BAB I PENDAHULUAN. jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara luar anggota ASEAN maupun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara luar anggota ASEAN maupun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pariwisata di kawasan ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan, peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara luar anggota ASEAN maupun kunjungan wisatawan sesama negara anggota ASEAN 1. Selain hal tersebut, menurut data United Nations World Tourism Organization (UNWTO), ASEAN merupakan kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan jumlah wisatawan asing tertinggi di dunia pada tahun 2013 dimana dengan pertumbuhan 12% dan jumlah wisatawan asing mencapai 90,2 juta 2 menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai penyumbah 7,3% dari total wisatawan asing 3. Dengan prospek pertumbuhan kunjungan wisatawan asing ke Asia Tenggara diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 % dari total kunjungan wisatwan asing pada tahun Oleh karena itu, dalam rangka mendorong pertumbuhan pariwisata di kawasan ASEAN, dibentuk pertemuan mentri pariwisata atau yang berhubungan dengan dunia wisata se-asean) guna menekankan pentingnya kerjasama dan pembangunan pariwisata ASEAN integrasi kawasan melalui sektor pariwisata dimana ASEAN 1 ASEAN Secretariat, Tourism Statistics (online), diakses pada 3 Januari World Tourism Organization (UNWTO).UNWTO Tourism Highlights 2014 Edition. UNWTO: Madrid. p.2 3 Buletin Komunitas ASEAN Ditektorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI,Jakarta,2014, Edisi 5 Agustus 2014 hal

2 sebagai destinasi tunggal sejalan dengan visi ASEAN Economic Community (AEC) World Travel and Tourism Council (WTTC) memperkirakan bahwa kebijakan fasilitasi visa dapat menambah kunjungan wisatawan sebesar 6 s.d 10 juta wisatawan ke ASEAN pada tahun 2016 dan akan meningkatkan pendapatan sebesar USD 7 s.d. 10 juta. Pada tahun 2013 menurut data statistik ASEAN jumlah kunjungan wisata ke negara negara ASEAN sejak tahun 1991 mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana 99,2 juta wisatawan baik wisatawan regional maupun internasional 4, menjadikan ASEAN sebagai tujuan wisata yang sangat dimintai sebagi tujuan kunjungan wisatanya. Selain unsur fasilitas pendukung serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebagaimana yang dipaparkan diatas, kemajuan penting dalam pengembangan ASEAN ini adalah pengembangan kualitas standar pendukung kunjungan wisata seperti pengelolaan sanitasi, hotel yang ramah lingkungan, pelayanan hotel lainnya hingga proses sertifikasi hal tersebut sebagai upaya peningkatan kualitas SDM, kualitas pelayanan dan kualitas fasilitas pendukung di tataran kawasan. Negara negara di ASEAN khususnya Thailand, Singapura, Malysia dan Indonesia khususnya menjadi salah satu tujuan wisata dunia, hal tersebut diperkuat dengan semangat regionalisme pariwisata ASEAN yang tergabung dalam ASEAN Tourism Ministers Meeting (M-ATM) yang menjadi pendorong dalam pertumbuhan 4 ASEAN Secretariat, Overview ASEAN Tourism Ministers Meeting (M-ATM), (online), < diakses January 3,2015 2

3 ekonomi negara negara ASEAN khususnya dalam semangat Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 serta tujuannya untuk mendorong industri pariwisata salah satunya untuk meningkatkan Foreign Tourists Arrival (FTA) dan mengkoordinir masalah masalah perkembangan pariwisata ASEAN. Kemudian, peningkatan dan progresfitas pariwisata ASEAN tersebut salah satunya didukung oleh beberapa program hasil dari kebijakan kebijakan yang telah dirumuskan dalam pertemuan M-ATM setia tahunnya sejak tahun 1996 hingga tahun 2015, sebagai bagian dari upaya merealisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang setiap tahunnya terus diperbaharui sebagai bagian dari upaya pembahauan pariwisata ASEAN. Oleh karena itu, M-ATM mengeluarkan kebijakan kebijakan perihal pembangunan dan kerjasama pariwisata ASEAN dalam bentuk strategi staregi, rekomendasi rekomendasi dan program pengembangan wisata lainnya dalam mendorong pengembangan ekonomi melalui industri pariwisata ASEAN, sehingga menarik bagi peneliti untuk mengkaji kebijakan kebijakan tersebut dan memiliki hubungan terhadap regonalisme ASEAN. Dengan latar belakang tersebut dan dengan meninjau peran M-ATM dalam pengembangan dan kerjasama pariwisata ASEAN, maka penulis hendak meneliti bagaimana peranan dan signfikansi kebijakan kebijakan M-ATM dalam regionalisme ASEAN, pada penulisan tulisan ini,penulis membicarakan bagaimana proses integrasi kawasan ASEAN melalaui sektor pariwsata ASEAN dengan menganalisis kebijakan kebijakan yang dirumuskan oleh M-ATM dan penulis membatasi penulisan ini tidak berbicara distribusi kekuasaan negara negara 3

4 ASEAN. Selain itu, hal tersebut menarik untuk diteliti, terlebih ketika belum banyaknya analisis perihal pengaruh pariwisata terhadap regionalisme suatu kawasan khususnya ASEAN Rumusan Masalah Mengacu pada perkembangan kebijakan kebijakan yang telah dirumuskan dalam M-ATM tiap pertemuannya, penulis mengajukan pertanyaan penelitan berikut : Bagaimana peran dan signifikasi M-ATM melalui kebijakan kebijakan yang dirumuskan dan dijalankan oleh M-ATM dalam kerjasama pariwisata sebagai upaya mendukung proses regionalisme di ASEAN? 1.3. Reviu Literatur Penulisan penelitian ini secara umum akan mengambil studi literatur mengenai pengaruh pariwisata terhadap regionalisme ASEAN. Literatur pertama berjudul Tourism and Regional Integration in Southeast Asia yang ditulis oleh Vannarith Chheang. Dalam tulisannya, Chheang memaparkan kerjasama regional khususnya dalam pembangunan sektor pariwisata dalam konteks globalisasi dan regionalisme telah menjadi perhatian dalam hubungannya antara ekonomi dan politik, terlebih kerjasama regional ASEAN dimana pembangunan pariwisata menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan tersebut dalam tulisan Vannarith 5 dimana penulis menjadikan tulisannya menjadi bagian dari tinjauan pustaka terlebih 5 Vannarith,Chheang, Tourism and Regional Integration in Southeast Asia, Institute of Developing Economics Japan External Trade Organization, V.R.F Series, Vol.481, May pp 1-3 4

5 dalam tulisannya bagaimana hubungan antara industri pariwisata dan regionalisme di Asia Tenggara. Hubungan antara kerjasama regionalisme dan pengembanagan pariwisata memiliki hubungan sebab akibat satu sama lainnya dimana hubungan tersebut saling menguatkan satu sama lainnya dimana manfaat dan dorongan dari sektor industri pariwisata mendorong sektor ekonomi lainnya yang telah membentuk spillover effect. Gagasan yang dapat dipelajari dari kerjasama dan integrasi di kawasan Asia Tenggara adalah bahwasanya pariwisata merupakan salah satu kunci dalam dunia industri yang saling interdependesinya antar negara dikawasan tersebut melalui tiga dimensi yaitu interdependensi warga negara (masyarakat), lembaga, dan infrastruktur. Kerjasama kepariwisataan tersebut tersebar melalui produk produk wisata regional dan kepentingan di kawasan dimana hal tersebut menjadi komoditas utama didorong dengan konsep fleksibelitas dengan sektor pariwisata dari pada sektor lainnya. Saling ketergantungan terhadap produk produk wisata dan saling keterhubungan pelayanan jasa wisata didukung infrastruktur menjadi tujuan dari kejasama kawasan. Kerjasama regional ASEAN dilatarbelakangi tidak hanya oleh aspek ekonomi saja namun jauh sebelumnya kerjasama di kawasan ini didorong oleh beberapa faktor diantaranya faktor norma, budaya, sistem ekonomi dan politik, dengan keberagaman di kawasan Asia Tenggara. Sejak berakhirnya Perang Dingin maka terdoronglah di kawasan khususnya Asia-Pasifik dalam mendorong kerjasama internasional khususnya kerjasama dan integrasi kawasan dimana kerjasama tersebut memiliki 5

6 dampak dalam memperluas jaringan baik secara geostrategik maupun sosio-ekonomi di kawasan yang telah membuat interdependesi ekonomi dan keterhubungan baik secara nasional maupun regional. Hubungan yang saling berkaitan antara politik, ekonomi, sosial dan norma baik nasional maupun regional tersebut mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan yang potensial di dunia internasional dimana kawasan tersebut membawa ASEAN mewujudkan komunitas kerjasama regional dan harmonisasi kawasan karena bahwasannya kerjasama kawasan merupakan upaya membentuk persatuan negara negara di kawasan dengan keberagamannya untuk membentuk persatuan dengan semangat satu visi dan satu indentitas dalam arti, kerjasama kawasan turut membentuk kawasan yang sejahtera dan damai. Keberagaman ASEAN memiliki potensi dalam mendorong industri pariwisata dunia sebagai kunci dalam menghubungkan antara keberagaman tersebut. Maka Vannarith menganalisis dinamika hubungan antara pengembangan pariwisata dengan regionalisme ASEAN. Industri pariwisata merupakan bagian dari kerjasama sektor ekonomi di kawasan dengan harapan bahwa negara negara anggota ASEAN dengan pembangunan industri pariwisata ini dapat mendorong jaringan saling interdependesi kepentingan di kawasan yang saling terintegrasi antar negara negara anggota. Interdependesi dan integrasi tersebut dapat dipahami dengan meningkatnya konsesus diatara pemimpin pemimpin ASEAN atau stakeholder lainnya yang berhubungan dengan sektor pariwisata dalam mendorong dan memperkuat kerjasama regional melalui pengembangan pariwisata dengan tujuan untuk membuka pasar industri pariwisata dibawah kerangka win win cooperative partnerships diantara 6

7 negara negara ASEAN. Seperti contohnya Mentri Pariwisata Malaysia pada tahun 2012 menyatakan bahwa tujuan terpenting dalam kerjasama pariwisata ASEAN adalah penguatan kerjasama regional dalam bentuk pembanguan produk produk dan jasa pariwisata dengan membuka dan meningkatkan kunjungan di kawasan Asia Pasifik. Maka, kerjasama regional dalam rangka promosi industri pariwisata dan kunjungan wisatawan di ASEAN telah terjadi peningkatan dalam dekade terakhir tercatat terjadi peningkatan dari dimana jumlah wisatwan dari 20 juta wisatawan meningkat menjadi 81.2 juta wisatawan. Namun yang harus diperhatikan adalah pariwisata tidak terlepas dari masalah internal dan eksternal seperti konflik internasional, terorisme, wabah penyakit seperti contoh penyebaran visrus Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada awal tahun 2000an memiliki dampak yang serius terhadap industri pariwisata, selain maslaah SARS konflik antara Kamboja dan Thailand di wilayah Kuil Preah Vihear berdampak pula pada industri pariwisata khsusnya bagi dua negara. Oleh karena nya industri pariwisata perlu usaha mekanisme preventif dan sistem manajemen krisis sebagai kebutuhan kawasan dalam koordinasi dalam sektor keamanan dalam upaya menciptakan lingkungan yang baik karena kerjasama pariwisata dapat mendorong kombinasi political will negara negara di kawasan dengan sektor lainnya salah satunya adalah koordinasi dengan sektor keamanan guna memaksimalkan pelayanan dalam bentuk security and safety bagi wisatawan internasional di kawasan Asia Tenggara. 7

8 Literatur kedua dalam tulisan Jackson 6 membahas studi empiris perihal hubungan regionalisme dengan pariwisata dalam tulisannya yang berjudul Reconsidering the Silk Road: Tourism in the context of Regionalism and Trade Patterns dimana sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua dimana meluasnya paradigma regionalisme atau integrasi kawasan memiliki keterikatan salah satunya hubungan regionalisme dengan sektor pariwisata dalam tulisan tersebut Jackson menjelaskan pariwisata memiliki potensi dalam perkembangan atau pertumbunhan ekonomi pada suatu negara khsusnya bagi negara negara berkembang. Negara negara berkembang tersebut dapat memperluas jaringan ekonominya melalui pariwisata lintas negara maupun lintas benua dengan dan pariwisata sebagai komoditas jasa yang memiliki implikasi terhadap pendapatan terhadap suatu negara melalui sirkulasi mata uang, biaya transportasi, pertukaran jasa berupa kunjungan wisata, jasa penyedia travel, makanan, akomodasi dll menjadi unsur unsur dalam komoditas sektor pariwisata tersebut. Dengan adanya arus barang dan jasa tersebut pariwisata memiliki peran dalam regionalisme yaitu perjanjian perjanian dalam integrasi kawasan melibatkan berbagai perubahan kebijakan, ketika penurunan hambatan perdagangan barang dan jasa sehingga Jackson mempertegas bahwa parwisata merupakan sebagai driver atau penggerak dalam integrasi kawasan dengan kata lain regionalisme memiliki hubungan dengan sektor pariwisata dalam bentuk perdagangan barang dan jasa 6 Jackson, Karen, Reconsidering the Silk Road: Tourism in the context of Regionalism and Trade Patterns (online) < hal diakses pada 19 Juni

9 pariwisata, mobilitas sebagai penunjang dalam pariwisata, monetary union dan kesatuan politik bagi negara negara yang terlibat. Namun, dalam tulisan tersebut Jackson menekankan perlunya penelitian lebih lanjut perihal hubungan sektor pariwista terhadap intgrasi suatu kawasan. dalam tulisan ini Jakcson mengambil studi kasus salah satunya di negara negara Timur Tengah, dimana menurut data tersebut dipaparkan adanya integrasi antara jumlah wisatawan dengan ekspor dan impor di Mesir, Yordania, Suria, dan Tunisia, maka ringkasnya terdapat kausalitas atau hubungan antara jumlah wisatawan yang berkunjung ke negara negara tersbut terhadap impor barang ke Mesir, Suriah bahkan Malaysia. Literatur ketiga data Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI memparkan dalam tulisannya yang berjudul Asian Tourism Forum: Memanfaatkan Momentum Pertumbuhan Industri Pariwisata ASEAN 7 bahwa ASEAN Tourism Forum sebagai forum pariwisata terbesar di ASEAN menegaskan kembali peran kerjasama pariwisata antara pemerintah dan pihak swasta dalam memfasilitasi pembangunan, ekonomi, pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN. Selaras dengan tujuan pertemuan ASEAN Tourism Forum (ATF) tersebut diantraanya mempromosikan ASEAN sebagai tujuan yang menarik dan memiliki banyak sisi, menciptakan dan meningkatkan kesadaran bahwa ASEAN sebagai kawasan tujuan turis yang kompetitif di Asia Pasifik, menarik lebih banyak turis ke masing- masing negara anggota ASEAN dengan kombinasi antar 7 Buletin Komunitas ASEAN Ditektorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI,Jakarta,2014, Edisi 5 Agustus 2014 hal 62-63,hal

10 negara, mempromosikan perjalanan wisata internal ASEAN, memperkuat kerja sama antar sektor dalam industri wisata ASEAN. Dalam ATF 2014, kemudian yang menjadi perhatian fokus adalah menekankan pentingnya akselerasi implementasi dari Master Plan of ASEAN Connectivity dan ASEAN Tourism Strategic Plan dalam rangka mendukung pencapaian ASEAN Economic Community Dengan kata lain, sektor pariwsata menjadi salah satu pendorong dalam proses integrasi kawasan atau guna mencapai ASEAN Economic Community Literatur keempat yaitu tulisan Sridhara yang berjudul Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia. Sridhara menegaskan bahwa proses regionalisme merupakan sebagai konsep yang mengakumulasi beberapa kategori yaitu regionalisasi, identitas dan kesadaran regional, kerjasama antar negara kawasan, mendorong integrasi ekonomi kawasan dan kohesi regional 8. Preferensi kawasan dapat memperkuat keberlangsungan ekspor, penyediaan jaminan dalam masalah persengketaan, mendorong liberalisasi dan nilai daya saing dari liberalisasi tersebut. Sridharan menekankan inti dari proses regionalisme adalah bagaimana kawasan tersebut mendorong yang lebih terhadap proposi perdagangan dan investasi kawasan. Integrasi kawasan mendorong perdagangan dan investasi sebagai upaya menciptakan kegiatan produksi yang efisien melalui penurunan biaya transaksi guna mencapai tujuan kegiatan ekonomi yang proporsional bagi kawasan tersebut, mendorong efisiensi setiap kegiatan perdagannag maupun investasi di kawasan tersebut, 8 Sridharan, Kripa, Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore,2007 hal

11 memperkuat kompetisi antar negara negara tersebut, menarik investasi serta menciptakan lapangan kerja. Meskipun regionalisme menekankan petingnya akan aspek ekonomi dalam mendorong negara negara di kawasan untuk saling terindependensi antara satu negara dengan negara yang lain, namun dalam proses regionalisme faktor nonekonomi seperti politik dan sosial memiliki peranan dalam mendorong tercapainya suatu integrasi di sebuah kawasan. Dalam konteksnya pariwisata sebagai sektor pendorong regionalisme ASEAN dimana pariwisata merupakan kunci pertumbuhan perkembangan perekonomian ASEAN. Kemudian yang terakhir adalah lilatur yang kelima tulisan Christiansen dalam tulisannya European Integration dalam buku The Globalization of World Politics (An Introduction to International Relations) menjelaskan parameter atau indikator regionalisme dalam suatu kawasan 9. Tulisan Christiansen dengan meninjau proses integrasi kawasan dalam bentuk regionalisme di kawasan Eropa atau EU, hemat Christiansen memaparkan proses integrasi dimulai dari sektor ekonomi yaitu sektor baja dan batur bara melalui regulasi produksi bagi negara negara anggota dan menciptakan lembaga supranasional, kemudian proses integasi selanjutnya adalah membentuk sebuah common market atau pasar tunggal sebagaimana kesepakatan sektor yang telah disepakati oleh negara negara anggota. Setelah terjadi 9 Christiansen, Thomas, European Integration dalam Baylis,John and Steven Smith (ed.), The Globalization of World Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal

12 kesepakatan perihal regulasi dalam menciptakan pasar tunggal di kawasan Eropa, negara negara anggota mendorong penghapusan hambatan mobilitas manusia, barang, jasa dan modal serta mendorongnya kerjasama internasional. Pemberlakuan mata uang tunggal kawasan Uni Eropa memperkuat sistem moneter dan keuangan kawasan tersebut didukung oleh penyatuan politik, ekonomi, keadilan yang mengikat pilar integrasi kawasan Uni Eropa hingga terciptanya regionalisme di kawasan Eropa.Kemudian Christiansen menekankan proses regionalisme merupakan dimana negara negara yang ada dalam suatu kawasan bersepakat untuk mengintegrasikan aspek potensial ekonomi di kawasan tersebut dengan menciptakan kawasan pasar bebas, menciptakan pasar tunggal sehingga terdorongnya negara negara kawasan tersebut untuk mendorong terciptanya sebuah integrasi kawasan melalui aspek ekonomi. Namun jika penulis membandingkan secara sederhana proses integrasi di beberapa kawasan di dunia seperti regionalisme NAFTA, APEC dan MERCOSUR dimana terdapat perbedaan proses integrasi kawasan yang memiiki karakter khas masing masing diantara kawasan kawasan tersebut. Seperti proses regionalisme di Uni Eropa sebagaiman dipaparkan sebelumnya, proses regionalisme dikawasan tersebut melalui proses instutusionalisisasi dalam kerjasama suatu sektor ekonomi di kawasan tersebut dalam bentuk pasar tunggal, berbeda karakter khas proses regionalisme NAFTA dimana regiionalisme yang didorong oleh Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko mendorong terciptanya perdagangan bebas melalui pengurangan hambatan dalam perdagangan barang dan jasa yang menjadi ciri khas 12

13 regionalisme NAFTA adalah dimana adanya suatu kesepakatan dalam kerjasam bidang tenga kerja sebagai bagian peningkatan kualitas sosial di kawasan tersebut dimana kewenangan perihal tenaga kerja seperti standar buruh berada dalam kewenangan nasional kawasan tersebut dengan kata lain permasalahan tenaga kerja di kawasan tersebut tidak menjadi wewenang otoritas kawasan secara keseluruhan namun otoritas tersebut dominan berada pada otoritas domestik kawasan. Kemudian regionalisme di kawasan Asia Pasifik atau APEC meribelarisasi perdagangan bebasnya dengan menurunkan tarif dan proses negiosiasinya pun berada di bawah kewenangan WTO. Melihat beranekaragamnya bentuk regionalisme di beberapa kawasan maka Christiansen memberikan beberapa parameter proses integrasi dalam suatu kawasan 10 yaitu pertama, adanya institusi supransional atau antar pemerintahan yang mendorong tindakan kebijakan kerjasama suatu kawasan. Kedua, adanya bentuk bagaimana suatu kawasan mengambil atau membuat suatu keputusan. Ketiga, adanya suatu kewenangan atau otoritas yang menanggulangi sengketa. Keempat berkembangknya kerjasama ekonomi yang berpengaruh pada aspek politik, sosial dan budaya. Kelima menekankan pada perdagangan, investasi dan aspek ekonomi lainnya. Keenam adanya nilai demokratis dalam setiap pengambilan keputusan. Ketujuh kerjasama dan koordinasi eksternal dalam partisipasi perdagangan multilateral. 10 Christiansen, Thomas, European Integration dalam Baylis,John and Steven Smith (ed.), The Globalization of World Politics ( An Introduction to International Relations Third Edition, Oxford UP, 2005 hal

14 Sebagaimana halnya literatur yang telah dipaparkan sebelumnya penelitian yang akan dilakukan penulis juga akan membahas peran dan signifikansi kebijakan kebijakan M-ATM terhadap proses regionalisme ASEAN. Perbedaan dengan literatur sebelumnya penelitian ini akan mencoba mengkaji secara fokus terhadap peran kerjasama antar negara melalui M-ATM dalam kerjasama pariwisata ASEAN untuk mendukung proses regionalisme di ASEAN. Menurut penulis,penting untuk memahami peran dan sognifikansi M-ATM terhadap regionalisme ASEAN secara keseluruhan sehingga peneliti akan melengkapi analisis kajian pengaruh sektor pariwisata terhadap regionalisme kawasan dan kemudian penulis dapat memberikan rekomendasi terhadap studi integrasi kawasan dalam hubungan internasional Kerangka Konseptual Regionalisme Ambarawati memaparkan sejak akhir tahun 1960, negara negara berdaulat yang memiliki paham nasioalis menghadapi tantangan dimana interdependensi antar negara negara tersebut semakin meluas hingga beberapa dekade selanjutnya, maka regionalisme menjadi benang merah antara negara negara tersebut dengan interdependensi global 11. Para teoritis regionalisme mengajukan beberapa bentuk integrasi kawasan, salah satunya yang dikemukakan Mansbach dimana regionalisme merupakan pengelompokan suatu kawasan yang dapat dianalisis dari basis kedekatan 11 Asrudin,Mirza Jaka Suryana, dkk, Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional ke Kontemporer), Graha Ilmu; Yogyakarta, 2009 hal

15 geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan atau interdependesi ekonomi yang bersiat mutualisme, komunikatif serta keikutsertaan dalam organisasi internasional 12. Suatu wilayah dapat dikatakan kawasan atau region jika memiliki suatu kriteria diantaranya memiliki kemiripan sosiokultural, memiliki kemiripan dalam sikap politik, memiliki keanggotaan yang sama dalam organisasi organisasi antar pemerintah dalam suatu kawasan, memiliki interdependensi ekonomi yang dapat diukur dengan kriteria perdagangan sebagai proporsi pendapatan nasional negara negara dalam kawasan tersebut. Serta memiliki kedekatan secara geografis yang dapat diukur dengan jarak terbang antara ibukota ibu kota negara negara tersebut sebagai instrument konektivitas antar negara. Hal terpenting dalam kajian regionalime ini adalah mengkaji keeratan antar negara, struktur dalam pekasanaan politik serta semangat kebersamaan yang mendorong meningkatnya kerjasama kawasan tersebut. Suatu sekumpulan negara dalam suatu kawasan dapat berregionalisme sebagaimana yang terjadi proses regionalisme di Eropa pada dasarnya menempuh proses regionalisme. Andrew Hurrel menjelaskan proses regionalisme tersebut terdiri dari lima tahapan 13 yaitu pertama, regionalisasi dimana proses integrasi dalam suatu kawasan mealui interaksi sosial dan ekonomi dengan negara negara 12 S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.), Regionalisme : Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2014 hal S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.), hal

16 tetangga yang berada dikawasan tersebut melalui serangkian kerjasama. Hal terpenting dalam proses regionalisasi adalah adanya integrasi ekonomi yang mendorong meingkatnya arus mobilitas antar warga negara, perkembangan jaringan sosial melalui sikap politik dari suatu wilayah ke wilayah lainnya dengan mudah sehingga terciptanya suatu mayarakat transnasional melalui terciptanya komunitas negara dengan memunculkan bentuk bentuk identitas baru dari kebijakan kebijakan para aktor khususnya negara. Kemudian proses regionalisasi didukung peran aktor aktor non pemerintahan seperti perusahan perusahaan yang bergerak dibidang ekonomi sebagaimana kecenderungan kerjasam antar negara. Kedua, kesadaran dan identtas regional dimana suatu kawasan dapat dipahami memiliki kedaran identitas kawasan jika suatu kawasan tersebut memiliki karakter seperti sebuah komunitas yang menonjolkan segi segi tertentu dan mengabaikan hal lainnya dimana kesadaran tersebut memiliki kesamaan dalam kerangka budaya, sejarah atau tradisi agama, dimana semangat komunitas sendiri adalah bukan kami atau mereka namun konsep komunitas sendiri yaitu kita 14. Ketiga, kerjasama kawasan antar negara mendorong interdependensi termasuk proses negosiasi bilateral hingga terbentuknya rezim yang terus dikembangkan dalam memelihara kesejahteraan, meningkatkan nilai nilai kebersamaan serta memecahkan 14 Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara ; Teropong terhadap dinamika,realitas, dan masa depan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hal.7 16

17 masalah bersama yang timbul dari meningkatnya tingkat interdependensi kawasan. Kemudian yang keempat, integrasi kawasan yang didukung negara, integrasi kawasan melibatkan pembuatan kebijakan kebijakan khusus oleh pemerintah yang disusun untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan hambatan dalam pertukaran baik barang, jasa ataupun manusia disertai pada tahap awal integrasi pada umumnya cenderung berpusat pada pengurangan hambatan perdagangan dan pembentukan custom union yang kemudian berlangsung pada perluasan penghapusan hambatan non-tarif,regulasi pasar pengembangan kebijakan bersama baik pada tataran mikro maupun makro. Kelima, kohensi regional dimana proses regionalisme sebelumnya hematnya adalah mengarahkan pada terbentuknya suatu unit kawasan yang kohesif atau terpadu / terintegrasi antara negara satu dengan negara lainnya melalui pembentukan organisasi regional supranasional secara bertahap dalam konteks semakin mendalamnya integrasi ekonomi atau dengan kata lain tujuan akhir dari regionalisme adalah integrasi kawasan Neo-fungsionalisme Dalam kerangka konsep penelitian ini penulis menggunakan perspektif neo-fungsionalism, sebagaimana yang dijelaskan Ambarawati bahwa Neofungsionalisme merupakan bentuk integrasi yang memerlukan bebereapa 17

18 prakondisi untuk mencapai komunitas supra-nasional 15, dari prakondisi tersebut lahirnya strategi yang menitikberatkan pada proses kerjasama dalam bentuk perumusan perumusan keputusan serta sikap para elit dalam memperhitungkan kemajuan menuju integrasi. Selain itu, neofungsionalisme merupakan bagian dari perpektif teori regionalisme, teori yang dikembangkan oleh Ernst B. Haas. Haas 16 menekankan bahwa neofungsionalisme merupakan integrasi akan menjadi terus menerus membentuk dan mengembangkan diri dengan melengkapi semua hal yang diperluakan dalam proses kehidupannya ( self-sustaining) dan bersifat spill over atau terjadi peningkatan keperayaan pada pusat otoritas dari para anggota dalam mengambil keputusan disertai dengan meningkatnya jumlah cangkupan isu atau permasalahan yang hendak diselesaikan bersama dalam institusi tersebut. Adapun spilover tersebut adalah spill over fungsional dimana unit unit kecil yang terlibat dalam integrasi akan menciptakan permasalahan permasalahan baru yang hanya bisa dipecahkan melalui kerjasama lebih lanjut serta meningkatnya kompleksitas interdependensi akan mendorong aktor aktor state untuk memperluas kerja sama ke sektor sektor yang lebih luas dimana kelompok kelompok pendorong aktor state tersebut dapat mendorong terbentuknya integrasi yang lebih lanjut guna mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi yang lebih besar. Dengan spill over effect 15 Asrudin,Mirza Jaka Suryana, dkk, Refleksi Teori Hubungan Internasional (Dari Tradisional ke Kontemporer), Graha Ilmu; Yogyakarta, 2009 hal S, Nuraeini, Deasy Silvya dan arifin Sudirman (ed.) hal

19 sebagai konsep regionalisme dalam proses integrasi suatu kawasan, sebagaimana yang dipaparkan Ben Rosamond 17 dalam tulisannya Theories of European Integration bahwa teori neo-fungsionalisme, bagaimana proses integrasi kawasan terjadi. Dalam tulisan Rosamond tersebut memaparkan integrasi kawasan menurut Haas memaparkan spillover merupakan cara dalam menciptakan kerjasama kawasan guna mencapai integrasi kawasan bermula dari sektor ekonomi yang akan menciptakan dorongan untuk integrasi dengan dimensi ekonomi lainnya kemudian sektor ekonomi tersebut melahirkan sebuah otoritas yang lebih tinggi dalam kawasan tersebut. Dalam tulisan Rosamond tersebut mencontohkan konsep spill over ini ketika proses integrasi Eropa dimana berawal dari sebuah sektor ekonomi yaitu sektor industri ekstraktif dalam hal ini sektor industri baja dan tambang yang memproduksi komoditas tersebut di negara - negara wilayah Eropa bagian barat, dimana industri tersebut memilki dampak dan manfaat terhadap dimensi ekonomi lainnya di negara negara tersebut seperti sektor industri baja dan tambang tersebut terintegrasi dengan sektor sektor berkaitan dengan sektor tambang dan baja yaitu sektor transportasi logikanya transportasi ini sangat berkaitan dengan sektor baja dan tambang sebgai pendukung fasilitas produksi karena dalam koordinasi komoditas dalam industri ekstraktif tersebut diperlukan mobilitas bahan material dan produksi baja dan tambang. 17 Rosamond,Ben, Theories of European Integration, St.Martin.s Press:New York,2000 pp

20 Haas menambahkan dari integrasi industri ektraktif ini maka aktor aktor yang terlibat menciptakan suatu komunitas,dari komunitas ekonomi tersebut ini para aktor bersama sama membentuk sitem moneter bersama, sebagai pendorong kovergensi pada integrasi suatu kawasan pun memiliki dampak pada kebijakan sosial sebagai konsekuensi dari pengembangan ekonomi di kawasan tersebut salah satu diantaranya adalah pemberlakuan mata uang secara bersama yang dipandang sebagai sinyal yang paling mendorong dari dinamika percepatan proses integrasi. Sebagai tambahan, terkait dengan pengaruh sektor ekonomi terhadap integrasi suatu kawasan melihat tulisan Juwita dalam tulisannya Exploring political economy implications from the European Integration (From Industrial Relations Perspective) dalam tulisan tersebut dipaparkan bahwa integrasi pada suatu kawasan merupakan suatu proses tidak hanya proses pembangunan dalam sektor ekonomi namun proses pembangunan dalam sektor politik 18. Melalui pembentukan pasar tunggal dan pemberlakuan mata uang yang sama dipandang sebagai karakter yang paling menonjol dari dinamika percepatan integrasi di suatu kawasan, Juwita menekankan proses integrasi atau regionalisme terjadi dari konvergensi hubungan industri negara negara pada level nasional yang tergabung dalam suatu komunitas, integrasi 18 Juwita,Rina, Exploring political economy implications from the European Integration (From Industrial Relations Perspective), Multiversa Journal of International Studies,Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta,vol.03, N0.1 Maret 2013 hal

21 kawasan pun didorong pula ketika negara negara yang baru bergabung dengan aliansi tersebut dengan status ekonomi negara tersebut berada pada level pembangunan ekonomi yang lebih rendah akan mengejar dengan cepat Kebijakan Kebijakan M-ATM ASEAN Tourism Ministers Meetings atau M-ATM merupakan pertemuan tahunan para mentri mentri pariwisata atau yang berhubungan dengan kepariwisataan negara negara ASEAN sebagai tingkat politik dan birokrasi tertinggi dalam membuat kebijakan kebijakan perihal pembangunan dan kerjasama pariwisata antar negara negara ASEAN guna mencapai integrasi ekonomi ASEAN 19. Aktor aktor yang terlibat dalam pertemuan M-ATM diantaranya Mentri Perhotelan dan Pariwisata Myanmar,Sekretariat Pariwisata Filipina, Mentri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Mentri Pariwsata Kamboja, Mentri Pariwisata Republik Indonesia, Mentri Pariwisata Malaysia, Mentri Pariwisata,Kebudayaan dan Informasi Lao PDR, Eksekutif Dewan Pariwisata Singapura, Mentri Pariwisata dan Olahraga Thailand, Mentri Pariwisata, Olahraga dan Kebudayaan Vitenam, Serta Sekretaris Jendral ASEAN. Pertemuan M-ATM ini telah terselenggara sebanyak 18 kali, terhitung sejak tahun 1998 hingga tahun 2015 diantarnya terselengara di Cebu-Filipina, Singapura, Bangkok- 19 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), < diakses pada 27 September

22 Thailand, Bandar Seri Begawan-Brunei Darussalam, Yogyakarta-Indonesia, Phnom Penh Kamboja, Vientiane-Lao PDR, Langkawi-Malaysia, Davao- Filipina, Ha Noi- Vietnam,Manado-Indonesia,, Kuching Sarawak- Malaysia, dan Nay Pyi Taw- Myanmar. Pertemuan M-ATM tersebut diselenggarakan setiap satu tahun sekali biasanya diselenggarakan setiap bulan januari setiap tahunnya. M-ATM dilaksanakan karena melihat tingat peningkatan yang signifikan dalam sektor pariwisata di ASEAN yang setiap tahuannya mengalami peningkatan, besarnya GDP ASEAN dari sektor pariwisata dan tingginya tingkat kunjungan wisatwan dari sesama anggota negara ASEAN 20 maupun wisatawan mancanegara lainnya maka para mentri mendorong kerjasama dan menegaskan peran strategis di bidang pariwisata ASEAN guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketenaga kerjaan pariwisata ASEAN dan mencapai integrasi ekonomi melalui sektor pariwista sehingga dapat dicapai sebuah integrasi ekonomi kawasan atau regionalisme ASEAN dengan menekankan ASEAN Vision ATM menegaskan peran strategis dalam sektor pariwisata guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja wisata negara negara 20 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), < diakses pada 27 September

23 anggota ASEAN dengan menekankan ASEAN Vision , delegasi yang hadir menyadari atas kebutuhan tersebut dalam mendorong integrasi serta kerasama ekonomi, perlindungan lingkungan, menciptakan iklim kompetisi kerjasama ekonomi ASEAN yang mensejahterakan dan stabil serta meningkatkan daya saing guna mendorong berlangsungnya pasar bebas ASEAN dimana bebasnya arus barang,jasa dan investasi. Dengan teori neo-fungsionalisme pada konsep regionalisme ini dimana Haas menjelaskan melalui kerjasama fungsional yang memiliki pengaruh spill over sehingga dengan kerjasama tersebut dan pengaruh spill over tersebut akan mendorong kepada arah integrasi ekonomi dan politik pada suatu kawasan 22, membatu penulis untuk menjelaskan peran kebijakan kebiijakan seperti kebijakan dalam kerjasama pariwisata antar negara negara ASEAN, kebijakan liberalisasi, pengembangan tenaga kerja dan investasi dalam sektor pariwisata. Kerjasama pariwisata ASEAN melalui kebijakan kebijakan yang dirumuskan M-ATM sejak tahun 1998 pada pertemuan M-ATM pertama hingga pertemuan M-ATM pada tahun 2015 kedelapan belas. M-ATM mendorong kerjasama pariwisata ASEAN melalui kebijakan melalui kerjasama internasional, kebijakan yang mendorong konektivitas dan integrasi baik melalui people to people dan 21 ASEAN Secretariat, Joint Press Statement The First Meeting of ASEAN Tourism Ministers Cebu, Philippines, 10 January 1998 (online), < diakses pada 27 September Sridharan, Kripa, Regional Cooperation in South Asia and Southeast Asia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore,2007 hal.8 23

24 government to government, kebijakan pengembangan kepemudaan melalui pariwisata ASEAN, kerjasama membangun keamanan hingga pelaksanaan ATSP dan ASEAN Tourism Agreement dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN. Melalui M-ATM terselenggaranya kerjasama pariwisata ASEAN, bermula dari kerjasama pada sektor pariwisata kemudian kerjasama tersebut memiliki pengaruh spill over terhadap sektor politik melalui serangkaian kerjasama antar negara negara anggota ASEAN maupun kerjasama internasional.kemudian tidak hanya memiliki pengaruh spill over pada sektor politik, kerjasama pariwisata ASEAN mendorong pada kerjasama pengembangan sosial dan budaya ASEAN melalui kebijakan pengembangan pemuda ASEAN dan kerjasama konektivitas sesama negara anggota ASEAN. Peran kebijakan kebijakan M-ATM tersebutpun berpengaruh atau memiliki spill over terhadap sektor keamanan dimana melalui kerjasama kontra terorisme dalam menciptakan kegiatan wisata yang aman serta mendorong perlindungan anak dan tanggap terhadap bencana alam sebagai upaya optimalisasi kerjasma M-ATM. Kemudian, melalui kerjasama M-ATM ini mendorong pula kerjsama ekonomi melalui investasi dan liberalisasi serta pengembangan ketenaga kerjaan dalam sektor pariwiata. Dan yang terakhir melalui kerjasama M-ATM, kebijakan integrasi pariwisata ASEAN memiliki pengaruh spill over terhadap sektor transportasi.sehingga, kebijakan kebijakan M-ATM tersbut mendukung proses regionalisme di ASEAN melalui kerjasama sektor pariwisata. Oleh karena itu, teori 24

25 neofungsionalisme membantu penulis dalam penelitian ini dalam memahami kebijakan kebijakan yang telah dirumuskan dan dijalankan M-ATM dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN Argumen Utama Sejalan dengan konsep yang telah disampaikan dalam tesis ini, penulis berargumen bahwa kebijakan kebijakan yang dirumuskan dan dijalankan oleh M- ATM memiliki pengaruh spillover sektor pariwisata terhadap sektor politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan yang ditunjukan dengan meningkatnya jumlah wisatawan internasional menuju ASEAN. Kebijakan kebijakan yang telah dirumuskan dan dijalankan oleh M-ATM tersebut yaitu kebijakan dalam kerjasama pariwisata dan pengembangan tenaga kerja wisata ASEAN, liberalisasi perdagangan dan investasi pada sektor pariwiata ASEAN, pendorong integrasi dan konektivitas antar negara negara ASEAN, kerjasama internasional dan pengembangan kepemudaan ASEAN berbasis pariwisata, kerjasama keamanan wisata ASEAN, serta pelaksaan ATSP dan pelaksanaan ASEAN Tourism Agreement. Dengan kebijakan kebijakan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh M-ATM tersebut, M- ATM memiliki peran dan signifikansi dalam mendukung proses regionalisme di ASEAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena penelitian ini akan meneliti hubungan sebab akibat antara dua variabel. Dalam penelitian ini yang 25

26 akan diukur adalah apakah variabel sektor pariwisata memilki peran dalam mendorong integrasi kawasan dengan studi kasus strategi negara anggota ASEAN melalui ASEAN Tourism Ministers Meetings (M-ATM). Adapun dalam teknik pengumpulan data, penulis mencari data sekunder dalam mengidentifikasi, menverifikasi, dan menganalisis data dari buku teks, jurnal, dan dokumen resmi lainnya Struktur Penulisan Penelitian ini akan terdiri dari beberapa bab, Bab pertama dalam penelitian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan, reviu literature, kerangka konseptual, argument utama, metode penelitian dan struktur penulisan. Kajian dan analisis mengenai pengaruh peran M-ATM dalam regionalisme ASEAN sesuai konsep yang digunakan akan dibagi dalam tiga bab. Bab Kedua akan memaparkan perkembangan pariwisata ASEAN. Bab ketiga penulis akan mengkaji kebijakan kebijakan yang dirumuskan M-ATM sebagai upaya dalam mengkoordinasikan kebijakan pariwisata ASEAN. Bab keempat akan berfokus pada analisis kebijakan - kebijakan M-ATM dalam hubungannya dengan regionalisme di ASEAN. Bab Kelima akan menutup penelitian ini dengan meberikan kesimpulan berupa intisari keseluruhan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. 26

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 %

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 % BAB V KESIMPULAN Perkembangan pariwisata ASEAN sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan, peningkatan tersebut didorong dengan meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan dari negara anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini hendak meneliti strategi ASEAN menghadapi kompetisi pasar pariwisata global dalam ranah negara dan non negara. Penulis menganggap tema ini penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA By: DR SUTRISNO IWANTONO Board Member of Indonesian Hotel and Restaurant Association Dialogue

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA ASEAN UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA MEMANFAATKAN KERJASAMA PARIWISATA UNTUK MENDORONG INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA Oleh: Suska dan Yuventus Effendi Calon Fungsional Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Pertumbuhan pariwisata yang cukup menggembirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya, pertumbuhan ekonomi dapat dirangsang oleh perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin pertumbuhan, pertumbuhan dipimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan internasional (international tourism) telah mengalami perkembangan yang pesat dalam satu dekade terakhir. Satu miliar manusia bepergian di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78.

BAB IV KESIMPULAN. -Peter M. Haas. Council on Foreign Relations, <http:www.jstor.org/stable/ >, diakses pada , 1993, p.78. BAB IV KESIMPULAN Control over knowledge and information is an important dimension of power and that the diffusion of new ideas and information can lead to new patterns of behavior and prove to be an important

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; 81-90 SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? Christianus Yudi Prasetyo Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta ABSTRAK Negara-negara yang

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY (Catatan Pertemuan the 8 th ASEAN Finance Ministers Investor Seminar (AFMIS), 8 November 2011, Jakarta I. Latar Belakang (Nugraha Adi) Kawasan ASEAN telah menjadi

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Arno Maierbrugger, Planned Common ASEAN Visa Expected to Boost Visits from Mideast,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Arno Maierbrugger, Planned Common ASEAN Visa Expected to Boost Visits from Mideast, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, semakin berkembang pula tujuan dan motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Tidak hanya sebatas hiburan melainkan meliputi

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi tidak hanya berelasi dengan bidang ekonomi, tetapi juga di lingkungan politik, sosial, dan

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi ASEAN Community pada tahun 2015 dan kesepakatan WTO dalam General

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi ASEAN Community pada tahun 2015 dan kesepakatan WTO dalam General BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Community pada tahun 2015 dan kesepakatan WTO dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) telah mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG DI PASAR GLOBAL. Pokok Bahasan

ANALISIS PELUANG DI PASAR GLOBAL. Pokok Bahasan ANALISIS PELUANG DI PASAR GLOBAL Pokok Bahasan Pasar dan Pembeli Global, dengan Bahasan : Kerjasana Ekonomi dan Pengaturan Perdagangan, Kejasama Ekonomi Regional, Karakteristik Pasar Regional, Pemasaran

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Fenomena internasional yang menjadi tren perdagangan dewasa ini adalah perdagangan bebas yang meliputi ekspor-impor barang dari suatu negara ke negara lain.

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Prosentase Rasio Pendapatan Pariwisata Terhadap GDP di Negara-negara ASEAN ( )

Bab I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Prosentase Rasio Pendapatan Pariwisata Terhadap GDP di Negara-negara ASEAN ( ) Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu potensi yang dimiliki oleh ASEAN adalah dalam bidang pariwisata. Pariwisata telah menjadi salah satu sektor pendukung utama pertumbuhan ekonomi di ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Mengapa teori menjadi penting? Teori adalah pernyataan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci