RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, September 2005 Anna Mariana Teknologi Industri Pertanian

3 ABSTRAK ANNA MARIANA. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Dibimbing oleh: IRAWADI JAMARAN sebagai ketua, M. SYAMSUL MA ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, dan DARNOKO masing-masing sebagai anggota. Pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dengan produksi relatif tetap, telah menempatkan Indonesia saat ini sebagai salah satu negara pengimpor bahan bakar minyak. Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 60 USD per barel telah memperbesar subsidi BBM menjadi lebih dari 100 triliun pada tahun 2005 berjalan. Untuk mengantisipasi kelangkaan BBM di masa mendatang perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui, antara lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti BBM solar adalah Biodisel Kelapa Sawit (BDS) yang bersifat ramah lingkungan. Dalam rangka mendukung salah satu pengembangan investasi enerji terbarukan di Indonesia perlu disusun suatu rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis. Secara garis besar model ini terdiri dari lima submodel yaitu : (1) sumberdaya, (2) teknis produksi, (3) analisis finansial, (4) pasar, (5) lingkungan. Rancang bangun sistem penunjang keputusan didesain dengan menggunakan metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model. Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun melalui kaidah sistem dinamis. Hasil analisis dan validasi faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi, menunjukkan ketersediaan bahan baku CPO, jika diolah menjadi biodisel kelapa sawit cukup untuk mensubstitusi 5-10% kebutuhan BBM solar di dalam negeri. Peluang pasar ekspor dan pendanaan investasi dapat dikaitkan dengan program carbon trade yang telah diratifikasi melalui Protokol Kyoto, karena sifat BDS yang ramah lingkungan. Ketersediaan teknologi proses cukup banyak dan dapat dirancang sesuai keinginan pengguna. Perhitungan nilai investasi pabrik BDS kapasitas produksi ton/tahun memerlukan dana juta USD dengan komponen biaya bahan baku CPO mencapai 79.23% dari biaya produksi, dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton. Jika margin keuntungan 15% maka harga jual di tingkat konsumen Rp 5603/liter. Biaya produksi biodisel di luar negeri mencapai 600 USD/ton sedang dari hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi sebesar USD/ton. Hasil analisis penghitungan nilai beban lingkungan dari hujan asam, panas global dan efek fotokimia yang ditimbulkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar biodisel lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar solar. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model sistem penunjang keputusan dapat digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit oleh pengambil keputusan. Hasil validasi menunjukkan industri BDS saat ini layak untuk dikembangkan jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat antara lain kebijakan penggunaan enerji terbarukan, kemudahan perijinan, beban pajak dan bunga bank yang terjangkau, dan adanya insentif bagi industri. Kata kunci : Biodisel, CPO, Sistem Penunjang Keputusan, Investasi, Model Sistem Dinamis

4 ABSTRACT ANNA MARIANA. The Design Of Investment Decision Support System On Palm Oil Biodiesel Industry Using Dynamic System Models. Under the Guidance by IRAWADI JAMARAN as a chairman, M. SYAMSUL MA ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, and DARNOKO as members of advisory committee. The gap between oil compsumption and production in the last few years has put indonesia into the oil net importer country. The increased of world oil s price up to $60 US per barrel has increased the goverment subsidies more than 100 trillions rupiah in In order to anticipate the scarcity of oil in the future, the government has to search other energy resources especially renewable energy such as palm biodiesel that can be used as an alternative fuel of petroleum diesel and also known as ecolabelling product. In the frame work to support the development of palm biodiesel investment in Indonesia, this research is aimed to formulate the decision support system (dss) for palm biodiesel investment using dynamic models. The system consist of 5 submodels ie : The assesment of (1) Raw material resources, (2) production technology, (3) financial planning, (4) marketing, (5) environmental impact assesment. The correlation and interaction between submodel are based on logical function and theoritical framework by using system dynamic approach. The result of model validation shows that the availability of CPO as a raw material for oil palm biodiesel is still adequate to subtitute 5 10% of domestic petroleum diesel s demand. The potential export market and foreign investment can be related to the Protocol Kyoto scheme due to the ecolabelling product. The various processing technologies are easily available and could be designed according to the owner s or user s need. The financial analysis shows the investment cost to produce biodiesel with the capacity /ton per year is $ 17,82 million US. The raw material cost reach about 79.93%, of the cost structure, with the the asumption of CPO price $360 US/ton. Under the assumption of profit margin 15 %, the selling price of palm biodiesel about Rp.5603/litres, meanwhile the product cost is $ US/ton. The validation of environmental sub model which assess the environmental burden value of acidity, global warming and photochemical ozone (smog) creation impact caused by the emission of biodiesel is smaller compare to the emission of petroleum diesel. The result of this reseach concluded that the decision support system model can be utilize by decision maker in assessing the invesment on biodiesel industry. However, the decession should also be followed by the appropriate government regulations and policies i.e, in the use of renewable energy, tax, interest rate, insentive for industry. Key words : biodiesel,crude palm oil, decision support system, investment, Dynamic System Models

5 Hak cipta milik Anna Mariana, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA DISERTASI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

7 Judul Disertasi Nama : Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis : Anna Mariana NRP : Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma arif, M.Eng. Anggota Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Anggota Dr. Ir. Amril Aman, MSc. Anggota Dr. Ir. Darnoko, MSc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 6 September 2005 Tanggal Lulus:

8 PERSEMBAHAN Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunianya, disertasi yang berjudul Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis dapat diselesaikan dengan baik. Dari lubuk hati yang dalam dan tulus, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada : 1. Bapak Dr.Ir Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberi dukungan perhatian dan bimbingan dengan penuh dedikasi selama penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian disertasi ini; 2. Ibu Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi MS yang telah memberi inspirasi dalam pemilihan judul disertasi, membimbing, dan memberi dukungan dengan penuh kearifan dan bijaksana setiap saat diperlukan; 3. Bapak Prof Dr.Ir.Syamsul Maarif`M.Eng yang telah membimbing dan memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini serta selalu meluangkan waktunya untuk konsultasi walaupun ditengah kesibukannya; 4. Bpk Dr.Ir.Amril Aman MSc, yang telah mengajarkan kepada penulis filosofi ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing serta mengarahkan penyusunan disertasi dengan penuh kesabaran dan pengertian; 5. Bpk Dr.Ir.Darnoko MSc, yang telah membimbing dan memberi referensi yang bermanfaat bagi penulisan disertasi ini dan selalu berusaha hadir pada sidang komisi dan sidang lainnya walau jauh dari Medan ke Bogor; 6. Bpk Dr.Ir.Anas Miftah Fauzi M.Eng yang telah bersedia menjadi penguji luar pada sidang tertutup serta banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam melakukan pengkajian terhadap aspek teknoekonomi; 7. Dr.Ir.Tirto Prakoso M.Eng, staf pengajar pada jurusan Teknik Kimia ITB yang telah bersedia menjadi penguji luar dan memberi referensi yang bermanfaat dalam penulisan disertasi; 8. Ir. Achmad Manggabarani MM (Sekdit Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian) yang telah mengijinkan penulis untuk meyelesaikan studi ini; 9. Ayahanda alm Yacob Ali dan Ibunda almh Fatimah Ibrahim tercinta, yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang sangat berharga bagi kehidupan penulis; 10. Suami tercinta dr M.Jusuf Syammaun SpOG dan anak-anakku tercinta M.Rikky Jusuf, M.Irsan Jusuf,dan M.Adriansyah Jusuf yang selalu memberi semangat dan pengertiannya; 11. Adinda dra.rosmery MA. dan Ir.Sabri Basyah, dra Erlindawati dan suami serta Ir.Mirza Pahlevi MSc beserta istri,abang dan adik penulis semua yang telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini; 12. Sahabat / Rekan peserta program S-3 TIP,IPB, Ir. A. Basith MSc, Dr.Ir.Hermawan, Ir Tyas MM danyulia Nurendah SE. MM, yang selalu memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini; 13. Rekan-rekan di Deptan terutama Ir.Sri Dewi Yudawi MM yang selalu penuh pengertian dan memberi dukungan untuk menyelesaikan disertasi ini; Semoga semua kebaikan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah swt. Bogor. September 2005 A N N A M A R I A N A

9 PRAKATA Sejalan dengan perkembangan kemajuan zaman dan teknologi pada berbagai bidang di dunia, kebutuhan enerji telah menjadi universal bagi manusia. Enerji juga telah mengubah tatanan ekonomi suatu negara maupun tatanan ekonomi dunia. Setiap negara perlu mengelola sumber enerjinya dengan benar dan bijaksana agar tidak mengalami kemunduran ekonomi. Penelitian Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis merupakan salah satu alat bantu untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit (BDS). BDS merupakan enerji alternatif dan bersifat ramah lingkungan serta dapat diperbaharui (renewable), digunakan sebagai pengganti solar. Keluaran penelitian ini berupa program perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk menilai keputusan investasi dalam waktu yang relatif cepat (Decision Support System) Penelitian ini tersusun berkat bimbingan komisi pembimbing yang sangat kompeten pada berbagi bidang/disiplin ilmu pengetahuan yaitu Dr. Ir. Irawadi Jamaran (ketua komisi), Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma arif, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MSc, Dr. Ir. Amril Aman, MSc, Dr. Ir. Darnoko, MSc masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing. Penulis menyadari penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan dan kelemahan namun bagi yang berminat memperdalam bidang ini, penulis dengan senang hati mempersembahkan hasil karya ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Bogor, September 2005 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 1 Maret 1957 dari ayah Alm. Yacob Ali dan ibu Alm Fatimah Ibrahim, sebagai anak ke tiga dari tujuh bersaudara. Menikah dengan DR H.M Jusuf Syammaun, SpOG. Penulis dikaruniai tiga orang putra yaitu M. Rikky Jusuf, M. Irsan Jusuf dan M. Adriansyah Jusuf. Pada tahun 1980 Penulis meraih gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Jurusan Proteksi Tanaman IPB. Pada tahun 1999 memperoleh gelar Magister Manajemen Agribisnis IPB dengan bea siswa dari Asian Development Bank. Sejak bulan April 1980 sampai 2000 penulis bekerja sebagai karyawati pada Direktorat Jenderal Perkebunan. Sejak di Direktorat Jenderal Perkebunan penulis telah ditempatkan sebagai karyawati di berbagai Direktorat yaitu Direktorat Bina Produksi, Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Perluasan dan Rehabilitasi Tanaman Perkebunan, dan Direktorat Kelembagaan. Penulis juga dipercaya untuk mengelola proyek bantuan luar negeri yaitu proyek bantuan ADB National Estate Crop Protection Project (± 7 tahun) dan proyek Suistainable Agriculture Development Project in Irian Jaya (± 6 tahun). Penulis telah mengikuti berbagai macam training, seminar nasional dan internasional pada bidang agribisnis dan agroindustri. Dari tahun 2001 sampai sekarang bekerja pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Penulis ditempatkan pada Sub Direktorat Pemasaran Internasional Tanaman Perkebunan sampai tahun sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis memperoleh ijin untuk menyelesaikan desertasi pada program TIP IPB.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Model Sistem Dinamis Model Dinamik Model Logistik Analisis Finansial Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel Sifat Fisiko-Kimia Biodisel Standar/Spesifikasi Biodisel Teknologi Pengolahan Biodisel Investasi Biodisel Perkembangan Penelitian Biodisel Perkembangan Industri Biodisel III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pendekatan Sistem Identifikasi Sistem Batasan Sistem Permodelan Sistem Tahap Seleksi Konsep Tahap Rekayasa Model Tahap Implementasi Komputer Tahap Validasi Tahap Analisis Sensitifitas Tahap Analisis Stabilitas Aplikasi Model 35

12 3.3. Permodelan Subsistem Submodel Sumberdaya Submodel Teknis Produksi Submodel Pasar Submodel Analisis Finansial Submodel Lingkungan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Rekayasa Model SPK Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit Simulasi Model Sistem Dinamis Simulasi Submodel Sumberdaya Simulasi Submodel Teknis Produksi Simulasi Submodel Pasar Simulasi Submodel Analisis Finansial Simulasi Submodel Lingkungan Validasi Model Sitem Submodel Sumberdaya Submodel Teknis Produksi Submodel Pasar Submodel Analisis Finansial Submodel Lingkungan V. ANALISIS KEBIJAKAN Submodel Sumberdaya Submodel Teknis Produksi Submodel Pasar Submodel Analisis Finansial Submodel Lingkungan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN COMPACT DISC DATA DAN PROGRAM APLIKASI ii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar Tabel 2. Perbandingan spesifikasi biodisel Malaysia dan Indonesia Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara (data mulai tahun ke-5) Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester CPO Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia. 132 Tabel 9. Tabel 10. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan biodisel kapasitas ton per tahun (dalam Dolar AS) Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam Dolar AS) Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan saldo kas bersih pabrik biodisel kapasitas ton per tahun Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas ton per tahun pada berbagai harga CPO iii

14 Halaman Tabel 16. Tabel 17. tabel 18. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran disel dan biodisel Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan iv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kurva logistik Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari CPO dan Metanol Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel Gambar 4. Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi Gambar 5. Diagram alir permodelan Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan kelapa sawit rakyat Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan swasta Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan negara Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO nasional Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO sebagai bahan baku biodisel Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis produksi biodisel Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia... 54

16 Halaman Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik biodisel. 63 Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya produksi pabrik biodisel Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi pembangunan pabrik biodisel Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya penyusutan Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi peralatan/mesin pada pabrik biodisel Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dan biaya administrasi pabrik biodisel Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji karyawan pabrik biodisel Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan Gambar 31. Hubungan antara sub model dari SPK investasi pada Indonesia Biodisel Kelapa Sawit (influence diagram) vi

17 Halaman Gambar 32. Gambar 33. Alur hubungan variabel pada Sistem Penunjang Keputusan Investasi Tampilan awal program I Think SPK investasi Industri biodisel di Indonesia Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya Gambar 35. Gambar 36. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO pada submodel sumberdaya Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis produksi Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas ton/th Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas ton/th Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas ton/th Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas ton/th Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada submodel analisis finansial Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel lingkungan Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming submodel lingkungan vii

18 Halaman Gambar 47 Gambar 48. Gambar 49. Gambar 50. Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia submodel lingkungan Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel Gambar 52. Gambar 53. Gambar 54. Gambar 55. Gambar 56. Gambar 57. Gambar 58. Gambar 59. Diagram balok neraca bahan proses produksi biodisel dari Crude Palm Oil Diagram balok neraca enerji proses produksi biodisel dari Crude Palm Oil Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model kecenderungan kuadratik Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia tahun Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel viii

19 Halaman Gambar 62. Gambar 63. Gambar 64. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas ton per tahun Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas ton per tahun Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi Sisa Gas Pembakaran ix

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perbandingan standar biodisel di beberapa negara Lampiran 2. Produsen dan total produksi biodisel di Eropa tahun Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas ton per tahun (US $) Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi x

21 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional, maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan enerji yang berasal dari minyak mineral di dunia diperkirakan mencapai 140 miliar ton dalam 5 tahun terakhir. Kebutuhan enerji dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedang faktor penyediaannya relatif tetap bahkan cenderung menurun dengan faktor harga berfluktuasi atau sulit diprediksi (Kurtubi 2005). Menurut Departemen Enerji dan Sumberdaya Mineral (2002), kebutuhan enerji yang berasal dari minyak mineral nasional semakin meningkat yaitu 1,35 juta barel per hari (bph), sedang rata-rata produksi hanya sekitar 1,1 juta bph minyak mentah. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak mentah sejumlah bph serta mengimpor BBM sejumlah bph. Soerawidjaja dan Tahar (2003) memperkirakan konsumsi minyak solar dalam negeri akan semakin meningkat yaitu mencapai 30 miliar liter pada tahun 2006, dimana ketergantungan akan produk solar impor tidak dapat dihindari disebabkan pertambahan kapasitas pengilangan minyak tidak dapat mengimbangi volume pertumbuhan konsumsi yang besar. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang, relatif belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan semakin memberatkan beban anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk mensubsidi harga BBM nasional (Kurtubi 2005). Subsidi BBM pada tahun 2004 mencapai 75 triliun rupiah, dan sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini mencapai $ 60 juga akan menyebabkan penambahan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah mencapai lebih dari 100 triliun rupiah sampai dengan kwartal ketiga tahun 2005 (Kurtubi 2005). Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan enerji dimasa mendatang, perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui.

22 2 Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas. Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel Kelapa Sawit (BDS). BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri. BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable). Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10 juta ton pada tahun Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besarbesaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit (Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002). Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng, produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia 2000 ). Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat

23 3 diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh pemerintah. Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992, Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003). Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa perusahaan dan Lembaga Penelitian dalam skala Pilot plant. Biaya investasi pada industri biodisel terutama industri yang berskala besar, relatif mahal (Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji mengalami pertumbuhan yang negatif, hal ini terutama ditunjukan oleh meningkatnya jumlah impor BBM nasional akibat adanya perubahan kebijakan struktur industri yang semula vertikal menjadi horizontal, serta kendala lainnya (LIPI 2005). Pengembangan investasi industri biodisel sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan program diversifikasi enerji terbarukan. Kendala pengembangan investasi yang dihadapi oleh negara produsen di dunia saat ini adalah mahalnya biaya produksi biodisel terutama disebabkan oleh harga bahan baku yang relatif tinggi (Soerawidjaja dan Tahar 2003 ). Dalam rangka mendukung program pengembangan BDS nasional secara komersial diperlukan suatu pengkajian terhadap keputusan investasi. Diketahui faktor yang mempengaruhi suatu keputusan investasi banyak dan kompleks serta dapat berubah baik besaran maupun nilai menurut waktu dan kondisi yang terjadi. Untuk membantu pengambil keputusan mengetahui keputusan investasi yang tepat dan relatif cepat, maka penelitian ini menyusun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis. Pendekatan model sistem dinamis dinilai tepat untuk digunakan dalam menganalisis keputusan investasi BDS karena faktor yang berpengaruh pada investasi dinilai cukup kompleks dan dapat berubah-ubah menurut waktu dan kondisi. Sistem dinamis telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan

24 4 dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan (Muhamadi et al. 2001). Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS. Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa yang akan datang Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis Ruang Lingkup Penelitian Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang keputusan investasi biodisel kelapa sawit. Dalam merepresentasikan model digunakan model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil) 2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat transportasi. 3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau

25 5 faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap. 4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni. 5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan software I Think. 6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab. 7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang ada Manfaat Penelitian Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit. 2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan investasi dibidang biodisel kelapa sawit. 3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dibidang enerji terbarukan.

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Penunjang Keputusan Setiap hari manusia selalu membuat keputusan baik keputusan individu maupun keputusan organisasi atau manajemen yang dibuat oleh para manajer. Manajemen adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya manusia, uang, enerji, material, ruang dan waktu yang semuanya disebut masukan atau input, untuk selanjutnya diproses menjadi keluaran atau output untuk mencapai tujuan organisasi (Turban et al. 2004). Keberhasilan suatu manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan para pimpinan dan manajer untuk mengambil suatu keputusan. Para manajer atau pengambil keputusan dari suatu organisasi sering dihadapkan pada tantangan internal dan eksternal sehingga memerlukan perubahan dan penyempurnaan pada fungsi manajerialnya (Mintzberg dan Quim 1996). Analisis sistem merupakan suatu studi yang mempelajari masalah yang ada pada dunia bisnis dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat untuk penyelesaian masalah (Whitten dan Bentley 1998). Sedang menurut Eriyatno (1998), ilmu sistem adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dari elemen yang berhubungan dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Hubungan antar sub sistem atau elemen dapat berupa transaksi, interaksi, transisi, koneksi atau relasi. Menurut Marimin (2005), sistem adalah sekelompok metode, prosedur, teknik atau objek yang berhubungan dan teroganisir saling keterkaitan satu sama lain untuk membentuk kesatuan keseluruhan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangan ilmu sistem saat ini banyak diarahkan pada soft system yaitu ilmu sistem yang mempelajari sistem penalaran sesuai dengan sistem kerja syaraf manusia (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat dijadikan dasar untuk merancang Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yang digunakan untuk membantu para pimpinan atau manajer membuat keputusan terutama keputusan yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta tidak dapat atau sulit diprediksi. SPK juga merupakan aplikasi dari sistem informasi yang dirancang untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan (Whitten et al. 2001).

27 7 Perkembangan dan penerapan SPK telah dimulai sejak 35 tahun yang lalu yaitu dimulai dengan pengembangan SPK yang berorientasi model pada akhir tahun Pada tahun 1970 dilakukan pengembangan teori dan implementasi sistem perencanaan finansial. Pada pertengahan dan akhir 1980, diperkenalkan sistem informasi eksekutif (Executive Information System/EIS), SPK kelompok (Group Decision Support System/GDSS) dan SPK organisasional (Organizational Decision Support System/ODSS) tersusun dari pengguna tunggal dan SPK berorientasi model. Sekitar awal tahun 1990, data warehousing dan on-line analytical processing (OLAP) memulai perluasan bidang SPK dengan pendekatan milenium atau aplikasi analisis berbasis web juga mulai diperkenalkan (Power 2002). Pada tatanan konseptual SPK terbagi menjadi 5 bagian yaitu (Power 2002): (1) SPK yang berbasis komunikasi (communication-driven DSS) (2) SPK yang berbasis data (data-driven DSS) (3) SPK yang berbasis dokumen (document-driven DSS) (4) SPK yang berbasis pengetahuan (knowledge-driven DSS) dan (5) SPK yang berbasis model (model-driven DSS). SPK yang berbasis model menekankan akses dan manipulasi model-model statistik, finansial, optimasi dan simulasi. SPK yang berbasis model menggunakan data dan parameter yang diberikan oleh pemakai SPK untuk membantu para pengambil keputusan dalam menganalisis suatu situasi, tetapi mereka tidak memerlukan data yang intensif. Pada tatanan sistem, Power (2000), membagi SPK menjadi 2 bagian : (1) Enterprise-wide DSS, berhubungan dengan penyimpanan data yang besar dan melayani banyak manajer dalam suatu perusahaan (2) Desktop atau single-user DSS adalah sistem kecil yang diperuntukkan pada PC manajer individual Sprague dan Carlson (1982) mengidentifikasi 3 komponen dasar SPK yaitu : (1) Sistem manajemen database (Database Management System/DMBS)

28 8 (2) Sistem manajemen basis model (Model-Base Management Model/MBMS) dan (3) Generasi dialog dan sistem manajemen (Dialog Generation and Management System/DGMS) Menurut Marakas (1999), struktur SPK terdiri dari 5 komponen berbeda yaitu : (1) Sistem manajemen data, (2) Sistem manajemen model, (3) Mesin pengetahuan, (4) Antarmuka pemakai dan (5) Pemakai. Sprague dan Watson (1980) membagi SPK ke dalam 3 sub-sistem utama yaitu : (1) User-system interface, yaitu dimana para pembuat keputusan dapat berinteraksi langsung dengan sistem. (2) Sub-sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan menganalisis data yang relevan dan dikenal dengan istilah Sistem Manajemen Basis Data (Data Base Management System = DBMS). (3) Sub-sistem yang menggunakan model atau kumpulan model untuk melakukan sejumlah tugas analisis, dan dikenal dengan istilah Sistem Manajemen Basis Model (Model Base Management System = MBMS). Menurut Sarma (1994) dan Dyer (1993), pendekatan sistematik (normatif) dalam pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) Mengenali problem-problem dalam mengambil keputusan (2) Mengerti dan memodelkan sistem dan lingkungannnya (3) Mengenali para pembuat keputusan (4) Mengenali tujuan-tujuan para pengambil keputusan dan preferensinya (5) Menganalisis pembatas-pembatas (6) Mengembangkan alternatif-alternatif, dan (7) Memilih alternatif-alternatif tersebut. Menurut Bidgoli et al. (1987), SPK memberikan kemampuan untuk melakukan sejumlah fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut meliputi

29 9 analisis what-if, goal seeking, analisis sensitivitas, analisis laporan pengecualian, peramalan, simulasi, analisis grafik, analisis statistik dan permodelan. Aplikasinya, SPK baru dapat dikatakan bermanfaat apabila terdapat kondisi sebagai berikut : (1) Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya. (2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai keputusan. (3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya. (4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan pemilihan solusi. 2.2 Model Sistem Dinamis Menurut Forester (1961 diacu dalam Coyle 1996), sistem dinamis adalah sistem yang dikembangkan untuk menyelidiki suatu umpan balik dari suatu informasi tertentu menggunakan suatu model yang didesain untuk memperbaiki struktur dan kebijakan suatu organisasi. Sistem dinamis merupakan suatu pengembangan dari sistem kontrol atau sistem manajemen pengendalian suatu permasalahan yang kompleks dan berubah-ubah baik parameter maupun waktu. Pemodelan merupakan suatu abstraksi dari sebuah situasi nyata atau aktual. Dewasa ini dalam membantu para eksekutif, manager perusahaan industri banyak menggunakan pemodelan sistem dinamis, karena sistem ini dinilai dapat melakukan pemecahan masalah yang dinamis atau berubah menurut waktu dan dapat mengintegrasikan pemecahan masalah berbagai disiplin, seperti bidang sosial, ekonomi, administrasi, manajemen, politik dan lain-lain (Ford 1999). Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah merupakan proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama yang menjadi objek dari perhatian; 2) metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk

30 10 menganalisa mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau elemen suatu sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung ketidakpastian; 3) dapat merepresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan cepat melalui simulasi dari model yang dibangun ( Coyle 1996). Dalam membangun model perlu dilakukan beberapa proses berikut (Muhamadi et al. 2001) : (1) Identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata. (2) Identifikasi kejadian yang diinginkan. (3) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dan keinginan. (4) Identifikasi dinamika untuk mengatasi kesenjangan. (5) Analisis kebijakan yang diperlukan Secara garis besar, tahapan analisis sistem dinamis menurut masyarakat pemerhati sistem dinamis meliputi: 1) identifikasi masalah; 2) merumuskan hipotesis sistem dinamis; 3) menyusun kausal sebab-akibat atau Influence Diagram; 4) membangun model simulasi pada komputer; 5) melakukan pengujian model apakah dapat diterapkan pada dunia nyata, dengan menilai model ini apakah dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan memformulasikan kebijakan yang diperlukan (System Dynamics society, 20 Januari 2003). Dalam khasanah ilmu sistem, metode sistem dinamis dimasukan dalam kategori white box atau proses pengolahan input menjadi output dapat dijelaskan dengan lebih akurat. Beberapa alat perangkat lunak yang digunakan dalam peramalan sistem dinamis adalah program komputer Powersim, Vensim, Stella, I think analist dan Mathematica (Muhamadi et al. 2001) Model Dinamik Secara umum model dinamik kontinu yang melibatkan m state variable x 1, x 2,..., x m dapat dinyatakan dengan m buah persamaan diferensial biasa yang bergantung pada waktu t dan k buah parameter yaitu p ˆ = { p1, p2,..., p k } dapat dinyatakan sebagai

31 11 x& = f ( x ( t), x ( t),..., x ( t); t; p) x& = f ( x ( t), x ( t),..., x ( t); t; p) M M M x& = f ( x ( t), x ( t),..., x ( t); t; p) m m 1 2 m m m... (1) dxi dengan x& i =. Dengan notasi vektor, sistem persamaan diferensial (1) dapat dt dinyatakan sebagai: m x& = f ( t, x, p), x& R, t [0, T], p R p... (2) Bila diketahui nilai pengamatan y i yang merupakan fungsi dari t dan peubah x i maka parameter p dapat diduga melalui tahapan sbb.: i. Misalkan nilai pengamatan y i dinyatakan sebagai y = g( x( t, p)) + ε i i i dimana ε i merupakan sisaan (residual) model.... (3) ii. Misalkan xˆ( t, p) adalah solusi (1). Penduga parameter p dapat diperoleh dengan metode kuadrat terkecil (least square method) dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat sisaan ˆi ε : n 2 min{ S( ) = ( y ( ˆ i g ( ti, ))) } i= 1 p x p... (4) Dari (4) akan diperoleh penduga parameter p, yaitu p ˆ = { pˆ ˆ ˆ 1, p2,..., p k } (Luenberger, 1979) 2.4. Model Logistik Model logistik adalah suatu bentuk khusus model dinamik yang dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial: dy Y = Yt &() = ry(1 )... (5) dt K

32 Suku r(1 Y / K) dapat diinterpretasikan sebagai laju pertumbuhan. Laju ini menurun ketika pertumbuhan Y(t) meningkat sampai batas atasnya K yang sering disebut daya dukung lingkungan. Solusi dari persamaan tersebut adalah K Yt () = 1 + bexp( at)... (Luenberger, 1979) (6) Dimana b > 0 ditentukan dengan kondisi awal Y(0) < 0. Bentuk kurvanya dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan bentuknya kurva logistik juga sering disebut sebagai kurva S (Luenberger 1979). Terlihat bahwa diawal, laju pertumbuhannya meningkat pesat menyerupai pertumbuhan eksponensial sampai pada suatu titik, lalu perlahan-lahan menurun hingga lajunya mendekati 0 saat mendekati daya dukung lingkungan K. Titik di mana terjadi laju pertumbuhan maksimum disebut titik belok. Y 12 K titik belok Y 0 t Gambar 1. Kurva Logistik Model logistik banyak digunakan untuk menduga pertambahan populasi yang awalnya bertambah tetapi pada suatu saat laju pertambahan menurun karena adanya faktor pembatas misalnya digunakan untuk menduga pertambahan penduduk di negara yang baru berkembang dan perkembangan pertumbuhan tanaman dan lain lain.

33 Analisis Finansial Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan, yang tersusun dalam bentuk akuntansi keuangan. Pengambil keputusan terdiri dari pihak internal (seperti dewan direksi, manajemen dan karyawan) dan pihak eksternal seperti kreditor dan investor. Perusahaan bersaing untuk mendapatkan pendanaan eksternal karena pemakai eksternal memiliki beragam alternatif investasi. Kualitas informasi akuntansi yang disediakan bagi pemakai eksternal akan membantu untuk menentukan (1) apakah pendanaan akan diterima, dan (2) biaya yang berkenaan dengan pendanaan tersebut. Laporan keuangan yang biasanya digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan secara umum terdiri dari laporan neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas (Stice dan Skousen 2004). Beberapa dasar perhitungan kriteria investasi adalah sebagai berikut (Haming dan Basalamah 2003): a. Penghitungan Net Present Value (NPV) Future Value (nilai akan datang) ialah nilai dari uang atau arus kas yang akan diterima pada akhir periode tertentu di masa yang akan datang yang bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan. FV n = A o (1 + i) n... (7) Dimana: FV n = nilai akan datang pada akhir periode n A o i n = nominal arus kas pada periode dasar, atau periode ke-0 = tingkat bunga yang diperhitungkan = periode waktu, 0, 1, 2, 3,,n Present Value (nilai sekarang) adalah jumlah uang yang harus diinvestasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu di masa datang. PV o = FV (1+ i) n n... (8) Dimana: PV o = nilai sekarang pada periode 0 FV n = nilai akan datang pada akhir periode ke-n i = tingkat bunga

34 14 Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian kelayakan investasi yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor pengurang (diskon) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan. PV t = A t (1 + i) t... (9) Dimana: PV t = nilai sekarang dari arus kas periode ke-t A t i t = arus kas nominal pada periode ke-t = tingkat bunga yang diperhitungkan = periode 1, 2, 3,, n n TPV = At i== 1 (1+ i) t Dimana: TPV = nilai sekarang total A t (1+ i) t... (10) = nilai sekarang arus kas A setiap periode ke-t NPV = -I o + TPV... (11) Dimana: NPV = Nilai Sekarang NICF Nilai Sekarang TPV = nilai sekarang total I o = investasi awal Net Income Cash Flow (NICF) yaitu arus kas bersih sesudah pajak NICF = laba bersih + Depresiasi + (1 t) Bunga... (12) Jika pendanaan proyek dilakukan oleh investor dengan dananya sendiri (self financing) maka beban bunga tidak ada sehingga arus kas sesudah pajak menjadi: NICF = laba sesudah pajak (EAT) + Depresiasi... (13) Jika nilai sekarang NICF lebih besar nilai sekarang I o ; maka proyek dipandang layak karena mampu memikul beban yang ada, sekaligus membentuk laba untuk investor atau pemilik perusahaan. Jika kedua besaran arus kas dikurangkan, maka akan diperoleh nilai sekarang bersih (Net Present Value atau NPV) dari proyek. Kriteria nilai sekarang neto (Net Present Value NPV) didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai

35 15 sekarang, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti sekaligus dua hal telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan (selisih) besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian, amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai usaha (Rp) tersebut pada saat ini. NPV = n ( C) t t t t= 0 (1 + i) t= 0 (1 + i) n ( Co) t... (14) Dimana: NPV = nilai sekarang neto (C)t = aliran kas masuk tahun ke-t (C 0 )t = aliran kas keluar tahun ke-t n = umur unit usaha hasil investasi i = arus pengembalian (rate of return) t = waktu Jika NPV lebih besar 0 atau positif, berarti proyek layak dan jika NPV < 0 atau negatif berarti proyek tidak layak. b. Penghitungan Internal Rate of Return (IRR) Tingkat kemampulabaan internal (Internal Rate of Return) adalah metode analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal sewaktu nilai sekarang arus kas masuk (TPV) sama dengan nilai sekarang pengeluaran investasi (I o ), atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima. NPV2 IRR = I 1 + [ ] ( I2 I1) NPV NPV (15) Dimana: IRR I 1 I 2 = Internal Rate of Return = tingkat bunga yang kecil = tingkat bunga yang besar NPV 1 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I 2 (negatif)

36 16 NPV 2 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I 1 (positif) c. Penghitungan Benefit-Cost Ratio Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang disebut Benefit-Cost Ratio (BCR). Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : BCR = Nilai Nilai sekarang sekarang benefit biaya = ( PV ) B ( PV ) C... (16) Biaya C pada rumus di atas dapat dianggap sebagai biaya pertama (Cf) sehingga rumusnya menjadi: BCR = (PV )B Cf... (17) Dimana: BCR = perbandingan manfaat terhadap biaya (Benefit-Cost Ratio) (PV)B = nilai sekarang benefit (PV)C = nilai sekarang biaya Kriteria BCR akan memberikan petunjuk sebagai berikut: BCR > 1 usulan proyek diterima BCR < 1 usulan proyek ditolak BCR = 1 netral d. Penghitungan Titik Impas (Break Even Point) Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain dapat mengungkapkan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba, analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Dengan asumsi bahwa harga penjualan per unit produksi adalah konstan maka jumlah unit pada titik impas dihitung sebagai berikut :

37 17 Pendapatan = biaya produksi = biaya tetap + biaya tidak tetap = FC + Q i x VC Q i x P = FC + Q i x VC FC Q i =... (18) P VC Dimana: Q i FC P VC = jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas = biaya tetap = harga penjualan per unit = biaya tetap per unit e. Penghitungan Payback Period Jangka waktu pemulihan modal (payback period) adalah jangka waktu yang diperlukan, biasanya dinyatakan dalam satuan tahun, untuk mengembalikan seluruh modal yang diinvestasikan. Masa pemulihan modal ini dihitung dengan menggunakan dua macam acuan, yaitu: 1. Metode arus kumulatif, dan 2. Metode arus rata-rata Metode arus kas kumulatif dipakai sebagai alat penilai kelayakan jika arus kas proyek tidak seragam, atau berbeda dari tahun ke tahun selama usia ekonomis proyek. Sedang metode arus kas rata-rata dipakai jika arus kas proyek seragam, atau sama besarnya dari tahun ke tahun selama usia ekonomis proyek ini. Informasi masa pemulihan modal dapat dipakai sebagai alat prediksi ketidakpastian dimasa datang, dimana proyek yang memiliki masa pemulihan modal yang lebih singkat diidentifikasi sebagai proyek yang memiliki masa pemulihan modal yang relatif lama akan memiliki pula resiko di masa mendatang yang lebih besar. I o T = x 1 tahun... (19) A Dimana: T I o Ā = periode pemulihan modal = investasi inisial = arus kas tahunan yang seragam

38 18 Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel Biodisel merupakan salah satu bahan bakar cair yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti solar. Biodisel dapat diolah dari minyak nabati, minyak hewani maupun dari minyak goreng bekas (used frying oil). Secara kimia biodisel merupakan suatu alkil ester asam lemak rantai panjang. Secara teknis biodisel yang langsung diolah dari minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Methyl Ester) dan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester (Germany dan Bruna 2001). Hasil produk pertanian yang dapat dijadikan biodesel diantaranya adalah minyak kedele, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jarak, minyak kelapa, minyak sawit, minyak goreng bekas dan lain-lain. Perkiraan jumlah biodisel di dunia yang berasal dari minyak kanola (rapeseed oil ) mencapai 84%; minyak bunga matahari (sun flower oil) 13%; minyak kacang kedelai 1%; minyak sawit dan minyak kelapa 1% dan lainnya 1% ( Ralf 2001 ). Selain sebagai produk subsitusi dari solar yang digunakan pada sektor transportasi, biodisel dapat juga digunakan sebagai minyak bakar atau minyak pemanas (heating oil) pada wilayah sensitif seperti wilayah perairan/ laut, dan di area pertambangan. Penggunaan biodisel di wilayah ini bertujuan untuk mengurangi polusi karena emisinya tidak membahayakan lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999). Beberapa perusahaan otomotif di dunia telah menggunakan biodisel tanpa memodifikasi mesin. Biodisel dapat digunakan secara murni atau disebut B100 dan penggunaannya dapat juga dicampur dengan solar pada berbagai komposisi campuran, misalnya B20 merupakan campuran biodisel 20% dan solar 80%. Pada saat ini biodisel yang tersedia secara komersial di Amerika dan Eropa adalah B20, Perancis B05, dan berbagai komposisi campuran lainnya (Korbitz 1997). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colorado Institute terhadap perbandingan emisi kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel menunjukkan bahwa emisi kendaraan yang menggunakan biodisel (B20) lebih rendah dibandingkan emisi kendaraan yang menggunakan solar. Komponen emisi yang lebih rendah adalah total partikulat 14%, hidrokarbon 13% dan karbon monoksida 7% pada biodisel dibandingkan dengan solar, serta emisi biodisel juga

39 tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Corporation 1999). Perbandingan sifat fisiko kimia solar dan biodisel tertera pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar No. Sifat Fisik/Kimia Biodisel Solar 1 Komposisi Metil ester dari asam Hidrokarbon lemak 2 Massa jenis, mg/ml Viskositas kinem pd 40º C, mm 2 /s ( cst) Titik kilat, 0 C Angka setana Kelembaban, % Tenaga Mesin Tenaga yang Tenaga yang dihasilkan dihasilkan BTU BTU 8 Putaran mesin Sama Sama 9 Modifikasi mesin Tidak perlu 10 Konsumsi bahan bakar Sama 11 Pelumasan Lebih tinggi Lebih rendah Lebih rendah karbon Lebih tinggi karbon 12 Emisi monoksida, jumlah monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur hidrokarbon, sulfur dioksida, nitro oksida dioksida 13 Handling Kurang mudah terbakar Lebih mudah terbakar 14 Lingkungan Toksisitas rendah Toksisitas 10 kali lebih tinggi 15 Provisi Terbarukan Tak terbarukan Sumber : Penelitian Lemigas (Gafar 2001) dan US Department of Energy, National Renewable Energy Laboratory ( 2000 ), diolah. Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan negara produsen untuk mengembangkan biodisel adalah: 1) ketersediaan bahan baku di negaranya; 2) minyak nabati yang akan diolah menjadi biodisel merupakan tanaman asli atau budidaya asli negeri tersebut sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin; 3) kapasitas produksi disesuaikan dengan besarnya permintaan produk di negara tersebut; 4) kesadaran terhadap kelangkaan sumber enerji dimasa yang akan datang (Soerawidjaja dan Tahar 2003). 19

40 Sifat Fisiko-Kimia Biodisel Sifat fisiko kimia dari biodisel dan solar relatif sama. Beberapa spesifikasi atau parameter penting adalah ukuran, massa jenis Viskositas, angka setana, titik kilat, titik awan/mendung (Germani dan Bruna, 2001). Ditinjau dari sumbernya biodisel merupakan bioenerji yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan sedangkan solar tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya tidak ramah lingkungan akibat kandungan CO, CO2, dan logam berat yang relatif tinggi (Schafer 1998). Enerji yang dihasilkan biodisel relatif sama dengan yang dihasilkan oleh solar. Biodisel yang diaplikasikan pada motor bakar menghasilkan suara mesin yang lebih halus karena memiliki angka setana yang lebih tinggi dari solar (Gafar et al. 2001). Minyak sawit atau CPO merupakan senyawa yang tersusun dari unsur C, H, dan O. Minyak sawit juga terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit mengandung beberapa jenis asam lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Jumlah asam lemak mencapai 95% dari berat total molekul trigliserida sehingga hal ini mempengaruhi sifat fisika/kimia dari minyak tersebut (Ketaren 1986). Parameter mutu biodisel dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) parameter untuk menguji minyak disel; 2) parameter yang berhubungan dengan komposisi kimia dan kemurnian metil ester. Parameter seperti densitas, angka setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak nabati yang digunakan dalam pemurniannya (Mittelbach 2001). Biodisel relatif tidak memproduksi asap dan emisinya lebih mudah diuraikan karena mempunyai sifat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan solar karena biodisel tidak mengandung senyawa hidrokarbon aromatik (Pacific Biodisel 2003). Penyimpanan dan penangganan biodisel cukup aman dibandingkan dengan solar karena tidak menghasilkan uap yang berbahaya pada suhu kamar. Biodisel tidak menghasilkan efek rumah kaca karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon yang tertutup sehingga bersifat ramah lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999).

41 Standar/Spesifikasi Biodisel Standarisasi biodisel selama ini dilakukan oleh masing-masing negara pengguna atau produsen. Standarisasi biodisel yang digunakan di Amerika umumnya biodisel yang berasal dari minyak kedelai dan minyak goreng bekas (used frying oil) distandarisasi oleh ASTM (American Standard for Testing and Material). Biodisel yang biasanya digunakan di Jerman umumnya menggunakan standar DIN series, misalnya DIN51606 banyak digunakan di negara Eropa, sedang Jepang, Canada, Australia dan negara lainnya mempunyai standar sendiri. Pada saat ini Uni Eropa sedang merumuskan acuan standar penggunaan biodisel untuk Uni Eropa tetapi belum diberlakukan (Korbitz 1997). Pada dasarnya standar atau spesifikasi biodisel ditentukan sesuai dengan penggunaannya. Ada dua kegunaan biodisel yaitu, untuk bahan bakar otomotif dan untuk enerji minyak bakar ( heating oil). Namun parameter penting untuk kedua jenis penggunaan tersebut adalah kemurnian ester metil, viskositas, titik kilat, bebas gliserol, kadar monogliserida, digliserida, trigliserida serta kadar CCR atau Conradson Carbon Residu (Germany dan Bruna 2001). Di Indonesia telah terbentuk Forum Biodisel Indonesia yang beranggotakan Departemen ESDM, Pertanian, Kementrian LH, Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi dan praktisi. Forum Biodisel Indonesia mengeluarkan acuan standar biodisel dengan mempertimbangkan beberapa alternatif bahan baku yang tersedia di dalam negeri dan memiliki sifat yang sama atau mendekati sifat fisiko kimia dari minyak solar yang digunakan di Indonesia.Standar biodisel yang ada di Malaysia saat ini mengacu pada standar minyak disel yang digunakan pada angkutan umum bus di sana. Parameter penting adalah kandungan monogliserida 0,8%, digliserida dan trigliserida masing-masing 0,1%. Perbandingan standar biodisel di Malaysia dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Perbedaan standar biodisel Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh adanya perbedaan jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel. Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel di Indonesia adalah minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak jarak, dan minyak goreng. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Malaysia hanya minyak sawit dan

42 22 turunannya saja. Spesifikasi minyak biodisel di Indonesia telah mempertimbangkan kisaran nilai atau angka parameter yang dapat memenuhi standar biodisel diantaranya angka setana, angka asam dan bilangan iodium (Soerawidjaja dan Tahar 2003). Tabel 2. Perbandingan Spesifikasi Biodisel Malaysia dan Indonesia Parameter Satuan Malaysia Indonesia Nilai Nilai Kadar Ester Alkali % m/m 96,5 96,5 Massa jenis pada 15 0 C Kg/m Massa jenis pada 40 C C mm 2 /s 3, Titik kilat 0 C Conradson (CCR) % m/m 0,3 - Angka setana Angka Asam Mg KOH/g 0,5 0,8 Angka iodium Grams Iodine/100 g Methyl ester dari linolenic acid % m/m 12 Kadar Ester berikatan rangkap >4 % m/m 1 - Metanol % m/m 0,02 - Kadar monogliserida % m/m 0,80 - Kadar digeliserida % m/m 0,20 - Kadar trigliserida % m/m 0,20 - Gliserol bebas % m/m 0, Gliserin total % m/m 0, Kadar (Na+K), ppm-b % m/m 5 - Fosfor, ppm-b % m/m 10,0 10 Titik Awan 0 C 5 18 Cold Filter Plugging Point (CFPP) % b - Korosi strip Tembaga(3jam/50ºC) 3 Residu Karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi % b % b Air dan sedimen % b 0.05 Air ppm b - Kontaminasi total Ppm-b - Temperatur distilasi 90 % ºC 360 Abu tersulfatkan, %-b %b 0.02 Belerang, ppm-b %b 50 Uji Halphen Sumber : Malaysian Palm Oil dalam Shaz-Lan Group of Companies, Malaysia 2002; Budiman diolah. Keterangan : 1. % m/m adalah persen massa per massa 2. indikator mutu yang masih kosong artinya belum ada informasi tetapi diperlukan 3. % b adalah persen terhadap berat Negatif

43 Teknologi Pengolahan Biodisel Proses pengolahan biodisel telah dikembangkan sejak tahun 1895 oleh DR. Rudolf Disel dengan mengekstrak minyak bunga matahari, minyak kelapa, dan minyak kacang dan diuji cobakan penggunaannya sebagai bahan bakar mesinmesin disel (Korbitz 1997). Pada saat ini berbagai macam proses teknologi tersedia di pasaran mulai dari kapasitas produksi skala kecil, yaitu lebih kecil dari ton per tahun, dan kapasitas produksi dengan skala besar, yaitu kapasitas ton per tahun. Proses pengolahan biodisel dapat dilakukan secara bertahap atau disebut batch process, dan dengan cara berkesinambungan atau disebut continous process. Produk yang ingin dihasilkan dapat dirancang sesuai dengan keinginan pengguna atau taylor made, misalnya biodisel dan gliserin (Lohrlein 2002). Teknologi pengolahan biodisel berskala besar dan sedang banyak dihasilkan oleh perusahaan besar yang ada di Uni Eropa dan di Amerika. Sedangkan teknologi pengolahan yang berskala kecil banyak dihasilkan oleh bengkel kerja yang ada di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian atau asosiasi petani terutama di negara Uni Eropa, Amerika dan Australia (Korbitz 1997). Pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO untuk menghasilkan biodisel dapat dilakukan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis asam (H 2 SO 4 ), reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan yang terlihat pada persamaan berikut. O H 2SO 4 O R C + ROH R C + H 2 O OH OR Asam Karboksilat Alkohol Ester karboksilat Air Ester adalah turunan asam karboksilat yang gugus OH dari karboksilatnya diganti dengan gugus OR dari alkohol. Ester dapat berikatan hidrogen dengan air, sehingga dalam pengolahan biodisel air harus dihilangkan.

44 Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester yang terdiri dari empat atau lima karbon lebih tidak larut dalam air. Transesterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ester dalam bentuk lain, yang diperoleh dengan mereaksikan ester karboksilat dengan metanol dengan bantuan katalis basa (KOH). Dengan demikian, proses transesterifikasi pada pengolahan biodisel merupakan proses pengubahan trigliserida dari CPO atau RBDPO menjadi metil atau etil ester sebagai biodisel. Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut : O R 1 C OCH 2 O R 1 C OCH O R 1 C OCH 2 Trigliserida + 3CH 3 OH HOCH + Metanol HOCH 2 HOCH 2 Gliserin Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari trigliserida dan metanol Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150º F dan 20 Psia) dengan katalis basa (NaOH atau KOH) dengan hasil rendemen biodisel mencapai 98 % dari bahan baku utamanya (Reksowardoyo et al. 2002). Sumber bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodisel dapat berasal dari minyak sawit kasar (CPO) atau produk turunanya RBD Olein, RBD Stearin serta dari CPO Parit (limbah minyak CPO yang ada di pabrik). Menurut penelitian yang dilakukan oleh BPPT (2002), kadar asam lemak bebas atau FFA yang terdapat pada minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku CPO terdiri dari: 1) CPO dengan kadar FFA lebih kecil dari 5%; 2) CPO off grade atau dengan kadar FFA lebih besar 5 %; 3) CPO pond atau kadar FFA berkisar %; dan 4) FFA distilat atau kadar FFA mencapai 75 % dan biasanya merupakan limbah dari pabrik pengolahan minyak goreng. Secara garis besar, Lohrlein (2002) membagi proses pengolahan biodisel dalam tiga tahapan unit proses sebagai berikut: 1) Unit proses preparasi yang meliputi: KOH 3R 1 O C Metil Ester 24 OCH 3

45 25 a) Unit operasi pembersihan bahan baku (Physical refining), sebelum direaksikan bahan baku dibersihkan untuk menghilangkan padatan/kotoran yang terdapat pada minyak sawit kasar. Kadar asam lemak bebas yang sangat besar dapat juga dihilangkan melalui penguapan dengan menggunakan alat destilasi volume pada tekanan 10 Torr dan temperatur C. b) Unit operasi pencampuran metanol dan katalis. Kegiatan ini bertujuan untuk mencampurkan metanol dan katalis sehingga diperoleh suatu larutan yang homogen. 2) Unit proses transesterifikasi yaitu mereaksikan bahan baku dan metanol dengan bantuan katalis. Reaksi berlangsung pada kondisi atmosfir dan temperatur C. Hasil reaksi diperoleh campuran biodisel, gliserol, metanol, katalis dan senyawa lainnya (impuritas). 3) Unit proses pemurnian biodisel dan gliserin yang dihasilkan. Proses pemurnian dilaksanakan dengan melakukan pencucian terhadap metil ester dan pendestilasian terhadap gliserin, untuk memperoleh metil ester atau biodisel dan gliserin yang murni Investasi Biodisel Investasi adalah penanaman modal jangka panjang untuk menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Penanaman modal terbagi dalam dua kategori yaitu: 1) penanam modal dalam bentuk aset riil (real asset); dan 2) penanaman modal dalam bentuk aset keuangan (financial asset). Penanaman modal jangka panjang mengandung ketidakpastian dan resiko sehingga setiap pengambil keputusan investasi perlu pertimbangan yang matang sebelum melakukan investasi dengan menggunakan kriteria investasi yang terkait (Bodie et al. 2005). Kelayakan suatu investasi adalah suatu pengkajian yang bersifat menyeluruh terhadap semua aspek yang mempengaruhi investasi tersebut misalnya potensi pasar, kelayakan teknis, finansial dan lain-lain. Sebelum dilakukan pengkajian suatu investasi baru sebaiknya dilakukan suatu analisa persaingan dari posisi industri tersebut atau analisa posisi industri serta faktor atau

46 26 elemen yang mempengaruhinya. Hasil analisa ini akan membantu pengambil keputusan dalam memformulasikan faktor atau elemen penting yang akan mempengaruhi investasi (Mintzberg dan Quin 1996). Pada dasarnya pengembangan investasi dibidang agroindustri terdiri dari pengkajian tiga aspek dasar, yaitu pemasaran (marketing), proses pengolahan (processing), dan penyediaan bahan baku (raw material supply). Masing-masing aspek dasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti lingkungan, kebijakan dan stakeholder yang saling berinteraksi dan memberikan umpan balik membentuk suatu rantai (chain). Pengembangan suatu investasi yang tepat selalu diawali dengan analisis berorientasi pasar market oriented analysis (Brown et al. 1994). Suatu investasi dikatakan sehat atau baik apabila ditopang oleh prinsipprinsip ekonomi yang universal yang mendorong kegiatan disegala bidang seperti, tersedianya produk yang diminta oleh pasar, tersedianya lapangan kerja, meningkatnya tingkat penghasilan, tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya seperti usaha dan jasa. Untuk itu kelayakan investasi dapat dilakukan dengan mengkaji manfaat finansial dan non finansial yang akan diperoleh dan perkiraan faktor resiko yang akan dihadapi serta implikasi kebijakan yang diperlukan (Soeharto 1999) Perkembangan Penelitian Biodisel Penelitian biodisel telah banyak dilakukan terutama di Amerika, Uni Eropa, Jepang dan Australia, terutama dalam bidang teknologi proses, uji emisi, uji penggunaan (Road test), pemasaran, dan kebijakan. Universitas Idaho di Amerika banyak melakukan penelitian biodisel dalam bidang pemilihan bahan baku, pengujian spesifikasi produk dan pengujian emisi yang dikeluarkan oleh biodisel (Korbits 1997). Studi dan implementasi kebijakan penggunaan biodisel, antara lain ketentuan jumlah emisi yang diperbolehkan, kebijakan pajak dan kebijakan pemberian perijinan investasi pada industri biodisel dilakukan oleh organisasi biodisel Amerika dan pemerintah, yaitu Departemen Lingkungan Hidup dan Departemen Pertanian (Tapsavi et al. 2004). Penelitian biodisel di Uni Eropa umumnya dibidang pengujian bahan baku, teknologi proses, sifat

47 27 fisikokimia biodisel atau spesifikasi produk dan pengujian emisi (Anderson et al. 2003; Zhang et al. 2003). Menurut Forum Biodisel Dunia (2004), motivasi penelitian biodisel di negara maju cukup besar disebabkan oleh adanya kesadaran terhadap kelangkaan sumber enerji mineral dimasa yang akan datang, kesadaran terhadap penggunaan produk yang ramah lingkungan dan keinginan untuk mendukung program diversifikasi enerji nasionalnya. Penelitian di bidang investasi umumnya dilakukan dalam bentuk studi kelayakan proyek oleh perusahaan yang akan mengembangkan biodisel dan dilakukan secara spesifik sesuai dengan visi dan misi perusahaan yang bersangkutan. Beberapa penelitian di bidang proses pengolahan biodisel antara lain dilaporkan oleh Tapasvi et al. (2004), yaitu pendekatan permodelan proses pengolahan biodisel dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dan produksi dari biodisel. Dengan memodelkan berbagai komposisi neraca bahan dan neraca enerji pada pengolahan biodisel maka akan diketahui komposisi mana yang memberikan keuntungan paling optimum atau proses yang paling layak untuk dikembangkan. Zhang et al. (2003) melaporkan bahwa pengolahan biodisel yang berasal dari minyak goreng bekas menggunakan katalis asam lebih baik dibandingkan dengan menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan pengolahan biodisel yang berasal dari minyak goreng bekas yang menggunakan katalis basa memerlukan jumlah bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis asam. Menurut penelitian oleh Hanif (2003), pemakaian biodisel 100% berbasis minyak sawit akan menghasilkan jumlah emisi hidrokarbon 42%, karbon monoksida 54% dan karbon dioksida 42% lebih rendah dibandingkan dengan minyak solar yang dijual bebas di Indonesia. Wuryaningsih et al. (2003) melaporkan pengujian terhadap penggunaan biodisel kelapa sawit dan minyak jarak pada kendaraan akan menurunkan emisi CO, HC, partikulat dan Nox Perkembangan Industri Biodisel Terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973 telah mendorong sejumlah negara maju untuk mengadakan serangkaian penelitian terhadap enerji

48 28 alternatif di antaranya enerji biomas. Hal lainnya yang mendorong perkembangan industri biodisel adalah semakin sadarnya masyarakat negara tersebut akan terjadinya sumber kelangkaan sumber enerji yang berasal dari minyak mineral yang tidak dapat diperbaharui serta kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan melalui penggunaan produk-produk yang ramah lingkungan. Sehubungan dengan kedua hal tersebut negara negara maju seperti Eropa, Amerika, Jepang, dan Australia telah lama mulai mengembangkan industri biodisel nasionalnya (Krause 2001). Perkembangan biodisel di negara Eropa mengalami peningkatan yang pesat ditunjukkan dengan meningkatnya kapasitas produksi biodisel dari negaranegara yang ada di Uni Eropa dari ton pada tahun 2000 menjadi hampir 2 juta ton pada tahun Peningkatan konsumsi biodisel ini terutama disebabkan oleh kekuatiran akan langkanya enerji fosil dimasa mendatang dan kesadaran akan keamanan lingkungan yang tinggi sehingga pemerintah di negara tersebut mendukung pengembangan investasi. Pelaku usaha yang menanamkan investasi pada industri tersebut umumnya mendapat berbagai macam kemudahan dan fasilitas dari pemerintah berupa kebijakan/regulasi yang mendukung berkembangnya investasi tersebut misalnya penerapan tax holiday dibidang perijinan dan pemasaran, persyaratan emisi bahan bakar yang diperbolehkan serta kebijakan lainnya ( European Commision-DG XVII 1996). Dewasa ini produksi minyak biodisel dunia diperkirakan lebih dari lima juta ton dimana lebih dari 85% dari jumlah tersebut diproduksi di negara Eropa, terutama Jerman, Austria, Perancis, Belanda, Italia serta sisanya oleh negara lainnya seperti Amerika, Jepang, Australia, Malaysia, dan lain-lain (Korbitz 1997). Banyaknya produsen dan total produksi biodisel di Eropa pada tahun 2000 tertera pada Lampiran 2. Pemerintah di negara-negara Eropa, Amerika dan Australia memberikan insentif yang cukup besar bagi pengembangan industri biodisel misalnya berupa keringanan pajak mulai dari perijinan pabrik sampai dengan keringanan pajak bagi pengguna produk biodisel. Adanya aturan dari batasan emisi yang dapat ditolerir yang dikeluarkan oleh negara-negara produsen biodisel memberikan pengaruh yang sangat positif bagi perkembangan investasi industri tersebut (Germany dan Bruna 2001). Penggunaan biodisel di Amerika

49 29 tidak hanya digunakan bagi transportasi umum tetapi digunakan juga pada lokasilokasi yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan seperti lokasi perairan dan pertambangan (Forum Enerji Dunia, www. Worldenergy.net/article chemical maker htm, 17 Mei 2003). Jepang mengembangkan E-oil yang menggunakan proses daur ulang dari minyak goreng bekas rumah tangga atau disebut tempura Yu dan digunakan sebagai bahan bakar transpor umum (Yukawa 2001).

50 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini diawali dengan pengkajian faktor-faktor yang berpengaruh serta keterkaitan antar faktor dalam pengembangan investasi biodisel kelapa sawit di Indonesia. Tiap faktor dimodelkan sebagai suatu submodel dimana masingmasing submodel akan dianalisis sesuai dengan landasan teoritis maupun empiris yang sesuai dengan submodel tersebut. Berdasarkan hasil analisis pada masing masing submodel akan disusun suatu rancang bangun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri BDS yang merupakan model agregasi dari submodel tersebut menggunakan model sistem dinamis. Rancang bangun yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit. Dari hasil validasi rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri BDS menggunakan sistem dinamis diharapkan dapat diambil suatu kesimpulan terhadap penilaian kelayakan investasi dan stategi pengembangannya. Disamping hal tersebut, dapat pula ditetapkan sasaran investasi berupa penentuan struktur industri dan posisi produk sebagai pengganti produk substitusi solar di dalam negeri dan sebagai produk ekspor. Strategi pengembangan investasi yang diinginkan adalah jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Saran rekomendasi terhadap implikasi kebijakan yang diperlukan terutama kebijakan dibidang investasi dan dibidang penggunaan produk Pendekatan Sistem Dalam pengembangan model sistem penunjang keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis maka dilakukan beberapa tahapan identifikasi sistem, batasan sistem dan penetapan metoda analisis.

51 Identifikasi Sistem Hasil analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan menjadi landasan untuk identifikasi parameter yang berpengaruh. Hubungan antar parameter sistem tersebut digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Gambar 3). Input Lingkungan 1. Kebijakan Pemerintah di Bidang Enerji 2. Kebijakan Pemerintah di Bidang Lingkungan 3. Kebijakan Pemerintah di Bidang Investasi Input Tak Terkendali 1. Fluktuasi Harga Bahan Baku 2. Tingkat Suku Bunga Bank 3. Iklim Investasi Belum Membaik 4. Perubahan Kurs Output Dikehendaki 1. Terjadinya Investasi BDS secara bertahap dan terencana 2. Pasar Biodisel di DN & LN 3. Program Diversifikasi E nerji Terlaksana 4. Perbaikan Kualitas Lingkungan SPK INVESTASI PADA INDUSTRI BDS MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS Input Terkendali 1. Potensi Sumber Bahan Baku, Teknolog i, Finansial, SDM 2.Skenario Pengembangan Investasi Output Tidak Dikehendaki 1. Harga Produk BDS lebih mahal daripada Produk Subtitusi 2. Harga Pokok Produksi Tinggi 3. Resiko Investasi Manajemen Pengendalian Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel. Secara garis besar diagram alir sistem penunjang keputusan investasi tertuang pada Gambar 4. Metode analisis yang digunakan pada tiap sub model disusun pada Tabel 4.

52 32 Start -Analisis Sumberdaya -Analisis Produksi Biodisel -Analisis Finansial -Analisis Lingkungan -Analisis Pasar Agregasi penilaian Kelayakan Investasi berdasarkan model SPK yang diformulaskan Layak tidak ya Formulasi Implementasi Selesai Gambar 4. Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi Batasan sistem Batasan sistem dalam pemodelan yang dibangun adalah dibatasi pada pengkajian faktor internal yang dapat dimodelkan atau disimulasikan yaitu faktor sumber daya, faktor teknis produksi, faktor finansial, faktor lingkungan dan faktor pasar.

53 33 Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model Sub Model Sumberdaya (pengukuran ketersediaan sumberdaya) Pasar (Pengukuran potensi pasar) Kelayakan produksi Kelayakan finansial Analisa Lingkungan (pengukuran kerugian akibat emisi) SPK Investasi Data yang diperlukan Luas lahan, produktivitas, dan penggunaan CPO Pangsa, harga, produk BBM solar dan produk BDS Jumlah bahan dan Jumlah enerji proses pengolahan Biodisel skala laboratorium Struktur biaya investasi Pengukuran Emisi BDS Vs produk subtitusi, spesifikasi produk Input sub model Metode Pengumpulan Data Data sekunder diolah Wawancara dengan pelaku usaha dan pengguna, data sekunder Data sekunder diolah Data sekunder diolah, wawancara Data sekunder diolah Data primer Sumber Data Data statistik perkebunan, literatur Departemen ESDM, internet Tehnik Kimia ITB, PT Ecogreen, PT Sumi Asih, studi literatur, internet Literatur, data sekunder diolah Hasil penelitian industri Biodisel di Uni Eropa, Lab. PPKS dan Puspitek Serpong, Lab Lemigas Sub model Metoda Analisis Forcasting, model logistik Forcasting (deskriptif) Perhitungan neraca bahan dan neraca enerji untuk skala industri (scaling up) Analisis rasio keuangan Enviromental burden (beban lingkungan dari gas sisa pembakaran) Software I think 3.2. Permodelan Sistem Model yang dibangun menggambarkan abstraksi dari suatu obyek atau situasi aktual yang memperlihatkan hubungan-hubungan langsung atau tidak langsung serta kaitan timbal balik setiap aspek yang terkait dalam pengembangan industri biodisel kelapa sawit. Adapun tahapan-tahapan permodelan adalah sebagai berikut.

54 Tahap Seleksi Konsep Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup memadai untuk dilakukan permodelan abstraksi dan juga pertimbangan ketersediaan data dan informasi serta efisiensi dari sistem yang dihasilkan Tahap Rekayasa Model Tahapan dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kemudian melakukan penelaahan yang teliti tentang asumsi model, konsistensi normal pada parameter, hubungan fungsional antar variabel, dan memperbandingkan model dengan kondisi aktual. Tahap ini akan menghasilkan deskripsi dari model abstrak yang melalui uji permulaan dan validitasnya Tahap Implementasi Komputer Dalam tahap ini diwujudkan model abstrak dalam berbagai bentuk persamaan, diagram alir dan diagram blok dengan menggunakan bahasa program/komputer untuk implementasi model. Setelah program komputer dirancang, selanjutnya dilakukan tahap pembuktian atau verifikasi bahwa model komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji Tahap Validasi Tahap ini merupakan tahapan untuk menilai apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Model mungkin telah mencapai status valid (absah) walaupun masih menghasilkan kekurang-benaran output. Suatu model adalah absah dicirikan oleh konsistensinya atau hasilnya tidak bervariasi lagi Tahap Analisis Sensitivitas Tahapan ini untuk menentukan variabel keputusan mana yang penting untuk dikaji lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu mengeliminasi faktor yang kurang penting, sehingga pemusatan dapat ditekankan pada variabel keputusan kunci serta menambahkan efisiensi kunci, serta meningkatkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan.

55 Tahap Analisis Stabilitas Dalam sistem dinamik sering ditemukan perilaku tidak stabil yang destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang eksplosit sehingga besarannya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Dalam tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi turunan ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik Aplikasi Model Pada tahap ini model dioperasikan untuk menganalisis secara terinci kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah gugusan terinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu. Secara skematis, tahapan-tahapan permodelan sistem dapat dilihat pada Gambar 5, dalam bentuk diagram alir permodelan.

56 36 Konsep-konsep yang layak Seleksi Konsep Tidak Terbaik? Konsep Pilihan Permodelan dari Konsep Lengkap? Tidak Implementasi Komputer Realistik? Tidak Model Komputer Validasi Tidak Diterima? Model yang Dapat Digunakan Analisis Sensitifitas Lengkap? Tidak Parameter dan Input Terkontrol yang Sensitif Analisis Stabilitas Lengkap? Tidak Kondisi Untuk Stabil Aplikasi Model Terbaik? Tidak Ya Keputusan yang tepat dan terbaik Gambar 5. Diagram alir permodelan

57 Pemodelan Subsistem Submodel Sumberdaya Submodel ini digunakan untuk memproyeksikan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri biodisel. Secara umum, model ini terdiri dari beberapa sub-submodel yaitu sub-submodel untuk menghitung produksi CPO dari perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan negara, serta subsubmodel untuk menghitung penggunaan CPO baik untuk ekspor maupun pemakaian CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng dan industri oleokimia lainnya. Diagram alir deskriptif sub-sub model produksi CPO dari perkebunan rakyat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. Mulai * Data luas perkebunan kelapa sawit rakyat * Produksi CPO dari perkebunan rakyat Hitung Peningkatan luas perkebunan rakyat kelapa sawit Proyeksikan luas perkebunan rakyat kelapa sawit Data diperiksa kembali Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan rakyat kelapa sawit (menggunakan statistik kesalahan r 2 ) r 2 memuaskan? tidak a ya

58 a 38 Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat ( ton CPO /ha/tahun) Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan rakyat Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat Proyeksi memuaskan? tidak ya Proyeksi CPO dari perkebunan rakyat selesai Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan kelapa sawit rakyat Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Rakyat Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari perkebunan rakyat. Luas perkebunan rakyat diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan rakyat juga dibatasi oleh luas lahan untuk

59 39 perkebunan kelapa sawit rakyat maksimal yang dapat ditanami. Sedangkan persamaan matematis yang digunakan adalah sebagai berikut : Luas Perkebunan Rakyat (t) Model Dinamis x 1 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (20) Keterangan : x 1 : Luas lahan tahun ke-1 x 2 : Luas lahan tahun ke-2 x m x 1 : : Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan rakyat (proyeksi tahun ke-1) Jika Luas Perkebunan Rakyat(t)>Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat, maka Luas Perkebunan Rakyat(t)=Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat Prod CPO Rakyat (t) = Luas Perkebunan Rakyat (t) x Prod Kebun Rakyat...(21) Keterangan : Luas Perkebunan Rakyat (t) : proyeksi luas perkebunan rakyat (ha) pada Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat tahun ke-t. : lahan perkebunan rakyat maksimum yang dapat ditanami dengan kelapa sawit. Prod CPO Rakyat (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat (ton) pada tahun ke-t (ton). Prod Kebun Rakyat : produktivitas perkebunan rakyat (ton CPO/ha/tahun) t : 1, 2,..., jumlah proyeksi Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Swasta Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan besar swasta diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan besar swasta yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari perkebunan besar swasta. Luas perkebunan besar swasta diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan besar swasta juga

60 40 dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan kelapa sawit swasta maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan swasta dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan persamaan matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut. Mulai * Data luas perkebunan kelapa sawit swasta * Produksi CPO dari perkebunan swasta Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit swasta Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit swasta Data diperiksa kembali Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit swasta(menggunakan statistik kesalahan r 2 r 2 memuaskan? tidak ya Produktivitas perkebunan kelapa sawit swasta ( ton CPO /ha/tahun) Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan swasta Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan swasta a b

61 41 a b Proyeksi memuaskan? tidak Proyeksi CPO dari perkebunan swasta ya Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan swasta Luas Perkebunan Swasta (t) Model Dinamis x 1 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (22) Keterangan : x 1 : Luas lahan tahun ke-1 x 2 : Luas lahan tahun ke-2 x m x 1 : : Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan swasta Jika Luas Perkebunan Swasta(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Swasta, maka Luas Perkebunan Swasta (t) = Lahan Maksimum Perkebunan Swasta Prod CPO Swasta (t) = Luas Perkebunan Swasta (t) x Prod Kebun Swasta...(23) Keterangan : Luas Perkebunan Swasta (t) : proyeksi luas perkebunan besar swasta (ha) pada tahun ke-t. Lahan Maksimum Perkebunan : lahan perkebunan swasta maksimum Swasta yang dapat ditanami dengan kelapa sawit. Prod CPO Swasta (t) selesai : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan besar swasta (ton) pada tahun ke-t (ton). Prod Kebun Swasta : produktivitas perkebunan besar swasta (ton CPO/ha/tahun) t : 1, 2,..., jumlah proyeksi

62 42 Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Negara Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari perkebunan negara. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha-nya. Luas perkebunan negara diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan negara juga dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan negara maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan negara dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan persamaan matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut: Luas Perkebunan Negara (t) = Model dinamis Model Dinamis x 1 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (24) Keterangan : x 1 : Luas lahan tahun ke-1 x 2 : Luas lahan tahun ke-2 x m x 1 : : Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan negara Jika Luas Perkebunan Negara(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Negara, maka Luas Perkebunan Negara(t) = Lahan Maksimum Perkebunan Negara Prod CPO Negara (t) = Luas Perkebunan Negara (t) x Prod Kebun Negara...(25) Keterangan : Luas Perkebunan Negara (t) : proyeksi luas perkebunan milik negara (BUMN) (ha) pada tahun ke-t. Lahan Maksimum Perkebunan : lahan perkebunan negara maksimum yang Negara dapat ditanami dengan kelapa sawit. Prod CPO Negara (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan milik negara (ton) pada tahun ke-t. Prod Kebun Negara : produktivitas perkebunan milik negara (ton CPO/ha/tahun) t : 1, 2,..., jumlah proyeksi. Dari hasil proyeksi produksi CPO dari tiga jenis perkebunan tersebut, maka selanjutnya diproyeksikan produksi CPO nasional dengan menjumlahkan seluruh produksi CPO pada tahun yang sama. Diagram alir deskriptif sub-

63 43 submodel proyeksi CPO nasional dapat dilihat pada Gambar 9. Persamaan matematis yang digunakan dalam proyeksi produksi CPO adalah sebagai berikut : Prod CPO (t) = Prod CPO Rakyat (t) + Prod CPO Swasta (t) + Prod CPO Negara (t) (26) Keterangan : Prod CPO (t) : proyeksi total CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan milik negara (ton) pada tahun ke-t. Sub-Submodel Penggunaan CPO sebagai Bahan Baku Biodisel Produksi CPO nasional pada tahun ke-t tidak seluruhnya diekspor, tetapi sebagian digunakan untuk kebutuhan bahan baku minyak goreng dan bahan baku industri oleokimia lainnya. Sisa CPO yaitu seluruh produksi CPO dikurangi dengan CPO yang diekspor, CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia lainnya selanjutnya digunakan sebagai bahan baku biodisel. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi CPO sebagai bahan baku biodisel dapat dilihat pada Gambar 10. Persamaan matematis yang digunakan dalam proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel adalah sebagai berikut : Prod CPO Ekspor (t) = Prod CPO (t) x CPO Ekspor... (27) Prod CPO Dalam Negeri (t) = Prod CPO (t) Prod CPO Ekspor(t)...(28) Demand CPO Dalam Negeri(t) = Bahan Baku MG (t) + Bahan Baku Oleo (t)...(29) Prod CPO Sisa (t) > 0 = Prod CPO Dalam Negeri (t) - Demand CPO Dalam Negeri (t)... (30) Keterangan : Prod CPO Ekspor (t) : proyeksi total CPO yang diekspor (ton) pada tahun ke-t. CPO Ekspor : rata-rata persentase CPO yang diekspor dari seluruh produksi CPO nasional. Prod CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi total CPO yang tersisa di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t. Demand CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.

64 44 Mulai * Data luas perkebunan kelapa sawit negara * Produksi CPO dari perkebunan negara Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit negara Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit negara Data diperiksa kembali Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit negara(menggunakan statistik kesalahan r 2 r 2 memuaskan? tidak ya Produktivitas perkebunan kelapa sawit negara ( ton CPO /ha/tahun) Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan negara Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara Proyeksi memuaskan? tidak ya Proyeksi CPO dari perkebunan negara selesai Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan negara

65 45 Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri minyak goreng (ton) pada tahun ke-t. Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri oleochemical (ton) pada tahun ke-t. Prod CPO Sisa (t) : proyeksi produksi CPO yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri biodisel pada tahun ke-t. Mulai * Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat * Proyeksi produksi CPO dari perkebunan swasta * Data produksi CPO dari perkebunan negara Proyeksikan produksi CPO nasional Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO nasional Proyeksi memuaskan? tidak ya Produksi CPO nasional Selesai Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO nasional

66 46 Mulai Proyeksi produksi CPO nasional Prosentase CPO yang diekspor Hitung CPO yang diekspor dan CPO yang tersedia dalam negeri CPO yang diekspor Ketersediaan CPO dalam negeri Proyeksi konsumsi CPO untuk keperluan : Industri minyak goreng Industri oleochemical Industri biodisel CPO di dalam negeri cukup? tidak ya Kelebihan stok produksi CPO untuk industri biodisel Selesai Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO sebagai bahan baku biodisel

67 47 Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Minyak Goreng Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dalam model ini dihitung dengan mengalikan antara konsumsi per kapita per tahun dengan total jumlah penduduk. Oleh karena itu, dilakukan proyeksi jumlah penduduk dengan menggunakan model pertumbuhan eksponensial dengan input jumlah penduduk pada saat perencanaan dan laju pertumbuhan penduduk per tahun. Tidak seluruhnya kebutuhan minyak goreng ini dipenuhi dari CPO, tetapi sebagian menggunakan bahan baku selain CPO. Dari kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO tersebut selanjutnya diproyeksikan kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi CPO sebagai bahan baku minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Persamaan matematis yang digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan CPO untuk bahan baku minyak goreng adalah : Jum Penduduk (t) = Jum Penduduk (0) x (1 + Laju Penduduk) t... (31) Konsumsi MG (t) = Jum Penduduk (t) x Kons PerKapita... (31) MG CPO (t) = Konsumsi MG (t) x Persen MG CPO... (32) Bahan Baku MG (t) = MG CPO (t) x Rendemen CPO MG... (33) Keterangan : Jum Penduduk (t) : proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t. Jum Penduduk (0) : jumlah penduduk pada awal proyeksi Laju Penduduk : persentase peningkatan jumlah penduduk Konsumsi MG (t) : proyeksi konsumsi minyak goreng nasional tahun ke-t. Kons Per Kapita : konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita (kg/kapita/tahun). MG CPO (t) : proyeksi kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari bahan baku CPO pada tahun ke-t. Persen MG CPO : persentase kebutuhan minyak goreng nasional yang dipenuhi dari bahan baku CPO.

