PEMBUATAN PROTOTIPE KOKAS PENGECORAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN PROTOTIPE KOKAS PENGECORAN"

Transkripsi

1 PEMBUATAN PROTOTIPE KOKAS PENGECORAN Oleh : Suganal, Wahid Supriatna, Giman Rustomo, Endang, Nana Sukarna, Paidi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BANDUNG 2008 Sari Kebutuhan kokas pengecoran di Indonesia secara keseluruhan cukup besar, sekitar ton per tahun. Untuk satu sentra industri kecil pengecoran di Ceper, berdasarkan hasil inventarisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Klaten Jawa Tengah sekitar tahun 2005, membutuhkan kurang lebih ton per tahun. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan kokas pengecoran dalam negeri yang berasal dari batubara Indonesia, sejak tahun 2004 telah dilakukan pembuatan kokas dengan sistem double process di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan. Berdasarkan hasil kegiatan TA 2006 dan 2007, telah cukup data untuk melanjutkan pembuatan prototipe kokas berkapasitas 300 ton per tahun. Pelaksanaan kegiatan pada tahun 2008 adalah Pembuatan prototype Kokas pengecoran, ditik beratkan pada penempatan peralatan, pengoperasian prototype kokas dan analisa bahan baku dan produk kokas secara umum. Hasil kegiatan menunjukan bahwa pengoperasi peralatan prototype pembuatan kokas mendekati optimal, namun masih perlu peningkatan unjuk kerja terutama pada rotary kiln dan pneumatic conveyor. Mutu kokas dalam bentuk silinder maupun prisma cukup baik sebagai kokas pengecoran. Hitungan ekonomi pada kapasitas ton per tahun cukup layak diusahakan secara komersil dengan kebutuhan modal Rp ,-, menghasilkan laba bersih Rp ,- per tahun, IRR 29,3 % per tahun dan pengembalian modal 4,3 tahun. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blue Print Pengelolaan Energi Nasional yang merupakan dukungan terhadap Perpres No.5 tahun 2006 mengamanatkan bahwa batubara akan menduduki porsi 33% dari bauran energi nasional. Penggunaan batubara sebagai sumber energi tersebut termasuk untuk kegiatan industri diantaranya industri logam. Kokas dapat dipandang sebagai sumber energi pada industri logam antara lain industri pengecoran dan pengolahan mineral logam menjadi logam. Penggunaan kokas pada industri logam tersebut merupakan bentuk penggunaan batubara sebagai sumber energi setelah mengalami konversi berupa proses karbonisasi. Pada tahun yang akan datang, sebagai amanat Undang Undang Mineral dan Batubara, pemanfaatan bahan tambang Indonesia seperti mineral logam diwajibkan mengalami proses nilai tambah terlebih dahulu. Proses peningkatan nilai tambah ini memerlukan kokas sehingga secara langsung konversi batubara menjadi kokas telah melaksanakan dua kegiatan 1

2 nilai tambah. Kegiatan tersebut adalah konversi batubara menjadi kokas dan penggunaan kokas untuk pengolahan mineral logam. Berkaitan dengan kebutuhan kokas untuk industri pengecoran, industri kecil pengecoran besi sering mengalami kesulitan pasokan kokas akibat terganggunya pemasokan kokas pengecoran impor. Selama ini kebutuhan kokas pengecoran dipenuhi dari RR China atau Taiwan. Kebutuhan kokas pengecoran di Indonesia secara keseluruhan cukup besar, sekitar ton per tahun. Untuk satu sentra industri kecil pengecoran di Ceper membutuhkan kurang lebih ton per tahun. Jumlah kebutuhan tersebut merupakan hasil inventarisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Klaten Jawa Tengah sekitar tahun Pada pada tahun 2006 telah dilakukan penelitian lanjutan oleh Pulitbang Teknologi Mineral dan Batubara dengan menggunakan bahan baku utama yang sama seperti kegiatan penelitian tahun sebelumnya yaitu batubara Tanjung yang berkadar abu 0,8 %. Hasil dari kegiatan tersebut berupa kokas pengecoran dalam bentuk kokas briket diujicobakan langsung pada operasi pengecoran besi di sentra pengecoran besi, Ceper, Jawa Tengah dan berhasil sangat baik sebagai kokas dasar maupun kokas muat. Berdasarkan hasil kegiatan TA 2006 dan 2007, telah cukup data untuk melanjutkan pembuatan prototipe kokas berkapasitas 300 ton per tahun. Dalam rangka pendirian prototype kokas pengecoran tersebut telah ditambah beberapa peralatan antara lain pneumatic conveyor, jaw crusher dan hammer mill. Prototype kokas pengecoran tersebut akan dapat menjadi model pembuatan kokas pengecoran dari batubara Indonesia meskipun bukan batubara jenis coking coal. Dalam hal sebagai model pembuatan kokas pengecoran, maka produksi kokas sebagai keluaran kegiatan ini harus memenuhi persyaratan minimal kokas pengecoran antara lain nilai kalor tinggi (> kkal/kg), abu rendah (< 12%), tumbler mencapai 65 % dan persyaratan lainnya Ruang Lingkup Penempatan tata letak peralatan secara ergonomis. Pengoperasian prototype kokas pengecoran menghasilkan kokas bentuk briket kokas tipe silinder dan/atau prisma. Pengujian karakterisrik kokas secara umum. 2

3 1.3. Tujuan Melaksanakan operasi pilot plant kokas secara kontinu sehingga minimal dapat digunakan sebagai percontohan pembuatan kokas untuk sentra industri metal (pengecoran dan/atau pembuatan besi) dan mematik tumbuhnya industri kokas di berbagai lokasi Sasaran Terwujud sarana dan kegiatan prototype kokas pengecoran dengan operasi kontinu minimal pada kapasitas 1 ton per hari. menerapkan prinsip 1.5. Lokasi Kegiatan Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara, Palimanan. Lokasi tepatnya di area Teknologi Pemanfaatan Batubara Sentra II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembuatan Kokas Kokas dibuat melalui proses karbonisasi batubara, yaitu proses destruktif batubara dengan cara pemanasan tanpa udara. Dalam skala molekul, urutan perubahan dari batubara menjadi kokas tidak diketahui dengan pasti sebab struktur molekul batubara begitu kompleks dan heterogen. Jika sejumlah batubara bituminous dipanaskan, batubara tersebut akan melunak. Untuk batubara kualitas prima, pelunakan terjadi sebelum panas mulai memutuskan struktur batubara menjadi gas-gas produk dekomposisi. Saat memuai, gas-gas menerobos melalui massa plastik batubara dan meninggalkan rongga-rongga. Selama tahap pemlastisan ini ikatan karbon alifatik atau ikatan karbon-oksigen antara sistem cincin aromatik, menjadi putus. Produk yang memiliki berat molekul rendah terlepas sebagai gas-gas seperti metana atau membentuk campuran senyawa kompleks yang kemudian terkondensasi sebagai tar. Sistem cincin aromatik yang besar dan memiliki berat molekul besar, yang tertinggal, menyatu kembali dan memadat membentuk kokas (7). Batubara jenis coking coal saat karbonisasi akan menggumpal membentuk butiran yang kuat dan padat, sedangkan batubara non coking tidak dapat membentuk padatan yang keras, cenderung rapuh dan remuk. Hal ini berkaitan dengan komposisi maseral yang terkandung dalam batubara tersebut. Dalam hal batubara non coking, karbonisasi batubara akan menghasilkan kokas yang rapuh meskipun spesifikasi kimia yang berupa nilai kalor dan karbon padat cukup tinggi. Upaya 3

4 memperbaiki sifat fisik dapat dilakukan dengan pembriketan yang dilanjutkan dengan tahap karbonisasi kembali dari briket kokas (3,5). Tahap rekarbonisasi pada hakekatnya merupakan tahap curing agar lapisan bahan pengikat briket berubah menjadi lapisan kokas. Dengan demikian ikatan partikel kokas dalam briket kokas semakin kuat. 2.2.Penggunaan Kokas Kegunaan kokas antara lain adalah sebagai bahan bakar dalam industri pengecoran dan industri pembuatan besi atau baja. Secara umum kegunaan kokas adalah (1) : sebagai sumber kalori, kokas bereaksi dengan oksigen dari tiupan udara menghasilkan panas untuk melelehkan besi dan slag, sebagai chemicals, kokas bereaksi dengan oksigen dan CO2 membentuk gas pereduksi untuk proses reduksi bahan baku besi, sebagai unggun yang kuat, porous dan media permeable agar sirkulasi dan distribusi gas pereduksi optimal. Kokas untuk industri pembuatan besi mempunyai spesifikasi kimia yang relatip sederhana. Spesifikasi kokas untuk operasi pembuatan besi dalam blast furnace antara lain : ukuran butir 45 mm - 60 mm, stability 58 (minimum), abu 9,8 % (max), Sulfur 0,82 % (max), zat terbang 1,5 % (max).(8,9). Dalam hal penggunaan kokas untuk pengecoran logam atau besi, besi dicairkan di dalam tanur yang disebut kupola. Kupola merupakan versi kecil tanur tinggi. Perbedaan utamanya adalah dalam kupola tidak terjadi proses peleburan bijih. Umpan kupola merupakan campuran kokas, pig iron, besi tua, dan kadang-kadang bahan paduan. Panas dari pembakaran kokas mencairkan umpan dan menghasilkan bermacam tingkatan cast iron (besi cor) (1). Banyak spesifikasi kokas pengecoran mirip dengan spesifikasi kokas untuk tanur tinggi, seperti kadar abu yang rendah, kadar sulfur yang rendah, kadar karbon padat yang tinggi dan kekuatan mekanik yang baik. Kokas pengecoran sebaiknya memiliki porositas yang lebih rendah dibanding kokas tanur tinggi. Porositas yang rendah akan mencegah terkonversinya gas C02 menjadi gas CO sewaktu melewati rongga kokas. Dalam cupola, karbon monoksida tidak diperlukan sebab tidak ada reaksi reduksi bijih besi. Disamping itu, kebutuhan terpenting dalam kupola adalah panas. Pembakaran karbon menjadi karbon dioksida 4

5 menghasilkan panas 3,5 kali lebih besar dibandingkan pembakaran karbon menjadi karbon monoksida (1). Pada tungku pengecoran, karbon dari kokas akan bereaksi dengan oksigen dari udara yang ditiupkan menggunakan blower. Reaksi tersebut akan menghasilkan panas dan digunakan untuk mencairkan besi tua (scrap), membentuk terak, memindahkan kotoran ke dalam terak dan mereduksi oksida-oksida. Diameter kokas yang optimal berkisar 10% -12,5% dari diameter tungku pengecoran (1). Cairan besi yang terbentuk dimasukan ke cetakan-cetakan untuk mendapatkan barang-barang sesuai keinginan. Produk pengecoran antara lain pompa air, sepatu rem, sangkar dinamo dll. Para pengrajin pengecoran besi umumnya menggunakan tungku tukik. Tungku jenis ini pada hakekatnya adalah tungku kupola yang paling sederhana. Koperasi Batur Jaya, Ceper, menggunakan kokas pengecoran dengan spesifikasi minimal adalah: kadar air 4 %, kadar abu 12 %, kadar Sulfur total 0,6 %, kadar zat terbang 2,5 % dan nilai kalor kkal/kg. III. PROGRAM KEGIATAN 3.1. Penempatan Tata Letak Peralatan Secara Ergonomis Kegiatan pembuatan kokas dari batubara Indonesia yang dilaksanakan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara telah berlangsung sejak tahun Pada saat itu kegiatan dimulai dari percobaan skala laboratorium menggunakan batubara dari tambang Ombilin. Sampai dengan tahun 1997 telah diperoleh kokas yang bermutu baik dan diujicoba di sentra pengecoran di Tegal. Percobaan pembuatan kokas sudah menggunakan mesin secara mekanis namun masih terpisah tiap mesin dan lokasi kegiatan juga belum menyatu dalam satu areal kegiatan. Hal ini mengingat karbonisasi batubara menghasilkan gas buang yang cukup besar jumlahnya sehingga untuk karbonisasi dilaksanakan di dekat tambang Ombilin dan juga pernah dilaksanakan di suatu daerah terpencil di Majalengka. Dengan berdirinya cikal bakal Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan maka beberapa peralatan unit proses disatukan menjadi lebih terpadu. Pada tahun anggaran 2007 telah dilaksanakan penambahan peralatan meliputi unit milling yang dilengkapi pneumatic conveyor sehingga serbuk kokas dapat dipindahkan dalam pipa tertutup yang tidak mengakibatkan sebaran debu kokas di area percobaan. Disamping itu ditambahkan pula unit karbonisasi batubara berupa rotary kiln. Penambahan rotary kiln dimaksudkan untuk memperoleh kokas dari batubara halus. 5

6 Adanya penambahan peralatan peralatan tersebut perlu ditempatkan atau diletakan dalam area hanggar kokas menjadi satu rangkaian yang memungkinkan operasi produksi secara kontinu dan ergonomis. Tujuan penempatan peralatan seperti ini agar langkah operasi pembuatan kokas menjadi singkat dalam hal waktu dan energi Pengoperasian Prototype Kokas Pengecoran Berdasarkan tata letak peralatan yang ergonomis tersebut selanjutnya dilakukan pembuatan kokas secara kontinu dengan variabel proses optimal. Kegiatan pembuatan kokas pada prototype kokas pengecoran tersebut diawali dengan proses karbonisasi sampai rekarbonisasi briket kokas Pengujian Karakterisrik Kokas Secara Umum. Sample sample kokas dari beberapa percobaan pembuatan kokas dilakukan analisa kimia dan fisik untuk memperoleh kualitas kimia dan fisika kokas tersebut. Hasil analisa dibandingkan dengan spesifikasi kokas pengecoran sebagai target percobaan. IV. METODOLOGI 4.1. Penempatan Tata Letak Peralatan Secara Ergonomis Peralatan peralatan yang digunakan pada pembuatan prototype kokas pengecoran meliputi rotary kiln, tunnel kiln, jaw crusher, hammer mill, mixer, mesin briket dan alat bantu seperti belt conveyor dan pneumatic conveyor. Peralatan tersebut disusun dengan cara menempatkan di areal hanggar yang tersedia dengan menerapkan system first in first out, artinya bahan yang dipindahkan selama proses berlangsung tidak mengalami penimbunan terlebih dahulu dan langsung dipindah seseuai urutan proses. Secara umum, lintasan perpindahan bahan membentuk aliran seperti angkare sehingga tidak terjadi pengulangan lintasan 4.2. Pengujian Karakteristik Kokas Melakukan analisa kimia dan fisika bahan baku dan produk kokas berupa proksimat, sulfur total, nilai kalor dan tumbler menggunakan metode ASTM Pengoperasian Prototype Kokas Pengecoran Peralatan 6

7 Peralatan yang digunakan pada pengoperasian prototype plant pembuatan kokas pengecoran meliputi rotary kiln, jaw crusher, hammer mill, mixer, mesin briket bentuk silinder dan bentuk prisma, tunnel kiln dan alat bantu terdiri belt conveyor dan pneumatic conveyor dan telah tersusun sesuai tata letak peralatan tercantum pada gambar Bahan yang digunakan Bahan bahan yang digunakan antara lain : a. Batubara, sebagai bahan baku utama pembuatan kokas, berasal dari Kalimantan Selatan yang diperoleh dari stock pile batubara pelabuhan Cirebon. b. Aspal, sebagai bahan imbuh yang merupakan bahan pengikat pembuatan briket kokas. c. Batubara serbuk dan kerosin, sebagai bahan bakar karbonisasi, rekarbonisasi briket kokas dan pemanasan aspal Prosedur percobaan Pengoperasian prototype kokas pengecoran dilakukan dengan urutan sebagai berikut : a. Karbonisasi batubara, bahan baku berupa batubara dikarbonisasi dalam rotary kiln atau tunnel kiln dengan sistim pemanasan tak langsung selama 4 jam pada suhu > 900 o C. Hasil karbonisasi berupa kokas bongkahan atau serpihan. b. Bongkahan kokas digerus menggunakan jaw crusher dan hammer mill untuk mendapatkan serbuk kokas 20 mesh. Serbuk kokas dipindahkan dan disimpan dalam hopper menggunakan pneumatic conveyor. c. Serbuk kokas dicampur dengan aspal cair dengan komposisi 12,5 % aspal cair dan 87,5 % serbuk kokas, operasi pencampuran dilakukan dalam double roll mixer dalam keadaan panas pada sekitar suhu 70 o C 80 o C dengan waktu tinggal pencampuran selama 15 menit. Hasil pencampuran disebut adonan briket. d. Adonan briket dicetak dengan mesin briket double roll untuk menghasilkan briket kokas bentuk prisma berukuran 5 cm atau menggunakan mesin briket berpiston untuk mendapatkan briket kokas bentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 10 cm. e. Briket kokas dimasukkan ke dalam tube tube yang tersusun di atas lori-lori dan ditutup menggunakan tutup metal yang berbentuk silinder. Lori lori ditempatkan pada tunnel kiln untuk dipanaskan pada suhu 900 o C selam 4 jam dengan bahan bakar kerosin. Setelah rekarbonisasi dianggap selesai, lori-lori dikeluarkan dari tunnel kiln dan dibiarkan mendingin secara alami dan selanjutnya briket kokas dibongkar dari 7

8 tube. Produk akhir ini disebut kokas dalam bentuk briket yang cocok untuk kokas pengecoran. V. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Penempatan Tata Letak Peralatan Secara Ergonomis Untuk mendapatkan aliran bahan yang efektip dan efisien dari dari waktu dan energi maka peralatan peralatan proses disusun dalam bentuk angkare dan jarak tiap alat dengan alat lainnya dimungkinkan terjadi kemudahan lalu lintas operator dan bahan yang diproses. Atas dasar tersebut, peralatan ditempatkan sesuai gambar 5.1. yang merupakan pandangan atas dari letak peralatan pada prototype pembuatan kokas. Dengan berdasar pada gambar 5.1., alur aliran bahan pada pembuatan kokas adalah : batubara dikarbonisasi pada rotary kiln atau tunnel kiln jaw crusher hammer mill mixer mesin briket tunnel kiln gudang produk. Aliran bahan berdasarkan tampak depan letak peralatan terlihat pada gambar 5.2. yang merupakan bagan alir proses pembuatan kokas Pengoperasian Prototype Kokas Pengecoran Karbonisasi Batubara Karbonisasi batubara dilakukan dalam dua percobaan yaitu menggunakan rotary kiln dan tunnel kiln. Penggunaan rotary kiln bertujuan mendapatkan kokas dari batubara dengan besar butir kurang dari 5 cm. Penggunaan tunnel kiln untuk batubara dengan butiran lebih besar dari 5 cm. a. Penggunaan rotary kiln Rotary kiln yang digunakan berbahan bakar serbuk batubara -30 mesh dengan sistem pembakar siklon. Penggunaan siklo burner batubara tersebut berkaitan dengan upaya substitusi BBM pada industri. Pada pembuatan kokas secara komersil nantinya juga akan diupayakan tidak lagi menggunakan BBM maka ujicoba penggunaan siklo burner pada karbonisasi sekarang merupakan realisasi sosialisasi substitusi pada industri kokas. Pada ujicoba karbonisasi batubara dalam rotary kiln telah diperoleh karakteristik operasi antara lain panas dari siklo burner, laju pengeluaran kokas dan bentuk kokas. Operasi siklo burner telah cukup sempurna dengan pembangkitan panas pada ruang bakar karbonisasi 8

9 mencapai > o C. Pada temperatur tersebut, diperkirakan karbonisasi pada rotary kiln dapat berlangsung sempurna. Secara visual, produk kokas yang diperoleh menunjukan cukup bermutu, terlihat dari warna kokas yang putih perak. b. Penggunaan tunnel kiln Operasi karbonisasi batubara menggunakan tunnel kiln dilakukan dengan menempatkan butiran batubara bongkah berukuran lebih besar dari 5 cm dalam drum bekas berkapasitas 25 liter. Drum drum berisi batubara selanjutnya ditempatkan pada lori lori. Lori lori tersebut dimasukan dalam tunnel kiln untuk dilakukan karbonisasi dengan cara memanaskan drum drum tersebut dalam tunnel kiln. Operasi karbonisasi batubara berlangsung selama 4 jam pada temperatur 900 o C. Untuk setiap interval waktu 4 jam, lori lori dikeluarkan dari tunnel kiln dan diganti dengan lori baru yang berisi batubara. Secara visual, produk kokas yang diperoleh menunjukan cukup bermutu, terlihat dari warna kokas yang putih perak dengan besar butiran ± 3 cm namun rapuh. Batubara Kalimantan dan Indonesia pada umumnya akan pecah atau remuk jika terkena panas, bahkan panas matahari sekalipun Pembriketan Kokas Penggerusan kokas bongkah menggunakan hammer mill baru menghasilkan fraksi serbuk kokas -20 mesh sebanyak 78 %. Target operasi adalah 95 %. Untuk mencapai target tersebut dapat ditempuh dua cara yaitu mengganti screen hammer mill yang lebih kecil bukaan screennya atau mengganti pulley motor hammer mill agar diperoleh putaran yang lebih tinggi. Untuk sementara akan diganti pulley motor hammer mill. Adonan briket segera dicetak dengan mesin briket. Pada operasi pembriketan digunakan dua jenis mesin briket yaitu bentuk silinder dan bentuk prisma. Butiran kokas dari penggerusan kokas bongkah terikat satu dengan lainnya oleh lapisan aspal Rekarbonisasi Briket Kokas Briket kokas bentuk silinder maupun prisma dikarbonisasi kembali (rekarbonisasi) untuk menghilangkan zat terbang pada aspal dan melaksanakan proses curing (mengeraskan briket kokas). Operasi berlangsung pada 900 o C selama 4 jam. Sistem operasi rekarbonisasi sama dengan karbonisasi batubara hanya briket kokas ditempatkan dalam tube tube tahan panas yang disusun pada lori lori. Selama pemanasan berlangsung akan terjadi proses karbonisasi dari lapisan aspal dan membentuk lapisan kokas yang mengikat butiran butiran kokas 9

10 sehingga tercipta gumpalan kokas yang kuat yang dapat memenuhi sifat fisik kokas pengecoran. Hasil pemotretan dengan mikroskop petrografi pada bahan baku (batubara) dan kokas hasil karbonisasi pada tunnel kiln serta kokas hasil rekarbonisasi berupa kokas pengecoran berbentuk briket kokas bentuk prisma terlihat bahwa tekstur kokas bongkah masih terdapat pori-pori berwarna hitam, sedangkan kokas pengecoran terlihat lebih massif dan rapat dan dapat disimpulkan bahwa butiran kokas telah terikat menyatu membentuk kokas yang lebih padat karena lapisan aspal telah berubah menjadi kokas Neraca massa Dalam suatu proses produksi selalu diawali dengan perhitungan neraca massa dan neraca energi berdasarkan kondisi proses optimal yang telah diperoleh dari suatu rangkaian percobaan pembentukan produk. Untuk pembuatan kokas dari batubara non coking Indonesia secara umum telah diperoleh kondisi proses antara lain : a. Karbonisasi batubara : temperatur karbonisasi > 900 o C selama 4 jam b. Pembriketan kokas : ukuran serbuk kokas 20 mesh, bahan pengikat aspal sebanyak 12,5 %, tekanan pembriketan 200 kg/cm 2 c. Rekarbonisasi : temperatur rekarbonisasi > 900 o C selama 4 jam. Pada penyusunan neraca massa dan neraca energi, kapasitas proses ditentukan sebesar kg per hari sesuai kapasitas peralatan terkecil yang digunakan. Perhitungan neraca massa dan neraca energi tercantum pada gambar Pengujian Karakterisrik Kokas Secara Umum Bahan baku batubara Kadar air, adb : 12,14 % Kadar abu, adb : 3,41 % Zat terbang, adb : 42,92 % Karbon padat, adb : 41,53 % Sulfur total, adb : 0,12 % Nilai kalor, adb : kkal/kg Berdasarkan hasil analisa, batubara Kalimantan Selatan sebagai umpan pembuatan kokas pengecoran masih cukup baik, terutama kadar abu hanya 3,41 %. Untuk mendapatkan kokas 10

11 Belt Konveyor 800cm 330cm 2330cm 2230 cm 275cm 150cm 1200 cm TUNNEL KILN 435cm 120cm 360cm 170cm ROTARY KILN Mesin Briket 180cm Peneumatic Conveyor 240cm Beltcoveyor 120cm Mixer 200cm Hopper 125cm Hammer Mill 370cm JAW CRUSHER 495cm Aspal Smelter 2230cm Gambar 5.1. Tata Letak Peralatan Prototype Kokas Pengecoran Gambar 5.2. Bagan Alir Proses Pembuatan Kokas 11

12 PENCAIR ASPAL Aspal curah, 137,5 kg Temperatur : 25 O C Q = 0 kkal Kokas serbuk - Ø > 20 mesh, 240 kg Q = 0 kkal Temp : 25 O C Aspal cair 137,5 kg Q = kkal Temp : 75 O C Zat terbang Aspal, 100 kg Temp : 600 O C Q = kkal KARBONISASI PENGGERUSAN PENCAMPURAN PEMBRIKETAN KARBONISASI ULANG/REKAR BONISASI Batubara 2400 kg Q =0 kkal Temp : 25 O C Kokas kasar Ø : 3-25 mm kg Q = 0 kkal Temp : 25 O C Kokas serbuk - Ø < 20 mesh 962,5 kg Q = 0 kkal Temp : 25 O C Adonan Briket kg Q = kkal Temp : 75 O C Briket Kokas kg Q = 0 kkal Temp : 25 O C Kokas pengecoran, kg Q = 0 kkal Temp : 25 O C Basis : 1 hari operasi Entalpi pada 25 ºC ~ 0 kkal Gambar 5.3. Neraca Massa Dan Neraca Energi Prototype Kokas Pengecoran 12

13 yang bermutu baik maka kadar abu disyaratkan kurang dari 5 % agar kadar abu pada kokas tidak lebih dari 10%. Hal ini penting, karena kokas pengecoran diutamakan mempunyai kadar abu kurang dari 12 %. Sedangkan pada umumnya batubara Indonesia mempunyai kadar air yang tinggi (sekitar 35%) dan kadar zat terbang tinggi (sekitar 40%) sehingga rendemen karbonisasi acapkali hanya sebesar 40 %. Oleh karena itu, kadar abu kokas akan meningkat dua setengah kali lipat dari kadar abu umpan batubaranya. Ditinjau dari kadar Sulfur batubara, maka batubara Kalimantan Selatan tersebut sangat cocok sebagai bahan baku kokas mengingat kadar sulfur total hanya 0,12 %. Sulfur yang bersifat pengotor pada batubara dikehendaki mempunyai sulfur total maksimum 1 %. Secara umum, batubara Kalimantan Selatan pada ujicoba pengoperasian prototype kokas pengecoran ini cukup baik sebagai bahan baku. Pengamatan fisik umpan batubara : bongkahan mudah hancur jika disimpan di ruang terbuka (terkena panas matahari maupun perubahan temperatur udara terbuka) Produk Kokas Pengecoran Dalam hal kualitas kokas hasil pengoperasian prototype kokas pengecoran diperoleh kokas dengan kualitas baik. Analisa laboratorium tercantum pada tabel 5.1., menunjukkan spesifikasi kimia sangat memenuhi syarat kokas pengecoran. Tabel 5.1. Analisa Kokas No Bentuk Kadar air, Kadar abu, Kadar zat Karbon Sulfur Nilai Tumbler, % adb %adb terbang, % adb padat, total, kalor, % %adb %adb kkal/kg adb 1 Silinder ,5 1,81 88,62 0, ,84 2 Prisma 1,83 8 1,32 88,85 0, ,38 Pengamatan fisik : berbutir kuat, ikatan butiran serbuk kokas dalam briket kokas sangat kuat tidak mudah rontok jika tergesek. Meskipun kokas hasil pengoperasian prototype kokas ini tidak diujicobakan pada kegiatan pengecoran besi, namun berdasarkan hasil ujicoba penggunaan kokas sebelumnya dengan spesifikasi seperti pada tabel 5.1., sangat baik hasilnya dengan coke ratio mendekati 7 (5). Pemilihan bentuk kokas berupa prisma dan silinder bermaksud untuk mengantisipasi kebutuhan kokas di pasaran. Bentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 10 cm umumnya disukai oleh pengrajin besi cor dengan alasan ukuran kokas impor rata rata 10 cm. Bentuk prisma dipilih karena produktivtas mesin briket tipe double roll relatip lebih besar dan energi listrik yang dibutuhkan lebih kecil. Selain itu, terdapat informasi lisan bahwa 13

14 pengolahan bijih besi akan menggunakan kokas dengan butiran sekitar 5 cm. Teknologi ini telah dikembangkan dan dimanfaatkan di China. Berdasarkan hasil analisa secara kimia maupun fisik secara umum kokas bentuk silinder dan bentuk prisma memenuhi persyaratan minimal kokas pengecoran Hitungan Ekonomi Hitungan ekonomi dilakukan pada kapasitas ton per tahun atau sekitar 10 ton per hari. Kapasitas tersebut merupakan kapasitas yang cukup ideal untuk memasok satu sentra industri pengecoran logam. Jenis dan harga peralatan yang digunakan merupakan masukan dari basic design yang dibuat oleh PT Rekayasa Industri pada tahun Asumsi : Harga batubara : US$ 60 / ton Rp ,-/ton Bahan pengikat briket kokas : aspal petroleum Bahan bakar : batubara Kebutuhan investasi berupa modal sendiri. Perincian kebutuhan dana dalam pembuatan Pabrik Kokas dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Kebutuhan Dana Investasi No Kegiatan Jumlah dana 1 Pengadaan Lahan Rp ,- 2 Pengadaan Peralatan/Mesin Rp ,- 3 Pengadaan Bangunan Rp ,- 4 Modal Kerja Rp ,- 5 Perijinan, Trial Run, Engineering Fee, Construction Fee, Contractor Fee, dan Feasibility Fee Rp ,- TOTAL Rp , Biaya Operasional Tahunan Biaya Operasional = Variabel Cost + Fixed Cost = Rp ,- + Rp ,- = Rp , Perhitungan Laba Rugi a. Hasil penjualan, ton x Rp ,- Rp ,- b. Harga pokok produksi Rp ,- 14

15 c. Laba kotor Rp ,- d. PPN, 10% Rp ,- e. Laba sebelum pajak Rp ,- f. Pajak 30% x Rp ,- Rp ,- g. Laba bersih Rp ,- Dengan menggunakan tabulasi ANCF, maka diperoleh IRR sebesar 29,30%. Sebagai pembanding, bunga deposito sebesar 11 %/ tahun dan harga kokas pengecoran impor ex China saat ini mencapai Rp ,-/ton. VI. KESIMPULAN Spesifkasi batubara menunjukan kadar abu agak tinggi (3,41 %) namun masih cukup baik untuk bahan baku pembuatan kokas pengecoran. Pengoperasi peralatan prototype pembuatan kokas mendekati optimal, namun masih perlu peningkatan unjuk kerja terutama pada rotary kiln dan pneumatic conveyor. Mutu kokas dalam bentuk silinder maupun prisma cukup baik sebagai kokas pengecoran Hitungan ekonomi pada kapasitas ton per tahun cukup layak diusahakan secara komersil dengan kebutuhan modal Rp ,-, menghasilkan laba bersih Rp ,- per tahun, IRR 29,3 % per tahun dan pengembalian modal 4,3 tahun. DAFTAR PUSTAKA 1. Kenji Chijiiwa dan Tata, S, Teknik Pengecoran Logam, Pradya Paramita, Jakarta. 2. Ozden, O dan Gencer, Z, A Pilot Plant Scale Investigation Of Possibility Of Using Non Coking Armutcuk And Amasra Coals In Metallurgicaal Coke Production Perry, RH, Chemical Engineers' Handbook, Seventh edition, Mc Graw Hill Book, India. 4. Schinzel, W, Briquetting, dalam Martin AE(editor), Chemistry of Coal Utilization, John Wiley&Son, Texas, USA: Suganal, dkk, Optimasi Proses Pembuatan Kokas Pengecoran Dari Batubara Indonesia Menuju Skala Komersil, Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 11 Nopember 2006, Jurusan Kimia FMIPA UNNES Semarang. 15

16 6. Suganal, Nana permana, Peningkatan Mutu Briket Kokas Dari Batubara Adaro Melalui Rekarbonisasi Briket Kokas Mentah Dalam Tunnel Kiln, Buletin Bahan Galian Industri, Volume 8 No. 21, April 2004, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. 7. Wilson, PJ, Coal, Coke and Coal Chemistry, Mc Graw-Hill Book Co, London. 8.,2005, Iron Making, 9..,2007, Coke Production for Blast Furnace Iron Making, energymanagertraining.com 16

KOKAS DARI BATUBARA NON COKING : MENGHILANGKAN KETERGANTUNGAN KOKAS IMPOR. Suganal

KOKAS DARI BATUBARA NON COKING : MENGHILANGKAN KETERGANTUNGAN KOKAS IMPOR. Suganal KOKAS DARI BATUBARA NON COKING : MENGHILANGKAN KETERGANTUNGAN KOKAS IMPOR Suganal Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira suganal@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebutuhan kokas,

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PROSPEK KEEKONOMIAN KOKAS PENGECORAN DARI BATUBARA DENGAN KADAR ABU RENDAH KALIMANTAN SELATAN

PEMBUATAN DAN PROSPEK KEEKONOMIAN KOKAS PENGECORAN DARI BATUBARA DENGAN KADAR ABU RENDAH KALIMANTAN SELATAN PEMBUATAN DAN PROSPEK KEEKONOMIAN KOKAS PENGECORAN DARI BATUBARA DENGAN KADAR ABU RENDAH KALIMANTAN SELATAN SUGANAL Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira) Jalan Jenderal Sudirman No. 623,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PLANT KOKAS DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA. Oleh Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Endang Paidi Ika Monika

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PLANT KOKAS DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA. Oleh Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Endang Paidi Ika Monika PENGEMBANGAN PROTOTIPE PLANT KOKAS DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA Oleh Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Endang Paidi Ika Monika PUSAT PENELITAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BANDUNG

Lebih terperinci

OPERASI PROTOTYPE PLANT KOKAS. Oleh : Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Paidi Endang Yuyu

OPERASI PROTOTYPE PLANT KOKAS. Oleh : Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Paidi Endang Yuyu OPERASI PROTOTYPE PLANT KOKAS Oleh : Suganal Wahid Supriatna Giman Rustomo Paidi Endang Yuyu PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2009 Sari Blue Print Pengelolaan Energi Nasional yang merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN DASAR PROSES DAN KAJIAN EKONOMI GLOBAL SKALA KOMERSIL PEMBUATAN KOKAS PENGECORAN BATUBARA NON COKING

RANCANGAN DASAR PROSES DAN KAJIAN EKONOMI GLOBAL SKALA KOMERSIL PEMBUATAN KOKAS PENGECORAN BATUBARA NON COKING Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373 E-mail :Info@tekmira.esdm.go.id LAPORAN ILMIAH KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2012 RANCANGAN DASAR PROSES DAN KAJIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PROSES PEMBUATAN BRIKET BATUBARA NONKARBONISASI SKALA KECIL DARI BATUBARA KADAR ABU TINGGI

RANCANGAN PROSES PEMBUATAN BRIKET BATUBARA NONKARBONISASI SKALA KECIL DARI BATUBARA KADAR ABU TINGGI RANCANGAN PROSES PEMBUATAN BRIKET BATUBARA NONKARBONISASI SKALA KECIL DARI BATUBARA KADAR ABU TINGGI SUGANAL Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira) Jl. Jenderal Sudirman No. 6, Bandung email

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL Disusun untuk memenuhi dan syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Oleh : Ika Monika Nining Sudini Ningrum Bambang Margono Fahmi Sulistiyo Dedi Yaskuri Astuti Rahayu Tati Hernawati PUSLITBANG

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN

STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 STUDY PENGGUNAAN REDUKTOR PADA PROSES REDUKSI PELLET BIJIH BESI LAMPUNG MENGGUNAKAN ROTARY KILN 1 Yayat Iman Supriyatna, 2 Muhammad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

1.2 Tujuan - Mengetahui alur proses produksi kokas batubara (coke)

1.2 Tujuan - Mengetahui alur proses produksi kokas batubara (coke) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga.kokas

Lebih terperinci

UJI KUALITAS BRIKET KOKAS OMBILIN PADA PROSES PELEBURAN BESI MENGGUNAKAN KUPOLA

UJI KUALITAS BRIKET KOKAS OMBILIN PADA PROSES PELEBURAN BESI MENGGUNAKAN KUPOLA J.Ilm.Tek.Energi Vol. 1 No. 10 Februari 2010: 58-69 UJI KUALITAS BRIKET KOKAS OMBILIN PADA PROSES PELEBURAN BESI MENGGUNAKAN KUPOLA Bambang Suwondo Rahardjo Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Indonesia

Jurnal Kimia Indonesia Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2), 2006, h. 87-92 Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal di dalam Kupola Adil Jamali dan Muhammad Amin UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung LIPI Jln. Ir. Sutami

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung,

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK Oleh: Soedihono Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, Direktur Politeknik Manufaktur Ceper ABSTRAK Besi cor kelabu penggunaannya

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET 6.1. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil mixing melalui uji pembakaran dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1-1. Latar Belakang lndonesia yang memiliki cadangan batubara yang cukup banyak, ternyata masih mengimpor kokas untuk bahan bakar pada industri pengewran logam baik di industri kecil rnaupun

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Renewable Energy Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di Laboratorium

Lebih terperinci

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat

GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat GREEN INCINERATOR Pemusnah Sampah Kota, Industri, Medikal dsbnya Cepat, Murah, Mudah, Bersahabat, Bermanfaat WASTE-TO-ENERGY Usaha penanggulangan sampah, baik dari rumah tangga/penduduk, industri, rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Toto Hardianto*, Adrian Irhamna, Pandji Prawisudha, Aryadi Suwono Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Vol. 2, 2017 Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Muhammad Gunara Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jl.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Integrated Steel Mill (ISM) adalah pabrik berskala besar yang menyatukan peleburan besi (iron smelting) dan fasilitas pembuatan baja (steel making), biasanya berbasis

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN

UJI COBA PROSES REDUKSI BIJIH BESI LOKAL MENGGUNAKAN ROTARY KILN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Pemanfaatan Batubara dan Biomassa dengan Proses Pirolisa untuk Sumber Energi dan Industri di Kalimantan Timur

Pemanfaatan Batubara dan Biomassa dengan Proses Pirolisa untuk Sumber Energi dan Industri di Kalimantan Timur Pemanfaatan Batubara dan Biomassa dengan Proses Pirolisa untuk Sumber Energi dan Industri di Kalimantan Timur F.4 Drs. Hasnedi, M.Si. BadanPengkajiandanPenerapanTeknologi 2012 LATAR BELAKANG Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang sangat populer hingga saat ini, beton telah dipakai secara luas sebagai bahan konstruksi baik pada konstruki skala

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses dan Non Dylla Chandra Wilasita (2309105020) dan Ragil Purwaningsih (2309105028) Pembimbing:

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PIROLISIS Oleh : Kelompok 3

PIROLISIS Oleh : Kelompok 3 PIROLISIS Oleh : Kelompok 3 Anjar Purnama Sari Bira Nur Alam Diani Din Pertiwi Fazari Aswar Gan-Gan Ahmad Fauzi Hikmah Farida N Isma Latifah Widya Yuliarti Yasoka Dewi Over View 1 Pendahuluan 2 Definisi

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

Kaji Eksperimental Effek Prilaku Briket Kokas Dengan Menggunakan Material Perekat Berbasis Dapat Diperbaharui

Kaji Eksperimental Effek Prilaku Briket Kokas Dengan Menggunakan Material Perekat Berbasis Dapat Diperbaharui Kaji Eksperimental Effek Prilaku Briket Kokas Dengan Menggunakan Material Perekat Berbasis Dapat Diperbaharui Khairil 1,a*, Mahidin 2, Iskandar 3 dan Ibrahim 4 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Permasalahan industri Kandungan unsur Pb yang tinggi dalam tembaga blister Studi literatur Perilaku unsur timbal dalam tanur anoda Perilaku

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Bab ini menguraikan secara rinci langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam proses penelitian agar terlaksana secara sistematis. Metode yang dipakai adalah

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. Teknologi proses produksi secara umum : - Serbuk dipadatkan (di compressed/

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Uji 1 Uji 2 Uji 3 Uji 1 Uji 2 Uji 3 1. Kadar Air (%) 4,5091 4,7212 4,4773 5,3393 5,4291 5,2376 4,9523 2. Parameter Pengujian Kadar

Lebih terperinci

CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH. Ikin Sodikin

CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH. Ikin Sodikin CO-FIRING BATUBARA - BIOMASSA MENGGUNAKAN PEMBAKAR SIKLON SEDERHANA UNTUK INDUSTRI KECIL-MENENGAH Ikin Sodikin Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara ikin@tekmira.esdm.go.id S

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SALURAN UDARA PEMANAS DENGAN PIPA LURUS PADA TUNGKU BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN

PENGARUH PENAMBAHAN SALURAN UDARA PEMANAS DENGAN PIPA LURUS PADA TUNGKU BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN TUGAS AKHIR PENGARUH PENAMBAHAN SALURAN UDARA PEMANAS DENGAN PIPA LURUS PADA TUNGKU BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan

Lebih terperinci

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri EBT 02 Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri Abdul Rahman 1, Eddy Kurniawan 2, Fauzan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus Bukit Indah,

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN

ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN Ramang Magga Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA Subroto, Tri Tjahjono, Andrew MKR Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SIFAT FISIKO KIMIA SEKAM PADI Sekam padi merupakan biomassa limbah pertanian yang berbentuk curah dan memiliki densitas kamba yang sangat rendah sehingga proses penanganan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING

KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 KARAKTERISTIK FISIK PELLET DAN SPONGE IRON PADA BAHANBAKU LIMBAH KARAT DENGAN PASIR BESI SEBAGAI PEMBANDING Muhammad Amin*, Suharto*, Reni**, Dini** *UPT.Balai

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL TEKNOLOGI PEMBUATAN KOKAS DARI BATUBARA SEBAGAI SUMBER PANAS DAN KARBON PADA TANUR TINGGI (BLAST FURNACE)

KAJI EKSPERIMENTAL TEKNOLOGI PEMBUATAN KOKAS DARI BATUBARA SEBAGAI SUMBER PANAS DAN KARBON PADA TANUR TINGGI (BLAST FURNACE) KAJI EKSPERIMENTAL TEKNOLOGI PEMBUATAN KOKAS DARI BATUBARA SEBAGAI SUMBER PANAS DAN KARBON PADA TANUR TINGGI (BLAST FURNACE) Khairil dan Irwansyah Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk.

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA Minto Supeno Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155 Intisari Penelitian

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian pasir cetak.

V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian pasir cetak. V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK A. Sub Kompetensi Pasir cetak dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengujian briket dengan

Lebih terperinci

1. Pengertian Perubahan Materi

1. Pengertian Perubahan Materi 1. Pengertian Perubahan Materi Pada kehidupan sehari-hari kamu selalu melihat peristiwa perubahan materi, baik secara alami maupun dengan disengaja. Peristiwa perubahan materi secara alami, misalnya peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti sekarang ini banyak kita jumpai berbagai macam industri yang berkembang, baik industri kecil, besar, atau menengah. Diantara bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Kuat tekan beton yang direncanakan adalah 250 kg/cm 2 dan kuat tekan rencana ditargetkan mencapai 282 kg/cm 2. Menurut hasil percobaan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah No Parameter Pengujian Hasil Uji Uji 1 Uji 2 Uji 3 Rata-rata 1. Berat Awal Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI Nur Aklis Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PEMANFAATAN BRIKET SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGGAANTI MINYAK TANAH. Oleh: Muhammad Kadri dan Rugaya

PENERAPAN IPTEKS PEMANFAATAN BRIKET SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGGAANTI MINYAK TANAH. Oleh: Muhammad Kadri dan Rugaya PEMANFAATAN BRIKET SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGGAANTI MINYAK TANAH Oleh: Muhammad Kadri dan Rugaya ABSTRAK Sekarang ini minyak tanah sangat sulit untuk didapatkan dan kalaupun ada maka

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arang Arang adalah residu yang berbentuk padat hasil pada pembakaran kayu pada kondisi terkontrol. Menurut Sudrajat (1983) dalam Sahwalita (2005) proses pengarangan adalah pembakaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

1. Fabrikasi Struktur Baja

1. Fabrikasi Struktur Baja 1. Fabrikasi Struktur Baja Pengertian proses fabrikasi komponen struktur baja secara umum adalahsuatu proses pembuatan komponen-komponen struktur baja dari bahanprofil baja dan atau plat baja. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim Flotasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerjaan beton berperan sangat penting dalam bidang industri konstruksi. Dapat dikatakan hampir pada setiap bangunan yang didirikan seperti gedung bertingkat,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAMPEL DAMI (TIRUAN) BERPEDOMAN PADA SAMPEL STANDART BERSERTIFIKAT UNTUK PENGUJIAN SPEKTROMETER

PEMBUATAN SAMPEL DAMI (TIRUAN) BERPEDOMAN PADA SAMPEL STANDART BERSERTIFIKAT UNTUK PENGUJIAN SPEKTROMETER PEMBUATAN SAMPEL DAMI (TIRUAN) BERPEDOMAN PADA SAMPEL STANDART BERSERTIFIKAT UNTUK PENGUJIAN SPEKTROMETER Lutiyatmi Jurusan Teknik Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Ceper Klaten E-mail : yatmiluti@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Material Rockwool. Dalam studi kali ini, material rockwool sebelum digunakan sebagai bahan isolasi termal dalam tungku peleburan logam ialah dengan cara membakar

Lebih terperinci