangatlah kecil. Dimana: W = Kerja yang dihasilkan oleh turbin uap (W). = kw. V 3 = Kecepatan uap pada pipa masuk turbin (m/s). = 19,4 m/s. V 6 = Kecepatan uap pada pipa keluar turbin (m/s). Diperoleh dari bab kecepatan absolut uap keluar turbin pada tingkat terakhir. = 31 m/s Dengan mengasumsikan efisiensi generator sebesar 0,75, maka daya turbin-generator dapat diperoleh : Dimana η η η W = η η W (4.20) = (0,75 0,78)x = kj/s = 3,6 MW = efisiensi isentropik turbin = efisiensi isentropik turbin pada daerah basah; = efisiensi isentropik turbin pada daerah kering; W = daya turbin (watt); η = efisiensi generator; W = daya yang dihasilkan generator (watt). Gambar 4.8 merupakan diagram penggambaran proses yang terjadi pada turbin dengan menggunakan diagram temperatur-entropi. Diagram temperaturentropi yang digunakan yaitu diagram R-718 water (water diagram, 2012). Titik 3 merupakan kondisi panas bumi sebelum memasuki turbin. Pada titik 6,s merupakan kondisi panas bumi untuk turbin ideal yaitu turbin bekerja secara isentropik. Terjadi penurunan temperatur dan tekanan hal ini dikarenakan panas bumi digunakan untuk menggerakkan sudu-sudu turbin sehingga menjadi

19 digilib.uns.ac.id 66 gerak putaran poros yang kemudian dikopel pada generator. Pada generator, putaran poros digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Titik 6 merupakan kondisi panas bumi hasil keluaran dari turbin dengan efisiensi 0,78. Kondisi panas bumi berada pada kubah mixture yang menunjukkan kondisi fluida merupakan campuran dari fase gas dan cair. Kondisi tiap titik ditampilkan dalam tabel 4.6. Dengan mempertimbangkan laju aliran dan tekanan panas bumi yang akan melewati turbin, dipilih konstruksi condensing turbin. Turbin yang mana uap keluaran sudu terakhirnya dikondensasikan, tekanan akhir dari turbin kondensasi ini dibuat vaccum untuk meningkatkan energi listrik yang dibangkitkan. Kriteria desain turbin antara lain: a. Tekanan Masuk = 6,5 bar. b. Kecepatan rotasi = rpm. c. Energi yang dibangkitkan minimal 3,3 MW. Dari kriteria di atas diperlukan pembangkitan di atas 3 MW dikarenakan kebutuhan peralatan tambahan seperti pompa, fan menara pendingin direncanakan menggunakan energi listrik dari pembangkitan ini. Desain turbin multistage dipilih untuk memenuhi kebutuhan pembangkitan tersebut.

20 digilib.uns.ac.id 67 1A 162 1B 2 3,4,5 55,3 6,s Gambar 4.8 Diagram temperatur-entropi fluida pada turbin uap Tabel 4.6 Tabel sifat fluida pada proses turbin uap 1A 1B ,s 6 T, 0 C ,3 55,3 P, bar 12 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 0,16 0,16 h, kj/kg 2777, , , ,84 s, kj/kg 0 C 6,51 6,71 6,73 6,73 6,733 6,733 6,73 7,114 X 0,997 0, ,826 0,879 ṁ steam 8,38 8,38 8,38 8,15 0,07 0,16 7,14328 ṁ NCG 0,17 0,17 0,17 0,17 0,0007 0, ,17 ṁ water 0,03 0, ,00672 ṁ total 8,58 8,58 8,55 8,32 0,0707 0, ,32

21 digilib.uns.ac.id Prosedur perhitungan turbin uap Pengambilan asumsi laju aliran massa pada turbin : N e = 3,25MW, n = 3000rpm, P 0 = 6,5 Bar. H 0 = i 0 -i lt = = 570 kj/kg = 136,14 kkal/kg. (4.21) P 0 = (1-0,05).p 0 = 0,95 x 6,5 = 6,175 bar (titik A 0 ) (4.22) H 0 = i 0 -i lt = = 563 kj/kg = 134,47 kkal/kg. (4.23) (gambar 4.11) Massa alir uap turbin akan menjadi : G 0 = =,,, Dimana η dan η diambil dari diagram 4.8 dan 4.9. = 8,32 kg/s (4.24) Gambar 4.9 Efisiensi relatif efektif turbin (η ) Gambar 4.10 Efisiensi Generator Menurut Data Elektrosila Worksη

22 digilib.uns.ac.id 69 Untuk perhitungan pendahuluan akan ditentukan ukuran-ukuran dasar tingkat pertama, kedua dan terakhir. A. Tingkat Pertama Untuk tingkat pertama akan dipakai roda dua baris agar dapat menggunakan bagian penurunan kalor yang lebih besar pada tingkat ini. Pada tingkat ini, uap akan diekspansikan melalui nosel tingkat pertama dari tekanan P 0 = 6,5 Bar sampai dengan P 1 = 4 Bar. Perhitungan Kalor Penurunan kalor teoritis yang terjadi pada nosel diperoleh dari diagram h-s (diagram Mollier) h 0 = i 0 i 1t = = 89 kj/kg = 21,26 kkal/kg. diasumsikan penurunan tekanan pada katup-katup pengatur sebesar 5% dari P 0, maka P 0 = (1-0,05) x P 0 = 0,95 x 6,5 = 6,175 Bar. h 0 = i 0 i 1t = kj/kg = 659,21 640,10 kkal/kg = 19,11 kkal/kg. Kecepatan uap pada sisi keluar nosel : a. Aktual : C 1 = 91,5φh = 91,5 x 0,95 x 19,11 = 380 m/s (4.25) b. Teoritis : C 1t = = = 400 m/s (4.26), Untuk memperoleh efisiensi maksimum pada tingkat ini, maka perlu dicari nilai u/c 1optimum, setelah itu perhitungan kalor selanjutnya dengan memakai nilai u/c 1optimum tersebut. a. Mencari nilai u/c 1optimum. Nilai u/c 1optimum untuk cakram dua baris nilai u/c 1optimum yang diandaikan adalah antara 0,1-0,3 (P.Shlyakhin, 1990). Pada perhitungan berikut ini akan diandaikan enam niali u/c 1 yaitu: 0,1; 0,15; 0,2; 0,23; 0,25; 0,3; yang selanjutnya akan digambarkan segitiga kecepatan masing-masing nilai u/c 1 serta grafik hubungan antara efisiensi dalam relatif dan nilai u/c 1. Besaran-besaran yang dibutuhkan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut. Untuk nilai u/c 1 yang diandaikan

23 digilib.uns.ac.id 70 C 1 u/c 1 u = Kecepatan uap keluar nosel (m/s); = rasio kecepatan uap keluar nosel dengan kecepatan keliling cakram padadiameter rata-rata; = kecepatan keliling cakram pada diameter rata-rata. [ u = ( ) C 1 ] (m/s); (4.26) d α 1 ω = diameter rata-rata cakram = (m); = sudut kecepatan absolut uap masuk sudu gerak baris pertama. Nilai α 1 yang optimum terletak dalam jangka 14 sampai (P.Shlyakhin,1990). Untuk tingkat ini α 1 = 20 0 ; = kecepatan relatif uap masuk sudu baris pertama. ω = C + u 2uC cos(α ) (m/s); (4.27) β 1 = sudut kecepatan relatif uap masuk sudu gerak baris pertama. ( Sin β 1 = sin α ); (4.28) β 2 ω = sudut kecepatan realtif uap keluar sudu gerakbaris pertama. ( β 2 = β ); (4.29) = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak baris pertama. (ω = ψ. ω ) (m/s); (4.30) ψ = koefisien kecepatan untuk nilai β 1 /β 2 diperoleh pada gambar 3.4; C 2 = kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak baris pertama. C = ω + u 2uω cos(β ) (m/s); (4.31) α 2 α 1 C 1 ω = sudut kecepatan absolut uap keluar sudu gerak baris pertama. α = β + cos ; (4.32) = sudut kecepatan absolut uap keluar sudu pengarah. ( α 1 = α ) ; (4.33) = kecepatan absolut uap keluar dari sudu pengarah. ( C 1 = ψ gb C 2 ) (m/s); (4.34) = kecepatan relatif uap keluar dari sudu pengarah. ω = C + u 2uC cos(α ) (m/s); (4.35) β 1 = sudut kecepatan relatif commit uap to user keluar sudu pengarah.

24 digilib.uns.ac.id 71 β 2 ω C 2 β = α + cos ; (4.36) = sudut kecepatan relatif uap keluar sudu gerak baris kedua. ( β 2 = β ); (4.37) = kecepatan relatif uap keluar dari sudu gerak baris kedua. (ω = ψ. ω ) (m/s); (4.38) = kecepatan absolut uap keluar dari sudu gerak baris kedua. α 2 C 1u C 2u C 1u C 2u η u N ge.a l 1 C = ω + u 2u ω cos(β ) (m/s); (4.39) = sudut kecepatan absolut uap keluar sudu gerak baris kedua. α = β + cos ; (4.40) = proyeksi kecepatan absolut uap masuk sudu gerak baris pertama. [C = C cos(α )] (m/s); (4.41) = proyeksi kecepatan absolut uap keluar sudu gerak baris pertama. [C = C cos(α )] (m/s); (4.42) = proyeksi kecepatan absolut uap keluar sudu pengarah. [C = C cos(α )] (m/s); (4.43) = proyeksi kecepatan absolut uap keluar sudu gerak baris kedua. [C = C cos(α )] (m/s); (4.44) = efisiensi turbin. η = ( ) ; (4.45) = daya yang hilang dalam mengatasi gesekan cakam (kerugian pengadukan). N, = (β d n l γ) x 10 (kw); (4.46) = tinggi rata-rata sudu diandaikan 2 cm. β = koefisien rumus Forner untuk cakram baris ganda = 2,06. γ = bobot spesifik uap di dalam cakram ( γ = =, = 3,257 kg/m3 ) (4.47) ζ ge.a =. (4.48)

25 digilib.uns.ac.id 72 η oi = efisiensi dalam relatif turbin ( η oi = η u ζ ge.a ) (4.49) Tabel 4.7 Hasil perhitungan untuk berbagai nilai u/c 1 yang diandaikan u/c 1 0,10 0,15 0,20 0,23 0,25 0,3 satuan u =( u C 1 )C , m/det 60 u d = π n 0,242 0,363 0,484 0,557 0,605 0,726 m C m/det α derajat ω 1 344,54 327,02 309,68 299,37 292,54 275,65 m/det β 1 22,16 23,42 24,81 25,73 26,38 28,13 derajat β 2 = β ,16 20,42 21,81 22,73 23,38 25,13 derajat ψ 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,83 ω 2 = ψ.ω 1 282,52 268,16 253,93 245,48 239,88 228,79 m/det C 2 246,94 215,66 185,54 168,29 157,26 134,59 m/det α 2 22,06 25,71 30,57 34,31 37,24 46,22 derajat α 1 19,06 22,71 27,57 31,31 34,24 43,22 derajat ψ gb 0,82 0,82 0,82 0,84 0,85 0,85 C 1 202,49 176,83 152,14 141,37 133,67 114,40 m/det ω 1 167,04 126,19 91,78 80,69 76,80 84,11 m/det β 1 23,32 32,75 50,11 65,56 78,36 111,35 derajat β 2 20,32 29,75 47,11 62,56 75,36 108,35 derajat ψ 1 0,82 0,82 0,85 0,85 0,86 0,86 ω 2 136,97 103,48 78,01 68,58 66,05 72,33 m/det C 2 102,19 60,95 61,57 82,57 101,07 153,04 m/det α 2 27,74 57,40 111,84 132,51 140,78 153,35 deajat C 1u 357,08 357,08 357,08 357,08 357,08 357,08 m/det C 2u 228,87 194,31 159,75 139,01 125,19 93,13 m/det C 1u 191,39 163,13 134,87 120,78 110,50 83,37 m/det C 2u 90,45 32,84 commit to -22,90 user -55,8-78,30-136,78 m/det

26 digilib.uns.ac.id 73 Σ(C 1u C 2u ) 867,79 747,36 628,8 561,08 514,47 396,81 m/det 2uΣ(C 1u C 2u ) 65952, , , , ,99 m 2 /det 2 η u 0,41 0,53 0,59 0,613 0,61 0,56 N ge.a 0,084 0,428 1,351 2,364 3,299 6,841 kw ζ ge.a 0, , , , , ,02325 η oi 0,412 0,531 0,593 0,609 0,6 0,542 (a)

27 digilib.uns.ac.id 74 (b)

28 digilib.uns.ac.id 75 (c) Gambar 4.11 Segitiga kecepatan tingkat pengatur dua baris dengan beberapa nilai u/c 1 yang diandaikan (a) 0,1;0,15;0,2 (b) 0,21;0,22;0,23 (c) 0,25;0,3 Gambar 4.12 Grafik efisiensi turbin impuls dengan dua tingkat kecepatan sebagai fungsi u/c 1

29 digilib.uns.ac.id 76 dari grafik di atas dapat dilihat bahwa efisiensi dalam relatif η oi tingkat pertama akan maksimum pada nilai u/c 1optimum = 0,23. b. Mencari tinggi nosel dan sudu-sudu. Data-data yang dipakai untuk diperhitungkan berikut ini menggunakan data dari tabel 4.7 dengan u/c 1 = 0,23. Kerugian kalor pada sudu turbin: - Untuk nosel : h n = = - Untuk sudu gerak baris pertama: h b = - Untuk sudu pengarah: h gb = =,, =,, - Untuk sudu gerak baris kedua: h b = =,, = 1,862 kkal/kg (4.50) = 3,504 kkal/kg (4.51) =0,995 kkal/kg (4.52) = 0,216 kkal/kg (4.53) - Kerugian kecepatan keluar sudu gerak baris kedua: h e = =, = 0,814 kkal/kg (4.54) untuk memeriksa ketepatan kerugian-kerugian yang diperoleh di atas, maka akan dibandingkan nilai efisiensi η u dari nilai-nilai ini dengan hasil yang telah diperoleh dari grafik. η u = ( ) (4.55) =,(,,,,,) = 0,6132, Kesalahan perhitungan :,, x 100% = 0,04%, margin kesalahan di bawah 2% sehingga perhitungan dapat diterima. Kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan : h ge.a =. =, commit = to 0,1 user kkal/kg (4.56),

30 digilib.uns.ac.id 77 Gambar 4.13 Proses penurunan kalor terperinci pada turbin tingkat pertama Tabel 4.8 Keterangan proses penurunan kalor pada turbin tingkat pertama A 0 A 0 A 1t A 1t A 1 B 1 B 2 B 3 P(bar) 6,5 6, h(kj/kg) s(kj/kg.k) 6,733 6,755 6,733 6,755 6,774 6,809 6,821 6,831 v(m 3 /kg) 0,293 0,307 0,448 0,45 0,452 0,455 0,456 0,457 Perapat labirin terdiri dari z = 7 sekat, diameter hub d hub = 360 mm, celah melingkar antar hub dan sekat labirin s = 0,3 mm. Luas celah antara perapat dan hub: f s = π x 0,36 x 0,0003 = 0,00034 m 2. (4.57) Tekanan pada ruang labirin yang terakhir adalah : p kr =,, = = 1,17 bar,,

31 digilib.uns.ac.id 78 G kebocoran = 100 f s, x = 100 x 0,00034, x,, (4.58) υ 1 = 0,452 m 3 /kg = 0,11 kg/s = volume spesifik uap pada sisi keluar nosel (titik A 1 gambar 4.13). Kerugian kebocoran : h kebocoran = = 0,18 kkal/kg (h h ) =, (21,26 7,46) (4.59), dengan h r = h n + h b + h gb + h b + h e + h ge.a (4.60) = 1, , , , , ,1 = 7,46 kkal/kg karena = = 0,615 adalah lebih rendah dari tekanan kritis dengan, demikian kita dapat memakai nosel konvergen-divergen yang penampang minimun adalah: f min = ( ) = (,, ) = 0,0093 m 2 (4.61),, dimana: p 0 = p 0 x 0,95 = 6,5 x 0,95 = 6,175 bar. υ 0 = 0,307 m 3 /kg. = volume spesifik uap sebelum memasuki nosel (titik A 0 gambar 4.11). f maks = ( ) = (,, ), = 0,010 m 2 (4.62) Diambil tinggi nosel pada bagian sisi keluar adalah 20 mm. derajat pemasukan parsial dengan demikian adalah : ε = =,,, = 0,84 (4.63) nilai derajat pemasukan parsial ini masih dalam batas-batas yang diizinkan, yaitu antara 0,2-1 (P.Shlyakhin, 1990).

32 digilib.uns.ac.id 79 Tinggi sisi sudu gerak baris pertama diasumsikan : l 1 = l + 2 = 22 mm. Tinggi sudu nosel baris pertama pada sisi keluar : l 1 = = = 0,0272 m = 27,2 mm. υ 1 = 0,455 m 3 /kg.,,,,, (4.64) = volume spesifik uap sisi keluar sudu gerak baris pertama (titik B 1 gambar 4.13). Dengan mengandaikan tinggi sisi masuk sudu pengarah adalah l gb = l + 2,1 = 27,2 + 2,1 = 29,3 mm. Tinggi sisi keluar sudu ini diperoleh dengan persamaan : l gb = =,, (4.65),,, = 0,0351 m = 35,1 mm. υ gb = 0,456 m 3 /kg. = volume spesifik uap sisi keluar sudu pengarah (titik B 2 gambar 4.13). Tinggi sudu gerak sisi keluar baris kedua menjadi l 2 = = = 0,0424 m = 42,4 mm. υ 2 = 0,457 m 3 /kg.,,,,, (4.66) = volume spesifik uap sisi keluar sudu gerak baris kedua (titik B 3 gambar 4.13). Tinggi sisi masuk sudu gerak baris kedua akan diandaikan sama dengan tinggi sisi keluar sudu gerak baris pertama, yaitu 42,4 mm. Pada seluruh keliling cakram ditempatkan 20 nosel sehingga penampang leher setiap nosel akan menjadi sebesar : f min = =, = 4,63 cm.

33 digilib.uns.ac.id 80 Dengan mengandaikan tinggi nosel pada bagian lehernya sama dengan tinggi pada bagian sisi keluar, yakni 20 mm. Lebar nosel pada bagian lehernya dengan demikian menjadi : a min = =, =2,32 cm = 23,2 mm. Lebar nosel pada sisi keluarnya akan menjadi sebesar : a 1 = = =2,5 cm = 25 mm. Dengan mengandaikan divergensi nosel sama dengan γ = 6 0, panjang nosel pada bagian yang divergennya akan menjadi sebesar : l = =, =,, = 18,3 mm. c. Efisiensi dan daya yang dibangkitkan : Penjumlahan semua kerugian : Σh kerugian = h r + h kebocoran = 7,46 + 0,19 = 7,65 kkal/kg. Penurunan kalor yang bermanfaat : h i = h 0 - Σh kerugian = 19,11 7,65 = 11,45 kkal/kg Efisiensi dalam relatif tingkat pertama : η oi = =,, = 0,6 daya yang dibangkitkan dari tingkat pertama : N i = =,, = 399,14 kw B. Tingkat Kedua Untuk tingkat kedua sampai terakhir dipakai pemasukan uap penuh (full admission) ε = 1. Untuk perhitungan pendahuluan akan dicari kecepatan keliling tingkat kedua dan ekspansi uap ke tekanan yang memungkinkan dengan pengandaian diameter cakram. Diameter cakram diberikan oleh persamaan :

34 digilib.uns.ac.id 81 d 2 = dengan mengandaikan x = 0,4; l = 12 mm dan α 1 = 20 0, maka :,, d 2 = = 1,64υ, untuk maksud-maksud perhitungan pendahuluan kita menaksir d 2 besarnya kirakira 0,98 m sehingga : u = πd 2 n/60 = π x 0,98 x 3000 / 60 = 153,86 m/s; c 1 = u/x = 153,86/0,4 = 366,33 m/s; c 1t = c 1 /φ = 366,33/0,95 = 385,61 m/s; h 0 = c 1t 2 /8378 = 385,61 2 / 8378 = 17,75 kkal/kg; h n = (c 1t 2 -c 1 2 )/8378 = (385, ,33 2 )/8378 = 1,73 kkal/kg; dengan menggambarkan penurunan kalor di atas pada diagram i-s dari titik A 1 diperoleh kondisi uap setelah melewati nosel sebesar : p 2 = 3 bar dan h 2 = (h 1 + h r h 0 + h n ) = (647,5 + 7,46 17,75 + 1,73) = 638,94 kkal/kg sehingga diperoleh : υ 2 = 0,592 m 3 /kg Dengan mensubstitusikan nilai υ 2 ini ke dalam rumus d 2 = 1,64υ, diperoleh d 2 = 1,64 x 0,592 = 0,97 m. Kesalahan perhitungan :,, x100 = 1,02 % yang mana masih dalam, toleransi sehingga d 2 diambil sebesar 0,97 m. C. Tingkat Akhir Untuk perhitungan pendahuluan tingkat akhir, diameter cakram adalah : d z =, Dengan mengandaikan ϑ = 6; ζ = 1%; dan α 2 = 90 0 :, d z = commit = 0,17v,,, to user

35 digilib.uns.ac.id 82 volume spesifik uap sesudah sudu gerak baris terakhir diperoleh sebagai berikut : Efisiensi dalam relatif teoritis turbin diberikan oleh : η oi = =,, =0,78 η m diperoleh dari gambar Penurunan kalor bermanfaat : H i th = H 0 x η oi = 136,14 x 0,78 = 106,52 kkal/kg Gambar 4.14 Efisiensi mekanis turbin (η m ) Dengan mengukurkan penurunan kalor pada diagram h-s, kita peroleh titik A th dimana volume spesifik υ z = 8,289 m 3 /kg. Jadi diameter tingkat akhir sebesar : d z = 0,17 x 8,329 = 1,185 m = mm Kecepatan keliling : u z =, = 185,5 m/s yang masih diijinkan. D. Distribusi Penurunan Kalor Pada Setiap Tingkat Tekanan Untuk mendapatkan turbin yang kompak dan berharga murah kita akan mengandaikan jumlah tingkatnya sama dengan z = 7 dan koefisien karakteristik Y = 8.378φ x = Nilai (u/c 1 )rata-rata untuk turbin akan sebesar : x rata-rata = =,, = 0,38

36 digilib.uns.ac.id 83 Untuk nilai z dan Y yang diandaikan di atas, efisiensi yang diharapkan dari turbin tersebut akan lebih rendah. Kita misalkan koefisien pengulang-manfaatan (recovery) kalor α = 0,03. Oleh sebab itu kita peroleh, u 2 rata-rata = () = atau u rata-rata = 147 m/s.,, 32318; Penurunan kalor rata-rata per tingkat sebesar h rata-rata =. =,, = 20,2 kkal/kg. (P. Shlyakhin, 1990) kemudian diukurkan nilai ho ini pada diagram h-s, maka didapatlah nilai p 1. Untuk perhitungan, hasilnya dapat dilihat dalam tabel 4.9. Tabel 4.9 Perhitungan Pendahuluan (distribusi penurunan kalor) u (m/s) 87,4 146, ,5 x 0,23 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 h 0 (kkal/kg) 19,11 17,75 22,1 11,5 14,9 19,2 18,2 p 1 (bar) 4 3 1,5 1,0 0,6 0,35 0,16 Untuk ketepatan distribusi penurunan kalor maka h yang diperoleh pada tabel harus sama dengan (1+α) H 0. Jika tidak sama maka nilai x harus diganti pada beberapa tingkat sampai didapatkan nilai yang memuaskan. h = 139,5 kkal/kg (1+α)H 0 =(1+0,03) x 134,47 = 138,5 kkal/kg Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa h perhitungan terperinci setiap tingkat dapat dilanjutkan. (1+α)H 0, jadi desain untuk Dengan distribusi penurunan kalor setiap tingkat di atas, maka bisa digambarkan diagram Mollier (atau diagram h-s) yang ditunjukkan pada gambar Perhitungan penurunan kalor terperinci untuk setiap tingkat dilakukan dengan menggambarkan seluruh proses pada bagian h-s dari berbagai besaran yang diperoleh dari perhitungan sebelumnya.

37 digilib.uns.ac.id 84 E. Perhitungan Terperinci Diagram h-s penurunan kalor terperinci dari tingkat pertama sampai terakhir ditunjukkan pada gambar adapun data-data yang dibutuhkan untuk menggambarkannya adalah hasil dari perhitungan kalor terperinci dari tingkat pertama sampai tingkat ketujuh berikut ini. a. Tingkat Pertama Perhitungan terperinci untuk tingkat pertama sudah dilakukan pada bagian perhitungan pendahuluan di atas. b. Tingkat Kedua Untuk tingkat kedua sampai tingkat ketujuh dipakai cakram baris tunggal. Pada tingkat ini, uap akan diekspansikan dari tekanan p 0 = 4 bar sampai dengan p 1 = 3 bar. Penurunan kalor teoritis yang terjadi pada nosel : h 0 = 17,75 kkal/kg. Kecepatan uap pada sisi keluar nosel : Aktual : c 1 = 91,5φh = 91,5 x 0,95 x 17,75 = 366 m/s Teoritis : c 1t = = = 385,5 m/s, Segitiga kecepatan Kecepatan keliling cakram pada diameter rata-rata : u = c = 0,4 x 366 = 146,5 m/s. Diameter rata-rata cakram : d = =,, = 0,93 m Kecepatan relatif uap masuk sudu gerak (dengan cara analitik) : ω = c + u 2uc cos α = ,5 2 x 146,5 x 366 x cos 20 = 234 m/s Sudut kecepatan relatif sudu gerak sisi masuk (β 1 ) : sin β = sin α = sin 20 = 0,535. β 1 = 32,36 0

38 digilib.uns.ac.id 85 Sudut kecepatan relatif uap keluar sudu gerak : β 2 = β = 32, = 29,36 0 koefisien kecepatan (ψ) untuk nilai : β 1 / β 2 (gbr 5-4 (P.Shlyakhin)) : ψ = 0,87 kecepatan relatif uap keluar sudu gerak : ω2 = ψ ω 1 = 0,87x234 = 203,6 m/s Kecepatan absolut uap keluar sudu gerak : c = ω + u 2uω cos β = 203, ,5 2 x 146,5 x 203,6 x cos 29,36 = 104,5 m/s Sudut kecepatan absolut uap keluar sudu gerak : α 2 = β 2 +cos = 72,78 0 Proyeksi kecepatan absolut uap masuk sudu gerak : c 1u = c 1 cos α 1 = 366 cos 20 0 = 344 m/s proyeksi kecepatan absolut uap keluar sudu gerak : c 2u = c 2 cos α 2 = 104,5 cos 72,78 0 = 30,9 m/s Tinggi nosel dan sudu-sudu gerak tingkat kedua : Kerugian kalor pada sudu tingkat kedua : Untuk nosel : h n = =, Untuk sudu gerak baris pertama: h b = =, = 1,73 kkal/kg = 1,6 kkal/kg Kerugian kecepatan keluar sudu gerak baris kedua: h e = =, = 1,3 kkal/kg daya yang hilang dalam mengatasi gesekan dan ventilasi (kerugian pengadukan) : N ge.a = (β d 4 n 3 l 1 γ) x = (1,76 x 0,93 4 x x 2,3 x 2,212) x = 18,32 kw

39 digilib.uns.ac.id 86 Dengan : β = 1,76 (untuk cakram baris tunggal; P. Shlyakhin, 1990) l 1 adalah tinggi sudu = 2,3 cm (tinggi rata-rata sudu gerak yang diandaikan) γ = 1/υ 1 = 1/0,452 = 2,212 kg/m 3 υ 1 adalah volume spesifik uap keluar nosel = 0,452 m 3 /kg. Kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan : h ge.a =. =,, = 0,53 kkal/kg Perapat labirin terdiri dari z = 7 sekat, diameter hub d hub = 360 mm, celah melingkar antar hub dan sekat labirin s = 0,3 mm. Luas celah antara perapat dan hub: f s = π x 0,36 x 0,0003 = 0,00034 m 2. Tekanan pada ruang labirin yang terakhir adalah : p kr =,, = = 0,87 bar,, G kebocoran = 100 f s x = 100 x 0,00034, x,,, v = 0,59 m 3 /kg = 0,082 kg/s = volume spesifik uap pada sisi keluar nosel (pada kondisi titik D ditambah h n tingkat kedua) Kerugian kebocoran : h kebocoran = = 0,125 kkal/kg dengan h r = h n + h b + h e + h ge.a = 1,73 + 1,6 + 1,3 + 0,53 = 5,15 kkal/kg (h h ) =, (17,75 5,15), karena = = 0,615 adalah lebih rendah dari tekanan kritis dengan, demikian kita dapat memakai nosel konvergen-divergen yang penampang minimun adalah:

40 digilib.uns.ac.id 87 dimana: f min = ( ) " " = p 0 = tekanan kondisi C = 4 bar. υ 0 = 0,457 m 3 /kg. f maks = ( ) (,, ) =, (,, ), = 0,013 m 2 = 0,014 m 2 diambil tinggi nosel pada bagian sisi keluar adalah 14 mm. Derajat pemasukan parsial tingkat kedua sampai ketujuh diambil 1 (P.Shlyakhin, 1990). Tinggi sisi sudu gerak: l 1 = υ 1 = 0,592 m 3 /kg. =,,,, = 0,017 m = 17 mm. = volume spesifik uap keluar sudu gerak (pada kondisi titik D ditambah h n dan h b tingkat kedua). Efisiensi dan daya yang dibangkitkan : Penjumlahan semua kerugian : Σh kerugian = h r + h kebocoran = 5,15 + 0,13 = 5,28 kkal/kg. Penurunan kalor yang bermanfaat : h i = h 0 - Σh kerugian = 17,78 5,28 = 12,47 kkal/kg Efisiensi dalam relatif tingkat kedua : η oi = " " =,, = 0,702 Daya yang dibangkitkan : N = " =,, = 389,75 kw.

41 digilib.uns.ac.id Entalpi kj/kg Entropi kj/kg.k Gambar 4.15 Proses penurunan kalor terperinci pada diagram h-s dari tingkat pertama sampai tujuh 88

42 digilib.uns.ac.id 89 Tabel 4.10 Keterangan proses penurunan kalor dari tingkat pertama sampai tujuh A 0 B C D E F G H I P(bar) 6, ,5 1,5 1 1 h(kj/kg) s(kj/kg.k) 6,755 6,755 6,832 6,832 6,86 6,86 6,928 6,928 6,975 J K L M N O P(bar) 0,6 0,6 0,3 0,3 0,16 0,16 h(kj/kg) s(kj/kg.k) 6,975 7,021 7,021 7,08 7,08 7,11 Untuk tingkat ketiga sampai tingkat ketujuh cara perhitungannya sama dengan perhitungan tingkat kedua Hasil dari perhitungan tingkat kedua sampai tingkat ketujuh dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini: Tabel 4.11 Hasil perhitungan terperinci tingkat pertama sampai tujuh Tingkat I II Satuan β 1,76 1,76 1,76 1,76 1,76 1,76 1,76 1,76 - p 0 6,5 6, ,5 1 0,6 0,3 bar p ,5 1 0,6 0,3 0,16 bar h 0 19,11 19,11 17,75 22,1 11,5 14,9 19,2 18,2 kkal/kg c m/s c 1t m/s α deg h kkal/kg h kkal/kg v 1 0,452 0,452 0,588 1,087 1,574 2,493 4,656 8,249 m 3 /kg v 1 0,46 0,46 0,591 1,1 1,586 2,513 4,703 8,289 m 3 /kg γ = 1 v 1 2,222 2,222 1,701 0,92 0,635 0,401 0,215 0,121 kg/m 3 u c 1 0,23 0,23 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 -

43 digilib.uns.ac.id 90 Tingkat I II Satuan u 87,4 87,4 146, ,5 m/s d 0,557 0,557 0,933 1,04 1,1 1,1 1,1 1,19 m ω m/s β 1 25,73 25,73 32,36 32,36 32,36 32,36 32,36 32,36 deg β 2 22,73 22,73 29,36 29,36 29,36 29,36 29,36 29,36 deg ψ 0,82 0,82 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 - ω m/s c m/s α 2 34,31 34,31 72,78 72,78 72,78 72,78 72,78 72,78 deg c 1u m/s c 2u m/s h n 1,86 1,86 1,73 2,15 1,12 1,44 1,87 1,78 kkal/kg h b 3,5 0,22 1,59 1,98 1,03 1,33 1,72 1,63 kkal/kg h e 0,814 0,814 1,3 1,62 0,85 1,09 1,41 1,34 kkal/kg N ge.a 2,36 2,36 18,32 23,6 3,7 4,6 5,2 2,67 kw H ge.a 0,07 0,07 0,53 0,68 0,11 0,13 0,15 0,08 kkal/kg Z sekat d hub 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 m s 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 (10-3 )m f s 3,34 3,34 3,39 3,39 3,39 3,39 3,39 3,39 (10-4 ) m 2 p kr 1,24 1,24 0,93 0,47 0,31 0,19 0,09 0,05 bar G kebocoran 0,12 0,12 0,1 0,08 0,06 0,05 0,04 0,03 kg/s h kebocoran 0,19 0,19 0,15 0,15 0,06 0,07 0,07 0,05 kkal/kg h r 7,46 7,46 5,15 6,43 3,11 4,01 5,15 4,83 kkal/kg f maks 0,010 0,010 0,010 0,023 0,045 0,063 0,103 0,186 m 2 f mins 0,009 0,009 0,009 0,018 0,035 0,052 0,084 0,163 m 2 l(diambil) mm ε 0,84 0,84 0, l commit to 26 user mm

44 digilib.uns.ac.id 91 l 2 " mm Tingkat I II Satuan Nosel KD KD KD D D D D D - Σh kerugian 7,65 7,65 5,3 6,58 3,17 4,08 5,22 4,88 kkal/kg h i 11,46 11,46 12,45 15,5 8,4 10, ,36 kkal/kg η oi 0,6 0,6 0,701 0,702 0,725 0,726 0,728 0,732 - N i kw (a) (b)

45 digilib.uns.ac.id 92 (c) (d) commit (e) to user

46 digilib.uns.ac.id 93 (f) Gambar 4.16 Segitiga kecepatan pada (a)tingkat kedua, (b)tingkat ketiga, (c) Tingkat keempat, (d)tingkat kelima,(e)tingkat keenam, (f)tingkat ketujuh F. Efisiensi dan Daya Turbin Keseluruhan Penurunan kalor yang dimanfaatkan untuk menghasilkan kerja mekanis : h = 11, , , ,5 + 8,4 + 10, ,36 = 97,43 h = 19, , , ,1 + 11,5 + 14,9 + 19,2 + 15,8 = 141,87 Efisiensi dalam relatif turbin : η = =,, = 0,687 Kesalahan perhitungan efisiensi antara hasil perhitungan dan permisalan : 0,69 0,687 x100% = 0,47% 0,69 Daya yang dihasilkan pada terminal generator : Ne,g = x N =, x3.347 = kw, Kesalahan perhitungan daya : x 100% = 1,23% 3.250

47 digilib.uns.ac.id 94 Perbedaan antara besarnya daya yang dihitung di atas dengan besarnya daya yang diinginkan adalah 1,23% atau kurang dari 2%, maka desain di atas dianggap desain valid. Dari desain di atas diperoleh dimensi turbin : panjang 1,6 m, lebar 1,6 m dan tinggi 1,4 m. Gambar 4.17 Dimensi turbin uap hasil perhitungan

48 digilib.uns.ac.id Kondensator Langkah keenam dalam merancang pembangkit listrik yaitu menganalisis dan menghitung beban panas kondensator, laju aliran massa air pendingin serta menentukan dimensi kondensator. Fungsi dari kondensator yaitu mengubah uap keluaran dari turbin menjadi fase cair dengan bantuan air pendingin. Gambar 4.18 menunjukkan diagram alir dari proses kondensator. Keseimbangan massa dan energi pada kondisi tunak dapat diperoleh dari perhitungan : E E = E Q W + m h, h, + m (h h ) = E m (125,9 192,7) + 8,32( ,7) = 0 m ( 66,8) + 8,32(2121,3) = 0 m = ( 17650) ( 66,8) = 264,22 kg/s Gambar 4.18 Diagram alir proses kondensator Dimana: Q = kalor yang terjadi pada kontrol volume = 0; W = kerja yang terjadi pada kontrol volume = 0;

49 digilib.uns.ac.id 96 m = laju aliran massa cooling water (kg/s); h, = entalpicooling water pada saat memasuki kondensator (kj/kg); h, = entalpi cooling water pada saat keluar dari kondensator (kj/kg); m = laju aliran massa uap (kg/s); h h = entalpi fluida pada kondisi 6 (kj/kg); = entalpi fluida padakondisi 7(kJ/kg); Gambar 4.19 merupakan diagram penggambaran proses yang terjadi pada kondensator dengan menggunakan diagram temperatur-entropi. Diagram temperatur-entropi yang digunakan yaitu diagram R-718 water (water diagram, 2012). Titik 6 merupakan kondisi panas bumi sebelum memasuki kondensator. Pada titik 7 merupakan kondisi panas bumi pada garis cair jenuh yang menunjukkan kondisi fluida pada fase cair seutuhnya. Titik 9 berada pada garis uap jenuh yang menunjukkan kondisi fluida non-condensable gas pada fase gas seutuhnya. Kondisi tiap titik ditampilkan dalam tabel Dengan mempertimbangkan laju aliran massa panas bumi dan air pendingin yang akan melewati kondensator, dipilih konstruksi kondensator kontak langsung. Kondensator yang mana uap keluaran turbin dikontak langsung dengan air pendingin untuk memperoleh efisiensi pendinginan yang tinggi. Kriteria desain kondensator antara lain: a. Fluida keluar pada kondisi cair seutuhnya (X=0). b. Tekanan masuk dalam kondisi vakum. Dipilih 0,16 Bar. (Swandaru, 2007)

50 digilib.uns.ac.id 97 1A 1B 2 3,4,5 55, ,s Gambar 4.19 Diagram temperatur-entropi fluida pada kondensator Tabel 4.12 Tabel sifat fluida pada proses kondensator T, 0 C 55, , P, bar 0,16 0,16 0, h, kj/kg 2313,84 192,6 2600,62 125,9 125,9 125,9 s, kj/kg 0 C 7,114 0,6517 7,985 0,4368 0,4368 0,4368 X 0, ṁ steam 7, ṁ NCG 0,17 0 0, ṁ water 1, ,71 0 6, ṁ total 8,32 272,71 0,17 6,

51 digilib.uns.ac.id Perhitungan Direct-Contact Condenser Operasi terdiri dari 7,14 kg/s uap panas, 0,17 kg/s NCG dan 1 kg/s air. Dengan berat molekul uap 29 (sebagian besar nitrogen). Uap tersebut masuk ke dalam sebuah pendingin kontak langsung. Temperatur uap masuk (T g1 ) = 55,3 0 C = 131,54 0 F. Temperatur uap keluar (T g2 ) = 46 0 C = 114,8 0 F. Titik embun (T dp ) = 45,51 0 C = 113,92 0 F. Temperatur air pendingin masuk (T w1 ) = 30 0 C = 86 0 F Temperatur air pendingin keluar (T w2 )= 45,51 0 C = F. Diambil asumsi 20% gas berdifusi menjadi air. Menghitung kelembapan uap masuk (X 1 ), X = p x m p p m 1, ,7 1,4285 x 18 = 0,0668 lb water lb air 29 Uap masukan, G g = lb/hr Total water in inlet gas, G w1 = x 0,0668 = 100,21 lb/hr Temperatur uap masuk, T g1 = 131,54 0 F dan titik embun, T dp = 113,92 0 F. Panas spesifik dari nitrogen, c nitrogen = 0,25 Btu /lb 0 F. H 1 = X 1 x T dp + X 1 x h fg@tdp + X 1 x 0,45 x (T g1 T dp ) + c nitrogen x T g1 = 0,0668 x 113,92 + 0,0668 x 1029,33 + 0,0668 x 0,45 x (131,54-113,92) + 0,25 x 131,54 = 109,79 Btu/lb dry air Asumsi 20 persen dari uap awal berupa air. Kelembapan gas keluaran, X 2 = (,), (,,) = = 0,0535 lb/lb. Titik embun gas keluaran, x = 0,0535 lb/lb, p w2 = 1,16. Titik embun, T dp2 = 106,84 0 F Gas keluaran memiliki suhu T g2 = 114,8 0 F dan T dp2 = 106,84 0 F titik embun.

52 digilib.uns.ac.id 99 H 2 = X 2 x T dp2 + X 2 x h fg@tdp2 + X 2 x 0,45 x (T g2 T dp2 ) + c nitrogen x T g2 = 0,0535x 106,84 + 0,0535 x 1033,37 + 0,0535x 0,45 x (114,8-106,84) + 0,25 x 114,8 = 89,83 Btu/lb dry air Total heat load, q = G g x (H 1 H 2 ) = 1500 x (109,79 89,83) = ,25 Btu/hr Btu/hr. Air masukan, L = =1.074,58 lb/hr lb/hr, Interval I : : 0 to 0,05 Gambar 4.20 Angka Lewis (L e ) pada sistem udara-air Dari gambar 4.18 pada T g1 = 131,54 0 F, angka Le = 0,89 C = c nitrogen + 0,45 x X 1 = 0,25 + 0,45 x 0,0668 = 0,280 Btu/lb 0 F hav = Kxα x L x (Le) x C = 0,05 x x 0,89 x 0,280 q c T = = 13,71 Btu/hr 0 F = hav (T g1 T dp ) = 13,71 x (131,54-113,92) = 241,58 Btu/hr =,, = 0,580 F T 0,05 = 131,54 0,58 = 130,96 0 F Karena titik embun dari uap dan air keluar pada kasus ini sama, maka pada interval pertama tidak terjadi difusi. t = =, =. 0,220 F t 0,05 = 113,92 0,22 = 113,7 0 F

53 digilib.uns.ac.id 100 Interval II : : 0,05 to 0,15 hav = Kxα x L x (Le) x C = 0,15 x x 0,89 x 0,28 = 41,13 Btu/hr 0 F Perhitungan interval : q c T = = q c x (T 0,05 t 0,05 ) = 41,13 x (130,96-113,7) = 710,13 Btu/hr =,,. = 1,690 F T 0,15 = T 0,05 - T = 130,96 1,69 = 129,27 0 F X 113,7 = x =,,, x = 0,0664 lb water/lb air KxαV = Kxα x L = 0,15 x = 165 lb/(hr) (lb)/(lb) KxαV (X-X ) = 165 x (0,0668-0,0664) = 0,073 lb/hr Sisa laju aliran massa air = 100,21 0,073 = 100,14 lb/hr h fg@113,7 = 1.029,46 Btu/lb q d q 2 t = 0,073 x 1029,46 = 75,21 Btu/hr = q c + q d = 710, ,21 = 785,34 Btu/hr = =,. = 0,710 F t 0,15 = 113,69 0,71 = 112,97 0 F X 112,97 = 0,0649 lb/lb X 112,97 =,. = 0,0668 lb/lb Interval III : : 0,15 to 0,25 hav = 41,13 Btu/hr 0 F Perhitungan interval : q c T = = 41,13 x (129,27-112,98) = 669,96 Btu/hr,,. = 1,670 F T 0,25 = 129,27 1,67 = 127,61 0 F

54 digilib.uns.ac.id 101 Laju aliran massa air yang terdifusi selama interval = KxαV x (X 112,97 - X 112,97 ) = 165 x (0,0668-0,0649) = 0,3 lb/hr Sisa laju aliran massa air = 100,14 0,3 = 99,84 lb/hr h fg@112,97 = 1029,87 q d q 3 t = 0,3 x 1029,87 = 313,07 Btu/hr = q c + q d = 669, ,07 = 983,02 Btu/hr = =,. = 0,910 F t 0,25 = 112,96 0,91 = 112,08 0 F X 112,06 = 0,0631 lb/lb X 112,06 =, = 0,0666 lb/lb. Perhitungan interval yang tersisa sampai temperatur uap menjadi 114,8 0 F ditunjukkan pada tabel 4.13 berikut ini: Tabel 4.13 Perhitungan interval condenserdengan asumsi terjadi difusi 20% Interval KxαV/L T t H ,54 113,92 diffused, lb 1 0,05 130,94 113,69-241,58-2 0,15 129,25 112,97 0,08 709,62 78,95 3 0,25 127,59 112,04 0,31 669,69 318,01 4 0,35 126,04 110,90 0,58 639,44 601,75 5 0,45 124,49 109,47 0,90 622,54 924,30 6 0,55 123,02 107,73 1,25 617, ,36 7 0,65 121,47 105,64 1,61 628, ,21 8 0,75 119,92 103,14 2,03 651, ,80 9 0,85 118,26 100,18 2,44 690, , ,95 116,47 96,77 2,90 743, , ,05 114,54 92,90 3,31 810, , ,15 112,64 88,61 Jumlah 15, , ,34 q c q d

55 digilib.uns.ac.id 102 Temperatur air berakhir pada 92,90 0 F tidak sesuai padahal temperatur air masuk sebesar 86 0 F. Terjadi perbedaan ini dikarenakan pengambilan asumsi difusi yang belum tepat. Untuk mendapat hasil yang lebih akurat diperlukan proses perhitungan difusi yang terjadi. Perhitungan difusi : 15,4 x ,21 = 15,36 % Dengan menggunakan asumsi difusi yang terjadi sebesar 15,36 % diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.14 Perhitungan interval kondensator dengan asumsi terjadi difusi15,36% Interval KxαV/L T ( 0 F) t ( 0 F) - 131,54 113,92 H 2 0 terdifusi, lb q c Btu/hr q d Btu/hr 1 0,05 131,06 113,70-197,66-2 0,15 129,64 112,96 0,06 584,43 61,54 3 0,25 128,27 112,01 0,26 561,23 265,21 4 0,35 126,96 110,82 0,49 546,96 506,14 5 0,45 125,65 109,32 0,77 543,09 793,76 6 0,55 124,34 107,43 1,08 549, ,06 7 0,65 122,97 105,12 1,43 569, ,74 8 0,75 121,54 102,23 1,84 600, ,09 9 0,85 119,99 98,85 2,26 649, , ,95 118,27 94,87 2,70 711, , ,05 116,36 90,32 3,14 787, , ,15 114,22 86,03 3,53 876, , ,25 111,96 82,35 Jumlah 17, , ,84 Pada interval ke-12 diperoleh temperatur air berakhir pada 86 0 F yang sesuai dengan temperatur air masuk. Nilai temperatur yang sesuai ini menunjukkan bahwa pengambilan asumsi difusi yang terjadi sudah tepat.

56 digilib.uns.ac.id 103 Perhitungan dimensi kondensator: nd = KxαV/L = 1,15 G g = lb/hr dan L = lb/hr. Diperoleh : Kxα = 357 (interpolasi) Tabel 4.15 Data eksperimen direct-contact condenser (Kern, 1963) Ketinggian kondensator, Z = = 1,15 x / 357 = 3,54 ft = 1,08 meter. Luas area = /1.500 = 44 ft 2 Penurunan tekanan 0,146 in.h 2 O per in.ketinggian. Ground dimension = 44 = 6,63 ft. Perhitungan dimensi dengan menambahkan sensible-heat load Sensible-heat load = lb/hr x 0,28(131,54-114,8) = Diffusion =.. x = Btu/hr Total kuantitas air =.. = lb/hr, Dengan maksimum pemasukan air sebesar 900 lb/(hr)(ft 2 ), luasan yang diperlukan = 44,83 ft LMTD = (,,)(,) = (,,)/(,) 22 F dt = 113,92 86 = 27,92

57 digilib.uns.ac.id 104 hav L = 27,92 22 = 1,28 nd = =, = 5,13 ( ),, Dengan menggunakan nilai G = lb/hr dan L = 900 lb/hr, K = 317 V n = K L V 1Z 5,13 = 317 x = 317 x ,13 x 900 Z = = 14,56 ft 317 Dimensi kondensator hasil perhitungan yaitu Tinggi kondensator = 14,56 ft = 4,44 meter. Dimensi luasan tanah = 44,83 ft 2 = 4,16 m 2. Diasumsikan berbentuk balok dengan lebar 1,5 m, maka Panjang = 4,16 / 1,5 = 2,77 m. Namun di pasaran tidak ditemukan dimensi yang sesuai dengan hasil perhitungan maka dipilih dimensi kondensator yang mendekati. Gambar dimensi kondensator di pasaran dapat dilihat pada lampiran 2A dan 2B.

58 digilib.uns.ac.id 4,44 m Gambar 4.21 Dimensi kondensator hasil perhitungan 105

59 digilib.uns.ac.id Cooling Tower Langkah ketujuh dalam merancang pembangkit listrik yaitu menganalisis dan menghitung beban panas cooling tower dan laju aliran massa air pendingin. Fungsi dari cooling tower yaitu menurunkan temperatur air pendingin yang diperoleh dari sumber air terdekat dan dari kondensator. Air pendingin tersebut akan dimanfaatkan kembali pada proses kondensasi pada kondensator. Gambar 4.22 menunjukkan diagram alir dari proses cooling tower. perhitungan : Keseimbangan massa dan energi pada kondisi tunak dapat diperoleh dari E E = E Q W + m h, h, + m (h h ) = E m (125,9 192,7) + 8,32( ,7) = 0 m ( 66,8) + 8,32(2121,3) = 0 m = ( 17650) ( 66,8) = 264,22 kg/s Gambar 4.22 Diagram alir proses cooling tower Dimana: Q = kalor yang terjadi pada kontrol commit volume to user = 0;

60 digilib.uns.ac.id 107 W = kerja yang terjadi pada kontrol volume = 0; m = laju aliran massa cooling water (kg/s); h, = entalpi cooling water pada saat memasuki kondensator (kj/kg); h, = entalpi cooling water pada saat keluar dari kondensator (kj/kg); m = laju aliran massa uap (kg/s); h h = entalpi fluida pada kondisi 6 (kj/kg); = entalpi fluida padakondisi 7(kJ/kg); Gambar 4.24 merupakan diagram penggambaran proses yang terjadi pada cooling tower dengan menggunakan diagram temperatur-entropi. Diagram temperatur-entropi yang digunakan yaitu diagram R-718 water (water diagram, 2012). Titik 8 merupakan kondisi panas bumi sebelum memasuki cooling tower yang berupa air. Titik 14 merupakan kondisi panas bumi berupa air yang telah diturunkan temperaturnya dan akan dimanfaatkan kembali dalam proses kondensasi. Pada titik 20 merupakan kondisi panas bumi berupa air yang dialirkan ke kolam kondensat untuk diinjeksikan kembali ke dalam sumur reinjeksi. Kondisi tiap titik ditampilkan dalam tabel Dengan mempertimbangkan laju aliran massa air pendingin yang akan melewati cooling tower, dipilih konstruksi mechanical induced draft cooling tower counterflow. Cooling tower yang mana menggunakan fan untuk menghisap udara. Fan diletakkan pada bagian atap cooling tower untuk menghisap udara melalui inlet di bagian bawah cooling tower. Udara ini kontak langsung dengan air pendingin yang dihujankan dari bak atas menuju bak penampung bawah (basin). Sehingga air pendingin tersebut memiliki temperatur yang lebih rendah. Kriteria desain cooling tower yaitu temperatur air pendingin keluar pada 30 0 C.

61 digilib.uns.ac.id 108 Gambar 4.23 Mechanical induced draft cooling tower (GPSA, 2004) 1A 1B ,s Gambar 4.24 Diagram temperatur-entropi fluida pada cooling tower

62 digilib.uns.ac.id 109 Tabel 4.16 Tabel sifat fluida pada proses cooling tower T, 0 C P, bar 0,16 1, h, kj/kg 192,6 192,7 125,9 125,9 s, kj/kg 0 C 0,6517 0,6516 0,4368 0,4368 X ṁ steam ṁ NCG ṁ water 272,71 272,71 264,16 8,55 ṁ total 272,71 272,71 264,16 8, Perhitungan Cooling tower Perancangan unit pendingin ini direncanakan digunakan untuk mendinginkan air pendingin pada kondensator dengan laju aliran air yang berasal dari reservoir yang dipompakan sebesar L/min. Sebelum menghitung beban kalor sensibel dan laten, maka perlu diketahui laju aliran massa air yang disirkulasikan ke menara pendingin. Dari data-data awal diketahui bahwa : Q pompa = L/min η pompa = 0,8 (untuk jenis pompa sentrifugal) maka, Q pompa = 0,8 x L/min = L/min Dimana : Q pompa = debit pompa, L/min η pompa = efisiensi pompa Q pompa inilah yang nantinya akan disirkulasikan masuk menara pendingin, sehingga besarnya kebutuhan air pendingin yang harus diterima oleh kondensor (penukar kalor) adalah sebesar L/min (4.313,7 gpm). Karena jumlah air

63 digilib.uns.ac.id 110 yang disirkulasikan ke menara pendingin diketahui, selanjutnya dapat dicari dengan cara sebagai berikut : L =..( ) L q C p γ t 0,t 1 = jumlah air yang disirkulasikan ke menara pendingin (L/min) = jumlah kalor yang dilepas oleh kondensor (kkal/jam) = kalor spesifik air = 1 kkal/kg 0 C = berat jenis air = 1 kg/l = temperatur air pada sisi masuk dan keluar cooling tower, 0 C maka : q = L.C p.γ.(t 1 -t 0 ) = L/min. 1 kkal/kg 0 C. 1 kg/l (46-30) 0 C. 60 = kkal/jam Apabila dari hasil perhitungan beban pendinginan di atas dikonversikan ke dalam TR (Ton Refrigeration) maka akan didapatkan harga sebesar 5.183,9 TR TR Analisa Perencanaan Menara Pendingin Data-data Perencanaan Dari data-data awal diketahui : 1. Kondisi air : Temperatur air masuk menara (t 1,in ) = 46 0 C = 114,8 0 F Temperatur air keluar menara (t 1,out ) = 30 0 C = 86 0 F 2. Kondisi udara : Temperatur udara masuk (t wb ) = 19,7 0 C = 67,46 0 F Temperatur udara masuk (t db ) = 22 0 C = 71,6 0 F (Cristianto, 1998) Temperatur udara keluar (t wb = t db ) = 35 0 C = 95 0 F 3. Range pendingin : t in - t out = (114,8-86) 0 F = 28,8 0 F 4. Ketinggian lokasi = 1730 M ft

64 digilib.uns.ac.id 111 a. Perhitungan Nilai Karakteristik Menara Pendingin Entalpi udara masuk menara pendingin pada umumnya sama dengan temperatur bola basahnya= 67,46 0 F sehingga dari tabel termodinamika enthalpies and humidities Air-Water mixture at ft (Kern, 1983) didapat : (h a,in ) = 36,46 BTU/lbm b. Prestasi Menara Pendingin Range Pendingin : t in t out = (114,8 86) 0 F = 28,8 0 F Approach (hampiran) : t 1,out t wb = (86 67,46) 0 F = 18,54 0 F c. Rasio Laju Aliran Air dan [L/G] Untuk menentukan nilai L/G adalah dengan menggunakan diagram perhitungan faktor Ka.V (Gambar 4.25). Dimana terdapat hubungan antara range pendinginan (cooling range), temperatur air keluar (cold water) dan temperatur bola basah (wet bulb). Dengan menarik garis melalui titik Cooling Range Cold Water secara paralel. Dengan garis Wet Bulb Cold Water didapat nilai L/G sebesar 1,5 dan nilai Ka.V/L adalah dalam range 0,8 1,0.

65 digilib.uns.ac.id ,46 Gambar 4.25 Diagram karakteristik menara pendingin (Perry, 1999) d. Perhitungan Nilai Karakteristik Dengan Metode Numerik Perhitungan dengan metode numerik adalah membagi volume menara pendingin menjadi beberapa bagian volume kecil sesuai dengan kenaikan temperatur. Dalam hal ini, menara pendingin dibagi menjadi 10 bagian dengan penurunan temperatur 3,2 0 F sehingga setiap bagian dianalisa sebagai berikut : h i = h 0 + L/G (T 1 T 0 ) Berikut distribusi temperatur pada menara pendingin :

66 digilib.uns.ac.id 113 Gambar 4.26 Distribusi Temperatur Pada Menara Pendingin (Prasetyo, 2003) Pada t wb = 67,46 0 F, dengan menggunakan tabel entalpi dan kelembaban pada ketinggian bervariasi (Kern, 1983) didapat : Bagian 0 1 : h a,in = 36,46 BTU/lbm h i h 0 = L/G (t i t 0 ) h i = 36,46 BTU/lbm + 1,3 (89,2-86) BTU/lbm = 40,62 BTU/lbm Entalpi udara rata-rata di bagian ini : h a = =,, = 38,54 BTU/lbm Sedangkan temperatur air rata-rata pada bagian (0-1) adalah = =, = 87,6 0 F Sehingga dari tabel entalpi dan kelembaban pada ketinggian bervariasi (Kern, 1983) pada T= 87,6 0 F & ketinggian ft : h 1 = 61,86 BTU/lbm

67 digilib.uns.ac.id 114 maka harga entalpi driving forcenya adalah : dan harga : (h 1 h a ) = (61,86 38,54) BTU/lbm = 23,32 BTU/lbm ( ) = BTU/lbm = 0,043 BTU/lbm, Selanjutnya dengan cara yang sama didapatkan untuk bagian (1-2), (2-3), dan seterusnya dapat dilihat pada tabel Tabel 4.17 Hasil perhitungan entalpi driving force setiap volume bagian Bagian T M ( 0 F) h 1 (BTU/lbm) h a (BTU/lbm) (h 1 -h a ) m (BTU/lbm) 1 (h h ) ,6 90, ,2 100,4 103,6 106, ,2 61,86 66,98 72,1 79,71 86,69 103,07 111,9 122,72 94,63 38,54 42,70 46,86 51,02 55,18 59,34 63,50 67,66 71,82 Maka nilai karakteristik menara pendingin Ka.V/L, didapat :. = T. ( ) = 3,2 x 0,286 = 0,916 Nilai Ka.V/L = 0,916, sehingga masih didalam range 0,8-1,0. 23,32 24,29 25,24 28,69 31,51 35,29 39,57 44,24 50,89 0,043 0,042 0,040 0,035 0,032 0,028 0,025 0,023 0,020 ( ) = 0,286 e. Perancangan Fill (Packing) dan Tinggi Packed Menara Perencanaan Packing Direncanakan menggunakan packing tipe I model film. Dan jumlah yang digunakan adalah : Dari persamaan :. = 0,07 + A.N. (Ludwig, 1997)

68 digilib.uns.ac.id 115 Direncanakan menggunakan tipe packing I, maka berdasarkan dari tabel 4.18, didapat faktor A dan n, sebagai berikut : A = 0,135 n = 0,57 Sehingga didapat jumlah packing yang digunakan adalah N = =.,,,,.(,), =7,27 8 buah packing Jadi, direncanakan menara pendingin menggunakan 8 buah jumlah packing. Tabel 4.18 Faktor Konstanta Berbagai Tipe Packing (Tanrian, 2005)

69 digilib.uns.ac.id 116 Gambar 4.27 Jenis susunan deck (Tanrian, 2005) Tinggi Packed Menara Pendingin H = (N-1). (Cheresmissinof, 1983) Dimana : Sehingga : N = 8 buah (dari perhitungan) S = jarak vertikal = 24 (dari gambar susunan deck) H = (8-1). = 14 ft = 4,27 m.

70 digilib.uns.ac.id 117 Perencanaan Luasan Tanah (ST) Untuk ketinggian packed menara bervariasi dari 12 ft sampai 40 ft, luasan tanah yang ekonomis untuk laju aliran massa udara perjam per satuan luasan penampang menara (G a ) adalah antara berturut turut dianggap sebagai garis lurus (Ludwig, 1997).Sehingga untuk mendapatkan harga (G a ) didapatkan dengan interpolasi diantara harga-harga tersebut di atas G = G a = ( ) = = Dari perhitungan sebelumnya telah didapatkan harga L/G = 1,3, maka laju aliran massa air perjam per satuan luas penampang menara (L a ) adalah = L a = G a. = x 1,3. = Sedangkan laju aliran massa air yang melalui menara (L) adalah L = 4.313,98 gpm = 4.313,98 gpm x (8,33 lbm/gal) x (60 menit/jam) = ,2 lbm/jam Berat jenis air = 8,33 lbm/galon. Sehingga luasan tanah yang dipakai untuk 1 unit menara pendingin adalah ST =.., / =. = 847 ft2 = 78,73 m 2

71 digilib.uns.ac.id 118 Dari luas tanah yang didapat di atas maka direncanakan menara dengan bentuk balok dengan asumsi lebar = 8 m sehingga panjang menara = 9,84 m. Perencanaan Louver Direncanakan louver yang digunakan terbuat dari UPVC Ben Mesh dengan dimensi : Bentuk : jaring-jaring Tinggi : 8,2 ft = 2,5 m Luas : 928,99 ft 2 = 86,3 m 2 Jarak antara louver dengan sprinkle : 4,92 ft = 1,5 m Perencanaan Drift Eliminator Direncanakan Drift Eliminator yang digunakan pada menara pendingin : Jenis : Two rows Jumlah : 18 lapis (berjajar horisontal) Panjang : 36,08 ft = 11 m Bahan : Asbes Plastik f. Perhitungan Kerugian Tekanan (Pressure Drop) Pressure drop pada packing Pressure drop yang terjadi pada packing dalam menara pendingin aliran berlawanan dapat dihitung dengan persamaan : P = N. B. (G ), + N. C. S. (L ). (G ), (Ludwig, 1997) Harga faktor-faktor B, C dan vertikal freefall (S f ) dapat dicari pada tabel 4.2 sesuai dengan tipe packing yang digunakan yaitu tipe I, diperoleh : B = 0,52 x 10-8 C = 0,16 x S f = 4,5 Sedangkan harga equivalent pressure loss air mass flow (G E ) dapat dicari dari gambar Untuk harga G a yang telah ditentukan, dari pembahasan di atas, diketahui G a = lbm/jam.ft 2. Maka didapat :

72 digilib.uns.ac.id 119 G E = 4700 Sedangkan massa jenis udara rata-rata, didapat dengan menggunakan tabel psikometri : Untuk kondisi udara masuk T = 67,46 0 F, ρ, = 0,0736 lbm/jam ft 3 Untuk kondisi udara keluar T = 95 0 F, ρ, = 0,0673 lbm/jam ft 3 Sehingga didapat massa jenis rata-rata, ρ ρ, + ρ, 2 = (0, ,0673) lbm 2 jam. ft = 0,704 lbm jam. ft Dari data-data di atas, besarnya pressure drop yang terjadi pada packing : P = 9x 0,52 x10 x (1957). 0,0675 0,0704 = 0,3 inci H 2 O. + 9x 0,16 x10 x 4,5 x 2.212,5x ,0675 0, ,5 Gambar 4.28 Grafik Equivalent Pressure Air Mass Flow terhadap Countercurrent Air Mass Flow (Tanrian, 2005)

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM:

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM: SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM: 060421007 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisa Termodinamika Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara ditinjau

Lebih terperinci

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

SIMULASI DUA DIMENSI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA BLADE UNTUK DESAIN NOZZLE DAN BLADE TURBIN UAP TIPE IMPULS SATU TINGKAT

SIMULASI DUA DIMENSI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA BLADE UNTUK DESAIN NOZZLE DAN BLADE TURBIN UAP TIPE IMPULS SATU TINGKAT Tugas Akhir Konversi Energi SIMULASI DUA DIMENSI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA BLADE UNTUK DESAIN NOZZLE DAN BLADE TURBIN UAP TIPE IMPULS SATU TINGKAT ANDRIAN HADI PRAMONO 05 00 075 Dosen Pembimbing : Dr Eng

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... ABSTRACT

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v ABSTRACT... vi INTISARI... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka DiPippo (1999) dalam jurnal yang dimuat pada GHC buletin, Juni 1999, membahas tentang desain dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT KAPASITAS : 60 TON TBS/JAM DAYA TERPASANG : 10 MW

TUGAS SARJANA PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT KAPASITAS : 60 TON TBS/JAM DAYA TERPASANG : 10 MW TUGAS SARJANA SISTEM PEMBANGKIT TENAGA PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT KAPASITAS : 60 TON TBS/JAM DAYA TERPASANG : 10 MW PUTARAN : 5700 RPM OLEH :

Lebih terperinci

Perhitungan Daya Turbin Uap Dan Generator

Perhitungan Daya Turbin Uap Dan Generator Perhitungan Daya Turbin Uap Dan Generator Dari data yang diketahui tekanan masuk turbin diambil nilai rata-rata adalah sebesar (P in ) = 18 kg/ cm² G ( tekanan dibaca lewat alat ukur ), ditambah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisa Termodinamika Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara ditinjau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dipermukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas. Panas itu

BAB II LANDASAN TEORI. Dipermukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas. Panas itu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Terjadinya Sistim Panas bumi Dipermukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas. Panas itu datangnya dari batu-batu yang meleleh atau magma, yang menerima panas dari inti

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM ANALISIS DAN SIMULASI VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS YANG DIHASILKAN TURBIN SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA UAP PADA PKS KAPASITAS 30 TON TBS/JAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP SKRIPSI Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA TURBIN UAP

TUGAS SARJANA TURBIN UAP TUGAS SARJANA TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP TYPE IMPULS PENGGERAK GENERATOR DENGAN SATU TINGKAT EKSTARKSI, DAYA GENERATOR 0 MW ; PUTARAN POROS TURBIN 5700 RPM OLEH : RIYALDI 004008 UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Pandangan Umum Tentang Turbin Uap Sebagai Pembangkit Tenaga Turbin uap termasuk mesin pembangkit tenaga dimana hasil konversi energinya dimanfaatkan mesin lain untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kompresor merupakan suatu komponen utama dalam sebuah instalasi turbin gas. Sistem utama sebuah instalasi turbin gas pembangkit tenaga listrik, terdiri dari empat komponen utama,

Lebih terperinci

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTGU DENGAN DAYA GENERATOR LISTRIK 80 MW DAN PUTARAN TURBIN 3000 RPM OLEH :

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTGU DENGAN DAYA GENERATOR LISTRIK 80 MW DAN PUTARAN TURBIN 3000 RPM OLEH : SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTGU DENGAN DAYA GENERATOR LISTRIK 80 MW DAN PUTARAN TURBIN 3000 RPM OLEH : ROY FRANC J. S. NIM : 050 4 03 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

Tekanan Dan Kecepatan Uap Pada Turbin Reaksi Perbandingan Antara Turbin Impuls Dan Turbin Reaksi

Tekanan Dan Kecepatan Uap Pada Turbin Reaksi Perbandingan Antara Turbin Impuls Dan Turbin Reaksi Turbin Uap 71 1. Rumah turbin (Casing). Merupakan rumah logam kedap udara, dimana uap dari ketel, dibawah tekanan dan temperatur tertentu, didistribusikan disekeliling sudu tetap (mekanisme pengarah) di

Lebih terperinci

Udara. Bahan Bakar. Generator Kopel Kompresor Turbin

Udara. Bahan Bakar. Generator Kopel Kompresor Turbin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Instalasi Turbin Gas Instalasi turbin gas merupakan suatu kesatuan unit instalasi yang bekerja berkesinambungan dalam rangka membangkitkan tenaga listrik. Instalasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pandangan Umum Turbin uap termasuk mesin pembangkit tenaga dimana hasil konversi energinya dimanfaatkan mesin lain untuk menghasilkan daya. Di dalam turbin terjadi perubahan dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Turbin Air Turbin air adalah turbin dengan media kerja air. Secara umum, turbin adalah alat mekanik yang terdiri dari poros dan sudu-sudu. Sudu tetap atau stationary blade, tidak

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas BAB II DASAR TEORI. rinsip embangkit Listrik Tenaga Gas embangkit listrik tenaga gas adalah pembangkit yang memanfaatkan gas (campuran udara dan bahan bakar) hasil dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

Gambar 2.2 Flow Diagram PLTP Kamojang

Gambar 2.2 Flow Diagram PLTP Kamojang BAB II GAMBARAN UMUM PLTP UBP KAMOJANG 2.1 Definisi PLTP Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal ( Panas Bumi ) yang kita sebut dengan PLTP adalah sebuah instalasi yang merubah energi panas menjadi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2]. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini, kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan listrik sendiri didasari oleh keinginan manusia untuk melakukan aktivitas lebih mudah

Lebih terperinci

Oleh : Dwi Dharma Risqiawan Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar K.P, ST, MT, PhD

Oleh : Dwi Dharma Risqiawan Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar K.P, ST, MT, PhD STUDI EKSPERIMEN PERBANDINGAN PENGARUH VARIASI TEKANAN MASUK TURBIN DAN VARIASI PEMBEBANAN GENERATOR TERHADAP PEFORMA TURBIN PADA ORGANIC RANKINE CYCLE Oleh : Dwi Dharma Risqiawan 2109100120 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA UAP PADA PKS KAPASITAS 30 TON TBS/JAM OLEH ISKANDAR PERANGIN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

Session 17 Steam Turbine Theory. PT. Dian Swastatika Sentosa

Session 17 Steam Turbine Theory. PT. Dian Swastatika Sentosa Session 17 Steam Turbine Theory PT. Dian Swastatika Sentosa DSS Head Office, 27 Oktober 2008 Outline 1. Pendahuluan 2. Bagan Proses Tenaga Uap 3. Air dan Uap dalam diagram T s dan h s 4. Penggunaan Diagram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat besar. Hampir 27.000 MWe potensi panas bumi tersimpan di perut bumi Indonesia. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR ANALISIS PEMANFAATAN GAS BUANG DARI TURBIN UAP PLTGU 143 MW UNTUK PROSES DESALINASI ALBERT BATISTA TARIGAN (20406065) JURUSAN TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Desalinasi adalah proses pemisahan

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso

Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso Jurnal Teknik Elektro dan Komputer vol 7 no 2, 2018, ISSN : 2301-8402 123 Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso Gerry A. Kusuma, Glanny Mangindaan,

Lebih terperinci

Turbin Parson adalah jenis turbin reaksi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Turbin mempunyai komponen-komponen utama sebagai berikut:

Turbin Parson adalah jenis turbin reaksi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Turbin mempunyai komponen-komponen utama sebagai berikut: B. TURBIN REAKSI Pada turbin reaksi, uap masuk ke roda dengan tekanan tertentu dan mengalir pada sudu. Uap ketika meluncur, memutar sudu dan membuatnya bergerak. Kenyataannya, runner turbin berotasi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Turbin gas adalah suatu unit turbin dengan menggunakan gas sebagai fluida kerjanya. Sebenarnya turbin gas merupakan komponen dari suatu sistem pembangkit. Sistem turbin gas paling

Lebih terperinci

DESAIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) 3 MW SISTEM DIRECT-STEAM PLANTS PADA SUMUR PRODUKSI KAMOJANG-68

DESAIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) 3 MW SISTEM DIRECT-STEAM PLANTS PADA SUMUR PRODUKSI KAMOJANG-68 DESAIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) 3 MW SISTEM DIRECT-STEAM PLANTS PADA SUMUR PRODUKSI KAMOJANG-68 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh

Lebih terperinci

Gambar 9. Segitiga kecepatan untuk turbin reaksi aliran ke luar.

Gambar 9. Segitiga kecepatan untuk turbin reaksi aliran ke luar. Turbin Air 117 Gambar 9. Segitiga kecepatan untuk turbin reaksi aliran ke luar. Contoh soal Sebuah turbin reaksi aliran keluar mempunyai diameter dalam dan diameter luar berturut-turut 1 meter dan 2 meter.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Perbandingan Pengaruh Variasi Tekanan Inlet Turbin dan Variasi Pembebanan Terhadap Karakteristik Turbin Pada Organic Rankine Cycle

Studi Eksperimen Perbandingan Pengaruh Variasi Tekanan Inlet Turbin dan Variasi Pembebanan Terhadap Karakteristik Turbin Pada Organic Rankine Cycle JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (3) ISSN: 337-339 (3-97 Print) Studi Eksperimen Perbandingan Pengaruh Variasi Tekanan Inlet Turbin dan Variasi Pembebanan Terhadap Karakteristik Turbin Pada Organic Rankine

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Isentropik dan Exergy Destruction Pada Turbin Uap Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap

Analisa Efisiensi Isentropik dan Exergy Destruction Pada Turbin Uap Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Analisa Efisiensi Isentropik dan Exergy Destruction Pada Turbin Uap Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap *Eflita Yohana

Lebih terperinci

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap BAB V TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1 efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik

Lebih terperinci

Turbin Reaksi Aliran Ke Luar

Turbin Reaksi Aliran Ke Luar Turbin Reaksi Aliran Ke Luar Turbin reaksi aliran keluar adalah turbin reaksi dimana air masuk di tengah roda dan kemudian mengalir ke arah luar melalui sudu (gambar 8). Gambar 8. Turbin reaksi aliran

Lebih terperinci

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP 3.1 Pemilihan Persamaan Tingkat Keadaan Memilih persamaan tingkat keadaan yang sesuai merupakan hal yang penting pada langkah awal proses simulasi. Persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. MESIN-MESIN FLUIDA Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Pandangan Umum Tentang Turbin Uap Sebagai Pembangkit Tenaga Turbin uap termasuk mesin pembangkit tenaga dimana hasil konversi energinya dimanfaatkan mesin lain untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Turbin Air Secara sederhana turbin air adalah suatu alat penggerak mula dengan air sebagai fluida kerjanya yang berfungsi mengubah energi hidrolik dari aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI Selama percobaan dilakukan beberapa modifikasi atau perbaikan dalam rangka usaha mendapatkan air kondensasi. Semenjak dari memperbaiki kebocoran sampai penggantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Metode Pengumpulan Data BAB II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Metode Pengumpulan Data BAB II BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) setiap komponen berperan penting dalam proses pembangkitan termasuk sistem pendinginan yang memegang peranan vital dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN 4.1 ANALISA SIMULASI 1 Turbin Boiler 2 Kondensor Air laut masuk Pompa 4 3 Throttling Process T 1 Air Uap Q in 4 W Turbin W Pompa 3 Q out 2 S Tangki Air Destilasi

Lebih terperinci

Session 20 Steam Turbine Design. PT. Dian Swastatika Sentosa

Session 20 Steam Turbine Design. PT. Dian Swastatika Sentosa Session 20 Steam Turbine Design PT. Dian Swastatika Sentosa DSS Head Office, 31 Oktober 2008 Outline 1. Pendahuluan 2. Diameter tingkat pertama 3. Diameter tingkat terakhir turbin kondensasi 4. Persoalan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

Optimasi Daya Listrik pada PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, Jawa Barat

Optimasi Daya Listrik pada PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, Jawa Barat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Optimasi Daya Listrik pada PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, Jawa Barat Eka Rachmania Dimitri Balqis, Katherin Indriawati, Bambang Lelono W.,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI KCS 34

BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI KCS 34 BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI KCS 34 4.1 KCS 34 HUSAVIC, ISLANDIA Pembangkit daya sistem siklus Kalina yang telah berjalan dan dilakukan komersialisasi didunia, yakni yang berada di negara Islandia. Akan

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dasar tentang turbin air Turbin berfungsi mengubah energi potensial fluida menjadi energi mekanik yang kemudian diubah lagi menjadi energi listrik pada generator.

Lebih terperinci

Kata Pengantar. sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan

Kata Pengantar. sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang turbin uap ini dengan baik meskipun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Turbin Cross Flow Tanpa Sudu Pengarah Pengujian turbin angin tanpa sudu pengarah dijadikan sebagai dasar untuk membandingkan efisiensi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak Tahun 1961, Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam OPEC (Organization Petroleum Exporting Countries), dimana anggotanya merupakan negara-negara

Lebih terperinci

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR (HRSG) YANG MEMANFAATKAN GAS BUANG TURBIN GAS DI PLTG PT. PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN DAN PENYALURAN SUMATERA BAGIAN UTARA SEKTOR BELAWAN Tekad Sitepu, Sahala Hadi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

Campuran udara uap air

Campuran udara uap air Campuran udara uap air dan hubungannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang campuran udara-uap air dan hubungannya membaca grafik psikrometrik

Lebih terperinci

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP SKRIPSI PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,]

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,] BAB II DASAR TEORI 2.1. Pendahuluan Bab ini membahas tentang teori yang digunakan sebagai dasar simulasi serta analisis. Bagian pertama dimulasi dengan teori tentang turbin uap aksial tipe impuls dan reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

Publikasi Online Mahsiswa Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Volume 1 No. 1 (2018)

Publikasi Online Mahsiswa Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Volume 1 No. 1 (2018) Publikasi Online Mahsiswa Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Volume 1 No. 1 (2018) ANALISA PENGARUH JUMLAH SUDU DAN LAJU ALIRAN TERHADAP PERFORMA TURBIN KAPLAN Ari Rachmad Afandi 421204156

Lebih terperinci

TURBIN UAP. Penggunaan:

TURBIN UAP. Penggunaan: Turbin Uap TURBIN UAP Siklus pembangkitan tenaga terdiri dari pompa, generator uap (boiler), turbin, dan kondenser di mana fluida kerjanya (umumnya adala air) mengalami perubaan fasa dari cair ke uap

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup)

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup) BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex adalah salah

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN Nama : Arief Wibowo NPM : 21411117 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

Analisa Aliran Fluida Pada Turbin Udara Untuk Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

Analisa Aliran Fluida Pada Turbin Udara Untuk Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) LOGO Analisa Aliran Fluida Pada Turbin Udara Untuk Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) Dosen Pembimbing : 1. Beni Cahyono, ST, MT. 2. Sutopo Purwono F. ST,

Lebih terperinci

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.ere.01 TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH Rafif Tri Adi Baihaqi a), Hensen P. K. Sinulingga b), Muhamad Ridwan Hamdani

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prog. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Tabung Vortex

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Tabung Vortex BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Hilsch. Tabung vortex menghasilkan separasi udara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO.. iv PERSEMBAHAN.. v KATA PENGANTAR.... vi ABSTRAK/ABSTRACT viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI..... vii DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci