KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp. RIA SEPTY ANGGRAINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp. RIA SEPTY ANGGRAINI"

Transkripsi

1 KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp. RIA SEPTY ANGGRAINI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasis sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Ria Septy Anggraini NIM C

4 ABSTRAK RIA SEPTY ANGGRAINI. Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.. Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh perbedaan frekuensi pemberian pakan harian cacing sutra (C) dan pakan buatan (PB) terhadap sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp.. Larva ikan patin yang baru menetas (d0) berukuran 0,44±0,04 cm dipelihara dalam akuarium kaca berukuran 30x20x20 cm 3 yang diisi air setinggi 15 cm selama 14 hari. Mulai d5, larva diberi lima perlakuan pemberian pakan, yaitu 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB, 2C+5PB, dan 0C+6PB. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva yang diberi 6C+0PB dan kombinasi C+PB memiliki tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang tidak berbeda nyata. Namun larva yang diberi 0C+6PB, kelangsungan hidup dan panjang akhirnya rendah. Semakin banyak porsi PB yang diberikan menunjukkan tren aktivitas lipase yang cenderung meningkat. Tetapi pada aktivitas protease pada pemberian 6C+0PB dan 0C+6PB lebih rendah dari ketiga perlakuan kombinasi C+PB. Dengan demikian, larva ikan patin dapat dibudidaya dengan menggunakan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan. Kata kunci: Cacing sutra, pakan buatan, larva, ikan patin, Pangasius sp., aktivitas lipase, aktivitas protease. ABSTRACT RIA SEPTY ANGGRAINI. Combination of Tubifex and Artificial Diet for Larval Yellowtail Catfish Pangasius sp. Supervised by DEDI JUSADI and MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI. This research was conducted to evaluate the effect of different combination of feeding frequency of Tubifex (C) and artificial diet (P) on survival rate and growth rate of larval yellowtail catfish Pangasius sp.. Newly hatched larvae (d0) with total length of 0.44±0.04 cm were cultured for 14 days in 30x20x20 cm 3 aquarium. Water volume in each aquarium was 9 L. At d5, larvae were fed on five different feeding frequencies either 6C+0PB, 5C+2PB, 3C+3PB, 2C+5PB, dan 0C+6PB. Feeding method used in this research was ad libitum. Results showed that survival rate and total length of d14 old larvae fed on 0C+6PB was lower than the groups fed on either 6C+0PB or three combinations of C+PB. Lipase activity tend to be increase in line with the increasing amount of artificial feed. On the other hand, larvae fed on 6C+0PB and 0C+6PB had the lowest protease activity. Therefore, larval catfish can be fed by combination of Tubifex and artificial feed. Keywords: Artificial diet, lipase activity, protease activity, silkworm, yellowtail catfish larva Pangasius sp.

5 KOMBINASI CACING SUTRA Tubifex DAN PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN PATIN Pangasius sp. RIA SEPTY ANGGRAINI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp. Nama : Ria Septy Anggraini NIM : C Disetujui oleh Dr Dedi Jusadi Pembimbing I Dr Muhammad Agus Suprayudi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Sukenda Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas rahmat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia-nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam karya tulis yang dilaksanakan sejak Februari-April 2014 ini berjudul Kombinasi Cacing Sutra Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada: 1. Ayahanda Syarbani, Ibunda Nur Afiah, Kakak-kakakku Ayi, Ani, Uwan, serta Adik-adikku Cici dan Bayu atas doa, cinta, kasih sayang, dan dukungan yang tak pernah berhenti mengalir. 2. Terima kasih kepada bapak Dr. Dedi Jusadi selaku dosen pembimbing I dan bapak Dr. Muhammad Agus Suprayudi selaku dosen pembimbing II atas bantuan, masukan, dan motivasi yang diberikan. 3. Terima kasih pula kepada Pak Wasjan, Mba Retno, Pak Manarwan, Pak Hendak, dan Kang Abe yang sangat banyak membantu dalam penelitian ini. 4. Teruntuk sahabat-sahabat, Sandri, Dina, Della, Mirvat, Anna, Nyimas, Renny, Bani, dan seluruh XII IPA A yang selalu menjadi penyemangat setia. 5. Terima kasih untuk Bang Astrid, Evi, Alit, Rere, Ina, Lira, Saki, Ella, Amal Dita, Adri, Dede, Fira, Intan, Ijah NutriKids 47 dan BDP 47 yang telah bersusah payah menemani bermalam di Lab. kalian luar biasa. 6. Terima kasih kepada Tarmizi, Hermin, Yurika, Dila, Farha, Taufiq, Ega, Nindya, Kak wening, seluruh keluarga IKAMUSI, dan Wisma Arundina yang telah memberikan warna selama 4 tahun kuliah di IPB. 7. Terima kasih keluarga kamar 348, Anand, Mona, dan Lidya, Lorong 6, A3 serta Ridha, Suci, Ulfa dan teman-teman TPB B24 atas canda tawanya selama ini. 8. Terima kasih untuk keluarga BEM TPB kabinet Harmoni, MAD47, BEM C kabinet Biru Bersatu, BEM C kabinet Pengarung Samudra, dan Aerobik Poseidon dengan semua warna warni dunia kampusnya. 9. Dan terakhir terima kasih kepada beasiswa PPA/BBM yang telah banyak membantu. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan juga pagi pembaca. Bogor, Juli 2014 Ria Septy Anggraini

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 METODE... 2 Pemeliharaan Larva... 2 Pakan dan Pemberian Pakan... 3 Panen... 4 Parameter Uji... 4 Analisis Kimia... 5 Analisis Data... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 6 Hasil... 6 Pembahasan... 8 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 18

10 DAFTAR TABEL 1 Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam penelitian Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan selama pemeliharaan... 4 DAFTAR GAMBAR 1 Kelangsungan hidup larva ikan patin di akhir penelitian (d14) Panjang larvaikan patin di akhir penelitian (d14) Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur Analisa Serat Kasar Prosedur Analisa Enzim Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup Anova dan uji Tukey panjang Akhir Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase Anova dan uji Tukey Enzim protease... 17

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembenihan merupakan suatu kegiatan usaha memproduksi benih ikan sampai ukuran siap tebar. Segmen pertama dalam usaha pembenihan ikan patin adalah pemeliharaan telur sampai benih ukuran sekitar 1 inci, dan di tahun 2014 berubah menjadi 1,7 cm. Proses produksi benih patin sampai ukuran tersebut sangat bergantung pada ketersediaan cacing sutra Tubifex, karena pakan yang digunakan hanya cacing sutra. Menurut informasi, hatchery patin Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Kampus IPB Dramaga, pada tahun 2013 setiap siklusnya memproduksi ekor benih ukuran sekitar 1 inci. Untuk menghasilkan benih tersebut dibutuhkan cacing sutra sebanyak ,6 g dengan rata-rata waktu produksi 19 hari. Dengan demikian, kebutuhan cacing sutra dalam setahun (7 siklus) di hatchery tersebut untuk produksi benih patin ukuran 1 inci adalah sebanyak ,2 g. Seperti dikemukakan di atas, dalam satu tahun, produksi benih patin hanya bisa dilakukan tujuh siklus. Kekosongan produksi terjadi biasanya pada musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim hujan kekosongan produksi terjadi karena pasokan cacing akibat hasil tangkapan di alam yang menurun drastis. Sedangkan pada musim kemarau kekosongan terjadi karena induk ikan patin sulit untuk matang gonad. Di sisi lain, cacing sutra juga digunakan sebagai pakan larva ikan dan berbagai jenis ikan hias. Untuk meningkatkan produktivitas hatchery, khususnya ikan patin, ketergantungan pada cacing sutra harus dikurangi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian pakan buatan dan mempersingkat/mengurangi porsi pemberian cacing. Namun, penggunaan pakan buatan diduga masih belum bisa maksimal, karena pencernaan larva ikan patin yang masih belum sempurna. Tingkat kecernaan bisa dilihat dengan aktivitas enzim endogenus dalam tubuh larva. Peningkatan aktivitas enzim berbanding lurus dengan umur larva (FAO 1996). Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva ikan mas koi yang diberi pakan nauplii artemia dari umur 4 hari sampai umur 7 hari setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan protease yang terus meningkat seiring bertambahnya umur larva. Effendi et al. (2003) menyatakan bahwa pada larva ikan patin umur satu hari sudah memiliki aktivitas enzim lipase dan protease didalam saluran pencernaannya, namun belum terdapat aktivitas enzim amilase. Ketika aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara fisiologi larva siap untuk memperoleh pakan dari luar (Gawlicka et al. 2000). Dengan demikian, efisiensi penggunaan cacing sutra dapat dilakukan dengan mengkombinasikan cacing sutra dengan pakan buatan atau dapat juga dengan menggantikan cacing sutra dengan pakan buatan lebih awal.

12 2 Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan frekuensi pemberian pakan harian cacing dan pakan buatan terhadap sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin Pangasius sp.. METODE Pemeliharaan Larva Larva ikan patin yang baru menetas (d0) diperoleh dari pembenih ikan di Cibanteng, Bogor. Larva baru menetas berukuran 0,44±0,04 cm ditebar ke dalam 15 akuarium kaca ukuran 30x20x20 cm 3 yang diisi air setinggi 15 cm di Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penebaran larva dilakukan pada pukul WIB dengan kepadatan 100 ekor per akuarium. Sebelum larva ditebar, air akuarium diberi elbaju sebanyak 5 mg/l, serta diberi garam secara bertahap hingga salinitasnya menjadi 2 g/l. Larva dipelihara sampai berumur d14. Selama masa budidaya, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuannya. Selama pemeliharaan salinitas air dalam akuarium dipertahankan 2 g/l. Selama masa budidaya, dilakukan pergantian air secara periodik. Pergantian air mulai dilakukan saat larva berumur d2, yakni bersamaan dengan pemberian pakan pertama. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak satu kali. Saat larva berumur 2-8 hari pergantian air dilakukan sebanyak 30%. Sedangkan saat larva berumur 8-14 hari pergantian air dilakukan sebanyak 50%. Pada d1 sampai d4 pagi, suhu media pemeliharaan berkisar antara o C. Sehubungan dengan kisaran suhu yang rendah, mulai d5 dipasang dua buah lampu pijar dengan masing-masing dayanya 60 Watt. Lampu tersebut diletakkan diantara akuarium agar terjadi efek peningkatan suhu dan seluruh akuarium ditutup plastik transparan. Suhu air mulai d6 meningkat menjadi o C. Kondisi suhu dan ph air harian diukur dua kali sehari disajikan di Tabel 1. Di Tabel tersebut juga bisa dilihat kandungan oksigen terlarut dan amoniak, yang diukur pada awal dan akhir penelitian. Tabel 1. Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian Parameter Perlakuan 6C+0PB 5C+2PB 3C+ 3PB 2C+5PB 0C+6PB Tandon Suhu ( o C) 23, , , , ,5-27,9 DO (mg/l) 5,2-8,1 5,2-7,8 5,3-7,3 5,0-7,7 5,6-7,6 6,5-6,7 ph 6,0-7,6 6,0-8,0 6,0-7,65 6,0-7,7 6,0-8,0 6,0-7,5 Amoniak (mg/l) 0-0,02 0-0,02 0-0,02 0-0,02 0-0,02 0,0 Keterangan: C = cacing sutra; PB = Pakan buatan.

13 3 Pakan dan pemberian pakan Pakan yang diberikan untuk larva ikan patin berupa artemia, cacing sutra, dan pakan buatan merek Orange. Kandungan proksimat dari masing-masing pakan yang digunakan dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan dalam penelitian Komposisi Jenis Pakan Artemia Cacing sutra Pakan Buatan Serat kasar 0,82 0,44 0,44 Kadar abu 1,81 2,17 10,22 Lemak 3,31 2,65 11,87 Protein 11,96 10,90 42,39 BETN 0,68 1,53 29,60 Kadar Air 81,42 82,31 5,48 Pada saat berumur d2, larva mulai diberi makan artemia dengan frekuensi pemberian setiap 2 jam. Mulai umur d5, larva diberi pakan berupa cacing sutra dan pakan buatan dengan jumlah yang berbeda sesuai perlakuan (Tabel 3). Pemberian cacing sutra dan pakan buatan dilakukan setiap periode 4 jam. Larva dipelihara sampai umur d14, sesuai standar pemeliharaan dipembenihan ikan patin, karena larva sudah dapat dijual pada umur tersebut. Tabel 3. Jenis pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan Perlakuan Umur larva (d) C+0PB Artemia 6 Cacing 5C+2PB Artemia 5 Cacing, 2 Pakan Buatan 3C+3PB Artemia 3 Cacing, 3 Pakan Buatan 2C+5PB Artemia 2 Cacing, 5 Pakan Buatan 0C+6PB Artemia 6 Pakan Buatan Sesuai perlakuan, jadwal dan frekuensi pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk perlakuan yang menggunakan cacing, cacing tersebut diberikan mulai pagi hari, selanjutnya mulai siang hari diberi pakan buatan. Penentuan besarnya pakan buatan yang diberikan didasarkan pada metode ad libitum dengan jumlah pakan yang diberikan sekenyangnya.

14 4 Tabel 4. Jadwal pemberian cacing dan pakan buatan Perlakuan 6C+0PB 5C+2PB 3C+3PB 2C+5PB 0C+6PB Pakan Jam (WIB) Cacing Pakan buatan Cacing Pakan buatan Cacing Pakan buatan Cacing Pakan buatan Cacing Pakan buatan Berdasarkan jadwal pemberian pakan pada Tabel 4 didapatkan jumlah pakan dari ketiga jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan 14 hari. Banyaknya jumlah pakan pada masing-masing jenis pakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah pemberian pakan nauplii artemia, cacing sutra dan pakan buatan selama pemeliharaan Perlakuan Artemia (individu) Cacing (g) Pakan Buatan (g) 6C+0PB ,4 0 5C+2PB ,4 4,4 3C+3PB ,8 12,3 2C+5PB ,3 13,9 0C+6PB ,0 Panen Panen larva dilakukan pada d14, mulai pukul WIB.Larva di setiap akuarium dihitung jumlahnya untuk menentukan tingkat kelangsungan hidupnya. Selanjutnya, larva dipisahkan berdasarkan ukurannya (grading). Ukuran larva dibuat dalam dua kategori ukuran, yakni besar dan kecil. Larva ikan yang dikategorikan besar bila ukurannya telah mancapai 1,6cm dan kecil bila ukurannya <1,6 cm. Setelah dipisahkan, jumlah populasi larva yang besar dan yang kecil dihitung, kemudian dilakukan pengukuran panjang total larva dengan mengambil 30% larva dari tiap jumlah populasi larva yang besar dan yang kecil. Seluruh ikan selanjutnya dimasukkan ke dalam freezer untuk keperluan analisa aktivitas enzim. Parameter Uji Kelangsungan hidup larva dihitung pada d14 atau pada akhir masa pemeliharaan. Kelangsungan hidup dihitung dari jumlah larva yang masih tersisa di dalam akuarium.

15 Panjang akhir larva diukur dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm.untuk menghitung panjang akhir rata-rata ikan di setiap akuarium digunakan rumus sebagai berikut: 5 Panjang akhir rata-rata = Keterangan: n = panjang hasil pengukuran ke-t (cm) n = jumlah larva yang dihitung Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap aktivitas enzim lipase dan protease pada ikan d14. Satu unit aktivitas lipase didefinisikan sebagai volume 0.01N NaOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dihasilkan 6 jam inkubasi dengan substrat dan setelah dikoreksi dengan blanko (Borlongan 1990). Aktivitas lipase dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Aktivitas lipase (unit/mg protein) = Aktivitas protease didefinisikan sebagai nilai absorban sampel dan standar yang dibaca pada gelombang λ 578 nm dengan menggunakan substrat casein 20 mg/ml ph 7 dan inkubasi pada suhu 37 o C selama 40 menit (Bergmeyer dan Grassi 1983). Aktivitas protease dapat diukur dengan menggunakan formula berikut ini: Aktivitas protease (unit/mg protein) = (. ) Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari analisis proksimat pakan uji dan analisa enzim ikan umur d14. Analisa pakan uji meliputi analisa kadar air, kadar abu, serat kasar, lemak, serta protein mengikuti Takeuchi (1988) seperti tercantum di Lampiran 1. Sedangkan analisa enzim meliputi analisa enzim lipase dan enzim protease. Analisa enzim protease dilakukan dengan penambahan substrat kasein 20 mg/ml ph 7 dan inkubasi pada suhu 37 o C selama 40 menit dan dispektropada λ 578 nm (Bergmeyer dan Grassi 1983). Analisa enzim lipase 37ºC selama 6 jam dan dititrasi segera dengan NaOH 0.01 N (Borlongan 1990). Selain itu juga dianalisis konsentrasi protein terlarut dalam sampel ditentukan dengan metode Bradford (1976) dengan menggunakan albumin bovine serum sebagai standar. Aktivitas enzim pencernaan dinyatakan sebagai U/mg protein (Bradford 1976) Lampiran 2. Analisis Data Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Untuk menganalisis data digunakan SPSS VERSI

16 6 17.0, serta dilakukan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Tukey. Parameter yang dianalisis statistik secara kuantitatif adalah tingkat kelangsungan hidup, panjang akhir, serta aktivitas enzim protease dan lipase. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Saat panen, larva ikan patin yang diberi pakan cacing sutra atau kombinasi cacing sutra dan pakan buatan memiliki kelangsungan hidup yang sama tingginya dan tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Kelangsungan hidup larva pada empat perlakuan tersebut, perlakuan cacing dan kombinasi cacing dengan pakan buatan berkisar antara 84% sampai 87%. Kelangsungan hidup larva menurun drastis ketika larva hanya diberi pakan buatan. Nilai kelangsungan hidup larva patin pada perlakuan pakan buatan tersebut hanya sebesar 23% (Gambar 1). 120 Kelangsungan Hidup (%) b b b b a 0 6C+0PB 5C+2PB 3C+3PB 2C+5PB 0C+6PB Perlakuan Gambar 1. Kelangsungan hidup larva ikan patin di akhir penelitian (d14). Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) Pada akhir pemeliharaan juga dilakukan pengukuran panjang akhir. Pada keempat perlakuan pemberian pakan cacing dan kombinasi cacing dengan pakan buatan memiliki panjang akhir yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4), yaitu berkisar 1,4 cm sampai 1,7 cm. Sedangkan pada perlakuan dengan pemberian pakan hanya dengan pakan buatan memberikan panjang akhir terpendek yaitu 0,9 cm (Gambar 2).

17 7 Panjang Akhir (cm) 2,1 1,8 1,5 1,2 0,9 0,6 0,3 b b b b a 0 6C+0PB 5C+2PB 3C+3PB 2C+5PB 0C+6PB Perlakuan Gambar 2. Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14). Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) Aktivitas lipase menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 5) antara keempat perlakuan yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan buatan yaitu sebesar 3,4-6,1 unit/mg protein. Namun, keempat perlakuan ini memiliki akitivitas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pakan buatan. Aktivitas lipase pada perlakuan 0C+6PB sebesar 15,2 unit/mg protein (Gambar 3). b 18,000 15,000 Aktivitas Lipase (unit/mg protein) 12,000 9,000 6,000 a ab a ab 3,000 0,000 6C+0PB 5C+2PB 3C+3PB 2C+5PB 0C+6PB Perlakuan Gambar 3. Aktivitas enzim lipase pada larva ikan patin d14. Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada aktivitas protease terlihat hasil yang bervariasi antar setiap perlakuan (Lampiran 6). Pada perlakuan hanya 6C+0PB, kombinasi 3C+3PB, dan 0C+6PB memiliki nilai aktivitas protease yang hampir sama yaitu 0,007-0,012 unit/mg protein. Sedangkan perlakuan kombinasi 5C+2PB dan kombinasi 2C+5PB hasil aktivitas proteasenya tidak berbeda yaitu 0,021-0,023 unit/mg protein (Gambar 4).

18 8 0,030 0,025 bc c Aktivitas Protease (unit/mg protein) 0,020 0,015 0,010 a ab ab 0,005 0,000 6C+0PB 5C+2PB 3C+3PB 2C+5PB 0C+6PB Perlakuan Gambar 4. Aktivitas enzim protease pada larva ikan patin d14. Keterangan: Huruf superskrip yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pembahasan Larva ikan patin yang diberi cacing dan kombinasi cacing dengan pakan buatan pakan alami memiliki tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang sama tinggi. Sedangkan larva yang diberikan hanya pakan buatan menunjukkan kelangsungan hidup dan panjang akhir yang sangat rendah. Rendahnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup di perlakuan pakan buatan, diduga oleh aktivitas enzim yang masih rendah. Pendekatan ini dapat dilakukan karena enzim di dalam saluran pencernaan berperan dalam perombakan molekul besar pakan menjadi yang lebih kecil, sehingga molekul tersebut dapat diserap dan diedarkan ke sel-sel yang membutuhkan. Berdasarkan Haryati (2002), larva ikan betutu yang diberi pakan buatan umur 10, 15, dan 20 hari menunjukkan aktivitas enzim lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan campuran dan pakan alami berupa Brachionus. Aktivitas enzim yang rendah inilah yang membuat asupan nutrient ke tubuh larva minim, sehingga larva kekurangan energi yang menyebabkan pembentukan organ terhambat. Pertumbuhan organ tubuh yang lambat menyebabkan pertumbuhan larva kurang dan menyebabkan tingkat kematiannya tinggi. Kombinasi cacing dan pakan buatan yang diberikan ke larva menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan larva yang hanya diberi pakan cacing, yaitu mempunyai panjang akhir yang baik dan kelangsungan hidup yang tinggi. Hal ini diduga karena adanya enzim eksogen yang disumbangkan oleh cacing yang diberikan pada larva pada pagi hari. Sehingga saat diberikan pakan buatan di malam harinya enzim tersebut membantu mencerna pakan buatan yang diberikan pada larva. Menurut Muchlisin et al. (2003), umunya aktivitas enzim akan tinggi jika larva diberikan pakan alami terutama Artemia salina. Tingginya aktivitas enzim ini disebabkan oleh adanya exogenus enzyme dari pakan alami yang akan merangsang secara langsung produksi dan aktivitas endogenus enzyme dalam saluran pencernaan larva. Adanya aktivitas enzim eksogen inilah yang mampu

19 membantu larva untuk menceran pakan buatan, sehingga asupan nutrien yang masuk ke tubuh larva sama banyak dengan larva yang hanya diberi cacing. Asupan nutrien yang banyak membuat larva dengan perlakuan kombinasi cacing dan pakan buatan memiliki energi yang cukup untuk menghasilkan pertumbuhan panjang dan mempertahankan kelangsungan hidup tetap tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian ini, tingkat kelangsungan hidup larva ikan gurame yang diberi pakan buatan pada umur 10 hari juga rendah, yaitu hanya 34%. Sedangkan pemberian pakan buatan pada umur 25 hari memberikan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 65,25% (Arlia 1994). Hal ini juga terjadi pada larva ikan baung yang diberi pakan buatan pada umur 7 hari menunjukkan kelangsungan hidup yang rendah, yaitu 10,92%. Sedangkan larva baung yang diberi pakan buatan pada umur 16 hari menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik, yaitu 72,58% (Haryati 2002). Hasil yang rendah terhadap pemberian pakan buatan ini dimungkinkan terjadi karena kandungan nutrien dari pakan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam penelitian (Tabel 2), kabohidrat pada pakan buatan cukup tinggi sehingga membuat larva semakin sulit untuk mencerna pakan buatan. Saat pemberian pakan buatan, enzim amilase yang terdapat pada pencernaan larva belum memenuhi sehingga karbohidrat tersebut belum bisa tercerna dengan baik. Menurut Effendi et al. (2003), larva ikan patin umur 1 hari setelah menetas ternyata belum mempunyai enzim amilase. Hal ini yang memungkinkan pertumbuhan larva ikan patin pada perlakuan 0C+6PB memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah. Selain itu, berdasarkan Stckney & Novell (1997) dalam Arief (2009), pakan dengan kandungan karbohidrat sebanyak 2,5-10% dari berat pakan menghasilkan pertambahan berat, namun bila karbohidrat ditingkatkan menjadi 15-20% dari berat pakan maka pertambahan berat pakan akan menurun. Varikul dan Boonson (1968) dalam Suwarsih (2010), menjelaskan bahwa perkembangan larva patin setelah menetas dari hari ke-0 sampai hari ke-10 yaitu pada hari ke-0: bentuk larva mulai melebar, susunan mulut dan mata belum terbentuk, terletak di atas kumpulan kuning terlur dan memanjang ke belakang ujung anus larva. Hari ke-1: mata tidak berpigmen, sirip dada, mulut, dubur belum tampak dan kantong kuning telur mulai mengecil. Hari ke-2: mulut mulai terbuka dan terlihat struktur gelembung dari kantong kuning telur dengan jelas. Hari ke-3: mata tumbuh dengan baik dan kuning telur semakin mengecil. Hari ke-4: susunan pencernaan lengkap dengan mata dan mulut terlihat dari selaput gelembung. Hari ke-5: perkembangan mulut baik dan mata memanjang. Hari ke-6: mata terbuka, gigi tumbuh dengan baik, dan perkembangan pigmentasi terbentuk. Hari ke-7: sirip tumbuh dnegan baik, kuning telur perlahan berkambang, gigi tumbuh dengan cepat, dan mata memanjang. Hari ke-8: pigmentasi tumbuh dengan baik dan selaput memanjang sedikit mencekung. Hari ke-10: tumbuh kuat dan berkembang dengan struktur tubuh yang baik, sehingga serupa dengan ikan dewasa. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada stadia larva tidak bisa langsung diberikan pakan dari luar, sehingga diperlukan perhitungan waktu pemberian pakan yang sesuai untuk pemeliharaan larva. Aktivitas lipase tertinggi pada pemberian 0C+6PB, namun tidak diikuti dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang tinggi pula. Hal ini dimungkinkan karena larva yang mempunyai sistem pencernaan yang masih 9

20 10 sederhana harus memproduksi enzim pencernaan secara cepat agar mampu mencerna pakan dari luar. Selain itu, kebiasan larva yang dari awal menetas memperoleh pakan dari kantong telurnya yang mengandung minyak atau lemak membuat aktivitas lipase yang dihasilkan oleh larva ikan patin tinggi. Berdasarkan Kuzmina (1996), aktivitas enzim dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan komposisi biokimia pakan. Sedangkan aktivitas protease pada perlakuan 0C+6PB cenderung rendah dikarenakan sulitnya larva mencerna protein pakan. Berdasarkan Bundit (2007), larva yang diberi pakan buatan aktivitas proteasenya rendah karena rendahnya daya cerna terhadap protein pakan. Hasil peneitian Darwis et al. (2009) juga menunjukkan hal yang sama terhadap benih ikan betutu yang diberi pakan buatan. Aktivitas protease pada benih ikan betutu yang diberi pakan buatan menunjukkan hasil terendah dari pada diberi pakan artemia dan ikan rucah. Pada perlakuan 6C+0PB juga menunjukkan aktivitas protease yang juga rendah pada d14. Pemberian pakan alami di awal pemeliharaan larva sangat baik untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan meningkatkan aktivitas enzim pada sistem pencernaan larva sehingga perkembangan sistem pencernaan lebih cepat (Kamarudin et al. 2011). Aktivitas enzim yang meningkat diiringi dengan sistem pencernaan larva yang meningkat pula, sehingga pemberian pakan alami terus menerus tidak memberikan peningkatan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan, sistem pencernaan telah baik untuk mencerna pakan dari luar sehingga tidak memacu larva untuk menghasilkan lebih banyak enzim pencernaan. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Kamarudin et al. (2011), larva ikan baung yang diberi pakan alami memiliki kecenderungan penurunan aktivitas enzimnya mulai dari umur 6-14 hari setelah menetas. Perlakuan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan menunjukkan aktivitas lipase dan protease yang tinggi, sehingga menghasilkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan pemberian pakan alami di awal yang membawa enzim eksogenus membantu enzim eksogenus di dalam sistem pencernaan larva untuk mencerna pakan buatan yang diberikan pada malam harinya. Pemberian pakan buatan malam harinya memacu larva untuk meingkatkan aktivitas enzimnya agar pakan buatan yang diberikan bisa dicerna dengan baik. Keadaan inilah yang membuat larva ikan patin yang diberi kombinasi pakan alami dan pakan buatan memiliki aktivitas enzim lipase maupun protease yang cenderung tinggi. Pada dasarnya, aktivitas lipase dan protease pada umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur ikan. Berdasarkan Aliye et al. (2014), larva ikan mas koi yang diberi pakan nauplii artemia yang didekapsulasi dan tidak didekapsulasi dari d4-d7 setelah menetas menunjukkan aktivitas enzim lipase dan protease yang terus meningkat seiring bertambahnya umur larva. Larva koi yang diukur aktivitas enzimnya dari umur hari setiap 3 hari. Hal ini juga terjadi pada larva ikan bandeng yang diberi pakan alami brachionus, pakan campuran, dan pakan buatan mulai umur 10 hari, 15 hari, dan 20 hari menunjukkan aktivitas lipase, tripsin, dan pepsin yang terus meningkat sampai umur 30 hari (Haryati 2002).

21 11 KESIMPULAN Pakan yang diberikan pada larva ikan patin selama pemeliharaan dapat dikombinasikan antara pakan cacing dan pakan buatan. Namun, larva ikan patin tidak bisa diberi pakan buatan sepenuhnya. DAFTAR PUSTAKA Aliye MK, Suzer C, Saka S, dan Firat K Enzymatic characteristics and growth parameters of ornamental koi carp (Cyprinus carpio var. Koi) larvae fed by Artemia nauplii and cysts. J Fisheries and Aquatic Sciences. 14(1): doi: / v14_1_14. Arief M, Irmaya T, dan Widya PL Pengaruh pemberian pakan alami dan pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker). J Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1): Arlia L Pengaruh kadar protein pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus goramy Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bergmeyer and Grass Method of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Germany (DE): VCH (Verlagsgsellschaft), Meinheim. hlm Borlongan IG Studies on the digestive study of milkfish, Chanos chanos. J Aquaculture. 89(1): Bradford MM A Rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Analytical Biochemistry. 72(1): Bundit J The nutrition and feeding of a native Thai species, the marble goby (Oxeyeleotris marmoratus), involving on-farm and experimental studies [tesis]. Scotland (SCT): University of Stirling. Darwis M, Sitti R, Muhammad S, Masaru T, dan Shigeharu S Effects of different types of feed on growth, survival and digestive enzyme activity of marble goby, Oxyeleotris marmoratus juveniles. J Oseanologi dan Limnologi Indonesia. 35(1): ISSN: Effendi I, Widanarni, danaugustine D Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus sp. J Akuakultur Indonesia. 2(1): [FAO] Food and Agriculture Organization Manual on The Production and Use of Live Food for Aquaculture. Belgium (BE): University of Ghent Ghent. hlm 4. Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, and Torrissen OJ Activity of digestive anzyme in yolk-sac larvae of Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding. J Aquaculture.184(1):

22 12 Haryati Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap pakan buatan dalam sistem pembenihan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kamarudin MS, Otoi S, dan Saad CR Changes in growth, survival, and digestive anzyme activities of Asian red tail catfish, Mystus nemurus, larvae fed on different diets. J Biotechnology. 10(21): doi: /AJB Kuzmina VV Influence of age on digestive enzyme activity in some freshwater teleostei. J Aquaculture. 110: Muchlisin ZA, Ahmad D, Rina F, Muhammadar, dan Musri M Pengaruh beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). J Biologi. 3(2): ISSN: Suwarsih Pengaruh pengaturan pencahayaan dengan perbedaan persentase penutupan media terhadap kelulusan hidup dan pertumbuhan larva ikan patin (Pangasius sutchi) [Penelitian dosen]. Tuban (ID): Universitas PGRI Ronggolawe. Takeuchi T Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat. hlm LAMPIRAN Lampiran1 Prosedur analisa proksimat A. Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. 2. Katalis (K 2 SO 4 +CuSO 4.5H 2 O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 1.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl ml H 2 SO 4 pekat ditimbahkan ke dalam labu Kjedahl dan kemudian labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/ digestion pada suhu 400ºC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi. Tahap Destilasi 1. Beberapa tetes H 2 SO 4 dimasukkan kedalan labu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit. 2. Erlenmeyer diisi 10 ml H 2 SO 4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.

23 3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup. 4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor. Tahap Titrasi 1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N 2. Volume hasil titrasi dicatat 3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko Kadar Protein (%) =. ( ). x 100% Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = Volume hasil titrasi sampel (ml) S = Bobot Sampel (gram) * = Setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan gram Nitrogen ** = Faktor Nitrogen B. Kadar Lemak Metode ekstraksi Soxhlet 1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC dalam waktu 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1). 2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya. 3. N-hexan ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu. 4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening. 5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap 6. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikatot selama 30 menit dan ditimbang (X2). Kadar Lemak (%) = x 100% Metode Floch 1. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform/methanol(20xa), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 2. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacuum pump. 3. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0,03 N (0.2xC), kemudian dikocok dengan kkuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama 1 malam. 4. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 ºC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1). 13

24 14 5. Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring kedalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum. 6. Stelah sisa kloroform/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian di timbang (X2). Kadar Lemak (%) = x 100% C Kadar Air 1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram. 3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 4-6 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2) Kadar Air (%) = ( ) x 100% D. Kadar Abu 1. Cawan dan bahan dipanaskan dlama oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram(a) 3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 ºC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. (X2) Kadar Abu (%) = x 100% E. Kadar Serat Kasar 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlemeter 250 ml 3. H 2 SO 4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahakan ke dalam erlemeyer kemudian di panaskan diatas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlemeyer dan dipanaskan kembali 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan hubungkan pada vacuum pump untuk memepercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secra berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H 2 SO 4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (x2) 7. Setelah itu di panaskan dalam tanur 600 ºC hingga berwarna putih atau menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven ºC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X3)

25 15 Kadar Serat Kasar = x 100% Lampiran 2 Prosedur Analisa Enzim A. Preparasi sampel Usus, isi lambung,ikan kecil segar ditimbang,kemudian ditambahkan larutan buffer Tris (20 mm Tris HCl, 1 mm EDTA, 10 mm CaCl 2, ph 7,5) dengan perbandingan 10%.Lalu dimasukkan kedalam tabung effendorf dan disentrifuge selama 10 menit rpm suhu 4 C.Diambil supernatantnya,dan dilakukan berbagai analisis enzim terhadap supernatant tersebut. B. Enzim protease 1. Siapkan tabung reaksi untuk blanko, standar dan contoh (banyaknya tabung tergantung pada jumlah contoh). 2. Masukkan buffer phosphat 0,05 M ph 7 sebanyak 1 ml kedalam semua tabung reaksi. 3. Lalu masukkan larutan substrat casein 20 mg/ml ph 7 sebanyak 1 ml juga kedalam semua tabung reaksi. 4. Kemudian masukkan contoh sebanyak 0,2 ml, kedalam tabung reaksi contoh saja. 5. Masukkan 0,2 ml larutan standar Tirosin 5 mmol/l kedalam tabung reaksi untuk standar. 6. Dan masukkan 0,2 ml aquadest kedalam tabung reaksi untuk blanko. 7. Inkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit. 8. Tambahkan larutan TCA 0,1 M sebanyak 2 ml kedalam semua tabung. 9. Tambahkan larutan CaCl 2 2 mmol/l sebanyak 0,2 ml kedalam tabung blanko dan standar, sedangkan kedalam tabung sampel/contoh ditambahkan 0,2 ml aquadest. 10. Diamkan pada suhu 37ºC selama 10 menit. 11. Sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm. 12. Filtrat dari masing-masing tabung diambil 1,5 ml, ditambahkan 5 ml Na 2 CO 3 0,4 M kedalam setiap tabung, lalu larutan Folin Ciaocalteau (1:1) sebanyak 1 ml. 13. Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC. 14. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm. C. Enzim lipase 1. Dipipet 1,5 ml substrat lipase murni (minyak zaitun murni), dan dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran ml. 2. Kemudian ditambahkan 1 ml Tris-HCl 0,1 M ph 8.0 kedalam erlenmeyer tersebut, dan 1 ml contoh. 3. Dihomogenkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 6 jam. 4. Ditambahkan 3 ml etil alkohol 95% (untuk memberhentikan proses hidrolisis), dan dititrasi segera dengan NaOH 0,01 N (dengan menggunakan indikator Thymolphtalein 0.9%). D. Protein Bradford 1. Digunakan sampel 0,5 g kemudian ditambahkan 5 ml Tris-HCl ph 6,5 0,05M

26 16 2. Lalu disentrifuse rpm selama 20 menit 3. Ambil supernatannya saja, kemudian dimasukkan ke dalam evendorf 4. Dimasukkan 0,5 ml supernatan tadi ke dalam tabung reaksi dan 2,5 ml larutan bradford ke semua tabung tersebut. 5. Diinkubasi pada suhu 30 o C 6. Dispektro dengan panjang gelombang 595 nm Lampiran 3 Anova dan hasil uji Tukey tingkat kelangsungan hidup Jumlah Rataan df kuadrat kuadrat F Sig. Antar Kelompok SR Dalam kelompok Total Perlakuan N Untuk alpha = C+6PB C+5PB C+0PB C+3PB C+2PB Sig Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan. Lampiran 4 Anova dan uji Tukey panjang Akhir Jumlah Rataan df kuadrat kuadrat F Sig. Antar kelompok P.Akhir Dalam kelompok Total Perlakuan N Untuk alpha = C+6PB C+5PB C+2PB C+0PB C+3PB Sig Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan.

27 Lampiran 5 Anova dan uji Tukey Aktivitas Lipase Jumlah Rataan df kuadrat kuadrat F Sig. Antar kelompok E.Lipase Dalam kelompok Total Perlakuan N Untuk alpha = C+0PB C+3PB C+5PB C+2PB C+6PB Sig Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan. Lampiran 6 Anova dan uji TukeyEnzim protease Jumlah Rataan df kuadrat kuadrat F Sig. Antar kelompok E.Protease Dalam kelompok Total Perlakuan N Untuk alpha = C+6PB C+0PB C+3PB C+2PB C+5PB Sig Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan. 17

28 18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 30 Agustus 1992 dari bapak Syarbani dan ibu Nur Afiah merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Penulis mempunyai tiga orang kakak perempuan yaitu Retno Kumalasari, Dwi Permata Afyani, dan Uliyah Wulandari. Penulis juga mempunyai satu adik perempuan dan satu laki-laki yang bernama Rizky Puspa Lestari dan Muhammad Bayu Nugroho. Pendidikan formal yang dilalui penulis mulai dari TK Al-Amanah Kenten Laut ( ), SD Negeri 2 Kenten Laut ( ), SMP Negeri 14 Palembang ( ), dan SMA Negeri 3 Palembang ( ). Penluis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera Selatan (2010-sekarang), anggota Departemen Kominfo Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB ( ), anggota Departemen Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Biru Bersatu ( ), Sekretaris Departemen Pengembangan Budaya dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabinet Pengarung Samudra ( ). Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan (2013/2014) dan mata kuliah Teknologi Produksi Plankton, Bentos dan Alga (2013/2014). Lomba yang pernah dimenangkan penulis antara lain mendapat pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa DIKTI bidang Penelitian (PKMP) tahun Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat (2012) dan kegiatan Praktik Lapangan di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang, Jawa Barat pada Juni-Agustus 2013 dengan judul Pembenihan Ikan Patin (Pangasionodon hypopthalmus) Di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan menyusun skripsi yang berjudul Kombinasi Pakan Alami Tubifex dan Pakan Buatan pada Pemeliharaan Larva Ikan Patin Pangasius sp.

Combination of Tubifex and artificial diet for catfish Pangasianodon hypophthalmus larvae

Combination of Tubifex and artificial diet for catfish Pangasianodon hypophthalmus larvae Jurnal Akuakultur Indonesia 14 (1), 30 37 (2015) Artikel Orisinal Kombinasi cacing Tubifex dan pakan buatan pada larva ikan patin Pangasianodon hypophthalmus Combination of Tubifex and artificial diet

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2.

Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. 37 Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. Katalis (K 2 SO 4 +CuSo 4.5H 2 O) dengan rasio 9:1 ditimbang

Lebih terperinci

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT UNTUK LARVA IKAN PATIN (Pangasionodon sp.) RICKY RAMADHAN

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT UNTUK LARVA IKAN PATIN (Pangasionodon sp.) RICKY RAMADHAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT UNTUK LARVA IKAN PATIN (Pangasionodon sp.) RICKY RAMADHAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4 LAMPIRAN 18 Lampiran 1. Prosedur analisis Cr 2 O 3 Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl Ditambahkan 5 ml HNO 3 Dipanaskan hingga larutan tersisa ± 1 ml Didinginkan Ditambahkan 3 ml HClO

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Proksimat protein lemak abu serat kasar air BETN A ( rebon 0%) 35,85 3,74 15,34 1,94 6,80

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar

Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air. 2. Prosedur analisis kadar serat kasar LAMPIRAN 17 Lampiran1. Prosedur analisis proksimat 1. Prosedur analisis kadar air Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 o C selama 1 jam, dan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit

Lebih terperinci

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T LAMPIRAN 17 Lampiran 1. Pembuatan perlakuan untuk 1000 gram 1. Pakan komersil dihaluskan hingga menjadi tepung (bubuk) 2. Bahan uji sebanyak 30% dari total (300 gram) dicampurkan ke dalam 680 gram komersil

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein

Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein Media kultur agar yang mengandung kasein 2% disiapkan di dalam cawan petri. Wilayah agar dibagi menjadi 4 bagian (kuadran) yang sama, dan empat buah kertas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional LAMPIRAN 23 Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional Tahun Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Produksi patin (ton) 132.600 225.000 383.000 651.000 1.107.000 1.883.000 Kebutuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air Panaskan cawan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (X 1 ) Timbang bahan 2-3

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 5 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air. Nitrogen - Distilasi dari 50 ml ke 25 ml - Tambahkan MnSO4 1 tetes - Tambahkan Clorox 0,5 ml - Tambahkan Phenat 0,6 ml - Diamkan ± 15 menit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2009 sampai Bulan September 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus Oleh : Noor Fajar Sidiq C14103061 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa Braja Harjosari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode total plate count

Lampiran 1 Metode total plate count LAMPIRAN 40 Lampiran 1 Metode total plate count 0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml @ 0,9 ml PBS 1:10 1:100 1:1000 1:10000 Biakan bakteri 0,05 ml Setiap pengenceran bakteri disebar dalam media (duplo) Media agar Inkubasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi komposisi nutrisi kulit ubi kayu dengan perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Mei

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

No. Perlakuan. Lampiran 3. Metode Pengukuran gosipol bebas (FAO, 1994)

No. Perlakuan. Lampiran 3. Metode Pengukuran gosipol bebas (FAO, 1994) 93 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersial dan tepung biji kapuk (%) Proksimat Pakan komersial Tepung Biji Kapuk Protein 38,9 25,5 Lemak 8,1 22,93 Abu 15,9 7,62 Serat kasar 5,4 16,84 Air 9,7

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder jagung hidroponik dengan media perendaman dan penggunaan dosis pupuk yang berbeda dilakukan pada tanggal

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci