kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Laporan Ringkas Kajian Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur ini merupakan intisari dari seluruh laporan yang telah disusun Konsultan guna memenuhi kewajiban Konsultan kepada Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagaimana telah dituangkan dalam Kontrak Kerja Nomor... tertanggal Secara garis besar, Laporan Ringkas ini berisikan hal-hal pokok berikut: Latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, lingkup kerja, keluaran yang diharapkan, lokasi studi, dan durasi pekerjaan; Tinjauan terhadap kebijakan / peraturan yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan industri semen nasional; Metodologi kajian; Pelaksanaan survey; Gambaran umum industri semen nasonal; Kondisi tata niaga semen nasional; Analisis; Konsep pengembangan sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien; Kesimpulan dan saran (rekomendasi). Dengan tersusunnya Laporan Ringkas ini, Konsultan menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, yang telah memberikan kepercayaan pada kami untuk melaksanakan kegiatan studi ini. Mudah-mudahan hasil studi ini dapat menjadi bahan masukan bagi Kementerian Pekerjaan Umum guna mendukung implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur secara nasional, terkait dengan aspek kebutuhan material semen di masa masa mendatang. Jakarta, Oktober 2012 PT. GUTEG HARINDO Laporan Ringkas i

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iv iv BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG FORMULASI MASALAH POLA RANTAI PASOK EKSISTING SEMEN NASIONAL 5 BAB 2 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL DAN TAHAPAN IMPLEMENTASINYA DALAM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL KEBIJAKAN INVESTASI SEKTOR INFRASTRUKTUR NASIONAL KEBIJAKAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL ROAD MAP PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI YANG RESPONSIF TERHADAP ISU PERUBAHAN IKLIM 17 BAB 3 GAMBARAN PERKEMBANGAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL KONDISI EKSISTING KAPASITAS INDUSTRI SEMEN NASIONAL SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL Siklus Hidup Semen Katalog Produk Semen SISTEM DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL Pola Distribusi (Asal-Tujuan) Semen Nasional Sistem Pengangkutan Produk Semen Nasional Kendala Distribusi Semen Nasional Saat ini PEMASARAN PRODUK SEMEN NASIONAL Market Share Semen Nasional Ekspor dan Impor Semen POLA SUPPLY SEMEN NASIONAL TEKNOLOGI PRODUKSI SEMEN NASIONAL 28 Laporan Ringkas ii

3 BAB 4 ISU-ISU POKOK TERKAIT SISTEM PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI SEMEN NASIONAL PERMASALAHAN POKOK DALAM SISTEM PRODUKSI DAN TATA NIAGA SEMEN NASIONAL INDIKASI PERMINTAAN PASOKAN SEMEN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM KERANGKA RPJMN-2 DAN MP3EI 32 BAB 5 MODEL RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN SKENARIO PENGEMBANGAN IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN 37 BAB 6 STRATEGI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN 38 BAB 7 PENUTUP 45 Laporan Ringkas iii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Indikasi Invesati Untuk Infrastruktur dalam MP3EI 1 Tabel 1.2. Komponen Penting dalam Aspek Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen 6 Tabel 2.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Infrastruktur yang Menjadi Kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum ( ) 10 Tabel 2.2. Estimasi Kebutuhan Semen sampai dengan Tabel 2.3. Estimasi Kebutuhan Investasi infrastruktur dalam kerangka MP3EI 13 Tabel 2.4. Estimasi Kebutuhan Semen berdasarkan anggaran infrastruktur RPJMN-II dan MP3EI tahun Tabel 3.1. Kapasitas dan Produksi klinker di Indonesia 19 Tabel 3.2. Kapasitas dan Produksi Semen di Indonesia 19 Tabel 3.3. Katalog Jenis Semen Nasional 21 Tabel 3.4. Biaya Logistik Nasional dan Komparasinya dengan Negara lain 26 Tabel 4.1. Pokok-pokok Masalah dalam Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen Nasional 30 Tabel 4.2. Estimasi Kebutuhan Material dan Alat Berat untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (selama ) 32 Tabel 4.3. Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen selama Tabel 5.1. Peramalan Ketersediaan Semen Nasional ( ) Berdasar Skenario Pengembangan 36 Tabel 6.1. Strategi Kebijakan Pengembangan Sistem Rantai Pasok Semen Nasional yang Efektif dan Efisien untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur 41 Tabel 6.2. Kondisi yang Diharapkan dalam Implementasi Rantai Pasok dan Distribusi Semen Nasional dalam Kerangka Implementasi SISLOGNAS 44 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Kerangka Formulasi Masalah 4 Gambar 1.2. Pola Umum Aliran Komoditas Semen Nasional 6 Gambar 2.1. Tahapan Pembangunan Nasional Gambar 2.2. Enam Koridor Ekonomi Utama dalam MP3EI 12 Laporan Ringkas iv

5 Gambar 2.3. Kerangka Kerja Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) 14 Gambar 3.1. Sebaran Pabrik Semen di Indonesia pada tahun Gambar 3.2. Siklus Hidup Semen Nasional 20 Gambar 3.3. Skema jalur Distribusi Semen 22 Gambar 3.4. Proses Pengangkutan Produk Semen 24 Gambar 3.5. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran 24 Gambar 3.6. Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis wilayah ( ) 27 Gambar 3.7. Perkembangan Ekspor dan Impor Semen ( ) 28 Gambar 3.8. Pola Fluktuasi Pasokan Semen Nasional selama Gambar 5.1. Causal Loop Supply and Demand Semen Nasional 34 Gambar 6.1. Siklus Perencanaan, Distribusi, dan Konsumsi Komoditas Semen Nasional 40 Laporan Ringkas v

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Dalam hal ini, Infrastruktur berperan sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi dan sebaliknya, apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitas. Untuk itu, diperlukan peningkatan laju pembangunan infrastruktur guna mendorong sektor riil agar tetap bergerak, dan memacu roda perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus ditingkatkan apabila didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Dewasa ini, kondisi infrastruktur Indonesia dianggap sebagai salah satu penghambat masuknya investasi diberbagai kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, dibutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.4%-7.5% pada tahun , dan 8%-9% pada periode Terkait hal ini, pemerintah menetapkan fokus investasi yang akan dikembangkan pemerintah hingga tahun 2025 yaitu sektor pangan, infrastruktur, dan energi. Adapun biaya untuk mendukung program MP3EI diproyeksikan sebagai berikut. Tabel 1.1. Indikasi Investasi Untuk Infrastruktur Dalam MP3EI No Bidang Indikasi Alokasi Dana (IDR Triliun) 1 Infrastruktur Jalan Infrastruktur Pelabuhan Infrastruktur Power & Energi Infrastruktur Bandar 32 5 Infrastruktur Rel Kereta Utilitas Air 18 7 Telematika Infrastruktur Lainnya 31 Total Sumber: Bappenas; investasi bersumber dari Pemerintah, BUMN, dan sektor swasta Seiring dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah, diproyeksikan pembangunan infrastruktur dalam skala besar akan Laporan Ringkas Bab 1-1

7 terjadi secara bersamaan. Penyelenggaraan infrastruktur berskala besar tersebut membutuhkan dukungan berbagai sumber daya, antara lain sumber daya manusia, biaya, material dan peralatan. Kurangnya dukungan ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur. Salah satu sumber daya material yang bernilai sangat strategis dalam penyelenggaraan konstruksi adalah material semen. Konsumsi semen di Indonesia akan linier dengan pertumbuhan perekonomian nasional serta pembangunan infrastruktur dan property. Penggunaan semen sangat luas dalam pembangunan, baik di proyek-proyek besar seperti infrastruktur publik dan bangunan gedung berskala besar, maupun pemenuhan kebutuhan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya seperti perbaikan rumah, prasarana lingkungan, dan sebagainya. Diperkirakan kebutuhan semen untuk mendukung kegiatan non-konstruksi sebesar 70-75% dari konsumsi semen nasional. Dengan kondisi infrastruktur di Indonesia yang masih kurang memadai, industri semen makin prospektif karena semen akan banyak dibutuhkan seiring percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah. Kapasitas produksi semen nasional dari 9 pabrik semen besar yang beroperasi di berbagai wilayah indonesia adalah 53,01 juta ton pada tahun Selama tahun 2011 industri semen Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan kapasitas produksi semen yang cukup signifikan -sebesar 7,14%- apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah volume mencapai 56,796 juta Ton. Dilain pihak, konsumsi semen di Indonesia berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyebutkan, penjualan semen di Indonesia 2010 sebanyak 40,77 juta ton atau meningkat 4,42% dari tahun 2009 sebesar 39,05 juta ton. Dan pada tahun 2011 penjualan semen dalam negeri mencapai angka 48,0 juta ton atau naik 17,71% dari tahun Berdasarkan data tersebut, rasio utilitas yaitu perbandingan antara konsumsi semen terhadap kapasitas produksi semen pada tahun 2011 mencapai 85%. Mengacu pada rasio utilitas di atas, seharusnya supply dan demand semen di Indonesia sudah memadai. Namun, masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan dukungan semen terhadap penyelenggaraan infrastruktur. Pertama, sampai saat ini belum dapat dirumuskan kebutuhan semen secara nyata. Para pengguna semen belum banyak yang melaporkan kebutuhan dan penggunaan semen sesuai dengan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Kebutuhan semen seyogyanya dirumuskan berdasarkan daftar volume pekerjaan yang terdapat dalam dokumen perencanaan teknis atau sekurang-kurangnya berdasarkan statistic penggunaan semen tahun-tahun sebelumnya. Laporan Ringkas Bab 1-2

8 Kedua, kapasitas produksi belum menunjukkan produksi maksimum yang dapat segera dioperasikan pada saat terjadinya peningkatan kebutuhan semen. Oleh karena itu, pengguna masih mengalami keraguan dalam meningkatkan kebutuhan semen. Ketiga, pada satu sisi kebutuhan semen semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pengembangan kapasitas produksi semen menghadapi tantangan terkait dengan lingkungan hidup. Oleh karena itu, perlu dirumuskan upaya-upaya mitigasi dampak lingkungan oleh masyarakat penerima dampak disekitar yang lebih efektif dan dapat diterima rencana lokasi pengembangan industri semen. Selain masalah lingkungan, pengembangan industri semen nasional harus tetap dijaga sebagai modal industri nasional yang telah banyak memberikan manfaat ekonomi bagi rakyat Indonesia. walaupun demikian, industri semen nasional dan tata niaga semen harus tetap mengutamakan efisiensi sehingga mampu memberikan harga semen yang berdaya saing. Keempat, masih terjadi disvarietas harga di wilayah tertentu khususnya pada saat kebutuhan semen mencapai puncaknya. Walaupun secara nasional ketersediaan semen memadai, tetapi di wilayah tersebut semen sulit diperoleh, sehingga harga semen menjadi lebih mahal. Salah satu penyebab dari kelangkaan tersebut adalah sistim distribusi semen ke wilayah tersebut. Di Balikpapan misalnya, kapasitas pelabuhan menjadi relative terbatas karena kegiatan ekonomi sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan distribusi semen terhambat oleh kegiatan bongkar-muat komoditi lainnya yang menjadi prioritas utama dalam peekonomian, misalnya bahan pokok. Untuk lebih menjamin pasokan semen secara berkelanjutan, permasalahan distribusi seperti contoh di atas perlu di petakan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Pengelolaan Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Konstruksi. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok semen serta membangun kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, sehingga penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien FORMULASI MASALAH Memperhatikan uraian di atas, permasalahan yang terkait dengan sistem rantai pasok dan tata niaga komoditas semen nasional serta formulasi strategi perbaikan sistem di masa mendatang, kiranya dapat disarikan seperti dalam Gambar 1.1. Laporan Ringkas Bab 1-3

9 Arah kebijakan pembangunan infrastruktur ke depan. - RPJPN - RPJMN-II - MP3EI - Dsb.. Kebijakan industrialisasi produk semen Kebutuhan semen untuk mendukung pembangunan infrastruktur ke depan Sisi Pasokan SURPLU S / Sisi Permintaan Bagaimana pengelolaannya? Bagaimana formulasi kebijakannya? Rekomendasi: RUMUSAN KEBIJAKAN PENINGKATAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI RANTAI PASOK DAN TATA NIAGA SEMEN NASIONAL Gambar 1.1. Kerangka Formulasi Masalah Mengacu pada latar belakang dan permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas, strategi mewujudkan sistem rantai pasok dan tata niaga semen nasional perlu diarahkan untuk mendukung implementasi kebijakan pembangunan nasional ke depan terkait dengan pembangunan infrastruktur, yang secara signifikan akan menjadi basis dalam memperkirakan kebutuhan (permintaan) akan komoditas semen sebagai material guna mendukung kegiatan pembangunan infrastruktur (fisik). Berbagai kebijakan pembangunan nasional tersebut antara lain: RPJP Nasional ( ), RPJM Nasional-II ( ), RPJP Kementerian PU, MP3EI, kebijakan pembangunan industri semen nasional, dan lain sebagainya. Dari sisi pasokan (supply side), hal-hal yang perlu diketahui atau diidentifikasi adalah bagaimana sistem produksi semen nasional dan ketersediaan produk semen nasional untuk mendukung pembangunan inftrastruktur. Sistem produksi semen dalam hal ini dipengaruhi oleh: siklus hidup produk semen, dan pasokan bahan baku untuk produksi semen. Produk-produk semen nasional tersebut perlu disusun dalam sebuah katalog produk yang menyediakan informasi bagi pengguna mengenai karakteristik produk semen. Dari sisi permintaan (demand side), hal-hal yang dapat Laporan Ringkas Bab 1-4

10 diidentifikasi adalah seberapa besar porsi penggunaan dan produksi semen untuk penyelenggaraan konstruksi/infrastruktur. Dengan demikian dapat diformulasikan kebutuhan semen nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Hubungan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand) semen akan menentukan tingkat keseimbangan supply-demand produk semen nasional. Untuk itu, perlu diidentifikasi seberapa besar potensi pengembangan / peningkatan industri semen secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhannya di masa-masa mendatang. Sistem rantai pasok dan tata niaga yang efektif dan efisien diharapkan dapat mengatasi kesenjangan antara supply dan demand produk semen. Untuk itu, diperlukan formulasi tata niaga pasokan semen nasional dan sistem distribusi dan logistik semen nasional. Hasil formulasi tersebut perlu diawali terlebih dahulu dengan melihat seberapa besar ketersediaan dan kebutuhan akan semen di masa mendatang agar dapat mewujudkan keseimbangan supply dan demand. Selain itu, hasil formulasi tersebut akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan Pemerintah dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional serta mendukung langkah Pemerintah dalam rangka pengembangan industri semen nasional yang berkelanjutan POLA RANTAI PASOK EKSISTING SEMEN NASIONAL Pola aliran komoditas semen dari titik pemasok (pabrik semen) menuju end users (pengguna produk) yang berlaku selama ini dapat dikelompokkan dalam kategori pengguna, yatu: (1) proyek berskala besar; (2) proyek skala kecil-menengah; dan (3) masyarakat. Secara umum, pola aliran komoditas semen adalah: a. untuk proyek-proyek skala besar; pengguna produk semen mengambil (order) secara langsung dari pabrik penghasil produk semen; b. untuk proyek-proyek skala kecil-menengah dan kegiatan fisik yang dilakukan masyarakat umum; pengguna produk semen mengambil dari pabrik melalui distributor. Laporan Ringkas Bab 1-5

11 Supply Side Pabrik Semen Demand Side Project Skala Besar Project Skala Kecil Distributor Masyarakat Sistem Produksi Gambar 1.2. Pola Umum Aliran Komoditas Semen Nasional Gambar 1.2 memperlihatkan dua aspek penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) aspek sistem produksi, dan (2) aspek tata niaga semen. Hal-hal pokok yang terkait dengan masing-masing aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Komponen Penting dalam Aspek Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen Aspek Sistem Produksi Aspek Tata Niaga Sistem produksi semen, mencakup: Rumusan kebutuhan semen nasional, mencakup: Siklus hidup produk semen Katalog produk semen Pasokan bahan baku untuk produksi semen Porsi produksi semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur Rumusan ketersediaan semen nasional Potensi pengembangan industri semen di masa mendatang Tata niaga semen Porsi penggunaan semen untuk infrastruktur Uraian pada masing-masing komponen tersebut di atas disajikan dalam Bab 3. Laporan Ringkas Bab 1-6

12 BAB 2 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL 2.1. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL DAN TAHAPAN IMPLEMENTASINYA DALAM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL Berdasarkan tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang (selama kurun waktu 2005 hingga 2025) serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan faktor-faktor strategis yang muncul, amanat pembangunan sebagai yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka Visi Pembangunan Nasional Tahun adalah: Indonesia yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi Pembangunan Nasional Tahun ini mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD Dalam mewujudkan Visi tersebut, ditempuh Misi Pembangunan Nasional, yaitu: (1) mewujudkan indonesia yang maju dan mandiri; (2) mewujudkan indonesia yang adil dan demokratis; dan (3) mewujudkan indonesia yang aman dan bersatu. Sasaran-sasaran pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian berikut: 1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi. 2. Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5%. 3. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga. Laporan Ringkas Bab 2-7

13 Pembangunan infrastruktur menjadi hal yang krusial untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-saing, sebagai salah satu arah kebijakan RPJP Nasional Ketersediaan infrastruktur yang maju diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional sebagai faktor kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangantantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk mencapai sasaran pokok RPJP Nasional , pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, tetapi semua itu berkesinambungan dari periode ke periode dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Gambar 2.1. Tahapan Pembangunan Nasional Sumber: BAPPENAS, 2009 Dalam konteks Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasionl ke-2 ( ) yang merupakan kelanjutan dari pembangunan lima tahunan pertama ( ), Pemerintah memprioritaskan pembangunan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian dengan sasaran Laporan Ringkas Bab 2-8

14 pembangunan ekonomi dan kesejahteraan tidak terlepas dari persoalan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dengan pulihnya perekonomian global dalam 1-2 tahun mendatang, capaian tertinggi yang pernah dicapai oleh laju pertumbuhan perekonomian Indonesia sebelum krisis sekitar 7% sudah dapat dipenuhi sebelum tahun terakhir masa Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga sekitar 5-6% pada akhir tahun 2014, dan kesempatan kerja yang tercipta antara 9,6 juta-10,7 juta pekerja selama periode Kombinasi antara percepatan pertumbuhan ekonomi dan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan menjadi sekitar 8-10% pada akhir Untuk mendukung sasaran tersebut di atas, Pemerintah telah memformulasikan strategi dan arah kebijakan pembangunan infrastruktur dalam kerangka pembangunan jangka menengah kedua (RPJMN-II tahun ), yaitu: (1) meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana sesuai Standar Pelayanan Minimal; (2) mendukung peningkatan daya saing sektor rill; dan (3) meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta. Sarana dan prasarana yang dimaksudkan di sini meliputi: sumber daya air, transportasi, perumahan dan permukiman, komunikasi dan informatika, energi dan kelistrikan, dan penanggulangan semburan lumpur Sidoarjo. Dalam konteks pembangunan sarana dan prasarana tersebut, peranan industri semen nasional sangat penting untuk mendukung implementasi pembangunan konstruksi (fisik). Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah memformulasikan arah kebijakan pembangunan di bidang pekerjaan umum selama , yang tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) tahun sebagai derivasi dari RPJM Nasional ke-2. Terdapat 5 (lima) tujuan yang merupakan sasaran strategis Kementerian PU yang akan dicapai, sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 2.1. Laporan Ringkas Bab 2-9

15 Tabel 2.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Infrastruktur yang Menjadi Kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum ( ) Tujuan Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan kapasitas pengawasan pengendalian pelaksanaan, dan akuntabilitas kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan umum. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi Sasaran Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis bidang penataan ruang. Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Berkurangnya luas kawasan yang terkena dampak banjir. Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan rawa Meningkatnya kapasitas jalan nasional sepanjang km Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah. Meningkatnya kualitas kawasan permukiman dan penataan ruang Meningkatnya kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan Meningkatnya kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/ nelayan dengan pola pemberdayaan masyarakat, Meningkatnya kualitas pengaturan, pembinaan dan pengawasan pada pembangunan infrastruktur permukiman, Terwujudnya peningkatan kepatuhan dan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan infrastruktur yang bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) Meningkatnya koordinasi, administrasi dan kualitas perencanaan, pengaturan, pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara (BMN). Meningkatnya kualitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur Meningkatnya kualitas prasarana, pengelolaan data, informasi dan komunikasi publik Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi di pusat dan daerah Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) siap pakai Laporan Ringkas Bab 2-10

16 2.2. KEBIJAKAN INVESTASI SEKTOR INFRASTRUKTUR NASIONAL Pembangunan infrastruktur ke depan sangat diperlukan dalam rangka peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, telah mengestimasi kebutuhan investasi infrastruktur di bidang PU dan permukiman dalam kurun kurang lebih sebesar Rp322 Triliun. Penggunaan dana tersebut sebagian adalah untuk pembangunan konstruksi fisik di bidang PU dan permukiman yang tentunya akan membutuhkan material konstruksi seperti baja dan semen. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU memprediksikan kebutuhan material semen untuk mendukung pembangunan infrastruktur hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai 70,82 juta ton. Angka ini didasarkan pada pertumbuhan semen selama kurun waktu sebesar 3,53% per tahun dimana pada posisi 2010, demand semen nasional mencapai 43,09 juta ton. Tabel 2.2. Estimasi Kebutuhan Semen sampai dengan Juta ton/tahun 43,57 45,11 46,71 48,36 50,06 59,44 70,82 Kg/kapita/tahun Untuk merespon tantangan ke depan dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin kompleks dan tidak mudah untuk diselesaikan, Pemerintah telah menyusun agenda pembangunan infrastruktur yang dituangkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Secara geografis, kedudukan Indonesia berada di tengah-tengah Kawasan Timur Asia yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Dalam aspek perdagangan global, dewasa ini perdagangan South to South, termasuk transaksi antara India Cina Indonesia, menunjukkan peningkatan yang cepat. Sejak 2008, pertumbuhan ekspor negara berkembang yang didorong oleh permintaan negara berkembang lainnya meningkat sangat signifikan (kontribusinya mencapai 54%). Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan perdagangan regional dan global. Pembangunan koridor ekonomi (KE) di Indonesia, sebagai wujud implementasi MP3EI, dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran Laporan Ringkas Bab 2-11

17 strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) KE seperti yang tergambar pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Enam Koridor Ekonomi Utama dalam MP3EI Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011 Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama, telah diindikasikan nilai investasi yang akan dilakukan di keenam koridor ekonomi tersebut sebesar sekitar IDR Triliun. Dari jumlah tersebut, Pemerintah akan berkontribusi sekitar 10% (401,2 Triliun Rp) dalam bentuk pembangunan infrastruktur dasar, seperti: jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, serta rel kereta dan pembangkit tenaga listrik, sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari swasta (51%) maupun BUMN (18%) dan campuran (21%). Dari total investasi tersebut, KE Jawa mendapatkan porsi terbesar (32%) dibandingkan 5 KE yang lain. Khusus untuk investasi di bidang infrastruktur, diperkirakan akan membutuhkan investasi sebesar Triliun Rp dengan rincian sebagai berikut. Laporan Ringkas Bab 2-12

18 Koridor Ekonomi Tabel 2.3. Estimasi Kebutuhan Investasi infrastruktur dalam kerangka MP3EI Jalan Energi & Power Investasi (T Rp) Rel KA Air Pelabuhan Bandara Telematika Lainnya Jemb Selat Sunda Total Investasi (T Rp) Sumatera , Jawa Kalimantan , Sulawesi , Bali-Nusa Tenggara Papua-Kep. Maluku , ,1-162 Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011 Merespon kebutuhan investasi infrastruktur di atas, Kementerian PU mengestimasi permintaan material konstruksi berdasarkan anggaran infrastruktur RPJM Nasional- II ( ) diperkirakan mencapai 48,4 juta ton, mencakup 12,1 juta ton untuk infrastruktur dan 36,3 juta ton untuk non-infrastruktur, demikian halnya dengan estimasi permintaan berdasarkan anggaran infrastruktur MP3EI Tabel 2.4. Estimasi Kebutuhan Semen berdasarkan anggaran infrastruktur RPJMN-II dan MP3EI tahun 2012 Sumber: BPSDI-KemenPU (dalam Laporan Ringkas Bab 2-13

19 2.3. KEBIJAKAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL Terkait dengan diterbitkannya PerPres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) merupakan rencana induk yang menekankan pada arah dan pola pengembangan sistem logistik nasional. Cetak biru SISLOGNAS merupakan arahan dan pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun sistem logisik nasional yang efektif dan efisien. Ruang lingkup SISLOGNAS difokuskan pada logistik komoditas strategis dan komoditas ekspor, sehingga dengan demikian, produk semen sebagai salah satu komoditas strategis perlu diatur sistem distribusi dan tata niaganya agar dalam implementasinya dapat berjalan efektif dan efisien. Bagaimana mewujudkan sistem distribusi (logistik) semen nasional yang efektif dan efisien perlu dibangun dengan mengkaitkan atau menselaraskan dengan kebijakan SISLOGNAS. Sinkronisasi tersebut diharapkan agar mampu memberi kontribusi pada upaya mendukung implementasi kebijakan pemerintah sebagaimana telah diformulasikan dalam berbagai dokumen perencanaan seperti MP3EI, disamping sebagai upaya dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi nasional. Gambar 2.3. Kerangka Kerja Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) Sumber: PerPres 26/2012 Dalam Gambar 2.3 ditunjukkan bagaimana proses aliran barang dari Pemasok, Pengadaan, Sistem Produksi dan Proyek, Distribusi, dan Konsumen berjalan, dimana di dalamnya terdapat aliran informasi dan finansial. Dalam konteks industri semen Laporan Ringkas Bab 2-14

20 nasional, pemasok dapat diidentikkan dengan penyedia bahan baku semen, pengadaan dapat diidentikkan dengan entitas para pemasok bahan baku pada level yang lebih tinggi, misalnya pengepul. Sistem produksi dapat diidentikkan dengan proses industri semen (dalam hal ini adalah Pabrik semen), sedangkan distribusi diidentikkan dengan proses pengangkutan/pengiriman dan pemasaran produk semen kepada konsumen akhir yang dilakukan oleh pihak distributor dan jasa pengangkutan (transportasi) ROAD MAP PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN Pengembangan industri nasional sebagaimana diamanatkan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang mengamanatkan perlunya peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu. Industri semen merupakan salah satu basis industri manufaktur yang memerlukan peta panduan pengembangan klaster industri semen. Dengan landasan itulah dilahirkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Semen yang dituangkan dalam Permen Nomor: 104/M-Ind/Per/10/2009 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen tertanggal 14 Oktober Ruang lingkup industri semen yang tercantum dalam Permen tersebut di atas, diuraikan sebagai berikut. 1. Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran temperatur tinggi (di atas C). 2. Industri semen mempunyai karakteristik : a. Padat modal (capital intensive); b. Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energi listrik; c. Bersifat padat (bulky) dalam volume besar sehingga biaya transportasi tinggi. 3. Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah semen Portland (tipe I V), semen komposit/campur dan semen putih. 4. Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan Laporan Ringkas Bab 2-15

21 kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan silo-silo tidak penuh. 5. Industri semen nasional mempunyai daya saing yang tinggi dan termasuk kelompok komoditi yang diperdagangkan tanpa hambatan tarif (BM = 0%) sesuai dengan kesepakatan perdagangan bebas hambatan (FTA). Strategi kebijakan pembangunan industri semen dalam rangka peningkatan daya saing dan perekonomian nasional, adalah: (1) memenuhi kebutuhan nasional; (2) melakukan persebaran pembangunan pabrik semen ke arah luar Pulau Jawa; (3) meningkatkan daya saing industri semen melalui efisiensi penggunaan energi; dan (4) meningkatkan kemampuan kompetensi sumber daya manusia dalam desain dan perekayasaanpengembangan industri semen. Indikator keberhasilan dalam pembangunan industri semen nasional adalah: (1) terpenuhinya kebutuhan nasional pada tingkat harga yang kompetitif; (2) makin efisiennya penggunaan batubara, listrik dan energi lainnya; dan (3) makin mandirinya dalam pembangunan pabrik baru. Guna mencapai sasaran / target pembangunan industri semen nasional ke depan, Pemerintah mengambil langkah/kebijakan jangka menengah dan jangka panjang. Untuk sasaran jangka menengah ( ), strategi yang akan dilakukan Pemerintah adalah: (1) meningkatkan kemampuan SDM persemenan melalui program pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM; (2) meningkatkan penggunaan semen non Portland tipe I melalui kegiatan sosialisasi dan kerjasama dengan pihak REI; (3) meningkatkan penghematan dalam penggunaan energi melalui: (i) kajian audit energi; (ii) peningkatan efisiensi energi panas dari 800 kkal per kg klinker menjadi 760 kkal per kg klinker; (iii) penggunaan sumber energi alternatif; dan (iv) penggunaan peralatan tambahan seperti Waste Heat Recovery Boiler. Strategi jangka panjang ( ) yang hendak ditempuh adalah: (1) mengembangkan industri semen di luar Pulau Jawa khususnya Kawasan Timur Indonesia melalui pembangunan unit pengepakan, cement mill sampai pabrik semen secara utuh; (2) meningkatkan kemampuan SDM dalam rekayasa dan pabrikasi melalui kerjasama dengan Institut Semen Beton Indonesia (ISBI) dalam program diklat dari tingkat operator hingga D3; (3) meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam penggunaan bahan baku, emisi debu dan efisiensi energi, melalui program CDM secara berkesinambungan; (4) meningkatkan kerjasama kemitraan antara produsen batubara dan semen; dan (5) mendorong pengembangan teknologi yang lebih efisien melalui peningkatan kerjasama dengan NEDO maupun perusahaan permesinan dunia. Laporan Ringkas Bab 2-16

22 2.5. KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI YANG RESPONSIF TERHADAP ISU PERUBAHAN IKLIM Pemerintah harus mempromosikan jenis-jenis pilihan energi - dalam hal ini mendorong penggunaan teknologi dengan bahanbakar gas alam lebih dari penggunaan bahan bakar fosil yang selama ini masih digunakan industri semen nasional. Dalam kerangka perubahan iklim, penggunaan energi alternatif perlu didorong yang saat ini sebetulnya sudah mulai dikembangkan beberapa perusahaan semen nasional dengan menggantikan batu bara dengan material yang lain untuk proses pembakaran, tentunya akan menjadi salah satu opsi solusi dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Di samping itu, dalam rangka efisiensi penggunaan energi di sektor industri semen, Bank Dunia dalam sebuah studinya World Business Council for Sustainable Development Cement Sustainability Initiative Sectoral Approach - Briefing Note, sebagaimana telah dipresentasikan dalam forum COP 13 di Bali, menyampaikan peluang-peluang teknis yang dapat dilakukan untuk tujuan mitigasi emisi dari proses manufaktur, yang dapat dibagi menjadi tiga, kategori, yaitu: 1. efisiensi energi dalam rangka mengurangi konsumsi energi seperti pencahayaan, motor efisiensi, AC dan bahan bakar dalam mesin; 2. penggunaan alternatif bahan bakar - biomassa sebagai limbah pertanian, tanaman bahan bakar, limbah kota dan industri, termasuk limbah berbahaya; 3. memadukan material, yaitu semen industri tertentu - menggunakan pengganti klinker (termasuk beton daur ulang, fly-ash). Pemerintah mendorong kebijakan pengembangan industri semen campuran (blended-cement-scenario) 1. Usulan kebijakan tersebut adalah untuk mendukung peningkatan permintaan semen campuran, melalui: 1. Review terhadap standar kinerja yang telah ditetapkan dalam produksi semen untuk menghindari over spesifikasi kekuatan semen yang digunakan, dan untuk itu perlu mengurangi total permintaan untuk konten klinker ( ); 2. Review peraturan/standar bangunan nasional yang memerlukan komponen beton daur ulang yang meminimalkan penggunaan semen baru ( ). Implementasi Blended-Cement-Scenario pada industri semen nasional diharapkan dapat mengurangi efek GRK dari produksi klinker hingga 18,50 mega ton kumulatif CO2 selama periode (3,29%) dan 108,62 mega ton kumulatif CO2 selama periode (7,76%). 1 BAPPENAS (2010) dalam Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap Laporan Ringkas Bab 2-17

23 BAB 3 GAMBARAN PERKEMBANGAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL 3.1. KONDISI EKSISTING KAPASITAS INDUSTRI SEMEN NASIONAL Sejak tahun 2006 hingga saat ini, belum ada perubahan yang berarti dalam jumlah pabrik maupun kapasitas produksi semen di Indonesia jumlah perusahaan semen masih tetap 9 buah yang mengelola pabrik-pabrik di 12 lokasi, yaitu Pulau Jawa (Cibinong/Jawa Barat, cirebon/ Jawa Barat, Cilacap/ Jawa Tengah, Tuban/Jawa Timur, Lhok Nga/Aceh, Padang/Sumatera Barat, Baturaja/Sumatera Selatan, Maros/Sulawesi Selatan, Pangkep/Sulawesi Selatan dan Tarjun/Kalimantan Selatan. Keterangan NO. PERUSAHAAN LOKASI 1 PT. Semen Andalas Indonesia (SAI) Lhok Nga - Nanggroe Aceh Darussalam 2 PT. Semen Padang (SP) Indarung - Sumatera Barat 3 PT. Semen Baturaja (SB) Baturaja-Sumsel, Palembang-Sumsel, Panjang-Lampung 4 PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup-Jabar, Palimanan-Jabar, Tarjun-Kalsel 5 PT. Holcim Indonesia Tbk. (HI) Narogong-Jabar, Cilacap-Jateng 6 PT. Semen Gresik Tbk. (SG) Gresik-Jatim, Tuban-Jatim 7 PT. Semen Tonasa (ST) Pangkep-Sulsel 8 PT. Semen Bosowa Maros (SBM) Maros-Sulsel 9 PT. Semen Kupang (SK) Kupang-NTT Gambar 3.1. Sebaran Pabrik Semen di Indonesia pada tahun 2008 Sumber: CIC, 2009 Industri semen nasional dikuasai tiga pemain besar, yaitu Semen Gresik Group, Indocement Group dan Holcim Group. PT Semen Gresik TBK atau semen gresik group yang merupakan gabungan dari tiga pabrik semen milik pemerintah (BUMN) Laporan Ringkas Bab 3-18

24 adalah yang terbesar, dengan total kapasitas produksi mencapai 18 juta ton. Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut ini menunjukkan besaran kapasitas dan produksi masingmasing perusahaan untuk produk klinker dan semen di Indonesia pada tahun Tabel 3.1. Kapasitas dan Produksi klinker di Indonesia Perusahaan Kapasitas Produksi Utilitas (%) Kapasitas Produksi Utilitas (%) PT. Lafarge Cment Indonesia % % PT. Semen Padang % % PT. Semen Baturaja % % PT. Indocement Tunggal Prakarsa % % PT. Holcim Indonesia % % PT. Semen Gresik % % PT. Semen Tonasa % % PT. Semen Bosowa Maros % % PT. Semen Kupang % % Total % % Sumber: ASI, 2012 Tabel 3.2. Kapasitas dan Produksi Semen di Indonesia Perusahaan Kapasitas Produksi Utilitas (%) Kapasitas Produksi Utilitas (%) PT. Lafarge Cment Indonesia % % PT. Semen Padang % % PT. Semen Baturaja % % PT. Indocement Tunggal Prakarsa % % PT. Holcim Indonesia % % PT. Semen Gresik % % PT. Semen Tonasa % % PT. Semen Bosowa Maros % % PT. Semen Kupang % % Total % % Sumber: ASI, 2012 Laporan Ringkas Bab 3-19

25 3.2. SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL Siklus Hidup Semen Siklus hidup semen terkait erat dengan proses atau aktivitas dari mulai pengadaan bahan baku hingga pendistribusian produk (semen). Dengan kata lain, siklus hidup semen itu sendiri merupakan sistem rantai pasok semen yang didalamnya mencakup tiga hal pokok, yaitu: (1) produksi; (2) sistem distribusi; dan (3) sistem konsumsi. Secara skematis, gambaran mengenai siklus hidup semen dapat dijelaskan seperti pada Gambar Keterangan : 1. pengadaan bahan baku 2. penggilingan 3. pembakaran dan pendinginan 4. penggilingan akhir 5. pengantongan 6. pendistribusian 7. konsumsi/penggunaan 7 Gambar 3.2. Siklus Hidup Semen Nasional Sumber : diadaptasi dari Deperin (2009) dan Mustakin (2010) Laporan Ringkas Bab 3-20

26 Katalog Produk Semen Saat ini terdapat 11 jenis produk semen yang diproduksi oleh industri semen nasional. Berikut adalah beberapa jenis semen yang secara umum banyak terdapat di pasaran. Tabel 3.3. Katalog Produksi Semen Nasional No Jenis Penggunaan 1 Semen Portland Tipe I (SNI ) atau dikenal dg Ordinary Portland Cement (OPC) 2 Semen Portland Tipe II (SNI ) 3 Semen Portland Tipe III (SNI ) 4 Semen Portland Tipe IV (SNI ) 5 Semen Portland Tipe V (SNI ) 6. Portland Pozzolan Cement (SNI ) 7 White Cement / Semen Putih (SNI ) hanya diproduksi oleh pabrik PT. Indocement Tunggal Prakarsa 8 Portland Composite Cement (SNI ) disebut juga dg semen portland komposit 9 Oil Well Cement (Class G-HSR)/Semen sumur minyak (SNI ). 10 Masonry Cement (SNI dan ASTM C ) Untuk konstruksi umum seperti: perumahan, jembatan, landasan pacu, jalan raya. Untuk bangunan pinggir laut, tanah rawa, dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan. Bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah proses pengecoran dan perlu penyelesaian secepat mungkin, misalnya: jalan raya, bangunan tingkat tinggi dan bandar udara. Khusus untuk penggunaan panas hidrasi yg serendah-rendahnya. Untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Untuk beton yang diekspos terhadap sulfat, misalnya: jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat penuh. Pembuatan ubin, pemasangan keramik dan beberapa pekerjaan dekorasi interior. Untuk konstruksi umum seperti pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving block) dan sebagainya. Untuk pelindung ruangan antara rangka sumur minyak dengan karang atau tanah sekelilingnya, sebagai rangka sumur minyak dari pengaruh air yang korosif. Untuk adukan konstruksi masonry yg mengandung satu atau lebih blast furnance slag cement (semen kerak dapur tinggi), semen portland pozzolan, semen alam atau kapur hidraulik dan bahan penambahnya mengandung satu atau lebih bahan bahan seperti: kapur padam, batu kapur, chalk, calceous shell, talk, slag, atau tanah liat yang dipersiapkan untuk keperluan ini. Laporan Ringkas Bab 3-21

27 No Jenis Penggunaan 11 Portland Mixed Cement (SNI ). Sumber : ASI (2012) 3.3. SISTEM DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL Untuk konstruksi umum yang tidak butuh persyaratan khusus, dan pada kondisi tanah dan air pada daerah yg mengandung sulfat dengan rentang %. Contohnya penggunaan: high-rise buiding, paving, pavement, base concrete, water tanks, railway sleepers, auxillary highway structure. Menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pangsa pasar dalam negeri dikuasai oleh tiga pabrik, yakni Semen Gresik sebesar 43%, Semen Tiga Roda (Indocement) sebesar 31,7%, dan Holcim sebesar 14,1%. Dari semua industri semen yang ada, saat ini pendistribusian semen dibagi menjadi 2 (dua) jenis. Pertama secara curah yang dilayani oleh kapal jenis bulk carrier. Kedua secara pack dalam bentuk cement bag yang dilayani oleh kapal jenis general cargo. Dalam penerapan proses bongkar muat semen yang dilakukan di pelabuhan industri semen, terdapat perbedaan waktu yang sangat jauh antara proses bongkar muat curah dan proses bongkar muat cement bag, dimana secara umum waktu bongkar muat curah sekitar 15 jam untuk kapasitas ton sedangkan waktu bongkar muat cement bag bisa mencapai 3 hari untuk kapasitas ton Pola Distribusi (Asal-Tujuan) Semen Nasional Pola distribusi semen nasional pada umumnya tergantung masing-masing produsen yang telah memiliki jaringan distribusi sendiri. Aliran distribusi semen dapat dilakukan secara langsung dari produsen ke konsumen (untuk kegiatan proyek/semen curah). Namun sebagian besar harus melewati distributor dan sub distributor sebelum sampai ke tangan konsumen akhir (end user). Jalur distribusi atau pola distribusi semen secara umum digambarkan dalam skema sebagai berikut. Gambar 3.3. Skema Jalur Distribusi Semen Sumber: CIC, 2009 Laporan Ringkas Bab 3-22

28 Sistem Pengangkutan Produk Semen Nasional Secara umum pengangkutan yang digunakan untuk distribusi semen menggunakan angkutan laut dan darat, sedangkan penggunaan angkutan udara hanya dilakukan apabila penggunaan kedua jenis angkutan tidak memungkinkan, yang mana penggunaan angkutan udara sangat tidak ekonomis karena mahal dan daya angkutnya yang terbatas. Karakteristik produk semen yang bersifat bulky menyebabkan jenis angkutan yang digunakan untuk distribusi menjadi komponen yang sangat penting dalam pemasaran komoditi ini. Pada saat ini, beberapa perusahaan semen nasional sudah memanfaatkan angkutan kereta api sebagai salah satu moda transportasi dalam distribusi produknya. Hal ini mengingat untuk jarak jauh akan lebih efisien menggunakan kereta api karena kapasitas muat dalam satu kali perjalanan lebih besar dari pada menggunakan truk. Beberapa perusahaan yang belum memanfaatkan moda kereta api sebagai angkutan untuk distribusi produknya lebih dikarenakan belum tersedianya sarana angkutan kereta api, seperti PT. Semen Tonasa, PT. Semen Andalas Indonesia dan PT. Semen Kupang. Untuk angkutan laut, saat ini pendistribusian semen dibagi menjadi 2 (dua) jenis. Pertama secara curah yang dilayani oleh kapal jenis bulk carrier. Kedua secara pack dalam bentuk cement bag yang dilayani oleh kapal jenis general cargo. Dalam penerapan proses bongkar muat semen yang dilakukan di pelabuhan industri semen, terdapat perbedaan waktu yang sangat jauh antara proses bongkar muat curah dan proses bongkar muat cement bag. Waktu bongkar muat curah biasanya sekitar 15 jam untuk kapasitas ton sedangkan waktu bongkar muat cement bag bisa mencapai 3 hari untuk kapasitas ton, bahkan bisa lebih dari itu bilamana kondisi cuaca yang tidak mendukung (misalnya hujan). Hal ini terjadi karena perbedaan penanganan muatan. Ilustrasi sistem pengangkutan produk semen berupa secara umum disajikan dalam gambar berikut. Laporan Ringkas Bab 3-23

29 PABRIK SILO PACKING PLANT KONSUMEN Keterangan: 1) pengangkutan produk semen dari pabrik ke silo; 2) pengangkutan produk ke packing plant; 3) proses operasional kapal (unloading); 4) proses packing; 5) distribusi ke konsumen akhir. Gambar 3.4. Proses Pengangkutan Produk Semen Sumber: ASI, 2012 Sistem distribusi yang berlaku saat ini adalah sistem pengiriman/pengangkutan produk semen dari titik asal (lokasi pabrik semen) menuju titik akhir tujuan (lokasi distribusi) dengan memanfaatkan sarana angkut (transportasi). Pada umumnya, terdapat berbagai skema pola pengiriman semen yang dilakukan pihak industri yang mayoritas menggunakan lebih dari satu moda/sarana transportasi terutama untuk pengiriman antarpulau atau pengiriman dalam jarak jauh, meskipun ada yang dapat ditempuh dengan menggunakan satu jenis moda saja. Secara skematis, pola pengiriman semen menggunakan moda transportasi dapat diilustrasikan pada gambar berikut. Stasiun Pelabuhan Gudang Proyek Stasiun Pelabuhan Lokasi Pabrik Jalur Distribusi Lokasi Pemasaran Gambar 3.5. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran Sumber: analisis konsultan, 2012 Gudang Toko Laporan Ringkas Bab 3-24

30 Mekanisme pengangkutan produk semen dari lokasi pabrik ke lokasi pemasaran, pada umumnya memanfaatkan jasa angkutan berupa trucking, kereta api, atau kapal laut. Pengangkutan semen dikoordinir oleh pihak distributor yang terikat kontrak dengan perusahaan semen bersangkutan Kendala Distribusi Semen Nasional Saat Ini Sistem distribusi semen nasional saat ini menghadapi masalah antara lain: (1) terbatasnya sarana kapal pengangkut, terutama untuk lintas atau antar pulau, (2) terbatasnya prasarana/fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan di daerah tujuan; dan (3) terkendalanya akses (jalan) menuju lokasi konsumen dikarenakan kondisi kualitas jalan di wilayah-wilayah tertentu yang hingga saat ini belum bisa dijangkau dengan kendaraan pengangkut semen. Sarana angkut berupa kapal barang untuk mengirim semen dari pusat pabrik menuju lokasi tujuan, masih sangat terbatas dalam hal jumlah ketersediaanya. 2 Selain dari sisi jumlahnya, kondisi kapal juga masih terbatas dalam hal ketersediaan fasilitas bongkar-muat seperti peralatan crane untuk memindahkan muatan (dalam kontainer) dari dan ke kapal angkut. Disamping itu, pengangkutan komoditas semen kadang mengalami penundaan akibat harus bersaing dengan komoditas yang lain, seperti komoditas sembako. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya jadwal kedatangan kapal pengangkut muatan semen dari pihak pengangkut. Dari sisi prasarana, banyak pelabuhan bongkar-muat komoditas semen yang tidak dilengkapi dengan fasilitas crane. Hal ini memaksa para pihak industri semen menggunakan kapal angkut yang telah dilengkapi dengan fasilitas alat bongkar-muat. Selain itu, di sisi jalur darat, beberapa wilayah memiliki kondisi infrastruktur jalan yang kurang mendukung proses distribusi/pengiriman semen dari pelabuhan ke distributor maupun ke lokasi retail (toko). Kondisi di atas membawa implikasi terhadap peningkatan biaya transportasi yang ditanggung perusahaan semen sebagai akibat dari terlambatnya pengangkutan maupun keterlambatan dalam hal bongkar muat semen di pelabuhan tujuan. Pada gilirannya, peningkatan biaya transprotasi yang dikeluarkan untuk pengiriman semen membawa dampak terhadap harga akhir semen di tingkat pasar. Sebagai ilustrasi, biaya transportasi menyumbang 20% hingga 30% dari harga jual produk di tingkat konsumen. Hal tersebut dikarenakan proses pengangkutan semen yang masih terkendala dari sisi sarana dan prasarana 2 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan ASI Laporan Ringkas Bab 3-25

31 baik di sisi darat (jalan) maupun sisi pelabuhan. Di sisi darat, masih terdapat daerah-daerah yang sulit dilalui menggunakan sarana transportasi dengan muatan yang lebih banyak. Beberapa kasus di daerah, seperti Palembang, masih terdapat daerah yang tidak dapat dijangkau menggunakan kendaraan roda 4 (empat), sehingga proses pengiriman semen menggunakan kendaraan roda 2 (dua) dan tenaga hewan (kuda) dengan kapasitas muat yang sangat rendah. Tingginya biaya transportasi tersebut di atas menggambarkan fakta kondisi logistik nasional yang belum efektif dan efisien yang dicerminkan dari biaya logistik nasional Indonesia yang diperkirakan mencapai 27% dari pendapatan nasional (GDP)3. Sebagai ilustrasi, komparasi biaya logistik nasional saat ini, jika dibandingkan dengan beberapa negara lain dapat dilihat pada Tabel 3.4. Apa yang saat ini berlaku atau terjadi di lapangan mengilustrasikan kondisi tata niaga semen yang masih membutuhkan penataan yang lebih baik lagi terkait dengan sistem distribusi/logistik. Tabel 3.4 Biaya Logistik Nasional dan Komparasinya dengan Negara lain Negara % Biaya Logistik terhadap PDB % Biaya Logistik terhadap biaya penjualan Amerika Serikat 9,9 9,4 Jepang 10,6 5,9 Korea Selatan 16,3 12,5 Indonesia 27 *) 14 Sumber: Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok-ITB Penggunaan sarana angkut melalui jaringan rel kereta api masih sangat terbatas terutama dari sisi frekuensi perjalanan angkutan kereta api barang. Dengan kondisi demikian, pihak industri lebih memilih menggunakan sarana angkutan berbasis jalan seperti truk yang memang sangat fleksibel dari sisi jadwal pengangkutan, meskipun tarifnya lebih tinggi dibandingkan kereta api PEMASARAN PRODUK SEMEN NASIONAL Market Share Semen Nasional Perkembangan market share semen nasional di wilayah Indonesia menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda selama kurun waktu dua tahun terakhir ( ) baik berbasis wilayah maupun berbasis perusahaan. 3 Lampiran PerPres No 26/ 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Laporan Ringkas Bab 3-26

32 ribu Ton kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur Market share semen nasional berbasis wilayah menujukkan bahwa Pulau Jawa masih mendominasi dalam hal konsumsi semen. Gambar 3.6. Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis wilayah ( ) Sumber: ASI, Ekspor dan Impor Semen Perkembangan ekspor dan impor semen di wilayah Indonesia menunjukkan pola yang fluktuatif. Ekspor semen dan klinker cenderung menurun, sedangkan impor semen tidak mengalami peningkatan atau cenderung stabil eskpor klinker ekspor semen impor semen Gambar 3.7. Perkembangan Ekspor dan Impor Semen ( ) Sumber: ASI, 2012 Pasar ekspor yang semula diharapkan bisa ikut mengatasi lemahnya pasar domestik, ternyata sulit diandalkan. Pasar ekspor sangat kompetitif dan harganyapun sangat tertekan, sehingga tidak menguntungkan. Ketatnya pasar ekspor ditambah dengan terus meningkatnya pasar domestik menyebabkan ekspor semen dari Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun. Laporan Ringkas Bab 3-27

33 Impor semen dilakukan oleh PT Semen Andalas untuk memasok kebutuhan semen di wilayah pemasarannya setelah fasilitas produksi hancur diterjang tsunami pada akhir tahun Semen Andalas mengimpor semen dari Malaysia yang diproduksi oleh pabrik milik PT. Lafarge yang juga merupakan pemilik saham mayoritas dari perusahaan tersebut POLA SUPPLY SEMEN NASIONAL Pola supply atau pasokan semen nasional selama lima tahun terakhir ( ), menunjukkan kecenderungan yang mirip dari tahun ke tahun. Pasokan semen terbanyak terjadi pada periode 3 bulan terakhir setiap tahunnya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.8. Gambar 3.8. Pola Fluktuasi Pasokan Semen Nasional selama Sumber: ASI, 2012 Gambar di atas berlaku di wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara, untuk wilayah Papua dan Maluku memiliki pola yang berbeda dimana volume pasokan semen yang tertinggi berlangsung pada kwartal pertama setiap tahunnya. Perbedaan ini diperkirakan akibat terlambatnya waktu pengiriman komoditas (semen) karena faktor jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan disamping faktor limitasi ketersediaan fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan di wilayah Papua dan Maluku TEKNOLOGI PRODUKSI SEMEN NASIONAL Pada awalnya, industri semen nasional lebih banyak memproduksi semen tipe Ordinary Portland Cement/OPC guna mengakomodir kebutuhan pengguna untuk pelaksanaan konstruksi berat. Dengan munculnya isu-isu lingkungan secara global, industri semen melakukan suatu terobosan teknologi produksi yang mampu Laporan Ringkas Bab 3-28

34 memproduksi semen dengan material (bahan baku) pembentuk semen dapat direduksi dengan menggantikan bahan baku yang lain tanpa mengurangi kualitas dari sisi penggunaannya. Produk-produk tersebut dipandang sebagai produk semen yang ramah lingkungan, yaitu semen tipe: Portland Podzolan Cement/PPC dan Portland Composite Cement/PCC. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan produksi semen (sisi hulu) bahwasannya saat ini masih terdapat penggunaan mesin produksi yang sudah berusia tua, sehingga tidak dapat bekerja optimal. Industri semen membutuhkan terobosan baru di sisi teknologi produksi yang mampu menghasilkan produk semen secara lebih efisien dalam penggunaan bahan baku yang sekaligus mampu memproduksi dalam kapasitas yang lebih besar. Di sisi penggunaan semen (sisi hilir), perkembangan teknologi di bidang konstruksi (bangunan) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami perkembangan cukup signifikan. Nampaknya penggunaan semen yang jauh lebih efisien perlu didorong melalui aplikasi teknologi konstruksi bangunan yang mendorong ke arah efisiensi penggunaan material (semen) dalam implementasinya. Laporan Ringkas Bab 3-29

35 BAB 4 ISU-ISU POKOK TERKAIT SISTEM PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI SEMEN NASIONAL 4.1. PERMASALAHAN POKOK DALAM SISTEM PRODUKSI DAN TATA NIAGA SEMEN NASIONAL Permasalahan pokok dalam sistem produksi dan tata niaga semen yang dihadapi saat ini berikut alternatif solusinya, disarikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.1. Pokok-pokok Masalah dalam Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen Nasional ASPEK YANG DITINJAU POKOK-POKOK MASALAH ALTERNATIF SOLUSI MASALAH Aspek Produksi (sisi supply) Aspek Konsumsi (sisi demand) Keberlanjutan produksi semen sangat bergantung pada ketersediaan sumber bahan baku energi terutama batu bara. Terindikasi komponen biaya energi terhadap biaya akhir produk sebesar 40%-60%. Peningkatan kapasitas produksi, melalui pembangunan pabrik semen baru, terkendala aspek perijinan di daerah. Meskipun sudah ada ketentuan kualitas produk untuk mengacu pada standar SNI, faktanya masih terdapat perbedaan kualitas di antara perusahaan semen nasional. Kelangkaan semen menjadi penghambat selama masa konstruksi, kondisi ini dimanfaatkan para penjual (tingkat retail) untuk memainkan harga semen di pasaran. Kejelasan perencanaan kebutuhan semen nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur di daerah Penggunaan bahan baku energi alternatif sebagai pengganti batu bara yang lebih murah dan ramah lingkungan, sehingga dapat menekan biaya produksi dari komponen energi. Perlunya regulasi (pusat/daerah) yang dapat mendorong iklim berinvestasi di daerah dalam rangka pengembangan usaha industri semen di daerah. Mekanisme quality control perlu dilakukan melalui pihak Asosiasi (ASI) berkolaborasi dengan instansi yang berwenang melakukan hal tersebut. Perlunya sistem monitoring di daerah untuk mengontrol fluktuasi harga semen di pasaran dengan melibatkan peran instansi yang berwenang di daerah. ASI dapat berkoordinasi dengan pihak instansi di daerah mapun para pelaku konstruksi yang selama ini diwadah seperti GAPENSI dan REI melalui Dinas Perindustrian untuk pemetaan kebutuhan pasokan semen. Laporan Ringkas Bab 4-30

36 ASPEK YANG DITINJAU POKOK-POKOK MASALAH ALTERNATIF SOLUSI MASALAH Pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI belum secara eksplisit menjelaskan kebutuhan pasokan semen per tahun mengingat informasi tersebut sangat dibutuhkan pihak industri guna membantu dalam proses penyediaan pasokan semen. Aspek Distribusi Biaya transportasi dalam sistem distribusi semen masih tinggi (20%-30% dari harga akhir produk). Kendala kelancaran distribusi disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur transportasi, seperti: terbatasnya sarana bongkar-muat di sisi pelabuhan, terbatasnya angkutan kapal barang untuk semen, kondisi aksesibilitas di sisi darat (jaringan jalan) yang belum menjangkau ke seluruh wilayah pemasaran terutama di wilayah KTI seperti Papua dan Maluku. Sarana transportasi di darat masih berbasis truk, hal ini dikarenakan aspek fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan sarana Kereta Api. Aspek Teknologi Masih ada penggunaan mesin produksi yang sudah berusia tua, sehingga kinerjanya kurang optimal Perkembangan teknologi di bidang konstruksi (bangunan) yang efisien dalam penggunaan material (semen) dlm implementasinya, masih sangat jarang/minim. Pemerintah perlu berkoordinasi dengan pihak ASI terkait dengan perencanaan kebutuhan pasokan semen per tahun untuk mendukung implementasi kebijakan MP3EI. Perlunya upaya untuk menekan biaya transportasi pada level yang masih layak dalam skala bisnis/ekonomis perusahaan. Subsidi layanan transportasi dapat berupa angkutan keperintisan yang dikembangkan pada daerah-daerah yang secara aksesibilitas sulit dijangkau dan biaya transportasinya tinggi. Penyediaan fasilitas bongkar muat di sejumlah titik pelabuhan utama simpul distribusi semen. Peningkatan atau pun pembangunan jaringan jalan yang dapat diakses angkutan barang sepanjang tahun. Pemerintah perlu mendorong penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan karakteristik daya muat besar dan ongkos/tarif angkutan lebih rendah dibandingkan truk. Dukungan sistem penjadwalan dan frekuensi perjalanan KA perlu ditingkatkan untuk menarik minat industri menggunakan angkutan KA. Di sisi Hulu (pabrik/industri) perlu dikembangkan teknologi mesin produksi yang efisien dalam penggunaan bahan baku namun sekaligus mampu memproduksi dlm kapasitas yg lebih besar Di sisi Hilir (konsumen), perlu didorong aplikasi konstruksi bangunan (gedung) yang efisien dalam penggunaan semen. Laporan Ringkas Bab 4-31

37 4.2. INDIKASI PERMINTAAN PASOKAN SEMEN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM KERANGKA RPJMN-2 DAN MP3EI Pemerintah, dalam hal ini BAPPENAS, melalui hasil koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, telah menyusun kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur selama periode yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan yaitu sebesar 294,76 Trilyun rupiah, terdiri dari bidang PU sebesar 230,18 Trilyun rupiah dan bidang Perhubungan sebesar 64,58 Trilyun rupiah. Di samping itu, Pemerintah juga telah berencana melakukan percepatan dan perluasan pembangunan di seluruh Koridor Ekonomi sebagaimana dituangkan dalam kerangka kebijakan MP3EI. Kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI hingga tahun 2025 diklasifikasikan ke dalam jenis pekerjaan di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan, dengan total anggaran sebesar 551,04 Trilyun rupiah (31% dari total anggaran infrastruktur MP3EI yaitu Trilyun rupiah). Terkait dengan pembangunan infrastruktur dalam kerangka RPJMN-II dan MP3EI 2025, Pemerintah telah mengestimasi kebutuhan material dan alat konstruksi berupa semen, baja, aspal, dan alat berat selama periode tahun 2012 hingga 2014, seperti disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Estimasi Kebutuhan Material dan Alat Berat untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (selama ) No Jenis MPK Kebutuhan Berdasarkan RPJMN - II Berdasarkan MP3EI Semen (Juta Ton) 12,1 13,9 16,0 12,1 18,6 21,4 2 Baja (Juta Ton) 5,3 6,0 7,0 7,6 10,1 12,6 3 Aspal (Juta Ton) 1,25 1,7 2,0 2,8 3,7 4,7 4 Alat berat (ribu unit) , Sumber: Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU (2012) Apabila mengacu pada kondisi laju konsumsi semen domestik saat ini yaitu sebesar 8%/tahun hingga 2015, dan 10%/tahun pasca 2015 serta rencana tahapan implementasi pembangunan infrastruktur di seluruh Koridor Ekonomi, maka dapat diestimasi kebutuhan pasokan semen selama sebagai kebutuhan tambahan pasokan semen yang berlaku selama ini (lihat Tabel 4.3). Laporan Ringkas Bab 4-32

38 Tabel 4.3. Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen selama Tahun Implementasi Konsumsi Semen Domestik (juta ton) EstimasiTambahan Kebutuhan Semen dalam konteks MP3EI (juta ton) Total kebutuhan semen (juta ton) Sumber: Analisis, (Asumsi : kebutuhan material semen diperkirakan 20% dari total anggaran yang disediakan). Berdasarkan hasil estimasi di atas, untuk dapat memenuhi kebutuhan tambahan pasokan semen guna mendukung pembangunan infrastruktur di tahun-tahun mendatang, maka kiranya perlu dipertimbangkan kesiapan atau kapasitas dari industri semen nasional saat ini. Laporan Ringkas Bab 4-33

39 BAB 5 MODEL RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN 5.1. SKENARIO PENGEMBANGAN Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan model rantai pasok semen nasional adalah keseimbangan antara pasokan dan permintaan (supply and demand). Pendekatan ini digunakan dengan maksud untuk mengetahui sejauhmana kemampuan industri semen nasional dalam menjamin pasokan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan produk (semen) ke depan. Selain itu, dengan adanya kebijakan program percepatan pembangunan infrastruktur nasional yang telah disusun dan mulai diimplementasikan, tentunya akan membawa implikasi yang signifikan terhadap permintaan semen di masa-masa mendatang. Untuk menjawab hal tersebut di atas, maka dilakukan analisis model dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan industri semen nasional dalam menjamin pasokan semen kepada pengguna untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur yang bersifat konstruksi dan non-konstruksi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model dinamis dengan bantuan perangkat (software) Powersim, yang menggambarklan sebuah hubungan sebab akibat yang menggambarkan pengaruh masing-masing aspek terhadap distribusi semen yang berlangsung (lihat Gambar 5.1). Laju Produksi Ekspor Laju Konsumsi + produksi semen Persediaan semen + + konsumsi semen non konstruksi kapasitas industri + jumlah industri - konstruksi Gambar 5.1. Causal Loop Supply and Demand Semen Nasional Laporan Ringkas Bab 5-34

40 Keterangan Gambar: Tanda + pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang sama, atau sebab akan menambah akibat. Tanda - pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang berlawanan, atau sebab akan mengurangi akibat. Bagan di atas memberikan kesimpulan berikut: 1. Jumlah produksi semen dipengaruhi oleh kapasitas produksi masingmasing industri semen di Indonesia. Secara logis dapat dikatakan bahwa semakin banyak industri semen, maka akan semakin banyak jumlah semen yang diproduksi. Faktor lain yang mempengaruhi produksi semen adalah laju produksi, dimana jumlah persediaan/pasokan/stok semen secara nasional diperkirakan akan terus bertambah. Jika persediaan semen berkurang, maka faktor produksi harus ditingkakan untuk memenuhi permintaan. Apabila produksi telah ditingkatkan, tetapi permintaan tidak dapat dipenuhi maka diperlukan adanya pengembangan kapasitas atau pembangunan pabrik baru. 2. Persediaan semen secara nasional di pengaruhi aspek produksi dan konsumsi. Pada aspek konsumsi, terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi, diantaranya adalah: jumlah konsumsi dalam negeri yang terdiri dari konsumsi jenis konstruksi dan non konstruksi. Selain itu, jumlah semen yang diekspor juga dapat mempengaruhi persediaan semen dalam negeri. Semakin besar konsumsi variabel-variabel tersebut, maka akan semakin besar tingkat konsumsi secara nasional. Pengembangan model rantai pasok semen nasional dilakukan melalui 3 (tiga) skenario kebijakan yang ditempuh untuk meramalkan persediaan semen nasional dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk pemenuhan implementasi kebijakan MP3EI, yaitu: 1. Skenario pertama: peramalan jumlah persediaan semen didasarkan pada data historis utilisasi kapasitas semen dari tahun yang dimodelkan menggunakan bilangan random pada software Powersim. 2. Skenario kedua: peramalan jumlah persediaan semen dilakukan dengan menaikkan utilisasi kapasitas semen hingga 100%. 3. Skenario ketiga: pemodelan dengan melakukan perubahan atas angka persentase laju produksi semen untuk mengetahui perubahan persediaan semen. Berdasarkan model yang dikembangkan di atas, dapat diramalkan ketersediaan semen nasional hingga tahun Laporan Ringkas Bab 5-35

41 Tabel 5.1. Peramalan Ketersediaan Semen Nasional ( ) Berdasar Skenario Pengembangan Tahun Jumlah Persediaan (ton) Skenario Kebijakan 1 (produksi berdasarkan kondisi existing) Skenario Kebijakan 2 (kapasitas produksi 100%) Skenario Kebijakan 3 (Perubahan Laju Produksi) Laju produksi berdasarkan kondisi existing dinaikkan 15,05% Laju Produksi dengan kondisi kapasitas produksi 100% dinaikkan sebesar 8,55% , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,78 Sumber : Hasil Analisis Hasil pemodelan diperoleh indikasi berikut: Berdasarkan Skenario-1, hasil analisis mengindikasikan bahwa pada tahun 2012 diperkirakan permintaan semen sudah melebihi total produksi yang dapat dipenuhi oleh pihak industri semen nasional, dimana terdapat kekurangan semen sebesar 59,5 juta ton, dengan catatan jika proyek pembangunan fisik infrastruktur dalam kerangka MP3EI telah dijalankan. Berdasarkan Skenario-2, hasil analisis mengindikasikan bahwa pada tahun 2017, setelah tingkat utilisasi semen dinaikkan hingga 100%, diperkirakan pasokan semen nasional masih mampu memenuhi permintaan hingga tahun Pasca 2016, pasokan semen mulai mengalami defisit. Berdasarkan Skenario-3, hasil analisis mengindikasikan bahwa dengan penambahan kapasitas dari laju produksi hingga 15,05% berdasarkan kondisi kapasitas eksisting, maka pasokan semen masih mencukupi hingga tahun Demikian juga dengan peningkatakan laju produksi sebesar 8,55% pada kondisi kapasitas maksimal, tidak terjadi kekurangan (defisit) semen hingga tahun Laporan Ringkas Bab 5-36

42 5.2. IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Berdasarkan fakta permasalahan dan hasil pemodelan rantai pasok semen yang tersebut, maka dalam rangka mewujudkan sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien kiranya dapat ditempuh 2 (dua) kebijakan utama, yaitu: 1. Mewujudkan keseimbangan pasokan dan permintaan semen nasional di seluruh wilayah Indonesia Sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya jaminan kepastian pasokan semen sejalan dengan laju permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, Pemerintah perlu mendorong pihak industri (perusahaan semen nasional) untuk meningkatkan kapasitas produksi semen. Mengingat bahwa kebutuhan atau permintaan masyarakat (konsumen) akan semen terus meningkat. Selain itu, dengan adanya kebijakan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, membawa implikasi pada meningkatnya permintaan akan komoditas semen. 2. Mewujudkan sistem distribusi semen yang efektif dan efisien Sasaran dari kebijakan ini adalah terwujudnya sistem distribusi komoditas semen yang mampu menciptakan efisiensi dan menekan disparitas harga akhir produk di tingkat konsumen. Hal ini didasarkan atas kondisi dimana komoditas semen pada beberapa wilayah, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur, sulit diakses akibat kinerja sistem layanan transportasi yang masih menghadapi hambatan. Dampak dari rendahnya kinerja sistem transportasi yang dirasakan langsung oleh konsumen adalah harga akhir produk (semen) yang mengalami peningkatan (pembengkakan) dari harga yang wajar atau masyarakat (konsumen) mengalami kesulitan untuk mengakses semen karena kelangkaan di pasar. Laporan Ringkas Bab 5-37

43 BAB 6 STRATEGI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN Dalam konteks rantai pasok semen nasional, kebijakan hendak ditempuh ke depan hendaknya mencakup sisi hulu (aspek produksi) maupun sisi hilir (aspek konsumsi), termasuk aspek distribusinya. Kondisi keseimbangan antara pasokan dan permintaan perlu diciptakan agar tidak menimbulkan kesenjangan yang berdampak pada terhambatnya proses pembangunan infrastruktur. Berdasarkan fakta permasalahan dan hasil analisis yang telah dilakukan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka terdapat 4 (empat) kebijakan utama yang kiranya perlu ditempuh untuk mewujudkan sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien adalah: 1. Mewujudkan keseimbangan pasokan dan permintaan semen nasional di seluruh wilayah Indonesia Sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya jaminan kepastian pasokan semen sejalan dengan laju permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, Pemerintah perlu mendorong pihak industri (perusahaan semen nasional) untuk meningkatkan kapasitas produksi semen. Mengingat bahwa kebutuhan atau permintaan masyarakat (konsumen) akan semen terus meningkat. Selain itu, dengan adanya kebijakan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, membawa implikasi pada meningkatnya permintaan akan komoditas semen. 2. Mendorong manajemen industri semen supaya lebih memperhatikan aspek keberlanjutan Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk mendukung keberlangsungan industri semen nasional agar mampu bertahan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada para pengguna (masyarakat luas, pihak swasta, maupun pihak Pemerintah). Hal ini dapat dikaitkan dengan dinamika kebutuhan di sisi pengguna yang perlu mendapat respon dari pihak industri agar produksinya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, baik masyarakat luas, pihak swasta maupun Pemerintah. semen Untuk Laporan Ringkas Bab 6-38

44 itu, ke depan, komunikasi dan pembinaan kepada industri semen perlu ditingkatkan/diintensifkan agar dalam menjalankan industrinya dapat berjalan secara komprehensif dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan customization di samping minimasi biaya dan pengendalian kualitasnya. 3. Mewujudkan sistem distribusi semen yang efektif dan efisien Sasaran dari kebijakan ini adalah terwujudnya sistem distribusi komoditas semen yang mampu menciptakan efisiensi dan menekan disparitas harga akhir produk di tingkat konsumen. Hal ini didasarkan atas kondisi dimana komoditas semen pada beberapa wilayah, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur, sulit diakses akibat kinerja sistem layanan transportasi yang masih menghadapi hambatan. Dampak dari rendahnya kinerja sistem transportasi yang dirasakan langsung oleh konsumen adalah harga akhir produk (semen) yang mengalami peningkatan (pembengkakan) dari harga yang wajar atau masyarakat (konsumen) mengalami kesulitan untuk mengakses semen karena kelangkaan di pasar. 4. Peningkatan efisiensi penggunaan material semen dalam pelaksanaan fisik dengan tetap memperhatikan aspek mutu konstruksi Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk mendukung upaya efisiensi dalam penggunaan semen terkait dengan isu-isu global seperti isu ramah lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia terikat dengan komitmen global dalam rangka penurunan emisi CO2, dimana salah satu upayanya dapat dilakukan melalui intervensi kebijakan di sisi penggunaan semen nasional. Dalam kaitan ini, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai wakil Pemerintah perlu melakukan intervensi melalui regulasi yang mendorong upaya ke arah tersebut, misalnya kegatan inovasi teknologi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen, re-use struktur utama bangunan (pondasi, tiang) dalam kegiatan renovasi bangunan/gedung. Untuk mencapai sasaran kebijakan rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien, secara umum akan mencakup tiga komponen utama dalam siklus perencanaan produksi dan distribusi serta konsumsi semen nasional, seperti disajikan pada Gambar 6.1. Strategi implementasi dari empat komponen kebijakan utama di atas, yang menjelaskan kaitan antara kebijakan, strategi dan kerangka waktu serta stakeholders yang terlibat, dapat dicermati pada Tabel 6.1. Laporan Ringkas Bab 6-39

45 Kegiatan Perencanan Produksi Semen Kegiatan Koordinasi/Komunikasi terkait Perkembangan Permintaan Pasokan Semen Nasional Kegiatan Evaluasi Tingkat Konsumsi/Permintaan Semen Nasional Kegiatan Produksi Semen Kegiatan Distribusi Semen Kegiatan Konsumsi Semen Proses perencanaan kapasitas produksi semen Proses pengangkutan/ pengiriman komoditas (semen) Proses montoring trend/laju konsumsi semen di tiap daerah pemasaran produk Asosiasi Semen Indonesia Pihak perusahaan semen nasional Dinas Perhubungan Dinas Pekerjaan Umum Distributor Retailer Jasa Pengangkutan (freight forwarders/transporter) Dinas Perindustrian Asosiasi dan Pelaku Pengembang/ kontraktor di daerah YLKI di daerah Masyarakat Gambar 6.1. Siklus Perencanaan, Distribusi, dan Konsumsi Komoditas Semen Nasional Laporan Ringkas Bab 6-40

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih mengarah kepada pertumbuhan yang positif, sehingga hal ini memicu terjadinya persaingan yang sangat ketat baik dari investor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Direktur Pemasaran PT Semen Padang Widodo Santosa di Bengkulu, Selasa (15/12),

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan KAJIAN RANTAI PASOK SEMEN UNTUK MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Semen Tiga Roda adalah sebuah merek semen yang diproduksi oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa. Perusahaan ini menjadi salah satu produsen utama semen

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum objek penelitian 3.1.1 Sejarah singkat perusahaan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri semen.diresmikan di

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan pembangunan di Indonesia khususnya sebagai negara yang sedang berkembang saat ini telah mengalami peningkatan. Dengan semakin intensifnya pihak

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu, dan sumber daya yang terbatas (Ilmu

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

ROADMAP INDUSTRI SEMEN

ROADMAP INDUSTRI SEMEN ROADMAP INDUSTRI SEMEN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Semen 1. Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG Dibawakan oleh Bp. Ir. Wilfred I. A. singkali *) PENGERTIAN PASAR : Pasar Produk Industri Pracetak dan Prategang : Adalah pasar konstruksi yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Industri semen merupakan salah satu penopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan strategi bisnisnya. Strategi bisnis sebelumnya mungkin sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

SUPPLY DEMAND MATERIAL DAN PERALATAN KONSTRUKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR NASIONAL

SUPPLY DEMAND MATERIAL DAN PERALATAN KONSTRUKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR NASIONAL SUPPLY DEMAND MATERIAL DAN PERALATAN KONSTRUKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR NASIONAL Disampaikan dalam rangka CONBUILD MINING and RENEWABLE INDONESIA 2012 PUBLICWORKS DAY : SEMINAR NASIONAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. % pada tahun 2013 lalu. Tertinggi kedua setelah China. Indikasi ini juga dinyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. % pada tahun 2013 lalu. Tertinggi kedua setelah China. Indikasi ini juga dinyatakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Pernyataan ini terindikasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,78 % pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya perubahan signifikan pada pasar semen di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun. Perubahan komposisi

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai faktor penggerak utama, khususnya dalam

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

PT Holcim Indonesia Tbk

PT Holcim Indonesia Tbk PT Holcim Indonesia Tbk RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Presentasi Paparan Publik Hotel Crowne Plaza, Jakarta 18 April 2011 1 Visi kami untuk menyediakan kondisi berkehidupan yang sehat bagi masa depan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu yang didasarkan pada cirri-ciri keilmuan yang rasional, empiris dan sistematis. 3.1 Gambaran

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan negara. Transportasi penumpang dan barang yang efisien haruslah menjadi prioritas pembangunan.

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan nasional, karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, serta manfaat penelitian yang dapat diperoleh. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT. SEMEN GRESIK

STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT. SEMEN GRESIK STUDI PENGGUNAAN PACKING PLANT PADA DISTRIBUSI SEMEN DI KALIMANTAN MENGGUNAKAN METODE TRANSSHIPMENT: STUDI KASUS PT SEMEN GRESIK Ikhyandini GA dan Nadjadji Anwar Bidang Keahlian Manajemen Proyek Program

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

Indonesia: Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik

Indonesia: Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik PDS terjemahan ini didasarkan pada versi Inggrisnya yang bertanggal 28 Oktober 2016. Indonesia: Akses Energi erkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik Nama Akses Energi erkelanjutan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.126, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Sistem Logistik. Nasional. Ikan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci