BAB III METODE PENELITIAN. April 2015 sampai Bulan Mei Laboratorium Terpadu, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. April 2015 sampai Bulan Mei Laboratorium Terpadu, Universitas Muhammadiyah Purwokerto."

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 1. Waktu Penelitian dilaksanakan sekitar dua bulan yaitu mulai dari Bulan April 2015 sampai Bulan Mei Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Laboratorium Terpadu, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 3.2 Materi Penelitian 1. Bahan yang akan digunakan yaitu aquades, agar, sukrosa, Natrium Hipoklorit (NaOCL), alkohol 70%, detergent halus, rimpang kencur, daun kencur, akar kencur. 2. Alat yang akan digunakan yaitu Laminar Air Flow cabinet (LAF), botol kultur, timbangan analitis, skalpel, pinset, ph meter, lampu spirtus, gelas ukur, pengaduk, otoklaf, lemari es, microwave, karet, plastik penutup botol kultur. 17

2 3.3 Metode Pelaksanaan 1. Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan metode Survey dengan 6 perlakuan. Perlakuan eksplan daun menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E1S1). Perlakuan eksplan daun menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E1S2). Perlakuan eksplan akar menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E2S1). Perlakuan eksplan akar menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E2S2). Perlakuan eksplan rimpang menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E3S1). Perlakuan eksplan rimpang menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E3S2). Pada masing-masing perlakuan terdapat 5 sampel sehingga diperoleh 30 unit perlakuan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan larutan stok Pembuatan larutan stok bertujuan agar waktu kerja yang dilakukan lebih efektif dan efisien dalam pembuatan larutan medium MS yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun prosedur pembuatan larutan stok yang akan digunakan dalam pembuatan medium MS adalah terlebih dahulu menimbang bahan yang dibutuhkan sesuai tabel kebutuhan unsur untuk larutan medium MS. Penimbangan bahan dilakukan dengan kelipatan kebutuhan larutan medium MS yang nantinya akan digunakan selama penelitian.

3 Adapun prosedur pembuatan larutan stok adalah sebagai berikut : a. Larutan stok A, merupakan larutan hara makro, dibuat 100 kali dilarutkan dalam 1000 ml aquades b. Larutan stok B, merupakan larutan hara makro, dibuat 1000 kali dilarutkan dalam 100 ml aquades c. Larutan stok C, merupakan campuran FeSO4.7H20 dan Na-EDTA dibuat 100 kali dan dilarutkan ke dalam 200 ml aquades d. Larutan stok D, merupakan larutan vitamin kecuali mio-inositol, dibuat 100 kali dalam 200 ml aquades e. Larutan stok E, merupakan larutan mio-inositol, dibuat 100 kali dalam 100 ml aquades 2. Pembuatan Medium MS Prosedur pembuatan medium MS yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Semua bahan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, meliputi: a. Aquades sebanyak 500 ml terlebih dahulu dimasukkan ke gelas piala 1000 ml. b. Menambahkan larutan stok A 100 ml; stok B o,5 ml; stok C 0.5 ml; stok D 0,5 ml; stok E 1 ml; stok F 0.5 ml, vitamin, mio-inositol, sukrosa dan agar. c. Menambahkan air sampai volume 1000 ml. d. Mengatur ph larutan dengan PH meter, dengan kebutuhan ph sekitar 5,7-5,8, jika ph tinggi diturunkan dengan HCl 1N dan jika Ph rendah

4 dinaikkan dengan KOH 1N dengan cara ditetesi sampai mencapai ph yang diinginkan. e. Memasukkan magnetic strirrer ke daalam gelas beker, kemudian hotplate dinyalakan, dan ditunggu hingga larutan yang dibuat menjadi homogen. f. Menuang larutan medium ke botol kultur sebanyak 15 ml/botol. g. Menutup botol kultur yang telah diisi medium dasar MS dengan aluminium foil dan memberikan label sesuai perlakuan. h. Melakukan sterilisasi basah menggunakan autoklaf dengan memasukkan botol-botol tersebut ke dalam autoklaf dan disterilisasi dengan suhu 121 o C dengan tekanan 1,5 psi selama menit. i. Menyimpan media yang sudah disterilisasi di dalam ruang penyimpanan media yang steril ber-ac (suhu o C) selama 3 hari sebelum digunakan untuk memastikan bahwa media yang telah dibuat tersebut tidak terkontaminasi dan dapat digunakan dalam penelitian. 3. Sumber dan sterilisasi Eksplan Bahan yang akan digunakan sebagai eksplan adalah daun, akar dan irisan rimpang. Rimpang ditumbuhkan pada media steril sampai tumbuh daun dan akar. Penyediaan eksplan dilakukan dengan cara mengambil potongan akar dari rimpang yang tumbuh, irisan melintang rimpang dan irisan daun dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dari daun yang sudah terpilih dan disterilisasikan. Sterilisasi dilakukan sesuai perlakuan. Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan pencucian dan pembuangan bagian-bagian yang kotor dan mati di bawah air bersih yang

5 mengalir. Pencucian dapat dilakukan dengan penyikatan menggunakan detergent halus. Terkadang bahan yang sudah bersih dibiarkan di bwah air mengalir selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memecah koloni kontaminan yang masih menempel dipermukaan agar koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan sterilisasi. Juga untuk mengurangi dan menghilangkan senyawa fenol, terutama pada tanaman yang kandungan fenoliknya tinggi. Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu. Ukuran ini harus lebih besar dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan sterilan sesuai perlakuan yang dirancang. Eksplan daun, akar dan rimpang direndam dengan larutan Natrium hipoklorit (NaOCL) dengan konsentrasi 5 % pada gelas beker yang berbeda setiap eksplan, setelah 5 menit di cuci sebentar dengan aqudes steril lalu direndam dengan larutan alkohol 70% selama 1 menit. Begitu pula dengan konsentrasi larutan 10%. Setelah waktu perendaman tercapai, bahan dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dibawa masuk ke dalam laminar dan siap di tanaman pada media kultur. 3.5 Variabel yang Diamati Pengamatan dilakukan setelah eksplan ditanam selama 30 hari. Pengamatan meliputi : 1. Identifikasi sumber kontaminan: mengamati sumber kontaminan (bakteri atau jamur) yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada masingmasing perlakuan.

6 2. Tingkat kontaminasi : diamati kategori tingkat kontaminasi pada masingmasing perlakuan (ringan : apabila koloni masih berbentuk lendir semi transparan, sedang; apabila koloni sudah berlendir putih tebal, berat: apabila koloni sudah menutupi seluruh permukaan eksplan bahkan menutupi permukaan media) 3. Persentase kontaminasi : dihitung jumlah eksplan yang terkontaminasi dengan mengamati jumlah eksplan yang terserang kontaminan (jamur dan bakteri) sejak pertama eksplan ditanam. 4. Hari pertama kontaminasi : mengamati hari keberapa pertama kali eksplan terkena kontaminasi. 3.6 Analisa Data Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif dengan bantuan tabel, diagram, dan rumus. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung persentase kontaminasi : 2. Rerata waktu pertama kontaminasi :

7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Kontaminasi Gambar 4.1 Persentase Kontaminasi Perlakuan E1S1 merupakan perlakuan eksplan daun yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapa 100%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% masih kurang kuat, sehingga sumber kontaminan masih dapat hidup dan menyerang semua eksplan pada perlakuan ini. Perlakuan E1S2 merupakan perlakuan eksplan daun yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10% direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % 23

8 selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi adalah 0%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 10% sudah cukup kuat sehingga dapat menghalangi kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media. Konsentrasi dan lama perendaman bayclin atau natrium hipoklorit (Naocl) menurut Darmono (2003) sebanyak 1-10% selama 5-30 menit, menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) 5-10% selama 5-10 menit. Dari kisaran waktu perendaman dan konsentrasi sterilan yang masih berlaku untuk semua jenis tanaman tersebut, diketahui bahwa untuk tanaman kencur dengan eksplan daun, kadar konsentrasi yang baik adalah 10% dengan waktu perendaman yang sama yaitu 5 menit. Perlakuan E2S1 merupakan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi adalah 0%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% pada eksplan akar sudah cukup kuat sehingga dapat menghalangi kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media. Perlakuan E2S2 merupakan perlakuan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 20%. Pada perlakuan E1S1 konsentrasi sterilan adalah 5% kemudian pada perlakuan E1S2 konsentrasi sterilan dinaikkan menjadi 10%. Ketika

9 konsentrasi sterilan dinaikkan maka terjadi penurunan kontaminasi karena sifat sterilan natrium hipokloroit yang menghilangkan kontaminan dengan cara mengeluarkan cairan sel kontaminan melalui osmosis, sehingga semakin tinggi konsentrasi sterilan maka cairan natrium hipoklorit akan semakin pekat dan akan lebih kuat menarik keluar cairan sel kontaminan.namun pada perlakuan E2S1 dengan kadar sterilan 5% ketika konsentrasi sterilan dinaikkan menjadi 10% pada perlakuan E2S2 justru mengalami kontaminasi, padahal pada konsentrasi sterilan 5% sama sekali tidak mengalami kontaminasi. Hal ini karena sumber kontaminan pada perlakuan E2S2 diduga merupakan kontaminan internal, atau sumber kontaminasi yang sudah masuk ke dalam sel eksplan, sedangkan proses sterilisasi yang dilakukan merupakan sterilisasi permukaan sehingga tidak mencapai bagian dalam dari eksplan. Kontaminan internal mungkin saja terdapat dalam suatu jaringan tanaman, karena sebagian besar tumbuhan bersimbiosis dengan makhluk hidup lain seperti bakteri maupun jamur. Mikroba yang hidup didalam jaringan atau sel tumbuhan biasa disebut mikroba endofit atau endofitik. Bakteri dapat bersifat endofitik hidup secara epifit di dalam sel atau ruang antar sel tanaman (Nagy dkk, 1995). Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tumbuhan di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan

10 inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisma sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 1996). Eksplan akar pada penelitian ini berasal dari tempat tumbuh yang sama sehingga kemungkinan besar ketika salah satu akar mengandung mikroba endofit maka eksplan akar lainnya juga kemungkinan mengandung mikroba endofit juga. Namun dari hasil penelitian hanya sedikit bagian akar yang diduga mengandung mikroba endofit dilihat dari kontaminasi yang terjadi. Hal ini diduga akar kencur mengandung senyawa tertentu yang juga merupakan antibiotik sehingga dapat mengendalikan kontaminan. Senyawa sesquiterpen dalam minyak atsiri kunyit merupakan turunan dari senyawa terpen seperti alkohol yang bersifat bakterisida dengan merusak struktur tersier protein bakteri atau denaturasi protein (Tarwiyah, 2001). Kencur juga mempunyai turunan senyawa derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen 0,02%) (Sukari dkk, 2008). Kurkumin pada kunyit adalah suatu senyawa fenolik. Turunan fenol ini akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya terabsorbsi dan penetrasi ke dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein, akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri. Kencur juga mempunyai kandungan fenol. Rimpang kencur mengandung antara lain saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Johnny, 1991).

11 Senyawa antibiotik pada kencur diduga dapat menghalangi kontaminan dari kencur itu sendiri. Studi terhadap 20 serbuk obat herbal campuran menunjukkan bahwa spesies jamur kontaminan yang dominan adalah Aspergillus. Selain Aspergillus juga diisolasi jamur lain seperti Paecilomyces, Eurotium, Monascus, Acremonium, Penicillium, Cladosporium, Scopulariopsis, Phialophora dan Fonseceae. Ekstrak dari obat herbal tersebut ternyata mampu menghambat produksi aflatoksin dari Aspergillusparasiticus. Semua ekstrak mengurangi produksi aflatoxin B1 dan aflatoxin G1 sebanyak 62 97%. Hal ini menunjukkanbahwa serbuk obat herbal campuran mengandung kontaminan jamur yang lebih rendah, mungkin karena kandungan senyawa aktif dalam serbuk obat herbal campuran tersebut menghambat pertumbuhan jamur dan juga produksi aflatoksin (Fuat dkk, 2009). Perlakuan E3S1 merupakan perlakuan eksplan rimpang yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 60%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% masih kurang kuat, sehingga sumber kontaminan masih dapat hidup dan menyerang semua eksplan maupun media pada perlakuan ini. Perlakuan E3S2 merupakan perlakuan eksplan rimpang yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10% direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 %

12 selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 40%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 10% belum cukup kuat menghalangi sumber kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media sehingga kontaminasi masih terjadi namunkadar konsentrasi 10% lebih disarankan dibandingkan tingkat konsentrasi 5% karena terdapat penurunan persentase kontaminasi. Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa menggunakan waktu perendaman yang sama dengan tingkat konsentrasi yang berbeda menghasilkan tingkat kontaminasi yang juga berbeda pada tiap eksplan yang digunakan. Tingkat konsentrasi sterilan natrium hipoklorit (Naocl) 5% menimbulkan efek yang berbeda pada tiga eksplan yang digunakan. Pada eksplan daun kontaminasi yang terjadi mencapai 100%, pada eksplan akar tidak terjadi kontaminasi atau tingkat kontaminasi 0%, sedang pada eksplan rimpanng kontaminasi mencapai 60%. Tingkat konsentrasi sterilan natrium hipoklorit (Naocl) 10% juga menimbulkan efek yang berbeda pada tiga eksplan yang digunakan. Eksplan daun tidak mengalami kontaminasi atau tingkat kontaminasi 0%, pada eksplan akar kontaminasi mencapai 20%, sedangkan pada eksplan rimpang kontaminasi mencapai 40%. Kombinasi beberapa tingkat konsentrasi bahan sterilan dan jenis eksplan menghasilkan perpaduan yang menarik. Pada eksplan daun konsentrasi sterilan yang baik adalah 10%. Untuk eksplan akar, konsentrasi 5% dan 10% bisa dikatakan sama baik, karena pada kedua tingkat konsentrasi sterilan tersebut tidak ditemukan kontaminan eksternal, namun tingkat

13 konsentrasi sterilan 5% lebih disarankan karena dengan tingkat konsentrasi sterilan yang lebih sedikit tetapi sudah efektif untuk mengatasi kontaminan eksternal. Sedang untuk eskplan rimpang, tingkat konsentrasi sterilan yang baik adalah 10%. Terdapat dua eksplan yang persentase kontaminasinya 0% atau dapat dikatakan bebas kontaminasi 100% yaitu eksplan daun dengan konsentrasi sterilan 10% dan eskplan akar dengan konsentrasi sterilan 5%.Eksplan yang tingkat kontaminasinya mencapai 0% dapat dianjurkan untuk dilanjutkan pada tahap selanjutnya pada kultur jaringan. Pada tingkat selanjutnya eksplan mana yang paling baik apakah eksplan daun atau akar, tergantung pada perlakuan selanjutnya misalkan zat pengatur tumbuh yang diberikan atau faktor penentu lainnya. 4.2 Rerata Waktu Pertama Kontaminasi Muncul Hasil pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan bahwa rerata waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan variasi waktu yang beragam. Dalam pengamatan ini asal kontaminasi berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan sampai sumber kontaminasi muncul dalam media. pertama. Data hasil pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Rerata waktu Pertama kontaminasi muncul (hari setelah inokulasi) Perlakuan Rerata waktu pertama kontaminasi E1S1 4,4 E1S2 - E2S1 - E2S2 18 E3S1 4,3 E3S2 10,5

14 Dari data Tabel 4.1. Terlihat bahwa waktu pertama kontaminasi muncul dari masing-masing perlakuan sterilisasi menunjukkan perlakuan E1S1 (Eksplan daun dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) rerata waktu kontaminasi muncul adalah 4,4 hari setelah inokulasi (HSI). Perlakuan E2S2( Eksplan akar dengan Naocl 10% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 18 HSI. E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 4,3 HSI. E3S2( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 10,5 HSI. Perbedaan waktu pertama terjadi kontaminasi diduga terkait dengan jenis kontaminasi internal atau eksternal. Kontaminasi internal berarti sumber kontaminasi berasal dari dalam jaringan atau sel eksplan, sehingga bisa lolos dari sterilisasi permukaan yang dilakukan dan sumber kontaminan ini bisa keluar lalu menyerang eksplan. 4.3 Sumber kontaminasi Kultur dapat terinfeksi satu atau lebih mikrobia seperti bakteri, fungi berfilamen, yeast, virus dan fitoplasma. Kontaminasi merupakan masalah serius yang menghambat keberhasilan untuk mendapatkan kultur aseptik ( Leifert & Cassels, 2001). Pengamatan terhadap sumber kontaminasi pada

15 penelitian ini menunjukkan bahwa sumber kontaminan disebabkan oleh jamur maupun bakteri. Sumber kontaminan yang menyerang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : PERLAKUAN Tabel 4.2 Sumber Kontaminasi KONTAMINAN (%) JAMUR BAKTERI JAMUR DAN BAKTERI E1S1 - - E1S E2S E2S2 - - E3S1 E3S2 - - Dari tabel di atas dapat terlihat kontaminan yang bersumber dari jamur menyerang beberapa perlakuan yang diteliti. Pada eksplan E1S1 ( Eksplan daun dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami kontaminasi 100%, sumber dari kontaminannya semua adalah jamur. Pada perlakuan E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami kontaminasi 60%, semua sumber kontaminasinya adalah jamur. Pada perlakuan E3S2 ( Eksplan rimpang dengan Naocl 10% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami kontaminasi 40% sumber dari kontaminannya semua adalah jamur. Menurut Wudianto (2002) jamur/cendawan pada umumnya berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun, kumpulan dari benang halus ini yang disebut miselium bisa dilihat dengan jelas. Kematian eksplan akibat kontaminasi jamur umumnya terjadi karena pertumbuhan cendawan yang lebih cepat daripada pertumbuhan eksplan sendiri. Hal ini menyebabkan cendawan dapat mendominasi permukaan media

16 dan dapat menginvasi (menutupi) eksplan. Pada eksplan daun terdapat banyak kontaminan jamur diduga karena daun mengalami kontak langsung dengan udara, sedang udara adalah sumber banyak spora jamur. Adanya dominasi cendawan dalam botol kultur mengakibatkan eksplan yang ditanam tidak memiliki ruang tumbuh yang cukup sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat dan akhirnya berujung pada kematian eksplan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan eksplan yang mengalami kontaminasi karena jamur dapat diketahui bahwa terdapat warna jamur yang berbeda. Menurut Wudianto (2002) warna miselium bermacammacam yaitu ada yang berwarna putih, cokelat, hitam, merah dan lain sebagainya. Warna miselium jamur yang menyerang dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 4.3 Warna Miselium Jamur Perlakuan Warna miselium jamur E1S1 Hitam E1S2 - E2S1 - E2S2 - E3S1 Merah muda E3S2 Hitam a. Kontaminan jamur dengan b. Kontaminan jamur dengan hifa hitam hifa putih dan merah muda Gambar 4.2. Sumber kontaminan jamur

17 Jamur yang berwarna hitam diduga adalah mucor atau Rhizopus, keduanya belum bisa dibedakan. Menurut Susilowati (2001) : Klasifikasi Mucor Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomucotina Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Familia : Mucoraceae Genus : Mucor Ciri morfologi koloni : hifa seperti benang putih; bagian tertentu tampaksporangium dan sporangiofor berupa titiktitik hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis: hifa tanpasekat, terdapat sporangium dan sporangiospora. Klasifikasi Rhizopus Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomycotina Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Familia : Mucoraceae Genus : Rhizopus Ciri morfologi koloni : hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabuhitam; bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiofora berupa titik-titik hitam seperti

18 jarum pentul. Ciri mikroskopis: hifa tanpa sekat, terdapat rizoid dan sporangiospora. Dilaporkan rhizopus kerap menyerang beberapa tanaman herbal. Pengujian terhadap produk herbal yang sering digunakan oleh penderita AIDS yang diperoleh dari pasar lokal,supermarket jaringan dan penderitaaids di Missouri, AS menunjukkanadanya kontaminasi Staphylococcusauricularis, Enterococcus casseliflavus,enterobacter agglomerans, E.intermedius, Klebsiella pneumoniae,sphingomonas aucimobilis, kapangrhodotorula mucilaginosa, serta jamuraspergillus nige (dan spesies Aspergillus spp. yang lain) dan Rhizopus spp (Kineman dkk, 2002). Studi terhadap 91 sampeltanaman obat di Brazil menemukanadanya kontaminan jamur dari generaaspergillus, Penicillium, Alternaria,Chaetomium, Cladosporium, Mucor, Paellomyces, Phoma, Rhyzopus dantrichoderma (Bugno dkk, 2006). Kontaminan tidak hanya bersumber dari jamur tetapi juga dari bakteri. Kontaminan bakteri dapat bersifat inisial, laten, maupun introduksi. Inisial bila kontaminan dari eksplan yang kurang sempurna dalam proses sterilisasi, laten bila kontaminana tidak menunjukkan sifat patogenik in-situ namun berkembang pada media kultur, introduksi bila kontaminan berasal dari lingkungan laboratorium akibat penanganan sterilisasi alat dan ruangan yang kurang baik (Wolf, 2007). Pada eksplan E2S2 ( Eksplan akar dengan Naocl 10% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami kontaminasi 20%, sumber kontaminannya adalah bakteri. Pada perlakuan E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami

19 kontaminasi 60%, sumber kontaminasinya sebagian adalah bakteri. Menurut Darmono (2003) kontaminasi bakteri yang menyerang eksplan umumnya ditandai dengan keluarnya cairan warna putih keruh seperti susu dan berbau busuk. Sandra (2002) juga menyebutkan kontaminsi oleh bakteri menyebabkan pembusukan, biasanya ditandai dengan keluarnya lendir dan bau busuk. Kontaminan bakteri yang sering dijumpai pada kultur in vitro adalah Agrobacterium, Bacillus, Corynebacterium, Enterobacter, Lactobacillus, Pseudomonas, Staphylococcus, dan Xanthomonas (Wolf, 2007). Bila sumber kontaminan dari berbagai macam tanah diuji di media agar maka akan terbentuk koloni bakteri yang sangat bervariasi yaitu : 5-60% Arthrobacter, 7-67% Bacillus, 3-15% Pseudomonas, lebih dari 20% Agrobacterium, 2-12% Alcaligans dan 2-10% Flavobacterium, sedangkan kurang dari 5% dari koloni sel Corynobacterium, Micrococcus, Staphylococcus, Xanthomonas, Mycobacterium dan Sarcina (Alexander, 1979). Pada kultur in vitro karakteristik koloni bakteri dapat diamati langsung, diantaranya dikenali dengan adanya lendir berwarna putih, coklat, merah muda atau kuning (Wolf, 2007). Ciri bakteri menurut Cantika (2006) : Pseudomonas sp. : Berlendir bening hingga putih susu. Planococcus citreus : Pseudomonas putida : Sangat putih, ujung koloni tidak beraturan. Lendir putih, media berubah warna menjadi pink hingga merah. Kurthia gibsonii : Berlendir putih, menggenangi permukaan media.

20 Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang dapat berkembang biak secara bebas di lingkungan alam, bakteri gram negatif, berbentuk batang dan dapat bersifat patogen terhadap manusia, hewan dan tanaman. Pseudomonas solanacearum merupakan species yang menjadi patogen banyak tanaman (Holt dkk, 1994). Pseudomonas solanacearum adalah bakteri penyebab penyakit layu pada tanaman heliconia (Sewake dan Uchida, 1995). Genus Pseudomonas hidup di tanah dan membutuhkan energi dari luar. Jumlah genus ini di dalam tanah tergantung banyaknya substrat yang ditambahkan untuk energinya (Rao, 1994). Pseudomonas sp. masuk ke jaringan tanaman pada proses pemeliharaan tanaman. Bakteri dapat menyebar melalui tanah yang digunakan sebagai media tanam. Planococcus citreus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat atau kokus yang berhabitat di lautan yang sangat toleran dengan kondisi garam yang tinggi dan tidak bersifat patogen terhadap tanaman (Holt dkk, 1994). Apabila bakteri hidup dalam suatu organisme hidup dapat bersifat patogen karena organisme tersebut dapat menjadi sumber makanannya (Pelczar dan Chan, 1986). Eksplan yang terkontaminasi Planococcus citreus mengalami perubahan warna menjadi coklat dan seperti menyusut. Menurut Rodriguez (1988) Planococcus sp. dapat ditemukan pada tanah yang hiper salin, barangbarang yang mengandung garam tinggi dan makanan laut makarel. Penyebarannya ke dalam tanaman dapat melalui sumber air yang digunakan dalam penyiraman atau dari media tanam yang digunakan.

21 Pseudomonas putida di dalam tanah bersifat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Pseudomonas putida berkembang biak di dalam akar dan rizosfer, meningkatkan penyediaan nutrisi, mengeliminasi mikroorganisme patogen dan memproduksi metabolit untuk pertumbuhan tanaman (Vancura, 1989). Meskipun bakteri ini bersifat menguntungkan, namun responnya dapat berbeda pada kultur in vitro karena eksplan yang terkontaminasi bakteri ini tetap saja mengalami kematian. Beberapa strain dari Pseudomonas putida memproduksi senyawa yang berbahaya untuk tanaman. Perbedaan kontaminasi eksplan yang disebabkan oleh Pseudomonas putida dengan Pseudomonas sp adalah bakteri tersebut memproduksi zat warnaatau pigmen yang dapat merubah warna media yang awalnya bening menjadi pink hingga merah darah. Margalith (1992) menyatakan bahwa bakteri dapat menghasilkan zat warna dengan mereduksi senyawa NO3 atau memiliki pigmen dalam tubuhnya. Menurut Holt dkk. (1994) Pseudomonas putida memilki pigmen flourescent secara alami dalam tubuhnya. Kurthia Gibsonii adalah bakteri gram positif berbentuk batang yang hidup pada kotoran hewan dan makanan yang berbahan baku daging. Bakteri ini tidak bersifat patogen (Holt dkk, 1994). Penyebarannya dapat melalui pupuk organik yang terdapat pada media tanam atau air yang sudah tercemari bakteri ini. Pada awalnya bakteri ini tidak menyebabkan perubahan apapun terhadap eksplan, namun bakteri ini sangat cepat berkembang hingga menutupi permukaan media dan eksplan menjadi tergenang. Keadaan ini menyebabkan eksplan tidak dapat bertahan dan berkembang lagi dan akhirnya mati.

22 a. Kontaminan bakteri dengan b. Kontaminan bakteri dengan lendir putih kekuningan lendir merah muda Gambar 4.3. Sumber kontaminan bakteri Setelah diidentifikasi maka diduga bakteri yang menyerang pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 4.4. Jenis bakteri Perlakuan Jenis bakteri E1S1 - E1S2 - E2S1 - E2S2 Pseudomonas putida E3S1 Pseudomonas sp E3S2 - Pseudomonas dilaporkan terdapat pada tanaman herbasius temulawak. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 4 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari rimpang temulawak, yaitu spesies Actinomyces viscosus dan Pseudomonas stutzeri dari Batu, Actinomces viscosus dan Bacillus brevis dari Purwodadi pada temulawak (Imawati, 2015). Dalam praktek laboratorium, glukosa secara luas digunakan sebagai sumber karbon organik, tetapi berbagai senyawa lain juga dapat digunakan secara khusus atau sumber karbon tertentu oleh bakteri yang berbeda. Diantara bakteri yang pintar, Pseudomonas

23 menggunakan lebih dari 100 senyawa organik yang berbeda sebagai satusatunya sumber karbon dan energi. Pada penelitian ini dalam satu botol kultur bisa terdapat satu sumber kontaminan bisa juga terdiri dari beberapa sumber kontaminan. Seringkali bakteri-bakteri tersebut berasosiasi dengan spora atau miselia fungi (Wolf, 2007). E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5 + alkohol 70 % selama 1 ) yang mengalami kontaminasi 60%, sebagian sumber kontaminasinya adalah jamur dan bakteri sekaligus dalam satu botol kultur. Setelah dilakukan identifikasi diketahui jamur yang menyerang adalah jamur dengan warna miselium merah muda dan bakteri yang menyerang diduga adalah Pseudomonas putida. Pada eksplan akar dan rimpang sumber kontaminasi bervariasi berupa bakteri dan jamur. Hal diduga karena tanah merupakan tempat hidup bakteri dan jamur tertentu, selain itu diduga terdapat jamur dan bakteri yang bersimbiosis dengan akar dan rimpang.

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN : AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : 55 64 ISSN : 1411-1063 PENGEMBANGAN METODE STERILISASI PADA BERBAGAI EKSPLAN GUNA MENINGKATKAN KEBERHASILAN KULTUR KALUS KENCUR (Kaemferia galangal L) Anis Shofiyani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

Koloni bakteri endofit

Koloni bakteri endofit Lampiran : 1 Isolasi Bakteri Endofit pada tanaman V. varingaefolium Tanaman Vaccinium varingaefolium Diambil bagian akar tanaman Dicuci (menghilangkan kotoran) Dimasukkan ke dalam plastik Dimasukkan ke

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru yang berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 hingga Maret 2012.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

Laboratorium Budidaya Tanaman Anggrek DD Orchids Nursery Kota. mahasiswa dan dosen, termasuk bidang kultur jaringan tanaman.

Laboratorium Budidaya Tanaman Anggrek DD Orchids Nursery Kota. mahasiswa dan dosen, termasuk bidang kultur jaringan tanaman. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme terdapat di berbagai tempat seperti tanah, debu, air, udara, kulit dan selaput lendir. Mikroorganisme dapat berupa bakteri, fungi, protozoa dan lain-lain.

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung sejak Juli sampai dengan September 2015. Pengambilan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 sampai April 2015. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi Bagian akar dan batang (3-5 cm) Dicuci dengan air mengalir selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB). Penelitian ini

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) A. Pendahuluan Pseudomonad fluorescens merupakan anggota kelompok Pseudomonas yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS)

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) Jessie Elviasari, Rolan Rusli, Adam M. Ramadhan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Eksplan Secara Umum Pertumbuhan eksplan kentang (Solanum tuberosuml.) mulai terlihat pada satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Dendeng daging sapi giling yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 BAB III METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 0 Maret 0 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan eksplorasi. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan eksplorasi. Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan eksplorasi. Penelitian ini menguji isolat bakteri endofit rimpang temulawak terhadap bakteri Streptococcus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel penelitian 1. Variabel bebas : variasi konsentrasi sabun yang digunakan. 2. Variabel tergantung : daya hambat sabun cair dan sifat fisik sabun 3. Variabel terkendali

Lebih terperinci

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr TUJUAN Praktikum ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis media pertumbuhan mikroba dan menguasai cara-cara pembuatannnya. ALAT BAHAN Tabung Reaksi 1. Nutrien

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci