BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkenaan dengan proses pembelajaran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkenaan dengan proses pembelajaran."

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007; h. 1181) Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang diketahui atau akan diketahui berkenaan dengan proses pembelajaran. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama, dan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu (Notoatmojo, 2012; h. 138): a. Tahu Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan 7

2 8 tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan penyebab leukore. b. Memahami Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan leukore fisiologis dan patologis. c. Aplikasi Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi nyata. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah dalam pemecahan masalah kesehatan tentang leukore, seperti menjaga kebersihan genetalia untuk mencegah terjadinya leukore. d. Analisis Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formasi-formasi yang ada.

3 9 f. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada. 2. Perilaku Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Kholid, 2012; h. 17). Skinner (1938) dalam Hikmawati (2011) mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: respon, sehingga teori ini disebut dengan teori S-O-R (stimulus organism respons). Skinner membedakan konsep perilaku berdasarkan adanya dua respon: a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi-reaksi yang relatif tetap. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

4 10 Berdasarkan teori SOR tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi: a. Perilaku tertutup (Covert behavior): Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. b. Perilaku terbuka (Overt behavior): perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari luar atau observable behavior (Kholid, 2012; h. 18). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dan lingkungannya. Faktor yamg memegang peranan dalam perilaku ada 2 (dua), yaitu intern dan ekstern. Intern : kecerdasan, persepsi, motivasi, untuk mengolah pengaruh dari luar, dan ekstern: obyek, orang, kelompok, dan hasil kebudayan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Keduanya akan terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan diterima oleh individu yang bersangkutan (Hikmawati, 2011; h. 102). Setiap individu sejak lahir berada dalam suatu kelompok, terutama keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan dan norma sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung dalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah kesehatan. Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari

5 11 (practice). Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap proses perubahan: pengetahuan, sikap, dan praktek. Beberapa penelitian telah membuktikan hal tersebut, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas, bahkan didalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2012; h. 147). Menurut Kholid (2012; h. 28), pengetahuan sebagai determinan terhadap perubahan perilaku. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor. Pada realitasnya sulit dibedakan dalam menentukan perilaku karena dipengaruhi oleh faktor lainnya, yaitu antara lain faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya pengetahuan dan perilaku ini dapat dipahami. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Maka intervensi yang ditujukan pada faktor perilaku ini sangat strategis. Menurut Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: a. Predisposing factors (faktor predisposisi) mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi. b. Enambling factors (faktor pendukung), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

6 12 c. Reinforcing factors (faktor pendorong) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang yang bersangkutan, dan juga peraturan baik pusat maupun daerah yang terkait dengan kesehatan. Berdasarkan batasan perilaku, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok: a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek: 1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. 2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Kesehatan adalah suatu hal yang dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. 3) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

7 13 b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. c. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli Becker (1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini antara lain: 1) Perilaku hidup sehat Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup: a) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). b) Olah raga teratur c) Tidak merokok d) Tidak minum minuman keras dan narkoba e) Istirahat cukup f) Mengendalikan stress g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.

8 14 2) Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. 3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Tindakan ini meliputi: a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. b) Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit yang layak. c) Mengetahui cara memperoleh perawatan dan pelayanan kesehatan, serta memiliki kesadaran untuk tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain (Kholid, 2012; h ). 3. Kontrasepsi IUD a. Definisi IUD IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptif (Saifuddin, 2006; h. 492).

9 15 IUD atau AKDR adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan di dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus (Hidayati, 2009; h. 29). AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010; h ). b. Macam-macam IUD 1) Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi: a) Bentuk terbuka (open device), misalnya Lippes Loop, CU-T, Cu-7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T, dan lainnya. b) Bentuk tertutup (closed device), misalnya Ota ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall stone ring, dan lain-lain. Pada bentuk tertutup, jika terjadi dislokasi ke dalam rongga perut, IUD harus dikeluarkan karena dapat menyebabkan masuknya usus ke dalam lubang atau cincin, kemudian terjadilah ileus. 2) Menurut tambahan obat atau metal: a) Unmedicated Devices (Inert Devices, First Generation Devices), misalnya Lippes Loop, Margulies, Saf-T Coil, Antigon, dan lain-lain. b) Medicated Devices (Bio Active Devices, Second Generation Devices), misalnya Cu-T-200, 220, 300, 380A, Cu-7, Nova-T, ML- Cu 250, 375, Progestasert, dan lain-lain (Sofian, 2011; h. 220).

10 16 c. Mekanisme Kerja Mekanisme kerja IUD ialah menciptakan lingkungan yang tidak kondusif karena adanya reaksi benda asing. Kondisi ini menyebabkan penyerbukan leukosit yang dapat menghancurkan sperma, ovum bahkan blastocysta (Anton dan Andari, 2008; h. 136). Menurut Hartanto (2010; h. 205) mekanisme kerja yang pasti dari IUD belum diketahui. Ada beberapa mekanisme kerja IUD yang telah diajukan yaitu: 1) Timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. 2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi. 3) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam endometrium. 4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii. 5) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri. 6) Mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilisasi). 7) Untuk IUD yang mengandung tembaga mencegah terjadinya pembuahan (fertilisasi) dengan memblok bersatunya ovum dan sperma, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi dan menginaktifkan sperma. 8) Untuk IUD yang mengandung hormon, menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma. d. Efektifitas IUD IUD mempunyai efektivitas cukup tinggi, 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam satu tahun pertama (Varney, 2007; h. 417) atau 1,5-3

11 17 kehamilan per 100 wanita pada tahun pertama, dan angka tersebut menjadi lebih rendah pada tahun-tahun berikutnya (Sofian, 2011; h. 223) e. Efek samping IUD dan penanganannya 1) Nyeri dan mulas Kejang, nyeri dan mulas-mulas, serta pegal pada pinggang biasanya terjadi sehabis insersi IUD, umumnya akan hilang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pengobatannya dengan analgetika dan spasmolitika. 2) Perdarahan Dapat terjadi perdarahan pasca-insersi, bercak di luar haid, (spotting) atau perdarahan meno atau metroragia. Perdarahan ditangani dengan memberikan obat-obatan seperti: Ermetrin, Metergin, Daflon, Kalsium, Vitamin K dan C dan sebagainya. Tidak perlu diberikan antibiotik. Bila dengan cara-cara tersebut perdarahan tidak berhenti atau tetap banyak, dianjurkan untuk mencabut IUD. 3) Keputihan (Leukorea, Fluor Albus) Keputihan yang berlebihan mungkin disebabkan oleh reaksi organ genetalia terhadap benda asing yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah insersi. Sebelum dilakukan pengobatan, carilah dahulu penyebabnya. Untuk pengobatan, dapat diberikan tablet oral atau tablet vaginal. 4) Dismenorea (nyeri selama haid) Tidak seluruhnya wanita yang memakai IUD akan menderita nyeri haid, biasanya hanya terjadi pada wanita-wanita yang sebelumnya memang sering mengeluh nyeri sewaktu haid. Pengobatannya dengan analgetika dan spasmolitika.

12 18 5) Dispareunia (nyeri sewaktu koitus) Wanita jarang merasakannya, sering pihak suami mengeluh sakit karena benang yang panjang atau cara pemotongan benang seperti bambu runcing. Penanganannya dengan memendekkan benang dan buatlah agar ujungnya tumpul. 6) Ekspulsi (IUD keluar dengan sendirinya) Sering dijumpai pada masa 3 bulan pertama setelah insersi, setelah 1 tahun angka ekspulsi akan berkurang. Biasanya terjadi sewaktu sedang haid. Faktor-faktor yang berperan pada terjadinya ekspulsi adalah: a) Faktor IUD (1) Jenis IUD, yaitu ekspulsi lebih jarang terjadi pada jenis IUD tertutup. (2) Ukuran IUD, yaitu makin besar ukurannya semakin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi. b) Waktu pemasangan Angka ekspulsi lebih tinggi pada pemasangan dini (beberapa hari postpartum) dan pada pemasangan langsung dalam waktu bulan pertama pasca persalinan. c) Faktor akseptor (1) Umur dan paritas akseptor, yaitu makin tinggi usia dan paritas, makin rendah kejadian ekspulsi. (2) Adanya kelainan pada alat genetalia, yaitu misalnya inkompetensi serviks dan kelainan uterus. Ekspulsi lebih sering terjadi pada kanalis servikalis yang terbuka.

13 19 7) Infeksi Radang panggul dijumpai sekitar 2% akseptor pada tahun pertama pemakaian, namun infeksi ini bersifat ringan dan tidak perlu dicabut karena dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. (Sofian, 2011; h. 228). 4. Personal Hygiene Genetalia a. Definisi Personal hygiene secara harfiah diartikan kebersihan diri. Yang meliputi berbagai upaya yang dilakukan terkait dengan kebersihan seluruh tubuh. Personal hygiene genetalia atau lebih dikenal dengan vulva hygiene adalah menjaga dan merawat kebersihan daerah genetalia atau organ kelamin bagian luar (Nurjanah, 2012; h.120). Kebiasaan baik merawat daerah genetalia dengan cara tepat dan alami mempengaruhi kecantikan serta kesehatan organ intim perempuan. Masalah keputihan bisa teratasi, selain masalah hormonal seperti menstruasi tak teratur hingga masalah menopause (Burhani, 2012; h. 98). Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi (Burhani, 2012; h. 61). b. Cara Perawatan Genetalia 1) Cara cebok yang benar Menurut Nurjanah (2012; h. 122) cara cebok yang benar adalah:

14 20 a) Dari arah depan ke belakang, yaitu dari bibir vulva bagian atas, kemudian ke arah anus. b) Menyiramkan air disertai bantuan perabaan tangan untuk membersihkannya. c) Mengeringkan dengan handuk atau kain kering dan bersih. 2) Menjaga kelembaban Dalam kondisi normal, organ genetalia cukup lembab, namun tidak sampai terlalu berlendir. Kelembaban daerah ini memang tidak dapat diukur tetapi asal tidak terlalu becek berarti daerah genetalia tersebut dikatakan normal. Cara menjaga agar tidak terlalu lembab adalah dengan memilih bahan celana dalam berbahan katun yang bisa menyerap keringat dan jangan terlalu ketat, sebab bisa memerangkap keringat yang menyebabkan iritasi. Jika aktifitas tinggi sebaiknya sering mengganti celana dalam (Burhani, 2012; h ). 3) Menjaga kebersihan genetalia Menjaga kebersihan genetalia dengan selalu membasuh dengan air bersih. Jangan terlalu sering menggunakan produk pembersih vagina. Gunakan pembersih vagina yang tidak mengganggu kestabilan ph di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga keseimbangan ph sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat membunuh flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang (Shadine, 2012; h. 18)

15 21 4) Mencukur rambut kemaluan Manfaat mencukur rambut kemaluan (Nurjanah, 2012; h. 130): a) Mencegah penyebaran kuman b) Memberikan sirkulasi udara di daerah sekitar c) Mendapat pahala 5) Pemakaian Pantyliner Pemakaian Pantyliner tidak dianjurkan digunakan setiap hari, sebaiknya pantyliner hanya digunakan ketika keputihan. Akan lebih baik jika membawa celana dalam pengganti daripada menggunakan pantyliner tiap hari (Burhani, 2012; h. 80). 6) Pemakaian Tissue Hindari terlalu sering menggunakan tissue toilet (khususnya yang wangi) setiap buang air kecil atau besar. Kalau memungkinkan, misalnya di rumah, ganti kebiasaan ini dengan menggunakan handuk atau kain kecil yang bersih. Hindari pula pemakaian tissue atau pembalut yang dapat menyebabkan alergi (Shadine, 2012; h. 202). 7) Mengganti pembalut Bagi para wanita yang sedang menstruasi/haid untuk tidak malas mengganti pembalut karena ketika menstruasi kuman-kuman mudah untuk masuk dan pembalut yang telah ada gumpalan darah merupakan tempat berkembangnya jamur dan bakteri. Usahakan untuk mengganti setiap 4 jam sekali, 2-3 kali sehari atau sudah merasa tidak nyaman. Jangan lupa bersihkan vagina sebelumnya ketika mengganti pembalut (Burhani, 2012; h. 85).

16 22 8) Hindari penyebab iritasi Hindari kontak vagina dengan produk yang bisa mengiritasi vagina seperti produk kesehatan wanita (seperti pantyliners, pembalut) yang mempunyai wangi, bedak dan losion (Burhani, 2012; h. 80). 9) Penggunaan toilet umum Sedapat mungkin usahakan dulu untuk mendapatkan toilet dengan WC jongkok agar lebih sehat dan nyaman, karena kontaminasi yang mungkin terjadi jauh lebih minim daripada WC duduk. Apabila mendapatkan toilet dengan WC duduk, untuk mengantisipasi dan mencegah kontaminasi bakteri dari WC duduk, sebaiknya sebelum menggunakan WC, bersihkan terlebih dahulu bagian permukaan WC yang akan diduduki dengan menyiramkan air. Hal ini dapat pula dilakukan dengan menggunakan tissue toilet yang tersedia. Jika masih belum yakin akan kebersihannya, meskipun sudah dibersihkan bagian permukaan WC, masih dapat dilakukan alternatif lain, yaitu dengan menempeli bagian permukaan WC itu menggunakan tissue sebagai pengalas, kemudian baru diduduki (Nurjanah, 2012; h. 133). 10) Setia pada pasangan Hal ini juga merupakan salah satu tips menjaga dan merawat alat kelamin, hindari untuk jajan atau selingkuh (Burhani, 2012; h. 85). 11) Konsumsi makanan bergizi Menjaga kesehatan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bervariasi (Shadine, 2012; h. 202)

17 23 5. Leukore a. Definisi Menurut Manuaba (2010; h. 529) leukore atau keputihan adalah semua pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan. Oleh karena itu, penyebab utama keputihan harus dicari dengan melakukan anamnesis (wawancara), pemeriksaan kandungan, dan pemeriksaan laboratorium. Leukore atau keputihan merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar, kerap pula disertai bau busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu berkemih atau bersenggama (Shadine, 2012; h. 1). Keputihan atau fluor albus merupakan suatu kondisi dimana cairan yang keluar dari vagina (bukan darah) jumlahnya berlebihan. Biasanya encer atau agak kental, berbau agak amis atau menyengat, dan warnanya bening atau putih kekuningan (Nurjanah, 2012; h. 28). Pada kondisi yang normal, vagina dapat mengeluarkan cairan yang berasal dari rahim. Umumnya cairan yang keluar sedikit, jernih, dan tidak berbau. Jika cairan (bukan darah) yang keluar dari vagina berlebihan, keadaan tersebut disebut leukore atau keputihan. Selama kehamilan, menjelang menstruasi, pada saat ovulasi, dan akibat rangsangan seksual, vagina cenderung lebih banyak mengeluarkan cairan, gejala tersebut masih termasuk normal. Namun apabila cairan yang keluar berlebihan, terkadang menimbulkan rasa gatal, dan bau tidak sedap maka perlu diwaspadai (Burhani, 2012; h. 48)

18 24 Leukore atau keputihan bukan suatu penyakit tersendiri, tetapi dapat merupakan gejala dari suatu penyakit lain. Keputihan yang berlangsung terus-menerus dalam waktu yang cukup lama dan menimbulkan keluhan, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya (Shadine, 2012; h. 2). b. Etiologi Leukore dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti infeksi mikroorganisme yaitu bakteri, jamur, virus atau parasit. Juga dapat disebabkan karena gangguan keseimbangan hormon, stress, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, benda asing dalam vagina, dan adanya penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker leher rahim (Shadine, 2012; h. 2). Menurut Joseph dan Nugroho (2011; h. 35) penyebab leukore yaitu: 1) Infeksi kencing nanah, misalnya, menghasilkan cairan kental, bernanah dan berwarna kuning kehijauan. 2) Parasit Trichomonas vaginalis menghasilkan banyak cairan, berupa cairan encer berwarna kuning kelabu. 3) Keputihan yang disertai bau busuk dapat disebabkan oleh kanker. 4) Kelelahan yang sangat berat. Nurjanah (2012, hal; 30) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efek perlindungan yang diberikan oleh mikroflora normal dalam vagina yaitu: 1) Pemberian Antibiotika Pemberian antibiotika dalam jangka panjang akan menekan jumlah bakteri baik dalam vagina terutama jenis jamur, bahkan dapat mengubah sifat bakteri baik menjadi jahat.

19 25 2) Pembilasan vagina Pembilasan vagina menggunakan air biasa atau dengan larutan meskipun hanya untuk sementara waktu akan menyebabkan perubahan keasaman vagina atau menekan jumlah bakteri tertentu. 3) Hubungan seksual Cairan sperma yang masuk dapat meningkatkan keasaman vagina, ph dapat mencapai 7,2 selama 6-8 jam. Akibatnya, vagina menjadi rentan terhadap infeksi kuman penyebab penyakit menular seksual. 4) Benda asing Tertinggalnya benda asing yang masuk vagina akan mengganggu mekanisme pembersihan vagina yang alami, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. c. Jenis Leukore Menurut para pakar sex (pakar seksologi), leukore atau keputihan ada dua jenis yaitu: 1) Keputihan fisiologis a) Tidak gatal b) Tidak bau c) Datangnya menjelang masa subur d) Biasanya juga datang menjelang perempuan dewasa haid. 2) Keputihan patologis a) Gatal b) Berbau amis atau anyir c) Berubah warnanya

20 26 3) Kondisi normal yang dapat menyebabkan sekret keluar berlebihan a) Bayi baru lahir hingga berusia kira-kira 10 hari. Hal ini terjadi karena pengaruh hormon estrogen dari ibunya. b) Masa sekitar menarche. Keadaan ini ditunjang oleh hormon estrogen. c) Seorang perempuan yang mengalami kegairahan seksual. Hal ini berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi pada vagina. d) Masa disekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut rahim. e) Kehamilan yang menyebabkan meningkatnya suplai darah ke daerah vagina dan mulut rahim serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina. f) Akseptor kontrasepsi pil dan akseptor spiral g) Pengeluaran lendir yang bertambah pada perempuan yang sedang menderita penyakit kronik atau pada perempuan yang mengalami stress (Shadine, 2012; h. 3-5). d. Diagnosis Berupa iritasi pada area genital, rasa panas, gatal dan nyeri yang dapat terasa di daerah vulva dan paha, perineum (kulit diantara vagina dan anus), dapat pula disertai nyeri saat berkemih dan senggama. Dapat juga terjadi perdarahan bercak setelah senggama akibat kontak langsung dengan leher rahim yang meradang. Keluar cairan keputihan yang berbuih dan berwarna putih keabuan atau berwarna kuning kotor kehijauan serta berbau busuk yang menusuk. Dalam kondisi parah, vagina dan leher rahim dapat bengkak dan meradang kemerahan.

21 27 1) Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu. 2) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya keputihan yag normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. 3) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri. 4) Gadis muda juga kadang mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya (Shadine, 2012; h. 9-10). e. Pencegahan 1) Selalu membersihkan dengan baik organ kelamin, terutama vagina. 2) Meminimalisir penggunaan sabun antiseptik khusus vagina. 3) Mengganti pembalut sesering mungkin dan tepat waktu, minimal 4 kali sehari. 4) Memilih pakaian dalam yang tepat, yaitu dari bahan kain yang dapat menyerap keringat dan mengurangi penggunaan celana ketat untuk menjaga kelembapan daerah organ kelamin. 5) Langsung melakukan pemeriksaan organ reproduksi jika terjadi keluhan yang berarti (Nurjanah, 2012; h. 33).

22 28 6. Pengetahuan dan perilaku pengguna KB IUD tentang hygiene genetalia hubungannya dengan kejadian leukore Menurut Manuaba (2010; h. 530) penyebab terjadinya leukore atau keputihan adalah infeksi, benda asing, dan keganasan. Hal ini didukung oleh teori Sofian (2012; h. 228), yang menyebutkan bahwa salah satu efek samping dan komplikasi pemakaian IUD adalah keputihan atau leukore. Keputihan yang berlebihan disebabkan oleh reaksi organ genetalia terhadap benda asing yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah insersi. Menurut Shadine (2012; h. 15) keputihan dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan daerah genetalia dan membiasakan diri untuk berperilaku hidup sehat agar daya tahan tubuh baik. Pengetahuan akan keputihan secara tepat akan membantu dalam membedakan antara keputihan yang normal dengan keputihan yang patologis. Penelitian Nurhadini, dkk (2011) tentang hubungan personal hygiene dengan keputihan pada wanita usia subur di wilayah kerja puskesmas Lingkar Timur menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan keputihan. Hasil uji statistik dalam penelitian Melati, dkk (2011) tentang hubungan pengetahuan dan ketrampilan vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada ibu rumah tangga di desa Sawahjoho Warungasem Batang, membuktikan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan ketrampilan vulva hygiene dengan kejadian keputihan.

23 29 B. Kerangka Teori Faktor Predisposisi - Pendidikan - Pekerjaan - Sosek - Kepercayaan Keganasan Faktor Pendukung Pengguna IUD - Ketersediaan sarana dalam Hygiene kebersihan genetalia Leukore - Pengetahuan - Perilaku Infeksi Faktor Pendorong - Referensi - Pembinaan Nakes - Fasilitas (media informasi) Benda asing: IUD Gambar 1. Bagan kerangka teori pengetahuan dan perilaku pengguna KB IUD tentang kebersihan genetalia hubungannya dengan leukore (Sumber : Modifikasi Green (1980) dalam Kholid (2012), Manuaba (2010), Sofian (2012), Shadine (2012), Notoatmodjo (2010) )

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputihan adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Keputihan dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya keputihan normal (fisiologis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metode kontrasepsi jangka panjang IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang sangat populer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efek Samping Kontrasepsi IUD 2.1.1 Pengertian Efek Samping Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Menurut dr. Sugi Suhandi, spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Mitra Kemayoran Jakarta, keputihan (flour albus) adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja juga sering disebut sebagai

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja atau adolescenc (Inggris ), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI Mimatun Nasihah* dan Sofia Nihayati** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah puberty (Inggris), puberteit (Belanda), pubertas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Definisi keputihan Prawirdjoharjo (2007) menjelaskan, keputihan (disebut juga leukorea, white discharge, fluor albus) adalah nama gejala yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan cara memberi nasehat perkawinan pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran.

Lebih terperinci

perkembangan kesuburan dalam rahim (Irianto, 2014).

perkembangan kesuburan dalam rahim (Irianto, 2014). 7 yang berbentuk huruf T. IUD mengandung progestin yang menekan perkembangan kesuburan dalam rahim (Irianto, 2014). IUD merupakan suatu alat atau benda yang dimasukan ke dalam rahim yang sangat efektif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Ibu a. Definisi Ibu Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah melahirkan seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tindakan Teori tindakan adalah suatu teori perilaku manusia dan disengaja bagi perantara merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara tersebut

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Eka Junia Imawan**

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Eka Junia Imawan** ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2010 Ida Susila* Eka Junia Imawan** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS Sukatmi*, Nikmaturohmah.** *) Dosen Akper Pamenang Pare Kediri **) Perawat Puskesmas Badas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana (KB 2.1.1 Sasaran Keluaraga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu gejala gangguan kesehatan yang dikeluhkan wanita (Prawirohardjo, 2008). Fluor albus adalah cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi sebagai proses dalam mempersiapkan diri meninggalkan dunia anak-anak untuk memasuki dunia orang dewasa. Pada masa ini terjadi banyak

Lebih terperinci

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali   ABSTRAK HUBUNGAN PEMAKAIAN PEMBERSIH VAGINA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali Email : Ardiani.sulistiani@yahoo.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2 1. Kelainan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum adalah... Sifilis Epididimitis Kanker prostat Keputihan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran: Informed Consent dan Kuesioner Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Ibu Yth, Saya dr.juliandi Harahap dari Fakultas Kedokteran USU akan melakukan penelitian dengan judul:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian Keputihan adalah suatu keluhan berupa pengeluaran cairan dari saluran kelamin wanita yang berlangsung lama, berulang, bernanah, berdarah sewaktu, berbau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa seorang remaja harus memperhatikan kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya bagi remaja putri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) digunakan untuk mengatur jarak kehamilan sehingga dapat mengurangi resiko kehamilan atau jumlah persalinan yang membawa bahaya (Royston,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Kontrasepsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan BAB XXII Perdarahan dari Vagina yang tidak normal Beberapa masalah terkait dengan menstruasi Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan Perdarahan setelah aborsi atau keguguran Perdarahan setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan pada saat menstruasi adalah cara yang sangat penting bagi wanita untuk memelihara tingkat kebersihan selama menstruasi. Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Notoatmodjo ( 2012) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conseption Control) adalah cara untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas. KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD (INTRA-UTERINE DEVICE) Susiana Candrawati B. LEARNING OUTCOME Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemasangan IUD 2. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi termasuk salah satu dari masalah remaja yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua kalangan (Soetjiningsih, 2004). Berbagai masalah pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan 2.1.1. Definisi keputihan Keputihan atau fluor albus adalah istilah untuk menggambarkan gejala keluarnya cairan dari alat atau organ reproduksi melalui vagina, selain

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu :

Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu : 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA Nama : RABITA NIM : 095102004 Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan Tentang Perawatan Alat Genitalia Eksterna Tahun 2010 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk, (1) Menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Anggun Mita Arismaya*, Ari Andayani **, Moneca Diah L *** Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan keluhan yang sering menyerang wanita dan tidak mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi pada vulva dan/atau vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari jamur Candida sp., terutama Candida

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLUOR ALBUS) PADA REMAJA PUTRI Nurlaila*, Mardiana Z* *Dosen Jurusan Kebidanan Tanjungkarang Fluor albus dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh meliputi karakteristik responden dan hasil uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada akseptor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi remaja adalah suatu kondisi atau keadaan sehat secara menyeluruh baik kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Defenisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan masyarakat. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan,

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a. Pengertian Kanker Leher Rahim Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai kematangan. Fase remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

Lebih terperinci

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER Buku informasi alat kontrasepsi pegangan untuk kader diperuntukkan bagi kader PPKBD dan Sub PPKBD atau Posyandu yang dipelajari secara berdampingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tentang kesehatan reproduksi perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Upaya untuk menuju reproduksi yang sehat sudah harus dimulai terutama

Lebih terperinci

Medan, Maret 2014 Hormat saya,

Medan, Maret 2014 Hormat saya, Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Fithri Hervianti NIM :101101131 No.Hp : 082376071573 Alamat : Fakultas Keperawatan USU Medan Adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian keputihan Keputihan dikalangan medis dikenal dengan istilah leukore atau fluor albus, yaitu keluarnya cairan dari vagina (Ababa, 2003). Leukore adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS DI SMK AHMAD YANI GURAH KEDIRI Susi Erna Wati, S.Kep.,Ns.M.Kes Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri susierna@unpkediri.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keputihan (flour albus, leukorhea, atau white discharge) merupakan gejala yang berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA 1. DATANG KE BALAI PENYULUH KB DI MASING-MASING KECAMATAN TEMUI PETUGAS PENYULUH KB ATAU PEMBANTU PENYULUH KB DESA ATAU LANGSUNG KE TEMPAT PELAYAN KESEHATAN/PUSKESMAS/RUMAH SAKIT 2. PILIH KONTRASEPSI YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran fisiologis Vagina Selama periode reproduksi pada wanita dengan tingkat estrogen yang mencukupi, lactobacillus merupakan flora normal yang paling dominan(>95%) hidup

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan berkembangnya berbagai metode kontrasepsi.

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita. Periode ini terjadi karena adanya penurunan sekresi hormon estrogen dan progesteron dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk menentukan jumlah

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Keputihan a. Pengertian Keputihan Keputihan yang dalam bahasa kedokteran disebut fluor albus, tidak selalu berarti suatu penyakit, jika hanya muncul pada masa-masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau. melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau. melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN SANTRI S BEHAVIOR MAINTAINING HYGIENE OF EXTERNAL GENITAL ORGANS WITH VAGINAL DISCHARGE CASES Azizatul Hamidiyah 1*),

Lebih terperinci