EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Maluku-Papua. Adapun dalam penyusunan laporan ini dibagi menjadi 6 (enam) Volume, yaitu: Volume 1 : Kota Ternate Volume 2 : Kota Tidore Kepulauan Volume 3 : Kabupaten Halmahera Barat Volume 4 : Kabupaten Halmahera Tengah Volume 5 : Kabupaten Halmahera Timur Volume 6 : Kabupaten Pulau Morotai Penyusunan Laporan Ringkasan Eksekutif ini, untuk tiap-tiap volume dibahas beberapa hal, yaitu: (1) pendahuluan, (2) tinjauan pustaka, (3) metodologi studi, (4) kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) perkiraan kondisi mendatang, dan (6) arah pengembangan jaringan. Semuanya ini disesuaikan dengan Kerangka Acuan Kerja yang ada dan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya. Bandung, November 2013 i

2 PT. GIRI AWAS DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Studi Batasan Kegiatan Indikator Keluaran Dan Keluaran Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan 1-9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Studi Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Koridor Ekonomi Indonesia Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Koridor Ekonomi papua Kepulauan Maluku Penguatan Konektivitas Nasional 2-9 ii

3 BAB 3 METODOLOGI STUDI Metodologi Studi Pola Pikir Studi Analisis Pengembangan Wilayah Pemodelan Transportasi Struktur Model Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Simulasi Jaringan Analisis Normatif Azas Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-18 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kependudukan Produk Domestik Regional Bruto Kinerja Pelayanan, Jaringan Pelayanan Dan Jaringan Prasarana Transportasi Wilayah Saat Ini Jaringan Jalan Angkutan Darat Angkutan Penyeberangan Angkutan Laut Angkutan Udara Bangkitan Dan Tarikan Pergerakan Orang dan Barang Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Orang Eksisting 4-35 iii

4 4.5.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting 4-38 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Rencana Proyek MP3EI Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Rencana Struktur Ruang Kabupaten Halmahera Tengah Rencana Pola Ruang Wilayah Kab. Halmahera Tengah Pola Aktivitas Dan Proyeksi Penduduk Metode Proyeksi Penduduk Proyeksi Jumlah Penduduk Bangkitan Dan Distribusi Arus Barang Dan Penumpang Proyeksi Asal dan Tujuan Pergerakan Orang Proyeksi Asal Dan Tujuan Pergerakan Barang 5-14 BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Arah Pengembangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Sistem Jaringan Transportasi Darat Sistem Jaringan Transportasi Laut Sistem Jaringan Transportasi Udara 6-6 iv

5 6.2 Kebijakan Dan Strategi Pengembangan Jaringan Transportasi Kebijakan Penataan Ruang Kab. Halmahera Tengah Strategi Pengembangan Jaringan Transportasi Rancangan Peraturan Bupati Tentang Sistem Transportasi Nasional Pada Tataran Transportasi Lokal Kabupaten Halmahera Tengah 6-8 DAFTAR PUSTAKA v

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan 1-1

7 penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian lokal, regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional. Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari : Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quickwins). Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara. Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masingmasing koridor. Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor. 1-2

8 Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional. Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal Kabupaten/Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan 1-3

9 demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional. Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Maluku Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Maluku Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, Maluku dan Maluku Utara yang berbasiskan inovasi (innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan (needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Maluku Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun. 1-4

10 Sumber: Bappenas (2011) Gambar 1.1. Rencana dan Nilai Investasi MP3EI di Maluku Utara (nomor 1 dan 2) Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan. Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1-5

11 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil. 1.3 RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi ini adalah : a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas; d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota; e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi; f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; 1-6

12 h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi. Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut: 1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. 2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report) Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap. 1-7

13 3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report) Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi. 4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report) Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan. 1.4 BATASAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Maluku Papua. 1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). 1-8

14 1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak : PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK : PL.102/15/9-BLT

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDEKATAN STUDI Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislognas), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global. Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung 2-1

16 prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua- Kepulauan Maluku yang dirajut dalam MP3EI. Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode

17 2014 menjadi 3,0 persen pada Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. Sumber: MP3EI, Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: 1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. 2-3

18 3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusatpusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Sumber: MP3EI, Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi 2-4

19 Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar

20 Sumber: MP3EI, Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan 2-6

21 percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN- GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.. Sumber: MP3EI, Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan 2-7

22 pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara umum, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain: 1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku dari tahun , tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya; 2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta); 3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah; 4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan; 5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi; 6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km 2, jauh lebih rendah dari rata-rata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km 2 ). Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan. 2-8

23 Sumber: MP3EI, Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku 2.3 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2-9

24 (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut: 1. Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di, dari dan ke wilayah. 2. Material/barang abiotik (physical and chemical materials) yang menyangkut mobilitas komoditi industri dan hasil industri. 3. Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup di luar manusia seperti ternak, Bio Toxins, Veral, Serum, Verum, Seeds, Bio-Plasma, BioGen, Bioweapon1. 4. Jasa dan Keuangan, yang menyangkut mobilitas teknologi, sumber daya manusia dan modal pembangunan bagi wilayah. 5. Informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk kepentingan pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. 2-10

25 Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: 1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. 2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland). 3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.7), yang meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masing-masing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut. 2-11

26 Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global (Locally Integrated, Globally Connected), seperti yang terlihat pada Gambar 2.8 Yang dimaksud Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik. 2-12

27 Sumber: MP3EI, Gambar 2.7. Komponen Konektivitas Nasional 2-13

28 Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination). Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong 2-14

29 pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar daerah. Sedangkan yang dimaksud globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas secara terintegrasi antara pusatpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara. (Gambar 2.9). Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2-15

30 Sumber: MP3EI, Gambar 2.9. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional Dalam konteks ini akan dilakukan pembangunan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan tujuan membangun pusat perhatian baru. KPI juga ditujukan untuk mempermudah integrasi dengan kegiatan-kegiatan yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta regulasi. Dimana Sentra produksi adalah 1 (satu) kegiatan investasi dalam lokasi tertentu. KPI merupakan satu atau kumpulan beberapa sentra produksi/kegiatan investasi yang beraglomerasi di area yang berdekatan, seperti yang terlihat pada Gambar

31 Ilustrasi Hipotetis KPI SDM & IPTEK KPI KONEKTIVITAS Sentra Produksi REGULASI (PUSAT + DAERAH) Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar Integrasi KPI KPI MOROTAI NILAI INVESTASI Rp 30,36 T KPI HALMAHERA NILAI INVESTASI KPI TELUK BINTUNI Rp 125,46 T NILAI INVESTASI Rp 108 T KPI MANOKWARI KPI NABIRE NILAI INVESTASI 3 NILAI INVESTASI Rp 0,78 T Rp 0,76 T KPI AMBON NILAI INVESTASI Rp 10,26T 2 KPI TIMIKA NILAI INVESTASI Rp 160,85 T KPI MERAUKE NILAI INVESTASI Rp 57,55 T Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar KPI dan Nilai Investasi Sektor Riil 2-17

32 Tabel 2.1. KPI Prioritas Sektor Riil NO KPI NAMA KPI NILAI INVESTASI 1 Merauke (MIFEE) 57,7 T 2 Timika 160,9 T 3 Halmahera 125,5 T 4 Bintuni 108 T 5 Morotai 30,4 T 6 Ambon 10,3T 7 Nabire 764 M 8 Manokwari 784 M KPI Prioritas Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI

33 BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 METODOLOGI STUDI Untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kajian dalam konteks materi dan waktu yang disyaratkan, maka dalam pekerjaan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kab/Kota disusun metodologi studi yang disajikan dalam bentuk bagan alir (Gambar 3.1), dengan susunan tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Pendahuluan, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Identifikasi Masalah & Tujuan Studi b) Identifikasi Pelayanan c) Identifikasi Jaringan Pelayanan d) Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu. Keempat identifikasi tersebut merupakan inisiasi studi, termasuk studi literatur dan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Tahap Pengumpulan Data & Analisis Awal, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Antara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Pengumpulan Data Primer & Sekunder, yang diawali dengan persiapan survei. 3-1

34 b) Survei Pola Bangkitan & Tarikan c) Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota d) Survei Wawancara dan Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu (antara lain: tinjau ulang jaringan transportasi Propinsi khususnya pada wilayah studi, inventarisasi rencana umum dan teknis, kebijakan nasional dan daerah di wilayah studi). e) Matriks Asal Tujuan, termasuk kompilasi data yang terkumpul. f) Analisis Permintaan Transportasi, sebagai analisis awal dari analisis Tatrawil dan Tatralok. g) Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota, yang meliputi: Pemetaan potensi dan kendala Analisis wilayah Analisis teknis dan analisis normatif 3) Tahap Analisis, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir Sementara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi b) Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi c) Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, ) Tahap Penyempurnaan & Finalisasi, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir, dengan lingkup kegiatan meliputi: 3-2

35 a) Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tatralok b) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif c) Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan Laporan Akhir dan Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi. 3-3

36 Identifikasi Masalah & Tujuan Studi Identifika si Pelayan Identifikasi Jaringan Pelayanan Pengumpulan Data & Informasi Primer & Sekunder Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu LAPORAN PENDAHUL UAN Pemahama n RTRW Kab/Kota Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Survei Wawancara Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Pemantapan RTRW Kab/Kota Analisis Potensi & Pengembangan Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi LAPORAN ANTARA Bulan 4 Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030 Program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien RANCANGAN LAPORAN AKHIR Bulan 5 Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan FR & Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi LAPORAN AKHIR Bulan 7 3-4

37 Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi 3.2 POLA PIKIR STUDI Pola pikir pelaksanaan studi ini dikembangkan atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran dan lingkup studi yang disampaikan pada KAK (lihat Bab I). Untuk dapat menyusun suatu studi yang komprehensif maka perlu dipahami konteks studi secara holistik yang menyangkut semua issue, aspek normatif, lingkungan strategis, dan semua elemen sistem yang terkait dengan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Diagram pola pikir umum studi ini secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.3. Dimulai dari review hasil studi terdahulu dalam dokumen perencanaan eksisting MP3EI, (RTRW Nasional/ Propinsi Maluku Utara), SISTRANAS/WIL, Renstra Propinsi Maluku Utara, dan studi terdahulu) sejumlah data eksisting serta rencana dan program eksisting dapat ditelusuri. Pemetaan terhadap peran masing-masing stakeholders (Pemkab, Swasta, dan Masyarakat) dalam lingkungan strategis yang dikoridori oleh aspek normatif berupa peraturan perundangan yang berlaku merupakan langkah penting untuk dapat memahami konteks, lingkup, serta identifikasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Elaborasi hasil pemetaan peran serta kondisi obyektif dari sistem transportasi yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan strategi umum (grand strategy) pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang komprehensif dan terpadu (antar moda, antar wilayah, antar stakeholders, dll.). Dalam strategi umum ini termaktub sejumlah program pokok (main programs) yang harus dijabarkan dalam tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang. Sebagai goal/tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah terciptanya tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku 3-5

38 Utara dalam jangka waktu yang direncanakan dengan sejumlah kriteria atau karakteristik jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang handal (efektif dan efisien), cepat, tertib, aman, lancar, dan terjangkau masyarakat. Untuk mendukung semua proses pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku utara, bagaimanapun juga diperlukan adanya kajian kuantitatif dan kualitatif yang dilengkapi oleh data-data terkait dengan pola permintaan perjalanan, kondisi dan kinerja jaringan transportasi yang ada, konstelasi sosial-ekonomi yang ada, serta prediksi perubahannya ke depan dalam lingkup situasi tantangan, peluang, dan hambatan yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini merujuk kepada kebutuhan akan adanya pemahaman mendasar mengenai konteks penyusun Tatralok, serta adanya analisis (dan pengumpulan data) yang lengkap dan mendalam untuk memperoleh gambaran atau pemetaan mengenai situasi transportasi dan pola kegiatan ekonomi yang ada dan kemungkinan perubahannya di Propinsi Maluku Utara dan di wilayah sekitarnya yang saling mempengaruhi. 3-6

39 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di 3-7

40 3.3 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat tersebarnya tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan/ kegiatan manusia dan proses ekonomi barang tidak dapat diakomodasi hanya di satu ruang saja, sehingga timbul kebutuhan pergerakan melalui berbagai moda transportasi. Penataan ruang yang mempengaruhi pola dan intensitas kegiatan sosio-ekonomi merupakan indikator yang merepresentasikan pattern dari sistem kegiatan yang harus dilayani oleh sistem transportasi. Dengan demikian, bagaimana setting tata ruang yang akan dituju di masa datang akan sangat mempengaruhi bagaimana pola dan intensitas permintaan perjalanan, yang pada gilirannya akan menentukan kebutuhan akan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi. Dalam konteks penyusunan Tatralok Propinsi Maluku Utara ini, maka pemahaman terhadap arahan penggunaan ruang yang dituangkan dalam RTRW menjadi sangat penting. Apalagi dalam struktur dokumen perencanaan Tatralok merupakan pengejawantahan RTRW untuk sektor transportasi. Pada Gambar 3.4 disajikan bagaimana interaksi antara perkembangan wilayah dengan transportasi. Terlihat bahwa korelasi antara transportasi dan perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar, sehingga arahan pengembangan tata ruang dan perkembangan alamiah sesuai mekanisme pasar akan sangat menentukan bagaimana pola permintaan perjalanan wilayah di Propinsi Maluku Utara ini akan berkembang di masa datang. 3-8

41 Kebijakan perencanaan (MP3EI, RTRW, Renstra, Tatrawil, dll) Faktor Sosio Ekonomi Pola Tata Guna Lahan Perkembangan wilayah Kebutuhan Transportasi Mekanisme pasar (natural setting) REGIONAL DEVELOPMENT Jumlah dan Pola Perjalanan TRANSPORT DEMAND Gambar 3.4. Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan Transportasi 3.4 PEMODELAN TRANSPORTASI Struktur Model Dalam studi perencanaan sistem transportasi, sebagaimana halnya dalam Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara ini, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai besaran dan pola permintaan perjalanan. Permintaan perjalanan umumnya ditentukan oleh pola interaksi ekonomi dalam pengaturan ruang yang ada, karakteristik suplai jaringan transportasi yang ada (kapasitas, flow vs speed, dan konfigurasinya), serta interaksi yang terjadi dalam ruang lalulintas yang disediakan. Untuk itu diperlukan suatu model yang dapat merepresentasikan interaksi antara elemen tata ruang, ekonomi, permintaan perjalanan, jaringan transportasi, dan lalu lintas yang terjadi. 3-9

42 Dalam studi ini digunakan model transportasi empat tahap (four stages transport model) yang terdiri dari tahap bangkitan perjalanan (trip generation), sebaran perjalanan (trip distribution), pemisahan moda (modal split), dan pemilihan rute (route choice). Model ini dipilih karena: mudah dalam aplikasinya, cukup baik merepresentasikan karakteristik dan interaksi penting pada sistem transportasi, dan mampu menggambarkan dampak dari intervensi yang dilakukan terhadap sistem transportasi di wilayah studi. Secara umum skema struktur model perencanaan empat tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan yang ada. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan. Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pemilihan rute (trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas/link moda yang tersedia di dalam jaringan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di setiap ruas. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis 3-10

43 dalam mengevaluasi serangkaian alternatif kebijakan pengembangan jaringan transportasi yang diusulkan. 3-11

44 Gambar 3.6. Pemodelan Perencanaan Transportasi 4 Tahap 3-12

45 3.4.2 Proses Pemodelan Transportasi Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: 1. Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Prop. Maluku Utara, di mana wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal. 2. Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal. 3. Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, sedangkan jaringan angkutan umum diperlakukan sebagai fixed-flow, moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul terminal (moda darat), pelabuhan (moda air), dan bandara (moda udara). Sistem zona tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 3.7. Batas Kab/Kota Kec. A Kec. B Kec. E Kec. C Kec. D Kec. F Kec. G Kec. H Zona Eksternal Zona Internal Zona Eksternal 3-13

46 Keterangan: Kec. A B = pergerakan orang/barang antar kecamatan dalam satu kab/kota. Kec. E C = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan diluar kab/kota menuju ke kecamatan di dalam kab/kota. Kec. D F = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan di dalam kab/kota menuju ke kecamatan di luar kab/kota. Kec. D F = pergerakan orang/barang dari dan ke kecamatan di luar kab/kota. Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan Dengan penetapan sistem zona tersebut, maka akan terbentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Kecamatan. Matriks Asal-Tujuan ini dikelompokkan berdasarkan pergerakan orang dan barang, dimana pergerakan barang ini diuraikan lagi berdasarkan jenis barang yang diproduksi, meliputi hasil produksi pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan kehutanan.. Untuk model jaringan transportasi yang diintegrasikan melalui simpul-simpul moda transportasi yang dibatasi dalam suatu kabupaten/kota, dapat terbentuk dari pengumpulan dan pengolahan data kedalam bentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Simpul Moda Transportasi Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Secara skematis bagan alir proses estimasi trip-ends dan MAT yang dilakukan pada studi ini ditunjukkan oleh Gambar

47 Prior Matrix MAT 2013 Traffic Count Hasil survey primer SATURN (via Program Simulasi Jaringan Transportasi) Base Matrix MAT di Prov. Malut Tahun 2014 summation Data sosial ekonomi Statistik di Prov. Malut: Penduduk, PDRB, dll Analisis regresi linier Base Trip ends Produksi perjalanan di Prov. Malut 2014 Growth rate Model bangkitan perjalanan Prediksi data sosial ekonomi Prov. Malut Trip ends prediction Trip ends Prov. Malut: 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2025, 2030 Jarak, waktu, dan biaya transportasi Model Furness/Gravity MAT Prov. Malut: 2014, 2019, dst Gambar 3.8. Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT di Propinsi Maluku Utara 3-15

48 Simulasi Jaringan Simulasi jaringan transportasi (dalam hal ini dititikberatkan untuk jaringan jalan) dilakukan dalam konteks untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi di wilayah Propinsi Maluku Utara, seperti: kemacetan, besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan. 2. Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang. 3. Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa datang, misal: pembangunan jalan lingkar, jalan tol, maupun pengembangan moda laut, dan udara. MAT perjalanan Data jaringan transportasi I N P U T Model Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu, jarak O U T P U T Analisis Lanjutan 3-16

49 Gambar 3.9. Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada Program Simulasi Jaringan Transportasi 3.5 ANALISIS NORMATIF Analisis normatif dilakukan untuk memperoleh idealisasi pola jaringan pelayanan, hirarki prasarana, dan sistem operasi bagi pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang efektif dan efisien dalam rangka menunjang pengembangan wilayah, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Maluku Utara. Aspek normatif ini dikembangkan berdasarkan review atas peraturan perundangan yang berlaku di setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) serta kajian konseptual secara teoteris mengenai sistem transportasi yang ideal. Analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran arahan pengembangan jaringan transportasi di Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang sesuai dengan konsep yang lebih ideal. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis normatif secara berurutan disampaikan sebagai berikut: 1. Melakukan kajian konsep pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan untuk setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku/terbaru (UU, PP, Kepmen, Perda, dll), 2. Melakukan kajian teoretis hasil penelitian dan studi terdahulu baik di dalam maupun luar negeri mengenai idealisasi pola jaringan transportasi wilayah, 3. Melakukan analisis konsep Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang mengelaborasikan aspek normatif secara praktis (dari butir a.) dan aspek teoritis (dari butir b.), 3-17

50 4. Mengidentifikasi simpul, link dan zona yang strategis dan penting untuk dikembangkan dalam rangka mewujudkan Tatralok Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang. 3.6 AZAS TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) Berdasarkan Pedoman Teknis yang telah ditetapkan, Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) harus disusun dengan berasaskan pada beberapa prinsip dasar berikut: 1. Azas Keadilan, dimana tataran transportasi yang disusun harus dapat menunjang kelancaran perhubungan di semua sektor pembangunan dan berpihak pada tiap lapisan masyarakat. 2. Azas Transparansi, tataran transportasi yang disusun disosialisasikan dan diterapkan secara terpadu serta transparasi pada semua sektor pembangunan dan diketahui oleh pejabat pelaksana dilapangan. 3. Azas Akuntabilitas, tataran transportasi yang disusun harus dianalisis secara teliti guna mendapatkan keserasian dan keterpaduan kesisteman transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lingkup wilayah perencanaan. 4. Azas Realistis, tataran transportasi yang disusun harus ditunjang oleh kondisi eksisting yang sebenarnya sehingga hasil kebijakan yang diperoleh nantinya dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat dilaksanakan secara suistainable. 5. Azas Kesisteman, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan keterkaitan dan keterpaduan hubungan/kesisteman transportasi antar wilayah/kawasan dalam lingkup kajiannya, serta harus disesuaikan dengan kebijakan sistem transportasi diatasnya. 3-18

51 6. Azas Keunggulan Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan dan mengkaji potensi-potensi guna menemukan moda unggulan. 7. Azas Keterpaduan Intra dan Antar Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan keterpaduan intra dan antara moda yang ada, sehingga sinkronisasi sistem transportasi antara moda tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang ada. 8. Azas Koordinasi dan Sinkronisasi, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan gambaran dan arahan koordinasi yang jelas dan sinkronisasi yang terpadu dalam mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan disemua sektor pembangunan. 9. Azas Tinjau Ulang Secara Berkala, tataran trasnportasi yang disusun harus dilakukan tinjauan secara berkala guna menjaga konsistensi dalam pelaksanaannya. Lebih jelasnya, untuk Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dapat dilihat pada Gambar

52 TRANSPARANSI KEADILAN REALISTIS AKUNTABILITAS TINJAUAN ULANG SECARA BERKALA TATRALOK TATRALOK KESISTIMAN KOORDINASI DAN SINKRONISASI KETERPADUAN INTRA & ANTAR MODA KEUNGGULAN MODA Gambar Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-20

53 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI Secara geografis, Kabupaten Halmahera Tengah terletak antara 0 o 45 LU 0 o 15 LS dan 127 o 45 BT 129 o 26 BT, dengan luas wilayah 8.381,48 km 2 terdiri dari luas daratan 2.276,83 km 2 (27 %) dan luas lautan 6.104,65 km 2 (73 %). Kabupaten Halmahera Tengah memiliki batas batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya Barat Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Selatan Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Tidore Kepulauan Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah adalah Weda. Pada saat pelaksanaan Sensus Penduduk 2010, jumlah desa di Kabupaten Halmahera Tengah tercatat sebanyak 48. Informasi menyangkut daftar Kecamatan dan jumlah Desa di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.1. adapun peta administrasi Kabupaten Halmahera Tengah ditunjukkan oleh Gambar

54 Tabel 4.1. Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012 No. Kecamatan Ibukota Jumlah Desa 1 Weda Were 7 2 Weda Selatan Wairoro 8 3 Weda Utara Sagea 9 4 Weda Tengah Lelilef 7 5 Pulau Gebe Kapaleo 8 6 Patani Kipae 5 7 Patani Utara Tepeleo 12 8 Patani Barat Banemo 5 Jumlah 61 Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka

55 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Kec. Weda Tengah Kec. Weda Kec. Weda Utara Kec. Patani Barat Kec. Patani Utara Kec. Weda Selatan Kec. Patani Kec. Pulau Gebe Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka 2012 Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Halmahera Tengah 4-3

56 4.2 KEPENDUDUKAN Jika dilihat dari kepadatan penduduknya (Tabel 4.3), wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Weda sebesar 30 jiwa/km 2, sedangkan wilayah yang paling sedikit kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Weda Utara sebesar 10 jiwa/km 2. Dari sini dapat dibuktikan bahwa wilayah yang paling banyak penduduknya belum tentu merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Tabel 4.3. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah Menurut Kecamatan Tahun 2011 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (km 2 ) Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Weda Weda Selatan Weda Utara Weda Tengah Pulau Gebe Patani Patani Utara Patani Barat Jumlah Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka

57 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Kec. Weda Tengah 16 jiwa/km 2 Kec. Weda Utara Kec. Weda 30 jiwa/km 2 10 jiwa/km 2 Kec. Patani Barat 15 jiwa/km 2 Kec. Patani Utara 41 jiwa/km 2 Kec. Weda Selatan 21 jiwa/km 2 Kec. Patani 17 jiwa/km 2 Kec. Pulau Gebe 20 jiwa/km 2 Gambar 4.2 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Halmahera Tengah 4-5

58 4.3. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun di wilayah tertentu. Nilai Produk Domestik Regional Bruto dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu: Segi Produksi, merupakan jumlah nilai tambah bruto atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Nilai tambah bruto yang terdiri dari biaya faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. Segi Pendapatan, merupakan balas jasa (pendapatan) yang diterima faktor-faktor produksi karena ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah, dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Segi Pengeluaran, merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, Pemerintah dan Lembaga Swasta Non Profit, pembentukan modal tetap, perubahan stok serta Ekspor Netto, biasanya dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Halmahera Tengah Dalam Angka 2012, PDRB Kabupaten Halmahera Tengah atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 tercatat sebesar ,08 juta rupiah (lihat Tabel 4.13) dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian, yakni sebesar 37,53 %, disusul oleh sektor pertambangan dan penggalian dengan sumbangan 19,62 %. PDRB Kabupaten Halmahera Tengah atas dasar harga konstan pada tahun 2011 adalah sebesar ,11 juta rupiah (lihat Tabel 4.14). 4-6

59 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Tengah pada tahun 2011 adalah 7,06 dan PDRB perkapita (atas dasar harga berlaku) sebesar 11,4 juta rupiah. Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun No. Lapangan Usaha PDRB / Tahun (Juta Rupiah) * 2011** 1 Pertanian , , ,57 2 Pertambangan dan Penggalian , , ,43 3 Industri Pengolahan , , ,64 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 566,84 629,30 672,74 5 Bangunan/ Konstruksi , , , Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan , , , , , , , , ,37 9 Jasa-jasa , , ,57 PDRB , , ,08 *) Angka Sementara Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka 2012 **) Angka Sangat Sementara 4.4 KINERJA PELAYANAN, JARINGAN PELAYANAN DAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI Transportasi merupakan salah satu aspek vital dalam pembangunan prasarana dan sarana daerah guna menunjang 4-7

60 pembangunan di segala bidang. Penataan bidang transportasi tidak hanya dalam bentuk penyediaan dan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan akan tetapi sangat berkorelasi dengan sektorsektor lain baik berhubungan dengan kondisi sosial masyarakat, kesadaran hukum, budaya perilaku maupun lingkungan Jaringan Jalan Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Usaha pembangunan yang makin meningkat membutuhkan ketersediaan akses penghubung antar wilayah yang aman dan berkondisi baik. Selain itu, ketersediaan prasarana jalan yang baik akan meningkatkan mobilitas penduduk dan kelancaran distribusi barang antar wilayah sehingga roda perekonomian terus bergerak dan dapat ditingkatkan. Berdasarkan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012, kondisi jalan menurut fungsi jalan dapat dilihat pada Tabel Tabel Daftar Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2011/2012 NO KELAS JALAN SATUA N TAHUN PANJANG Jalan Arteri Km 234,8 234, 234, 234, ,8 Jalan Kolektor Km KONDISI Baik Jalan Arteri Km Jalan Kolektor Km Rusak Jalan Arteri Km

61 NO KELAS JALAN SATUA N TAHUN Jalan Kolektor Km PERMUKAAN Aspal Jalan Arteri Km Jalan Kolektor Km Kerikil Jalan Arteri Km Jalan Kolektor Km Tanah / Lain- Lain Jalan Arteri Km Jalan Kolektor Km Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Halmahera Tengah Tahun Angkutan Darat Seiring dengan bertambahnya panjang jalan yang berkondisi baik dan semakin mudahnya fasilitas kepemilikan kendaraan bermotor, maka semakin banyak pula kendaraan di Kabupaten Halmahera Tengah. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku Utara, jenis kendaraan terbanyak di Kabupaten Halmahera Tengah adalah jenis sepeda motor (lihat Tabel 4.19). Tabel N O JENIS KENDARAAN 1. Sepeda Motor Jumlah Kendaraan Menurut Jenis Kendaraan di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun SATUA N UNIT 926 TAHUN ,34 9 1,08 6 1,

62 N O JENIS KENDARAAN SATUA N TAHUN Mobil Penumpang UNIT Mobil Jeep UNIT Mobil Pick Up UNIT Bus Kecil UNIT Bus Sedang UNIT Bus UNIT Truk Kecil UNIT Truk Sedang UNIT Truk Besar UNIT Sepeda UNIT Becak UNIT Bentor UNIT Dokar UNIT Gerobak UNIT Lainnya UNIT JUMLAH Halmahera Tengah ,07 1,07 1,47 1,24 UNIT Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Perlu diketahui, pada saat ini di Kabupaten Halmahera Tengah terdapat 4 trayek angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dengan rute seperti disampaikan pada Tabel Tabel NO TRAYEK URAIAN TRAYEK Daftar Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) di Kabupaten Halmahera Tengah JARAK TRAYEK (Km) KODE TRAYEK JUMLAH ARMADA A B C D E 1. Wairoro - Sofifi Wairoro - Sofifi Weda - Gita Weda - Gita

63 NO TRAYEK URAIAN TRAYEK JARAK TRAYEK (Km) KODE TRAYEK JUMLAH ARMADA A B C D E 3. Weda - Sofifi Weda - Sofifi Weda - Tobelo Weda - Tobelo 301 A JUMLAH Keterangan : A = Pick Up; B = MPU; C = Bus Kecil; D = Bus Sedang; E = Bus Besar Adapun data volume lalu lintas harian tahun 2012 ditunjukkan oleh Tabel

64 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Tabel Data Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahun 2012 No I II III IV V VI Ruas Jalan Kode Rata-Rata Volume Kendaraan (Unit/Hari) Ruas Jalan KTB SM MP BB BS TB TS TR Jumlah Kecamatan Patani a. Ruas Patani Gemia b. Ruas Patani Mareala Kecamatan Patani Utara a. Ruas Gemia Tapeleo b. Ruas Tepeleo - Peniti Kecamatan Patani Barat b. Ruas Patani Mareala Kecamatan Weda a. Ruas Weda - Nuslika b. Ruas Nuslika - Tidore c. Ruas Weda Kobe Kecamatan Weda Selatan a. Ruas Nuslka - Wairoro Indah Kecamatan Weda Tengah a. Ruas Kobe - Lelief

65 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di VII b. Ruas Lelief - Sagea c. Ruas Lelief - Lelief Waibulen Kecamatan Weda Utara a. Ruas Sagea - Ani b. Ruas Ani Waleh

66 4.4.3 Angkutan Penyeberangan Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah yang terdiri dari pulaupulau menyebabkan transportasi antar kabupaten memerlukan kapal sebagai salah satu angkutan penyeberangan. Di Kabupaten Halmahera Tengah terdapat dua pelabuhan penyeberangan, yaitu 1) Pelabuhan penyebrangan Patani; dan 2) Pelabuhan penyebrangan Pulau Gebe Angkutan Laut Salah satu pelabuhan laut di Kabupaten Halmahera Tengah adalah pelabuhan Weda yang merupakan pelabuhan regional dengan kelas pelabuhan IV yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Halmahera Tengah. Dimana pelabuhan ini memiliki dermaga dengan konstruksi beton yang berukuran 50 x 8 m. Untuk kapal-kapal pelayaran nasional dan regional yang singgah di Pelabuhan Weda adalah : 1) KM. Kie Raha I dengan rute pelayaran nasional : Ternate Soasio Moti Makian Saketa Babang Bisui Maffa Weda Mesa Banemo Patani Gebe Kabare Seonek Sorong (PP). 2) KM. Pahala dengan rute pelayaran nasional : Ternate Soasio Gita Kayoa Bisui Mafa Weda Mesa Benemo Patani Gebe Kabare Yabekaki Saonek Sorong (PP). Berdasarkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku Utara, informasi mengenai saran dan prasarana Pelabuhan Weda, ditunjukkan oleh Tabel

67 Tabel Informasi Sarana dan Prasarana Pelabuhan Weda Kabupaten Halmahera Tengah N O URAIAN 1. UMUM a. Lokasi Pelabuhan (Kecamatan/Desa) b. Status Pelabuhan SATU AN VOLUME DATA - Kec. Weda - PL (Nasional/Regional/Lokal) c. Kelas Pelabuhan (I/II/III/IV/V) - IV d. Pengelola Pelabuhan - DISHUB 2. DERMAGA a. Panjang M 50 b. Lebar M 8 c. Luas M d. Konstruksi (Beton/Kayu) - BETON e. Rata-Rata Kedalaman Kolam Dermaga Tengah Tahun 2012 M 70 Sumber: Kantor Pelabuhan Kabupaten Halmahera Untuk informasi mengenai daftar pelabuhan laut dan tambatan perahu di Kabupaten Halmahera Tengah ditunjukkan oleh Tabel Tabel Daftar Pelabuhan Laut dan Tambatan Perahu di Kabupaten Halmahera Tengah NO NAMA PELABUHAN LOKASI KLASIFIKA SI KELAS DERMAG A UKURAN DERMAGA (P x L) KONSTRUK SI DERMAGA (BETON / KAYU) PENGEL OLA 1. PEL. WEDA 2. TP. SAGEA WEDA KEC. WEDA WEDA KEC. WEDA PR IV 50 X 80 M BETON DISHUB TP V 40 M KAYU SWADA YA 4-15

68 WEDA KEC. 3. TP. GEMAF WEDA WEDA KEC. 4. TP. MESSA WEDA WAILEGI 5. TP. WAILEGI KEC. PATANI BANEMO 6. TP. BANEMO KEC. PATANI MOREALA 7. TP. MOREALA KEC. PATANI YOI KEC. P. 8. TP. YOI GEBE UMERA 9. TP. UMERA KEC. P. GEBE TP V 40 M KAYU TP V 40 M KAYU TP V 100 M KAYU TP V 50 M KAYU TP V 40 M KAYU TP V 40 M KAYU TP V 40 M KAYU 10. PEL. PATANI PATANI PL IV 15 X 3 BETON / KAYU 11. PEL. GEBE GEBE PL IV - TONGKANG 12. PEL. LELILEF WEDA KEC. WEDA SWADA YA SWADA YA SWADA YA SWADA YA SWADA YA SWADA YA SWADA YA DISHUB PT. ANTAM TP IV 40 X 4 KAYU PEMDA Sumber Data : Kantor Pelabuhan Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012 Catatan : Untuk Kolom "Klasifikasi" disesuaikan berdasarkan klasifikasi pelabuhan berikut : PIH = Pelabuhan Internasional Hub, PI = Pelabuhan Internasional, PR = Pelabuhan Regional, PL = Pelabuhan Lokal, PK = Pelabuhan Khusus, TP = Tambatan Perahu Tahun 2011, jumlah penumpang yang berangkat dari Pelabuhan Weda adalah sebanyak 867 orang dan yang datang adalah sebanyak 888 orang, sedangkan jumlah penumpang yang berangkat dari Pelabuhan Gebe adalah sebanyak 975 orang dan yang datang adalah sebanyak 784 orang. Untuk kegiatan bongkar / muat barang, jumlah barang yang dibongkar tercatat sebesar ton dan yang dimuat sebanyak ton di Pelabuahn Weda, sedangkan jumlah barang yang dibongkar di Pelabuhan Gebe tercatat sebesar ton dan yang dimuat sebanyak 919 ton. Berdasarkan Halmahera Tengah Dalam Angka 2012, informasi mengenai rincian lalulintas penumpang dan kegiatan 4-16

69 bongkar / muat kapal motor di Pelabuhan Weda dan Gebe tahun 2011, ditunjukkan oleh Tabel 4.23 dan Tabel Tabel Lalulintas Penumpang di Pelabuhan Weda dan Gebe Tahun 2011 Bulan Turun Naik Weda Gebe Weda Gebe Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka 2012 Tabel Kegiatan Bongkar / Muat Kapal Motor di Pelabuhan Weda dan Gebe Tahun 2011 Bulan Bongkar (ton) Muat (ton) Weda Gebe Weda Gebe Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober

70 Bulan Bongkar (ton) Muat (ton) Weda Gebe Weda Gebe November Desember Jumlah Sumber: Halmahera Tengah Dalam Angka 2012 Untuk rincian arus kunjungan kapal barang dan bongkar / muat barang serta kunjungan kapal penumpang dan naik turun penumpang di Pelabuhan Weda Kabupaten Halmahera Tengah tahun , ditunjukkan oleh Tabel Tabel Arus Kunjungan Kapal Barang dan Bongkar / Muat Barang serta Kunjungan Kapal Penumpang dan Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Weda Kabupaten Halmahera Tengah Tahun NO 1. KEGIATAN SATUA N 2008 TAHUN KAPAL BARANG/PENUMPAN G a. Dalam Negeri 1). Kunjungan Kapal Call ). Jumlah Penumpang A. Naik Orang 462 1,22 1, B. Turun Orang 2. MUATAN BARANG a. Dalam Negeri 1). Bongkar Ton 2). Muat Ton 1,19 6 8, , ,95 8 9, , ,13 2 9, , , ,

71 NO KEGIATAN SATUA N 2008 TAHUN b. Luar Negeri 1). Eksport Ton Sumber: Kantor Pelabuhan Kabupaten Halmahera Tengah Angkutan Udara Untuk bandara yang terdapat di Kabupaten Halmahera Tengah terdapat sebanyak 2 bandara, yakni Bandara Weda di Desa Lelilef dan Bandara Gebe di Pulau Gebe. Kedua bandara tersebut memilik status Bandara Perintis dan dikelola oleh Pemerintah Daerah bersama Perusahaan Tambang. Kedua bandara tersebut kebanyakan dipergunakan untuk kepentingan misionaris milik Yayasan Misi Masyarakat Perkampungan (YMPP Suku Terasing), dan kegiatan pertambangan di Pulau Gebe (bandara ini dapat dikembangkan sebagai bandara pelayanan perintis atau kelas yang lebih tinggi). Bandara Weda yang tepatnya berada di Desa Lelilef berjarak kurang lebih 32 km dari Kota Weda Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah, memiliki panjang Runway saat ini sepanjang 850 x 23 m. Sedangkan untuk Bandara Gebe yang tepatnya berada di Pulau Gebe Kabupaten Halmahera Tengah, memiliki panjang Runway saat ini sepanjang 900 x 23 m. Kedua bandara ini memiliki frekwensi penerbangan masing-masing sebanyak 1 kali/minggu dengan menggunakan pesawat jenis Cassa 212 oleh maskapai penerbangan Merpati Air Lines dengan rute Ternate Weda (PP) dan Ternate Gebe. 4-19

72 Berdasarkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku Utara, informasi mengenai sarana dan prasarana Bandara Gebe di Kabupaten Halmahera Tengah ditunjukkan oleh Tabel 4.26, sedangkan untuk informasi mengenai data lalulintas udara domestik Bandara Gebe di Kabupaten Halmahera Tengah ditunjukkan oleh Tabel Tabel Informasi Sarana dan Prasarana Bandara Gebe Kabupaten Halmahera Tengah N SATUA URAIAN O N VOLUME DATA 1. UMUM a. Lokasi Bandara - DS. KAPALEO b. Status Bandara - BPP c. Kelas Bandara - C d. Pelayanan Bandara - PERINTIS e. Pengelola Bandara - PT.ANTAM f. Jadwal Penebangan dalam 1 Minggu Trip 2 g. Jumlah Pelayanan Maskapai Penebangan Prshn 1 h. Mulai Beroperasi Tahun 1981 i. Lama Waktu Beroperasi Dalam 1 Hari Jam 120 MENIT 2. BANGUNAN KANTOR Jumlah Pegawai Kantor Bandara Orang 2 3. LANDASAN / RUNWAY a. Panjang M 900 b. Lebar M 22 c. Luas M2 d. Konstruksi Perkerasan Landasan - BATU KARANG e. Jumlah Jalur Runway Jalur 1 4 TERMINAL KEDATANGAN / KEBERANGKATAN a. Panjang M 15 b. Lebar M

73 N SATUA URAIAN O N VOLUME DATA c. Luas M2 120 d. Kapasitas Orang RUANG TUNGGU VIP a. Panjang M 4 b. Lebar M 4 c. Luas M2 16 d. Kapasitas Orang PERALATAN PELAYANAN BANDARA Jumlah Toilet Umum Unit 1 SARANA/PRASARANA 7 KESELAMATAN & KEAMANAN a. Jumlah Alat PMK Unit 1 b. Jumlah Mobil PMK Unit 1 c. Jumlah Personil Keamanan Bandara Orang 2 d. Jumlah Personil Tim PMK Orang 2 Sumber: Kantor Bandara Gebe Kabupaten Halmahera Tengah Tahun

74 Tabel Data Lalulintas Angkutan Udara Domestik Bandara Gebe Kabupaten Halmahera Tengah Tahun NO PERGERAKAN SATUAN TAHUN PESAWAT a. Datang Kali b. Berangkat Kali PENUMPANG a. Datang Orang b. Berangkat Orang BAGASI a. Bongkar Kg 10,562 5,538-6,297 b. Muat Kg 10,265 9,145-6,908 JUMLAH 22,496 15,866-14,513 Sumber: Kantor Bandara Gebe Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012 Berikut adalah Gambar 4.10 Peta Prasarana Transportasi di Kabupaten Halmahera Tengah (hal 4 23) 4-22

75 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Kec. Weda Tengah Kec. Weda Utara Kec. Patani Utara Kec. Weda Dermaga Kelas V Dermaga Gemaf Dermaga Kelas V Dermaga Sagea Dermaga Kelas V Dermaga Messa Kec. Patani Barat Dermaga Kelas IV Dermaga Patani Kec. Weda Selatan Dermaga Kelas IV Dermaga Weda Bandara Kelas Perintis Bandara By Nikel Dermaga Kelas IV Dermaga Lelilef Dermaga Kelas V Dermaga Banemo Dermaga Kelas V Dermaga Moreala Kec. Pulau Gebe Kec. Patani Dermaga Kelas V Dermaga Wailegi Bandara Kelas Perintis Bandara Gebe Dermaga Kelas IV Dermaga Gebe Dermaga Kelas V Dermaga Yoi Dermaga Kelas V Dermaga Umera 4-23

76 4.5 BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN ORANG DAN BARANG Bangkitan dan tarikan pergerakan dibedakan untuk pergerakan orang dan barang. Bangkitan pergerakan merupakan seluruh pergerakan yang dihasilkan/diproduksi dan berasal dari suatu zona tertentu. Sedangkan tarikan pergerakan merupakan jumlah seluruh pergerakan yang tertarik/menuju ke suatu zona tertentu. Besarnya bangkitan/tarikan pergerakan ini sangat dipengaruhi oleh tataguna lahan, karakteristik penduduk dan sistem transportasi yang tersedia. Salah satu cara dalam melakukan pendekatan analisis untuk distribusi perjalanan antar wilayah adalah dengan metoda sintesis, yang merupakan cara analisis dengan mencari hubungan antar pelaku perjalanan, dengan pembangkit, penarik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan. Model sintesis yang umumnya digunakan adalah model Gravitasi dengan mendasarkan pada hukum gravitasi Newton. Untuk transportasi, perjalanan yang dilakukan akan dipengaruhi besar bangkitan dan penarik perjalanan, serta waktu/jarak/biaya perjalanan. Rumus umum model gravitasi adalah sebagai berikut: tij = k.ai.aj / f (Zij) dengan: tij k Ai Aj = jumlah perjalanan dari i ke j = konstanta = daya tarik zona asal = daya tarik zona tujuan f (Zij) = fungsi yang mempengaruhi perjalanan 4-34

77 4.5.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Orang Eksisting Untuk menentukan jumlah perjalanan orang antar kecamatan dapat menggunakan rumus berikut ini: tij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: tij = jumlah perjalanan orang antar kecamatan k = konstanta = 0, JPA JPT d = jumlah penduduk asal di kecamatan = jumlah penduduk tujuan di kecamatan Adapun jumlah penduduk di masing-masing kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.2. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel

78 Tabel Matriks Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah (Km) Dari Ke Patani Patani Utara Weda Weda Selatan Weda Utara P. Gebe Patani Patani Utara Weda , Weda Selatan ,9-77,9 183 Weda Utara ,9-155 P. Gebe Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan orang antar kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar

79 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Asal Tabel Matriks Asal-Tujuan (MAT) Perjalanan Orang Antar Kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah (orang perjalanan/tahun) Tahun 2012 Zona Tujuan I II III IV V VI VII VIII IX X XI Jumlah I Patani II Patani Utara III Patani Barat IV Weda V Weda Selatan VI Weda Tengah VII Weda Utara VIII P. Gebe IX Halmahera Timur X Halmahera Selatan XI Tidore Jumlah

80 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di 4-37

81 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Diatas adalah Gambar Desire Line Asal-Tujuan Perjalanan Orang Antar Kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun

82 4.5.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting Untuk menentukan jumlah perjalanan barang antar kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dapat menggunakan rumus berikut ini: tij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: tij = jumlah perjalanan barang antar kecamatan k = konstanta = 0, JPA JPT d = jumlah produksi asal di kecamatan = jumlah produksi tujuan di kecamatan Adapun jumlah produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah tahun 2011 diperoleh dari hasil penjumlahan dan pengolahan data dari hasil produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dari berbagai sektor. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan barang antar kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar

83 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Asal Tabel Matriks Asal-Tujuan (MAT) Perjalanan Barang Antar Kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah (ton/tahun) Tahun 2012 Zona Tujuan I II III IV V VI VII VIII IX X XI Jumlah I Patani II Patani Utara III Patani Barat IV Weda V Weda Selatan VI Weda Tengah VII Weda Utara VIII P. Gebe IX Halmahera Timur X Halmahera Selatan XI Tidore Jumlah

84 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di 4-40

85 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Gambar Desire Line Asal-Tujuan Perjalanan Barang Antar Kecamatan di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun

86 4-41

87 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG No 5.1 RENCANA PROYEK MP3EI Dalam MP3EI ditetapkan bahwa Propinsi Maluku Utara merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Adapun produksi unggulan dan investasi Nasional di koridor tersebut khususnya di wilayah Propinsi Maluku Utara adalah pertambangan nikel dan perikanan. Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua-Maluku (MP3EI), khususnya di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah. Dari Tabel 5.1 disebutkan proyek pembangunan infrastruktur MP3EI adalah pembangunan pelabuhan Gebe yang berinvestasi sebesar Rp 134 miliar. Sementara untuk pertambangan, sebagai Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Kabupaten Halmahera Tengah adalah PT. Weda Bay, Weda, dengan nilai investasi Rp M. Adapun peta lokasi proyek MP3EI di Pulau Gebe tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1. Tabel 5.1. Daftar Investasi Infrastruktur yang Teridentifikasi di Koridor Papua-Maluku, Khususnya di Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Proyek MP3EI Nilai Investasi (IDR Miliar) Periode Mulai Periode Selesai Lokasi 1 Pelabuhan Gebe Kec. P. Gebe, Kab. Halteng 5-1

88 PT. Weda Bay Nickel Nilai Investasi Rp M Gambar 5.1. Peta Lokasi Proyek MP3EI di Kabupaten Halmahera Tengah 5.2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Tengah telah dimuat didalam Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Tahun Penataan ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah bertujuan untuk: Mewujudkan wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat 5-2

89 dengan mengembangkan potensi sumberdaya laut, pertanian, pertambangan dan pariwisata dengan tetap mewujudkan keharmonisan lingkungan alam dan buatan, serta keserasian antar wilayah dan sektor. Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang tersebut, disusun kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah yang terdiri atas: a. pengembangan sektor Potensial secara berkelanjutan; b. peningkatan akses dan tingkat pelayanan fasilitas publik; c. pemerataan pembangunan; d. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup; e. pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup; f. Pemantapan dan pengendalian kawasan lindung; dan g. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara Rencana Struktur Ruang Kabupaten Halmahera Tengah Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Tahun , dimana didalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah meliputi : a. Sistem pusat-pusat kegiatan; b. Sistem jaringan prasarana utama; dan c. Sistem jaringan prasarana lainnya. Pusat-pusat kegiatan tersebut terdiri atas : 5-3

90 a. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), yaitu kawasan perkotaan Weda. b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu Kecamatan Patani Desa Kipae, Kecamatan Pulau Gebe Desa Kapaleo, dan Kecamatan Weda Tengah Desa Lelilef. c. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp), yaitu Desa Wairoro. d. Pusat Pelayanan Pawasan (PPK), terdiri atas : a) Kawasan Perkotaan Kobe di Kecamatan Weda Tengah; b) Kawasan Perkotaan Sagea dan Mesa di Kecamatan Weda Utara; c) Kawasan Perkotaan Loleo di Kecamatan Weda Selatan; d) Kawasan Perkotaan Banemo di Kecamatan Patani Barat; dan e) Kawasan Perkotaan Tepeleo dan Peniti di Kecamatan Patani Utara. e. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), terdiri atas : a) Desa Kluting Jaya Kecamatan Weda Selatan; b) Desa Gemaf dan Desa Waleh Kecamatan Weda Utara; c) Desa Moreala Kecamatan Patani Barat; d) Desa Masure Dan Desa Sakam Kecamatan Patani Utara; dan e) Desa Kacepi dan Umera Kecamatan Pulau Gebe Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten 5-4

91 Halmahera Tengah Tahun , Pasal 16 ayat (1) menyebutkna bahwa Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah meliputi : a. Rencana kawasan lindung; dan b. Rencana kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas : a. Kawasan hutan lindung; b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. Kawasan perlindungan setempat; d. Kawasan suaka alam, pelestarian dan cagar budaya; e. Kawasan rawan bencana alam; f. Kawasan lindung geologi. Sedangkan kawasan budidaya terdiri atas : a. Kawasan peruntukan hutan produksi; b. Kawasan peruntukan hutan rakyat; c. Kawasan peruntukan pertanian; d. Kawasan peruntukan perikanan; e. Kawasan peruntukan pertambangan; f. Kawasan peruntukan industri; g. Kawasan peruntukan pariwisata; h. Kawasan peruntukan permukiman; dan i. Kawasan peruntukan lainnya. 5-5

92 5.3 PROYEKSI PENDUDUK DAN POLA AKTIVITASNYA Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah, diketahui bahwa penduduk di di Kabupaten Halmahera Tengah memiliki kecenderungan yang reguler dalam melakukan pergerakan antar wilayah, dimana tujuan pergerakan/perjalanan tersebut sebagian besar untuk tujuan sosial dan budaya, juga terdapat tujuan pergerakan penduduk untuk bekerja (reguler) dan berbelanja. Tujuan pergerakan lainnya adalah untuk berbisnis, berekreasi, dan bersekolah (reguler). Hal ini secara langsung menuntut ketersediaan sarana transportasi yang cukup setiap harinya Metode Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk dilakukan guna memudahkan dalam memperkirakan besarnya kebutuhan pelayanan transportasi dimasa mendatang, dimana sektor sosial kependudukan dan transportasi saling mempengaruhi dalam perkembangan wilayah. Metode analisis proyeksi penduduk dilakukan untuk memperoleh perkiraan jumlah penduduk ditahun rencana. Dimana untuk model proyeksinya yang digunakan sesuai dengan kecenderungan (trend) perubahan jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara. Yakni dengan menggunakan Metode Bunga Berganda (Eksponensial) yang menggunakan asumsi bahwa penduduk akan berganda dengan sendirinya dari tahun sebelumnya, sehingga perubahan penduduk tidak bertambah secara konstan/linier. Rumusan yang digunakan adalah : dimana : Pt = Po (1 + r) t Pt = Jumlah penduduk yang direncanakan pada tahun t Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar/awal r = Pertambahan/perubahan penduduk dalam persentase (%) 5-6

93 t = Tambahan tahun yang direncanakan kemudian untuk kepadatan penduduk pada tahun proyeksi digunakan rumus perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang ada, dimana rumus tersebut adalah : Kpt = Pt / Lw dimana : Kpt = Kepadatan Penduduk pada tahun t (Jiwa/Ha) Pt = Jumlah penduduk pada tahun t (Jiwa) Lw = Luas Wilayah (Ha) Proyeksi Jumlah Penduduk Semakin besar jumlah penduduk disuatu wilayah maka makin besar pula kebutuhan pelayanan fasilitas dan utilitas seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, ekonomi, transportasi dan sebagainya. Karena itu diharapkan sebagian besar penduduk akan terkonsentrasi lebih tinggi pada lokasi pusat-pusat pertumbuhan pada suatu wilayah. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah dari tahun ketahun akan semakin meningkat. Hingga pada tahun 2030 jumlah dan kepadatan penduduk diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional dan daerah. Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk, diketahui bahwa pada tahun 2030, jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Patani Utara yakni sebesar atau 20% dari jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah yang berjumlah Sedangkan untuk jumlah penduduk di Kecamatan Weda sebagai ibukota kabupaten, diproyeksikan jumlah penduduk pada tahun 5-7

94 2030 sebesar atau 17% dari jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan grafiknya pada Gambar

95 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di No. Kecamatan Tabel 5.2. Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah Penduduk Thn Dasar 2011 (jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa) Weda Weda Selatan Weda Utara Weda Tengah Pulau Gebe Patani Patani Utara Patani Barat Jumlah

96 Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Gambar 5.1. Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah 5-10

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

PT. GIRI AWAS Engineering Consultant KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015 Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015 KAJIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM UPAYA PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA disusun

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH I. Pendahuluan Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 2: PRINSIP DASAR, PRASYARAT KEBERHASILAN DAN STRATEGI UTAMA MP3EI

BAB 2: PRINSIP DASAR, PRASYARAT KEBERHASILAN DAN STRATEGI UTAMA MP3EI BAB 2: PRINSIP DASAR, PRASYARAT KEBERHASILAN DAN STRATEGI UTAMA MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERSPEKTIF PEMERINTAHAN JOKOWI DAN JK 2015-2019 ( 9 AGENDA PRIORITAS ) Nomor PRIORITAS 1 Perlindungan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PRIORITAS PEMBANGUNAN PELAYANAN DAN SARANA TRANSPORTASI DARAT DI PULAU PAPUA DALAM RANGKA MENDUKUNG MP3EI Ir. Mutharuddin, M.Si., M.MTr

Lebih terperinci

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PRIORITAS PEMBANGUNAN PELAYANAN DAN SARANA TRANSPORTASI DARAT DI PULAU

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas REGULASI TERKAIT KEBIJAKAN DAK REPUBLIK INDONESIA DEFINISI DAK SESUAI UU No.33/2004 Dana

Lebih terperinci

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 20 MEI 2011 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah kemerdekaan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012 logo lembaga [ PKPP F.1 ] [ Optimalisasi Sistem Energi untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Pembangunan Ekonomi Koridor 6 ] [ Adhi Dharma Permana, M. Sidik Boedyo, Agus Sugiyono ] [ BADAN PENGKAJIAN DAN

Lebih terperinci

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) Sisca V Pandey Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi Pada tahun anggaran 2013, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 344 studi yang terdiri dari 96 studi besar, 20 studi sedang dan 228 studi kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 1. VISI DAN MISI Sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Lamandau dalam bidang Perhubungan komunikasi dan Informatika dituntut adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA R. Didin Kusdian 1 dan Triwidodo

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi

Lebih terperinci

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Disampaikan dalam Workshop: Peran Informasi Geospatial dalam

Lebih terperinci