METAFORA DALAM WAWANGSALAN BERBAHASA SUNDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METAFORA DALAM WAWANGSALAN BERBAHASA SUNDA"

Transkripsi

1 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- METAFORA DALAM WAWANGSALAN BERBAHASA SUNDA Rani Siti Fitriani dan Mohammad Rakmat Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Islam Nusantara rani_siti Abstract Sundanese literatures provide various ine art works to be studied. One of them is wawangsalan. Wawangsalan, a Sundanese classic poetry called ugeran, is well-known as sisindiran (jokes with rhyme). Etimologically, it is derived from Sundanese word wangsul which means go home or return. Since synonymous with the word return, it is often called bangbalikan. For this study, ifty data showing metaphor phenomena were collected. This metaphor is presented to express the implied meaning for sentences in every line of wawangsalan. The research methodology used to analyze the data is descriptive qualitative method. The result of the research describes the signi icance of the content of wawangsalan that has educational value by using positive character associated with some types of objects or food and its manufacture. The characterization to uphold the value of local wisdom can be found on the meanings that exist in the line of wawangsalan. Keywords: wawangsalan, metaphor, and Sundanese Abstrak Khazanah sastra Sunda memiliki beragam karya sastra yang menarik untuk diteliti. Salah satunya adalah wawangsalan yaitu Wawangsalan termasuk salah satu karya sastra Sunda klasik berbentuk ugeran (puisi) dan merupakan salah satu jenis sisindiran (pantun). Kata wawangsalan berasal dari kata wangsul yang berarti pulang atau kembali. Kata ini sinonim dengan kata balik sehingga wawangsalan sering juga disebut bangbalikan. Untuk penelitian ini, lima puluh data wawangsalan dikumpulkan penulis. Metafora digunakan penulis untuk mengungkapkan makna yang tersirat dalam kalimat setiap baris atau larik wawangsalan. Metodologi penelitian yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, digambarkan makna dari isi wawangsalan yang bernilai edukatif dengan menggunakan asosiasi karakter positif dengan beberapa jenis benda atau makanan dan pembuatannya. Pembentukan karakter dengan menjunjung nilai kearifan lokal dapat ditemukan dari makna yang ada dalam setiap larik wawangsalan. Kata kunci: wawangsalan, metafora, dan bahasa Sunda Pendahuluan Teu beunang dihurang sawah, Teu beunang dipikameumeut (simeut) Dua baris kalimat berbahasa Sunda di atas sangat unik dan indah didengar. Namun, selain pilihan kata atau diksi yang indah ada makna yang terkandung di dalam kalimat tersebut yang mengundang teka-teki dari mitra tutur. Susunan kata tidak dapat langsung diketahui makna karena diungkapkan secara tersirat. Misalnya, baris pertama teu beunang dihurang sawah sebenarnya sulit diterjemahkan. Makna leksikal kalimat baris pertama, teu beunang tidak bisa ; dihurang diudang ; dan sawah sawah dan apabila digabungkan teu bisa diudang sawah tidak memiliki makna gramatikal. Baris kedua teu beunang dipikameumeut tidak bisa disayangi atau dijadikan seseorang yang sangat dekat untuk disayangi. Dalam tuturan dua baris kalimat berbahasa Sunda tersebut yang merupakan wawangsalan, sebenarnya penutur atau pembicara ingin menyebutkan hewan simeut belalang namun 587

2 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra IIIdiungkapkan dengan tuturan tidak langsung atau tersirat. Penutur menggunakan repetisi teu beunang pada baris kedua dan diksi yang menggambarkan tempat yang disukai belalang yaitu sawah. Penggunaan verba dipikameumeut dalam wawangsalan tersebut untuk memudahkan mitra tutur menebak teka-teki penutur meskipun sebenarnya akhirnya dituliskan jawaban dari wawangsalan tersebut. Hal yang menarik adalah runtutan vokal terakhir pada baris kedua / eut/ dibuat sama dengan runtutan vokal terakhir baris ketiga atau jawaban teka-teki tersebut. Wawangsalan termasuk salah satu karya sastra Sunda klasik berbentuk ugeran (puisi) dan merupakan salah satu jenis sisindiran (pantun). Kata wawangsalan berasal dari kata wangsul yang berarti pulang atau kembali. Kata ini sinonim dengan kata balik sehingga wawangsalan sering juga disebut bangbalikan. Mengapa disebut bangbalikan? alasannya karena sampiran pada wawangsalan merupakan tebak-tebakan atau teka-teki dan jawabannya disebut wangsalna yang dapat ditemukan setelah pulang atau kembali memerhatikan kata-kata sebelumnya (pada larik isi). Baris atau larik kedua merupakan rujukan teka-teki larik atau baris pertama. Sisindiran lahir bersama dengan cerita pantun, dongeng, jangjawokan mantra. Sisindiran adalah bentuk puisi tradisional Sunda yang sama bentuknya dengan pantun dalam sastra klasik Melayu. Biasanya terdiri dari empat larik tetapi ada juga yang terdiri dari dua atau tiga larik atau lebih dari empat larik. Sisindiran terbagi menjadi tiga jenis yaitu, wawangsalan, rarakitan, dan paparikan. Di dalam tiga jenis tersebut apabila dilihat dari sifatnya atau keperluan dan tujuannya ada yang isinya tentang kasih sayang atau silih asih; pepatah atau piwuruk, dan humor atau sesebred.(gunardi, 2011: 4-5) Menurut Salmun dalam Kandaga Kasustraan Sunda (1963: 57)Tegesna: sisindiran teh direkana atawa dianggitna mah bisa jadi mangrupa rarakitan, bisa jadi mangrupa paparikan. Ari sifatna, anu mana-mana oge bisa jadi silih asih, bisa jadi piwuruk, bisa jadi sesebred. Lebih jelas: sisindiran dapat dibentuk berupa wawangsalan, berupa rarakitan, dan berupa paparikan. Keperluannya atau tujuannya, masing-masing dapat digunakan untuk silih asih atau berkasih sayang, piwuruk pepatah, dan sesebred atau humor. Sebagai perbandingan berikut contoh teka-teki rakyat dalam bahasa Indonesia Ayam berbulu terbalik Bermain di kebun, apa itu? Jawabannya buah nanas Dalam teka-teki tersebut bentuk buah nanas dianalogikan atau diasosiasikan menjadi seekor ayam berbulu yang terbalik sedangkan kebun merupakan tempat ayam mencari makan atau bermain bersama ayam lain. Namun, tidak ditemukan runtutan vokal yang sama pada jawaban dengan baris kedua dalam teka-teki berbahasa Indonesia. Kajian Teori Wawangsalan di dalam bahasa Sunda termasuk pada salah satu karya sastra Sunda klasik. Karya sastra wawangsalan, saat ini mungkin sudah kurang diketahui lagi, terutama oleh generasi muda. Di dalam sastra Sunda, wawangsalan dimasukkan ke dalam salah satu karya sastra Sunda Sisindiran. Istilah yang terakhir ini pun, sudah tidak populer lagi di kalangan generasi muda. Namun demikian, masih ada kelompok-kelompok latihan atau padepokan seni Sunda yang masih menggarap sisindiran sebagai salah satu bentuk seni pentas dan seni vokal yang dihubungkan dengan seni komedi atau humor. Meskipun wawangsalan termasuk ke dalam bagian dari sisindiran, bentuknya sangat berbeda dengan paparikan dan rarakitan. (Gunardi, 2011: 20). Menurut pendapat Salmun (1963: 30) Wawangsalan; cek sawareh pangna disebut wawangsalan teh dumeh tina kecap wangsal anu lila-lila jadi wangsul, hartina balik. Eta sababna 588

3 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra IIIcenah, anu matak di urang Sunda oge aya kecap bangbalikan, ek sawareh deui asal tina angsal, anu hartina beunang, sabab dina wawangsalan teh aya sabangsa teteguhan anu kudu dibeunangkeun eusina. Wawangsalan: oleh sebagian mengapa disebut wawangsalan karena sebagian dari kata wangsal yang kemudian menjadi wangsul, artinya kembali. Itulah sebabnya, para orang Sunda pun ada kata bangbalikan, sama artinya dengan wawangsalan. Kata sebagian orang berasal dari kata angsal, yang ada didapatkan, sebab di dalam wawangsalan ada semacam teka-teki yang harus didapatkan isinya. Ekadjati dkk. (2000: 697) menyebutkan bahwa wawangsalan merupakan sejenis puisi lama yang sering digolongkan ke dalam sisindiran atau istilah lainnya disebut dengan bangbalikan. Istilah wawangsalan berasal dari Jawa wangsal atau angsal yang artinya asal karena untuk menemukan kata kunci yang menjadi inti pada larik isi harus dicari sampiran berupa teka-teki yang harus ditebak jawabannya. Jawabannya itulah yang disebut wangsal. Menurut para ahli sastra Sunda ada bentuk lain yang dimasukkan ke dalam kelompok sisindiran, yakni wawangsalan. Sebuah istilah yang juga berasal dari Jawa, wangsalan. Pada bentuk sastra ini, ada semacam sampiran yang amat menyerupai teka-teki menurut Wibisana dkk. (2000: 243). Jenis wawangsalan menurut Salmun (1963: 58) ada dua macam. a. Bangbalikan-lanjaran Bangbalikan merupakan sejenis wawangsalan yang dibentuk oleh sampiran dan isi, serta di belakang sisinya, ada kata yang harus dicari atau ditebak. Wawangsalan yang dibentuk oleh sampiran dan isi, serta di belakang isinya, ada kata yang harus dicari dan ditebak. Contoh: Bedil langit handaruan Engkang sapertos kalinglap (bedil) bedil langit bersuara eras, Abang seperti lupa pada seseorang (gelap) b. Bangbalikan-dangding Bangbalikan dangding merupakan wawangsalan yang ditembangkan atau dinyanyikan. Menurut Salmun (1963: 59) Wawangsalan jenis bangbalikan dangding (tembang), yaitu danding yang setiap bait diisi dengan sampiran dan isi bangbalikan. Cotoh: Bentuk wawangsalan dalam pupuh Dangdangula (Wiratmadja, 2006: 91) Mega beureum bijilna geus burit Ngalanglayung panas pipikiran (layung) mega merah muncul pada waktu sore hari melamun panas pikiran (layung) Tataruncingan (teka-teki) atau dulu disebut turucing atau tuturucingan, tidak hanya ada dalam kehidupan orang Sunda. Mungkin setiap bangsa memiliki kebiasaan model yang sama, menyusun perkataan yang isinya harus ditebak atau dicari yang bertujuan untuk menghibur. Pada suku bangsa Melayu, baik di Indonesia atau di negeri Jiran, disebut teka-teki. Pada lingkungan orang Jawa disebut badean atau bedekan. Pada sebagian daerah di Jawa Barat sebelah utara ada juga yang menyebut tataruncingan dengan istilah bebedean. Wawangsalan merupakan salah satu bentuk tuturan metaforis yang tentunya berkaitan dengan metafora. Menurut Subroto (1992: 38) metafora dipandang sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa oleh pengguna bahasa di dalam penerangan makna. 589

4 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- The thing we are talking about, that to which we are comparing it sesuatu yang sedang kita perbincangkan, sesuatu tempat kita membandingkan Djajasudarma (2009) mengelompokkan jenis makna menjadi 12 yaitu, makna sempit; luas; kognitif; konotatif dan emotif; referensial; kontruksi; leksikal dan gramatikal; idesional; proposisi; pusat; piktorial; dan idiomatik. Menurut Djajasudarma (2009: 20) makna idiomatik merupakan makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah). Artinya, kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Representasi Metafora dan Makna Idiom dalam Wawangsalan Bahasa Sunda Berdasarkan data yang ditemukan dalam penelitian, mitra tutur diarahkan untuk memahami baris atau larik pertama yang berupa teka-teki. Sementara isi atau jawaban wawangsalan dibantu dengan baris atau larik kedua. Umumnya, pada baris pertama atau baris kedua terdapat salah satu pilihan kata (diksi) yang akan membantu mitra tutur untuk menentukan jawaban. Misalnya, dengan mengacu pada akar kata atau suku akhir kata atau silabel pada diksi tersebut. Contoh data 1 kebon pare dicaian siwah niat jalir jangji (sawah) kebun padi diairi jangan berniat ingkar janji Berdasarkan contoh wawangsalan (data 1) diketahui bahwa pada baris kedua /ah/ pada kata siwah menjadi petunjuk jawaban dari wawangsalan di atas yaitu sawah. Kedua, kebon pare dicaian kebun padi diairi menjadi gambaran mengenai sawah yang selalu basah. Metafora yang timbul dari pengalihan pengalaman penutur mengenai sawah yang identik dengan kebun padi yang diari oleh air bahwa menunjukkan sesuatu yang tidak biasa. Kebun identik dengan tanah yang kering dan sesekali diairi atau disiram karena lebih sering diairi secara alami oleh air hujan. Dengan demikian, sawah menjadi kebun yang tidak umum karena selalu basah tergenang air. Makna idiomatik tersebut dijelaskan dengan baris kedua yaitu siwah niat jalir jangji jangan berniat ingkar janji artinya apabila kita berjanji hendaknya ditepati. Umumnya seperti itu tetapi kenyataannya masih ada orang yang tidak suka menepati janji. Contoh data 2 Dodol gula digolongan, Nu hina kaluli-luli (gulali) Dodol gula digolong yang hina betul-betul hina Berdasarkan wawangsalan data 2, baris atau larik pertama dodol gula digolongan dodol gula digolong memiliki awalan /gu/ pada kata gula yang dapat dijadikan acuan menjawab tekateki. Selanjutnya, pada baris kedua atau larik kedua nu hina kaluli-luli yang hina betul-betul hina silabel /li/ pada gulali menjadi rujukan untuk menjawab teka-teki yang ingin disampaikan penutur. Dodol gula merupakan salah satu makanan sejenis permen yang berbahan dasar gula. Cara membuatnya, gula dimasak dalam wajan besar diaduk-aduk sampai akhirnya masak dan mudah dibentuk. Begitupun dodol dibuat dari bahan gula dengan campuran beragam bahan lainya seperti dodol coklat susu berbahan susu, coklat, dan gula; dodol stroberi berbahan stroberi dan gula; dodol durian berbahan durian dan gula; dan sebagainya. Metafora pemindahan 590

5 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra IIIpengalaman tentang pembuatan gula dengan api panas yang terus dimasak sampai dapat dibentuk dengan seseorang yang betul-betul hina. Gulali merupakan makanan yang manis dan enak namun proses membuatnya tidak semanis hasilnya. Artinya, seseorang pun sebenarnya adalah orang yang terhormat atau manis; namun kadang akibat dari perbuatannya ia akan menjadi orang yang hina. Hina memiliki asosiasi dengan proses membuat gulali yang harus dimasak dengan api besar di wajan dalam waktu yang tidak sebentar. Contoh data 3 Kulit teuas tungtun ramo, Baku osok nganyenyeri (kuku) kulit keras di ujung jari biasa suka menyakiti Pada baris atau larik pertama kulit teuas tungtung ramo kulit keras di ujung jari sebenarnya secara tersirat mitra tutur sudah dapat menjawab teka-teki wawangsalan tersebut. Kuku berada di setiap jari tangan dan kaki manusia. Namun, dalam wawangsalan tersebut kuku diungkapkan secara tersirat menjadi kulit teuas tungtun ramo meskipun sebenarnya mudah untuk ditebak. Pada baris pertama, mitra tutur dimudahkan menebak dengan adanya /ku/ pada kata kulit sedangkan pada baris kedua silabel /ku/ pada kata baku menjadi salah satu acuan untuk jawaban dari teka-teki tersebut yaitu kuku. Wawangsalan contoh 3 mengandung makna bahwa seseorang itu sebaiknya tidak menyakiti orang lain tetapi kenyataannya suka biasa menyakiti. Hal tersebut diasosiasikan dengan kuku yang sebenarnya berfungsi bukan untuk menyakiti melainkan untuk melindungi jari; menggaruk, atau keindahan bagi perempuan; dan sebagainya. Namun, karena kuku tersebut keras dan kadang runcing akhirnya sering disalahgunakan untuk menyakiti orang lain seperti mencakar atau mencubit. Metafora pemindahan pengalaman dari fungsi kuku atau manfaat kuku dengan menyakiti berkaitan dengan hal-hal negatif yang diakibatkan seseorang yang menggunakan kuku bukan untuk hal positif. Contoh data 4 Dagangan pangrapet surat, Mun kitu abdi mah alim, (elem) dagangan untuk lem surat kalau begitu saya tak mau Pada wawangsalan contoh 4 larik pertama, sebenarnya secara tersirat atau tidak langsung sudah dapat diketahui jawabannya yaitu elem lem. Elem lem merupakan benda yang digunakan untuk merapatkan surat. Kata pangrapet memiliki fonem /e/ dan /im/ pada kata alim menjadi acuan untuk jawaban teka-teki yaitu elem. Elem lem merupakan benda yang terbuat dari tepung tapioka teksturnya kenyal dan lengket sehingga dapat merapatkan atau mengelem kertas. Jadi, sebenarnya lem sangat bermanfaat namun karena bentuknya yang lengket membuat orang enggan tangannya terkena langsung dengan lem. Pengalaman akan lem tersebut diasosiasikan kepada penutur bahwa sebenarnya seseorang itu tidak mau seperti lem yang bermakna lengket karena identik dengan hal negatif dan kotor apabila mengenai tangan. Oleh karena itu, untuk situasi tertentu kadang seseorang tidak mau atau justru menghindarinya yang dijelaskan dalam lari kedua Mun kitu abdi mah alim kalau begitu saya tak mau. Simpulan Sebuah wawangsalan mengandung makna yang dijelaskan secara tersirat. Mitra tutur hendaknya mencari kunci dari jawaban teka-teki dari beberapa fonem yang ada pada kata di 591

6 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra IIIbaris pertama dan kedua. Metafora menjadi salah satu cara mengungkapkan pesan yang ingin disampaikan penutur kepada mitra tutur. Pemakaian asosiasi benda berdasarkan pengalaman memudahkan mitra tutur memahami isi dari wawangsalan. Pesan moral kepada mitra tutur agar tidak melakukan perbuatan yang merugikan dan menyakiti orang lain menjadi salah satu amanat yang ingin disampaikan penutur. Wawangsalan sebagai bentuk sastra Sunda dapat menjadi alat untuk pembentukan karakter Bangsa dan kearifan lokal serta memberikan nilai edukatif yang baik bagi peserta didik. Selain itu, mitra tutur dituntut berpikir untuk mencari jawaban dari teka-teki meskipun akhirnya disebutkan jawaban teka-teki wawangsalan tersebut. Hal tersebut dapat memberikan stimulasi berpikir kreatif dan kritis. Daftar Pustaka Abrams, M, H A Glossary of Literary Term. New York: Holt Rinehart and Winston. Ardiwinata, dkk Tata Bahasa Sunda. Jakarta: Balai Pustaka. Dimyati, Moh Penelitian Kualitatif. Malang: IPTPI Cabang Malang. Djajasudarma, T. Fatimah Semantik 2 Pemahanan Ilmu Makna. Bandung: Re ika Aditama. Djajasudarma, T. Fatimah Tata Bahasa Acuan Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pegembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gunardi, Gugun Inferensi dan Referensi Wawangsalan Bahasa Sunda. Bandung: Sastra Unpad Press. Hadi, Ahmad Peperenian. Bandung: Geger Sunten. Rusyana, Yus Payungi Sastra. Bandung: Gunung Larang. Salmun, M. A Kandaga Kasustraan Sunda. Djakarta: Ganaco. Salmun, M. A Kandaga Tata Kalimah. Djakarta: Ganaco. Subroto, D. Edi Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Subroto, D. Edi Kajian Wawangsalan dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Departemen Pendidikan Nasional. 592

WAWANGSALAN BAHASA SUNDA

WAWANGSALAN BAHASA SUNDA WAWANGSALAN BAHASA SUNDA Gugun Gunardi adeugun@gmail.com Fakultas Sastera Universitas Padjadjaran Indonesia Abstrak Wawangsalan dalam bahasa Sunda merupakan susunan kata dalam bentuk teka-teki yang sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI NOVIA ESTI NINGSIH A 310 070 021 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sosiolinguistik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

DR407 TEORI SASTRA: S-1, 3 SKS, SEMESTER 2

DR407 TEORI SASTRA: S-1, 3 SKS, SEMESTER 2 DR407 TEORI SASTRA: S-1, 3 SKS, SEMESTER 2 Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah dari kelompok ilmu-ilmu sastra dan keahlian program studi. Setelah selesai perkuliahan ini mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab kesatu dari lima bab penulisan tesis ini akan dimulai dengan pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sekalipun. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain sebagai hiburan, penghilang stres, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan

I. PENDAHULUAN. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Kemampuan mengomunikasikan pikiran dan perasaan kepada pihak lain terwujud dalam kegiatan berbahasa. Di dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 201 BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Pada bab 6 ini akan diuraikan mengenai simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumny serta saran untuk penelitian selanjutnya. Adapun pembagiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau kelompok. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

SILABUS APRESIASI PROSA DR 428. Dr. Ruswendi Permana, M. Hum. Dr. Retty Isnendes, M.Hum. Dian Hendrayana, S.S., M.Pd. PROSEDUR PELAKSANAAN PERKULIAHAN

SILABUS APRESIASI PROSA DR 428. Dr. Ruswendi Permana, M. Hum. Dr. Retty Isnendes, M.Hum. Dian Hendrayana, S.S., M.Pd. PROSEDUR PELAKSANAAN PERKULIAHAN No.: FPBS/PM-7.1/07 SILABUS APRESIASI PROSA DR 428 Dr. Ruswendi Permana, M. Hum. Dr. Retty Isnendes, M.Hum. Dian Hendrayana, S.S., M.Pd. DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian secara umum, bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia yang berupa lambang bunyi melalui alat ucap yang dikeluarkannya akan memunculkan sebuah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ade Nur Eva, 2014 Wujud prinsip kerja sama wacana humor Pada buku watir (kajian pragmatik)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ade Nur Eva, 2014 Wujud prinsip kerja sama wacana humor Pada buku watir (kajian pragmatik) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi serta menyapaikan gagasan dan respon terhadap apa yang ia alami agar dapat bersosialisasi. Bloomfield (Sumarsono

Lebih terperinci

Kelas X MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA. Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan

Kelas X MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA. Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan Juli 2013 SILABUS Kelas X MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013 MATERI

Lebih terperinci

DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ

DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ 1 D A N G I A N G S U N D A V o l. 3 N o. 2 A g u s t u s 2015 DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ Nessa Fauzy Rahayu 1, Yayat Sudaryat 2, Hernawan 3 Nessa.fauzy@student.upi.edu,

Lebih terperinci

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School p-issn: 2477-3859 e-issn: 2477-3581 JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR The Journal of Innovation in Elementary Education http://jipd.uhamka.ac.id/index.php/jipd Volume 1 Number 1 November 2015 9-14 Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gambar 1.1 Permukaan Bulan Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan bulan saat malam hari, membuat malam menjadi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Kelas/Semester : II/ Pertemuan Ke- : Alokasi Waktu : x 5 menit Standar Kompetensi : Memahami pesan pendek dan dongeng yang dilisankan Kompetensi Dasar : Menceritakan kembali isi dongeng yang didengarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan di Universiatas Muhammadiah Purwokerto, yaitu sebagai berikut: Upaya

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan di Universiatas Muhammadiah Purwokerto, yaitu sebagai berikut: Upaya 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang kemampuan menulis pantun sebelumnya sudah pernah dilakukan di Universiatas Muhammadiah Purwokerto, yaitu sebagai berikut: Upaya Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puisi rakyat merupakan salah satu genre folklor lisan. Puisi rakyat memiliki arti sebagai kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia mempunyai kekayaan tradisi berupa budaya tulis (kitab, nota-perjanjian, stempel) dan budaya tutur (pantun, puisi tradisional,dongeng). Penikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang telah disempurnakan lagi. Kurikulum Nasional disiapkan untuk mencetak generasi yang siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek 188 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek masuk ke dalam bentuk folklor lisan yaitu nyanyian rakyat. Tetapi, teks dari lagu ini sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ragam kebudayaan di Indonesia yang dapat menunjukan identitas budaya pemiliknya ialah folklor. Menurut Danandjaja (1984:2), folklor didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua;

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua; BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian metafora merupakan analogi atau perbandingan suatu yang memiliki kemiripan dengan sesuatu yang lainya. Sebagai contoh sifat manusia yang dianalogikan atau diperbandingkan

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Kania Pratiwi Sakura Ridwan Aulia Rahmawati Abstrak. Penelitian ini bertujuan memahami secara

Lebih terperinci

Umumna mah tatarucingan téh dikedalkeun bari gogonjakan atawa heureuy. Biasana bari silih tempas. Tatarucingan baheula mah piwajabenana téh tukuh

Umumna mah tatarucingan téh dikedalkeun bari gogonjakan atawa heureuy. Biasana bari silih tempas. Tatarucingan baheula mah piwajabenana téh tukuh Tatarucingan Harti Tatarucingan Tatarucingan atawa baheula mah sok disebut turucing atawa tuturucingan, Numutkeun katerangan anu kapanggih dina basa sunda susunan R.Satjadibrata, tatarucingan téh omongan-omongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi 1. Puisi baru yang berisi tentang cerita adalah. SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal 11.1 Himne Balada Epigram Elegi Kunci Jawaban : B Himne yaitu puisi yang digunakan sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

GERAM (Gerakan Aktif Menulis) P-ISSN Volume 5, Nomor 1, Juni 2017 E-ISSN X

GERAM (Gerakan Aktif Menulis) P-ISSN Volume 5, Nomor 1, Juni 2017 E-ISSN X MAKNA IDIOMATIK REPETISI PADA KUMPULAN PUISI PEREMPUAN WALI KOTA KARYA SURYATATI A MANAN Muhammad Zulfadhli Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia muhammadzulfadhli@student.upi.edu ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN A. SIMPULAN

BAB V SIMPULAN A. SIMPULAN 219 BAB V SIMPULAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis Keesaan Tuhan dalam Mantra Sahadat Sunda Di Kecamatan Cikarang Timur Kabupaten Bekasi, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1) Simpulan Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di wilayah Jawa Barat adalah mata pelajaran bahasa Sunda. Mata pelajaran ini diajarkan dengan maksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi. Modul ke: BAHASA INDONESIA UMB Penulisan Kata (Diksi) Fakultas Psikologi Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Definisi Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau diksi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kata dalam bahasa yang diucapkan mengandung makna atau arti. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kata dalam bahasa yang diucapkan mengandung makna atau arti. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kata dalam bahasa yang diucapkan mengandung makna atau arti. Salah satu bidang linguistik yang mengkaji tentang makna adalah semantik. Menurut Pateda (2010:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan (Golden Age) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Nama Judul : Endang Dwi Suryawati : Kemetaforaan dalam lirik lagu dangdut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roman Jacobson (dalam Tarigan, 1987:11) menyebutkan dua fungsi bahasa, yaitu fungsi

Lebih terperinci

2015 KONSEP PERCAYA DIRI PEREMPUAN SUNDA DALAM JANGJAWOKAN PARANTI DISAMPING

2015 KONSEP PERCAYA DIRI PEREMPUAN SUNDA DALAM JANGJAWOKAN PARANTI DISAMPING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat Sunda istilah mantra dikenal dengan berbagai sebutan, diantaranya jangjawokan dan jampe. Bahkan Wibisana dkk. Menggunakan istilah ajimantra yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa berbahasa. Sebagian orang menggunakan bahasa lisan atau tulisan dengan menggunakan kata-kata yang jelas

Lebih terperinci

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

KAJIAN SEMANTIK LEKSIKAL PADA ANTOLOGI CERPEN BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai Derajat Sarjana S-1

KAJIAN SEMANTIK LEKSIKAL PADA ANTOLOGI CERPEN BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 KAJIAN SEMANTIK LEKSIKAL PADA ANTOLOGI CERPEN BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh : ANGGUN SRI YUDHIASTUTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang selalu digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebagai alat komunikasi verbal bahasa merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bab ini terdapat pemaparan mengenai dua subbab, yaitu subbab simpulan serta subbab implikasi dan rekomendasi. Pada subbab simpulan terdapat pemaparan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII MTS DINIYAH PUTERI PEKANBARU

KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII MTS DINIYAH PUTERI PEKANBARU KEMAMPUAN MENULIS PANTUN SISWA KELAS VII MTS DINIYAH PUTERI PEKANBARU Yessi Alvinur Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT This study entitled a study

Lebih terperinci

Mencermati Kata, Kalimat dan Paragraf dalam Penulisan Ilmiah (part 1) By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep

Mencermati Kata, Kalimat dan Paragraf dalam Penulisan Ilmiah (part 1) By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep Mencermati Kata, Kalimat dan Paragraf dalam Penulisan Ilmiah (part 1) By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep I. MENCERMATI KATA Pendahuluan Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi untuk menyampaikan gagasan atau

Lebih terperinci

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS LANCANG KUNING 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kreatif dan berbudaya adalah keterampilan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PENGACUAN (REFERENSI) DALAM LAGU SERINGAI PADA ALBUM SERIGALA MILITIA

BENTUK-BENTUK PENGACUAN (REFERENSI) DALAM LAGU SERINGAI PADA ALBUM SERIGALA MILITIA BENTUK-BENTUK PENGACUAN (REFERENSI) DALAM LAGU SERINGAI PADA ALBUM SERIGALA MILITIA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Purwo menjelaskan bahwa sebuah kata dapat dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan juga tergantung

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK)

ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK) ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 \

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, baik untuk bertutur maupun untuk memahami atau mengapresiasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, baik untuk bertutur maupun untuk memahami atau mengapresiasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat Indonesia pada dasarnya berwajah ganda, yaitu sebagai alat pendidikan nasional di satu pihak dan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

Pemertahanan Bahasa Ibu dan Pendidikan Nasional. A Chaedar Alwasilah UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)

Pemertahanan Bahasa Ibu dan Pendidikan Nasional. A Chaedar Alwasilah UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) Pemertahanan Bahasa Ibu dan Pendidikan Nasional A Chaedar Alwasilah UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) chaedar_alwasilah@upi.edu Potensi Bahasa Ibu/daerah (BD) Secara psikologis, BD adalah alat berpikir.

Lebih terperinci

Glosarium audiens aktif alur bahasa efektif bagan diskusi drama grafik gagasan utama karakteristik karya ilmiah lisan lingkungan moderator

Glosarium audiens aktif alur bahasa efektif bagan diskusi drama grafik gagasan utama karakteristik karya ilmiah lisan lingkungan moderator Glosarium audiens pendengar aktif seseorang yang memerankan tokoh lain alur unsur intrisik yang berupa jalan cerita membangun karya novel bahasa efektif bahasa yang mudah dimengerti pendengar bagan skema

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota.

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota. 1. Perhatikan pantun berikut!! Hati hatilah menyeberang Jangan sampai titian patah Hati hatilah di rantau orang Jangan sampai berbuat salah SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013

KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 KEMAMPUAN MENULIS SYAIR MAHASISSWA SEMESTER VI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2012/2013 ARTIKEL E-JOURNAL

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tradisional yang berupa sejenis teka-teki, namun suku kata yang menjadi jawaban

BAB VI PENUTUP. tradisional yang berupa sejenis teka-teki, namun suku kata yang menjadi jawaban BAB VI PENUTUP 5.1 Simpulan Wangsalan secara umum didefinisikan sebagai salah satu genre sastra tradisional yang berupa sejenis teka-teki, namun suku kata yang menjadi jawaban teka-teki tersebut, turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berpengaruh penting untuk perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa. Materi pelajaran yang diajarkan disajikan melalui bahasa, oleh karena itu bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya di dunia manusia mengalami banyak peristiwa baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Terkadang beberapa

Lebih terperinci