BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarlito Wirawan yang tertuang dalam buku Syamsu Yusuf LN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarlito Wirawan yang tertuang dalam buku Syamsu Yusuf LN"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional Menurut Sarlito Wirawan yang tertuang dalam buku Syamsu Yusuf LN (2002) emosi merupakan setiap keadaan pada diri individu yang disertai adanya warna afektif yang berada pada tingkat lemah atau dangkal dan juga pada tingkat yang luas dan mendalam.warna afektif yang dimaksudkan adalah suatu perasaan yang dialami saat kita menghadapi (menghayati) stituasi tertentu.dalam hal ini gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau tidak senang, dan sebagainya. Berdasarkan dari kerangka dasar mengenai emosi, adanya teori komprehensif mengenai emosi yang berkaitan dengan kecerdasan emosional yang telah dipaparkan pada tahun 1990 oleh Peter Soluvey dan Jhon Mayer, mereka pada awalnya mendefiniskan bahwa kecerdasan emosional merupakan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk dapat memantau perasaan dan emosi yang ada pada diri sendiri maupun orang lain, serta dapat memilah-milah semuannya dan juga dapat menggunakan suatu informasi untuk membimbing suatu pikiran dan tindakan (Lawrence, 1998). Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, kemampuan individu dalam memotivasi dirinya, menjaga keselarasan emosi serta pengungkapnya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, rasa empati, keterampilan 11

2 12 sosial, memiliki ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mampu mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa individu, sehingga kecerdasan emosional tersebut dapat membuat individu lebih menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Senada dengan pendapat dari Goleman, John Mayer dan Peter Salovey (2004) mengemukan bahwa kecerdasan emosional melibatkan kemampuan individu dalam membaca emosi orang lain secara akurat, menanggapi emosi secara tepait, memotivasi diri, menyadari emosi sendiri, serta mengatur dan mengontrol respon emosional sendiri (dalam Passer & Smith, 2007). Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu dalam merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi, dimana kecerdasan emosi ini menuntuk perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain, menanggapinya dengan tepat, serta menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari (dalam Mutadin, 2002). Dari pembahasan diatas, disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan Individu dalam memahami, mengerti, mengontrol dan memahami emosi dirinya sendiri dan orang lain Komponen Utama Kecerdasan Emosional Peter Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner sebagai definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, dan memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah utama, dimana Goleman (2007) itu sendiri

3 13 membagi model kecerdasan emosional menjadi dua bagian besar, yaitu personal competence dan social competence Personal Competence Personal competence merupakan kemampuan individu mengatur atau mengelola diri sendiri (Goleman, 2007). 1. Mengenali emosi diri (self awareness) Kesadaran diri dalam mengenali emosi atau perasaan sewaktu perasaan itu muncul pada diri individu merupakan dasar dari kecerdasan emosional (kemampuan kunci dalam kecerdasan emosional adalah self awareness).pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan pada perasaan dari waktu ke waktu sehingga dapat menimbulkan wawasan dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan dalam mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri individu berada dalam penguasaan pada perasannya sendiri, sehingga ini membuat individu tidak peka akan perasaannya yang sesungguhnya dan berakibat buruk dalam pengambilan keputusan. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, akan tetapi merupakan salah satu syarat penting dalam mengendalikan emosi, sehingga individu tersebut mudah dalam menguasai emosinya (Goleman, 2007). Individu diminta untuk menentukan kondisi perubahan emosi individu itu sendiri dalam intensitas dan tipe perubahan, tugas lainnya untuk mengukur pemahaman orang lain akan emosi dasar yang secara bersama-sama menciptakan emosi yang tajam, seperti iri atau cemburu (Passer & Smith, 2007).

4 14 2. Mengelola emosi (self control) Kemampuan dalam mengelola emosi sebagai landasan dalam mengenal diri sendiri atas emosi.mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar perasaan tersebut dapat terungkap dengan tepat, sehingga mampu mencapai keseimbangan dalam diri individu.emosi dikatakan berhasil dikelola apabila individu tersebut mampu menghibur dirinya sendiri ketika dalam kondisi terpuruk atau kesedihan, dapat melepaskan kecemasan dalam diri, kemurungan atau ketersinggungan. Begitu sebaliknya, emosi yang tidak berhasil dikelola akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri. Emosi yang berlebihan dan meningkat dengan intensitas yang terlampau lama akan menghancurkan kestabilan diri individu (Goleman, 2007). Sementara itu, menurut Passer dan Smith (2007) mengelola emosi diukur dengan meminta responden menunjukkan bagaimana responden tersebut dapat mengubah emosinya sendiri atau orang lain, serta memfasilitasi keberhasilan atau meningkatkan kerukunan antar pribadi. 3. Memotivasi diri sendiri (self motivation) Memotivasi diri merupakan bentuk usaha yang dilakukan indvidu tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki. Kemampuan individu dalam memotivasi diri dapat ditelusuri melalui berbagai hal, antara lain: cara mengendalikan dorongan hati, derajat kecemasan yang berpengaruh pada kemampuan seseorang, kekuatan berpikir positif, dan optimisme. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimiliki individu, maka individu tersebut cenderung akan memiliki pandangan yang

5 15 positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Selain itu juga memiliki keinginan yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain (Goleman, 2007). Dari pembahasan diatas, menjelaskan definisi personal competence merupakan kemampuan individu mengenali atau memahami emosinya sendiri, mengelola atau mengatur emosinya sendiri, serta bagaimana individu itu mampu memotivasi dirinya sendiri untuk dapat mencapai suatu tujuan hidup Social Competence Social competence adalah kemampuan individu dalam menangani serta mengatur suatu hubungan dengan orang lain (Goleman, 2007). 1. Mengenali emosi orang lain (empathy) Kemampuan individu dalam mengenali emosi orang lain, menunjukkan kemampuan berempati pada orang lain, dimana empati itu sendiri memiliki arti kemampuan perasaan seseorang untuk menempatkan diri ke dalam perasaan orang lain, sehingga dapat memahami pikiran, perasaan, dan perilakunya. Manusia yang berempati merupakan kemampuan individu dalam menghangatkan suasana untuk menempatkan dirinya pada situasi dan perasaan orang lain, akan tetapi individu tetap berada di luar perasan orang lain dan tetap mempertahankan perasaan dirinya. Individu yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain, sehingga individu tersebut mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan mampu untuk mendengarkan orang lain. Jika

6 16 seseorang mampu terbuka pada emosinya sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain, sebaliknya seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan bahwa ia tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain (Goleman, 2007). 2. Membina hubungan dengan orang lain (social skill) Kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang menunjang popularitas, mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan, seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimiliki keterampilan-keterampilan tersebut, menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, menggangu atau tidak berperasaan (Goleman, 2007). Jadi, social competence didefinisikan sebagai suatu kemampuan individu dalam memahami atau mengenali emosi orang lain, dan kemampuan individu dalam mengatur, membangun serta membina hubungan dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya. Berikut adalah dimensi model kecerdasan emosional Goleman (1999 dalam Marina & Sarwono, 2007). Tabel 2.1 Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman Self-Awareness Mengetahui kondisi, emosi diri, Personal Competence kesukaan, sumber daya dan intuisi. Kecakapan ini menentukan bagaimana Self-Control Mengelola kondisi, emosi, impuls, dan sumber daya diri sendiri. kita mengelola diri kita sendiri Self-Motivation Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peralihan sasaran.

7 17 Social Competence Kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan Empathy Social Skill Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Kemampuan dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain. Sumber: Marina, L., & Sarwono, S. W (2007) Goleman (1995) menjelaskan bahwa self awareness itu sendiri secara langsung mempengaruhi perkembangan self control dan empati, akan tetapi sebelum seseorang memiliki kemampuan mengidentifikasikan emosi atau perasaannya, tidak mungkin individu tersebut dapat mengatur emosi atau perasaannya. Tanpa adanya self control kemampuan self motivation tidak dapat berkembang. Begitu juga dengan empati, kemampuan berempati tidak dapat berkembang tanpa didahului oleh perkembangan self-awareness, dimana dimaksudkan bahwa tanpa adanya kemampuan dalam memahami diri sendiri, maka tidak mungkin seseorang dapat mengenali orang lain. Selanjutnya social skillakan melibatkan kemampuan dalam memahami perasaan orang lain (empathy) dan kemampuan bertingkah laku untuk lebih membentuk perasaan tersebut (dalam Marina & Sarwono, 2007).

8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Remaja Karakteristik keluarga : Besar keluarga Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga Tipe pengasuhan emosi : Tipe mengabaikan emosi Tipe tidak menyetujui emosi Tipe laissez-faire Tipe pelatih emosi Karakteristik anak : Jenis kelamin Usia Lingkungan sekolah : Disiplin Pembelajaran emosional Kegiatan ekstrakurikuler Hubungan guru dengan siswa Peran teman sebaya : Fungsi persahabatan Dukungan semangat Dukungan fisik Dukungan ego Fungsi komparasi sosial Fungsi kasih sayang Kecerdasan emosional : Mengenal emosi Mengelola emosi Motivasi diri Empati Membina hubungan Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional remaja. Sumber: Priatini, W., Latifah, M., & Guhardja, S. (2008). Anak yang pada usia remaja memilki tugas perkembangan yang harus dijalani. Termasuk pula pada perkembangan kecerdasan emosional, dimana kemampuan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah dan

9 19 teman sebaya.lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak untuk belajar mengenai kecerdasan emosional melalui pengasuhan.banyak tipe dari pola pengasuhan yang direapkan orang tua, diantaranya pengasuhan emosiona.dalam mengasuh seorang anak, karakteristik keluarga dan anak juga sangat berpengaruh terhadap suatu tipe pengasuhan dari orangtuanya. Karakteristik keluarga mencakup besarnya keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga mempengaruhi mood dari orang tua dalam mengasuh anak, yang akhirnya mempengaruhi suasana dalam keluarga. Orang tua juga perlu memperhatikan karakter anak tersebut seperti jenis kelamin dan usia. Lingkungan sekolah juga berperan dalam mendukung perkembangan kecerdasan emosional ini dapat dilihat dari lingkungan sekolah yang mempunyai disiplin yang baik, adanya pelajaran mengenai emosional, menyediakan kegiatan ekstrakulikuler dan peran guru sebai suatu tauladan dengan menciptakan hubungan yang baik dengan siswa.pertemanan sebaya sebagai aspek yang menunjang perkembangan emosional remaja dapat dilihat dari peran teman sebaya dalam fungsi persahabatan, memberikan dukungan semangat, dukungan fisik, dukungan ego, fungsi komparasi sosial dan sebagai sumber kasih sayang (Priatini, Latifah, & Guhardja, 2008). Dari hasil pembahasan diatas disimpulkan bahwa keluarga (peran orang tua dalam lingkungan keluarga, pola pengasuhan yang diberikan kepada anak), lingkungan (lingkungan sekolah yang memberikan pembelajaran untuk anak), dan peran teman sebaya (fungsi persahabatan, fungsi komparasi sosial dan peran dalam memberikan semangat, dukungan) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional individu dimana akan terlihat hasilnya dalam bentuk kecerdasan emosional yang tinggi atau rendah ataupun baik atau buruk.

10 Sekolah Unggulan Menurut Sundari (2008) istilah sekolah unggulan secara umum didefinisikan sebagai sekolah yang memiliki kelebihan dan keunggulan apabila dibandingkan dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Kelebihan atau keunggulan tersebut meliputi keunggulan dalam hal sebagai berikut: 1. Targert prestasi belajar yang lebih tinggi 2. Proses belajar dan mengajar yang lebih efektif 3. Kualitas guru yang lebih baik 4. Fasilitas belajar yang memadai Pembangunan sekolah unggulan ini harus lebih diarahkan pada peningkatan sumber daya manusia, dikarenakan sekolah merupakan sektor yang paling strategis untuk mencapai suatu tujuan (Sundari, 2008). 2.3 Kelas Unggulan Ability grouping merupakan praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama. Praktik ini bisa dilakukan pada pembagian kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah.jadi, di dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa lemah atau ada kelas-kelas unggulan dan ada pula kelas terbelakang di dalam satu sekolah.praktik-praktik ini menjadi kebiasaan yang dibanggakan di beberapa sekolah unggulan di Indonesia ataupun luar negeri yang ingin menonjolkan kelas khusus mereka yang terdiri dari anak-anak cerdas dan berbakat (Lie, 2009). Anita Lie (2009) juga menjelaskan bahwa pengelompokkan homogen berdasarkan hasil prestasi ini dilakukan juga untuk memudahkan proses pengajaran.

11 21 Dalam proses pengajaran, guru sering kali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengajar siswa yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok atau kelas. Jika guru mengajar terlalu cepat, maka siswa yang lamban akan tertinggal. Sebaliknya, jika terlalu lambat dalam mengajar, maka siswa cerdas akan merasa bosan dan akhirnya mengabaikan atau mengacaukan kelas. Oleh karena itu, pengelompokan homogen dianggap bisa menyelesaikan masalah dalam hal pengajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa sekolah dengan sengaja membuka kelas unggulan khusus, dimana kelas ini terdiri dari kurikulum tambahan dan nilai tambahan dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya berupa pengajaran dan pelatihan tambahan.tujuan dari pelaksanaan ini untuk menonjolkan keunggulan yang dimiliki oleh para pelajar. Dibalik segala tujuan dan manfaat dari pengelompokkan homogen ini mempunyai dampak negatif, dimana menurut para pakar dan peneliti pendidikan bahwa pengelompokkan ini bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokkan berdasarkan kemampuan sama saja dengan memberikan label pada siswa-siswi yang dimasukkan dalam kelompok yang kurang mampu. Label ini memjadi self-fulfilling prophecy (ramalan yang menjadi kenyataan), dikarenakan siswa yang dimasukkan dalam kelompok yang lemah, seseorang siswa akan merasa tidak mampu, patah semangat, dan tidak mau berusaha lagi (Lie, 2009). Sementara, John Dewey mengatakan bahwa sekolah seharusnya menjadi miniature masyarakat. Oleh karena itu, sekolah atau ruang kelas sejauh mungkin perlu mencerminkan keanekaragaam dalam masyarakat, dimana dalam masyarakat terdapat berbagai macam manusia dengan tingkatan kemampuan dan keterbatasan yang berbeda-beda, saling berinteraksi, bersaing, dan bekerja sama (dalam Lie, 2009).

12 Perkembangan Sosio-emosional Remaja Papalia, Olds, dan Feldman (2007) menyatakan bahwa usia remaja berada pada rentang usia antara tahun. Pada masa remaja mengalami masa-masa pergolakan emosi yang muncul dari berbagai bentuk seperti hubungan dalam keluarga, lingkungan di tempat tinggal, lingkungan sekolah dan hubungan pertemanan sebaya dan kegiatan dalanm kehidupan sehari-hari (Santrock, 2003). Menurut Arnett (1999); Roberts, Caspi, & Moffitt (2001) masa remaja yang paling mengalami pergeseran mood dan suasana hati baik positif maupun negatif dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan dewasa. Dibandingkan dengan anakanak dan orang dewasa, remaja juga jauh lebih mungkin memiliki perasaan sadar diri, malu, canggung, kesepian, gelisah, dan perasaan diabaikan (dalam Lahey, 2012). Konflik antara orang tua dan anak-anak meningkat selama masa remaja awal sampai masa remaja akhir (Arnett, 1999 dalam Lahey, 2012). Konflik ini biasanya berfokus pada dating, berapa lama remaja harus berada jauh dari rumah, kemana mereka bisa pergi, dan menjadi seperti apa mereka (ini sering mencerminkan adanya perbedaan antara pandangan orang tua dan pandangan remaja mengenai seks, alkohol, narkoba, kenakalan, dan keamanan) (Lahey, 2012). Arnett (1999) dan Steinberg (2009) menjelaskan bahwa selama masa remaja terjadi peningkatan yang tajam dalam perilaku remaja, yakni perilaku yang menunjukkan tindakan berbahaya, ada peningkatan yang ditandai dengan minumminuman keras (mabuk-mabukan), pengunaan obat-obatan terlarang, mengemudi secara sembrono (kecelakaan mobil atau kematian), tidak ada perlindungan dalam

13 23 hubungan seksual, agresi, kenakalan remaja, dan hal ini di alami individu sampai masa perkembangan dewasa awal (dalam Lahey, 2012). Selain adanya perubahan pada perkembangan emosi remaja, remaja juga menunjukkan adanya perubahaan nyata dalam hubungan sosial. Masa remaja merupakan masa dimana individu terkadang melepaskan diri dari keluarga atau masa pubertas membawa individu menjauh dari orang tua (Arnett, 1999 & Galambos, 1992). Sementara itu, Diamond, Fagundes, dan Butterworth (2010) menjelaskan masa remaja juga mengalami hubungan pertemanan sebaya, dimana ini meliputi partener intim. Terjadinya pergeseran orientasi dari orang tua ke hubungan pertemanan sebaya dapat dilihat adanya penilaian dari kelompok persebayaan yang terjadi pada awal pubertas (sekitar usia 11 tahun sampai 13 tahun), akan tetapi hubungan ini akan menurun pada rentan usia 15 tahun. Selain itu, menurut Santrock (1998) remaja muda menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan orang tua nya (dalam Lahey, 2012).

14 Kerangka Berpikir Remaja Siswa di kelas unggulan Kecerdasan emosional tinggi atau kecerdasan emosional rendah? Gambar 2.2 Gambaran Umum Kecerdasan Emosional pada Siswa Kelas Unggulan di SMA Unggulan Jakarta Sumber: Data Pengolahan Peneliti Pada masa remaja mengalami masa-masa pergolakan emosi yang muncul dari berbagai bentuk seperti hubungan dalam keluarga, lingkungan di tempat tinggal, lingkungan sekolah dan hubungan pertemanan sebaya dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2003). Papalia, Olds, dan Feldman (2007) menyatakan bahwa usia remaja berada pada rentang usia antara tahun. Menurut Turner dan Helms (1991, dalam Priatini, Latifah, & Guhardja, 2008) berpendapat bahwa lingkungan sekolah memberikan kontribusi pada perkembangan sosial remaja.selain itu, ratarata siswa SMA banyak menghabiskan waktunya disekolah sekitar 7 jam sehari (Sarwono, 2002, dalam Priatini, Latifah, & Guhardja, 2008).

15 25 Sekolah merupakan salah satu sarana belajar bagi seorang anak, dimana tidak hanya dalam hal mendapatkan ilmu pengetahuan saja melainkan juga melatih keterampilan emosi dan keterampilan sosialnya (Prihatina, Latifah, & Johan, 2012). Sekolah-sekolah ungulan baik negeri ataupun swasta menjadi semakin diminati oleh sebagian masyarakat yang berpenghasilan tinggi dimana para orang tua memiliki harapan bahwa sekolah unggulan ini dapat memenuhi harapan mereka dalam mendidik dengan benar, serta melengkapi anak-anak dengan pengetahuan dan keterampilan yang unggul (Widodo, 2012). Menurut Lie (2009) beberapa sekolah baik sekolah dengan label unggulan atau non-unggulan dengan sengaja membuka kelas unggulan khusus. Kelas unggulan ini terdiri dari siswa-siwa yang cerdas dan berbakat. Selain itu juga, kelas unggulan ini mendapat kurikulum tambahan dan nilai tambahan dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya berupa pengajaran dan pelatihan tambahan. Apabila seorang remaja yang mengikuti kelas unggulan memiliki kecerdasan emosional yang rendah, maka ia cenderung akan keras kepala, sulit bergaul, putus asa apabila mengalami suatu permasalahan, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, sehingga membuat individu tersebut menjadi terasing di tengah masyarakat. Sedangkan, remaja yang mengikuti kelas unggulan memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka ia cenderung akan lebih memahami secara mendalam emosi nya sendiri, lebih utuh tentang dirinya maupun orang lain, serta dapat mempengaruhi potensi keberhasilan dan prestasi belajarnya sebagai siswa yang mengikuti kelas unggulan (Goleman, 2007, dalam Nungraeni, 2011).

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap perkembangan yang merupakan suatu pross alamiah yang menjadikan manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengambilan Keputusan 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KECERDASAN EMOSI a. Definisi Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau selalu membutuhkan orang lain dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan hidup manusia pasti akan mengalami suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KECERDASAN EMOSIONAL Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer pada Tahun 1990 (dalam Shapiro, 2001: 8), mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan 7 TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra ( Studikasus di Purwacaraka, Cibubur b ) Disusun Oleh : Nama : Bagus aditya Reinovandy Pratama NPM : 1 0 5 0 7 3 1 8 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Warda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008 I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki 5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukanlah merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa kita kenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN 1 PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN Rosimiati 1, Helma 2, Yasrial Chandra 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 2.1.1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan karena pada hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menurut BNN (Badan Narkotika Nasional) data mengenai individu yang menyalahgunakan narkoba di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,1 juta orang. Setiap tahunnya data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 07 Dra. Fakultas FIKOM Interpersonal Communication Skill Kecerdasan Emosi Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Emotional Equotion (Kecerdasan Emosi) Selama ini, yang namanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendidik anak untuk dapat berkembang sesuai dengat tingkat perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN. mendidik anak untuk dapat berkembang sesuai dengat tingkat perkembangan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel 1. Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional memiliki tempat yang strategis dalam upaya mendidik anak untuk dapat berkembang sesuai dengat tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 Triwik Sri Mulati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Emotional Intelligence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan masa depan. Masa remaja dikenal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya orang berpendapat bahwa IQ merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan batasan anak usia prasekolah. b. Perkembangan anak usia prasekolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan batasan anak usia prasekolah. b. Perkembangan anak usia prasekolah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anak Usia Prasekolah. a. Pengertian dan batasan anak usia prasekolah Anak usia prasekolah atau yang dikenal dengan masa kanakkanak awal (early childhood) berada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci