HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SIFAT FISIKO KIMIA SEKAM PADI Sekam padi merupakan biomassa limbah pertanian yang berbentuk curah dan memiliki densitas kamba yang sangat rendah sehingga proses penanganan dan tranportasi menjadi tidak efisien. Untuk mengetahui kualitas sekam padi secara lebih spesifik maka dilakukan pengujian sifat fisiko kimia sekam padi sehingga dapat dijadikan sebagai parameter peningkatan kualitas sekam padi setelah dilakukan proses densifikasi menjadi biopelet. Hasil analisis sifat fisiko kimia sekam padi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisiko kimia sekam padi Komponen Satuan Nilai Kadar air %bb ± 0.00 Lemak %bk 0.26 ± 0.00 Serat Kasar %bk ± 0.01 Kadar abu %bb ± 0.00 Kadar zat terbang %bb ± 0.10 Kadar karbon terikat %bb 3.98 ± 0.11 Densitas kamba kg/m ± 0.00 Nilai kalor kkal/kg 3450 ± 0.00 Berdasarkan hasil pengujian sifat fisiko kimia sekam padi pada Tabel 4, diketahui bahwa sekam padi memiliki kadar air 10.62% (bb). Kadar air sekam padi mempengaruhi kualitas biopelet dimana kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor pembakaran dan begitu juga sebaliknya. Sekam padi memiliki kadar lemak sebesar 0.26% (bk). Kadar lemak yang rendah mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas biomassa karena dapat mengurangi asap yang ditimbulkan pada proses pembakaran. Keberadaan komponen lemak juga dapat meningkatkan nilai kalor biomassa sehingga semakin tinggi kadar lemak pada suatu biomassa maka nilai kalorinya semakin tinggi pula. Komponen lemak juga dapat menjadi pelumas yang dapat mempermudah proses densifikasi biomassa menjadi biopelet. Sekam padi memiliki kadar serat kasar sebesar 45.43% (bk). Tingginya kadar serat kasar sekam padi menyebabkan sekam padi mempunyai sifat fisik yang keras, sehingga proses penggilingan sekam padi menjadi lebih sulit dan lama. Sekam padi mempunyai kadar karbon terikat yang sangat rendah yaitu 3.98% (bb). Hal tersebut dikarenakan tingginya kadar abu dan kadar zat terbang pada sekam padi. Sekam padi memiliki kadar abu dan kadar zat terbang berturut-turut sebesar 17.07% (bb) dan 78.96% (bb). Salah satu unsur penyusun abu adalah silika. Semakin tinggi kadar silika pada suatu biomassa maka semakin tinggi pula kadar abu pada biomassa tersebut. Masturin (2002) menyatakan bahwa kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor sehingga kualitas bahan bakar biomassa tersebut menurun. Kadar zat terbang juga dapat menurunkan kualitas sekam padi sebagai bahan bakar karena dapat menimbulkan banyak asap pada saat proses pembakaran. Kadar zat terbang dipengaruhi oleh jenis bahan baku sehingga perbedaan jenis bahan baku akan berpengaruh terhadap kadar zat menguap. 12

2 Sekam padi memiliki densitas kamba sebesar kg/m 3. Densitas kamba sekam padi lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis biomassa lainnya seperti bungkil jarak yang memiliki densitas kamba kg/m 3 (Zamirza 2010). Oleh sebab itu, proses densifikasi sekam padi menjadi biopelet diharapkan dapat meningkatkan densitas kamba sekam padi sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses transportasi. Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas suatu bahan bakar (Grover et al. 2002). Sekam padi memiliki nilai kalor sebesar 3450 kkal/kg. Nilai kalor tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kalor briket limbah biomassa stem tembakau yang berkisar antara kkal/kg (Nugrahaeni 2008), akan tetapi nilai kalor sekam padi belum bisa mencapai standar nilai kalor untuk biomassa yang ditetapkan oleh Amerika (4752 kkal/kg), Jerman (4680 kal/kg), Austria (4320 kkal/kg), dan Prancis (4056 kkal/kg) SIFAT FISIKO KIMIA ARANG SEKAM PADI Arang merupakan residu yang dihasilkan pada proses karbonisasi suatu bahan yang mengandung karbon pada kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup (Masturin 2002). Karbonisasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperbaiki karakteristik pembakaran biomassa karena dapat meningkatkan kadar karbon terikat pada biomassa, sehingga dapat meningkatkan nilai kalor pembakaran. Karbonisasi juga dapat mengurangi asap yang ditimbulkan pada saat arang diaplikasikan sebagai bahan bakar karena sebagian besar komponen zat terbang telah terlepas pada saat proses karbonisasi. Karbonisasi sekam padi bertujuan untuk memperbaiki karakteristik pembakaran biopelet sekam padi. Sekam padi yang digunakan pada proses karbonisasi diperoleh dari losses penyaringan setelah sekam digiling. Pemanfaatan losses tersebut mampu meningkatkan rendemen biopelet yang dihasilkan. Karbonisasi sekam padi dilakukan menggunakan tabung kiln pada suhu 400 o C selama 5 jam. Rendemen arang sekam yang diperoleh adalah sebesar 35.71%. Rendemen arang sekam yang dihasilkan pada proses karbonisasi dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu karbonisasi. Hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa karbonisasi bungkil jarak menghasilkan arang dengan rendemen yang berbanding terbalik terhadap tingginya suhu karbonisasi. Semakin tinggi suhu karbonisasi maka rendemen arang yang dihasilkan semakin rendah. Pada suhu 400 o C, proses karbonisasi bungkil jarak menghasilkan rendemen sebesar 40%, sedangkan pada suhu 500 o C, rendemen arang bungkil jarak yang dihasilkan turun menjadi 32.17%. Hasil analisis sifat fisiko kimia arang sekam disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa terjadi perubahan sifat fisiko kimia sekam padi setelah dilakukan proses karbonisasi. Arang sekam padi mempunyai kadar air sebesar 0.15%. Kadar air tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air sekam padi (10.62%). Jumlah kadar air yang rendah dapat meningkatkan kualitas arang sekam sebagai bahan bakar. Kadar karbon terikat pada arang sekam meningkat signifikan menjadi 29.37%. Nilai tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar karbon terikat sekam padi tanpa karbonisasi (3.98%). Peningkatan kadar karbon terikat pada arang sekam disebabkan karena adanya penurunan kadar zat terbang pada arang sekam padi setelah dilakukan proses karbonisasi. Arang sekam memiliki nilai kalor sebesar ± kkal/kg. Proses karbonisasi dapat meningkatkan nilai kalor rata-rata sekam padi sebesar kkal/kg. 13

3 Tabel 5. Hasil analisis sifat fisiko kimia arang sekam padi Komponen Satuan Nilai Kadar air %bb 0.15 ± 0.00 Kadar abu %bb ± 0.13 Kadar zat terbang %bb ± 0.01 Kadar karbon terikat %bb ± 0.14 Nilai Kalor kkal/kg ± BIOPELET SEKAM PADI Biopelet dibuat dari limbah biomasa sekam padi dengan penambahan arang sekam sebanyak 0%, 10%, dan 20% (b/b). Peletisasi dilakukan menggunakan ring die pellet mill yang memiliki dies berdiameter 8 mm dan memiliki kapasitas produksi 300 kg/jam. Penggunaan arang sekam dibatasi hingga 20% dari berat total bahan baku. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan mesin untuk melakukan proses densifikasi terhadap tingkat kekerasan bahan baku yang digunakan. Penambahan arang sekam di atas 20% dapat meningkatkan gaya gesekan pada lubang dies yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mesin, yaitu dies menjadi lebih cepat aus. Untuk menurunkan gaya gesekan tersebut, ditambahkan minyak jelantah sebesar 5% dari berat total bahan baku (sekam dan arang sekam) yang dapat berfungsi sebagai pelumas pada lubang dies sehingga mengurangi gaya gesekan yang ditimbulkan pada proses densifikasi. Minyak jelantah dipilih sebagai pelumas karena harganya murah dan mudah didapatkan dalam jumlah besar. Analisis sifat fisiko kimia biopelet didasarkan pada beberapa parameter, antara lain : kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, densitas kambah, keteguhan tekan, dan nilai kalor. Biopelet yang dihasilkan memiliki panjang yang berkisar antara mm, seperti disajikan pada Gambar 4. (A) (B) (C) Gambar 4. Biopelet sekam padi, (A) 0% arang sekam; (B) 10% arang sekam; (C) 20% arang sekam Kadar air Kadar air merupakan salah satu parameter penentukan kualitas biopelet yang berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran, dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran. Tingginya kadar air biopelet dapat menurunkan nilai kalor pembakaran, menyebabkan proses penyalaan menjadi lebih sulit, dan menghasilkan banyak asap pada proses pembakaran. Kadar air juga dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tekanan mesin pada proses densifikasi. Tekanan yang tinggi menyebabkan biopelet yang terbentuk semakin padat, halus, dan seragam, sehingga partikel biomasa dapat saling mengisi pori-pori yang kosong dan menurunkan 14

4 Kadar Air (%) molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut. Nilai kadar air rata-rata biopelet dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar air biopelet memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan jumlah persentase arang sekam yang digunakan. Semakin tinggi persentase arang yang ditambahkan pada campuran bahan baku biopelet, maka kadar air biopelet yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut dikarenakan arang sekam memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan sekam padi sehingga penambahan arang sekam menyebabkan kadar air biopelet yang dihasilkan semakin rendah pula. Banyaknya jumlah arang sekam yang ditambahkan juga dapat meningkatkan kerapatan partikel penyusun biopelet, sehingga diduga mampu mengurangi rongga udara antar partikel penyusun biopelet yang dapat terisi oleh molekul air % 10% Presentase Arang 20% Gambar 5. Kadar air biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang Berdasarkan hasil analisis ragam, persentase penggunaan arang terhadap kadar air biopelet sekam padi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05). Persentase arang 10% dan 20% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet, sedangkan persentase arang 0% dan 10% serta 0% dan 20% memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air biopelet (Lampiran 3). Kadar air biopelet dengan penggunaan arang sekam sebesar 0%, 10%, dan 20% secara berturut-turut adalah 4.82%, 3.61%, dan 3.10%. Kadar air tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kadar air sekam padi (10.62%) dan telah memenuhi standar kadar air biopelet yang ditetapkan oleh beberapa negara di Eropa, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan nilai kadar air biopelet di beberapa negara Standar kadar air (%) d) Hasil penelitian Austria (ONORM M 7135) Jerman (DIN 51371) Swedia (SS ) Italia (CTI - R 04/5) < 10 < d) Hahn (2004) 15

5 Kadar Abu (%) Kadar abu Kadar abu merupakan bahan sisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki nilai kalor atau tidak memiliki unsur karbon lagi (Nugrahaeni 2008). Jumlah abu yang dihasilkan pada proses pembakaran dipengaruhi oleh jenis biomassa yang digunakan. Salah satu unsur penyusun abu adalah silika. Semakin tinggi kadar silika pada biomassa, maka abu yang dihasilkan dari proses pembakaran akan semakin tinggi pula. Abu merupakan komponen yang tidak diinginkan pada proses pembakaran karena dapat membentuk kerak pada ruang pembakaran dan akhirnya terjadi karat (Ramsay 1982). Keberadaan abu juga dapat menurunkan efisiensi pembakaran karena abu merupakan komponen yang tidak menghasilkan energi (El Bassam dan Maegaard 2004). Kadar abu biopelet sekam padi yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara %. Nilai tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biopelet bungkil jarak yang diteliti oleh Liliana (2010) dimana nilai kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 4-6%. Tingginya kandungan silika diduga sebagai faktor penyebab tingginya kadar abu pada biopelet sekam padi. Kadar abu biopelet sekam padi belum memenuhi standar kadar abu biopelet yang ditetapkan oleh beberapa negara maju, seperti: Austria (<0.5%), Jerman (<1.5%), Amerika (<2%), dan Perancis ( 6%). Hasil analisis kadar abu biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 6. Peningkatan kadar abu berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang sekam yang digunakan. Hal tersebut diduga karena arang sekam memiliki nilai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan sekam padi, sehingga kadar abu campuran antara sekam padi dan arang sekam semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi arang sekam yang digunakan % 10% Presentase Arang 20% Gambar 6. Kadar abu biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet (α = 0.05). Persentase arang 0%, 10%, dan 20% memberikan nilai kadar abu yang berbeda nyata satu sama lain pada biopelet yang dihasilkan. Kadar abu terendah sebesar 15.24% dihasilkan oleh biopelet dari 100% sekam padi, sedangkan kadar abu tertinggi dihasilkan oleh biopelet 16

6 Kadar Zat Terbang (%) dengan penggunaan 20% arang, yaitu sebesar 20.00%. Tingginya kadar abu merupakan salah satu kelemahan pada biopelet sekam padi. Hal tersebut dikarenakan abu dapat menginduksi proses pembentukan slag yang dapat menurunkan efisiensi pembakaran (Compete 2009), akan tetapi, abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai abu gosok, campuran bahan bangunan, dan agen pemucat minyak (Widowati 2001). Abu sekam padi tersusun dari silika (94.5%), alkali, dan logam pengotor (Priyosulistyo, 1999). Silika merupakan bahan kimia yang bersifat amorf dan dapat diaplikasikan di bidang elektronik, mekanik, seni, dan pembuatan senyawa-senyawa kimia, termasuk pembuatan zeolit (Sriyanti et al. 2005) Kadar zat terbang Kadar zat terbang dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengukur banyaknya asap yang dihasilkan pada saat pembakaran. Semakin tinggi jumlah kadar zat terbang dari suatu bahan bakar maka jumlah asap yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air (Hendra dan Pari 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar zat terbang berbanding terbalik dengan peningkatan persentase arang sekam yang digunakan. Semakin tinggi persentase arang sekam yang digunakan, maka kadar zat terbang biopelet semakin rendah dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan sebagian kecil zat terbang pada biopelet dengan penambahan arang sekam telah terlepas pada saat proses karbonisasi sekam padi. Kadar zat terbang yang dihasilkan pada biopelet sekam padi berkisar antara %. Kadar zat terbang rata-rata terendah sebesar 68.14% dimiliki oleh biopelet dengan penambahan 20% arang sekam, sedangkan kadar zat terbang tertinggi dihasilkan oleh biopelet yang terbuat dari 100% sekam padi. Hasil analisis kadar zat terbang biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), persentase penggunaan arang sekam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet sekam padi (α = 0.05). Persentase arang 0% memberikan pengaruh yang sama dengan persentase arang 10% terhadap kadar zat terbang biopelet sekam padi dan berbeda dengan persentase arang 20% % 10% Persentase Arang 20% Gambar 7. Kadar zat terbang biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang 17

7 Kadar Karbon Terikat (%) Kadar karbon terikat Karbon terikat merupakan komponen fraksi karbon (C) yang terdapat di dalam bahan selain air, abu, dan zat terbang, sehingga keberadaan karbon terikat pada biopelet sekam padi dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat terbang pada biopelet tersebut. Pengukuran karbon terikat menunjukkan jumlah material padat yang dapat terbakar setelah komponen zat terbang dihilangkan dari bahan tersebut (Speight 2005). Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang sekam memberikan nilai kadar karbon terikat yang berbeda nyata (α = 0.05) pada biopelet sekam padi. Persentase penggunaan arang sekam 0% dan 10% serta 0% dan 20% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi, sedangkan persentase penggunaan arang sekam 10% dan 20% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi. Hasil analisis kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi disajikan pada Gambar % 10% Persentase Arang 20% Gambar 8. Kadar karbon terikat biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa nilai kadar karbon terikat rata-rata tertinggi sebesar 11.85% dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam sebesar 20%, sedangkan kadar karbon terikat rata-rata terendah sebesar 4.92% diperoleh dari biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 0%. Peningkatan jumlah persentase arang sekam menyebabkan terjadinya kenaikan kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh penambahan arang sekam yang telah mengalami proses karbonisasi. Proses karbonisasi dapat menurunkan kadar zat terbang pada biomassa, sehingga penggunaan arang sekam pada formulasi bahan baku juga dapat meningkatkan kadar karbon terikat. 18

8 Densitas Kamba (Kg/m3) Densitas kamba Parameter lain yang digunakan untuk mengukur kualitas biopelet adalah densitas kamba. Semakin tinggi nilai densitas kamba pada suatu bahan maka proses penanganan dan transportasi bahan tersebut semakin mudah. Tinggi atau rendahnya densitas kamba suatu bahan ditentukan oleh berat jenis bahan tersebut (Hartoyo 1983). Demirbas (1999) menambahkan bahwa densitas kamba juga ditentukan oleh tekanan yang digunakan pada proses densifikasi. Peningkatan densitas kamba biopelet sekam padi berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang sekam yang digunakan. Penambahan arang sekam dapat meningkatkan kerapatan partikel penyusun biopelet. Rongga udara di antara susunan partikel sekam padi dapat terisi penuh oleh partikel arang sekam yang berukuran lebih kecil, sehingga dapat meningkatkan massa biopelet per satuan volume. Biopelet sekam padi memiliki nilai densitas kamba yang berkisar antara kg/m 3. Tingginya nilai densitas kamba memungkinkan biopelet digunakan untuk unit pembakaran kecil dengan menggunakan kompor (Lehtinkangas 1999). Pada Gambar 9, dapat diketahui bahwa densitas kamba biopelet terendah sebesar kg/m 3 dimiliki oleh biopelet yang terbuat dari 100% sekam padi, sedangkan densitas kamba tertinggi sebesar kg/m 3 dimiliki oleh biopelet yang terbuat dari sekam padi dengan persentase penggunaan arang sekam sebesar 20%. Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa persentase arang sekam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05) terhadap densitas kamba biopelet sekam padi. Densitas kamba biopelet sekam padi dengan penggunaan arang sekam 0% berbeda nyata dengan biopelet yang ditambahkan arang sekam 10% dan 20%, sedangkan persentase penggunaan arang sekam 10% dan 20% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata satu sama lain % 10% Presentase Arang 20% Gambar 9. Densitas kamba biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang 19

9 Nilai Kalor (kkal/kg) Nilai kalor Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar padat dari limbah biomassa (Grover et al. 2002). Semakin tinggi nilai kalor, maka kualitas bahan bakar semakin baik. Nilai kalor berbanding lurus dengan kerapatan bahan baku (Sudrajat 1984), dan berbanding terbalik dengan kadar abu (Nurhayati 1974). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kalor yang terdapat pada biopelet sekam padi berkisar antara kkal/kg. Nilai kalori tertinggi sebesar kkal/kg dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 20%, sebaliknya nilai kalor terendah sebesar kkal/kg dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam. Biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 10% mempunyai nilai kalor sebesar kkal/kg. Hasil analisis nilai kalor rata-rata biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 10. Nilai kalor berbanding lurus dengan nilai karbon terikat biopelet sekam padi. Hal tersebut dapat dikarenakan semakin banyaknya bahan padat yang dapat terbakar, sehingga nilai kalor yang dihasilkan juga semakin besar. Nilai kalor juga dipengaruhi oleh kadar air. Tingginya kadar air dapat menurunkan nilai kalor pembakaran biopelet karena sebagian kalor digunakan untuk menguapkan air di awal proses pembakaran. Penambahan arang sekam dapat meningkatkan nilai kalor biopelet sekam padi karena arang sekam memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan sekam padi. Hasil analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang sekam pada semua taraf memberikan nilai kalor yang berbeda nyata (α = 0.05%) pada biopelet sekam padi % 10% Persentase Arang 20% Gambar 10. Nilai kalor biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang Ditinjau dari nilai kalor, kualitas biopelet sekam padi yang diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi standar kualitas bahan bakar biomassa yang digunakan pada beberapa negara maju, seperti: Austria, Swedia, Jerman, dan Italia. Perbandingan nilai kalor biopelet hasil penelitian dengan standar nilai kalor biopelet pada beberapa negara maju disajikan pada Tabel 7. 20

10 Keteguhan Tekan (kg/cm2) Tabel 7. Perbandingan nilai kalor biopelet di beberapa negara Standar nilai kalor (kkal/kg) e) Hasil penelitian Austria (ONORM M 7135) Jerman (DIN 51371) Swedia (SS ) Italia (CTI- R 04/5) e) Hahn (2004) Keteguhan tekan Uji keteguhan tekan merupakan parameter untuk menentukan daya tahan biopelet pada saat proses transportasi. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan biopelet, maka semakin kuat pula daya tahan biopelet pada saat kegiatan transportasi. Analisis ragam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua taraf. Hal tersebut diduga karena proses pembuatan biopelet menggunakan mesin dapat menghasilkan produk seragam dengan kualitas yang relatif sama dari segi keteguhan tekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biopelet sekam padi memiliki nilai keteguhan tekan berkisar antara kg/cm 2. Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai keteguhan tekan biopelet tertinggi sebesar kg/cm 2 dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang sekam sebanyak 10%, sedangkan nilai keteguhan tekan terkecil sebesar 7.59 kg/cm 2 dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam. Adapun biopelet dengan penambahan arang sekam sebanyak 20% memiliki nilai keteguhan tekan sebesar 8.99% % 10% Persentase Arang 20% Gambar 11. Keteguhan tekan biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah persentase arang sekam padi yang digunakan berbanding terbalik dengan tingkat keteguhan tekan biopelet. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada formulasi optimum yang dapat membuat tingkat keteguhan tekan maksimal. Nilai keteguhan tekan biopelet dipengaruhi oleh ukuran partikel serbuk bahan yang digunakan pada proses pengempaan. Semakin kecil dan seragam ukuran serbuk bahan yang 21

11 digunakan, maka nilai keteguhan tekan akan semakin tinggi. Dibutuhkan pula serbuk bahan yang berukuran lebih kecil dalam jumlah perbandingan tertentu sehingga dapat meningkatkan kerapatan biopelet dengan cara mengisi rongga udara yang terdapat diantara partikel yang berukuran seragam. Semakin sedikit rongga udara pada biopelet, maka nilai keteguhan tekannya akan semakin tinggi. Hasil uji ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05) terhadap nilai keteguhan tekan biopelet. Biopelet dengan penambahan arang sekam 10% mempunyai nilai keteguhan tekan terbaik UJI KERAGAAN BIOPELET SEKAM PADI Uji keragaan biopelet bertujuan untuk melihat performa biopelet sekam padi ketika diaplikasikan sebagai bahan bakar. Pada uji keragaan biopelet digunakan kompor biomassa tipe UB-03-1 (Universitas Brawijaya) dengan kapasitas bahan bakar biopelet maksimal 3 kg. Uji keragaan biopelet dilakukan dengan menggunakan metode water boiling test. Parameter utama yang diamati pada uji tersebut adalah laju konsumsi dan efisiensi pembakaran biopelet Laju konsumsi biopelet Laju konsumsi biopelet merupakan jumlah massa biopelet yang terbakar dalam satu satuan waktu. Pada briket biomassa, laju pembakaran dipengaruhi oleh densitas kamba dimana semakin tinggi kerapatan briket, maka proses pembakaran semakin sulit sehingga laju konsumsi briket menurun dan begitu pula sebaliknya (Komarudin dan Irwanto 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada biopelet dengan penambahan arang sekam 20% memiliki laju konsumsi tercepat yaitu 1.85 kg/jam, sementara biopelet tersebut memiliki nilai densitas kambah tertinggi. Sebaliknya, biopelet tanpa penambahan arang sekam yang memiliki nilai densitas kamba terendah, memiliki laju konsumsi biopelet terlambat yaitu 1.76 kg/jam. Hasil penelitian laju pembakaran (konsumsi) biopelet sekam padi tidak sepenuhnya sesuai dengan teori yang ada. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh suplai oksigen pada saat proses pembakaran berlangsung. Pada penelitian ini, kompor biomassa yang digunakan tidak dilengkapi kipas pengatur suplai oksigen di dalam ruang pembakaran, sehingga keberadaan oksigen pada saat proses pembakaran cenderung fluktuatif. Hal tersebut menyebabkan proses pembakaran tidak stabil dan mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi Persentase arang (%) Waktu pendidihan 1 L air (menit) Massa biopelet yang terpakai (g) Laju konsumsi biopelet (kg/jam) ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.46 Pada Tabel 8, diketahui bahwa waktu pendidihan 1 L air berbanding terbalik dengan persentase arang sekam yang digunakan. Waktu pendidihan air tercepat selama 6.10 menit dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 20%, sedangkan waktu pendidihan air terlama dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 0%. Perbedaan waktu pendidihan air 22

12 diduga karena adanya perbedaan nilai kalor pembakaran pada setiap biopelet sekam padi dengan penggunaan persentase arang sekam yang berbeda. Semakin tinggi nilai kalor biopelet maka waktu pendidihan air akan semakin cepat. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10), persentase penggunaan sekam padi 0%, 10%, dan 20% tidak berbeda nyata (α = 0.05) satu sama lainnya terhadap waktu pendidihan air. Laju konsumsi biopelet adalah massa biopelet yang terpakai untuk mendidihkan air selama proses pendidihan air. Kemudahan menyala diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Penggunaan persentase arang sekam yang semakin tinggi menyebabkan proses penyalaan semakin sulit. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai titik api pada biopelet sekam padi dengan persentase arang sekam yang semakin tinggi diperlukan kalor yang lebih tinggi sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembakaran biopelet yang terbuat dari 100% sekam padi. Berdasarkan Tabel 8, peningkatan laju konsumsi biopelet berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang yang digunakan. Laju konsumsi biopelet berkisar antara kg/jam. Sebagai pembanding, hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa laju konsumsi biopelet bungkil jarak pagar pada proses pembakaran dengan menggunakan kompor biopelet yang dilengkapi dengan kipas pengatur suplai oksigen, berkisar antara kg/jam. Laju konsumsi biopelet tertinggi dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 20%, sedangkan laju kosumsi biopelet terendah dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 0%. Hasil uji ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa penggunaan persentase arang sekam tidak berbeda nyata (α = 0.05) terhadap laju konsumsi biopelet sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran biopelet pada berbagai perlakuan menghasilkan nyala api berwarna merah pada awal proses pembakaran. Warna nyala api berubah menjadi merah-kebiruan dan asap yang dihasilkan berkurang setelah nyala api stabil. Asap jelaga berwarna hitam juga terbentuk di awal proses pembakaran Efisiensi pembakaran Efisiensi pembakaran merupakan salah satu parameter dari uji keragaan biopelet sekam padi, yaitu perbandingan antara energi yang dibutuhkan untuk mendidihkan 1 liter air terhadap energi biopelet yang dilepaskan pada saat proses pembakaran. Kualitas pembakaran semakin baik seiring dengan tingginya efisiensi pembakaran. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan arang sekam pada biopelet cenderung menurunkan efisiensi pembakaran. Efisiensi pembakaran rata-rata biopelet berkisar antara %, dimana efisiensi tertinggi dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam, sedangkan efisiensi terendah dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang 10%. Efisiensi pembakaran biopelet sekam yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan efisiensi pembakaran biopelet bungkil jarak pagar pada hasil penelitian Liliana (2010). Biopelet yang terbuat dari 100% bungkil jarak pagar dengan diameter 11 mm memiliki efisiensi pembakaran sebesar 33.79%. Hal tersebut dikarenakan pada kompor biopelet bungkil jarak pagar yang digunakan terdapat kipas yang dapat mengatur suplai oksigen di ruang pembakaran, sehingga proses pembakaran lebih stabil dan sempurna, sedangkan pada penelitian digunakan kompor biomassa yang tidak dilengkapi oleh kipas pengatur suplai oksigen. Efisiensi pembakaran yang dimiliki oleh biopelet pada setiap perlakuan memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Hasil uji ragam (Lampiran 12), persentase penggunaan arang sekam pada semua taraf perlakuan tidak berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap efisiensi pembakaran biopelet sekam padi. 23

13 Tabel 9. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet sekam padi Persentase arang (%) Energi untuk mendidihkan 1 L air (kkal) Kalori biopelet yang terbakar (kkal) Efisiensi (%) ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.96 Berdasarkan beberapa parameter sifat fisiko kimia dan hasil uji keragaan biopelet yang terdiri atas: kadar abu, nilai kalor, keteguhan tekan, dan efisiensi pembakaran, maka biopelet dengan penambahan arang sekam 10% ditetapkan sebagai biopelet dengan formulasi terbaik. Dengan kandungan nilai kalor sebesar kkal/kg, biopelet dengan penambahan arang sekam 10% memiliki nilai kalor jauh lebih besar dibandingkan biopelet tanpa penambahan arang sekam ( kkal/kg) dan sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor biopelet dengan penambahan arang 20% ( kkal/kg). Namun demikian, biopelet dengan penambahan arang sekam 10% memiliki kualitas yang lebih baik pada kadar abu dan keteguhan tekan, sedangkan efisiensi pembakaran menunjukkan hasil yang relatif sama pada setiap perlakuan. Kadar abu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya tahan kompor biomassa. Kadar abu yang tinggi dapat mempercepat pembentukan karat pada kompor, sehingga umur pakai kompor menjadi lebih singkat. Nilai keteguhan tekan berpengaruh pada proses penanganan (handling) biopelet, terutama pada proses transportasi dan penggudangan. Biopelet dengan penambahan arang sekam 10% selanjutnya digunakan sebagai basis untuk perhitungan kesetimbangan massa dan analisis energi pada proses produksi biopelet untuk skala laboratorium KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN BIOPELET SEKAM PADI Perhitungan kesetimbangan massa pada proses pembuatan biopelet bertujuan untuk mengetahui rendemen proses produksi biopelet sekam padi untuk skala laboratorium. Kesetimbangan massa dihitung pada setiap tahap proses produksi biopelet, yaitu: penggilingan, penyaringanan, karbonisasi, pencampuran, peletisasi, dan pengeringan. Rendemen diperoleh bedasarkan data input, output, dan losses yang diperoleh pada setiap proses. Proses penggilingan dilakukan menggunakan disc mill dengan ukuran saringan sebesar 3 mm. Pada tahap ini, dihasilkan rendemen sebesar 94.44%. Proses penggilingan menghasilkan serbuk sekam padi dengan ukuran bervariasi, yaitu berkisar antara mesh. Untuk memperoleh serbuk sekam berukuran 50 mesh, selanjutnya dilakukan proses pemisahan secara manual dengan menggunakan alat pengayak (saringan) berukuran 50 mesh. Proses pengayakan menghasilkan rendemen serbuk sekam padi sebesar 23.52% dan by product berupa sekam padi berukuran <50 mesh sebesar 76.48%. By product selanjutnya dikarbonisasi menjadi arang sekam menggunakan tabung kiln dan menghasilkan rendemen sebesar 35.71%. Serbuk sekam berukuran 50 mesh dan arang sekam dicampurkan, lalu ditambahkan minyak jelantah dan dicetak menjadi biopelet dengan menggunakan pellet mill. Proses peletisasi tersebut menghasilkan rendemen sebesar 75.78%. Biopelet yang dihasilkan dari proses peletisasi kemudian dikeringkan di dalam rumah kaca. Rendemen yang dihasilkan pada proses pengeringan adalah sebesar 95.99%. Berdasarkan nilai rendemen yang 24

14 diperoleh pada setiap tahapan proses, maka dapat diketahui kesetimbangan massa proses keseluruhan untuk pembuatan biopelet sekam padi untuk skala laboratorium seperti yang disajikan pada Gambar 12. Sekam padi 10 kg Penggilingan Serbuk sekam 9.44 kg Penyaringan <50 mesh Serbuk sekam 7.22 kg 50 mesh Karbonisasi By product (Bio-oil, gas metan), losses 2.22 kg Serbuk sekam Arang sekam 4.64 kg Excess arang sekam Pencampuran kg 2.36 kg Campuran serbuk sekam dan arang sekam 2.44 kg Minyak jelantah Pencampuran kg Peletisasi Biopelet 1.92 kg Losses 0.64 kg Uap air Pengeringan 0.05 kg Biopelet 1.87 kg Gambar 12. Kesetimbangan massa keseluruhan proses produksi biopelet sekam padi pada skala laboratorium Proses produksi biopelet menghasilkan rendemen sebesar 18.76%. Pada proses penggilingan, terdapat losses sebesar 0.56 kg yang disebabkan karena adanya sekam padi yang terbuang pada saat diumpankan ke dalam disc mill pada proses penggilingan. Selain itu, terdapat pula sekam padi yang menempel pada bagian silinder penyaring disc mill sehingga dapat mengurangi massa sekam padi yang 25

15 diperoleh setelah proses penggilingan dan dihitung sebagai losses. Output proses penggilingan sekam padi sebanyak 9.44 kg selanjutnya diayak dan menghasilkan output berupa sekam padi berukuran 50 mesh sebanyak 2.22 kg. By product sekam padi berukuran < 50 mesh selanjutnya diumpankan pada proses karbonisasi yang menghasilkan output berupa arang sekam sebanyak 2.58 kg. Serbuk sekam padi berukuran 50 mesh yang diperoleh pada proses pengayakan selanjutnya ditambahkan arang sekam sebanyak 10% (b/b) dan dilakukan proses pencampuran. Selanjutnya campuran sekam dan arang sekam ditambahkan minyak jelantah sebanyak 4.77% (b/b), lalu diumpankan pada proses peletisasi. Dengan demikian, input campuran bahan baku pada proses peletisasi adalah sebanyak 2.56 kg (2.22 kg sekam, 0.22 kg arang sekam, dan 0.12 kg minyak jelantah). Proses peletisasi menghasilkan output berupa biopelet sekam padi sebanyak 1.92 kg. Pada proses peletisasi, terdapat losses sebesar 0.64 kg yang terjadi karena banyaknya biopelet yang tertinggal di dalam dies dan proses densifikasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan biopelet yang mudah terurai. Biopelet kemudian dikeringkan di dalam rumah kaca selama ±4 jam. Proses pengeringan menyebabkan biopelet kehilangan bobot sebesar 0.05 kg yang diduga sebagai uap air yang terlepas ke udara. Output yang dihasilkan pada akhir proses produksi biopelet terdiri atas 1.87 kg biopelet, 2.36 kg excess arang sekam, dan 4.64 kg by product (bio-oil dan gas metan). Excess arang sekam tersebut tidak dihitung sebagai losses karena dapat digunakan pada proses produksi untuk batch selanjutnya. Analisis energi bertujuan untuk mengetahui besarnya energi input yang dibutuhkan dan energi output yang dihasilkan pada proses pembuatan biopelet sekam padi dalam setiap satu satuan massa. Kebutuhan energi dihitung berdasarkan besarnya daya dan lama waktu pemakaian alat pada setiap tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu proses penggilingan, karbonisasi, dan peletisasi. Perhitungan energi dilakukan dengan menggunakan basis bahan baku input sebesar 10 kg sekam padi dan output berupa 1.87 kg biopelet, 2.36 kg excess arang sekam, dan 4.64 kg by product. Proses penggilingan dilakukan menggunakan disc mill yang digerakkan oleh energi mekanik dari motor listrik dengan daya 1 HP. Untuk melakukan penggilingan sekam padi sebanyak 10 kg, dibutuhkan waktu selama 5.25 menit atau 315 detik. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 13, energi yang dibutuhkan untuk proses penggilingan adalah sebesar kkal. Proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan alat karbonisasi tipe kiln dengan tinggi tabung 30 cm dan diameter 19 cm. Alat karbonisasi bekerja dengan menggunakan daya listrik sebesar 5593 watt selama ±5 jam. Pada proses peletisasi, digunakan pellet mill dengan kapasitas produksi sebesar 300 kg/jam. Untuk menggerakkan pellet mill, diperlukan energi mekanik yang berasal dari motor listrik dengan daya 1 HP. Proses peletisasi 2.56 kg bahan baku menjadi 1.94 kg biopelet (berdasarkan Gambar 12) membutuhkan waktu selama 0.96 menit atau 57.6 detik. Dengan cara perhitungan energi yang sama dengan proses penggilingan, energi yang dibutuhkan pada proses karbonisasi dan peletisasi secara berturut-turut adalah kkal dan kkal. Energi input total yang diperlukan pada proses pembuatan biopelet dengan basis input 10 kg sekam padi adalah kkal. Energi output yang dihasilkan berasal dari biopelet, arang sekam, dan by product. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14, energi output total yang diperoleh dari biopelet dan excess karbon adalah sebesar kkal. Losses energi output sebesar kkal diperkirakan terjadi pada by product yang dihasilkan dan tidak diperhitungkan sebagai energi output. Proses transformasi sekam padi menjadi biopelet mampu meningkatkan nilai kalor pembakaran biomassa sekam padi dari kkal/kg menjadi kkal/kg (terjadi peningkatan sebesar kkal/kg). Biopelet dengan penambahan 10% arang sekam mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi sebesar 25.49%. Perhitungan energi untuk proses produksi biopelet tanpa penambahan arang sekam dilakukan sebagai pembanding. Total energi yang diperlukan untuk membuat biopelet tanpa penambahan arang sekam berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14 adalah kkal/kg. 26

16 Energi input sebesar kkal mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi dari kal/kg menjadi kkal/kg (terjadi peningkatan sebesar kkal/kg). Biopelet tanpa penambahan arang sekam mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi sebesar 4.08% DESAIN PROSES PRODUKSI BIOPELET SEKAM PADI Desain proses merupakan rancangan suatu proses yang bertujuan untuk mentransformasi bahan baku menjadi produk, baik secara fisik maupun kimia. Desain proses terdiri atas desain rancang bangun konseptual dan desain rancang bangun detail. Desain rancang bangun konseptual merupakan suatu proses sistematis, objektif, dan investigatif dimana kebutuhan dasar teknis, karakteristik operasi, dan batasan-batasan yang ada dari rencana suatu pabrik dievaluasi dan didefinisikan (Tim Penulis BRDST 2008) Diagram alir proses Pada desain proses produksi biopelet sekam padi, digunakan asumsi asumsi sebagai berikut: Kapasitas produksi biopelet 100 kg/jam Bahan baku sekam padi Perbandingan sekam padi dan arang sekam pada formulasi bahan baku adalah 9:1, dengan penambahan minyak jelantah 5% (b/b) Berdasarkan batasan-batasan di atas, maka diagram alir proses (process flow diagram) dapat disusun dengan tahapan proses sebagai berikut: 1. Proses persiapan awal (pretreatment) dengan melakukan penjemuran sekam padi di bawah panas matahari di dalam rumah kaca. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada sekam padi menjadi 10% sehingga dapat memudahkan proses penggilingan. 2. Sekam padi selanjutnya digiling dengan menggunakan disc mill. Proses penggilingan akan menghasilkan serbuk sekam padi dengan ukuran yang beragam, yaitu dengan ukuran partikel yang berkisar antara mesh. Tujuan proses penggilingan ini adalah untuk mempermudah proses peletisasi dan meningkatkan kerapatan biopelet. 3. Serbuk sekam padi selanjutnya disaring menggunakan vibrating screener dengan ukuran saringan 50 mesh. Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan serbuk sekam berukuran <50 mesh yang selanjutnya diumpankan pada proses pirolisis. 4. Untuk menghasilkan arang sekam, serbuk sekam padi selanjutnya digunakan untuk proses pirolisis. Menurut Yaman (2004), pirolisis dapat didefinisikan sebagai proses penguraian biomassa secara langsung menggunakan panas tanpa bantuan oksigen. Suhu yang digunakan pada proses pirolisis berkisar antara o C. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa gas, cairan, dan arang padat. Jumlah proporsi produk yang dihasilkan bergantung pada metode pirolisis dan karakteristik biomassa yang dijadikan sebagai bahan baku (United Nation 1994). Pada pirolisis sekam padi, akan dihasilkan produk berupa arang sekam (karbon), bio-oil dan gas. Hasil penelitian Natarajan dan Sundaraman (2009) menunujukkan proses pirolisis sekam padi pada fix bed reactor dapat menghasilkan produk berupa % bio-oil, % gas, dan % material padat (arang). Proses pirolisis dilakukan pada suhu antara o C dengan laju panas 60 o C/ menit, panjang reaktor mm, dan ukuran partikel sekam padi mm. 5. Serbuk sekam padi dan arang sekam kemudian dicampurkan dengan perbandingan 9 : 1 (b/b) dan ditambahkan minyak jelantah sebanyak 5% (b/b). Proses ini akan menghasilkan campuran antara partikel sekam dan arang sekam yang telah terdistribusi secara merata. Tipe mixer yang cocok digunakan untuk proses pencampuran bahan berbentuk serbuk adalah ribbon mixer. 27

17 6. Formulasi bahan baku (campuran sekam dan arang sekam) selanjutnya diumpankan ke dalam mesin pellet (pellet mill) untuk didensifikasi menjadi biopelet. Diasumsikan bahwa pellet mill mampu melakukan proses densifikasi pada semua ukuran partikel sekam padi setelah proses penggilingan. Terdapat dua jenis pellet mill yang dapat digunakan untuk melakukan densifikasi biomassa menjadi biopelet, yaitu flat die pellet mill dan ring die pellet mill. Pada desain proses ini, akan digunakan flat die pellet mill. Hal tersebut dikarenakan pada flat die pellet mill terdapat beberapa kelebihan sebagai berikut (Anonim 2011): - Proses perawatan (maintanance) lebih mudah dibandingkan ring die pellet mill. - Proses penggantian die dan roller lebih cepat sehingga proses produksi lebih efisien. - Berukuran lebih kecil dan lebih ringan sehingga memungkinkan untuk produksi dengan skala kecil. - Bahan baku di dalam pellet mill dapat dilihat ketika proses peletisasi berlangsung, sehingga lebih memudahkan proses perbaikan jika terdapat suatu masalah pada saat proses peletisasi berlangsung. 7. Biopelet yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan ke dalam rotary screener untuk dipisahkan dari bahan baku yang tidak terdensifikasi menjadi biopelet. Bahan baku yang tidak terdensifikasi menjadi biopelet selanjutnya diumpankan kembali ke dalam mixer. 8. Biopelet selanjutnya masuk ke dalam wadah penampung yang dilengkapi blower dan diturunkan suhunya hingga mencapai suhu ruang. Diagram alir proses produksi biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 13. Berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa total produksi biopelet sekam padi dengan penambahan arang sekam 10% pada Lampiran 15, untuk menghasilkan biopelet dengan kapasitas produksi 100 kg/jam, dibutuhkan input sekam padi sebesar 120 kg/jam. Produk lain yang dihasilkan pada proses produksi biopelet adalah berupa 10.5 kg gas dan 9 kg bio-oil. 28

18 Input Sekam padi : 120 kg/jam Disc mill Minyak Jelantah 5 kg/jam Serbuk sekam padi ( mesh): 90 kg/jam Ribbon mixer Formulasi bahan: 105 kg/jam Pellet mill 2.2 kw 1 kw Vibrating Screener Serbuk sekam padi (<50 mesh): 30 kg/jam 2.5 kw Losses: 1 kg/jam 7.5 kw Arang sekam: 10 kg/jam Biopelet : 104 kg/jam Losses : 1 kg/jam Kondensor 2 Kondensor 1 Rotary screener Output Bio-oil: 3 kg/jam Bio-oil: 6 kg/jam Biopelet : 103 kg/jam 2.0 kw Bak penampung 1 Bak penampung 2 Gas: 10.5 kg/jam Pyrolizer Bak penampung 3 Losses: 1 kg/jam Gambar 13. Diagram alir desain proses produksi biopelet sekam padi 29

19 Utilitas dan Sistem Kontrol Untuk mendukung peralatan dan proses utama, utilitas merupakan komponen yang sangat menentukan pada proses pengoperasian peralatan utama. Tanpa utilitas ini maka pabrik tidak akan dapat dioperasikan (Tim BRDST 2010). Utilitas dapat berupa listrik, air, berserta peralatan pendukung lainnya. Sumber listrik dapat berasal dari jaringan PLN, generator, atau kombinasi antara keduanya dengan generator sebagai cadangan. Listrik digunakan untuk kebutuhan elektrifikasi dalam pengoperasian motor pengaduk, pompa, serta kebutuhan lainnya. Berdasarkan diagram proses produksi biopelet sekam padi (Gambar 13), maka untuk kebutuhan elektrifikasi peralatan utama dibutuhkan input energi listrik sebesar kw. Air dapat berasal dari ledeng, air tanah, sungai, atau sumber lainnya yang dipandang paling ekonomis. Pemenuhan kebutuhan air untuk kondensor pada proses pirolisis dapat diperoleh dari air ledeng. Berdasarkan desain proses produksi biopelet pada Gambar 13, dibutuhkan beberapa jenis peralatan mekanikal, elektrikal, dan proses. Agar produksi dapat berjalan dengan baik, semua peralatan pada setiap kategori harus dioperasikan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pengoperasian dari peralatan tersebut harus terkoordinasi dan diatur sedemikian sehingga kondisi operasi yang diinginkan dapat tercapai. Sistem kontrol menyediakan peralatan yang dibutuhkan oleh operator untuk dapat mengatur dan mengoperasikan pabrik secara aman dan efisien. Sistem kontrol dapat dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu kontrol hidup-mati (on-off control) dan kontrol modulasi (modulating control). On-off control menghasilkan keadaan-keadaan yang bersifat diskret, seperti menghidupkan atau mematikan lampu, motor, atau pompa. Sementara modulating control bersifat kontinu. Pabrik modern dengan skala besar biasanya sudah menggunakan sistem kontrol otomatis untuk efisiensi proses dan minimalisasi kesalahan operator (human error). Namun, untuk pabrik skala kecil, saat ini sistem kontrol manual sudah memadai. Selain itu, sistem kontrol otomatis juga akan meningkatkan biaya awal pembangunan plant secara signifikan. Berdasarkan kebutuhan pengaturan yang diperlukan, maka untuk desain proses produksi biopelet sekam padi seperti disajikan pada Gambar 13 cukup menggunakan sistem on-off control yang dioperasikan langsung oleh operator dari sebuah panel kontrol Spesifikasi peralatan Untuk keperluan perancangan pabrik, peralatan yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut. - Rumah kaca. Diperlukan dua unit rumah kaca untuk pengeringan sekam padi dan biopelet dengan kapasitas 2 ton/hari. - Disc mill. Spesifikasi disc mill ditentukan berdasarkan ukuran partikel sekam padi yang dibutuhkan untuk proses pirolisis dan peletisasi. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan sekam padi dengan ukuran partikel mm, maka digunakan disc mill dengan ukuran saringan 2 mm. Untuk menggerakkan disc mill, digunakan motor listrik dengan daya 2.2 kw. Untuk mencapai target produksi biopelet 100 kg/jam, maka digunakan disc mill dengan kapasitas minimal 150 kg/jam. - Vibrating screener. Vibrating screener dengan kapasitas kg/jam digunakan untuk memisahkan serbuk sekam padi berukuran <50 mesh yang selanjutnya diumpankan pada proses pirolisis. Untuk mengoperasikan vibrating screener, digunakan motor listrik dengan daya 1 kw. - Alat pirolisis. Untuk kapasitas produksi biopelet 100 kg/jam, maka dibutuhkan alat pirolisis yang mampu menghasilkan arang sekam sebanyak 10 kg/jam. Reaktor dibuat berdasarkan kebutuhan massa arang sekam yang dibutuhkan untuk formulasi bahan baku pembuatan biopelet. Proses 30

20 pirolisis pada fixed bed reactor didesain untuk dapat menghasilkan produk berupa 35% arang sekam, 35% gas, dan 30% bio-oil. Untuk menghasilkan arang sekam sebanyak 10 kg/jam, maka diperlukan umpan berupa serbuk sekam padi sebanyak 30 kg/jam. Jika serbuk sekam padi memiliki densitas kamba 90 kg/m 3, maka dibutuhkan alat pirolisis dengan volume reaktor sebesar 3 m 3. Selain menghasilkan ±10 kg arang sekam, pirolisis juga akan menghasilkan ±10.50 kg gas ±9 kg bio-oil, dan 0.50 kg losses. Gas yang dihasilkan pada proses pirolisis dapat digunakan untuk mensuplai panas pada ruang pembakaran pirolisis. Untuk menjalankan sirkulasi air pada kondensor, akan digunakan pompa dengan daya 125 watt. - Ribbon mixer. Ribbon mixer digunakan untuk mencampurkan serbuk sekam padi dan arang sekam agar dapat terdistribusi secara merata sebelum didensifikasi menjadi biopelet. Untuk kapasitas produksi biopelet 100 kg/jam, maka ribbon mixer didesain dengan kapasitas kg/jam. Ribbon mixer harus dilengkapi dengan katup pengumpan yang dapat diatur secara manual untuk memasukkan bahan baku ke dalam pellet mill. Untuk menggerakkan ribbon mixer, digunakan motor listrik dengan daya 2.5 kw. - Pellet mill. Flat die pellet mill digunakan untuk proses densifikasi sekam padi menjadi biopelet dengan kapasitas kg/jam. Untuk menggerakkan pellet mill, digunakan motor listrik dengan daya 7.5 kw. - Rotary screener. Rotary screener dikelilingi lobang dengan diameter 5 mm dimana terdapat ulir pada dinding bagian dalam silinder yang berfungsi menggerakkan biopelet keluar screener. Pada bagian bawah screener terdapat dua buah wadah yang masing-masing berfungsi untuk menampung biopelet dan material yang tidak terdensifikasi. Energi mekanik untuk memutar rotary screener diperoleh dari motor listrik dengan daya sebesar 2 kw. - Blower. Blower digunakan untuk menurunkan suhu biopelet yang keluar dari rotary screener dan dipasang pada wadah penampung biopelet. Untuk penyimpanan sementara, digunakan 2 buah wadah penampung biopelet yang dilengkapi 4 buah blower dengan kapasitas masing-masing sebesar 1 ton. 31

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik Industri Universitas Negeri Gorontalo Kota Gorontalo, sedangkan sasaran untuk penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengujian briket dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan vital manusia karena dengan adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat ini energi yang banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Bab ini menguraikan secara rinci langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam proses penelitian agar terlaksana secara sistematis. Metode yang dipakai adalah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan program dilakukan dibeberapa tempat yang berbeda, yaitu : 1. Pengambilan bahan baku sampah kebun campuran Waktu : 19 Februari 2016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biomassa Kelapa Sawit Biomassa merupakan sumber daya energi terbarukan yang berasal dari berbagai sumber, seperti dari residu/produk samping perkebunan, pertanian, maupun sisa kegiatan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses dan Non Dylla Chandra Wilasita (2309105020) dan Ragil Purwaningsih (2309105028) Pembimbing:

Lebih terperinci

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku Lampiran I Data Pengamatan 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku No. Parameter Bahan Baku Sekam Padi Batubara 1. Moisture (%) 10,16 17,54 2. Kadar abu (%) 21,68 9,12 3.

Lebih terperinci

PEMANFATAN LIMBAH SERBUK GERGAJI ULIN DAN KAYU BIASA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK

PEMANFATAN LIMBAH SERBUK GERGAJI ULIN DAN KAYU BIASA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK p-issn: 2088-6991 Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan) e-issn: 2548-8376 Desember 2017 PEMANFATAN LIMBAH SERBUK GERGAJI ULIN DAN KAYU BIASA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET Siti Hosniah*, Saibun Sitorus dan Alimuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan bahan bakar fosil ini semakin meningkat

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan. Energi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu energi yang bersumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP Putro S., Sumarwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Muhamadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pebelan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangakan untuk Pengujian nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISA KUALITAS BRIKET ARANG KULIT DURIAN DENGAN CAMPURAN KULIT PISANG PADA BERBAGAI KOMPOSISI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

ANALISA KUALITAS BRIKET ARANG KULIT DURIAN DENGAN CAMPURAN KULIT PISANG PADA BERBAGAI KOMPOSISI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF ANALISA KUALITAS BRIKET ARANG KULIT DURIAN DENGAN CAMPURAN KULIT PISANG PADA BERBAGAI KOMPOSISI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Paisal 1), Muhammad Said Karyani. 2) 1),2) Jurusan Teknik Mesin Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan selama 4 bulan, bertempat di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Karakterisasi Briket Arang Pengujian karakteristik briket meliputi kadar air, kadar abu, dekomposisi senyawa volatil, kadar karbon terikat, kerapatan dan nilai kalor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak. Bentuk dari energi alternatif yang saat ini banyak dikembangkan adalah pada

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Uji proksimat merupakan sifat dasar dari bahan baku yang akan digunakan sebelum membuat briket. Sebagaimana dalam penelitian ini bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SERI PAKET IPTEK TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL DARI BIOMASSA Santiyo Wibowo,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprihatin (1999) dan Nisandi (2007) dalam Juhansa (2010), menyatakan

TINJAUAN PUSTAKA. Suprihatin (1999) dan Nisandi (2007) dalam Juhansa (2010), menyatakan TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pertanian Suprihatin (1999) dan Nisandi (2007) dalam Juhansa (2010), menyatakan bahwa berdasarkan asalnya limbah dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Limbah organik yaitu sampah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Uji 1 Uji 2 Uji 3 Uji 1 Uji 2 Uji 3 1. Kadar Air (%) 4,5091 4,7212 4,4773 5,3393 5,4291 5,2376 4,9523 2. Parameter Pengujian Kadar

Lebih terperinci

STUDI MUTU BRIKET ARANG DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH BIOMASSA

STUDI MUTU BRIKET ARANG DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH BIOMASSA STUDI MUTU BRIKET ARANG DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH BIOMASSA Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Kampus Limau Manis-Padang 2516 Email: renny.ekaputri@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN SEKAM SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN SEKAM SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN SEKAM SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Abstrak Senadi Budiman, Sukrido, Arli Harliana Jurusan Kimia FMIPA UNJANI Jl.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arang Arang adalah residu yang berbentuk padat hasil pada pembakaran kayu pada kondisi terkontrol. Menurut Sudrajat (1983) dalam Sahwalita (2005) proses pengarangan adalah pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri EBT 02 Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri Abdul Rahman 1, Eddy Kurniawan 2, Fauzan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus Bukit Indah,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA Subroto, Tri Tjahjono, Andrew MKR Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Konversi Biomassa menjadi SynGas Pada Reaktor Bubbling Fluidized Bed Gasifier

Studi Eksperimen Konversi Biomassa menjadi SynGas Pada Reaktor Bubbling Fluidized Bed Gasifier Studi Eksperimen Konversi Biomassa menjadi SynGas Pada Reaktor Bubbling Fluidized Bed Gasifier Nur Aklis 1, M.Akbar Riyadi 2, Ganet Rosyadi 3, Wahyu Tri Cahyanto 4 Program Studi Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TEBU MENJADI BRIKET DAN BIOPELET NIRWAN HARTADI

PEMANFAATAN LIMBAH TEBU MENJADI BRIKET DAN BIOPELET NIRWAN HARTADI PEMANFAATAN LIMBAH TEBU MENJADI BRIKET DAN BIOPELET NIRWAN HARTADI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ii iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

STUDI BANDING PENGGUNAAN PELARUT AIR DAN ASAP CAIR TERHADAP MUTU BRIKET ARANG TONGKOL JAGUNG

STUDI BANDING PENGGUNAAN PELARUT AIR DAN ASAP CAIR TERHADAP MUTU BRIKET ARANG TONGKOL JAGUNG Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 STUDI BANDING PENGGUNAAN PELARUT AIR DAN ASAP CAIR TERHADAP MUTU BRIKET ARANG TONGKOL JAGUNG 1 Enny Sholichah dan 2 Nok Afifah 1,2 Balai

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) Telah disebutkan pada bab 5 diatas bahwa untuk analisa pada bagian energi kalor input (pada kompor gasifikasi), adalah meliputi karakteristik

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari Beton. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Deskripsi METODE PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

Deskripsi METODE PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) 1 Deskripsi METODE PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bahan bakar padat berbasis eceng gondok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sentra industri sekarang tidak lepas dari kebutuhan bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang semakin meningkat sehingga

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sekam Padi Menggunakan Filter Tunggal

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sekam Padi Menggunakan Filter Tunggal NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sekam Padi Menggunakan Filter Tunggal Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ANALISA KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN VARIASI PEREKAT DAN TEMPERATUR DINDING TUNGKU 300 0 C, 0 C, DAN 500 0 C MENGGUNAKAN METODE HEAT FLUX CONSTANT (HFC) Aditya Kurniawan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik JURNAL PUBLIKASI Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAKARAN PIROLISIS DAN KARBONISASI PADA BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP NILAI KALORI

PERBANDINGAN PEMBAKARAN PIROLISIS DAN KARBONISASI PADA BIOMASSA KULIT DURIAN TERHADAP NILAI KALORI TURBO Vol. 5 No. 1. 2016 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PERBANDINGAN PEMBAKARAN PIROLISIS DAN KARBONISASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Randemen Arang Tempurung Kelapa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Randemen Arang Tempurung Kelapa 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Arang Briket Tempurung Kelapa Nilai rata-rata rendemen arang bertujuan untuk mengetahui jumlah arang yang dihasilkan setelah proses pirolisis. Banyaknya arang

Lebih terperinci

DATA PENGAMATAN HASIL PENELITIAN

DATA PENGAMATAN HASIL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN HASIL PENELITIAN L1.1 DATA PENGAMATAN NILAI KALOR Ukuran Partikel (Mesh) 10 42 60 Tabel L1.1 Data Pengamatan Nilai Kalor Perbandingan Nilai kalor Eceng Gondok : Tempurung Kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Densitas Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomassa merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau diubah ke dalam bentuk cair atau gas.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan menggunakan alat gasifikasi, salah satunya adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PELLET KAYU GMELINA (Gmelina arborea Roxb.)

KARAKTERISTIK PELLET KAYU GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) KARAKTERISTIK PELLET KAYU GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) Moeh. Hady Akbar Zam, Syahidah, dan Beta Putranto Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar Kampus Unhas Tamalanrea : Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah No Parameter Pengujian Hasil Uji Uji 1 Uji 2 Uji 3 Rata-rata 1. Berat Awal Bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 135 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat. Tempat yang pertama adalah Lab Program Studi Kesehatan Lingkungan Kampus Magetan Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PORTABLE BAHAN BAKAR BATUBARA YANG AMAN UNTUK KESEHATAN PEMAKAINYA 1

RANCANG BANGUN TUNGKU PORTABLE BAHAN BAKAR BATUBARA YANG AMAN UNTUK KESEHATAN PEMAKAINYA 1 RANCANG BANGUN TUNGKU PORTABLE BAHAN BAKAR BATUBARA YANG AMAN UNTUK KESEHATAN PEMAKAINYA 1 Tamrin 2, Budianto Lanya 2 dan Dwi Firmayanti 3 ABSTRAK Bahan bakar padat seperti briket batubara tidak dianjurkan

Lebih terperinci

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong)

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong) Arang sekam padi memiliki banyak kegunaan baik di dunia pertanian maupun untuk kebutuhan industri. Para petani memanfaatkan arang sekam sebagai penggembur tanah. Arang sekam dibuat dari pembakaran tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju uap (parallel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. : Motor Bensin 4 langkah, 1 silinder Volume Langkah Torak : 199,6 cm3

III. METODE PENELITIAN. : Motor Bensin 4 langkah, 1 silinder Volume Langkah Torak : 199,6 cm3 III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Dalam pengambilan data untuk laporan ini penulis menggunakan mesin motor baker 4 langkah dengan spesifikasi sebagai berikut : Merek/ Type : Tecumseh TD110 Jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat.

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis energi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh dunia maupun Indonesia. Kementerian Riset dan Teknologi mencatat bahwa produksi minyak Nasional 0,9

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah menjadi masalah bagi sebagian besar masyarakat. indonesia, di daerah perdesaan banyak sekali sampah organik kebun

BAB I PENDAHULUAN. Sampah menjadi masalah bagi sebagian besar masyarakat. indonesia, di daerah perdesaan banyak sekali sampah organik kebun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menjadi masalah bagi sebagian besar masyarakat indonesia, di daerah perdesaan banyak sekali sampah organik kebun yang hanya di buang dan di bakar tanpa ada manfaatnya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

UNJUK KERJA KOMPOR BERBAHAN BAKAR BIOGAS EFISIENSI TINGGI DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR

UNJUK KERJA KOMPOR BERBAHAN BAKAR BIOGAS EFISIENSI TINGGI DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR UNJUK KERJA KOMPOR BERBAHAN BAKAR BIOGAS EFISIENSI TINGGI DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR B Y. M A R R I O S Y A H R I A L D O S E N P E M B I M B I N G : D R. B A M B A N G S U D A R M A N T A, S T. M T.

Lebih terperinci