68 48 Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri minyak goreng (ton) pada tahun ke-t. Rendemen CPO MG : rendemen CPO menjadi minyak goreng (ton CPO/ton minyak goreng). Mulai Data jumlah penduduk Laju pertambahan penduduk Proyeksikan pertambahan penduduk Hitung ketepatan proyeksi jumlah penduduk tidak Proyeksi memuaskan? ya Konsumsi minyak goreng per kapita / tahun Hitung kebutuhan minyak goreng nasional Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional Prosentase minyak goreng yang dipenuhi dari CPO a

69 49 a Hitung kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO Proyeksi kebutuhan min * Laju ekspor dan impor Rendemen dari CPO ke minyak goreng Hitung CPO yang har disediakan untuk industri minyak Proyeksi produksi CPO yang harus dialokasikan untuk industri minyak goreng Selesai Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Oleokimia Sub-submodel ini digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia yang dihitung dengan menggunakan metoda pertumbuhan eksponensial. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia dapat dilihat pada Gambar 12.

70 Mulai 50 Data kebutuhan CPO untuk industri oleokimia Prosentase peningkatan konsumsi CPO untuk industri oleokimia Hitung CPO yang harus disediakan untuk industri oleokimia Proyeksi memuaskan? tidak Proyeksi kebutuhan CPO untuk industri oleokimia Selesai Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia Bahan Baku Oleo (t) = Bahan Baku Oleo(t-1) x (1 + %Laju BB Oleo)... (34) Keterangan : Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri oleokimia (ton) pada tahun ke-t. % Laju BB Oleo : peningkatan rata-rata kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri oleokimia (%).

71 Submodel Teknis Produksi Sub model teknis produksi digunakan untuk menentukan disain proses pengolahan untuk produksi biodisel yang berkapasitas ton/tahun. Simulasi disain proses diperoleh dari hasil scale up proses skala kecil yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis produksi biodisel dapat dilihat pada Gambar 13. Mulai Kapasitas produksi yang direncanakan Disain proses yang dipilih Asumsi proses Kebutuhan bahan baku CPO Kebutuhan bahan penolong Kebutuhan alat Hitung Neraca bahan dan neraca enerji Rendemen CPO menjadi biodisel Hasil produk samping Submodel Pasar Selesai Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis produksi biodisel Biodisel merupakan salah satu enerji alternatif sebagai pengganti BBM solar yang dapat diperbaharui. Peluang pemasaran biodisel sebagai salah satu enerji alternatif akan banyak mendapat tantangan sepanjang bahan bakar minyak

72 52 bumi masih tersedia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan biodisel. Namun untuk Indonesia, kondisinya cukup memprihatinkan dimana pada tahun-tahun mendatang akan lebih banyak mengimpor daripada mengekspornya. Dengan demikian, beban pemerintah untuk memberikan subsidi BBM akan semakin membesar. Oleh karena itu model peluang pasar biodisel dibangun dari proyeksi ekspor dan impor baik minyak mentah maupun BBM solar. Selanjutnya diskenariokan 5-10 persen dari kebutuhan BBM solar akan dipenuhi dari biodisel. Kebutuhan biodisel ini selanjutnya dikonversi menjadi kebutuhan CPO sebagai bahan baku utamanya dan dibandingkan dengan ketersediaan CPO yang telah diperoleh dari submodel sebelumnya. Submodel pasar terdiri beberapa subsubmodel yang dapat dilihat di bawah ini. Sub-Submodel Proyeksi Ekspor dan Impor Minyak Bumi Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia digunakan untuk melihat sampai kapan Indonesia akan menjadi negara pengekspor minyak bumi dan menghitung proporsi ekspor terhadap impornya. Secara umum, model proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia menggunakan model dinamis. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi dapat dilihat pada Gambar 14 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah sebagai berikut. Ekspor Minyak Bumi (t) Model Dinamis x 1 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (35) Keterangan : x 1 : Ekspor minyak bumi tahun ke-1 x 2 : Ekspor minyak bumi tahun ke- 2 x m x 1 : : Ekspor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi ekspor minyak bumi (tahun proyeksi ke-1) Impor Minyak Bumi (t) Model Dinamis x 2 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p) Keterangan : x 1 : Impor minyak bumi tahun ke-1 x 2 : Impor minyak bumi tahun ke- 2 x m x 2 : : Impor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi impor minyak bumi (tahun proyeksi ke-2)

73 53 Proporsi Ekspor Impor (t) = Ekspor Minyak Bumi (t) Impor Minyak Bumi (t)... (36) Keterangan : Ekspor Minyak Bumi (t) : proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t. Impor MinyakBumi (t) : proyeksi impor minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t. Proporsi Ekspor Impor (t) : perbandingan ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t.

74 54 Mulai * Data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia * Laju ekspor dan impor minyak bumi Proyeksikan ekspor dan impor minyak bumi Data diperiksa kembali Hitung tingkat akurasi ekspor dan impor minyak bumi r 2 memuaskan? tidak ya Hitung proporsi ekspor dan impor minyak bumi Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi dan proporsinya selesai Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia Sub-Submodel Produksi dan Pemakaian BBM solar Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar di dalam negeri digunakan untuk melihat keseimbangan antara produksi dengan pemakaian BBM solar. Peluang pasar biodisel akan semakin terbuka jika proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar semakin kecil. Proyeksi produksi BBM solar menggunakan model

75 55 dinamis sementara itu untuk proyeksi penggunaan BBM solar menggunakan model dinamis. Model tersebut adalah yang paling cocok dengan pola data masing-masing. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dapat dilihat pada Gambar 15. Mulai * Data produksi dan pemakaian BBM solar * Laju produksi dan pemakaian BBM solar Hitung Proyeksikan produksi dan pemakaian BBM solar Data diperiksa kembali Hitung tingkat akurasi produksi dan pemakaian BBM solar (menggunakan statistik kesalahan r 2 memuaskan? tidak ya Hitung proporsi produksi dan pemakaian BBM solar Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dan proporsinya selesai Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar

76 56 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah: Produksi BBM Solar (t) Model Dinamis x 2 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (37) Keterangan : x 1 : Produksi BBM solar tahun ke-1 x 2 : Produksi BBM solar tahun ke- 2 x m x 2 : : Produksi BBM solar tahun ke- m Proyeksi produksi BBM solar (tahun proyeksi ke-2) Konsumsi BBM Solar (t) Model Dinamis x 2 = ƒ 1 (x 1 (t), x 2 (t),..., x m (t) ; t ; p)... (37) Keterangan : x 1 : Konsumsi BBM solar tahun ke-1 x 2 : Konsumsi BBM solar tahun ke- 2 x m x 2 : : Konsumsi BBM solar tahun ke- m Proyeksi konsumsi BBM solar (tahun proyeksi ke-2) Proporsi Produksi Konsumsi (t) = Produksi BBM Solar (t)/ Konsumsi BBM Keterangan : Solar (t)... (38) Produksi BBM Solar (t) : proyeksi produksi BBM solar pada tahun ke-t. Konsumsi BBM Solar (t) : proyeksi penggunaan BBM solar pada tahun ke-t. Proporsi Produksi Konsumsi (t) : perbandingan produksi dengan penggunaan BBM solar pada tahun ke-t. Sub-Submodel Pasar Biodisel Untuk menjamin pemasaran biodisel, maka diskenariokan sebagian dari penggunaan BBM solar harus menggunakan biodisel. Jaminan pemasaran ini merupakan suatu kebijakan dari pemerintah untuk lebih mendorong penggunaan enerji alternatif biodisel dan mendorong tumbuhnya industri biodisel di dalam negeri. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel dapat dilihat pada Gambar 16. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam subsubmodel pasar biodisel adalah sebagai berikut : Pasar Biodisel (t) = Persen Solar Biodisel x Konsumsi BBM Solar(t)... (39)

77 57 Kebutuhan CPO (t) = Pasar Biodisel (t) x (1/RendemenCPOBiodisel) x BJ CPO (40) Keterangan : Pasar Biodisel (t) : proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar (liter). Persen Solar Biodisel : persentase dari kebutuhan solar yang akan disubstitusi dengan biodisel Kebutuhan CPO (t) : proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel sebagai substitusi BBM solar pada tahun tahun ke-t (kg). Rendemen CPO Biodisel : rendemen CPO menjadi biodisel (%). BJ CPO : berat jenis CPO (g/ml atau kg/liter) Mulai * Proyeksi pemakaian BBM solar * Persentase pemakaian BBM solar yang akan disubsitusi oleh biodisel Proyeksikan kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar Proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar Hitung kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel Proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel selesai Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel

78 Submodel Analisis Finansial Sub-Submodel Perencanaan Produksi Submodel ini digunakan untuk menentukan rencana produksi biodisel untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selanjutnya perencanaan produksi tersebut digunakan sebagai landasan perencanaan strategik dan penyusunan anggaran perusahaan mulai dari perencanaan investasi sampai dengan perencanaan biaya dan perencanaan penjualan. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel rencana produksi adalah sebagai berikut : Produksi Biodisel (t) = % Kapasitas (t) x Kap Produksi... (41) Keterangan : Produksi Biodisel(t) : jumlah produksi biodisel (dalam satuan ton) pada tahun ke-t. % Kapasitas(t) : persentase kapasitas terpasang yang digunakan untuk produksi biodisel. Kap Produksi : kapasitas terpasang industri biodisel (ton/tahun). Sub-Submodel Biaya Produksi Sub-Submodel biaya produksi digunakan untuk menghitung total biaya produksi dan harga pokok produksi. Submodel ini terdiri dari biaya tetap dan biaya produksi variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya gaji/administrasi dan biaya bunga. Biaya variabel terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku dan bahan penolong lainnya seperti, CPO, Metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan bahan bakar. Dari proyeksi biaya produksi tersebut selanjutnya dihitung biaya pokok produksi biodisel per satuan berat atau per satuan volume (liter). Diagram alir desktiptif submodel biaya produksi dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel biaya produksi adalah sebagai berikut :

79 59 Biaya Produksi (t) = Biaya Tetap(t) + BiayaVariabel (t)... (42) Biaya Tetap (t) = Penyusutan (t) + Pemeliharaan (t) + Asuransi (t) + Pemasaran (t) + Biaya Gaji (t) + Biaya Bunga (t)..(43) Biaya Variabel (t) = Biaya CPO (t) + Biaya Metanol (t) + Biaya H3PO4 (t) + Biaya KOH (t) + BiayaKatalis (t) + Biaya Air (t) + Biaya BBM (t)... (44) Biaya Produksi (t) HPP Biodisel (t) =... (45) Produksi (t) Keterangan : Biaya Produksi(t) : total biaya produksi industri biodisel pada tahun ke-t. Biaya Tetap (t) : total biaya tetap industri biodisel pada tahun ke-t. Penyusutan (t) : biaya penyusutan industri biodisel pada tahun ke-t Pemeliharaan (t) : biaya pemeliharaan industri biodisel pada tahun ke-t. Asuransi (t) : biaya asuransi industri biodisel pada tahun ke-t. Pemasaran (t) : biaya pemasaran industri biodisel pada tahun ke-t. BiayaGaji (t) : biaya gaji industri biodisel pada tahun ke-t Biaya Bunga (t) : biaya bunga industri biodisel pada tahun ke-t BiayaVariabel (t) : total biaya produksi variabel industri biodisel pada tahun ke-t. Biaya CPO (t) : biaya pembelian bahan baku (CPO) pada tahun ket Biaya Metanol (t) : biaya pembelian metanol pada tahun ke-t. Biaya H3PO4 (t) : biaya pembelian H3PO4 pada tahun ke-t. Biaya KOH (t) : biaya pembelian KOH pada tahun ke-t. Biaya Katalis (t) : biaya pembelian katalis pada tahun ke-t. Biaya Air (t) : biaya pembelian air pada tahun ke-t. Biaya BBM (t) : biaya pembelian bahan bakar pada tahun ke-t HPP Biodisel (t) : harga pokok produksi per ton biodisel pada tahun ke-t

80 60 Bahan Baku CPO (t) = Produksi Biodisel (t) x (1/Rendemen CPO)... (46) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. Produksi Biodisel (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t. Rendemen CPO : besarnya rendemen CPO yang menjadi biodisel (%). Biaya CPO (t) = Bahan Baku CPO (t) x Hrg CPO x (1 + %HrgCPO) t... (47) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksibiodisel pada tahun ke-t. Hrg CPO : harga CPO pada awal perencanaan. % Hrg CPO : persentase peningkatan harga CPO per tahun. Biaya Metanol (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Metanol CPO x Hrg Metanol x (1 + %HrgMetanol) t... (48) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. Keb Metanol CPO : jumlah metanol yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. Hrg Metanol : harga metanol pada awal perencanaan. % Hrg Metanol : persentase peningkatan harga metanol per tahun. Biaya H 3 PO 4 (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb H 3 PO 4 CPO x Hrg H 3 PO 4 x (1 + %Hrg H 3 PO 4 ) t... (49) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) Keb H 3 PO 4 CPO Hrg H 3 PO 4 : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. : jumlah H 3 PO 4 yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. : harga H 3 PO 4 pada awal perencanaan. % Hrg H 3 PO 4 : persentase peningkatan harga H 3 PO 4 per tahun.

81 61 Biaya KOH (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb KOH CPO x Hrg KOH x (1 + %HrgKOH) t... (50) Keterangan : BahanBaku CPO (t) Keb KOH CPO : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. : jumlah KOH yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. Hrg KOH : harga KOH pada awal perencanaan. % Hrg KOH : persentase peningkatan harga KOH per tahun. Biaya Katalis (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb Katalis CPO x Hrg Katalis x (1 + %HrgKatalis) t... (51) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) Keb Katalis CPO : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. : jumlah katalis yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. Hrg Katalis : harga katalis pada awal perencanaan. % Hrg Katalis : persentase peningkatan harga katalis per tahun. Biaya Air (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Air CPO x Hrg Air x (1 + % Hrg Air) t... (52) Keterangan : Bahan Baku CPO (t) Keb Air CPO Hrg Air %Hrg Air : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. : jumlah air yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. : harga air pada awal perencanaan. : persentase peningkatan harga air per tahun. Biaya BBM (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb BBM CPO x Hrg BBM x (1 + % Hrg BBM) t... (53) Keterangan :

82 62 Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t. Keb BBM CPO : jumlah BBM yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel. Hrg BBM : harga BBM pada awal perencanaan. % Hrg BBM : persentase peningkatan harga BBM per tahun. Mulai Kapasitas produksi biodisel yang direncanakan Prosentase kapasitas yang digunakan Hitung rencana produksi biodisel Rencana produksi biodisel Rendemen CPO menjadi biodisel Hitung kebutuhan CPO untuk produksi biodisel Kebutuhan CPO untuk produksi biodisel a

83 63 a Kebutuhan metanol terhadap CPO Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO Kebutuhan KOH terhadap CPO Kebutuhan katalis terhadap CPO Kebutuhan air terhadap CPO Kebutuhan bahan bakar terhadap biodisel Hitung kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan bahan bakar Kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun Harga CPO Harga metanol Harga H3PO4 Harga KOH Harga katalis Harga air Harga bahan bakar Hitung biaya pembelian CPO, metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun Hitung total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong Total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong per tahun (biaya variabel) Selesai Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik biodisel

84 64 Mulai Rencana produksi biodisel Biaya gaji, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya bunga Hitung total biaya tetap Total biaya tetap per tahun Total biaya variabel produksi biodisel Hitung total biaya produksi biodisel Total biaya produksi biodisel per tahun a b

85 65 a b Hitung harga pokok produksi / harga pokok penjualan biodisel per ton Harga pokok penjualan biodisel per ton tidak Lebih mahal dari minyak solar? ya Subsidi? tidak ya Selesai Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya produksi pabrik biodisel Sub-sub Model Investasi Submodel ini digunakan untuk menghitung kebutuhan dana investasi untuk pembangunan pabrik biodisel sekaligus dengan peralatan dan mesinmesinnya. Secara umum investasi yang dibutuhkan adalah jumlah dari seluruh komponen mesin/peralatan dikalikan dengan harganya masing-masing. Diagram alir desktiptif sub-submodel investasi dapat dilihat pada Gambar 19. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel ini adalah sebagai berikut. Investasi (t) = Investasi Weighbridge (t) + Investasi Storage Tank (t) + Investasi Industri (t) + Investasi Power House (t) + Investasi Water Treatment (t) + Investasi Pipa (t) + Investasi Listrik (t) + Investasi Lab (t) + Investasi

86 66 Keterangan : Gedung(t) + Investasi Effluent(t) + Investasi Kendaraan (t)...(54) Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan weighbridge pada tahun ke-t. Investasi Storage Tank(t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t. Investasi Industri (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t. Investasi Power House (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan power house pada tahun ke-t. Investasi Water Treatment (t) investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan water treatment pada tahun ke-t. Investasi Pipa (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan pipa pada tahun ke-t. Investasi Listrik (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan sambungan listrik pada tahun ke-t. Investasi Lab (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan peralatan laboratorium pada tahun ke-t. Investasi Gedung (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan gedung pada tahun ke-t. Investasi Effluent (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan effluent treatment pada tahun ke-t. Investasi Kendaraan (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian kendaraan pada tahun ke-t.

87 67 Mulai Input jumlah fisik dan harga satuan untuk : Weighbridge Storage tank Pabrik utama Power house Water treatment Pipa dan instalasi Listrik Peralatan lab Gedung Effluent treatment Transportasi Hitung investasi pembangunan pabrik biodisel Biaya investasi pembangunan pabrik biodisel Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi pembangunan pabrik biodisel Investasi Weighbridge (t) = Jum Weighbridge (t) x Hrg Weighbridge (t).(55) Keterangan : Selesai Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan weighbridge pada tahun ke-t. Jum Weighbridge (t) : jumlah weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t. Hrg Weighbridge (t) : harga weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t. InvestasiStorageTank(t) = n 2 Σ j=1 JumStorageTank(tj) x HrgStorageTank(tj)...(56) Keterangan : n 2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun ke-t.

88 68 Jum Storage Tank (tj) : jumlah unit storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Hrg Storage Tank (tj) : harga per unit storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Industri (t) n 3 Σ j=1 Jum Alat Mesin (tj) x Hrg Alat Mesin (tj)...(57) Keterangan : n 3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli pada tahun ke-t. Jum Alat Mesin (tj) : jumlah unit peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Hrg Alat Mesin(tj) : harga per unit peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Power House (t) n 4 Σ j=1 Jum Power House (tj) x Hrg Power House (tj)... (58) Keterangan : n 4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli pada tahun ke-t. Jum Power House(tj) : jumlah unit peralatan power house ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Hrg Power House (tj) : harga per unit peralatan power house ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi WaterTreatment (t) = Jum W Treatment (t) x Hrg W Treatment(t)...(59) Keterangan : JumW Treatment (t) : jumlah unit peralatan water treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

89 69 Hrg W Treatment (t) : harga per unit peralatan water treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Pipa (t) = Jum Pipa (t) x HrgPipa (t)... (60) Keterangan : Jum Pipa (t) : jumlah paket pemasangan pipa yang direncanakan pada tahun ke-t. Hrg Pipa (t) : harga per paket pemasangan pipa yang direncanakan pada tahun ke-t Investasi Listrik (t) = Jum Listrik (t) x Hrg Listrik (t)... (61) Keterangan : Jum Listrik (t) : jumlah paket peralatan listrik yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Hrg Listri k(t) : harga per paket peralatan listrik yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Lab (t) = Jum Lab (t) x Hrg Lab (t) (62) Keterangan : Jum Lab (t) Hrg Lab (t) : jumlah paket perlengkapan laboratorium yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. : harga per paket perlengkapan laboratorium yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Gedung (t) n 5 Σ j=1 Jum Gedung (tj) x Hrg Gedung (tj)... (63) Keterangan : n 5 : jumlah item bangunan yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. Jum Gedung (tj) : jumlah unit bangunan ke-j yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. Hrg Gedung (tj) : harga per unit bangunan ke-j yang

90 70 direncanakan dibangun pada tahun ke-t. Investasi Effluent (t) = Jum Effluent (t) x Hrg Effluent (t)..... (64) Keterangan : Jum Effluent (t) : jumlah paket perlengkapan effluent treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Hrg Effluent (t) : harga per paket perlengkapan effluent treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Kendaraan (t) n6 Σ j=1 Jum Kendaraan (tj) x Hrg Kendaraan (tj)...(65) Sub-Submodel Penjualan Submodel ini digunakan untuk menentukan anggaran atau target pendapatan periodik. Pendapatan diperoleh dari penjualan biodisel sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel penjualan adalah sebagai berikut : Penjualan Biodisel (t) Penjualan Gliserin (t) = Produksi Biodisel (t) x HrgBiodisel x (1 + % Hrg Biodisel) t... (66) = Produksi Biodisel (t) x Fraksi Glierin x HrgGliserin x (1 + %HrgGliserin) t... (67) Penjualan (t) = Penjualan Biodisel (t) + Penjualan Gliserin (t) (68) Keterangan : Penjualan Biodisel (t) : nilai penjualan biodisel pada tahun ke-t. Produksi (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t. Hrg Biodisel : harga biodisel pada awal tahun proyeksi. % Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun Penjualan Gliserin (t) : nilai penjualan gliserin pada tahun ke-t. Hrg Gliserin : harga gliserin pada awal tahun proyeksi.

91 71 Fraksi Gliserin : fraksi gliserin yang dihasilkan sebagai produk samping dari biodisel (satuan persen). % Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun Sub-Submodel Biaya Tetap Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa biaya tetap terdiri dari penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya gaji/administrasi dan biaya bunga. Biaya Penyusutan Biaya penyusutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya penyusutan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penyusutan yang digunakan adalah metoda garis lurus dengan input utama nilai pembelian dan umur ekonomis mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya penyusutan dapat dilihat pada Gambar 20. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya penyusutan adalah sebagai berikut. Penyusutan(t) = Penyusutan Weighbridge (t) + Penyusutan Storage Tank (t) + Penyusutan Industri (t) + Penyusutan Power House (t) + Penyusutan Water Treatment (t) + Penyusutan Pipa (t) + Penyusutan Listrik (t) + Penyusutan Lab (t) + Penyusutan Gedung (t) + Penyusutan Effluent (t) + Penyusutan Kendaraan (t)... (69) Keterangan : Penyusutan (t) : total biaya penyusutan industri biodisel pada tahun ke-t. Penyusutan Weighbridge (t) : biaya penyusutan weighbridge pada tahun ke-t. Penyusutan Storage Tank (t) : biaya penyusutan tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t. Penyusutan Industri (t) : biaya penyusutan peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t. Penyusutan Power House (t) : biaya penyusutan power house pada tahun

92 72 ke-t Penyusutan Water Treatment (t) : biaya penyusutan water treatment pada tahun ke-t. Penyusutan Pipa (t) : biaya penyusutan pipa pada tahun ke-t Penyusutan Listrik (t) : biaya penyusutan sambungan listrik pada tahun ke-t. Penyusutan Lab (t) : biaya penyusutan peralatan laboratorium pada tahun ke-t. Penyusutan Gedung (t) : biaya penyusutan gedung pada tahun ke-t. Penyusutan Effluent (t) : biaya penyusutan effluent treatment pada tahun ke-t. Penyusutan Kendaraan (t) : biaya penyusutan kendaraan pada tahun ke-t. Penyusutan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t) Umur Weighbridge...(70) Keterangan : Umur Weighbridge : umur ekonomis peralatan weighbridge Penyusutan Storage Tank (t) = n 2 Σ j=1 Investasi Storage Tank (tj) Umur Storage Tank (j)..(71) Keterangan : n 2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun ke-t. Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Umur Storage Tank (j) : umur ekonomis item storage tank ke-j.

93 73 Mulai Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan Umur ekonomis setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung biaya penyusutan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung total biaya penyusutan Total biaya penyusutan per tahun Selesai Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya penyusutan Penyusutan Industri (t) = n 3 Σ j=1 Investasi Alat Mesin (tj) Umur Alat Mesin (j)...(71) Keterangan : n 3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli pada tahun ke-t. Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Umur Alat Mesin (j) : umur ekonomis item peralatan dan mesin ke-j. Penyusutan Power House (t) = n 4 Σ j=1 InvestasiPowerHouse(tj) UmurPowerHouse(j).(73)

94 74 Keterangan : n 4 Investasi Power House (tj) Umur Power House (j) : jumlah item peralatan power house yang dibeli pada tahun ke-t : investasi untuk peralatan power house ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. : umur ekonomis peralatan power house ke-j. Penyusutan Water Treatment(t) = Investasi Water Treatment(t) Umur W Treatment Tank (j)...(74) Keterangan : Investasi Water Treatment (t) Umur W Treatment : investasi water treatment pada tahun ke-t. : umur ekonomis peralatan water treatment. Penyusutan Pipa (t )= InvestasiPipa(t) Umur Pipa...(75) Keterangan : Investasi Pipa(t) Umur Pipa : jumlah investasi untuk pemasangan pipa yang direncanakan pada tahun ke-t. : umur ekonomis pipa. PenyusutanListrik(t) Investasi Listrik (t) UmurListrik...(76) Keterangan : Investasi Listrik (t) Umur Listrik : jumlah investasi untuk peralatan listrik pada tahun ke-t. umur ekonomis perlengkapan peralatan listrik Penyusutan Lab (t) = Investasi Lab (t) UmurLab...(77)

95 75 Keterangan : Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan Umur Lab laboratorium yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. : umur ekonomis perlengkapan laboratorium Penyusutan Gedung (t) = n 5 Σ j=1 InvestasiGedung(tj) UmurGedung(j)...(78) Keterangan : n 5 Investasi Gedung (tj) Umur Gedung (j) : jumlah item bangunan yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. : umur ekonomis bangunan ke-j. PenyusutanEffluent(t) = InvestasiEffluent(t)/UmurEffluent... (79) Keterangan : Investasi Effluent (t) Umur Effluent : jumlah investasi untuk perlengkapan effluent treatment pada tahun ke-t. : umur ekonomis perlengkapan effluent treatment Penyusutan Kendaraan (t) = n 6 Σ j=1 InvestasiKendaraan(tj) UmurKendaraan(j)...(80) Keterangan : n 6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Umur Kendaraan (j) : umur ekonomis item kendaraan ke-j.

96 76 Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penghitungan biaya pemeliharaan yang digunakan adalah dengan mengalikan persentase biaya pemeliharaan dengan nilai pembelian mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 21. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menghitung biaya pemeliharaan adalah sebagai berikut: Pemeliharaan(t) = PemeliharaanWeighbridge(t) + PemeliharaanStorageTank(t) + PemeliharaanIndustri(t) + PemeliharaanPowerHouse(t) + PemeliharaanWaterTreatment(t) + PemeliharaanPipa(t) + PemeliharaanListrik(t) + PemeliharaanLab(t) + PemeliharaanGedung(t) + PemeliharaanEffluent(t) + PemeliharaanKendaraan(t)... (81) Keterangan : Pemeliharaan Weighbridge (t) : biaya pemeliharaan weighbridge pada tahun ke-t. Pemeliharaan Storage Tank(t) : biaya pemeliharaan tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t. Pemeliharaan Industri (t) : biaya pemeliharaan peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t. Pemeliharaan Power House (t) : biaya pemeliharaan power house pada tahun ke-t. Pemeliharaan Water Treatment (t) : biaya pemeliharaan water treatment pada tahun ke-t. Pemeliharaan Pipa (t) : biaya pemeliharaan pipa pada tahun ke-t. Pemeliharaan Listrik (t) : biaya pemeliharaan sambungan listrik pada tahun ke-t. Pemeliharaan Lab (t) : biaya pemeliharaan peralatan laboratorium pada tahun ke-t.

97 77 Pemeliharaan Gedung (t) : biaya pemeliharaan gedung pada tahun ke-t. Pemeliharaan Effluent (t) : biaya pemeliharaan effluent treatment pada tahun ke-t. Pemeliharaan Kendaraan (t) : biaya pemeliharaan kendaraan pada tahun ke-t. Pemeliharaan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t) x % Rawat Weighbridge... (82) Keterangan : % Rawat Weighbridge : persentase biaya pemeliharaan peralatan weighbridge. Pemeliharaan Storage Tank (t) = n 2 Σ j=1 InvestasiStorageTank(tj) Rawat Storage Tank (j)...(83) Keterangan : n 2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun ke-t. Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. % Rawat Storage Tank (j) : persentase biaya pemeliharaan item storage tank ke-j. n3 Pemeliharaan Industri (t) =Σ InvestasiAlatMesin(tj) x j=1...(84) %RawatAlatMesin(j) Keterangan : n 3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli pada tahun ke-t. Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

98 78 % Rawat Alat Mesin (j) : persentase biaya pemeliharaan item peralatan dan mesin ke-j. Mulai Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan Prosentase biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung total biaya pemeliharaan Total biaya pemeliharaan per tahun Selesai Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel Pemeliharaan Power House (t) = n 4 Σ Investasi Power House (tj) x j=1 x Rawat Power House (j)...(85) Keterangan :

99 79 n 4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli pada tahun ke-t. Investasi Power House (tj) : investasi untuk peralatan power house ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. % Rawat Power House (j) : persentase biaya pemeliharaan item peralatan power house ke-j. Pemeliharaan (t) = Investasi Water Treatment (t) x % Rawat W Treatment...(86) Keterangan : Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t. % Rawat W Treatment : persentase biaya pemeliharaan peralatan water reatment Pemeliharaan Pipa (t) = Investasi Pipa (t) x % Rawat Pipa... (87) Keterangan : Investasi Pipa (t) : jumlah investasi untuk pemasangan pipa yang direncanakan pada tahun ke-t. % Rawat Pipa : persentase biaya perawatam pipa Pemeliharaan Listrik (t) = Investasi Listrik (t) x % Rawat Listrik... (88) Keterangan : Investasi Listrik (t) : jumlah investasi untuk peralatan listrik pada tahun ke-t. % Rawat Listrik : persentase biaya pemeliharaan perlengkapan peralatan listrik Pemeliharaan Lab (t) = Investasi Lab (t) x % Rawat Lab... (89) Keterangan : Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan laboratorium yang direncanakan dibeli pada

100 80 tahun ke-t. % Rawat Lab : persentase biaya pemeliharaan perlengkapan laboratorium Pemeliharaan Gedung (t) = n 5 Σ j=1 Investasi Gedung (tj) x %Rawat Gedung (j)...(90) Keterangan : n 5 : jumlah item bangunan yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. Investasi Gedung (tj) : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t. % Rawat Gedung (j) : persentase biaya pemeliharaan bangunan ke-j Pemeliharaan Effluent (t) = Investasi Effluent (t) x % Rawat Effluent...(91) Keterangan : Investasi Effluent (t) : jumlah investasi untuk perlengkapan effluent treatment pada tahun ke-t. % Rawat Effluent : persentase biaya pemeliharaan perlengkapan effluent treatment Pemeliharaan Kendaraan (t) = n 6 Σ j=1 Investasi Kendaraan (tj) x % Rawat Kendaraan (j).(92) Keterangan : n 6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t. Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t % Rawat Kendaraan (j) : persentase biaya pemeliharaan item kendaraan ke-j

101 81 Biaya Asuransi Biaya asuransi yang dimaksud adalah biaya asuransi untuk perlindungan gedung dan peralatan serta mesin-mesin pabrik yang dihitung dengan persentase biaya asuransi dengan total investasi yang dibutuhkan. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi dapat dilihat pada Gambar 22. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya asuransi adalah sebagai berikut. Asuransi(t) = Investasi (t) x % Asuransi... (93) Keterangan : Asuransi (t) : biaya asuransi pada tahun ke-t % Asuransi : persentase biaya asuransi terhadap total investasi Biaya Pemasaran Biaya pemasaran digunakan untuk lebih mensosialisasikan penggunaan biodisel dan menyadarkan masyarakat bahwa penggunaan biodisel banyak memberikan manfaat, baik langsung maupun tidak langsung dibandingkan dengan mengggunakan bahan bakar solar. Biaya pemasaran dihitung dengan mengalikan persentase biaya pemasaran dengan total penjualan per tahunnya. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dapat dilihat pada Gambar 23. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya pemasaran adalah sebagai berikut. Pemasaran (t) = Penjualan (t) x % Biaya Pemasaran... (94) Keterangan : Pemasaran(t) : biaya pemasaran pada tahun ke-t (US $). %BiayaPemasaran : persentase biaya pemasaran terhadap total nilai penjualan Penjualan(t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t (US $)

102 82 Biaya Gaji Biaya gaji dihitung dengan menjumlahkan gaji yang diterima masingmasing karyawan untuk setiap posisi/jabatan. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji dapat dilihat pada Gambar 24. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya gaji adalah sebagai berikut. Biaya Gaji (t) = n Σ j=1 Jum Karyawan (tj) x Gaji Karyawan (tj)... (95) Keterangan : : jumlah jenis karyawan JumKaryawan(tj) : jumlah karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t. GajiKaryawan(tj) : gaji karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t

103 83 Mulai Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan Prosentase biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan Hitung total biaya asuransi Total biaya asuransi per tahun Selesai Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi peralatan/mesin pada pabrik biodisel

104 84 Mulai Prosentase biaya Mulai pemasaran terhadap omzet penjualan Prosentase biaya administrasi Total terhadap penjualan omzet biodisel penjualan dan hasil sampingannya Total penjualan biodisel dan hasil Hitung sampingannya biaya pemasaran Total Hitung biaya biaya pemasaran administrasi per tahun Total biaya administrasi per tahun Selesai Selesai Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dan biaya administrasi pabrik biodisel

105 85 Mulai Jumlah personalia di tingkat manajemen puncak Gaji per bulan untuk manajemen puncak Jumlah personalia di tingkat manajemen bawah Gaji per bulan untuk manajemen bawah Jumlah personalia di tingkat pelaksana / operator Gaji per bulan untuk setiap pekerja pelaksana /operator Hitung total gaji untuk personalia di tingkat : Manajemen puncak Manajemen bawah Pelaksana / operator Hitung total gaji seluruh personalia Total gaji per tahun Selesai Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji karyawan pabrik biodisel Sub-Submodel Laba Rugi Submodel ini dipakai untuk menentukan proyeksi laporan laba rugi industri biodisel. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi dapat dilihat pada

106 86 Gambar 25. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel laba rugi adalah sebagai berikut. Laba Sebelum Pajak (t) = Penjualan (t) Biaya Produksi (t)... (96) Laba Kena Pajak (t) = Laba Sebelum Pajak (t) Akumulasi Kerugian (t)... (97) Laba Setelah Pajak (t) = Laba Kena Pajak (t) Pph Pasal 25 (t)... (98) Penentuan pajak penghasilan : Jika Laba Kena Pajak (t) , maka: PPh Pasal 25 (t) = 5% x Laba Kena Pajak (t) Jika < Laba Kena Pajak (t) , maka: PPh Pasal 25 (t) = (5% x ) + 10% x (Laba Kena Pajak (t) ) Jika < Laba Kena Pajak (t) , maka: PPh Pasal 25 (t) = (5% x ) + (10% x ) + 15% x (Laba Kena Pajak(t) ) Jika < Laba Kena Pajak (t) , maka : PPh Pasal 25 (t) = (5% x ) + (10% x ) + (15% x ) + 30% x (Laba Kena Pajak (t) ) Jika Laba Kena Pajak (t) > , maka: PPh Pasal 25 (t) = (5% x ) + (10% x ) + (15% x ) + (30% x ) + 35% x (LabaKenaPajak(t) ) Keterangan : Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t industri biodisel. Laba Kena Pajak (t) : laba yang terkena pajak pada tahun ke-t industri biodisel Akumulasi Kerugian (t) : akumulasi kerugian pada tahun ke-t industri biodisel Pph Pasal 25 (t) : pajak penghasilan badan atau perusahaan industri biodisel pada tahun ke-t

107 87 Sub-Submodel Aliran Dana Submodel ini dikembangkan untuk menentukan aliran kas industri biodisel dalam kegiatan-kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan dalam satu periode keuangan. Di sini dapat ditentukan besarnya perubahan kas pada awal dan akhir periode. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana dapat dilihat pada Gambar 26. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel aliran dana adalah sebagai berikut : Penerimaan Dana (t) = Modal Sendiri (t) + Pinjaman Bank (t) + Penjualan(t)... (99) Pengeluaran Dana (t)= Investasi(t) + Biaya Produksi(t) + Pembayaran Deviden (t)... (100) Saldo Kas Awal (1) = Penerimaan Dana(1) PengeluaranDana(1)... (101) Saldo Kas Akhir (t) = Saldo Kas Awal (t-1) + (Penerimaan (t) Pengeluaran Dana (t))... (102) Keterangan : Penerimaan Dana(t) : total kas masuk pada tahun ke-t Modal Sendiri(t) : suntikan dana segar dari modal sendiri pada tahun ke-t. Pinjaman Bank(t) : suntikan dana yang diperoleh dari pinjaman bank pada tahun ke-t Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t Saldo Kas Awal (t) : saldo kas awal pada tahun ke-t Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t

108 88 Mulai Total penjualan per tahun Total biaya produksi biodisel per tahun Aturan perpajakan Hitung laba rugi pabrik biodisel Laporan laba atau rugi pabrik biodisel tidak Rugi? Kebijakan pemerintah ya Selesai Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi

109 89 Mulai Setoran dana awal Pinjaman dari pihak ketiga Penjualan produk (biodisel dan gliserin ) Hitung total kas masuk Kas masuk Investasi pembangunan pabrik biodisel Biaya produksi biodisel Pembayaran angsuran pokok Pembayaran deviden Hitung total kas keluar Kas keluar Hitung kas akhir Saldo Kas akhir tidak Negatif? ya Kebijakan pemerintah Selesai Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana

110 90 Sub-Submodel Neraca Dalam submodel ini dapat ditentukan proyeksi posisi neraca untuk industri biodisel. Diagram alir deskriptif untuk sub-submodel neraca dapat dilihat pada Gambar 27. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel neraca adalah sebagai berikut.: TotalAktiva(t) = Saldo Kas Akhir (t) + (Nilai Buku Weighbridge (t) + Nilai Buku Storage Tank (t) + Nilai Buku Pabrik (t) + Nilai Buku Power House (t) + Nilai Buku W Treatment (t) + Nilai Buku Pipa (t) + Nilai Buku Listrik (t) + Nilai Buku Lab (t) + Nilai Buku Effluent (t) + Nilai Buku Kendaraan (t)... (103) Total Pasiva t = Hutang t + Modal Sendiri t + Laba Ditahan t... (105) Total Aktiva t = Total Pasiva t... (106) Keterangan : Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap pada tahun ke-t. Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas pada akhir tahun ke-t. Nilai Buku Weighbridge (t) : nilai buku asset weighbridge yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Storage Tank (t) : nilai buku asset storage tank yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Pabrik (t) : nilai buku asset peralatan dan mesin pabrik yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Power House (t) : nilai buku asset perlengkapan power house yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Wtreatment (t) : nilai buku asset peralatan water treatment yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

111 91 Nilai Buku Pipa (t) : nilai buku asset pipa yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Listrik (t) : nilai buku asset peralatan listrik yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Lab (t) : nilai buku asset peralatan laboratorium yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Effluent (t) : nilai buku asset peralatan effluent treatment yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Nilai Buku Kendaraan (t) : nilai buku asset kendaraan yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t. Total Pasiva (t) : total pasiva yang berupa hutang dan modal pada tahun ke-t. Modal Sendiri (t) : akumulasi modal sendiri yang disetor sampai dengan tahun ke-t. Laba Ditahan (t) : akumulasi dari laba ditahan sampai dengan tahun ke-t. Sub-sub Model Kelayakan Submodel ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan investasi, sehingga diperoleh hasil tentang kelayakan ekonomis pendirian industri biodisel. Diagram alir sub-submodel kelayakan dapat dilihat pada Gambar 31. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel kelayakan investasi adalah sebagai berikut : SaldoKasBersih t = Penjualan t (BiayaPraoperasional t + TotalInvestasi t +BiayaManajemen t + BiayaPemeliharaanTM t + BiayaPemupukan t + BiayaPanenDanPengangkutan t + BiayaPengolahan t + BiayaPemasaran t + BiayaBunga t + Pph Pasal 25 t )...(107)

112 92 1 FaktorDiskonto(t) =... (108) (1 + SukuBunga) t n NPV = Σ Faktor Diskonto (t) x Saldo Kas Bersih (t)...(109) t=1 Hutang jangka panjang Mulai Modal sendiri Saldo kas akhir Akumulasi laba / rugi ditahan Nilai perolehan aset Penyusutan aset Hitung total pasiva Hitung akumulasi penyusutan aset Hitung nilai buku aset Nilai buku aset Hitung total aktiva Total pasiva tidak Total aktiva Total pasiva = Total aktiva? ya Neraca Selesai Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca

113 93 NPV Positif IRR = inpv Positif +...(110) (NPV Positif NPV Negatif) x (inpvnegatif inpvpositif) NPV Profitability Indeks = (111) Investasi Awal Keterangan : Saldo Kas Bersih (t) : aliran kas bersih pada tahun ke-t industri biodisel Suku Bunga : tingkat suku bunga pinjaman Faktor Diskonto (t) : faktor diskonto pada tahun ke-t. NPV : Net Present Value IRR : Internal Rate of Return inpv Positif : tingkat suku bunga yang masih membuat nilai NPV tetap positif inpv Negatif tingkat suku bunga yang mulai membuat nilai NPV negatif. Investasi Awal suntikan dana awal yang diperoleh dari modal sendiri dan modal pinjaman. Sub-submodel Analisa Rasio (NPV, IRR, B/C, PI, PBP) Submodel ini dipakai untuk menentukan angka Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang dipergunakan dalam kriteria investasi dengan mempertimbangkan nilai waktu dari uang pada industri biodisel. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel biaya modal adalah sebagai berikut : WACC(t)= (PersentaseModalSendiri(t)x BiayaModalSendiri) + (PersentaseHutang(t) x SukuBunga x (1- PajakEfektifRataRata(t)))... (112) PajakEfektifRataRata(t)= (PersentasePajak5%(t) x 5%) + (PersentasePajak10%(t) x 10%) + (PersentasePajak15%(t) x 15%) + (PersentasePajak30%(t) x 30%) + (PersentasePajak35%(t) t x 35%)... (113)

114 94 Keterangan : Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap pada tahun ke-t. Pajak Efektif Rata-rata (t) : persentase pajak rata-rata yang ditanggung industri pengolahan biodisel pada tahun ket. Persentase Pajak 5% (t) : persentase total pajak penghasilan yang terkena pajak penghasilan 5% pada tahun ke-t. Persentase Pajak 10% (t) : persentase total pajak penghasilan yang terkena pajak penghasilan 10% pada tahun ke-t. Persentase Pajak 15% (t) : persentase total pajak penghasilan yang terkena pajak penghasilan 15% pada tahun ke-t. Persentase Pajak 30% (t) : persentase total pajak penghasilan yang terkena pajak penghasilan 30% pada tahun ke-t. Persentase Pajak 35% (t) : persentase total pajak penghasilan yang terkena pajak penghasilan 35% pada tahun ke-t. WACC (t) : biaya modal rata-rata pada tahun ke-t. Persentase Modal Sendiri (t) : persentase modal sendiri terhadap total modal yang dimiliki pada tahun ke-t. Biaya Modal Sendiri : biaya yang harus ditanggung jika menggunakan modal sendiri yaitu harapan pemilik modal terhadap modal yang telah ditanamkan (dinyatakan dalam satuan persen) Persentase Hutang (t) : persentase modal yang diperoleh dari pinjaman terhadap total modal yang dimiliki pada tahun ke-t. Suku Bunga : tingkat suku bunga yang berlaku

115 95 Mulai Kas masuk Kas keluar Penghitungan kas bersih Kas bersih (net cash flow ) Faktor diskonto Biaya modal Penghitungan NPV, IRR, B/C, PI, dan PBP NPV, IRR, B/C, PI, PBP ya Layak? Kebijakan pemerintah Selesai Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan Submodel ini juga digunakan untuk menentukan kinerja keuangan industri biodisel dengan menggunakan angka-angka rasio yang diperoleh dari laporan laba rugi dan neraca. Diagram alir deskriptif submodel analisis finansial dapat dilihat

116 96 pada Gambar 29. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel analisis finansial adalah sebagai berikut : Saldo Kas Akhir (t) Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva (t) =...(114) Total Aktiva (t) Keterangan : Rasio Modal Kerja : rasio modal kerja terhadap total aktiva pada TerhadapTotal Aktiva (t) tahun ke-t. Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t. Total Debt To Equity Ratio (t) = Hutang(t) Modal Sendiri (t) + Laba Ditahan (t)... (115) Keterangan : Total Debt To Equity Ratio (t) Hutang (t) Modal Sendiri (t) Laba Ditahan (t) : rasio antara total hutang dengan modal sendiri pada tahun ke-t. : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t. akumulasi modal sendiri yang disetor sampai dengan tahun ke-t. : akumulasi laba ditahan sampai dengan tahun ke-t Hutang (t) Total Debt To Total Capital Assets(t) =... (116) Total Aktiva (t) Keterangan : Total Debt ToTotal Capital Assets(t) : rasio antara total hutang dengan total modal kerja pada tahun ke-t. Hutang (t) : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.

117 97 Mulai Laporan laba rugi Neraca Penghitungan kinerja keuangan dengan menggunakan analisis rasio Kinerja keuangan Rentabilitas Likuiditas Solvabilitas Rasio overage Rasio aktivitas Memuaskan? tidak Selesai ya Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial Laba SebelumPajak (t) Gross Profit Margin (t) =... (117) Penjualan (t) Keterangan : Gross Profit Margin (t) : margin keuntungan kotor pada tahun ke-t. Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t. Penjualan (t) : total nilai penjualan hasil produksi pada tahun ke-t. Biaya Produksi (t) Operating Ratio (t) =... (118)

118 98 Penjualan (t) Keterangan : Operating Ratio (t) Biaya Produksi (t) Penjualan (t) : rasio operasi pada tahun ke-t. : total biaya produksi pada tahun ke-t. : total nilai penjualan pada tahun ke-t. Laba Setelah Pajak (t) Net Profit Margin (t) =... (119) Penjualan (t) Keterangan : Net Profit Margin (t) Laba Setelah Pajak (t) Penjualan (t) : margin keuntungan bersih pada tahun ke-t. : laba setelah pajak pada tahun ke-t. : total nilai penjualan pada tahun ke-t. Penjualan (t) Total Assets Turnover (t) =... (120) Total Aktiva (t) Keterangan : Total Assets Turnover (t) Penjualan (t) Total Aktiva (t) : tingkat perputaran asset pada tahun ke-t. : total nilai penjualan pada tahun ke-t. : total aktiva pada tahun ke-t. Earning Power (t) = Gross Profit Margin (t) x Total Assets Turnover (t)..(121) Laba Setelah Pajak (t) ROI (t) = Total Aktiva (t) atau Keterangan : Net Profit Margin (t) x Total Asset Turnover (t)...(122) ROI (t) Laba Setelah Pajak (t) Total Aktiva (t) : return on investment pada tahun ke-t. : laba setelah pajak pada tahun ke-t : total aktiva pada tahun ke-t. Laba Setelah Pajak (t) Rate Return For The Owner (t) =... (123)

119 99 Keterangan : Rate Return For The Owner (t) Laba Setelah Pajak (t) Modal Sendiri (t) Modal Sendiri (t) : tingkat pengembalian kepada pemilik modal pada tahun ke-t : laba setelah pajak pada tahun ke-t : akumulasi modal sendiri yang disetor sampai dengan tahun ke-t Penjualan(t) Working Capital Turnover (t) =... (124) Saldo Kas Akhir(t) Keterangan : Working Capital Turnover(t) Penjualan (t) Saldo Kas Akhir (t) : tingkat perputaran modal kerja pada tahun ke-t : total nilai penjualan hasil produksi pada tahun ke-t : saldo kas akhir pada tahun ke-t Submodel Lingkungan Submodel ini digunakan untuk menghitung besarnya perubahaan iklim global akibat penggunaan bahan bakar BBM solar dan biodisel. Dalam analisis lingkungan dilakukan beberapa perhitungan sebagai berikut : Selisih emisi BBM solar dengan emisi biodiesel Konversi emisi BBM solar dan emisi biodisel dengan dampak iklim global menurut standar UNEP. Dalam analisis ini parameter yang digunakan untuk menilai perubahan iklim global tersebut adalah hujan asam, pemanasan global dampak fotokimia yang merupakan polutan-polutan pencemaran udara yang ada di atmosfir dan bumi. Analisa Beban Lingkungan (Environmental Burden = EB) dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan. Perbandingan antara Bahan Bakar Disel dan Biodisel dengan Analisa Beban Lingkungan dapat diperoleh dari penghitungan yang terdiri dari : 1. Indeks EB Asiditas

120 Indeks EB Global Warming 3. Indeks EB Fotokimia Setelah diperoleh hasil penilaian terhadap masing-masing sub model, maka disusun keterkaitannya variabel berdasarkan persamaan yang dibangun. Penilaian terhadap Sistem Penunjang Keputusan Investasi secara keseluruhan dilakukan bersamaan dengan validasi model. Pada model Sistem Penunjang Keputusan Investasi dapat dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel yang diinginkan sehingga pengguna dapat mengetahui beberapa alternatif keputusan yang diperlukan.

121 101 Mulai Emisi penggunaan BBM solar Emisi penggunaan biodisel Penghitungan selisih emisi BBM solar dengan biodisel Selisih emisi tidak Selisih positif ya Penghitungan pengurangan emisi jika menggunakan biodisel konversi terhadap lingkungan yang ditetapkan oleh UNEP Dampak terhadap iklim global akibat penggunaan biodisel dan BBM solar Selesai Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan

122 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rekayasa Model SPK Model penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit bertujuan untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh dalam melakukan investasi pada industri tersebut. Faktor yang berpengaruh terdiri dari 5 faktor yang disebut sebagai submodel yaitu : 1. Submodel sumberdaya untuk menilai potensi ketersediaan bahan baku CPO yang akan dijadikan biodisel. 2. Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO menjadi biodisel. 3. Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan di luar negeri. 4. Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya. 5. Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan biodisel dan solar terhadap lingkungan Hubungan antara submodel penyusun model SPK investasi industri biodisel pada permodelan software I Think tertera pada gambar 31. Asumsi dasar keterkaitan alir variabel dalam submodel sistem penunjang keputusan diatas meliputi : 1. Biodisel kelapa sawit diproses dari bahan baku minyak CPO (Crude Palm Oil). 2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai produk subsitusi dari bahan bakar minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat transportasi. 3. Simulasi desain pabrik yang digunakan dalam perhitungan investasi berkapasitas ton biodisel per tahun dengan hasil produk samping gliserin lebih kurang ton/tahun. 4. Pangsa pasar biodisel di dalam negeri diasumsikan sebagai pengganti 5-10% produk bahan bakar minyak solar per tahun. Potensi pangsa biodisel

123 103 di luar negeri dikaitkan dengan kesepakatan iklim Carbon Trade yang tertuang dalam Protokol Kyoto. 5. Industri biodisel diasumsikan terdiri dari agregasi pengolahan/pabrik besar (kapasitas ton/tahun). Industri jangka panjang tahun dengan perbandingan modal sendiri dibanding hutang 60: Analisa dampak lingkungan dilakukan secara global dengan membandingkan perbedaan iklim global yang ditimbulkan akibat penggunaan biodisel dan BBM solar, menggunakan standar acuan yang diterbitkan oleh UNEP (United Nation Environment Program). Secara diagram keterkaitan (influence diagram) antara submodel terlihat pada gambar 31. SM Sumberdaya SM Teknis Produksi IK Sumberdaya IK Teknis Produksi Model SPK SM Finansial Investasi IK Finansial SM Lingkungan SM Pasar IK Lingkungan IK Pasar Keterangan SM : Submodel IK : Implikasi Kebijakan Gambar 31. Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram) Skenario permodelan diperoleh dari hasil analisis keragaan penggunaan CPO nasional saat ini. Penggunaan CPO nasional terdiri dari penggunaannya di dalam negeri yaitu untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia. Sedangkan penggunaan di luar negeri adalah untuk diekspor ke berbagai negara tujuan. Jika industri biodisel kelapa sawit akan dikembangkan di Indonesia maka

124 104 akan menambah kegunaan CPO yaitu sebagai bahan baku bagi pembuatan biodisel. Dalam rangka menentukan apakah industri BDS akan memberikan manfaat atau keuntungan jika dikembangkan di Indonesia maka diperlukan pengkajian terhadap investasi tesebut. Dalam menilai kelayakan investasi industri baik kelayakan finansial maupun kelayakan non finansial seperti ketersediaan bahan baku industri, ketersediaan dan keterjangkauan teknologi pengolahannya, manfaat dari produk ramah lingkungan dan efek ganda (multiplayer effect) yang diperoleh dari penggunaan produk kelapa sawit sebagai bahan bakunya. Hubungan antar variabel pada permodelan disusun berdasarkan fenomena tersebut diatas. Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Permodelan Sistem Penunjang Keputusan Investasi Dalam merekayasa model maka abstraksi dari semua keterkaitan tersebut dimodelkan dengan mengakisisi pengetahuan dari masing-masing variabel, untuk selanjutnya pengetahuan tersebut diolah pada program komputer. Sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel dirancang dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel, Lotus smart suite dan I Think versi 6.0. Model dibangun dengan memperhatikan keterkaitan antar submodel dengan submodel lainnya, dimana dalam spreadsheet keterkaitan tersebut dapat berupa hubungan antar sel dan hubungan antar spreadsheet. Representasi dari model SPK yang dikembangkan menggunakan bantuan perangkat lunak I Think. Aplikasi SPK disajikan secara interaktif sehingga pengambil keputusan

125 105 mudah melakukan perubahan suatu skenario jika dikehendaki. Gambar tampilan awal program I Think SPK investasi Industri biodisel di Indonesia tertera pada Gambar 33 dibawah ini. Gambar 33. Tampilan awal program I Think SPK investasi Industri biodisel di Indonesia Model yang dikembangkan dengan perangkat lunak I Think selengkapnya dapat dilihat pada lampiran dalam bentuk CD Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit Simulasi Model Sistem Dinamis Simulasi yang dilakukan pada masing-masing submodel yang direkayasa pada SPK investasi industri biodisel kelapa sawit dipilih berdasarkan keperluan manajemen atau pengguna Simulasi Submodel Sumberdaya 1. Simulasi Perkembangan Produksi CPO

126 106 Proyeksi perkembangan luas lahan perkebunan baik yang dikelola oleh rakyat (PR), swasta (PBS) maupun negara (PBN) dilakukan dengan pendekatan model dinamik atau model logistik. Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan dan tingkat produktivitas lahan dengan korelasi positif. Semakin besar luas lahan dan tingkat produktivitas suatu lahan maka akan semakin besar produksinya. Luas lahan dan produktivitas dapat berubah menurut waktu sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Hasil simulasi produksi CPO pada berbagai tingkat produktivitas dari PR, PBS, PN dan total perkebunan nasional direkayasa pada submodel sumberdaya. Gambar 34 menunjukkan proyeksi perkembangan produksi CPO dengan produktivitas 1,9 ton/ha pada PR, dan masing-masing 3 ton/ha untuk PBS dan PBN. Jika tingkat produktivitas diubah maka segera dapat diketahui perubahan produksi CPO yang akan dihasilkan. Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya 2. Simulasi Perkembangan Permintaan CPO Nasional Penggunaan CPO di Indonesia selama ini terserap pada industri minyak goreng, industri oleokimia dan untuk diekspor ke berbagai negara tujuan. Jika sebagian dari CPO nasional digunakan untuk dijadikan bahan baku pada industri

127 107 biodisel maka perkembangan permintaan CPO nasional untuk masing-masing industri disimulasikan pada submodel sumberdaya. Perkembangan kebutuhan CPO untuk minyak goreng dilakukan dengan pendekatan perkembangan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita (16.5 kg/kapita). Permintaan pada indutri oleokimia diskenariokan laju permintaan bertambah 5% setiap tahunnya. Selebihnya diekspor dan digunakan untuk memasok industri biodisel. Rekayasa submodel yang dibangun adalah mensimulasikan perubahan permintaan CPO sesuai dengan besarnya prosentase substitusi solar oleh biodisel yang diinginkan oleh pengguna. Gambar 35 di bawah ini menunjukkan proyeksi perkembangan permintaan CPO nasional jika prosentase substitusi solar oleh biodisel adalah 10%. Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO pada submodel sumberdaya Simulasi Submodel Teknis Produksi 1. Simulasi Produksi Biodisel dan Gliserin Berdasarkan Kapasitas Terpasang Pembangunan submodel teknis produksi memberikan gambaran perkembangan produksi biodisel dan gliserin mulai dari perusahaan berdiri sampai dengan akhir masa proyek atau umur investasi. Pada Gambar 36, produksi

128 108 biodisel dengan kapasitas terpasang sebesar ton per tahun. Besarnya kapasitas terpasang dapat disimulasikan sehingga besaran dan perubahan produksi biodisel dan gliserin tiap tahun dapat diketahui. Rekayasa submodel sistem teknis produksi dapat memberikan gambaran perubahan produksi biodisel dan gliserin jika kapasitas terpasangnya diubah sesuai perubahan waktu yang terjadi. Kapasitas terpasang semakin besar produksi biodisel dan gliserin juga semakin besar atau berkorelasi positif. Perubahan juga akan diikuti oleh perubahan neraca bahan dan neraca enerji yang diperlukan. Gambar 36 menunjukkan tampilan perkembangan produksi biodisel dan gliserin dengan kapasitas produksi terpasang ton/tahun. Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis produksi 2. Simulasi Kebutuhan Bahan Baku pada Industri Biodisel Kebutuhan bahan baku industri biodisel yang terdiri dari bahan baku CPO, Metanol, KOH, H 3 PO 4 dan bahan bakar. Besarnya kebutuhan bahan baku industri biodisel dapat disimulasikan berdasarkan kapasitas terpasang. Sebagai contoh Gambar 37 mensimulasikan kebutuhan bahan baku pada kapasitas produksi indutri biodisel sebesar ton/tahun, sedangkan pada Gambar 38

129 109 mensimulasikan kebutuhan bahan baku industri biodisel pada kapasitas ton/tahun. Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas ton/th Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas ton/th 3. Simulasi Kebutuhan Enerji pada Industri Biodisel Submodel teknis produksi juga dapat mensimulasikan kebutuhan enerji pada berbagai kapasitas produksi industri yang diinginkan oleh pengguna. Sebagai contoh pada Gambar 39 mensimulasikan kebutuhan enerji pada kapasitas produksi ton/tahun, sedangkan pada Gambar 40 mensimulasikan kebutuhan enerji pada industri biodisel kapasitas produksi ton/tahun.

130 110 Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas ton/th Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas ton/th Simulasi Submodel Pasar Submodel pasar terdiri dari analisa produk yang disubstitusi oleh biodisel yaitu pendugaan perbandingan produksi dan konsumsi solar nasional, proyeksi perbandingan ekspor dan impor minyak bumi nasional dan simulasi penghematan subsidi solar terutama jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. 1. Simulasi Perbandingan Produksi dan Konsumsi Solar Nasional Hasil proyeksi menunjukkan proyeksi kenaikan konsumsi lebih besar dari kenaikan produksi setiap tahunnya. Gambar 41 di bawah ini menunjukkan

131 111 perbandingan kenaikan produksi dan konsumsi nasional sejak tahun 2005 sampai dengan tahun Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar 2. Simulasi Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Bumi Gambar 42 dibawah ini menunjukkan proyeksi ekspor minyak bumi semakin menurun sedangkan proyeksi impor semakin meningkat setiap tahunnya. Gambar 42, menunjukkan perbandingan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi nasional pada tahun 2005 sampai dengan Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar

132 Simulasi Penghematan Subsidi Solar Submodel pasar juga dapat memberikan gambaran penghematan subsidi solar jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. Pada submodel ini dapat disimulasikan besarnya persentase substitusi solar oleh biodisel sehingga dapat memberikan gambaran terhadap besarnya penghemtan subsidi terhadap solar oleh pemerintah. Gambar 43 menunjukkan besarnya penghematan subsidi terhadap solar yang dikeluarkan oleh pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan 2019 jika solar solar yang disubstitusi oleh biodisel adalah 10%. Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel Simulasi Submodel Analisis Finansial Rekayasa submodel sistem finansial pada industri biodisel ditujukan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan mensimulasikan kriteria investasi. Pada submodel ini kinerja keuangan yang disimulasikan adalah perubahan besarnya NPV, BCR, rugi laba, aliran kas, dan struktur biaya produksi pada berbagai tingkat suku bunga, harga biodisel dan harga CPO. Sebagai contoh pada Gambar 44 memberikan contoh hasil simulasi kinerja keuangan dengan penetapan suku bunga sebesar 12%, harga biodisel sebesar 700 $ US dan harga CPO sebesar 360 $ US/ton. Pada gambar tersebut terlihat nilai NPV sebesar $ US sedangkan nilai BCR sebesar 1,05.

133 113 Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada submodel analisis finansial Simulasi Submodel Lingkungan Submodel ini memberikan gambaran perbandingan besarnya indeks beban lingkungan atau EB (Environmental Burden) dari sisa pembakaran biodisel dan solar. Pada submodel lingkungan perbandingan besarnya nilai EB pada pembakaran solar dan biodisel terdiri dari tiga yaitu EB Asiditas (efek hujan asam), EB Global Warming (efek pemanasan global) dan EB Smog Fotokimia (efek asap hitam). Perbandingan besarnya masing-masing nilai EB dalam 1 tahun untuk setiap ton biodisel dan solar yang digunakan tertera pada gambar 45, gambar 46, dan gambar 47, di bawah ini. 1. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Asiditas Gambar 45 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan asiditas antara solar dan biodisel setiap penggunaan ton per tahunnya.

134 114 Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel lingkungan 2. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Global Warming Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan global warming antara solar dan biodisel setiap penggunaan ton per tahunnya. Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming submodel lingkungan 3. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Smog Fotokimia Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan Smog Fotokimia antara solar dan biodisel setiap penggunaan ton per tahunnya.

135 115 Gambar 47. Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia submodel lingkungan Validasi Model Sistem Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut Submodel Sumberdaya Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO ekspor sebesar 60% dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya (40%) adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak goreng dan industri oleokimia. CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.

136 116 Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir. Pemilihan model proyeksi luas lahan perkebunan kelapa sawit untuk masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1) memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2) menetapkan asumsi; 3) memformulasikan masalah matematis; 4) pemecahan masalah matematis; 5) merumuskan solusi; 6) melakukan validasi model dan; 7) Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004, luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir (data tahun ) untuk Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas lahan sampai dengan tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan komposisi 36,76% lahan untuk perkebunan rakyat, 51,86% lahan untuk perkebunan besar swasta, dan 11,38% lahan untuk perkebunan besar negara. Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004 atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi. Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik, proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai persamaan seperti yang tertera dibawah ini. 1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat Yt = x e t... (125) 3.04 x (-1 + e t )

137 117 PR (Hektar) 4,000, GBR PR 3,000, ,000, model 1,000, THN Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis Dari hasil grafik proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat tersebut diatas dapat dilihat peningkatan areal luas lahan sejak tahun 1988 (tahun- 1) sampai tahun 2021 (tahun ke-33) yaitu dari ha menjadi 3,5 juta ha. Setelah itu laju pertumbuhan tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan rakyat. Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) , ,00 0, , ,27 0, , ,58-0, , ,48-0, , ,10-0, , ,27-0, , ,45-0, , ,47 0, , ,12 0, , ,32 0, , ,23 0, , ,09 0, , ,60 0, , ,81-0, , ,43-0, , ,44-0,03 R 2 = R 2 Corrected =

138 118 Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R 2 yang diperoleh sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi. 2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan negara Y t = x e t... (126) (-1 + e t ) PBN (Hektar) , , , , ,00 0,00 GBR PBN THN model Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis Dari grafik hasil proyeksi luas lahan perkebunan besar negara terlihat laju kenaikan pertambahan luas sejak tahun 1993 (tahun-1) sampai dengan tahun 2026 (tahun ke-33). Kemudian mengalami keadaan yang tetap akibat tidak adanya lahan perkebunan cadangan tersedia. Lahan maksimum yang tersedia berkisar ha. Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara (data mulai tahun ke-5) t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) , ,83 0, , ,16 0, , ,96 0, , ,72 0,03

139 119 Tabel 5. Lanjutan , ,29 0, , ,61-0, , ,64-0, , ,25-0, , ,16-0, , ,76 0, , ,00 0, , ,13 0, , ,40 0, , ,60 0, , ,52 0, , ,31 0,03 R 2 =0.9695; R 2 Corrected = Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 0, Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta Y t = x e t... (127) 4.x (-1+e t ) GBR PBS PBS (Hektar) , , ,00 0,00 model THN Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis

140 120 Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi peningkatan areal sejak tahun 1988 (tahun ke-1) sampai dengan tahun 2020 (tahun ke-30) yaitu dari luas lahan ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta. Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) , ,00 0, , ,93-0, , ,49-0, , ,72-0, , ,42-0, , ,17 0, , ,88 0, , ,37 0, , ,34 0, , ,33 0, , ,38 0, , ,92 0, , ,21-0, , ,89-0, , ,89-0, , ,02 0,00 R 2 =0.9889; R 2 Corrected = Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata sebesar 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 0,99, atau tingkat akurasi model cukup tinggi. Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan tahun mendatang luas lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.

141 121 Proyeksi penggunaan CPO Nasional Produksi CPO nasional tersebut di atas, diperoleh dengan mengalikan luas lahan dan produktivitasnya untuk masing-masing jenis pengusahaan kebun. Total produktivitas nasional diasumsikan diekspor sebesar 60% dan sisanya yang 40% digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yaitu untuk kebutuhan konsumsi minyak goreng dan pabrik industri hilir lainnya. Besarnya ekspor CPO berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan harga CPO internasional. Pada tahun 2002 ekspor CPO sebesar 6,3 juta ton atau sekitar 63% total produksi CPO nasional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004). Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk dengan konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita per tahun yang besarnya 16,5 kg/tahun. Kebutuhan minyak goreng ini dipenuhi dari CPO sebesar 83,8%, sementara sisanya dipenuhi dari minyak lain termasuk kelapa biasa. Proyeksi kebutuhan CPO untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 28. Di samping untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, CPO juga digunakan sebagai bahan baku industri hilir lainnya. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia sekitar 1 juta ton per tahun dengan peningkatan rata-rata diskenariokan 5% per tahun. Sedangkan laju kenaikan tahun sebelumnya hanya 2% dan dari sisa CPO di dalam negeri inilah yang selanjutnya digunakan untuk diolah lebih lanjut menjadi biodisel. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel dihitung dengan skenario bahwa 5 10% pemakaian solar akan disubstitusi dengan biodisel dari CPO. Gambar 51 memperlihatkan jika jumlah CPO yang tersedia dikurangi kebutuhan ekspor, bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia maka dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri biodisel kelapa sawit. Dengan demikian, CPO sebagai bahan baku utama biodisel dilihat dari ketersediaan dan kontinuitasnya dapat dikembangkan lebih lanjut, namun

142 122 mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO (minyak sawit kasar) dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan. Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini Nilai (Ton) Tahun Produksi CPO Ekspor CPO Bahan Baku Minyak Goreng Bahan Baku Oleochemical Bahan Baku Biodiesel Total Kebutuhan Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel Dari grafik diatas dapat diketahui tingkat perkembangan masing-masing kebutuhan CPO bagi industri minyak goreng oleokimia ekspor dan industri biodisel. Sebagai contoh, proyeksi kebutuhan 2010 bagi industri minyak goreng 4,2 juta ton, industri oleokimia 1,28 juta ton, CPO ekspor 10,68 juta ton, dan kebutuhan disel 2,54 juta ton. Sedangkan proyeksi produksi CPO nasional 17,80 juta ton. Jumlah ini cukup jika laju kenaikan ekspor CPO nasional diasumsikan tetap Submodel Teknis Produksi Desain proses dirancang untuk menghasilkan biodisel atau metil ester, yang berkapasitas ton pertahun dengan hasil produk sampingnya gliserin sejumlah ribu ton per tahun. Cara proses yang dipilih adalah proses yang

143 123 berkesinambungan (continous process) dan diperoleh dari hasil scalling up dan modifikasi dari perhitungaan desain proses yang dilakukan oleh Fakultas Teknik Kimia ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun. Diagram blok neraca bahan dan neraca enerji proses pengolahan biodisel tertera pada Gambar 52 dan Gambar 53 berikut. Proses pembuatan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit terdiri dari 4 tahapan, yaitu persiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pemisahan dan pemurnian produk.

144 124

145 125

146 Tahap Persiapan Bahan Baku/Persiapan Umpan Komposisi bahan baku minyak CPO yang direaksikan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia diasumsikan terdiri dari Trigliserida 94,7 %, Asam lemak bebas 5% dan kotoran 0,3%. Sebelum minyak kelapa sawit direaksikan pada reaktor dilakukan ekstraksi minyak lemak tersebut dengan metanol. Ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk mengambil asam lemak bebas (FFA) dan air yang terkandung dalam minyak tersebut, karena kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat merusak katalis (KOH) pada reaksi tranesterifikasi. Untuk memisahkan FFA dari minyak sawit digunakan ekstraksi pelarut karena kelarutan FFA dalam metanol lebih tinggi dibandingkan dengan trigliserida. Ekstraksi dilakukan secara counter current yaitu dengan mengalirkan minyak lemak yang mengandung asam lemak bebas tinggi (FFA) dari bagian atas dan metanol dari bagian bawah kolom. Tahap ekstraksi akan menghasilkan aliran produk FFA dan metanol pada bagian atas kolom dan minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (bilangan asam <1) pada bagian bawah kolom. Minyak nabati yang memiliki bilangan asam < 1 kemudian dimasukkan dalam tangki penyimpanan dan siap untuk dipakai pada reaksi tranesterifikasi. Produk atas kolom ekstraksi kemudian direaksikan dengan katalis asam (H 2 SO 4 ) yang terpasang sebagai packing dalam kolom pada temperatur o C, sampai menghasilkan metil ester, metanol sisa dan air. Untuk memperoleh hasil transesterifikasi yang sempurna dan untuk melakukan penyerapan seluruh air yang terbentuk dari reaksi, produk dan reaktan akan mengalami sirkulasi melalui kolom desikan. Air yang terdapat pada produk akan diserap oleh absorban (CaCl 2 ) yang terdapat dalam kolom desikan. CaCl 2 dipilih sebagai absorban karena kemampuannya menyerap air dengan perbandingan mol 1:4. Setelah kandungan air dihilangkan, metanol dan ester yang diperoleh selanjutnya dipindahkan pada reaktor transesterifikasi. Proses penyiapan bahan baku dapat dilakukan secara kontinu karena produk metil ester dapat disiapkan pada tanki penyimpanan. Untuk menghilangkan kandungan air yang jenuh pada kolom desikan, dilakukan regenerasi dengan mengalirkan udara panas dari bagian bawah kolom. Agar proses penyiapan umpan tidak terhambat akibat regenerasi kolom desikan, perlu dipasang 2 kolom secara paralel dan digunakan secara bergantian.

147 Tahap Reaksi Transesterifikasi Tahap reaksi transesterifikasi merupakan tahap reaksi pembentukan biodisel (ester metil) dan gliserin. Reaksi dilakukan dalam dua tahap dengan bantuan katalis KOH. Pada tahap 1, reaksi dilaksanakan pada temperatur sekitar o C selama 1-2 jam hingga diperoleh konversi sekitar 96% dari bahan baku dan 68,56% dari bahan yang masuk secara keseluruhan. Selanjutnya reaksi tahap 2 dilaksanakan dengan kondisi temperatur rendah yaitu sekitar o C untuk mencapai konversi hingga 98% dari bahan baku dan 76,57% dari hasil bahan yang masuk. Reaksi dilakukan melalui dua tahap untuk memperoleh konversi yang lebih tinggi dan sekaligus untuk mempermudah proses pemisahan yang dilakukan. Gliserin dalam campuran hasil reaksi akan menghambat reaksi bergeser ke arah produk, sehingga dilakukan pemisahan gliserin terlebih dahulu sebelum reaksi tahap kedua dilakukan. Untuk memisahkan antara ester metil, gliserin, sisa metanol, dan sisa trigliserida yang belum terkonversi maka dilakukan pemisahan menggunakan settling tank. Pada tangki akan didapatkan campuran gliserin-metanol pada bagian bawah dan campuran ester metil-trigliserida pada bagian atas. Fasa campuran ester metil-gliserin-metanol selanjutnya akan dialirkan menuju tahap pemisahan sedangkan fasa campuran ester metil trigliserida dimasukkan menuju reaktor tahap 2. Pada reaktor ini akan ditambahkan metanol untuk mencapai perbandingan molar antara metanol dengan minyak nabati sebesar 6:1. Produk hasil reaksi tahap 2 selanjutnya dialirkan menuju tangki pemisahan ke dua. Untuk memisahkan metanol dengan ester metil maka ditambahkan air sebagai pelarut Metanol akan terlarut dalam air sedangkan ester metil tidak. Sehingga akan didapatkan fasa campuran metanol-air pada bagian bawah dan ester metil pada bagian atas tangki. Selanjutnya ester metil (biodisel) ditampung dalam tangki penyangga biodisel, sedangkan metanol-air dialirkan menuju kolom penukar ion. 3. Tahap Pemisahan/Separasi Fasa bawah dari tangki pengendapan 1 mengandung ester metil, metanol, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju tangki penetralan, dengan

148 128 penambahan asam posfat (H 3 PO 4 ) sehingga terbentuk garam kalium posfat (K 3 PO 4 ). Ester metil, metanol, dan gliserin dimasukkan ke tangki pengendapan, sehingga didapatkan ester metil pada bagian atas dan metanol-gliserin pada bagian bawah tangki. Ester metil ditampung pada kolom penyangga biodisel, sedangkan metanol-gliserin dimasukkan ke unit evaporator untuk mendapatkan kembali metanol yang masih terbawa. Metanol yang teruapkan digunakan kembali untuk ekstraksi dan reaksi tranesterifikasi, sedangkan gliserin ditampung pada tangki penyimpanan. 4. Tahap Pemurnian/Purifikasi Fasa bawah dari tangki pengendapan 2 mengandung metanol, air, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju kolom penukar ion untuk memisahkan ionion yang terdapat dalam campuran produk kemudian dimasukkan ke unit evaporator. Produk atas evaporator masih berupa campuran metanol-air, sehingga untuk memurnikan metanol diperlukan unit pemisahan distilasi. Gliserin yang telah dipisahkan dari unit evaporator ditampung pada tangki penyimpanan. Diagram alir pada masing-masing unit proses pengolahan biodisel kelapa sawit tertera pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8. Asumsi reaksi/transformasi kimia yang terjadi pada simulasi proses produksi pengolahan biodisel tertera pada Tabel 7 berikut :

149 129 Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester CPO Unit Proses/ Unit Operasi Bahan Masuk Reaksi Transformasi Kimia Produk 1. Persiapan Umpan 1.1. Leaching CPO Metanol Tidak ada CPO bebas ALB EkstrakALB 1.2. Esterifikasi ALB Ekstrak ALB Esterifikasi ALB Ester Metil Metanol O O ALB H 2 SO 4 (Ester Kasar) 1.3. Kolam desikan Metanol Kotor Kolom CaCl 2 2. Transesterifikasi 2.1. Transesterifikasi 1 CPO bebas ALB Ester Metil ALB KOH Metanol 2.2. Transesterifikasi 2 Trigliserida sisa Metil Ester Kasar KOH Metanol 2.3. Pengendapan Metil Ester Kasar Sabun Kalium Air 3. Separasi 3.1. Netralisasi Metil Ester Kasar yang mengandung KOH, H 3 PO Penukaran ion Campuran Gliserol, Metanol dan Metil Ester Netral 3.3. Evaporasi Campuran Gliserol dan Metanol 3.4. Destilasi Campuran Metanol dan air 4. Purifikasi 4.1. Pencucian Metil Ester Netral Air R C OH + CH3OH R C OCH 3 + H2O Pengambilan air dari metanol CaCl 2 + H 2O CaO + 2HCl Transesterifikasi H O R C O C R H O KOH O H C OH R C O C R + 3CH3OH 3H 3 CO C R + H C OH O H C OH R C O C R H Transesterifikasi sisa Trigliserida H O R C O C R H O KOH O H C OH R C O C R + 3CH3OH 3H 3 CO C R + H C OH O H C OH R C O C R H Tidak ada, pemisahan fisik secara grafitasi Reaksi netralisasi 3KOH + H 3 PO 4 K 3 PO 4 + 3H 2 O Pengambilan ion H + sisa dari katalis H 2 SO 4 yang terbawa Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa Pencucian kotoran dari metil ester kasar dengan air 4.2. Pengeringan Metil Ester Bersih Penguapan sisa air pada Metil Ester dengan perubahan fasa Sumber : Data Diolah 2004 Kolom CaCl 2 Jenuh Metil Ester Kasar Gliserol Metil Ester Kasar yang mengandung KOH, H 3 PO 4 Gliserol Endapan Kotoran dan Sabun Garam Kalium, Metil Ester Netral Campuran netral tidak bermuatan Gliserol dan Metanol kasar Metanol Metil Ester bersih Metil Ester nurni

150 Submodel Pasar Pasar Dalam Negeri Penciptaan pasar biodisel di dalam negeri dapat dilakukan dengan mensubsitusi sebagian dari pemakaian. petroleum disel atau solar nasional selama ini. Untuk mengetahui peluang pangsa pasar yang dapat disubsitusi oleh biodisel kelapa sawit maka perlu diketahui keragaan proyeksi ekspor/impor BBM dan proyeksi produksi dan konsumsi BBM solar nasional. Dari data proyeksi dapat perkirakan jumlah atau pangsa pasar BBM solar yang dapat disubsitusi biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit. Keragaan ketersedian BBM yang berasal dari minyak bumi dapat diuraikan sebagai berikut : Proyeksi ekspor impor minyak bumi nasional Biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO merupakan salah satu sumber energi bahan bakar cair yang dapat mensubstitusi BBM solar. Diantaranya adalah adanya asumsi bahwa Indonesia memiliki energi minyak bumi yang melimpah dan harganya yang relatif murah karena disubsidi oleh pemerintah telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terjadinya ketidakseimbangan produksi dan konsumsi minyak mentah maupun minyak yang telah diolah menjadi membesarnya jumlah BBM yang harus dipenuhi dari impor dan membesarnya jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah. Model yang digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor minyak bumi dipilih adalah model dinamis, menggunakan kurva logistik atau kurva yang berbentuk S. Validasi model dinamis untuk memproyeksikan ekspor minyak bumi menghasilkan nilai R Sementara itu, validasi model proyeksi impor minyak bumi menghasilkan nilai R Data yang digunakan dalam proses validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia mulai tahun 1992 sampai dengan tahun Proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan metode model dinamis dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia sebagai berikut, Y t = t

151 131 Model Dinamis Ekspor BBM Ekspor BBM 500, , , , , tahun data model Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis Sementara itu, proyeksi impor minyak bumi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 45 berikut ini. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi impor minyak bumi Indonesia sebagi berikut, Y t = t Model Dinamis Impor BBM Impor BBM 250, , , , , tahun data model Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis Dengan menggunakan model dinamis, maka dapat dilakukan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia tahun Sementara itu pada Tabel 8 di bawah ini ditampilkan proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia tahun

152 Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia Tahun Proyeksi Ekspor Proyeksi Impor Proporsi Ekspor No. Proyeksi (Ribu Barrel) (Ribu Barrel) dengan Impor , ,60 113,34% , ,60 105,33% , ,60 98,00% , ,60 91,26% , ,60 85,05% , ,60 79,30% , ,60 73,97% , ,60 69,01% , ,60 64,38% , ,60 60,06% , ,60 56,01% , ,60 52,21% , ,60 48,63% , ,60 45,26% , ,60 42,08% , ,60 39,07% , ,60 36,22% , ,60 33,52% , ,60 30,96% , ,60 28,52% , ,60 26,20% , ,60 23,99% , ,60 21,87% , ,60 19,86% , ,60 17,93% , ,60 16,08% Sumber : Hasil Analisis, Tabel tersebut menunjukkan bahwa peranan ekspor minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Jika tidak ada penambahan investasi dan penemuan sumur-sumur minyak baru, maka impor minyak bumi Indonesia semakin besar. Dengan demikian, jumlah impor minyak bumi mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga menghabiskan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia. Proyeksi ekspor dan impor minyak Indonesia dapat dilihat pada Gambar 42. Untuk mengurangi besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor minyak bumi, perlu diupayakan untuk terus mencari sumber-sumber energi alternatif terbaharukan salah satunya adalah biodisel dari CPO.

153 133 Jumlah (Ribu Barrel) Tahun Proyeksi Ekspor Proyeksi Impor Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar nasional Keragaan proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dimodelkan dengan model dinamis. Model proyeksi produksi BBM solar menunjukkan bahwa model dinamis paling sesuai digunakan untuk memproyeksikan produksi BBM solar Indonesia. Model dinamis juga paling sesuai digunakan untuk memproyeksikan konsumsi BBM solar Indonesia. Model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar mampu menjelaskan 94,90% dari pola data produksi BBM solar Indonesia periode tahun 1992 sampai dengan tahun Sementara itu, model dinamis untuk proyeksi penggunaan BBM solar mampu menjelaskan 74,08% dari pola data penggunaan BBM solar Indonesia pada periode yang sama. Validasi model proyeksi produksi BBM solar dengan menggunakan model dinamis menghasilkan nilai R 2 sebesar Sementara itu, validasi model dinamis konsumsi BBM solar dengan menggunakan model dinamis menghasilkan nilai R 2 sebesar Data yang digunakan dalam proses validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak solar Indonesia mulai tahun 1992 sampai dengan tahun Data realisasi dan proyeksi produksi BBM solar dapat dilihat pada Gambar 47. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi produksi BBM solar Indonesia sebagai berikut, Y t = t

154 134 Model Dinamis Produksi Solar Produksi solar 20,000 15,000 10,000 5,000 data model tahun Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis Sementara itu, data dan proyeksi pemakaian BBM solar Indonesia dapat dilihat pada Gambar 48. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia Yt = t. Model Dinamis Konsumsi Solar konsumsi solar 25, , , , , tahun data model Gambar 58. Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis Dengan menggunakan model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar dan konsumsi BBM solar, maka dapat dilakukan proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia tahun Gambar 49 menunjukkan bahwa produksi BBM solar Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan BBM solar sehingga sebagian masih harus tetap diimpor.

155 135 Jumlah (Juta liter) Tahun Proyekjsi Produksi Solar Proyeksi Konsumsi Solar Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia tahun Sementara itu Tabel 9 di bawah ini menampilkan proyeksi proporsi produksi dengan konsumsi BBM solar Indonesia tahun Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia No. Tahun Proyeksi Proyeksi Produksi BBM Solar (Juta liter) Kebutuhan BBM Solar Nasional (Juta liter) Proporsi produksi terhadap konsumsi , ,79 68,29% , ,94 68,02% , ,08 67,77% , ,23 67,53% , ,38 67,30% , ,53 67,09% , ,68 66,88% , ,83 66,69% , ,98 66,51% , ,13 66,34% , ,28 66,17% , ,43 66,01% , ,57 65,86% , ,72 65,72% , ,87 65,58% , ,02 65,45% , ,17 65,32% , ,32 65,20% , ,47 65,08% , ,62 64,97%

156 136 Tabel 19 Lanjutan , ,77 64,86% , ,92 64,76% , ,06 64,66% , ,21 64,56% , ,36 64,47% , ,51 64,38% Sumber : Hasil Analisis, Jumlah pemakaian BBM solar selalu lebih besar dibandingkan dengan produksinya seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Dengan demikian, jumlah impor BBM solar mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga menghabiskan cadangan devisa yang kita miliki. Hasil analisa proyeksi impor dan ekspor minyak bumi Indonesia menunjukkan, bahwa Indonesia mulai tahun 2005 sudah merupakan Net importer country dimana jumlah minyak bumi yang diimpor lebih besar dari jumlah minyak bumi yang diekspor. Penggunaan BBM solar juga lebih besar dari produksinya sehingga sebagian besar kekurangannya harus diimpor yang berarti pengeluaran devisa negara. Untuk mengurangi besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor minyak bumi, perlu diupayakan untuk terus mencari sumber-sumber energi alternatif terbaharukan salah satunya adalah biodisel. Biodisel dari CPO lebih diarahkan sebagai alternatif pengganti dari sebagian penggunaan BBM solar pada sektor transportasi. Hal ini diasumsikan sesuai karena pola permintaan solar sebagai bahan bakar cair diperkirakan dapat dipenuhi dengan jaminan ketersediaan minyak sawit nasional. Penggunaan BBM yang berasal dari minyak bumi atau fosil juga telah menyebabkan pencemaran udara yang cukup besar terutama di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan lain-lain. Mencermati masalah akan semakin langkanya ketersediaan BBM fosil dan masalah lingkungan maka energi alternatif biodisel dapat diposisikan sebagai pengganti dari sebagian bahan bakar BBM solar yaitu 5 10% dalam 15 tahun kedepan. Berdasarkan skenario ini maka dunia usaha di dalam negeri akan tertarik untuk melakukan investasi pada biodisel.

157 Pasar Luar Negeri (Pasar Ekspor) Potensi pasar luar negeri dapat dikaitkan dengan Perjanjian Kyoto yang telah diratifikasi pada bulan Pebruari 2005 yang lalu berupa carbon trade. Negara yang menghasilkan emisi carbon yang lebih sedikit dapat melakukan transaksi dengan negara yang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dari yang dipersyaratkan sehingga secara agregat dapat menurunkan dampak iklim global yang ditimbulkan. (Murdiyarso, 2003). Biodisel merupakan salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan memberi andil dalam pengurangan dampak emisi gas buangnya atau memberikan pengaruh perubahan iklim global yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan BBM solar. Dengan demikian investasi pada industri biodisel mempunyai peluang yang cukup besar untuk dibiayai oleh proyek luar negeri yang tergabung dalam mekanisme pembangunan bersih, terutama negara-negara maju seperti Amerika, Uni Eropa, dan Jepang Submodel Analisis Finansial Submodel Kelayakan Investasi Industri Biodisel Pembangunan pabrik pengolahan biodisel dilakukan mulai tahun 2003 dengan kapasitas ton biodisel per tahun. Rencana produksi awal dirancang hanya 90% kapasitas tersebut dan meningkat menjadi 100% pada tahun kedua sampai tahun terakhir umur pabrik. Umur pabrik didesain sampai dengan 15 tahun sehingga masa ekonomis mulai tahun Perhitungan biaya investasi, eksploitasi dan penjualan dilakukan dengan menggunakan mata uang Dolar AS. Dasar perhitungan biaya investasi pabrik diperoleh dari simulasi perhitungan scaling up desain proses yang dirancang untuk pengolahan biodisel. Ringkasan hasil perhitungan investasi pabrik biodisel dengan kapasitas ton per tahun disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 tampak bahwa kebutuhan dana investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan biodisel dan sarana-sarana penunjangnya Dolar AS. Jika ditambah dengan dana pra operasional 6 bulan menjadi Dolar AS.

158 138 Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan biodisel kapasitas ton per tahun (dalam Dolar AS) No. Uraian Harga ($ AS/unit) Jumlah (Unit) Total Biaya ($ AS) A. MESIN PENGOLAHAN 1. Penerimaan Bahan Jembatan timbang Tangki CPO Tangki bahan bakar Tangki metanol Pre Treatment Pompa minyak Pompa metanol Kolom ekstraksi Mixer metanol Reaktor esterifikasi Kolom desicant Pompa metanol recovery Transesterifikasai KOH dosing pump Reaktor transester Motor pengaduk Tangki Pengendapan Reaktor transester Mater mixer tank Tangki pengendapan Soap residu tank Metanol pump KOH mixing tank Separasi Pompa asam fosfat Tangki netralisasi Motor penggerak Kolom penukar ion Filter garam Tangki pengendapan Crude ester pump Evaporator Kolom destilasi Tangki gliserol Cooling tower Cooling fan Purifikasi Pompa air Kolom pencucian

159 139 Tabel 10 Lanjutan 5.3. Tangki pengendapan Kolom pengering Tangki penampung air Tangki penampung ester Produk Akhir Tangki produk metil ester Tangki gliserol Bak penampung garam Utilitas Boiler Water treatment Disel dan alternator Thermopack Panel utama Air compressor Steam piping line Water piping line Oil piping line Electricity line Penerangan Menara air boiller Water Treatment Instalasi pengolah air limbah (IPAL) Soap residu treatment Incenerator Vapor absorber Laboratory Equipment Safety Instrument Transportasi Forklif Dump truck Other vessel Maintenance Mesin perawatan mekanik Mesin perawatan listrik Perawatan kendaraan Laboratorium elektronik Jumlah Investasi Mesin Pengolahan Jumlah Total (Rp Milyar)

160 Tabel 10 Lanjutan B. INFRASTRUKTUR PABRIK Lahan (m 2 ) Areal sediaan Pabrik Perkantoran Utilitas Pengolahan limbah Areal penyangga Jalan Bangunan (m 2 ) Pabrik Bengkel Laboratorium Gudang Perkantoran Pos pengamanan Fasum dan Fasos Lingkungan (m 2 ) Jalan Taman Pagar Rumah pompa Gardu listrik Jumlah Investasi Infrastruktur TOTAL INVESTASI (US $) TOTAL INVESTASI (Rp Milyar) Sumber : Hasil Analisis, 2004 Sub-Submodel Biaya Modal Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber. Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan biaya modal rata-rata dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan. Biaya modal rata-rata biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu usul investasi yaitu dengan membandingkan rate of return dari suatu usul investasi dengan biaya modal rata-ratanya. Dari hasil analisis dengan menggunakan ratio modal sendiri dengan hutang adalah 60:40, dimana tingkat suku bunga yang digunakan adalah 12% dan keuntungan yang diharapkan dari pemilik modal sebesar 15%. Biaya modal rata-rata selama proyek berlangsung

161 141 umumnya berkisar antara 9,4% sampai dengan 15% seperti terlihat pada Gambar 50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD Biaya Modal (%) Tahun Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata Sub-Submodel Biaya Produksi Biodisel Rencana produksi pabrik pengolahan biodisel dirancang sebesar ton per tahun dan digunakan untuk tahun pertama hanya 90% dari kapasitas tersebut. Selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun kelimabelas digunakan maksimal sebesar 100%. Di samping itu, pabrik pengolahan biodisel juga menghasilkan produk sampingan atau by product berupa gliserin. Rencana produksi biodisel dan kebutuhan bahan baku serta bahan penolongnya selama 15 tahun masa ekonomis pabrik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Komponen biaya pokok produksi pengolahan biodisel terdiri dari: 1) biaya manajemen/umum (gaji pegawai); 2) biaya produksi biodisel; 3) biaya bunga bank; 4) biaya asuransi; 5) biaya pemeliharaan dan; 6) biaya penyusutan. Perhitungan biaya manajemen (gaji pegawai) dihitung atas dasar jumlah pegawai yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

162 142 Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing sebesar 2% dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang pada saat investasi diperkirakan mencapai 12%. Perhitungan biaya penyusutan aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus (straight line method) sesuai dengan masa manfaatnya (umur ekonomis). Hasil perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi dalam bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel NO. U R A I A N RATA-RATA I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23% II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93% 1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78% 4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00% 6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23% III BIAYA PEMASARAN 12,03% IV BIAYA BUNGA BANK 0,84% V ASURANSI 0,74% VI PEMELIHARAAN 0,74% VII PENYUSUTAN 5,49% JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa komponen biaya produksi biodisel menempati porsi yang paling besar yaitu 79,93 %, dengan komponen biaya bahan baku utama (CPO) mencapai 60,07% (dengan asumsi harga CPO 360 US$/ton). Jika diasumsikan pabrik biodisel mengambil margin keuntungan 15% dari total biaya, maka harga yang akan ditanggung oleh konsumen per liternya mencapai Rp

163 ,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD Rp/Liter Tahun Biaya Produksi per Liter Harga Biodiesel per Liter Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel Sub-Submodel Penjualan Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario model, maka proyeksi penjualan produk tahun dapat dilihat pada Lampiran CD 2 dan Tabel 12. Sub-Submodel Rugi Laba Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar 52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.

164 144 Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel Tahun Produksi (Ton) Penjualan (Dolar AS) Biodisel Gliserin Biodisel Gliserin Total Sumber : Hasil Analisis, Nilai (Dolar AS) 80,000,000 70,000,000 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000, Tahun Penjualan Biaya Usaha Laba Setelah Pajak Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas ton per tahun.

165 145 Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam Dolar AS) No. Uraian Jumlah I HASIL PENJUALAN : ,69 1. Penjualan Biodisel ,33 2. Penjualan Gliserin ,35 II BIAYA USAHA : ,08 1. Biaya Produksi Biodisel ,69 2. Biaya Pemasaran ,97 3. Biaya Bunga Bank ,49 4. Biaya Asuransi ,37 5. Biaya Pemeliharaan ,37 6. Biaya Penyusutan ,18 7. Biaya Gaji ,00 III LABA SEBELUM PAJAK ,61 IV PPH PASAL ,67 V LABA SETELAH PAJAK ,94 Sumber : Hasil Analisis, Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik biodisel dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Harga jual biodisel yang digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai campuran bahan bakar solar pada transportasi publik. Sub-Submodel Aliran Kas Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

166 146 CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam keadaan saldo positif. Nil ai (D ola r AS ) 160,000, ,000, ,000, ,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000, Tahun Penerimaan Dana Pengeluaran dana Saldo Kas Awal Saldo Kas Akhir Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas ton per tahun. Sub-Sub model Neraca Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku suatu aktiva tetap yaitu nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Sub-Submodel Kelayakan Investasi Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai tahun Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas ton per tahun dengan bahan baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek

167 147 yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan Pay Back Period. Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR (Internal Rate of Return), NPV (Net Present Value) dana untuk mengetahui Pay Back Period dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih dilakukan dengan ketentuan bahwa 40% dana investasi diperoleh dari lembaga perbankan dengan tingkat bunga 12%. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut. Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih pabrik biodisel kapasitas ton per tahun No. Uraian Nilai 1 IRR (%) 25,95% 2 NPV, pada tingkat bunga 12% (Dolar AS) 3 Pay Back Period (Tahun) 4 Saldo Kas Akhir (Kumulatif) Tahun 2019 (Dolar AS) Sumber : Hasil Analisis, , ,90 Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan. Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar AS/ton masih

168 148 membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar AS/ton (sekitar Rp /kg) membuat industri biodisel menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar AS/ton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di bawah 425 Dolar AS/ton (sekitar Rp per liter) membuat industri biodisel menjadi tidak layak. Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas ton per tahun pada berbagai harga CPO No. Harga CPO IRR (%) NPV (Dolar AS) Harga BDS (Dolar AS/ton) Harga BDS (Rp/liter) Dolar AS/ton 74, ,31 586, , Dolar AS/ton 47, ,26 649, , Dolar AS/ton 29, ,20 711, , Dolar AS/ton 14, ,15 773, , Dolar AS/ton 8, ,87 805, ,78 Sumber : Hasil Analisis, Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel No. Analisis Sensitivitas IRR(%) NPV (Dolar AS) 1 Kondisi Awal : 700 Dolar AS/ton 25, ,99 2 Harga Biodisel 650 Dolar AS/ton 3 Harga Biodisel 600 Dolar AS/ton Sumber : Hasil Analisis, ,37 4, , ,84 Multiplier Effect Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan (tahun 2003), luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan

169 149 menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta petani. Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan, pupuk organik (dari TBS/Tandan Buah Segar) dan pupuk anorganik, alat dan mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri Submodel Lingkungan Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO 2 yang dilepaskan dari mesin yang berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO 2 yang menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi senyawa karbon non CO2/CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih efisien. Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari 15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar ppm. Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM (Solid Particulate Matter s) pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil. Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban lingkungan (Environmental Burden) atau EB yang lebih kecil dibandingkan

170 150 dengan penggunaan bahan bakar solar. Perhitungan indeks EB dilakukan terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks fotokimia dan indeks pemanasan global. Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB. Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI mengenai Safety, Health and Environmental Performance pada tahun Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran solar dan biodisel (PPKS, 2000) dengan berbagai tingkat perbandingan tertera pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran disel dan biodisel. No Tolak Ukur Satuan Disel Minyak Bumi Ester Murni Beberapa Komposisi Biodisel Disel-Ester Disel-Ester Disel-Ester 75 :25 70 : : 35 1 Efisiensi Thermal ,125-2 Efisiensi Volumetrik Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) ppm Emisi Karbon monooksida (beban maksimum) Emisi Karbon Dioksida ppm % Volume Emisi Nox ppm 10, , Partikulat gram/km Dugaan emisi SOx 8 (maksimum) % berat Nilai Kalor kj/kg 40, ,

171 151 Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan No Tolak Ukur Satuan BAHAN BAKAR DISEL 1 Dugaan Total Gas Buang 2 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) 3 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum) 4 Emisi Karbon Dioksida 5 Emisi Nox 6 Partikulat Estimasi Substansi Tunggal Ton 96,083 Ton Ton Ton Ton Ton 7 Dugaan emisi SOx Ton (maksimum) Indeks EB BAHAN BAKAR BIODISEL 30 : ,8 3 4, , , , , Dugaan Nilai Beban Lingkungan (EB Value) EB Value Asiditas EB Value Eb Value EB Value Panas Global Penipisan 03 Fotokimia , , ,260, , , ,322, , Dugaan Total Gas Buang Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) Emisi Karbon monooksida (beban maksimum) Emisi Karbon Dioksida Emisi Nox Partikulat Dugaan emisi SOx (maksimum) Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton 97, , , , , , , , ,075, ,134, , Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI (diolah) adalah: emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas

172 , indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia 1, Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah indeks EB asiditas , indeks EB pemanasan global 1,134, dan indeks EB fotokimia 1, Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran secara histogram tertera pada gambar 50 Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi Sisa Gas Pembakaran Biodisel dan Disel Minyak Bumi Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.

173 V. ANALISIS KEBIJAKAN Implikasi kebijakan merupakan pernyataan dari pemerintah yang diperlukan dalam mewujudkan suatu keadaan atau kondisi yang memungkinkan diterapkannya strategi dan program pengembangan investasi pada industri biodisel kelapa sawit dengan baik. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan investasi biodisel sebagai berikut: 5.1. Sumber Daya Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti 5 10 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang. Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya, ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 5 10 % produk BBM solar adalah cukup, yaitu membutuhkan ha lahan atau 1,5-3 juta ton CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan mencapai hampir 22 juta ton. Untuk mendukung berkembangnya industri biodisel nasional maka pemerintah perlu memfasilitasi kesinambungan penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3% maka lahan yang tersedia saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel Teknis Produksi Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya. Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti genset. Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun,

174 154 maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada proses pengolahan biodisel dengan kapasitas ton/tahun. Dari hasil scaling up tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai berikut : 1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini. 2. Acuan sementara spesifikasi produk biodisel memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Forum Biodisel Indonesia dan perusahaan otomotif yang akan menggunakan biodisel. 3. Disain alat pengolahan dirancang agar dapat digunakan oleh berbagai jenis bahan bakar (multifeedstock). 4. Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku karena sifat minyak sawit yang mudah rusak. 5. Pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk mengembangkan teknologi pengolahan yang efisien dan murah sehingga dapat bersaing dengan teknologi yang dihasilkan oleh negara-negara maju Pasar Berdasarkan validasi sub model Pasar, laju produksi BBM solar lebih rendah dari pada laju konsumsinya. Demikian juga laju ekspor minyak mentah fosil lebih rendah daripada laju impor, sehingga untuk menjamin penyediaan bahan bakar minyak perlu dipertimbangkan sumber enerji cair lainnya terutama yang dapat terbarukan. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah perlu menerapkan program diversifikasi enerji terutama enerji cair dan dapat terbarukan (renewable energy) diantara lain adalah biodisel kelapa sawit. Program diversivikasi enerji harus dimasukan dalam UU enerji. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap misalnya jangka menengah 5 tahun, biodisel diproyeksikan untuk mensubstitusi 2-5% dari BBM solar sedang dalam jangka 10 tahun diproyeksikan mensubsitusi

175 155 lebih dari 5-10% BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Fasilitasi pangsa pasar (create market) dalam negeri misalnya dengan mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi dengan penggunaan biodisel dan solar. 2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman. 3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi pengguna biodisel Finansial Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik kelapa sawit dengan kapasitas ton/tahun mencapai juta USD. Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23% dari biaya produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen mencapai Rp 5603/liter dengan asumsi marjin keuntungan 15%, sedangkan biaya BBM solar dalam negeri Rp 2400/liter untuk angkutan umum dan Rp 5400/liter untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai lebih dari 60 USD/barel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor. Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi. Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk

176 156 mendukung berkembangnya investasi biodisel nasional perlu diberikan kemudahan perijinan pendirian pabrik, keringanan bea masuk barang modal, insentif pajak dan suku bunga investasi yang rendah Lingkungan Validasi sub model lingkungan menunjukkan bahwa emisi gas buang biodisel dan disel menunjukkan perbedaan yang besar baik ditinjau dari jumlah polutan yang diakibatkan maupun dari beban lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan biodisel memberikan jumlah polutan dan beban lingkungan yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan disel. Untuk mendukung keamanan lingkungan perlu diterapkan kebijakan sebagai berikut : 1. Untuk mendukung program pembangunan yang berkelanjutan maka perlu diterapkan batasan emisi sisa gas buang kendaraan 2. Perlu dipertimbangkan penggunaan biodisel diwilayah yang sensitif dengan pencemaran lainnya seperti wilayah perairan dan pertambangan. 3. Keringanan pajak bagi pengguna biodisel juga dapat dipertimbangkan untuk mengurangi pencemaran udara.

177 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Industri biodisel kelapa sawit relatif baru di Indonesia dan belum banyak dikembangkan secara komersial dan belum tersosialisasikan kepada masyarakat luas di Indonesia. Dalam rangka menilai kelayakan investasi industri biodisel kelapa sawit maka disusun rancang bangun SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit. Rancang bangun direpresentasikan melalui program komputer dengan bantuan software I Think versi 6.0. Secara garis besar rancang bangun dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rancang bangun SPK menggunakan model sistem dinamis dapat digunakan secara cepat oleh pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada industri BDS. Simulasi variabel yang diinginkan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna. 2. Rancang bangun SPK yang merupakan agregasi dari sub model yang dikaitkan berdasarkan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun menggunakan model sistem dinamis 3. Model ini terdiri dari 5 sub model yang saling berkaitan yaitu: 1) sub model sumber daya; 2) sub model teknis produksi; 3) sub model pasar; 4) sub model analisis finansial dan; 5) sub model lingkungan. Setiap sub model berpengaruh kepada kelayakan investasi. 4. Keterkaitan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi ini adalah: sub model sumber daya berpengaruh pada sub model teknis produksi berupa jaminan penyediaan bahan baku bagi industri. Sub model pasar berpengaruh pada sub model analisis finansial dan sub model teknis produksi. Potensi pasar termasuk harga pasar yang cukup baik akan menyebabkan perhitungan kelayakan finansial akan semakin baik. Permintaan pasar juga akan menentukan spesifikasi produk tertentu yang harus diproduksi oleh produsen. Sub model lingkungan mendukung sub model pasar dan sub model sumber daya. 5. Hasil validasi pada sub model sumber daya CPO sebagai bahan baku biodisel, jika digunakan untuk mensubsitusi BBM solar antara 5-10 persen masih dapat

178 158 dipenuhi dari potensi luas lahan kelapa sawit yang telah direncanakan oleh pemerintah (Departemen Pertanian) asalkan laju pertumbuhan kenaikan ekspor CPO mentah harus dikurangi atau dengan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit menjadi 9 juta hektar. 6. Hasil validasi pada sub model teknis produksi menunjukkan ketersediaan teknologi relatif mudah dan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna. 7. Hasil validasi pada sub model kelayakan finansial diperoleh biaya investasi pabrik biodisel berkapasitas ton/tahun adalah juta USD. Komponen biaya bahan baku adalah sebesar 79,3 persen dari total biaya produksi (dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton). Harga pokok produksi Rp 4874/liter dan jika margin keuntungan 15 persen maka harga ditingkat konsumen Rp Hasil validasi sub model pasar dapat dilakukan dengan memfasilitasi pasar DN dan LN. Pasar DN dikaitkan dengan mensubsitusi sebagian atau 5-10 persen BBM solar dengan biodisel. Pasar LN dapat dikaitkan dengan program carbon trade yang telah diratifikasi melalui Protocol Kyoto mengingat biodisel bersifat ramah lingkungan. 9. Hasil validasi sub model lingkungan menunjukkan emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh biodisel lebih kecil dibandingkan dengan emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh disel. 10. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk investasi diperoleh berdasarkan hasil analisis dari setiap sub model. Keterkaitan sub model tersebut dapat digambarkan pada Influence Diagram yang digambarkan dalam program I think. 11. Rancang bangun SPK investasi biodisel pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis yang dihasilkan dapat memperkuat atau menkonfirmasi permodelan sistem dinamis, yaitu sistem yang dapat didesain untuk memecahkan masalah manajemen yang kompleks dan berubah menurut waktu secara cepat dibandingkan dengan model program komputer lainnya.

179 Saran Mencermati kondisi perekonomian nasional serta ketergantungan masyarakat terhadap BBM dan hasil penilaian terhadap kelayakan investasi maka perlu diadakan percepatan realisasi pengembangan investasi energi baru dan terbarukan diantaranya biodisel kelapa sawit. Untuk menunjang percepatan realisasi pengembangan investasi tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran kepada para pihak terkait sebagai berikut: 1. Sehubungan dengan besarnya biaya investasi biodisel yaitu mencapai 17,6 juta USD (kapasitas 100 ribu ton/tahun), disarankan agar sumber dana untuk investasi BDS di dalam negeri dapat diupayakan dari sebagian dana subsidi BBM. Sumber dana investasi dari luar negeri disarankan agar diupayakan oleh pemerintah melalui kerjasama dengan negara maju yang berkewajiban mengurangi emisi globalnya dalam skim Carbon Trade. 2. Pemerintah dan para pemangku kepentingan disarankan untuk segera mensosialisasikan pengenalan dan penggunaan produk biodisel kepada masyarakat. 3. Rancang bangun SPK yang dihasilkan disarankan untuk diaplikasikan pada penilaian kelayakan investasi pada biodisel yang menggunakan bahan baku lainnya yang ada di Indonesia seperti minyak jarak, minyak goreng bekas, RBD-PO dan RBD-olein. 4. Strategi pengembangan investasi disarankan untuk dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu: 1) jangka pendek 1 tahun melalui fasilitas terbitnya UU/PP tentang penggunaan enerji terbarukan (renewable) terutama biodisel untuk transportasi; 2) jangka menengah 5 tahun, subsidi 2-5% BBM solar dengan BDS dan; 3) jangka panjang >5-10 tahun, subsidi BBM solar 6-10%.

180 L A M P I R A N

181 167 Lampiran 1. Perbandingan standar biodiesel di beberapa negara Austria (1) Republik Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA Standar /Spesifikasi ON C1191 CSN Journal Officiel DIN V UNI SS ASTM PS Tanggal Jul 97 Sep 98 Sep 97 Sep 97 Apr 97 Nov 96 Jul 99 Aplikasi FAME RME VOME FAME VOME VOME FAMAE Densitas 15 C g/cm Viscos. 40 C mm 2 /s Distillat.95% C - - <360 - < Flashpoint C >100 >110 >100 >110 >100 >100 >100 CFPP C ( F) summer max. 0 (32) -5 - max. 0 (32) CFPP C ( F) winter max. -15 (5) max. -20 (4) Pour point C - - <-10 - <0/ < Sulfur, % massa <0.02 < <0.01 <0.01 <0.001 <0.05 CCR 100%, % massa <0.05 < < < % dist. resid., % massa - - <0.3 - < Sulphated ash, % massa <0.02 < < <0.02 % massa (Oxid) Ash, % mass <0.01 < Water mg / kg - <500 <200 <300 <700 <300 <0.05% Total contam. mg / kg - <24 - <20 - <20 - Cu-Corros. 3h/50 C <No.3 Cetane No. >49 >48 >49 >49 - >48 >40 Neutral. No./ mg KOH/g <0.8 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.6 <0.8 Methanol, % mass < <0.1 <0.3 <0.2 <0.2 - Ester content, % mass - - > >98 >98 -

182 168 Lampiran 1. Lanjutan Austria Republik (1) Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA Monoglyceride, % mass - - <0.8 <0.8 <0.8 <0.8 - Diglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.2 <0.1 - Triglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.1 <0.1 - Free glycerol, % mass <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 <0.05 <0.02 <0.02 Total glycerol, % mass <0.24 <0.24 <0.25 < <0.24 Iodine No. <120 - <115 <115 - <125 - C18:3 and high. Unsat.acids < % mass Phosphor, mg / kg <20 <20 <10 <10 <10 <10 - Alkalinity mg/kg - <10 <5 <5 - <10 - RME: Rapeseed oil methyl ester FAME: Fatty acid methyl ester VOME: Vegetable oil methyl ester FAMAE: Fatty acid mono alkyl ester (1) based on the world's first BioDiesel standard, ÖNORM C 1190 (Feb 1991) * All standards information courtesy of BLT Wieselburg Austria. Sumber: (tanggal, 10 Februari 2004)

183 169 Lampiran 2. Produsen biodiesel di Eropa tahun 2000 Negara + Perusahaan Lokasi TE Capacity Market Segments and estd. Supply Produksi t/yr in t/yr Heating Berproduksi Cleochem Oil sejak Jerman Henkel Dusseldorf ? Connemenn/OMH Leer /93/95 Oelmuhle Hbg/Adm Bio-diesel VNR L.U.T. Hamburg Wittenberg Ochsenfurt Rudisleben Mainburg / /00 99/ Hallertauer/Agran Henningsleben a Grossfriesen ADIBAPV Vogtlander Jumlah Perancis Robbe/Diester Corrpiegne /96 Diester Sldobre Slnnova Rouen Boussens /95 Navaol/Icl (henkel, Diester) Ver dun Jumlah Italia Bakelite Solbiate Novaol + others Oleifici Italiari Distillerie Palma Focus Petroli Slsas + diverse Livorno Bari Neapel Ancona Milano Jumlah Belgia Slsas Feluy Oleofina Ertvelde Denmark Otter up ? Finlandia ? Norwegia ?

184 170 Lampiran 2. Lanjutan Negara + Perusahaan Lokasi TE Capacity Market Segments and estd. Supply Heating Berproduksi Produksi t/yr in t/yr Oil sejak Inggris United Oil Seeds/ Liverpool Cargill Hull? Austria RME Bruck STEEG + others Bruck Mureck /94 Spanyol Biocat Barcelona ? Swedia Ecobransle + Skive others Rep. Ceko Milo Oloumuc + Olmutz others /94 Hunggaria Bebolna 0 0 Used in vehicles: Total Capacity oleochem Biodiesel + Admixed Heating Oil Europe EU-15: in year 2000 Total Capacity = t/yr Total FAME in t/yr :

185 171 Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel No. Skenario Satuan Nilai 1 Tahun awal perencanaan 2005 Persentase Perkebunan Kelapa Sawit 2 Perkebunan Rakyat % Perkebunan Besar Swasta % Perkebunan negara % Luas Lahan maksimal yang tersedia Ha 8,000,000 5 Perkebunan Rakyat Ha 2,940,800 6 Perkebunan Besar Swasta Ha 4,148,800 7 Perkebunan negara Ha 910,400 8 Proyeksi Luas Perkebunan Rakyat (Model Dinamik) 11 5,96688x 10 e = 6 3,4x ( 1+ e 0,199749t Y 0,199749t ) 9 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Negara (Model Dinamik) x 10 e = ( 1+ e 0, t Y 0, t ) 10 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Swasta (Model Dinamik) x 10 e = 6 4 x ( 1+ e 0,207195t Y 0,207195t ) Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit 11 Perkebunan Rakyat Ton CPO/ha/Tahun Perkebunan Besar Swasta Ton CPO/ha/Tahun 3 13 Perkebunan Negara Ton CPO/ha/Tahun 3 14 Proyeksi Kebutuhan CPO untuk minyak goreng 15 Jumlah penduduk pada Tahun 2003 Jiwa 210,000, Laju pertumbuhan penduduk per tahun Persentase Konsumsi minyak goreng per kapita per tahun kg Kebutuhan minyak goreng dari minyak kelapa sawit (CPO) Persentase 83.8 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical 19 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical pada Tahun 2003 Ton 1,000, Laju permintaan CPO untuk industri oleochemical Persentase 5 21 Proyeksi Ekspor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = ,47t) 22 Proyeksi Impor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = 85401, t)

186 172 Lampiran 3. Lanjutan No. Skenario Satuan Nilai 23 Proyeksi Produksi Solar (Model dinamik ) (Y = 11331, ,072t) 24 Proyeksi Penggunaan Solar (Model dinamik ) (Y = 15072, ,149t) Biaya Emisi dan Subsidi 25 Biaya emisi penggunaan BBM Solar Dolar AS/Kiloliter 0 26 Besaran subsidi pemakaian BBM solar Rp/liter 960 Pemasaran Biodiesel 27 Substitusi BBM solar oleh biodiesel Persentase Harga Minyak Dunia 28 Harga minyak mentah rata-rata Dolar AS per barrel Kurs 29 Nilai tukar I Dolar AS terhadap Rupiah Rp 9,000 Harga Rata-Rata : 30 Biodiesel Dolar AS/ton Gliserin Dolar AS/ton Harga Faktor-Faktor Produksi 32 CPO Dolar AS/ton Metanol Dolar AS/ton KOH Dolar AS/ton H3PO4 Dolar AS/ton BBM Solar Dolar AS/kilo liter Air Dolar AS/ton Uap air Dolar AS/ton Listrik per MWh Biaya Pemasaran dan Distribusi Persentase dari Omzet Biaya Pemeliharaan Persentase dari nilai perolehan Biaya Asuransi Persentase dari nilai perolehan 2.0 Faktor Konversi 43 Berat Jenis Biodiesel g/ml Kebutuhan Metanol terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO Kebutuhan KOH terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO Kebutuhan Bahan Bakar terhadap Biodiesel Liter BB/ton biodiesel Kebutuhan uap air terhadap Biodiesel Jumlah kg/ton CPO 4, Kebutuhan listrik terhadap Biodiesel KWh/ton CPO Kebutuhan Air terhadap jumlah CPO Jumlah kg/ton CPO Rendemen 51 CPO ke minyak goreng Persentase 74

187 173 Lampiran 3. Lanjutan No. Skenario Satuan Nilai 52 CPO ke Biodiesel Persentase Distribusi CPO 53 Ekspor Persentase Dalam Negeri Persentase Debt to Equity Ratio (DER) 55 Hutang % Modal Sendiri % 60 Biaya Modal 57 Suku bunga bank % Biaya modal sendiri % Rasio Laba Ditahan dengan Deviden 59 Laba Ditahan % Deviden % 0 Kapasitas Produksi 61 Biodiesel Ton/tahun 100, Rendemen Gliserin (persentase dari produksi real biodiesel) % Tahun 1 Persen Kapasitas 90 Tahun 2 Persen Kapasitas 100 Tahun 3 Persen Kapasitas 100 Tahun 4 Persen Kapasitas 100 Tahun 5 Persen Kapasitas 100 Tahun 6 Persen Kapasitas 100 Tahun 7 Persen Kapasitas 100 Tahun 8 Persen Kapasitas 100 Tahun 9 Persen Kapasitas 100 Tahun 10 Persen Kapasitas 100 Tahun 11 Persen Kapasitas 100 Tahun 12 Persen Kapasitas 100 Tahun 13 Persen Kapasitas 100 Tahun 14 Persen Kapasitas 100 Tahun 15 Persen Kapasitas 100

188 Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas ton per tahun (USD) No. Uraian I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142, , , , , II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 46,720, ,196, ,196, ,196, ,196, Bahan Baku Utama 34,020, ,800, ,800, ,800, ,800, Metanol 4,273, ,033, ,033, ,033, ,033, KOH 3,276, ,640, ,640, ,640, ,640, Bahan Bakar 360, , , , , H3PO4 1, , , , , Air 2, , , , , Uap air 4,657, ,174, ,174, ,174, ,174, Listrik 129, , , , , III BIAYA PEMASARAN 6,765, ,574, ,574, ,574, ,574, IV BIAYA BUNGA BANK 1,976, ,694, ,411, ,129, , V BIAYA ASURANSI 356, , , , , VI BIAYA PEMELIHARAAN 356, , , , , VII PENYUSUTAN 2,937, ,937, ,937, ,937, ,954, JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 59,255, ,258, ,976, ,693, ,431, IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL MARGIN KEUNTUNGAN (15%) X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 5, , , , , XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5, , , , , SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI : I SUBSIDI EMISI II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 59,255, ,258, ,976, ,693, ,431, III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 5, , , , , VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5, , , , ,

189 Lampiran 4. Lanjutan No. Uraian I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142, , , , , II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196, ,196, ,196, ,196, ,196, Bahan Baku Utama 37,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Metanol 3,033, ,033, ,033, ,033, ,033, KOH 3,640, ,640, ,640, ,640, ,640, Bahan Bakar 400, , , , , H3PO4 1, , , , , Air 2, , , , , Uap air 5,174, ,174, ,174, ,174, ,174, Listrik 144, , , , , III BIAYA PEMASARAN 7,574, ,574, ,574, ,574, ,574, IV BIAYA BUNGA BANK 564, , V BIAYA ASURANSI 360, , , , , VI BIAYA PEMELIHARAAN 360, , , , , VII PENYUSUTAN 2,979, ,980, ,980, ,008, ,008, JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 62,178, ,898, ,616, ,649, ,649, IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL MARGIN KEUNTUNGAN (15%) X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4, , , , , XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5, , , , , SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI : I SUBSIDI EMISI II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 62,178, ,898, ,616, ,649, ,649, III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4, , , , , VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5, , , , ,

190 Lampiran 4. Lanjutan No. Uraian I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142, , , , , II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196, ,196, ,196, ,196, ,196, Bahan Baku Utama 37,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Metanol 3,033, ,033, ,033, ,033, ,033, KOH 3,640, ,640, ,640, ,640, ,640, Bahan Bakar 400, , , , , H3PO4 1, , , , , Air 2, , , , , Uap air 5,174, ,174, ,174, ,174, ,174, Listrik 144, , , , , III BIAYA PEMASARAN 7,574, ,574, ,574, ,574, ,574, IV BIAYA BUNGA BANK V BIAYA ASURANSI 662, , , , , VI BIAYA PEMELIHARAAN 662, , , , , VII PENYUSUTAN 4,363, ,363, ,365, ,381, ,381, JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 63,602, ,602, ,604, ,623, ,623, IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL MARGIN KEUNTUNGAN (15%) X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4, , , , , XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5, , , , , SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI : I SUBSIDI EMISI II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 63,602, ,602, ,604, ,623, ,623, III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4, , , , , VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5, , , , , Sumber: Hasil analisis,

191 177 Lampiran 4 Lanjutan. Ringkasan struktur biaya pengolahan biodisel kelapa sawit dengan kapasitas ton/tahun NO. U R A I A N RATA-RATA I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23% II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93% 1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78% 4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00% 6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23% III BIAYA PEMASARAN 12,03% IV BIAYA BUNGA BANK 0,84% V ASURANSI 0,74% VI PEMELIHARAAN 0,74% VII PENYUSUTAN 5,49% JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, 2004.

192 Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan 178

193 Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi 179

194 Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi 180

195 Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi 181

196

197

198

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Bacalah, dengan nama Tuhanmu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rekayasa Model SPK Model penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit bertujuan untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh dalam melakukan investasi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK Ronald

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENGADAAN MESIN CETAK OFFSET SEPARASI PADA PERCETAKAN PT PATENT PROCESS

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENGADAAN MESIN CETAK OFFSET SEPARASI PADA PERCETAKAN PT PATENT PROCESS ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENGADAAN MESIN CETAK OFFSET SEPARASI PADA PERCETAKAN PT PATENT PROCESS Gideon Hansen - 0600659515 ABSTRAK Penulisan skripsi ini membahas mengenai rencana pengadaan mesin cetak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang melimpah, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, iklim yang bersahabat, dan potensi lahan yang besar. Pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi kelayakan pendirian pabrik bioetanol kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, posisi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan serta sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budget Budget adalah ungkapan kuantitatif dari rencana yang ditujukan oleh manajemen selama periode tertentu dan membantu mengkoordinasikan apa yang dibutuhkan untuk diselesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS TOP-DOWN DALAM MENILAI HARGA WAJAR SAHAM PT ASTRA AGRO LESTARI TBK (AALI) PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER Abstrak

ANALISIS TOP-DOWN DALAM MENILAI HARGA WAJAR SAHAM PT ASTRA AGRO LESTARI TBK (AALI) PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER Abstrak ANALISIS TOP-DOWN DALAM MENILAI HARGA WAJAR SAHAM PT ASTRA AGRO LESTARI TBK (AALI) PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER 2007 Abstrak Harga saham di BEI ditentukan oleh pelaku pasar antara lain permintaan dan

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Capital budgeting, investment decision making, productivity. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords: Capital budgeting, investment decision making, productivity. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT The condition of old production machine caused productivity reduction to textile companies in Bandung for the last years. The risk of business shutting and severance of work relation in large

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power Plant

Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power Plant ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL INVESTASI PEMANFAATAN AIR LIMBAH SAMPLE TABLE PLTU CILACAP Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power

Lebih terperinci

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. Investment is not just about cold cash, BUT ALSO about imagination and innovation. Imagination to make better use of what we have already. Innovation

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi intermediasi atau memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: town house, pasar, teknis, NPV, BCR, IRR, PBP

ABSTRAK. Kata kunci: town house, pasar, teknis, NPV, BCR, IRR, PBP ABSTRAK Town house merupakan salah satu investasi yang diminati dengan membidik pasar wisatawan asing yang berkunjung ke Bali. Town house adalah kompleks perumahan dengan unit terbatas disertai fasilitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Dwi Susianto pada tahun 2012 dengan judul Travel AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PENGEMBANGAN USAHA PRODUK KARTON CV. CAHAYA UTAMA BOX KUDUS

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PENGEMBANGAN USAHA PRODUK KARTON CV. CAHAYA UTAMA BOX KUDUS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PENGEMBANGAN USAHA PRODUK KARTON CV. CAHAYA UTAMA BOX KUDUS Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata satu (S1) pada Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI Dalam pengambilan keputusan investasi, opportunity cost memegang peranan yang penting. Opportunity cost merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR OLEH : IRWAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK IRWAN EFENDI. Strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perubahan lingkungan internal dan eksternal menuntut perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif agar dapat bertahan dan berkembang. Disaat perusahaan

Lebih terperinci

MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI

MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI MODEL INVESTASI FUZZY UNTUK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA DIVERSIFIKASI INDUSTRI BERBASIS TEBU SRI MARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Karya Tama Bakti Mulia merupakan salah satu perusahaan dengan kompetensi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang sedang melakukan pengembangan bisnis dengan perencanaan pembangunan pabrik kelapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Bisnis 2.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris busy yang artinya sibuk, sedangkan business artinya kesibukan. Bisnis dalam

Lebih terperinci

PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA DI BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh: NUNUNG KUSNADI

PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA DI BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh: NUNUNG KUSNADI 1 PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA DI BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA Oleh: NUNUNG KUSNADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 2 ABSTRAK NUNUNG KUSNADI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat untuk perusahaan. Bagi seorang manajer keuangan, salah satu tugasnya adalah mengambil keputusan

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda Reka racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda GLEN WEMPI WAHYUDI 1, DWI PRASETYANTO 2, EMMA AKMALAH

Lebih terperinci

Pelatihan Singkat FINANCIAL MODELLING FOR NON FINANCE MANAGER. Workshop Financial Modelling 1

Pelatihan Singkat FINANCIAL MODELLING FOR NON FINANCE MANAGER. Workshop Financial Modelling 1 Pelatihan Singkat FINANCIAL MODELLING FOR NON FINANCE MANAGER Workshop Financial Modelling 1 LATAR BELAKANG Financial Model adalah alat yang digunakan untuk meramalkan kinerja bisnis, proyek, atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian model pengelolaan energi berbasis sumberdaya alam di pulau kecil difokuskan kepada energi listrik. Penelitian dilaksanakan di gugus pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A14105555 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI HANDYMAN MAKMUR WARUWU 110308034 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci