BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini menjadi sebuah isu penting yang mampu memberikan citra positif bagi perusahaan. Sudah banyak yang mendefinisikan CSR dengan berbagai sudut pandang berbeda baik dari kalangan praktisi ataupun akademisi, namun belum ada sebuah kesepakatan dalam mendefinisikan CSR secara khusus. Berikut ini adalah beberapa pengertian CSR dari para ahli dan badan/lembaga internasional, antara lain : 1. Menurut panduan ISO:26000, Sebuah organisasi internasional tentang standarisasi yang fokus kepada tanggung jawab sosial perusahaan, dalam Idowu (2009). Pengertian CSR adalah : Responsibility of an Organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviours that contributes to sustainable development, health, and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavious; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship. Pengertian CSR di atas didefenisikan sebagai tanggung jawab perusahaan atas dampak aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan melalui perilaku transparan dan etis yang berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan, terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dimana 16

2 perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya. 2. Menurut World Bussines Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Idowu (2009) : Continuing commitment by bussines to behave ethically and contribute economic development while improving the quality of the workforce and their families as well as of the local community and society at large. Artinya CSR merupakan komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi melalui peningkatan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, dan juga bagi komunitas lokal serta masyarakat secara luas. 3. Menurut Uni Eropa (2005) dalam Subhabrata (2007): A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interactions with their stakeholders on a voluntary basis. Sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan dengan dasar sukarela. 4. Menurut Crowther (2008) : CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis. Sebuah konsep perusahaan yang mengintegrasikan bisnis perusahaannya dengan lingkungan sosial dimana interaksi dengan pihak-pihak terkait dilakukan atas dasar sukarela.

3 5. Menurut Johnson dan Scholes (2002) dalam Subhabrata (2007) : The ways in which an organization exceeds the minimum obligations to stakeholders specified through regulation and corporate governance. Cara-cara sebuah organisasi memenuhi kewajiban minimumnya kepada stakeholders yang ditetapkan melalui peraturan dan tata kelola perusahaan. 6. Menurut Kotler dan Lee (2005) dalam Subhabrata (2007): CSR is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources. CSR merupakan sebuah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan bisnis yang memberikan kebebasan untuk menenetukan dan berkontribusi terhadap sumber daya perusahaan. 7. Menurut Carroll (1979) dalam Subhabrata (2007): Encompassing the economic, legal, ethical and discretionary expectations that society has of organizations at a given point in time. Artinya CSR meliputi aspek ekonomi, hukum, etika dan kebijaksanaan dengan harapan bahwa masyarakat merasakan memiliki organisasi tersebut pada waktu tertentu. 8. Menurut Jackson (2003) dalam Idowu (2009): CSR is the overall relationship of the corporation with all its stakeholders...elements of corporate social responsibility include investment in community outreach, employee relations, creation and maintenance of employment, environmental responsibility, human rights, and financial performance. Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan hubungan menyeluruh perusahaan dengan semua pemangku kepentingan. Pada

4 aspek yang lain dijelaskan pula bahwa elemen dari tanggung jawab sosial, termasuk investasi dalam penjangkauan masyarakat, hubungan antar karyawan, memelihara dan menciptakan lapangan pekerjaan, tanggung jawab lingkungan, hak asasi manusia, dan kinerja keuangan Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Crowther (2008) ada beberapa manfaat dari penerapan CSR bagi perusahaan antara lain : 1. Meningkatkan perusahaan dalam hal product image. 2. Manfaat keamanan dan kesehatan. 3. Hubungan dengan masyarakat menjadi lebih baik. 4. Meningkatkan hubungan dengan pihak eksekutif dan legislatif. 5. Meningkatkan moral antar pekerja dan meningkatkan produktivitas. 6. Meningkatkan citra perusahaan secara umum. 7. Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan Menurut Hohnen (2007), beberapa manfaat perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain : 1. Antisipasi yang lebih baik terhadap pengelolaan managemen risiko. 2. Peningkatan manajemen reputasi. 3. Meningkatkan kemampuan untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan staf. 4. Meningkatkan inovasi, daya saing dan posisi pasar dari perusahaan.

5 5. Peningkatan efisiensi operasional dan penghematan biaya. 6. Peningkatan kemampuan untuk menarik dan membangun hubungan yang efektif dan efisien terhadap rantai pasokan. 7. Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi perubahan. 8. Memperkuat lisensi sosial perusahaan dalam melakukan aktivitas ditengah masyarakat Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Organization of Economic Cooperation And Development (OECD) dalam Wibisono (2007) pada saat pertemuan para menteri Negara-negara anggotanya di Paris tahun 2000 telah disepakati pedoman bagi perusahaan multinasional dengan kebijakan umum tentang prinsip-prinsip CSR yaitu : 1. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. 2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang mempengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah dan di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. 3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerjasama yang erat dengan komunitas lokal, termasuk kepentingan bisnis selain mengambarkan kegiatan perusahaan di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. 4. Mendorong pembentukan modal tenaga kerja, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi para karyawan.

6 5. Menahan diri untuk tidak mencari dan tidak menerima pembebasan dari luar yang dibenarkan secara hukum yang terkait dengan sosial, lingkungan, keselamatan kerja, insentif financial dan isu-isu lain. 6. Mendorong dan dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik. 7. Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem manajemen yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya antara perusahaan dengan masyarakat tempat perusahaan beroperasi. 8. Mendorong kesadaran pekerja sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan pada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan Tahap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Hohnen (2007) ada 6 (enam) tahap pelaksanaan CSR yang lazim dilakukan oleh perusahaan, yaitu : 1. Tahap penilaian Langkah pertama yang dilakukan pada tahap penilaian adalah mengumpulkan dan memeriksa informasi yang relevan dari produk perusahaan, jasa ataupun informasi tentang proses pengambilan keputusan dalam menentukan program CSR yang akan dilakukan. Penilaian program CSR yang tepat harus memberikan pemahaman tentang hal-hal berikut:

7 a. Nilai-nilai dan etika perusahaan b. Poros penggerak internal dan eksternal dalam memotivasi perusahaan untuk melakukan pendekatan sistematis dalam melaksanakan program CSR c. Isu penting tentang CSR yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi perusahaan dan stakeholders d. Struktur pengambilan keputusan perusahaan serta kekuatan dalam menerapkan pendekatan CSR yang lebih terintegrasi e. Sumber daya manusia dan implikasi anggaran f. Inisiatif terkait keberadaan CSR Penilaian tersebut harus mengidentifikasi tantangan dan peluang, melalui sebuah analisis untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam mencapai tujuan internal serta menentukan seberapa baik strategi perusahaan menghadapi tantangan dan peluang tersebut. Informasi ini sangat penting untuk menentukan prioritas kegiatan dan pendekatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. 2. Tahap pengembangan strategi Strategi pengembangan CSR akan berhasil apabila disusun berdasarkan pemahaman yang jelas terhadap nilai-nilai perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan melakukan pendekatan yang sistematis dalam mengatasi kelemahan dan membangun kekuatan perusahaan. Hasil dari penilaian CSR memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada serta menjadikannya sebagai dasar dalam menyusun strategi pengembangan CSR agar

8 sesuai dengan arah dan ruang lingkup perusahaan. 3. Tahap pengembangan komitmen Pengembangan komitmen merupakan suatu kebijakan atau instrumen perusahaan yang diarahkan untuk mengembangkan segala upaya dan tujuan perusahaan agar dapat mengatasi dampak sosial dan lingkungan. Upaya pengembangan komitmen CSR perusahaan harus memahami berbagai perbedaan komitmen yang ada, yaitu perbedaan antara komitmen aspirational dan prescriptive. Komitmen aspirational cenderung mengartikulasikan tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan dan biasanya ditulis dalam bahasa yang umum, sementara komitmen prescriptive yaitu komitmen dalam menetapkan kode etik, menetapkan perilaku yang lebih spesifik untuk dibahas dan disetujui oleh perusahaan. Berikut ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan komitmen CSR perusahaan, yaitu : a. Melakukan peninjauan terhadap komitmen CSR b. Mengadakan diskusi dengan stakeholders c. Membentuk kelompok kerja CSR d. Menyiapkan draft awal e. Mengadakan diskusi dengan kelompok-kelompok sasaran f. Merevisi dan mempublikasi komitmen

9 4. Tahap implementasi Implementasi CSR mengacu kepada keputusan, proses dan praktek kegiatan perusahaan yang telah disepakati dalam strategi pengembangan CSR. Terdapat beberapa langkah untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melaksanakan komitemen yang disepakati, antara lain : a. Mengembangkan struktur pengambilan keputusan CSR yang terintegrasi b. Menyiapkan dan merencanakan program CSR c. Menetapkan target yang terukur dan mengevaluasi kinerja d. Melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam program CSR e. Mendesain dan melakukan pelatihan CSR f. Menetapkan mekanisme pemecahan masalah g. Membuat rencana komunikasi internal dan eksternal h. Membuat komitmen publik 5. Tahap pelaporan Hasil pelaporan merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk mengukur kinerja perusahaan dalam melaksanakan komitmen CSR. Pelaporan setidaknya harus membahas bagaimana faktor sosial dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan atau sebaliknya, bagaiamana perusahaan dapat mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Artinya perusahaan harus mampu memotivasi, berkontribusi terhadap masyarakat dan bersedia untuk memposisikan diri dalam konteks yang lebih luas.

10 6. Tahap evaluasi Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan program CSR secara keseluruhan dari pendekatan yang dilakukan, dan dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perbaikan. Evaluasi merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerima berbagai masukan berupa informasi-informasi baru maupun beradaptasi terhadap perubahan-perubahan secara berkesinambungan dengan melibatkan seluruh stakeholders. Upaya yang dilakukan tidak sebatas hanya untuk mencapai tujuan saja, tetapi bagaimana agar perusahaan tetap waspada untuk beradaptasi dengan keadaan yang selalu mengalami peberubahan, serta menemukan cara-cara untuk meningkatkan upaya yang telah mereka lakukan Bentuk dan Model Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Saidi (2004) dalam Tanudjaja (2006), sedikitnya ada 4 (empat) sistem atau model CSR yang diterapkan di Indonesia, antara lain : 1. Keterlibatan langsung Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan

11 Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos). 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Apabila dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

12 Menurut Jonker dan De Witte (2006), terdapat beberapa model managemen program CSR yang digunakan dalam upaya pembangunan berkelanjutan, antara lain : A. Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif Gambar 2.1 Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif Sumber : Jonker dan De Witte (2006) Elemen kunci dari model ini didasari oleh komitmen dan kepemimpinan, melibatkan stakeholders secara berkesinambungan, kebijakan, struktur organisasi, penilaian hasil, sistem perencanaan dan pelaksanaan dengan monitoring, kegiatan perbaikan, audit dan managemen evaluasi. a) Komitmen dan kepemimpinan Prinsip dasar dalam aspek ini antara lain kejujuran, integritas dan menghargai masyarakat serta melakukan usaha bersama. Peningkatan kinerja program CSR dilakukan dengan menjalankan prinsip kepemimpinan dan pelibatan stakeholders secara aktif.

13 b) Melibatkan seluruh stakeholders Sama halnya dengan komitmen dan kepemimpinan, pelibatan stakeholders merupakan komponen yang sangat dibutuhkan dalam seluruh model managemen CSR dan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Stakeholders harus dilibatkan sejak awal melakukan proses pengidentifikasian terhadap isu yang akan dilaksanakan. c) Kebijakan dan organisasi Kebijakan yang dibuat berkaitan dengan pelaksanaan program CSR harus mendukung terhadap tujuan utama dari perusahaan secara keseluruhan. Managemen juga harus mempertimbangkan tingkat resiko agar tidak terlalu besar peluang terjadinya suatu kegagalan program dengan memberikan Gambaran yang jelas tentang tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap level managemen dalam perusahaan. d) Tanggung jawab organisasi Penentuan indikator sangat dibutuhkan untuk memantau perkembangan kinerja suatu program, sehingga dapat menghindari terjadinya komplain dari pihak yang merasa dirugikan terhadap dampak program yang dilakukan. Survey masyarakat sangat membantu managemen perusahaan dalam menjalankan program CSR apabila dilakukan dengan metode yang tepat. Hasil survey tersebut dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki sistem managemen secara keseluruhan agar lebih sesuai dan tepat ketika akan digunakan.

14 B. Model Partisipasi Membangun Perusahaan Model ini merupakan gabungan dari beberapa komunitas masyarakat, pemerintah dan sektor swasta yang memungkinkan untuk mengarahkan persepsi ekonomi dari masyarakat. Pemerintah dan perusahaan berupaya menjelaskan hak dan tanggung jawab kepada masyarakat melalui interaksi yang efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mencapai tujuan utama perusahaan dan pemerintah Keterlibatan seluruh elemen sangat diperlukan dalam upaya mencapai hasil dan tujuan organisasi yang berbasis solusi, selain itu juga akan memberikan hasil yang strategis dalam meningkatkan motivasi masyarakat dalam aspek sosial dan ekonomi. Partisipasi perusahaan dalam kemitraan dibuktikan dengan adanya perhatian terhadap permasalahan yang ada dimasyarakat. Model ini memerlukan integrasi bisnis dari seluruh elemen agar terciptanya struktur yang efektif dan berjalan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. di bawah ini. Gambar 2.2. Model Partisipasi Membangun Perusahaan Sumber : (Teller, 2003 & Goddard, 2004) dalam Jonker dan De Witte (2006)

15 Masyarakat sebagai penggerak perubahan akan terus mempengaruhi perusahaan dalam menciptakan peluang bisnisnya melalui identifikasi kemitraan yang berbasis masyarakat. Model ini dilatarbelakangi dari kegiatan masyarakat, pemerintah dan perusahaan di beberapa negara maju pada abad ke-21 dengan mempertimbangkan aspek toleransi, bakat dan teknologi dalam mengatasi permasalahan yang ada di lingkungannya. Aplikasi dari model ini memberikan kemampuan untuk memanfaatkan ulang sumber daya yang ada, ide-ide, keterampilan dan informasi yang melekat pada sektor swasta untuk memberikan dampak sosial yang lebih luas kepada masyarakat. Perusahaan berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, baik kegiatan yang bersifat ekonomi maupun sosial Program-program CSR Bidang Kesehatan Berdasarkan pedoman penyelenggaran CSR dalam pembangunan kesehatan oleh Kemenkes RI (2008), program CSR bidang kesehatan terdiri dari : 1. Mengembangkan fasilitas pelayanan kesehatan 2. Membantu peningkatan kualitas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ada, dengan kegiatan antara lain : a. Melatih petugas b. Melengkapi sarana (obat, alat dan manual) c. Meningkatkan akses pada pelayanan (misalnya operasional Puskesmas keliling).

16 3. Pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat : a. Mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) b. Meningkatkan kualitas UKBM yang ada c. Memberikan sarana penyehatan lingkungan bagi rumah tangga (air bersih, pembuangan sampah) d. Penyuluhan kesehatan e. Pelatih bagi masyarakat. 4. Mengembangkan perusahaan yang ber-perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Langkah-langkah Pelaksanaan CSR Bidang Kesehatan Tahap Persiapan 1. Identifikasi potensi perusahaan Perusahaan melakukan identifikasi potensi organisasi dalam merancang program CSR untuk percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) dan pengendalian penyakit tidak menular, potensi-potensi perusahaan yang dapat dimanfaatkan meliputi : a. Tenaga ahli terkait program kesehatan yang dipilih b. Tenaga pengelola/pelaksana program CSR c. Program/kegiatan yang telah ada diintegrasikan dengan program CSR untuk pencapaian target MDG s dan penyakit tidak menular d. Sumber dana atau ketersediaan dana yang ada dapat dimanfaatkan e. Stakeholders yang dapat diajak kerjasama

17 2. Identifikasi masalah kesehatan Perusahaan melakukan identifikasi masalah kesehatan bersama perwakilan karyawan atau stakeholders lain, masyarakat setempat, LSM peduli kesehatan serta sektor kesehatan. Apabila wilayah yang digarap dalam lingkup nasional, diperlukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, bila dalam lingkup propinsi dengan Dinas Kesehatan Propinsi, bila lingkup kabupaten/kota dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan bila dalam lingkup kecamatan atau desa dengan Puskesmas setempat. Sektor kesehatan akan memberikan masukan data-data masalah kesehatan di wilayahnya serta informasi lain yang diperlukan. 3. Menetapkan masalah dan wilayah Perusahaan bersama dengan pihak yang terlibat melakukan identifikasi, kemudian ditetapkan prioritas masalah, bentuk program dan lokasi program CSR yang akan diselenggarakan. 4. Identifikasi potensi sumber daya alam dan lingkungan masyarakat Perusahaan melakukan identifikasi potensi sumber daya alam yang mencakup : a. Identifikasi potensi sumber daya alam di masyarakat sekitar area penyelenggaraan program CSR. b. Identifikasi potensi lingkungan di masyarakat sekitar area penyelenggaraan program CSR Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan kegiatan CSR, perusahaan dapat mengikuti

18 langkah-langkah di bawah ini atau disesuaikan dengan konteks daerah dan kondisi perusahaan. a. Menyusun konsep rencana program CSR yang jelas, lengkap, dan terperinci, yakni sampai dengan teknis pelaksanaan program. b. Membangun persepsi yang sama antara perusahaan dengan pemerintah daerah dan stakeholders. c. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah dan atau stakeholders yang dapat diawali dengan penandatanganan MoU atau perjanjian kerjasama sebagai dasar komitmen pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah daerah. d. Menyusun perencanaan terpadu dengan pemerintah daerah agar dapat terjadi sinergi dan pemerataan kesejahteraan. e. Melaksanakan konsultasi perencanaan yang melibatkan masyarakat. f. Mengajukan usulan penghargaan dari pemerintah dalam bentuk pengakuan maupun insentif lainnya. g. Menentukan pelaksanaan dan mekanisme monitoring dan evaluasi Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, perusahaan melakukan beberapa kegiatan antara lain : a. Memilih sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen dan kepedulian terhadap CSR. b. Melatih Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertanggungjawab untuk memimpin

19 pelaksanaan kegiatan CSR. c. Melakukan kegiatan monitoring atas kemajuan kegiatan CSR sesuai dengan mekanisme monitoring yang sudah direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh pengelola kegiatan CSR. d. Melakukan evaluasi kegiatan CSR yang telah berjalan, membuat sistem mekanisme pendokumentasian atas kemajuan, keberhasilan, kegagalan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan CSR. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak lain termasuk Dinas Kesehatan setempat. e. Mendesain sistem penghargaan bagi penanggung jawab yang telah berhasil melaksanakan kegiatan CSR. f. Merumuskan kegiatan-kegiatan untuk menjamin terpeliharanya keberlanjutan kegiatan CSR yang sedang dan telah berjalan Tahap Pendokumentasian Pada akhir tahun setelah melaksanakan kegiatan CSR, disarankan agar perusahaan membuat dokumentasi dari kegiatan CSR bidang kesehatan. Beberapa hal dibawah ini merupakan tahapan perusahaan dalam membuat dokumentasi : a. Membentuk tim yang bertugas membuat dokumentasi b. Merencanakan pembuatan dokumentasi seperti menentukan batas waktu, membuat anggaran dan membuat rencana kerja. c. Mengumpulkan informasi sekaligus mengidentifikasi akurasi sumbernya dan memilih informasi yang relevan dan akurat untuk didokumentasikan.

20 d. Menganalisa data berdasarkan informasi yang telah diolah dan menjelaskan kecenderungan (trend) dari data tersebut. e. Membuat draft dokumentasi kegiatan CSR. f. Melakukan review dan finalisasi. g. Mempublikasi dan mendistribusikan dokumentasi kegiatan CSR. h. Mengumpulkan tanggapan-tanggapan sekaligus mendiskusikan dan mengevaluasi tanggapan tersebut sebagai upaya untuk perbaikan kegiatan CSR ke depan Sistem Pembiayaan Kesehatan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 mendefinisikan subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tujuan penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif). Sistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus menerus dan terkendali dalam upaya menjamin ketersediaan dana kesehatan yang mencukupi

21 dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih kegiatan dan mempercepat proses penyerapan anggaran serta pencapaian pembangunan kesehatan yang adil dan merata Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan antara lain : a. Dana Prinsip dari ketersediaan dana adalah selain dana tersebut tersedia, dana itu harus mencukupi dan dapat dipertangungjawabkan. Dana dalam sistem pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari sumber pendapatan daerah baik dari sektor

22 kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. b. Sumber Daya Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. c. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu : a. Kecukupan Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah dalam hal pengelolaan kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja baik pusat dan daerah. Pemerintah

23 saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara tepat dengan memperhatikan aspek berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan. b. Efektif dan efisien Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif. c. Adil dan transparan Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin

24 terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku Teori Kemitraan Teori tentang pentingnya kemitraan organisasi (partnership organization) dikemukakan oleh Eisler, R dan Montuori, A (2001). Dikatakan lebih lanjut, bahwa strategi kemitraan organisasi merupakan bagian dari pendekatan sistem, yang telah mempertimbangkan adanya pengaruh lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi. Pada proses perkembangannya, agar suatu organisasi tetap tumbuh dan berkembang harus memperhitungkan adanya kompleksitas lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi yang dominan (dominanator template) justru akan ditinggalkan, karena lingkungan menuntut adanya kemitraan organisasi. Pada masa sekarang (pola baru), untuk mengelola konflik yang muncul dalam organisasi lebih diutamakan menggunakan pendekatan sistem kemitraan daripada pendekatan dominan. Model kemitraan dalam organisasi membutuhkan persyaratan sebagai berikut : 1. Adanya struktur organisasi yang sederhana (flat) dan sedikit hirarki. 2. Merubah peranan manager, dari the cop menjadi peran fasilitator dan suportif. 3. Merubah pengertian power, dari power over menjadi power to/with. 4. Adanya kerjasama tim (teamwork)

25 5. Adanya keanekaragaman produk (diversity product) 6. Adanya kesamaan gender (gender balance) 7. Adanya kreativitas dan jiwa kewiraswastaan (creativity and entrepreneurship) Dent (2006) dalam teorinya Partnership Relationship Management, mengatakan bahwa pada abad 21 ini, untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan adanya tuntutan konsumen akan pelayanan yang cepat, suatu organisasi membentuk kemitraan dan strategi aliansi (partnerships and strategic alliances) baik secara internal maupun eksternal. Proses ini memerlukan kreativitas dalam mengkombinasikan budaya kerja organisasi yang mengarah pada pola kemitraan. Ada empat keuntungan yang diperoleh bila menggunakan pola kemitraan dan aliansi, yaitu: 1. Keterbukaan (openness) 2. Kreativitas (creativity) 3. Kecepatan (agility) 4. Kelenturan (resiliency) Kemitraan Publik dan Swasta Pengertian kemitraan publik dan swasta (Public Private Partnership) menurut Brinkerhof (2002) dalam Titovs (2011) adalah hubungan yang dinamis antara satu pihak dengan pihak yang lainnya berdasarkan kesepakatan tujuan bersama dan dilakukan melalui sharing pemahaman secara rasional dengan membandingkan keuntungan bagi masing-masing pihak. Kemitraan tersebut meliputi aktivitas saling

26 mempengaruhi satu dengan yang lainnya secara seimbang, sinergis, saling menghargai, transparansi dan adanya partisipasi dari kedua belah pihak. Menurut Glasbergen (2008), Penerapan sistem kemitraan memperhatikan berbagai aspek yang berbeda. Beberapa jenis sistem kemitraan yang paling umum diterapkan antara lain : 1. Kemitraan yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran Sistem kemitraan yang mendorong perdebatan dari berbagi pihak dalam mengembangkan berbagai macam ide-ide yang baru, termasuk dialog kebijakan multi stakeholder sebagai upaya mencapai dan mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 2. Kemitraan yang berkonsentrasi pada penyebaran dan pengembangan informasi Bentuk kemitraan ini berpedoman pada pelaporan kinerja sektor keuangan atau dikenal dengan The Global Reporting Initiative (GRI). Ada banyak pihak-pihak pembuat keputusan yang memiliki tujuan yang sama untuk mempromosikan akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam menerapkan sistem kemitraan. 3. Kemitraan yang memberikan bantuan teknologi dalam pengelolaan proses Program kemitraan yang dilakukan cenderung fokus terhadap isu-isu atau masalah yang ada di daerah. Ada program kemitraan yang menyediakan dukungan untuk investasi, membangun infrastruktur penyediaan air bersih, atau kemitraan untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam yang membutuhkan penerapan teknologi.

27 4. Kemitraan yang mengembangkan produk baru yang lebih berkesinambungan Tujuan dari kemitraan ini adalah untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan karakteristik pasar. Jenis kemitraan ini merupakan salah satu proses kemitraan dalam membangun struktur pasar dengan keterlibatan langsung para pihak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kemitraan menurut Barr (2009), antara lain : 1. Manajemen 2. Alokasi anggaran 3. Sistem informasi Efektivitas pelaksanaan kemitraan akan terwujud apabila dilaksanakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Proses tersebut membutuhkan sumber pengetahuan dari setiap elemen yang terlibat dan ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran untuk membantu upaya pembentukan sistem kemitraan yang efektif secara berkesinambungan.

28 2.5. Landasan Teori Gambar 2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi terhadap Pemerintahan yang Baik Sumber : Glasbergen (2008) Sumber : Barr (2009) Gambar 2.4 Elemen kunci kemitraan yang efektif

29 2.6. Kerangka Pikir Input Sistem kemitraan 1. Dinkes - Kepala Dinas Kesehatan - Sekretaris Dinkes - Bidang Program dan Pelaporan - Seksi Keuangan/Anggaran 2. PT. EMOI - Bidang Humas 3. LSM Lokal Ketua Determinan keberhasilan dan efisiensi kemitraan 1. Managemen 2. Alokasi anggaran 3. Sistem informasi Proses Aktivitas Kemitraan (Model Kemitraan) Analisis Data Output Infrastruktur kesehatan dan Outcome Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Model Sistem Kemitraan Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan kerangka pikir pada Gambar 2.5 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sistem kemitraan terdiri dari beberapa alur dan tahapan yaitu dari input, proses, output dan outcome. Input terdiri dari sistem kemitraan Dinas Kesehatan Aceh Utara, PT. EMOI dan LSM lokal. Pada tahapan proses menjelaskan aktivitas dan model kemitraan yang dijalankan selama ini dan tahap output adalah hasil dari proses kemitraan yang telah dijalankan, sedangkan outcome merupakan dampak dari kemitraan yang dirasakan oleh masyarakat khususnya di wilayah kabupaten Aceh Utara.

30 Hasil gambaran dari kerangka sistem kemitraan yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara selama ini akan dianalisis dan kemudian akan diupayakan agar menghasilkan suatu model kemitraan yang sesuai dan tepat. Model ini diharapkan dapat mencerminkan kearifan budaya lokal dengan mempertimbangkan aspek sumber daya yang ada, pengetahuan dan kepercayaan masyarakat, kebiasaaan masyarakat serta kemampuan dan dukungan dari para pihak (stakeholders) baik eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat.

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), yang dalam Pedoman ini disebut BADAN, adalah badan hukum publik yang dibentuk dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konteks CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-2 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN V YK 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian media. Namun, tentunya media tidak bisa meliput setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian media. Namun, tentunya media tidak bisa meliput setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media merupakan salah satu pemangku kepentingan dalam perusahaan. Keberadaan media tentu membawa dampak bagi perusahaan, baik yang bersifat positif maupun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

17 BAB 1 PENDAHULUAN

17 BAB 1 PENDAHULUAN 17 BAB 1 PENDAHULUAN 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikatnya setiap orang maupun organisasi memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Pada konteks perusahaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953. Setelah itu,csr

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Tanggung jawab sosial merupakan suatu kewajiban yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama kurun waktu 20-30 tahun terakhir ini, kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosial semakin meningkat. Banyak perusahaan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Sudah lama kita ketahui bahwa tujuan umum dari sebuah usaha didirikan adalah untuk mencari keuntungan atau laba, laba sendiri merupakan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA COVER DEPAN Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government COVER DALAM Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyediakan layanan telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia,

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konseptualisasi CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-1 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Menimbang BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi adalah sesuatu hal yang pasti. Perkembangan teknologi semakin lama semakin berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR) Corporate social responsibility atau tanggung jawab social merupakan sebuah konsep yang sangat populer bagi dunia bisnis saat

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate social responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan wujud tanggungjawab dan sikap

Lebih terperinci

Kebijakan Manajemen Risiko

Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko PT Indo Tambangraya Megah, Tbk. (ITM), berkomitmen untuk membangun sistem dan proses manajemen risiko perusahaan secara menyeluruh untuk memastikan tujuan strategis dan tanggung

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berkaitan dengan lingkungan, khususnya masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berkaitan dengan lingkungan, khususnya masalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu menarik yang sedang menjadi perhatian dunia adalah masalah yang berkaitan dengan lingkungan, khususnya masalah yang berkaitan dengan etika dan tanggungjawab

Lebih terperinci

PERBANKAN YANG BERKELANJUTAN DAN UNEP FI

PERBANKAN YANG BERKELANJUTAN DAN UNEP FI Lokakarya Nasional Peran dan Manfaat Pembangunan Berkelanjutan Bagi Kalangan Perbankan PERBANKAN YANG BERKELANJUTAN DAN UNEP FI Toshiro Nishizawa Japan Bank for International Cooperation Chair, UNEP FI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bisnis merupakan perilaku utama dari setiap korporasi bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bisnis merupakan perilaku utama dari setiap korporasi bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan bisnis merupakan perilaku utama dari setiap korporasi bisnis yang didirikan oleh setiap subjek hukum yang tentu berorientasi pada keuntungan tanpa dibatasi

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009) ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan sekarang ini, perusahaan tidak lagi berhadapan pada tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai perusahaan yang

Lebih terperinci

BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL

BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL A. TUJUAN SKN Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders).

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam setiap aktivitasnya, komunikasi adalah suatu instrumen yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing perusahaan beradu strategi dan inovasi untuk menarik konsumen. Persaingan ketat yang ini

Lebih terperinci

Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax :

Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax : Endorsed by: Supported by: Pemerintah Kota Bekasi Kadinda Kota Bekasi Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax : 021 8801339 E-mail : bsr.@yahoo.co.id

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan bisnis saat ini, sebuah perusahaan dituntut untuk mampu memiliki langkahlangkah inovatif yang mampu memberi daya saing dengan kompetitor. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi Negara tersebut. Salah satu dampak positif dari pekembangan

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Komunikasi dan Informatika Visi Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pacitan mengacu pada visi Kepala Daerah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaporan merupakan komponen penting dalam setiap kegiatan, baik sebagai media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring bagi perusahaan terbuka.

Lebih terperinci

Diklat Penjenjangann. Auditor Utama. Auditor Madya. Auditor Muda. Diklat Pembentukann. Auditor Ahli. Auditor

Diklat Penjenjangann. Auditor Utama. Auditor Madya. Auditor Muda. Diklat Pembentukann. Auditor Ahli. Auditor Diklat Penjenjangann Auditor Utama Auditor Madya Auditor Muda Diklat Pembentukann Auditor Ahli Auditor Terampil KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA PUSAT PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) Modul ke: Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) Bentuk Khusus Media Komunikasi Pemasaran Fakultas FIKOM Krisnomo Wisnu Trihatman S.Sos M.Si Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Marketing Public Relation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Signal Theory Teori sinyal atau signal theory menjelaskan mengenai bagaimana manajemen mampu memberikan sinyal-sinyal keberhasilan atau kegagalan yang akan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PERAN SERTA ORGANISASI KEMASYARAKATAN BIDANG KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PERAN SERTA ORGANISASI KEMASYARAKATAN BIDANG KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PERAN SERTA ORGANISASI KEMASYARAKATAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Definisi dan Hubungan

Definisi dan Hubungan Materi #13 Definisi dan Hubungan 2 Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan Adalah proses dimana usaha menegosiasikan peran perusahaan dalam masyarakat. Dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011 GOAL/IMPACT TINGKATAN TUJUAN/HASIL INDIKATOR SUMBER VERIFIKASI ASUMSI Meningkatnya akuntabilitas, peran dan

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Paradigma dalam CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-7 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan akhir-akhir ini semakin marak dibahas di dunia baik di media cetak, elektronik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat, dimana menurut pendekatan teori akuntansi tradisional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi merupakan sumberdaya organisasi yang sangat penting untuk dikelola, meliputi data dan informasi, perangkat keras, perangkat lunak, dan tenaga. Operasional

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

Jakarta, 26 September 2017

Jakarta, 26 September 2017 Oleh: Krisdyatmiko Ketua Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL - UGM Jakarta, 26 September 2017 Mengapa Perusahaan Perlu Melaksanakan CSR? Dari Single ke Triple Bottom Line Mainstreaming

Lebih terperinci

Internal Audit Charter

Internal Audit Charter SK No. 004/SK-BMD/ tgl. 26 Januari Pendahuluan Revisi --- 1 Internal Audit Charter Latar Belakang IAC (Internal Audit Charter) atau Piagam Internal Audit adalah sebuah kriteria atau landasan pelaksanaan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi a. Visi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) sebagai bagian integral dari Pemerintah Kuantan Singingi

Lebih terperinci

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG KEBIJAKAN MUTU AKADEMIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Universitas Islam Malang, 2015 All Rights Reserved 2 Kebijakan Mutu Akademik

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA CILEGON CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CCSR) DI KOTA CILEGON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci