BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (bps.go.id, 14 Oktober 2015). Berdasarkan data jumlah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang dengan jumlah penduduk yang diperkirakan sebesar jiwa (bps.go.id, 14 Oktober 2015). Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2014 menunjukan bahwa sekitar jiwa merupakan pekerja yang aktif di Indonesia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan usia 15 tahun keatas dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat setiap tahunnya (Kim, 2014). Banyaknya jumlah pekerja di Indonesia membuat Pemerintah Indonesia membuka banyak lapangan pekerjaan yang terdiri dari berbagai jenis bidang baik itu pertanian, perkebunan, industri, pertambangan, transportasi, perdagangan, lembaga keuangan, poliitik, dan jasa pemerintahan. Pegawai Negeri Sipil menjadi salah satu pekerjaan yang paling diminati di Indonesia, terbukti dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dari tahun 2007 hingga 2014 jumlah Pegawai Negeri Sipil meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2007 PNS berjumlah orang, dan pada tahun 2014 jumlahnya bertambah menjadi orang ( 14 September 2015). Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999). Pada tahun 2014, Pegawai Negeri Sipil berjumlah orang yang terdiri dari berjenis kelamin lakilaki dan orang berjenis kelamin perempuan ( 14 September 2015). Jumlah Pegawai Negeri Sipil hingga tahun 2014 terdiri dari berbagai tingkat pendidikan, PNS lulusan Sekolah Dasar berjumlah orang, PNS lulusan Sekolah Menengah Pertama atau sederajat berjumlah orang, PNS lulusan Sekolah

2 Menengah Atas atau sederajat berjumlah orang, PNS lulusan Diploma I, II/Akta I, II berjumlah orang, PNS lulusan Diploma III/Akta III/Sarjana Muda berjumlah orang, dan PNS lulusan Tingkat Sarjana/Doktor/Ph.D berjumlah orang. Hal tersebut menunjukan bahwa PNS terdiri dari berbagai kalangan tingkat pendidikan dan pekerjaan yang diminati masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun ( 14 Oktober 2015). Tingginya minat masyarakat untuk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) diimbangin dengan ketatnya seleksi sebagai CPNS. Hal tersebut terbukti dari jumlah pendaftar CPNS yang lebih besar dibandingkan lowongan yang dibuka. Seleksi CPNS tahun 2014 masuk dalam deretan Musium rekor Indonesia karena peserta mencapai orang, bila dipersentasikan dalam sebuah angka ada setidaknya 1:20, jadi ada sekitar 1:2000 untuk setiap persaingan CPNS yang dibutuhkan (cpns.rikowijaya.com, 14 Oktober 2015). Berdasarkan Badan Kepegawaian Negara tahun 2015 pendaftar CPNS sebesar 5 juta lebih pelamar, sedangkan lowongan yang dibuka sebanyak 100 ribu CPNS dimana alokasi penempatan sebanyak 35 ribu CPNS untuk instansi pusat dan 65 ribu CPNS untuk instansi daerah ( 14 Oktober 2015). Ketatnya tingkat seleksi CPNS tidak membuat menurunnya tingkat minat masyarakat untuk bekerja sebagai PNS. Pekerjaan sebagai PNS sangat menjanjikan terutama pada jaman yang semakin modern dan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Berdasarkan laporan hasil lapangan menunjukan bahwa semakin banyak masyarakat yang melamar sebagai PNS, hal tersebut disebabkan oleh jaminan hidup yang diberikan kepada setiap pegawai negeri terutama pada saat ini dimana kebutuhan hidup semakin meningkat dan mendesak (Nugraheni, 2004). Banyaknya keuntungan menjadi PNS membuat pekerjaan sebagai PNS semakin diminati, antara lain PNS memiliki gaji yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang sehingga perubahan gaji telah diatur

3 dalam Undang-Undang dan bersifat jelas, PNS memiliki berbagai tunjangan yang diterima antara lain tunjungan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan umum, tunjangan jabatan struktural, tunjangan beras, tunjangan khusus pajak, serta taperum (tabungan perumahan PNS) yang merupakan program yang disediakan pemerintah untuk mempersiapkan pegawai dalam memiliki rumah ( 14 Oktober 2015). Selain itu PNS juga mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berlaku baik untuk PNS itu sendiri maupun keluarganya yang iurannya dipotong 5% dari gaji yang didapatkan per bulan ( 14 Oktober 2015). Jumlah PNS di Indonesia tersebar diberbagai daerah dan bidang baik itu kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Persebaran tenaga kerja yang tidak merata menjadi salah satu permasalahan yang terjadi di PNS, baik itu jumlahnya yang tidak merata ataupun tenaga kerja yang diberikan tidak sesuai kompetensinya ( 6 Januari 2016). Hal tersebut tentunya memunculkan permasalahan, apabila jumlah PNS lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan yang ada akan menyebabkan peran ganda bagi pegawai sehingga beban kerja yang diterima akan lebih besar, sebaliknya bila jumlah PNS lebih besar dibandingkan kebutuhan maka akan menimbulkan menurunnya produktivitas pegawai serta beberapa pegawai yang tidak diberdayakan akan menjadi beban bagi organisasi. Selain itu penetapan kerja PNS yang tidak sesuai dengan kompetensinya akan menyebabkan menurunnya produktivitas dalam melayani masyarakat. Hal lain yang menjadi permasalahan di PNS adalah gaji yang besar namun kinerja PNS yang belum maksimal, hal tersebut menunjukan bahwa gaji yang diterima pegawai sama rata namun usaha atau kinerja yang dilakukan setiap individu dapat berbeda-beda ( 4 Januari 2016). Ketidakseimbangan gaji dengan usaha atau kinerja yang telah dilakukan pegawai tersebut lah yang dapat menimbulkan stres kerja pada PNS,

4 terutama di zaman globalisasi yang menerapkan sistem social reciprocity atau hubungan timbal balik. Stress kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan lingkungan pekerjaanya yang dapat menimbulakan efek psikologis, fisik, ataupun perilaku. Siegrist (1996) mengungkapkan bahwa stres kerja merupakan kondisi psikologis yang diakibatkan adanya ketidakseimbangan antara reward yang didapatkan individu dengan usaha yang telah dilakukan individu untuk pekerjaanya. Reward yang dimaksud dapat berupa finansial (gaji, tunjangan, asuransi), penghargaan dari instansi tempat kerja, kesempatan pengembangan karir, dan keselamatan kerja (Siegrist, Starke, Chandola, dkk, 2004). Menurut Siegrist di zaman globalisasi sistem pertukaran sosial atau social reciprocity sangat berperan. Kondisi dimana seseorang bekerja dengan usaha yang besar, namun reward yang diberikan kecil akan menyebabkan stres kerja karena harapan akan reward yang diterimanya tidak sesuai dengan ekspektasi dari pekerja berdasarkan usaha yang telah dilakukannya. Stres kerja memiliki dampak, baik pada individu yang mengalami stres kerja itu sendiri maupun organisasi tempat individu bekerja. Dampak yang akan terjadi bila individu mengalami stres kerja dapat berupa reaksi fisik dan psikis. Umumnya pekerja yang mengalami stres akan menunjukan perubahan perilaku sebagai upaya mengatasi stres yang terjadi pada dirinya. Reaksi fisik yang terjadi dapat berupa peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, radang kulit dan radang pernafasan. Perilaku yang ditunjukan individu sebagai dampak dari stres kerja di tempat kerja anatara lain bekerja melewati batas kemampuan, sering terlambat masuk kerja, ketidakhadiran pekerjaan, kesulitan membuat keputusan, sering terjadi kesalahan dalam bekerja, kelalaian dalam menyelesaikan pekerjaan, kesulitan berhubungan dengan orang lain, serta risau akan kesalahan yang dibuat ditempat kerja (Margiati, 1999). Dampak tersebut tentunya

5 merugikan organisasi atau instansi tempat individu bekerja karena dapat menurunkan tingkat motivasi dan produktifitas yang juga mempengaruhi produktifitas instansi atau organisasi tempat individu bekerja. Stres kerja yang terjadi di PNS akan berdampak negatif bagi produktifitas instansi pemerintahan terutama dalam melayani masyarakat secara langsung, terlebih PNS dituntut untuk sigap dan cepat dalam melakukan tugasnya melayani masyarakat sehingga sebisa mungkin minimnya terjadi kesalahan dalam bekerja. Selain itu sedikit saja kelalaian yang dilakukan oleh PNS akan mempengaruhi kinerja instansi dan penilaiaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan. Hal tersebut diperkuat dari penelitian yang dilakukan Wildani (2012) dengan subjek PNS bahwa stres yang dialami pegawai jika tidak kunjung diselesaikan maka sangat berpotensi untuk mengundang penyakit yang lebih serius, bukan hanya individu saja yang mengalami gejala fisik, emosi, ataupun perilaku, akan tetapi dapat menurunkan produktifitas pegawai dan memberikan dampak yang negatif terhadap instansi. Di Indonesia tingkat stres kerja yang dirasakan pekerja semakin meningkat dalam beberapa tahun ini. Hal tersebut diperkuat dengan sebuah survei yang dilakukan pada lebih dari 16 ribu orang pekerja profesional di seluruh dunia pada tahun 2014, yang menunjukan bahwa lebih dari setengah pekerja di Indonesia, yakni 64 persennya mengatakan bahwa tingkat stres mereka bertambah dibandingkan tahun lalu (okezone.com, 14 Oktober 2015). Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) terhadap para pekerja di Indonesia pada tahun 1990-an yang menunjukkan, sekitar 30 persen karyawan pernah mengalami stres di tempat kerja dengan beragam keluhan mulai dari yang ringan sampai berat (kompas.com, 14 Oktober 2015).

6 Stres kerja juga dapat terjadi pada pegawai di instansi pemerintahan. Berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan pada Pegawai Negri Sipil Kabupaten Purworejo pada tangal 30 Desember 2015 diperoleh informasi bahwa pegawai tidak menikmati pekerjaan yang telah dilakukannya selama ini sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil dimana hal tersebut merupakan indikasi kepuasan kerja yang rendah dan beresiko memunculkan stres kerja. Saya harus terpaksa harus menikmati pekerjaan ini karena kalo tidak menikmati saya tidak dapat pekerjaan.kenapa saya bilang terpaksa menikmati karena ya harus dipaksan untuk dinikmati, bukannya tidak bersyukur Hal tersebut menjelaskan bahwa tingkat kepuasan kerja yang dimiliki pegawai rendah sehingga pekerjaan yang dilakukannya selama ini hanya sebatas tuntutan kerja yang harus dipenuhi tanpa adanya kenikmatan dan kenyamanan dalam bekerja dan hal tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya stres kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartono, Istiono, dan Setiyarini (2005) dihasilkan bahwa kepuasan kerja pegawai akan meningkat apabila pegawai merasakan bahwa pekerjaan yang dilakukannya mendapat imbalan, jaminan sosial yang sesuai, dan kesempatan mendapat penghargaan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan pada Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Purworejo pada tanggal 30 Desember 2015 sebagai berikut. Apakah gaji sudah imbang dengan pekerjan? Kalau melihat dari realita kehidupan yang ada, ya kita kan gak hidup sendiri, saya merasa perlu ada evaluasi.karena bila cukup gak cukup relativitasnya tinggi sekali. Ya kalau rata-rata saya merasa cukup. Namun tetap memerlukan ada evaluasi. Hal tersebut menjelaskan bahwa pegawai masih belum merasakan keseimbangan dari gaji yang telah diterima dari usaha yang telah dilakukan. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masih perlu adanya evaluasi dari instansi terhadap sistem reward yang diberikan kepada pegawai, karena hal tersebut terkait dengan stress kerja yang dapat diarasakan pegawai. Ketidakseimbangan imbalan yang didapat dengan usaha yang telah

7 dilakukan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dapat memunculkan stres kerja pada individu karena timbulnya perasaan tidak dihargai dan munculnya rasa ketidakadilan serta kekecewaan akibat tidak pantasnya imbalan yang diberikan setelah usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi tuntutan pekerjaannya tersebut (Siegrist, Starke, Chandola, dkk, 2004). Melihat kenyataan bahwa adanya stress kerja yang dirasakan PNS yang terindikasi dari ketidakseimbangan usaha yang dilakukan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan reward yang didapatkan, penelitian ini berfokus pada stress kerja pegawai negeri sipil. Hal ini mengingat Pegawai Negeri Sipil bertugas langsung melayani masyarakat dengan berbagai sarana dan jasa yang telah diberikannya serta penelitian terdahulu mengenai stress kerja belum banyak dilakukan di sektor pemerintahan. Penelitian akan berfokus pada pegawai negeri sipil di Kabupaten Purworejo sesuai dengan keterjangkauan peneliti dengan sampel yang akan diteliti. Peneliti tergerak untuk meninjau lebih lanjut faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi stress kerja seorang pegawai khususnya pada PNS. Peneliti bermaksud untuk meninjau beberapa faktor yang berasal dari dua aspek yang berhubungan dengan stress kerja pada Pegawai Negeri Sipil. Aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek psikologis yang berasal dari luar diri (eksternal) dan dalam diri (internal). Faktor yang diteliti adalah beban kerja sebagai faktor yang berasal dari luar diri dan kecerdasan emosi sebagai faktor yang berasal dari dalam diri. Beban kerja merupakan jumlah pekerjaan yang harus dikerjakan dan dialokasikan kepada pekerja (Qureshi & Iftikhar, 2013). Menurut Gary B Reid (1989) beban kerja didefinisikan sebagai seberapa besar kemampuan yang individu miliki dalam memenuhi beban waktu, beban usaha mental dan beban tekanan psikologis dari pekerjaanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Asiah (2008) menunjukan bahwa beban kerja yang tinggi dapat menimbulkan stress kerja, karena beban yang dimunculkan dalam

8 tugas-tugas pekerjaan dapat menyita waktu, menimbulkan tekanan mental, dan menimbulkan stres. Berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2015 pada PNS Kabupaten Purworejo diperoleh hasil bahwa tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi menjadi beban bagi pegawai. Bahkan setiap tahun itu kita nggak pernah menikmati tahun baru. Selama tujuh tahun saya belum pernah. Karena verivikasi SPJ kan banyak sekali. Hampir setiap tahun baru tidak melihat anak istri karena bekerja dan laporan keuangan harus selesai sebelum jam Jadi kalau dibilang stres ya stres Hasil tersebut menjelaskan bahwa tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi dapat menyita waktu bersama keluarga, hal tersebut dapat memunculkan persepsi bahwa pekerjaan yang dilakukan dianggap sebagai beban. Berdasarkan Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil (Badan Kepegawaian Negara, 2011) beban kerja adalah faktor penting dalam menghitung kebutuhan pegawai. Beban kerja ditetapkan berdasarkan tugas dan fungsi unit organisasi yang selanjutnya diuraikan menjadi rincian tugas yang harus diselesaikan pada jangka waktu tertentu. Setiap instansi wajib melakukan analisis beban kerja untuk perhitungan kebutuhan PNS. Setiap rincian tugas yang harus diselesaikan telah diatur berdasarkan Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan PNS yang menetapkan jumlah pegawai yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas tersebut. Penetapan jumlah pegawai untuk menyelesaikan suatu tugas dapat menjadi timbulnya permasalahan salah satunya adalah pelimpahan tugas pada pegawai yang berkompeten akibat ketidakmampuan pegawai yang tidak memiliki kompeten dan hal tersebut berefek pada peningkatan beban kerja yang dimiliki pegawai berkompeten. Permasalahan tersebut dapat berkembang akibat persebaran jumlah pegawai yang tidak merata serta tenaga kerja yang diberikan tidak sesuai kompetensinya ( 6 Januari 2016).

9 Faktor lain yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki dalam mengatur emosi yang dimiliki dalam memimpin dan berhubungan dengan lingkungan sosial (Schermerhorn, 2012). Menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi adalah kapasitas yang dimiliki individu dalam mengenali perasaannya dan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan megatur emosi baik pada diri sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2015) dengan subjek PNS menunjukan bahwa pengelolaan emosi perlu diperhatikan dalam berhadapan dengan berbagai karakter individu baik masyarakat maupun rekan kerja. Kecerdasan emosi diperlukan pada sistem kerja PNS yang berkelompok, terlebih PNS yang melayani masyarakat secara langsung. Hal tersebut diperkuat dari pernyataan yang dikemukakan Pegawai dari hasil FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2015 sebagai berikut. Kalau di anggaran kan kerja tim, ya ada sendiri-sendiri tapi kalau kebanyakan kerja tim. Sudah seperti keluarga. Kalau dirumah sudah susah mengerjakan. Sebisa mungkin kita kerjakan sebaik mungkin. Terkait interaksi dengan masyarakat kan stres tinggi, nah kalau saya iya Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa kecerdasan emosi penting bagi PNS dalam menjalani tugas utama untuk melayani masyarakat dimana PNS berinteraksi secara langsung dengan masyarakat dalam pelayanannya. Kecerdasan emosi juga diperlukan dalam dunia kerja PNS dengan sistem kerja yang berkelompok dan karakter anggota yang berbeda-beda. Selain itu kecerdasan emosi juga penting dalam mengontrol emosi negatif, terlebih yang diakibatkan oleh permasalahan yang muncul dari luar pekerjaan yang dapat mempengaruhi pekerjaan atau kinerja individu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu peserta FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2015 pada PNS di Kabupaten Purworejo sebagai berikut. Pernah ada masalah dengan anak ketika berangkat sekolah ketika mau bekerja, satu masalah yang muncul itu mengurangi waktu kita dan terlambat sehingga satu pekerjaan pun tidak terselesaikan karena susanan hatinya sudah berbeda sudah

10 tidak enjoy, sebisanya datang ke kantor diusahakan dengan suasana hati yang enak. Pentingnya faktor kecerdasan emosi dan beban kerja dalam stres kerja yang dirasakan pegawai membuat peneliti mengambil aspek tersebut sebagai faktor yang ditinjau dalam penelitian ini. Selain itu alasan lainnya sebagai pengembangan dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, banyak penelitian yang mengukur stres kerja secara langsung, dan masih sedikit penelitian yang menggunakan pengukuran stres kerja secara tidak langsung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggunakan pengukuran secara tidak langsung terhadap variabel stres kerja dalam penelitian ini. Alasan lainnya, penelitian terkait stres kerja lebih banyak dilakukan pada perusahaan profit sehingga kali ini peneliti memilih untuk mengembangkan penelitian pada sektor pemerintahan yaitu Pegawai Negeri Sipil yang merupakan instansi pelayanan masyarakat. A. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui hubungan antara beban kerja dan kecerdasan emosi dengan stres kerja secara bersama-sama. 2. Mengetahui sumbangan efektif dari beban kerja dan kecerdasan emosi terhadap stres kerja. B. Manfaat Penelitian Terdapat dua manfaat dari penelitian yang dilakukan, antara lain : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan teori di bidang ilmu Psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) yang berkaitan dengan beban kerja, kecerdasan emosi, dan stres kerja.

11 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi instansi untuk mengevaluasi sistem reward yang diterapkan. Selain itu dapat juga menjadi masukan dalam mengevaluasi komposisi beban kerja yang tepat bagi para pegawai agar tidak memunculkan stres kerja. Selain itu sebagai masukan untuk memberikan program pelatihan pengolahan emosi agar para pegawai memiliki kecerdasan emosi dan terhindar dari munculnya stres kerja. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat meberikan informasi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki ketertarikan untuk mengembangkan topik mengenai beban kerja, kecerdasan emosi, dan stres kerja.