DIRI YANG OTENTIK: KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SØREN KIERKEGAARD. Oleh : W A R N O T O NIM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIRI YANG OTENTIK: KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SØREN KIERKEGAARD. Oleh : W A R N O T O NIM :"

Transkripsi

1 DIRI YANG OTENTIK: KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SØREN KIERKEGAARD Oleh : W A R N O T O NIM : JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

2 DIRI YANG OTENTIK; KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SOREN KIERKEGAARD Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Oleh Warnoto NIM : Dibawah Bimbingan Dr. Syamsuri, M.Ag. Nip JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2009 M

3

4 KATA PENGANTAR بسم االله الرحمن الرحيم Puji syukur ke hadirat Allah swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi yang berjudul DIRI YANG OTENTIK; KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SOREN KIERKEGAARD. Salawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. Rasul paling mulia dan penutup para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman. Tidak terasa perjalanan panjang menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah berakhir. Satu tahap perjalanan akademis yang merupakan bagian dari perjalanan kehidupan telah penulis lalui dengan segala suka dan duka. Selesainya skripsi ini meskipun dalam waktu yang cukup lama, baik sadar maupun tidak sadar telah membentuk karaktetistik kehidupan pada diri penulis. Usaha dalam penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata dari penulis sendiri, akan tetapi dibantu oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan teruma kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, sekalu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff. 2. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A., sekalu Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff. i

5 3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M. Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta dan Sekretatis Jurusan Aqidah Filsafat, Bapak Ramlan Abdul Gani, M.A. 4. Bapak Dr. Syamsuri, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, kritik, saran dan motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini. 5. Keluarga besarku yang telah mendukung penulis demi selesainya studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ayahanda Dasur al Malawi dan Ibunda Dasuki yang telah berjuang sekuat tenaga bagaimana caranya menjadikan penulis seorang anak yang berhasil, serta kakak-kakak dan adik-adik tercinta. 6. Teman-teman mahasiswa, khususnya jurusan Aqidah Filsafat angkatan 2001, Ahmad Faruq, Ivan Hanifah, dan lain-lainnya yang telah memberikan motivasi begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh keluarga besar IMMAN (Ikatan Mutakharijin Madrasah Aliyah Negeri Ciwaringin Cirebon), yang selalu berdiskusi kepada penulis mengenai tema-tema terkait judul skripsi yang penulis buat, sehingga dapat menambah penguasaan penulis untuk memahami isi skripsi. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini hingga selesai, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. ii

6 Untuk mereka semua, penulis pribadi tidak bisa membalasnya, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalam. Jakarta, 22 Desember 2009 Penulis iii

7 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PEDOMAN TRANSLITERASI... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Telaah/Studi Kepustakaan... 9 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Metode Penulisan F. Sistematika Penulisan BAB II KEHIDUPAN SOREN KIERKEGAARD A. Kehidupan Soren Kierkegaard B. Karya-karya Soren Kierkegaard BAB III SOREN KIERKEGAARD DAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME A. Idealisme Hegelian B. Lahirnya Eksistensialisme: Sebuah Kritik Atas Filsafat Hegel C. Kritik Kierkegaard Terhadap Hegelian vi

8 D. Tema-tema Penting dalam Filsafat Kierkegaard BAB IV KONSEP DIRI OTENTIK DALAM FILSAFAT SOREN KIERKEGAARD A. Tahap-Tahap Eksistensi B. Subyektivitas Sebagai Kebenaran C. Diri Yang Otentik D. Pengaruh Filsafat Kierkegaard E. Diri Otentik dalam Tinjauan Islam BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. : Karya-karya Soren Kierkegaard viii

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia selalu disibukkan dengan berbagai aktivitas. Kesibukan yang dihadapi nanti akan muncul beberapa problem hingga mau tidak mau manusia sendiri harus dapat mengatasi dengan keputusan yang kadang membingungkan. Untuk itu perlu adanya suatu kehati-hatian dalam menangani permasalahan yang muncul dalam setiap waktu, karena tindakan yang telah dilakukan oleh manusia itu nanti akan berdampak kepada dirinya sendiri. Akan tetapi semua orang menyadari di saat mengambil keputusan-keputusan selalu berharap memperoleh kebenaran. Permasalah yang melekat pada manusia dan sikap yang diambil merupakan suatu pergulatan hidup. Kesadaran manusia yang mampu mengenal dan menyadari dirinya sendiri sangat diperlukan dalam hidup yang mewaktu, karena hal ini akan memunculkan sebuah refleksi hingga dapat mengambil keputusan-keputusan yang benar. Ketika seseorang secara penuh menggunakan kesadaran dirinya, ia sesungguhnya telah mencapai eksistensi hidup. Inilah yang menjadi perjalanan sejarah manusia dengan mendapatkan kebenaran yang ada dalam segala keputusan yang diambilnya. Dalam tradisi filsafat Barat tema tentang kesadaran diri mulai muncul pada zaman pencerahan (renaisance) sekitar abad ke-16. Pada masa ini dikenal sebagai zaman yang memiliki corak antroposentris, di mana manusia menjadi pusat 1

11 2 perhatian. Zaman Yunani dan abad pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk yang ada di bawah seluruh kenyataan. Yang mana sebelumnya filsafat Yunani menggunakan alam (kosmosentris) dan Tuhan (teosentris) sebagai prinsip induknya. Akan tetapi, pada zaman modern tema yang menjadi prinsip induknya adalah subyektivitas. 1 Tokoh yang memiliki pengaruh besar di awal zaman pencerahan diantaranya adalah Descartes ( ), Spinoza ( ) dan Leibniz ( ). Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat dengan manusia yang sedang berpikir dalam pusatnya. Menurutnya bahwa akal budi merupakan alat terpenting bagi manusia untuk mengerti dunianya dan untuk mengatur hidupnya. 2 Pada masa itu term tentang diri menjadi tema yang menarik, sehingga dalam perjalanan sejarah muncul tokoh-tokoh yang membangun konsep-konsep baru tentang individu. Tokoh yang cukup berpengaruh di masyarakat Barat dalam perkembangan selanjutnya adalah munculnya idealisme Jerman. Diantaranya adalah Johann Gottlieb Fichte ( ), Wilhelm Joseph von Schelling ( ) dan George Wilhelm Friedrich Hegel ). 3 Tokoh yang disebut terakhir inilah yang pemikiran dan ide-idenya mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat Jerman dengan konsep filsafatnya Roh Absolut. Tema tentang diri bertumpu pada tiga aspek pertama aspek material atau badani; kedua aspek relasional dalam arti selalu mengarah pada yang lain dan 1 Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 3 2 Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat., h. 4 3 Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat., h. 35

12 3 ketiga aspek reflektif dari diri itu sendiri. 4 Aspek pertama meliputi yang fisikal, eksistensi tubuh (corporeality) dari individu-individu, kedua relasional maksudnya aspek yang muncul dari interaksi sosial dan kultural, hubunganhubungan biasa dan keterlibatan-keterlibatan yang memberikan kita sebuah identitas kolektif terkait nilai-nilai dan orientasi-orientasi bersama hingga membuat kita mampu menggunakan bahasa tertentu, dalam arti keunikankeunikan tertentu. Dalam sudut pandang ini diri kita adalah hubungan-hubungan kita dengan masyarakat dan dengan yang lain yang membentuk kita. Ketiga reflektifitas digerakan dari kapasitas manusia untuk menciptakan baik dunia maupun obyek-obyek eksistensi dirinya sendiri, termasuk di dalamnya relasi sosial, melalui aktifitas kesadarannya. Pada tingkat ini diri merupakan pelaku aktif dari realisasi dirinya sendiri, tatanan yang didirikan di antara sikapsikap dan kepercayaannya, serta memberikan hubungan langsung terhadap tindakan-tindakanya. Pandangan diri yang bertumpu pada aspek badani dengan demikian berarti di satu sisi manakala badan dalam ketentuan organ yang memiliki kebutuhankebutuhan tertentu, sedangkan di sisi lain ketika aspek badani tersebut dipahami sebagai sarana gen-gen dan kewajiban-kewajibannya yang dipahami sebagai sudut pandang biologis evolusionistis. Dalam arti ini badan dimaknai semacam mesin sebagaimana dikemukakan para pemikir awal modernitas. 5 Sementara itu diri badani dimaknai sebagai sumber-sumber yang senantiasa bergerak bagi kehendak dan kebutuhannya, yang mana hal ini 4 Jerrold Siegel, The Idea of the Self, Cambridge University Press, New York, p. 5 5 Jerrold Siegel, The Idea., p. 5

13 4 dikemukakan oleh pemikir seperti Nietzsche ( ) dan Schopenhauer ( ). 6 Sedangkan kedirian relasional berarti ketika seseorang terlibat dalam, istilah Marx ( ), pembagian kelas dan konflik sosial. 7 Singkatnya diri dipahami sebagai di satu sisi merupakan anggota dari suatu populasi tertentu dan di sisi lain diri yang dipahami sebagai bagian dari relasi inter-personal atau relasi antar-individu. Diri reflektif dimaknai sebagai diri yang dapat memikirkan eksistensi dirinya sendiri dengan kata lain ia mampu mencapai otentisitanya dengan melampaui dunia material. Diri dengan dimensi reflektif, pendeknya, dapat berjarak secara penuh dari gambaran-gambaran keseharian dari keberadaan eksistensialnya yang ia dekati dengan menegasi atau menolak kehidupan material secara bersamaan. Pada tingkat ini diri dipahami sebagai prinsip dari keseluruhan kehidupan dan kendaraan bagi rekonsiliasi di dalam dirinya dengan apa yang disebut sebagai Roh (Geist) dalam terminologi filsuf Hegel. 8 Dalam silang gagasan tentang diri, yang dikemukakan para tokoh tersebut, muncul suatu pandangan diri yang berusaha untuk menjembatani keseluruhan aspek kedirian, yakni badani, relasi dan refleksi dengan dengan menginjeksikan nilai-nilai teologis tertentu. Tokoh yang mencoba untuk melakukan itu adalah Søren Kierkegaard (selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat dengan Kierkegaard). Argumentasi filosofis Kierkegaard bertolak dari pandangan bahwa manusia harus mendapatkan eksistensi diri, memperoleh kebebasan untuk 6 Jerrold Siegel, The Idea., p. 5 7 Jerrold Siegel, The Idea., p. 7 8 Jerrold Siegel, The Idea., p. 8

14 5 memilih, menentukan pilihan-pilihan yang akan diambil, hingga akhirnya mendapatkan konsekuensi yang dapat dipertanggung-jawabkan. Hal itu merupakan sebuah langkah personal untuk dapat menemukan dirinya. Diri yang penuh dengan kesadarannya memahami realita dan fakta-fakta hidup. Realita dan fakta adalah suatu rangkaian pengalaman yang menuntun diri untuk menemukan individu yang sesungguhnya. 9 Kierkegaard adalah salah satu sosok yang selalu gelisah dan merenungkan eksistensi diri dalam mengambil keputusan-keputusan. Pergulatan hidup yang dilaluinya sering mengalami kecemasan (angst) atau takut (fear) ketika menghadapi permasalahan-permasalahan yang menuntut untuk mengambil keputusan. Ia merasakan itu karena memang untuk mendapatkan suatu kebenaran harus dapat memutuskan dari berbagai pilihan agar bisa mendapatkan kebenaran yang diyakininya. Kecemasan dan ketakutan akan selalu muncul dalam setiap individu. Semua orang pasti merasakan, entah disaat masih kecil, dewasa maupun di usia lanjut. Jika kita melihat kehidupan Kierkegaard sendiri ada dua peristiwa yang mepengaruhi teori dan pemikiran eksistensialismenya. Pertama adalah dosa kutukan yang ditimpakan kepada keluarganya. Seluruh keluarga Kierkegaard yaitu ibu dan adik-adiknya meninggal dunia kecuali ayah dan dia sendiri. Ia meyakini bahwa itu adalah hukuman dari Tuhan yang ditimpakan kepada 9 Lihat Gregor Malantschuk, Kierkegaard s Concept of Existence, Edited and translated by: Howard Hong, Edna H. Hong, (Marquette University Press: USA 2003), p. 27

15 6 keluarganya. 10 Di samping itu juga seorang bapak yang dikenal sangat saleh dan taat kepada ajaran Kristiani ternyata Kierkegaard melihat keburukan-keburukan dari sang ayah bahwa kepribadiannya justru bertentangan dengan apa yang sering dikhotbahkan di gereja-gereja. 11 Peristiwa kedua, berkenaan dengan masa romantisme remajanya. Regina Olsen, kekasih Kierkegaard, diputus olehnya tanpa alasan yang jelas, padahal keduanya telah bertunangan selama tiga bulan. Tangisan kekasih dan permohonan ayah Regina tidak mampu merubah keputusan yang sudah menjadi sikap kebenaran menurut Kierkegaard. Hingga sampai akhir hayat Kierkegaard tidak mencari pengganti Regina dan ia merasa puas dengan kehidupan yang kadang diwarnai dengan sikap-sikap yang sulit dimengerti oleh akal. Bagi dia itulah kebenaran yang diyakininya. Kierkegaard menyadari bahwa tiap individu mempunyai kebenaran masing-masing, kebenaran memang bersifat subyektif. Menurutnya kebenaran yang subyektif inilah yang merupakan sebuah keputusan dan sikap yang mengena kepada realitas. Keputusan yang diambil dirasakan langsung oleh individu secara kongkrit. 12 Berbeda dengan kebenaran obyektif, kebenaran ini tidak bisa diketahui kebenarannya secara pasti. Manusia memang mengharapkan kebenaran itu, 10 Thoman Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta: KPG Press, 2005), h Thoman Hidya Tjaya, Kierkegaard., h ), p Paul Robizek, Existentialist For and Against, (New York: Cambridge University Press.

16 7 namun sayangnya tidak bisa dimiliki oleh manusia itu sendiri. 13 Untuk itu menurut Kierkegaard kebenaran obyektif tidak bisa diketahui oleh manusia, manusia hanya mampu mendekati kebenaran tersebut. Yang memiliki dan mengetahui kebenaran obyektif hanyalah Tuhan semata. Inilah alasan kenapa Kierkegaard lebih mementingkan kebenaran subyektif. Kebenaran ini kongkrit langsung mengena kepada individu itu sendiri. Sementara kebenaran obyektif hanya bersifat absurd dan individu tidak dapat mencapai dan mengetahui keobyektifannya sampai kapanpun. Kesadaran subyektif akan mengantarkan kepada kesadaran penuh akan kebenaran pada dirinya juga menjadikan eksistensi pada diri secara utuh sebagai individu. Untuk itu seorang yang meyakini kebenaran subyektif hendaknya lari dari kerumunan (public). Inilah yang menjadi pijakan Kierkegaard berikutnya setelah meyakini kebenaran subyektif yaitu menjadi subyek yang otentik, dalam arti sebagai diri yang otentik, murni pada dirinya (an sich). Untuk menjadi diri yang otentik perlu ada sebuah identitas individu itu sendiri, bukan orang lain atau komunitas. 14 Kierkegaard sangat mengkritik individu yang larut dalam kerumunan (public). Publik dikatakannya sebagai identitas yang abstrak dan kabur karena merupakan sekumpulan dari beberapa identitas. Sehingga apabila seseorang berada di dalam kerumunan tersebut maka identitas dirinya tidak nampak, yang ada hanyalah status yang tidak jelas. 13 Frederick C. Beiser, The Cambridge Companion to Hegel, (New York: Cambridge University Press, 1999), p F. Budi Hardiman, Filsafat Kontemporer dari Machavelli sampai Nietszche, (Jakarta: Gramedia, 2005), h. 100

17 8 Bagi Kierkegaard untuk menjadi diri yang otentik individu harus lari dan melepaskan diri dari kerumunan. Sehingga identitas dirinya terlihat sangat jelas. Seseorang yang menginginkan diri otentik harus meninggalkan publik karena itu hanyalah tempat bagi individu yang takut akan identitas dirinya. 15 Kerumunan yang dimaksud Kierkegaard adalah Eropa Barat pada umumnya dan Denmark tempat tinggalnya pada khususnya. Pada abad ke-19 praktis semua orang bergamana Kristen. Mereka lahir dalam keluarga Kristen dan dibesarkan menjadi seorang Kristiani, melakukan ritual seperti seharusnya dan sebagainya. Orang yang menyebut dirinya Kristen tanpa pernah memutuskan untuk menjadi Kristen atau bahkan berpikir apa artinya menjadi Kristen. 16 Jika mereka menjalankan kehidupan seperti ini maka akan mengalami kedangkalan dan formalisme kosong. Orang hanya menjalani ritualitas dan apa yang biasa dilakukan atau diharapkan oleh orang lain tanpa penghayatan pribadi pada apa yang dilakukan. Mereka lebih senang hidup berkerumun di kafe-kafe dan bar-bar daripada menggulati persoalan hidupnya secara pribadi karena takut akan eksistensi dirinya. Kritik Kierkegaard tentang kerumunan secara tidak langsung merupakan kritik terhadap semua individu yang senang berkerumun, bukan hanya negara Eropa Barat atau Denmark. Di dunia Timur khususnya Islam, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius. Di mana masyarakat muslim pun tidak berbeda dengan umat Kristiani yang digambarkan oleh Kierkegaard. Mereka menjalankan 15 Thoman Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta: KPG Press, 2005), h Thoman Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 76

18 9 ritualitas ke-islam-an tanpa memperhatikan esensi Islam itu sendiri. Masyarakat Islam lebih cenderung taklid kepada ulama-ulama yang diyakininya tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dunia Islam penuh dengan individu yang berkerumun dan kita harus lari dari kerumunan itu. Menjauh dari kerumunan adalah solusi bagi Kierkegaard setelah mengetahui hilangnya identitas individu dalam sebuah kerumunan. Hal ini jika ditarik ke dalam dunia Islam nampak jelas bahwa pemikiran Kierkegaard mempunyai kesamaan dengan para sufi yang hidup dalam asketisme diri. Mereka melupakan masyarakat dan komunitas dan dalam keyakinannya tidak ada kehidupan yang sejati kecuali manusia itu harus mengasingkan diri dan menghayati dirinya sendiri sebagaimana yang menjadi pijakan para sufi klasik seperti Hasan al-basri (w. 110 H) dan Rabi ah al-adawiyah (w. 185 H). 17 Inilah alasan penulis tertarik mengambil tema DIRI YANG OTENTIK; KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SØREN KIERKEGAARD. Pemikiran Kierkegaard bergelut dan menyelami tingkah laku individu dalam keseharian yang mewaktu. Dia tidak menciptakan konsep kebenaran yang terlalu utopis sebagaimana yang dilakukan para filsuf sebelumnya, dari Descartes sampai Hegel yang hanya bergelut pada seputar epistemologi yang melangit tanpa menyentuh bumi, yaitu eksistensi individu secara kongkrit. Kierkegaard hanya cukup mengamati dirinya sebagai individu yang larut dalam permasalahan sehari-hari dan kemudian mencoba mengambil keputusan-keputusan (yang benar) sesuai keyakinan dirinya. h Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Bulan Bintang: Jakarta), 1973,

19 10 B. Telaah/Studi Kepustakaan Dalam kajian ini, penulis mendapatkan beberapa tulisan yang membahas mengenai pemikiran Kierkegaard. Di antara tulisan yang berbahasa Indonesia terdapat dalam buku karya Thomas Hidya Tjaya dengan judul Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri. Pada karangan Thomas, penulis melihat bahwa penjelasan pemikiran Kierkegaard cukup konprehensif, mulai dari kehidupan Kierkegaard, berseterunya dengan Hegel, sampai dengan tema subyektivitas. Meskipun pembahasannya menyeluruh, namun buku yang hanya setebal 169 halaman ini menyebabkan kurang mendetilnya pembahasa konsep-konsep filsafat Kierkegaard. Thomas sepertinya hanya mencoba menyajikan pembahasan secara sederhana dengan tujuan agar pembaca dengan mudah memahami isi tulisannya. Sehingga, konsekuensi dari ini tema-tema penting seperti otentisitas, kecemasan, kebebasan, subyektivitas, tidak dijelaskan secara definitif. Penulis menangkap bahwa dalam karangan Thomas, Kierkegaard dijadikan sebagai tokoh yang terjebak dalam ruang naratif, bukan sebagai filsuf yang memiliki konsep-konsep tertentu yang seharusnya dibahas lebih dalam. Untuk itu dalam hal ini penulis mencoba membahas lebih mendetil tentang konsep Kierkegaard mengenai subyektivitas dan otentisitas. Dua tema ini merupakan kunci gerbang menuju pemahaman Filsafat Kierkegaard yang sesungguhnya.

20 11 Selanjutnya, dalam literatur berbahasa Inggris, buku yang membahas tentang pemikiran Kierkegaard di antarnya adalah tulisan Gregor Malantschuk, dengan judul Kierkegaard s Concept of Existence dan Shelley O Hara, yang berjudul Kierkegaard Within Your Grasp. Dua buku ini cukup memberikan sumbangan lebih jauh bagi penulis tentang pemahaman pemikiran filsafat Søren Kierkegaard. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam menggeluti pemikiran Kierkegaard sebagai salah satu tokoh eksistensialisme nanti akan mendapatkan berbagai pemikiran yang beragam. Sebagaimana Kierkegaard dengan kritisnya mengkritik pandangan-pandangan Hegel yang menghasilkan buah eksistensi kesadaran dirinya. Di samping itu juga dengan fanatisme yang cukup berlebihan kepada doktrin religius sebagai tokoh Kristiani tulen dia juga menuangkan ide-idenya. Kemudian pengalaman pribadinya ketika mengalami kegoncangan hidup dengan memutuskan tunangannya yang bernama Regina Olsen ini juga tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi filsafatnya di kemudian kelak. Untuk itu dalam menyusun skripsi ini penulis akan menfokuskan pembahasan hanya kepada pemikiran Søren Kierkegaard dalam mencari jati diri hingga mencapai diri otentik. Penulis juga akan menjelaskan bagaimana Kierkegaard dengan nalar dan intuisinya berusaha memperoleh sebuah suatu kebenaran.

21 12 Selanjutnya permasalahan yang akan di jawab dalam kesimpulan nanti penulis mencoba merumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana tahap-tahap individual dalam menyikapi permasalahan keseharian? 2. Bagaimana Søren Kierkegaard memandang kebenaran sebagai subyektifitas? 3. Bagaimanakah diri yang otentik? D. Tujuan Penulisan Dari sekian banyak pembahasan yang disajikan, pada intinya tulisan ini bertujuan untuk: 1. Diketahuinya tahap-tahap individual dalam menyikapi permasalahan keseharian dalam terang pemikiran Søren Kierkegaard. 2. Diketahuinya konsepsi Søren Kierkegaard berkenaan dengan kebenaran sebagai subyektifitas. 3. Diketahuinya konsep diri yang otentik menurut Søren Kierkegaard. E. Metodologi Penelitian Pembahasan dalam tulisan ini didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research), sumber data yang berdasarkan pada karya-karya tertulis meliputi sumber primer dan sekunder. Sumber primer merujuk pada karya-karya Søren Kierkegaard, di antaranya; Fear and Trembling dan Sickness unto Death, Concluding Unscientific Postcript. Sedangkan yang menjadi sumber sekunder

22 13 adalah karya-karya dari para penulis lain yang membicarakan tentang kehidupan dan pemikiran Søren Kierkegaard. Metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan ini sendiri adalah deskriptif analitis, metode ini akan menggambarkan dan memaparkan pemikiran Søren Kierkegaard tentang bagaimana seseorang menjadi diri yang otentik. Sedangkan teknik penulisannya, penulis sepenuhnya mengacu pada buku pedoman akademik: Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008/2009. F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembacaan keseluruhan skripsi ini akan mengikuti sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, membahas tentang: latar belakang masalah; telaah/studi kepustakaan; pembatasan dan perumusan masalah; tujuan penulisan; metode penulisan; dan sistematika penulisan. Bab II Kehidupan Søren Kierkegaard, akan membahas tentang: kehidupan Søren Kierkegaard; dan karya-karya Søren Kierkegaard Bab III Søren Kierkegaard dan filsafat eksistensialisme, akan menjelaskan tentang: idealisme Hegelian, lahirnya eksistensialisme: sebuah kritik atas filsafat Hegel, kritik Kierkegaard terhadap Hegel, tema-tema penting dalam filsafat Kierkegaard Bab IV Konsep diri otentik dalam filsafat Søren Kierkegaard, berisi tentang: tahap-tahap eksistensial; kebenaran sebagai subyektifitas; menuju diri

23 14 yang otentik; pengaruh Filsafat Søren Kierkegaard; diri otentik dalam tinjauan Islam. Bab V Penutup, meliputi kesimpulan dan saran-saran

24 BAB II KEHIDUPAN DAN KARYA-KARYA SØREN KIERKEGAARD A. Kehidupan Søren Kierkegaard Nama asli Kierkegaard adalah Søren Aabye Kierkegaard, lahir pada 5 Mei 1813 di Kopenhagen, Denmark kota yang pada waktu itu berpenduduk kurang lebih seratus jiwa. 1 Kierkegaard adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Seluruh saudara Kierkegaard telah meninggal dikarenakan sakit yang dideritanya, sehingga ia merupakan anak semata wayang anak yang masih tersisa di dunia-- dari anak Michael Pedersen Kierkegaard. Ibu Kierkegaard pada awalnya adalah seorang pembantu di keluarga Michael Pedersen. Namun setelah istri dari majikannya meninggal kemudian Ane Sørensdatter (ibu Kierkegaard) dijadikan pengganti dari istri pertamanya. Kierkegaard lahir dengan berbagai kekurangan fisik yang dimilikinya, berupa terdapat punuk di punggungnya, dan kaki yang panjang sebelah sehingga berjalan pincang. Pada waktu Kierkegaard lahir ayahnya telah berusia 56 tahun Kehidupan Kierkegaard dengan Ayahnya Kierkegaard tumbuh dalam lingkungan yang sangat religius, di bawah ketegasan doktrin ayahnya. Pada usia 18 tahun Kierkegaard dimasukkan ke Universitas Copenhagen dengan konsentrasi pada bidang teologi. Meskipun 1 Stom of Kierkegaard.com, tgl 20 Januari Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (KPG: Jakarta, 2004), h

25 15 bidang itu tidak diminati oleh Kierkegaard namun untuk menuruti keinginan sang ayah ia harus menekuninya. Selain itu dalam statusnya menjadi mahasiswa Kierkegaard lebih menyukai mempelajari filsafat, kesusastraan, dan sejarah. 3 Pengalaman hidup Kierkegaard ketika beranjak dewasa sangat membekas pada dirinya. Ibu dan kelima kakaknya satu persatu meninggal karena sakit sebelum ia berusia 21 tahun. Oleh karena itu, ia yang memiliki kekurangan fisik, memiliki punuk di punggungnya dan kedua kakinya pun tidak sama panjang sehingga jalannya pincang, menjadi yakin bahwa umurnya sendiri tidak akan pernah melebihi 35 tahun. Di Borgerdydskole tempat ia belajar, Kierkegaard terkenal sebagai murid yang cerdas, berlidah tajam dan tukang pembuat onar. Ia melanjutkan studinya di universitas Copenhagen di bidang teologi. Namun dia juga membaca dan belajar filsafat dan estetik (cabang filsafat yang berhubungan dengan seni dan artistik). 4 Kierkegaard menikmati kehidupan kampus dengan mendatangi permainan-permainan, opera, partai dan mengikuti debat-debat. Dia lebih suka mengikuti kegiatan yang berada di luar kampus dari pada konsentrasi terhadap pelajaran yang menjadi jurusannya. Tak hanya itu, di universitas yang jauh dari ayahnya, ia menggunakan kesempatan ini dengan hidup berpesta-pora layaknya pemuda kaya Hal ini merupakan bentuk pembalasan terhadap 3 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h Shelley O Hara, Kierkegaard Within Your Grasp, (Willy Publishing. Inc.: Canada, 2004), p. 2

26 16 ayahnya yang selama ini telah mengekangnya. Kejadian ini sekitar tiga tahun sebelum ayahnya meninggal pada Dalam kehidupan yang penuh dengan kesenangan dan hura-hura, Kierkegaard justru mendapati ketidak-puasan dan merasakan kekosongan hidup. Dalam karya Kierkegaard yang berjudul The Journals of Kierkegaard yang dikutip oleh Shelley O Hara disebutkan : What I really need is to come to terms with myself about what I am to do.... It is a matter of understanding my destiny, of seeing what the Divinity actually wants me to do; what counts is to find a truth, which is true for me. 6 Kierkegaard menyadari bahwa kehidupan yang penuh dengan hidonis dan kesenangan dunia bukan kehidupan yang akan mendapatkan dirinya, namun, malah menjauhkannya. Bahwa untuk mendapatkan dirinya sangat ditentukan oleh tindakan-tindakan yang dilakukannya. Tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan dengan penuh pengharapan akan mengantarkan kepada pemahaman takdir dan pemahaman keilahian. Dengan demikian, akan didapat suatu kebenaran yang sebenarnya pada dirinya. Dalam kehidupan yang dilaluinya ia mengalami keputusasaan yang mendalam. Catatan hariannya pada 1836 Kierkegaard menyadari bahwa hidupnya sangat dangkal, meskipun oleh teman-temannya ia dipandang sebagai orang yang pandai dan suka bergaul. Kierkegaard menyadari dirinya 5 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (Jakarta, KPG, 2004), h Apa yang sungguh saya butuhkan untuk sampai kepada ketentuan-ketentauan yang berhubungan dengan diriku sendiri terkait dengan apa yang saya lakukan. Hal tersebut merupakan pokok untuk memahami takdirku, pemahaman atas keilahian yang menghendaki saya untuk bertindak secara nyata; sesuatu yang dipertimbangkan untuk menemukan kebenaran, kebenaran yang sejati bagiku. Lihat Shelley O Hara, Kierkegaard, p. 3

27 17 sebagai orang yang penuh dengan hidonis dan hura-hura. Pada saat inilah ia merasakan akan kehampaan diri. Jiwa yang kering tanpa eksistansi diri. Dalam salah satu catatannya, dia menganggap dirinya seperti dua wajah Janus, di satu sisi wajah yang tertawa, dan di sisi lain menangis. Kierkegaard harus berusaha untuk mendapatkan dirinya. 7 Keinginan Kierkegaard untuk mendapatkan dirinya menjadi lebih kuat manakala pada tahun 1838 ayahnya, Michael Pederson meninggal. Kierkegaard menganggap kematian sang ayah adalah sebuah pengorbanan untuk dirinya. Setelah kematian sang ayah Kierkegaard kembali konsentrasi belajar pada mata kuliah yang ada di kampus. Sampai ia menyelesaikan pendidikan teoligi pada tahun Kehidupan Kierkegaard dengan Regina Olsen Pada saat beberapa tahun Kierkegaard kuliah di Copenhagen, ia sempat berkenalan dengan putri seorang pejabat tinggi di Denmark yang bernama Regina Olsen. Hubungan dengan Regina bagi Kierkegaard mempunyai arti khusus. Wanita ini dapat mengambil simpati hatinya sehingga dalam diri Kierkegaard muncul rasa cinta terhadapnya. Untuk melanjutkan kedekatan yang lebih serius kemudian Kierkegaard memberanikan diri bertunangan dengan Regina Olsen. Regina sendiri menerima tawaran itu karena melihat Kierkegaard sebagai sosok yang penuh tanggung jawab dan mempunyai masa depan yang cerah. Di sisi lain, bagi Regina, sosok 7 Shelley O Hara, Kierkegaard, p. 4 8 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 25

28 18 Kierkegaard merupakan pemuda yang rajin dan ulet sehingga Regina yakin bahwa ia dapat melindungi jika kelak menjadi pendamping hidup. Namun hubungan antara keduanya tidak ubah seperti ayah dan anak, dikarenakan selisih usia mereka yang cukup jauh. Akan tetapi, setelah bertunangan dengan Regina, Kierkagaard merasakan kegelisahan yang kemudian menghantui pikirannya. Meskipun dia sangat mencintai Regina Olsen, dia sadar akan sifatnya yang melankolis menganggap pertunangan dengan Regina tidak cocok dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Kierkegaard tidak mau pernikahannya nanti malah membawa Regina sedih dan hidup dalam kegelapan. Inilah salah satu alasan kenapa Kierkegaard kemudian tidak melanjutkan ke hubungan yang lebih serius. Sifat-sifat melankolis yang ia miliki membuat ketidakpercayaan diri untuk mengarungi kehidupan bersama kekasih yang dicintai. 9 Harapan Kierkegaard untuk menjalin hidup bersama merupakan keinginan yang dicita-citakan setiap pemuda. Kierkegaard sebenarnya telah melewati masa kebimbangan dan ketidakpastian ketika menyatakan cinta kepada Regina. Jawaban dari Regina membuat Kierkegaard merasa lega karena sesuai dengan harapannya bahwa ia menerima pinangan dari Regina. Etatsraad Olsen yang merupakan ayah Regina pun menyambut lamaran Kierkegaard dengan lapang dada atas keberanian menjalin hubungan yang lebih serius dengan putrinya. Sehingga setelah itu tidak ada lagi hal yang dirisaukan lagi karena semuanya telah dicapai, kekasih yang dicintai telah 9 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 26

29 19 bersedia menjadi pendamping hidup dan hanya tinggal menunggu rencana melaksanakan pesta perkawinan. Namun demikian dalam renungan yang mendalam, Kierkegaard melihat bahwa perkawinan bukan merupakan tujuan hidup. Refleksi diri yang sudah dirasakan jauh-jauh hari sebelumnya membuat kerisauan Kierkegaard akan diri mulai terkejawantahkan dalam sikapnya. Berangkat dari latar belakang studi teologi dan filsafat yang telah dipelajari ia memutuskan untuk mengakhiri pertunangannya dengan Regina. Dengan alasan yang ia yakini sendiri akan kebenarannya maka dengan berat hati Kierkegaard memutuskan hubungan dengan kekasih yang dicintainya. Ia harus menyudahi pertunangan dengan Regina. Ia harus mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan orang tua Regina agar perkawinan yang sudah direncakan dapat dibatalkan. 10 Keputusan Kierkegaard sudah sangat bulat, dengan keyakinan yang penuh ia harus meninggalkan Regina Olsen, dan merelakan sang kekasih untuk bersuami dengan lelaki lain dan hidup layak sebagaimana orang kebanyakan. Setahun setelah pertunangan Kierkegaard mengembalikan cincin yang sudah diberikan kepada Regina. Mengetahui hal ini Regina berisak tangis agar keputusan Kierkegaard dibabatalkan. Begitu juga Ayah Regina memohon agar Kierkegaard mempertimbangkan lagi keputusan yang diambil. Namun, hal itu tidak mengubah langkah Kierkegaard untuk menyudahi hubungannya dengan Regina. Ia merasa dirinya mengemban misi otentisitas 10 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 26

30 20 individu. Misi yang harus memutuskan hubungan dengan relasi-relasi, meskipun itu sangat dicintai. Refleksi atas sikap pemutusan terhadap Regina diabadikan oleh Kierkegaard dalam sebuah karya berjudul Either/Or (Februari 1843). Kemudian setelah itu pada tahun yang sama Kierkegaard menerbitkan buku Repetition dan Fear and Trembling, dan di susul oleh Philosophical Pragments (1844) dan Concluding Unscientific Postcript (1846). Karya-karya yang dibuat Kierkegaard banyak menggunakan nama samaran, sebagaimana dalam Philosophical Fragments dan Concluding Unscientific Postcript ia menggunakan nama Johannes Climacus, Either/Or menggunakan nama Victor Eremita dan nama Johannes de Silentio digunakan pada buku Fear and Trembling. Kierkegaard dalam hal ini memiliki alasan tertentu kenapa karya-karya yang dibuatnya tidak menggunakan nama dia sendiri. Namun demikian salah satu alasan kenapa ia memakai anonimitas dalam menulis karya-karyanya adalah karena di sini Kierkegaard ingin menjadikan dirinya bukan sebagai pengarang buku, akan tetapi sebagai pembaca sebagaimana pembaca-pembaca yang lain. Dengan nama samaran yang digunakannya, Kierkegaard berharap bahwa pembaca dapat berdialog langsung dengan buku yang dibacanya. Ia ingin mengajak pembaca merefleksikan apa yang ia tulis, bukan sekedar memahami gagasan-gagasan yang ada pada karyanya. Penggunaan nama samaran juga dimaksudkan agar pembaca tidak mengasosiasikan karya-

31 21 karyanya dengan pengalaman hidupnya, dan dapat lebih bebas memikirkan apa yang dikatakannya dalam tulisan-tulisan tersebut Pengalaman dengan The Corsair serta menjelang Kematiannya Beberapa waktu sebelum kunjungannya yang ketiga ke Berlin pada 1846, Kierkegaard sempat terlibat dalam polemik dengan tabloid mingguan The Corsair. Tabloid ini memang agak kontroversial karena penuh dengan satir dan ejekan terhadap siapa saja, namun dibaca oleh banyak orang. Polemik ini berawal dengan resensi oleh P. L. Moller atas buku Stages on Life s Way (1845) yang ditulis oleh Kierkegaard dengan berbagai nama samaran, antara lain Hilarius Bookbinder. Moller sendiri sangat berpengaruh terhadap The Corsair dan kadangkala menjadi editor tabloid ini, tetapi dengan nama samaran. 12 Resensi tersebut sebetulnya bernada positif karena menyanjung pengarang. Akan tetapi, mengingat mingguan tersebut selalu penuh dengan satire, sanjungan itu bagi Kierkegaard agak janggal dan lebih merupakan ejekan. Dalam tanggapannya terhadap resensi itu, yang ditulis dengan nama samaran Frater Taciturnus yang juga muncul dalam Stages, Kierkegaard menyerang Moller dengan membeberkan relasinya dengan tabloid itu. Ia juga bertanya-tanya mengapa ia dipilih sebagai satu-satunya pengarang yang tidak dibantai oleh tabloid tersebut. Kamudian The Corsair menanggapi Kierkegaard dengan menerbitkan satire-satire yang kali ini langsung 11 Shelley O Hara, Kierkegaard, p Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 26

32 22 menyerang Kierkegaard sendiri, bukan lagi nama samarannya, Taciturnus. Tabloid tersebut secara khusus mengejek penampilan fisik Kierkegaard: bahwa Kierkegaard adalah seorang yang aneh, berjalan pincang, dan hanya mengarang buku-buku yang aneh pula. Sejak Januari 1846 hingga Januari 1848 Kierkegaard menjadi bahan tertawaan publik di Kopenhagen. Peristiwa ini membuatnya semakin terasing. 13 Polemik dengan The Corsair yang membuat Kierkegaard sakit hati dan berdampak pada cemoohan publik atas dirinya menjadikan Kierkegaard tergugah untuk membuat karya baru. The Sickness Unto death (1849), Practice in Christianity (1850) dan Attach Upon Christendom (1855) adalah karya-karya yang dibuat Kierkegaard setelah polemiknya terhadap The Corsair. Dua karya yang disebutkan terakhir ini adalah sebuah kritik Kierkegaard terhadap kemerosotan budaya kekristenan (christendom) di negara Denmark. Gereja yang dijadikan benteng kenyamanan, kompromi, dan kepuasan spiritual jauh dari apa yang diharapkan. 14 Pada tanggal 11 November 1855 Kierkegaard menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit karena infeksi paru-paru. Saat-saat kematiannya Kierkegaard merasa puas dengan karya-karya yang telah dia hasilkan. Misi yang telah diembannya berhasil dia lakukan sehingga Kierkegaard dapat beristirahat tenang di sebuah peti yang tertimbun tanah. Dalam wasiatnya 13 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 29

33 23 kepada orang yang ditinggalkan Kierkegaard memohon agar nanti pada makam di batu nisannya ia disebutkan sebagai Sang Individu. 15 B. Karya-karya Søren Kierkegaard Kierkegaard adalah tokoh pendiri eksistensialisme atau sang eksistensialis pertama. Kepeduliannya terhadap pribadi manusia untuk membangun individu yang otentik sangat besar. Untuk itu hampir semua karya-karyanya tidak lain berbicara tentang bagaimana seorang individu dalam menjalani hidup sehari-hari. Di samping seorang filsuf eksistensialis dia juga seorang tokoh agama. Semangat religiusnya sangat kental sehingga karya-karyanya juga berisi tentang relasi individu dengan yang transenden. Tak heran jika banyak yang mengatakan bahwa Kierkegaard adalah seorang pemikir juga teolog. Di antara beberapa karya-karya Kierkegaard sebagian besar menggunakan nama bukan dirinya, akan tetapi dengan nama samaran. Maksud dari itu adalah bahwa Kierkegaard ingin membuat para pembaca karyanya dengan bebas memberikan jawaban-jawaban dari tulisannya tanpa ada tendensi apapun. Selain itu juga kiekegaard ingin menguatkan daya ingat orang yang membaca karyanya. Dalam karyanya ia mencoba untuk tidak berbicara secara langsung kepada pembaca, akan tetapi ia lebih kepada melihat beragam karakter dari titik pandang mereka. Nama samaran yang dipakai dalam tulisan Kierkegaard merupakan suatu usaha dialogis kepada pembaca, dan ini terlihat lebih hidup dan mengena pada kepribadian seseorang, ketimbang tulisan yang hanya berupa essay yang 15 Homas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 30

34 24 menurutnya tidak imajinatif. Dia menghindari kesan mengajari kepada pembacanya. Dengan demikian gaya tulisannya dapat menghadirkan pembaca melihat sesuatu dari tiap-tiap titik pandangnya dan dapat memberikan kesimpulankesimpulan pada dirinya. 16 Kierkegaard juga memilih nama samarannya sesuai dengan tema buku yang dibuatnya. Seperti contoh nama samaran tersebut juga memiliki arti tersendiri. Membaca karya Kierkegaard mungkin cukup sulit, karena dalam karyakaryanya memiliki nama yang berlainan, untuk itu sangat menuntut pembaca untuk betul-betul mengingatnya. Di samping itu juga tulisannya memiliki keruntutan dengan tulisan berikutnya. Seperti halnya pada buku Concluding Uncientific Postcript yang menggunakan nama Johannes Climacus kemudian ditanggapi dengan tulisan berikutnya yaitu The Sickness Unto Death dengan nama samaran Anti-Climacus. Begitu juga dengan tulisan yang lainnya. 17 Lain daripada itu pemilihan nama dalam karya Kierkegaard juga merupakan hasil perenungan mendalam. Pemakaian nama dalam bukunya disesuaikan dengan tema yang akan diangkat. Sebagai contoh nama Victor Eremita dalam buku Either/Or berasal dari nama tokoh pemikir abad lama yaitu Victorius Hermit. Buku ini terdapat dua jilid. Either/Or jilid pertama berisi tentang surat-surat yang ditulis oleh Johannes, yang menggambarkan tentang pandangan hidup dirinya yang estetis, yaitu hidup yang penuh dengan hurahura, hidonis, dan selalu meluapkan hasrat nafsu biologisnya. 16 Shelley O Hara, Kierkegaard., p Shelley O Hara, Kierkegaard., p. 17

35 25 Selanjutnya, pada jilid kedua berisi surat-surat yang ditulis oleh Judge Wilhelm, yang menggambarkan tentang tanggapan atas pandangan hidup dari Johannes. Bahwa Johannes keliru dalam menjalani hidupnya. Hidup yang dialami oleh Johannes terasa kering dan hampa. Untuk itu perlu ada lompatan hidup menuju kehidupan yang etis, yaitu kehidupan yang dalam tindakan-tindakannya memiliki standarisasi moral dan etika. 18 Karya Kierkegaard yang lain dalam buku Fear and Trembling juga menggunakan nama samaran, yaitu Johannes de Silentio. Nama ini diambil dari kata silent yang berarti sunyi/bisu, dikarenakan dalam buku tersebut lebih menekankan kepada seseorang yang mengalami ketakutan dan kengerian. Isi dari buku ini sarat akan nilai-nilai religius, di mana di dalamnya menjelaskan tentang pergulatan hidup Abraham yang akan mengorbankan putranya Ishak (Isac). Perseteruan antara etis dan iman, menjadi tema dalam buku tersebut. Etis merupakan landasan moral yang dimiliki seseorang dalam menjalani kehidupan. Sementara iman adalah landasan religi seseorang yang ingin mendapatkan kedekatan kepada Tuhan. Di sini, iman menjadi pilihan meskipun tindakan-tindakannya bersebrangan dengan standarisasi moral. Mengorbankan Ishak harus dijalankan karena itu adalah perintah Tuhan. Keimanan jauh lebih penting dibandingkan etis. Concept of Dread (Anxiety) juga tak lepas dari maksudnya membuat pengarang sebagai psdonymous, Vigilius Haufniensis yang berasal dari alert of 18 Lihat, Shelley O Hara, Kierkegaard., p

36 26 wachful Copenhager berarti melihat dari kejauhan kota Copenhagen. 19 Dan juga tulisan-tulisan Kierkegaard yang lain mananya tidak lepas dari nama samaran yang selalu mengacu pada tema yang akan diangkat dalam buku tersebut. Di bawah ini adalah beberapa maha karya Kierkegaard yang dihidangkan untuk sang individu yang ingin menjadikan dirinya otentik. Buku ini sesuai dengan urutan bulan dan tahun kapan buku ini dibuat oleh Sang Pengarang beserta nama samarannya. Tabel 1.1: Karya-karya Søren Kierkegaard 20 No Nama Buku Bulan/Tahun Publikasi Nama Samaran 1 Either/Or Februari 1843 Victor Emerita (Vol. 1) B. Judge Williams 2 Repetition Oktober 1943 Constantin Constantius 3 Fear and Trembling, Oktober 1943 Johannes de Silentio 4 Philosophical Fragments Juni 1843 Johannes Climacus 5 The Concept of Dread (Anxiety) Juni 1843 Vigilius Haufniensis 6 Prefaces Juni 1944 Nicholaus Notabene 7 Stages on Life's Way 30 April 1845 Hilarious Bookbinder 8 Concluding Unscientific Februari 1846 Johannes Climacus Postscript 9 The Crisis 1848 Inter et Inter 10 Two Minor Ethical- April 1848 HH Religious Essay 11 The Sickness Unto Death Juli 1949 Anti-Climacus 12 Training in Christianity September 1850 Anti-Climacus 19 Shelley O Hara, Kierkegaard,. p Shelley O Hara, Kierkegaard., p

37 27 Selain Kierkegaard menulis karyanya dengan nama psydonium, ada juga tulisan Kierkegaard yang menggunakan namanya sendiri, di antaranya adalah Work of Love dan On My Work as an Author, sementara karya yang lain lebih banyak ditulis dalam bentuk artikel-artikel. Karya-karya tersebut bisa dikatakan mewakili semua pemikiran Kierkegaard, namun ada dua buku yang menjadi titik tolak dari semua tulisan Kierkegaard di antaranya adalah Concluding Unscientific Postscript dan The Sickness Unto Death. Concluding Unscientific Postscript berisi tentang kesimpulan dari penyangkalan Kierkegaard tentang logika/saintifik, terutama kritik Kierkegaard atas filsafat Hegel. Di mana Kierkegaard lebih mengutamakan terhadap pengetahuan yang bersumber dari pengalaman diri sang individu daripada pengetahuan yang bersumber dari logika. Baginya pengalaman diri akan mencapai kepada derajat kebenaran yang tinggi yang berakhir kepada keimanan terhadap Tuhan. Karena mengikuti gerak suara hati. Sementara The Sickness Unto Death merupakan kelanjutan dari Concluding Uncientific Postcrip yang berisi tentang detik-detik menjelang kematian manusia Shelley O Hara, Kierkegaard., p

38 BAB III SØREN KIERKEGAARD DAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME Dalam bab ini akan dibahas tentang pemikiran idealisme Jerman. Di sini penulis tidak bermaksud untuk memperlebar permasalahan, akan tetapi, agar dapat mendapat gambaran secara jelas tentang munculnya aliran eksistensialisme. Untuk itu sangat penting memahami hiruk-pikuk wacana filsafat yang terjadi pada masa itu. Idealisme memiliki kaitan yang cukup erat dengan eksistensialisme, dimana aliran eksistensialis ini muncul dari respon para pemikir yang cukup konsen dalam memahami filsafat Idealis. A. Idealisme Hegelian Dalam pertengahan abad ke-19 filsafat seperti menemukan dirinya dalam mencari suatu kebenaran. Perdebatan tentang realitas kebenaran yang sudah berlangsung ratusan abad lamanya pada masa itu nampak telah mendapatkan titik kulminasi. Hal ini tidak lain adalah pengaruh pemikiran yang dibangun oleh para idealisme Jerman, diantaranya Fichte, Schelling dan Hegel. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang pemikiran dan ide-idenya mampu memengaruhi kehidupan masyarakat Jerman. Untuk itu terdapat kecenderungan dalam kajian filsafat Barat, berbicara Idealisme tidak lepas dari pemikiran seorang Hegel. Filsafat Idealisme merupakan suatu aliran yang menyatakan bahwa yang nyata hanyalah ide dan bukan materi. Rasio diyakininya sebagai sesuatu yang 28

39 29 menguasai realitas secara keseluruhan. Rasio yang dimaksud bukan dipahami sebagai subyek tertentu melainkan sebagai suatu intelegensi yang mengatasi individu, suatu subyek absolut. Rasio seperti ini mampu mengatasi pikiranpikiran individu dan menjadi inti hakiki kenyataan itu sendiri. Kenyataan lalu dimengerti sebagai perwujudan diri dari subyek absolut atau rasio itu. 1 Realitas adalah rasional, logis, dan spiritual. Bagi aliran ini segala sesuatu memiliki struktur yang bisa dipahami atau memiliki inti yang bisa dicerna oleh pemikiran manusia yaitu dengan kekuatan konsep dan fleksibilitasnya. Setiap aspek perjalanan manusia bisa diketahui melalui struktur rasional yang diamati. Ungkapan yang populer dari Hegel bahwa kenyataan adalah rasional dan rasional adalah kenyataan. 2 Idealisme melihat bahwa dunia bergantung pada gagasan yang kita bangun, atau merupakan hasil kegiatan kesadaran kita. Filsafat mengembangkan pada pusat dunia kesadaran, yakni kesadaran universal dan Diri Yang Absolut (Absolut Self). Yang bekerja di alam dan dalam kesadaran manusia individual, serta mencoba mempersatukan keduanya. Sebagaimana Hegel mengatakan bahwa diri absolut adalah eksplisit. Ini berarti meninjau kembali sejarah filsafat dan pemikiran manusia pada umumnya, guna menunjukkan bahwa semua bentuk kesadaran kita sedang berusaha merealisasikan identitas diri absolut ini. 3 1 F. Budi Hardiman, Filsafat Kontemporer dari Machavelli sampai Nietsche, (Gramedia: Jakarta, 2005), h Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, (KPG: Jakarta, 2004), h. 6 3 Thomas Hidya Tjaya, Kierkegaard., h. 6

40 30 Kesadaran adalah Roh (Geist) yang bergerak dalam sejarah dan roh ini pada akhirnya akan membawa manusia pada pembebasan menyeluruh dan kebenaran obyektif meskipun harus dilalui dalam proses yang panjang. Segala bentuk pertentangan dan konflik dalam realitas dan perjalanan hidup manusia termasuk perang dan revolusi pada akhirnya akan didamaikan. Roh yang merupakan perwujudan dari realitas obyektif secara dialektik akan mengalami proses pengembangan diri dan kesadaran diri serta mengenal segala sesuatu. B. Lahirnya Eksistensialisme: Sebuah Kritik Atas Hegelian Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa pemikiran Hegel mampu memberikan pengaruh yang cukup luas di kalangan masyarakat Jerman pada waktu itu. Idelaisme seperti telah menjadi madzhab mayoritas dan orang telah tersihir dengan konsep-konsep yang ditawarkannya (Roh Absolut). Menurutnya kebenaran dapat dicapai dengan suatu sintesa dari tesis dan antitesis. Dengan demikian filsafat telah mendapatkan suatu bangunan kebenaran yang kokoh dan tidak mungkin bisa dapat digoyahkan dengan badai-badai konsep kebenaran yang lain. Hegel menciptakan suatu pengetahuan yang mencakup keseluruhan (totalitas). Dia ingin menunjukkan tentang kebenaran universal yang dapat ditemukan melalui pertentangan ide tersebut. Akan tetapi, suatu hal yang mungkin dilupakan oleh Hegel adalah bahwa konsep-konsep yang ditawarkan tentang kebenaran absolut tidak bisa menyentuh realitas inidividu secara konkrit. Inilah yang kemudian dipertanyakan sekelompok yang mencoba mengkritisi pandangan Hegel. Roh absolut hanya sebuah konsep

41 31 yang mengawang dan tidak bisa menjawab terhadap masalah-masalah individu secara nyata. Roh absolut dari Hegel ternyata bersifat abstrak dan kabur. Untuk itu perlu adanya pencarian kebenara baru yang bisa dapat menyelami pengalamanpengalaman eksistensial individu. Para kelompok yang menawarkan konsep tentang perlunya memahami pengalaman-pengalaman manusia konkrit inilah yang dinamakan sebagai tokoh Eksistensialisme. Eksistensialisme lebih menekankan pada kenyataan manusia konkrit, eksistensialisme tidak bisa menerima bahwa realitas ini adalah suatu yang totalitas. Eksistensialisme memutuskan perhatian pada fenomena kenyataan langsung, yakni kenyataan yang singular dan partikular. Eksistensialisme melihat manusia sebagai individu yang berdiri berhadapan dengan realitas dalam sebuah relasi yang penuh ketegangan, kemungkinan dan tragedi. Eksistensialisme tidak pertama-tama melihat manusia sebagai makhluk yang berpikir secara rasional, melainkan makhluk yang bertindak dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya.. Para eksistensialisme memandang, bahwa inilah jawaban bagi kegelisahan yang selama ini dipikirkan, sekaligus sebagai kritik atas keangkuhan konsep filsafat Hegel. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa konsep filsafat Hegel merupakan batu pijakan terhadap filsafatnya dari usaha untuk mencapai suatu kebenaran. Tentunya mereka (para eksistensialis) perlu sadar diri bahwa kacang tidak melupakan kulitnya. Dalam perkembangannya filsfat eksistensialisme di Jerman mampu menggulingkan dominasi Idealisme Hegel. Di antara tokoh-tokoh eksistensialisme

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman modern adalah zaman dimana manusia dikembalikan kepada kemampuan dan keperkasaan dirinya sendiri. Manusia diletakkan didalam pusat seluruh tata kenyataan di bumi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Manusia dalam kehidupannya adalah manusia yang hidup dalam sebuah institusi. Institusi yang merupakan wujud implementasi kehidupan sosial manusia. Di mana pun keberadaannya manusia tidak

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

BAB II SØREN KIERKEGAARD. Kierkegaard memiliki nama asli Søren Aabye Kierkegaard yang lahir dan

BAB II SØREN KIERKEGAARD. Kierkegaard memiliki nama asli Søren Aabye Kierkegaard yang lahir dan BAB II SØREN KIERKEGAARD A. Biografi Søren Kierkegaard Kierkegaard memiliki nama asli Søren Aabye Kierkegaard yang lahir dan besar di Kopenhagen, Denmark pada 1813-1855. Ia merupakan anak bungsu dari tujuh

Lebih terperinci

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*)

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*) Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*) Kierkegaard dikenal menentang filsafat yang bercorak sistematis, karena menurutnya, filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki kesempurnaan lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran, Allah berfirman:

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

MENJADI MANUSIA OTENTIK

MENJADI MANUSIA OTENTIK MENJADI MANUSIA OTENTIK Penulis : Reza A.A. Wattimena G. Edwi Nugrohadi A. Untung Subagya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

PEMBUATAN KONSEP VARIABEL EKONOMI MAKRO UNTUK MENGUKUR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP TUJUAN SYARIAH

PEMBUATAN KONSEP VARIABEL EKONOMI MAKRO UNTUK MENGUKUR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP TUJUAN SYARIAH PEMBUATAN KONSEP VARIABEL EKONOMI MAKRO UNTUK MENGUKUR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP TUJUAN SYARIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Bulan Oktober adalah bulan Maria. Banyak orang menyempatkan diri untuk menghormati Bunda Maria dan mohon bimbingannya

Lebih terperinci

KONVERSI AGAMA DARI KRISTEN KE ISLAM

KONVERSI AGAMA DARI KRISTEN KE ISLAM KONVERSI AGAMA DARI KRISTEN KE ISLAM (Studi Kasus Pengakuan Muallaf-Muallaf di Surakarta) S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin

Lebih terperinci

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS xviii BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS Pengantar Pada tulisan ini, eksistensialisme religius menjadi konsep kunci sebelum sepenuhnya bergulat dalam konsep-konsep selanjutnya. Bab ini akan menghantarkan

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI OLEH: MASTURI NIM. 3211113120 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN NOMOR46/ PUU-VIII/2010 DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DANHUKUM DI INDONESIA SKRIPSI

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN NOMOR46/ PUU-VIII/2010 DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DANHUKUM DI INDONESIA SKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN NOMOR46/ PUU-VIII/2010 DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DANHUKUM DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang berarti,

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1A Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian studi kasus yang telah dipaparkan pada bab-bab di atas, mengenai Pendidikan Kepribadian Dan Pembinaan Mental Spiritual Melalui Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 01 Fakultas Psikologi Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1 Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. RAPEM FILSAFAT UMUM Judul Mata Kuliah : Filsafat Umum

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR CERDAS BERBAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XI KARANGAN ENGKOS KOSASIH TERBITAN :

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR CERDAS BERBAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XI KARANGAN ENGKOS KOSASIH TERBITAN : NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR CERDAS BERBAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XI KARANGAN ENGKOS KOSASIH TERBITAN : ERLANGGA TAHUN 2008 SKRIPSI Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK S K R I P S I

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK S K R I P S I FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari ah (S.Sy) Oleh : NELA ARMALIA NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang masalah Dalam semua agama ditemukan pola mistik sebagai puncak penghayatan keagamaan. Dalam hal ini ekstase adalah tahap akhir dari pengalaman mistik itu, dimana jiwa

Lebih terperinci

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik) Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) 1. Pengantar Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia adalah Homo Socius. Ia hidup di dalam realitas yang saling berkaitan antara

Lebih terperinci

Renungan Harian Kampus

Renungan Harian Kampus Renungan Harian Kampus (Pandangan Mahasiswa Fakultas Teologi UKSW tentang Renungan Harian Kampus Tahun 2012 sebagai Sarana Pengembangan Spiritualitas) Oleh, IZAAC ALFONS 712009024 TUGAS AKHIR Dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja UKDW

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja Identitas merupakan bentuk dari eksistensi diri seseorang. Identitas berhubungan dengan tahap perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kelam kehidupan manusia pernah dialami di dunia barat hingga mendapat sebuatan dark age 1. Kebebasan di dunia barat pernah mendapat belenggu yang teramat

Lebih terperinci

ABSTRAK Amang Guntur Hidayat Jajuli. Prestasi Belajar Aqidah Ahlak Hubungannya Dengan Ahlak Sehari-Hari (Penelitian Pada Siswa Kelas IV dan V di MI

ABSTRAK Amang Guntur Hidayat Jajuli. Prestasi Belajar Aqidah Ahlak Hubungannya Dengan Ahlak Sehari-Hari (Penelitian Pada Siswa Kelas IV dan V di MI ABSTRAK Amang Guntur Hidayat Jajuli. Prestasi Belajar Aqidah Ahlak Hubungannya Dengan Ahlak Sehari-Hari (Penelitian Pada Siswa Kelas IV dan V di MI Nurul Huda Margaluyu Tanjungsari Sumedang ) Salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM (studi kasus pada mahasiswi Fakultas Syari ah Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2009 IAIN Walisongo Semarang) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Fenomena kasus hamil sebelum nikah saat ini sering terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, kasus hamil sebelum nikah sangat banyak terjadi di kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

CHARLES KUMAR. Fakir Sang Pencari

CHARLES KUMAR. Fakir Sang Pencari CHARLES KUMAR Fakir Sang Pencari My Love my Shakti, my Manura Laxmi, this novel is for you and our children Prisha Vajra Valli And Ganadhakshya Kabir Valli 2 Aku laksana seekor anjing yang menunggu tuan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS 4.1. Kesimpulan Manusia dapat dikatakan sebagai individu, apabila memenuhi tiga syarat yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

menghindari pikiran kotor dan perbuatan maksiat?. Saya mohon bantuan anda untuk menemukan solusinya

menghindari pikiran kotor dan perbuatan maksiat?. Saya mohon bantuan anda untuk menemukan solusinya Cinta Segitiga Saya sedang bingung dengan problem yang tengah kuhadapi ini. Hanya Allah yang mengetahui kebingunganku ini karena saya tidak sanggup memecahkan problem yang satu ini. Akan tetapi saya tetap

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA

NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA Oleh: Eka Destiani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo Ekadestiani0@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

I. A. PERMASALAHAN I. A.

I. A. PERMASALAHAN I. A. BAB I PENDAHULUAN I. A. PERMASALAHAN I. A. 1. Latar Belakang Masalah Dalam bukunya yang berjudul Menyingkap Seksualitas, Anton Konseng menceritakan satu pengalamannya yang menarik terkait dengan seksualitas.

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH PERSIAPAN - Umat bersaat teduh - Lonceng berbunyi - Penyalaan Lilin JEMAAT BERHIMPUN PANGGILAN

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA BERITA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PADA SURAT KABAR HARIAN PEKANBARU MX EDISI FEBRUARI 2014 SKRIPSI

ANALISIS WACANA BERITA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PADA SURAT KABAR HARIAN PEKANBARU MX EDISI FEBRUARI 2014 SKRIPSI ANALISIS WACANA BERITA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PADA SURAT KABAR HARIAN PEKANBARU MX EDISI FEBRUARI 2014 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ilmu komunikasi (S.

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1B Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

The Pastor s Heart. A Tribute. Timothy Athanasios & Dhila Cherish

The Pastor s Heart. A Tribute. Timothy Athanasios & Dhila Cherish The Pastor s Heart A Tribute Timothy Athanasios & Dhila Cherish Chapter 1 Gembala yang Menjawab Tantangan Zaman Saya membayangkan sosok Rasul Petrus yang terlempar melalui sebuah mesin waktu dan terdampar

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

STRATEGI BANK BRI SYARIAH DALAM MENANGANI PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERMASALAH (Study Kasus Pada Bank BRI Syariah Cabang Pekanbaru)

STRATEGI BANK BRI SYARIAH DALAM MENANGANI PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERMASALAH (Study Kasus Pada Bank BRI Syariah Cabang Pekanbaru) STRATEGI BANK BRI SYARIAH DALAM MENANGANI PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERMASALAH (Study Kasus Pada Bank BRI Syariah Cabang Pekanbaru) LAPORAN AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN MUSLIM DALAM FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN. Oleh: Chairunnisa Larasati NIM:

REPRESENTASI PEREMPUAN MUSLIM DALAM FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN. Oleh: Chairunnisa Larasati NIM: REPRESENTASI PEREMPUAN MUSLIM DALAM FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) strata Satu pada Program Studi Komunikasi

Lebih terperinci

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA Oleh: Anifah Restyana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Horatius, yaitu dulce et utile yang berarti menghibur dan mengajar. Kesenangan dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENACANAAN DAN PENGAWASAN BIAYA OPERASI PADA PT PLN (PERSERO) UPT MEDAN. O l e h : AYU NOVITA SARI

TUGAS AKHIR FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENACANAAN DAN PENGAWASAN BIAYA OPERASI PADA PT PLN (PERSERO) UPT MEDAN. O l e h : AYU NOVITA SARI TUGAS AKHIR FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENACANAAN DAN PENGAWASAN BIAYA OPERASI PADA PT PLN (PERSERO) UPT MEDAN O l e h : AYU NOVITA SARI 082102060 PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci