Latar belakang proyek MIFEE juga masih terkait dengan agenda lokal, yakni proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) untuk meningkatkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Latar belakang proyek MIFEE juga masih terkait dengan agenda lokal, yakni proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) untuk meningkatkan"

Transkripsi

1 MIFEE: Perampasan Tanah Luas dan Menggusur Hak Orang Papua. Oleh: Y.L. Franky Tanggal 11 Agustus 2010 lalu, Menteri Pertanian RI meluncurkan proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate, selanjutnya disebut MIFEE. MIFEE adalah proyek nasional untuk pembangunan pangan dan energy skala luas yang dilakukan secara terpadu dan berlokasi di kampung-kampung di wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Barat. Proyek MIFEE merupakan program ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disampaikan pertama kali melalui Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun Presiden SBY meminta Menteri Pertanian RI untuk melaksanakan kebijakan Peningkatan Investasi Pangan melalui Program Fasilitasi Investasi Pangan dan tindakan penyusunan kebijakan food estate 1. Selain itu, Presiden SBY menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Gubernur Papua untuk Penetapan Tata Ruang Kawasan Merauke guna mendukung peningkatan investasi pertanian dan penyediaan lahan pangan. Dalam Dokumen Grand Design MIFEE (2010), disebutkan tujuan program MIFEE adalah: (a) untuk memperkuat stock atau cadangan pangan dan bio energi nasional dalam rangka memantapkan dan melestarikan ketahanan pangan nasional, serta memasuki pasar bahan pangan dunia melalui ekspor produk pangan yang dihasilkan, ditempuh dengan memanfaatkan keunggulan komparatif wilayah berupa potensi lahan pertanian skala luas dan subur dengan tetap menjaga dan melestarikan lingkungan hidup; (b) untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Merauke; (c) untuk menghemat dan menghasilkan devisa bagi negara; (d) untuk mempercepat pemerataan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah dalam rangka memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (e) untuk menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (f) meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekaligus memberi kontribusi kepada pertumbuhan perekonomian nasional. Latar belakang proyek MIFEE juga masih terkait dengan agenda lokal, yakni proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) untuk meningkatkan 1 Program serupa pernah dilakukan pada era pemerintahan Orde Baru dengan program pembangunan lahan gambut sejuta hektar untuk sentra produksi padi melalui kebijakan Keppres Nomor 82 Tahun 1995.

2 kesejahteraan dan ketahanan pangan masyarakat setempat, agenda nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan ketahanan pangan nasional, serta agenda global berhubungan dengan meningkatnya permintaan pasar dunia untuk pangan dan energi, menyusul terjadinya krisis pangan dan energi dunia. Krisis tersebut dianggap sebagai peluang untuk meraup keuntungan dari bisnis pangan dan energi. Diketahui mega proyek MIFEE menggunakan sistem pengelolaan usaha budidaya tanaman skala luas (diatas 25 ha) dan sistem industrial berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), modal besar, organisasi dan manajemen modern. Usaha budidaya tanaman skala luas ini dikelola atas dasar keterpaduan sektor dan subsektor dalam suatu sistem agribisnis dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan lestari, dikelola secara professional, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan dan kelembagaan yang kokoh. (Buku Pintar Food Estate, 2010). Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, MIFEE masih menjadi program andalan pemerintah Indonesia Hebat. 2 Sebelumnya, kritik masyarakat adat korban dan organisasi masyarakat sipil meminta agar program MIFEE dihentikan dan ditinjau kembali karena permasalahan dan dampak yang telah ditimbulkan dari program ini sejak awal hingga pelaksanaannya. Bukannya melakukan kajian dan konsultasi yang luas untuk melakukan review, melainkan pemerintah semakin gencar menerima berbagai tawaran pelaku usaha untuk pengembangan industri pertanian modern 3 dan melakukan negosiasi dan survey untuk perolehan lahan luas. 4 Kebijakan yang Merampas Tanah Skala Luas Sejak awal, sistem pengelolaan proyek MIFEE berskala luas ini telah menimbulkan kekhawatiran dan kritik masyarakat. Alasannya, bahwa: (1) masyarakat belum mendapatkan informasi yang memadai tentang dampak proyek tersebut dan belum ada sosialisasi yang luas; (2) masyarakat mengkhawatirkan terhadap dampak negatif dari penggunaan lahan/hutan skala 2 Lihat RPJMN Buku III Agenda Pengembangan Wilayah, Bab II Arah Pengembangan Wilayah Papua. 3 Lihat: 4 Lihat: Kementerian-BUMN-Bidik-Papua 2

3 luas dan sistem pertanian modern berbasiskan modal besar akan menyingkirkan corak produksi masyarakat adat serta pembatasan akses masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan; (3) masyarakat masih belum siap dan mengkhawatirkan proyek besar dengan sistem pertanian modern tersebut hanya menguntungkan kaum pemodal dan masyarakat yang baru datang dari luar Merauke; (4) masyarakat mengharapkan adanya perubahan kebijakan afirmatif yang mengutamakan pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan hak-hak masyarakat adat Papua; (5) masyarakat adat setempat masih trauma dengan pendekatan keamanan dalam proyek pembangunan di masa lalu (memoria passionis), terjadinya kekerasan, praktik diskriminasi dan penyingkiran masyarakat. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menampik kekhawatiran dan kritik masyarakat dengan menciptakan impian janji perubahan sosial, seperti: pembangunan daerah tertinggal untuk kemajuan daerah, lumbung pangan nasional dan internasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktifitas tanah-tanah tidak produktif, dan sebagainya. Guna mewujudkan impian tersebut, pemerintah aktif mengundang investor dan menjanjikan ketersediaan lahan, memproduksi kebijakan perizinan perolehan lahan berskala luas dan kemudahan berinvestasi. Hingga tahun 2013, jumlah lahan untuk proyek MIFEE sebesar ha untuk 36 perusahaan modal asing dan dalam negeri, yang umumnya berinvestasi di sektor perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu dan hutan tanaman industri. Diantaranya sudah diberikan izin oleh Kementerian Kehutanan seluas ha. Jumlah ini lebih luas dibandingkan pada tahun 2010, yang mana Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, menerbitkan Izin Lokasi dan Surat Rekomendasi kepada 32 perusahaan yang berinvestasi di sektor perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman, perkebunan tebu, ubi kayu dan jagung, dengan luas lahan mencapai hektar. Perusahaan memperoleh lahan tersebut melalui persyaratan dan prosedur legal, seperti: izin lokasi, izin usaha perkebunan, izin pelepasan kawasan hutan dan izin pemanfaatan hasil hutan, hak guna usaha, kebijakan penataan 3

4 ruang hingga standard kompensasi pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu yang nilainya sangat rendah dari nilai jual di pasar. 5 Kebijakan peraturan yang legal tersebut terkesan normal, padahal bertentangan dengan konstitusi dan terjadi ketidakadilan sosial. Faktanya, beberapa badan usaha yang berada dalam satu payung group usaha dapat menguasai, mengendalikan, memiliki dan memanfaatkan lahan puluhan ribu hektar, dibandingkan lahan usaha pertanian yang dikelola masyarakat adat setempat. Kesempatan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan tanah oleh masyarakat dan atau badan hukum lainnya menjadi hilang, dan tanah yang menjadi hajat hidup orang banyak tidak tersedia secara merata bagi orang yang lebih banyak. Dalam hal ini pemerintah sangat lemah melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat adat atas tanah. Hak-hak atas Informasi dan Kebebasan Berpendapat Proyek MIFEE secara sistematis mengabaikan hak-hak Orang Papua sejak awal. Semestinya, masyarakat berhak mendapatkan dan memperoleh informasi yang memadai sejak awal sebelum proyek dimulai, masyarakat juga berhak mendapat konsultasi sebelum kebijakan diselenggarakan. Informasi tersebut menjadi dasar masyarakat untuk menilai, menentukan dan memberi persetujuan proyek secara bebas dan memahami konsekuensinya. Faktanya, pemberian dan perolehan informasi proyek sangat rumit dikarenakan hambatan birokrasi dan belum ada mekanisme pelayanan informasi publik yang mudah dan terbuka. Masyarakat tidak bebas berpendapat dan tidak punya pilihan lain selain menerima kebijakan dan proyek yang ditetapkan pemerintah. Masyarakat takut dan merasa tidak aman untuk menolak proyek pembangunan karena berhubungan dengan pengalaman pendekatan pembangunan dan cara-cara represif yang selalu dikenang warga (memoria passionis) jika bertentangan dengan proyek pembangunan. Mereka kaget dan tidak bisa menolak mengetahui tanah-tanah mereka sudah beralih penguasaannya kepada perusahaan. Mereka terpaksa menerima proyek, kompensasi uang dan janjijanji pembangunan, tanpa punya pilihan untuk menolak proyek dan menegosiasikan kerugian. 5 Lihat: Kebijakan Pemerintah di Papua: Ancaman Kehancuran Hutan dan Memiskinkan Masyarakat Adat, Y.L. Franky, PUSAKA, Oktober

5 Di Kampung Yowid, Distrik Tubang, warga setempat secara diam-diam dipaksa oleh petugas perusahaan (PT. Mayora Group) dan anggota TNI untuk menerima dan menandatangani persetujuan pengalihan hak atas tanah. Mereka diancam dituduh sebagai anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka), sehingga mudah di kriminalisasi. Hal tekanan yang melibatkan TNI bersama anggota Tripika juga dialami oleh warga pemilik lahan di Distrik Muting pada saat bernegosiasi dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Tekanan terhadap orang kampung juga melibatkan orang-orang suruhan perusahaan yang tinggal di kampung, sebagaimana terjadi di Kampung Domande, Distrik Malind. Mereka yang menolak pengalihan hak atas tanah dibatasi untuk terlibat dalam pertemuan dan diserang dengan kata-kata yang merendahkan. Penyimpangan, pembatasan dan tekanan terhadap anggota masyarakat atas hak kebebasan dan hak untuk berpartisipasi dalam menentukan pembangunan tersebut sangat bertentangan dengan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain: Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraaan (Pasal 3) dan Pasal 44, disebutkan: Hak setiap orang baik sendiri maupun secara bersama-sama untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintah yang bersih, efektif, efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Hilangnya Kemandirian Orang Malind Pemerintah telah mengatur secara khusus Hak-hak Orang Papua melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (selanjutnya disebut UU Otsus). Kebijakan UU Otsus dianggap bagian kompromi dan pemberian pemerintah Indonesia untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua. Hak-hak Orang Papua dalam UU Otsus tersebut, yakni: (1) hak atas perekonomian (Lihat Pasal 38 dan 42); (2) hak atas tanah (Lihat Pasal 43); (3) hak atas kekayaan intelektual (Lihat Pasal 44); (4) hak asasi manusia (Lihat Pasal 45); (5) hak perempuan (Lihat Pasal 47); (6) hak kekuasaan peradilan adat, (Lihat Pasal 50 dan 51); (7) hak Kebebasan memeluk agama dan kepercayaan, (Lihat Pasal 53 dan 54); (8) hak atas pendidikan dan 5

6 kebudayaan, (Lihat Pasal 57); (9) hak atas kesehatan yang bermutu, (Lihat Pasal 59 dan 60); (10) hak atas pekerjaan, (Lihat Pasal 62); (11) hak atas pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, (Lihat Pasal 63 dan 64). Praktiknya, proyek MIFEE dikendalikan oleh manajemen perusahaan dan dikelola menggunakan tenaga kerja yang lulus syarat administrasi perusahaan untuk menghasilkan komoditi komersial tersebut justeru mengabaikan hakhak orang Papua dalam UU Otsus. Sistem ekonomi lokal dan mata pencaharian orang kampung yang mandiri semakin hilang dikarenakan pembatasan akses untuk memanfaatkan lahan, berkurangnya daerah berburu, digusurnya kawasan perairan rawa tempat ikan dan sumber-sumber pangan dari dalam hutan. Sebagian masyarakat yang terseleksi terpaksa menjadi buruh harian lepas dan tergantung pada pekerjaan dan upah rendah yang ditentukan perusahaan. Sistem perekonomian yang baru ini justeru menurunkan pendapatan masyarakat dan hilangnya sumber-sumber pangan masyarakat. Sebelum ada perusahaan, masyarakat di Zanegi bisa memperoleh pendapatan hingga Rp per bulan dari menjual daging hasil usaha berburu hewan liar yang rata-rata mendapatkan 400 kilogram perbulan dan harga daging di kampung Rp perkilogram. Bandingkan setelah menjadi buruh perusahaan hutan tanaman PT. SIS (Selaras Inti Semesta), mereka hanya mendapatkan sekitar Rp. 1 juta perbulan dari upah harian Rp perhari dengan lama kerja 20 hari. Sebelum ada perusahaan, konsumsi pangan masyarakat juga masih dengan mudah diperoleh dari hutan dan lahan pertanian, begitu juga dengan pengobatan tradisional. Setelah ada perusahaan, masyarakat terpaksa membeli bahan-bahan pangan, seperti: beras, mi instan, ikan kering, daging kering dan basah, yang cukup mahal. Pada kasus tertentu di Kampung Zanegi, Baad dan Koa, kampung disekitar lokasi PT. SIS, terjadi kelaparan akut dan kasus kekurangan gizi anak yang kronis. Diketahui lima anak balita dari kampung Zanegi meninggal antara bulan Januari April 2013 akibat kekurangan gizi parah dan penyakit terkait. Untuk mendapatkan tanah dan syarat perizinan, perusahaan melakukan manipulasi, janji-janji dan pemberian uang penghargaan yang nilainya tidak adil dibandingkan kerugian dan hilangnya mata pencaharian masyarakat. Di 6

7 Zanegi, perusahaan SIS memberikan uang penghargaan Rp. 300 juta untuk mendapatkan restu pengolahan lahan/hutan ha selama 35 tahun. Perusahaan SIS hanya membayar kompensasi kayu Rp per kubik pada tahap awal pembukaan hutan. Di Domande, perusahaan Rajawali Group hanya membayar uang tali asih Rp. 3 milyar untuk mendapatkan lahan seluas ha selama 35 tahun. Ditempat lain, seperti di Distrik Ngguti, Muting, Ulilin dan Bupul, perusahaan memberikan uang ketuk pintu atau uang kompensasi penggunaan lahan Rp per hektar selama 35 tahun. Banyak dari perjanjian penggunaan lahan tersebut tersebut tidak mencantumkan masa sewa, tidak juga jelas apakah tanah akan kembali kepada pemilik semula atau berubah status menjadi tanah negara begitu masa sewa habis. Bahkan jika kelak lahan dikembalikan kepada komunitas, hutan di atasnya sudah tidak ada lagi dan tidak cocok untuk kegiatan tradisional. Selain itu, sewa tersebut dinegosiasikan dengan sepenuh pengetahuan bahwa bagaimanapun perusahaan akan mendapatkan lahan tersebut, terlepas apakah kompensasi/ganti rugi akan dibayarkan, mengikuti hukum Indonesia dan perijinannya. Diskriminasi dan Kekerasan Pekerja Lokal Kegagalan negara untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat atas tanah membawa dampak terhadap perubahan corak produksi di kampung. Masyarakat adat setempat secara terpaksa mengikuti dan menjadi buruh perusahaan. Permasalahannya, MIFEE tidak dirancang untuk menyediakan pekerjaan atau pembangunan bagi masyarakat setempat karena pola hidup mereka yang mengandalkan lahan sebagai pemburu-peramu dan petani kecil. Mereka tidak dipersiapkan untuk bertani secara komersial atau tidak melengkapi mereka dengan ketrampilan atau pengetahuan teknis. Tidak ada banyak orang kampung yang beruntung lulus seleksi dan menjadi karyawan perusahaan. Perusahaan telah membuat sejumlah persyaratan administrasi untuk membatasi orang kampung, seperti: ijasah pendidikan formal dan pengalaman bekerja. Praktik diskriminasi juga terjadi dengan mengutamakan pekerja penduduk yang baru datang dari pada penduduk asli setempat. Mereka menjadi sasaran psikologis dan fisik untuk melakukan pekerjaan secara terpaksa untuk bertahan hidup, yang mana mereka tidak memiliki kebebasan memilih dan bekerja dibawah tekanan eksploitasi (kondisi kerja 7

8 yang buruk, upah rendah dan tidak adanya jaminan social). Paksaan psikologis dapat berupa paksaan untuk bekerja, didukung oleh ancaman denda/hukuman jika tidak patuh. Di Kampung Zanegi, semenjak PT. SIS beroperasi tahun 2010, jumlah tenaga kerja asal Zanegi keseluruhannya hanya 39 orang hingga Mei 2013, itupun sebagian masih baru diterima sebagai buruh harian rendahan, menyusul ancaman warga untuk tidak memalangi aktifitas perusahaan. Di Domande, hanya ada 6 orang kampung yang dipekerjakan perusahaan perkebunan tebu Rajawali Group. Manuel Samkakai (almarhum), buruh perusahaan SIS asal Zanegi yang melakukan protes terhadap diskriminasi dan ketidakasilan perusahaan mendapat intimidasi dan mengalami kekerasan oleh aparat TNI. Buruh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Dongin Prabhawa di Distrik Ngguti, terpaksa mengkonsumsi air hujan di penampungan dan tercemar limbah minyak sisa kendaraan. Kehadiran para pekerja yang didatangkan dari luar telah menimbulkan masalah sosial baru. Meningkatnya ketegangan social dan kecurigaan antara suku dan kelompok. Para pendatang menjadi agen perusahaan di kampung, banyak diantara pendatang tersebut sudah mulai mengambil tanah Orang Malind dan berbagai sumber daya usaha masyarakat serta peluang-peluang untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Diperkirakan antara 2-4 juta pekerja akan masuk ke Merauke suatu proses yang sudah berlangsung untuk bekerja di dalam proyek MIFEE. Jumlah pendatang ini sangat besar dan mengancam lebih jauh hak-hak dan kesejahteraan masyarakat Malind yang berjumlah sekitar orang. Kerusakan Hutan yang Luas dan Tempat Penting Perusahaan telah membuka kawasan hutan yang luas untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu dan hutan tanaman industrik. Pembukaan hutan tersebut dipastikan mengakibatkan terjadinya kerusakan dan hilangnya hutan yang luas. Tidak ada laporan yang mengawasi pembukaan hutan tersebut yang diduga telah terjadi penebangan dan pembukaan hutan diluar areal konsesi. Perusahaan SIS di Zanegi, Rajawali Group di Domande dan Dongin Prabhawa di Distrik Ngguti serta perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit di hulu Kali Bian, telah melakukan pembongkaran dan penggusuran hutan setempat, yang mana terdapat tempat-tempat penting masyarakat, seperti: 8

9 dusun sagu, rawa tempat ikan dan tempat keramat orang Malind, serta bernilai konservasi tinggi. Pembongkaran hutan mengakibatkan semakin sulitnya mendapatkan hewan buruan, terganggunya relasi spritual antara masyarakat dan alam, hilangnya sumber pangan masyarakat dan kesulitan mendapatkan air bersih. Pada musim kering, masyarakat sulit mendapatkan air dan sebaliknya pada musim hujan terjadi banjir dan air menjadi kotor berlumpur. Pembukaan lahan yang luas dan penggunaan bahan kimia juga membuat air dan tanah tercemar. Masyarakat di Zanegi mengalami penyakit gatal-gatal dan gizi buruk diduga terkait dengan pembukaan hutan, hilangnya akses ke hutan dan pencemaran air rawa. Dalam hal kerusakan hutan dan hilangnya tempat-tempat penting ini, pemerintah dan perusahaan telah melanggar hak warga untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kehancuran hutan dipercepat dan diperparah dengan adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Papua Nomor 184 tahun 2004 tentang Standar Pemberian Kompensasi Bagi Masyarakat Adat, yang sudah direvisi dan dirubah dengan Pergub Nomor 64 tahun 2012, tertanggal 31 Desember 2012, tentang Standar Kompensasi atas Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Dipungut Pada Areal Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Perubahan Perub 184 ini dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian. Meskipun sudah berubah terkait penerapan nilai kompensasi kayu, akan tetapi masih dianggap rendah karena dibawah standard harga kayu pasar local. SK Gubernur Papua No. 184 tahun 2004 menetapkan antara lain: nilai kayu merbau Rp per m3, kayu non merbau Rp per m3. Sedangkan Pergub 64 tahun 2012, harga kayu merbau meningkat menjadi Rp per m3, kayu non merbau Rp per m3, kayu bulat kecil Rp per m3, kayu bahan baku serpih (Hutan Alam) Rp per m3. Sedangkan untuk komoditas sagu sebesar Rp , per pohon. Bandingkan dengan harga pasar lokal untuk kayu jenis rahai Rp per m3 dan harga kompensasi pemanfaatan kayu rahai Rp per m3. Rendahnya nilai kompensasi dan dapat dijangkau oleh perusahaan pemodal besar, sehingga akan mempercepat pengalihan hak dan pengrusakan hutan di Merauke. 9

10 Pemerintah juga melangsungkan program besar MP3EI untuk pembangunan jalan, jembatan dan kanal-kanal irigasi untuk mendukung pergerakan barang dan sumber daya ke dan dari proyek MIFEE, semuanya berada di tanah adat dan semua tanpa peran serta maupun persetujuan mereka. Presiden SBY juga telah mengeluarkan Perpres Nomor 40 tahun 2013, yang melibatkan pihak militer Indonesia peran legal dan utama dalam pembangunan infrakstuktur terkait proyek MIFEE tersebut. Keterlibatan langsung militer sangat merisaukan mengingat sejarah dan perilaku mereka di Papua (sebagaimana dipaparkan di atas) dan karena dukungan terbuka mereka terhadap perusahaan perkebunan dalam proyek MIFEE. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur tersebut dilaksanakan tanpa dan tidak diketahui menggunakan dokumen AMDAL. Padahal pembangunan tersebut berdampak luas bagi masyarakat dan lingkungan setempat. Rekomendasi: Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami memandang dan menolak proyek MIFEE : 1. Kami meminta dan mendesak pemerintah untuk menghentikan dengan segera setiap bagian proyek yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat terdampak dan untuk meninjau kembali perizinan perusahaan yang terancam alat-alat bertahan hidupnya; 2. Mendesak pemerintah untuk terlibat dalam dialog resmi dengan perwakilan masyarakat adat Papua yang dipilih secara bebas mengenai cara-cara terbaik untuk menyikapi dan mengembangkan sumber daya alamnya dengan memprioritaskan dialog yang konstruktif serta pendekatan tanpa kekerasan dalam menyikapi konflik di Papua; 3. Mendesak pemerintah untuk sesegera mungkin mengsahkan dan melaksanakan secara penuh dan dengan partisipasi masyarakat adat RUU PPHMA sebagaimana diadopsi oleh DPR RI pada tanggal 16 Desember Mendesak pemerintah untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 mei 2013 yang menjamin standar hukum nasional untuk mengatur penerapan undang-undang oleh pemda dalam kaitannya dengan pelaksanaan keputusan tersebut; 10

11 4. Meminta Pemerintah untuk melakukan review atas kebijakan dan izin-izin lokasi dan pemanfaatan kawasan hutan, yang telah menimbulkan konflik dan mengancam kerusakan hutan Papua. 11

12 Daftar Perusahaan Berinvestasi dalam Proyek MIFEE, Update 2014 PT. Berkat Cipta Abadi untuk investasi Perkebunan Sawit di Distrik Ulilin Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 238/Menhut-II/2011, tanggal 11 Juni 2011, tentang Izin Pelepasan Kawasan dengan luas kawasan hutan seluas ,80 ha; SK Kadishutbun No /1459/2011, tanggal 17 November 2011, tentang Izin Pemanfaatan Kayu; PT. Inocin Abadi untuk investasi IUPHHK HA di Distrik Ulilin: Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 606/Menhut-II/2011, tanggal 21 Oktober 2011, tentang IUPHHK HA, dengan luas kawasan hutan seluas ha; PT. Papua Agro Lestari untuk investasi perkebunan Kelapa Sawit di Distrik Ulilin: Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 552/Menhut-II/2012, tanggal 4 Oktober 2012, tentang pelepasan kawasan hutan seluas ,40 ha; PT. Bio Inti Agrindo untuk investasi perkebunan Kelapa Sawit di Distrik Ulilin, dengan luas lahan ,90 ha. SK Kadishutbun No /111/2011, tanggal 25 Januari 2011 tentang Izin Pengelolaan Kayu; SK BPN RI No.81/HGU/BPN RI/2011, 15 Desember 2011, tentang Hak Guna Usaha; Surat Keputusan Kadishut Prov. Papua No. KEP-522.1/301/2012, tanggal 26 Januari 2012, tentang Izin Pemanfaatan Kayu. PT. Agrinusa Persada Mulia untuk investasi perkebunan kelapa sawit di Distrik Muting: SK Gubernur No.125 tahun 2012, tanggal 11 Juli 2012, tentang AMDAL, UKL-UPL; SK Bupati No. 91 tahun 2013, tanggal 5 April 2013 tentang Izin Lokasi dengan luas lahan ha; PT. Hardaya Sugar Papua Plantation untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Jagebob dengan luas lahan ha: SK BKPM Prov. No.04/94/I/P/I/PMDN/2012, tanggal 25 Juni 2012, tentang Izin Prinsip tentang Perkebunan Tebu; 12

13 SK BKPM Prov. Papua No.570/306, tanggal 27 Juli 2012, tentang Izin Usaha Perkebunan, luas lahan ha; PT. Hardaya Sawit Papua Plantation untuk investasi perkebunan kelapa sawit di Distrik Jagebob: SK Bupati No. 323 tahun 2011, tanggal 8 November 2011, tentang Izin Lokasi seluas ha; SK BKPM Prov. No.03/94/I/P/I/PMDN/2012, tanggal 25 Juni 2012, tentang Izin Prinsip tentang Perkebunan Tebu; SK BKPM Prov. Papua No.570/305, tanggal 27 Juli 2012, tentang Izin Usaha Perkebunan, luas lahan ha; PT. China Ghate Agriculture Development untuk investasi perkebunan ubi kayu, padi di Distrik Okaba, luas lahan ha. SK BKPM Prov No.521/602, tanggal 3 Oktober 2011, tentang Persetujuan Izin Prinsip; SK BKPM Prov No.017/P.IUP/TP/2012, tanggal 28 September 2012, tentang Persetujuan Izin Prinsip; Rekomendasi Gubernur No. 522/1872/SET, tangggal 5 April 2013, luas lahan ha. PT. Wanamulia Sukses Sejati untuk investasi IUPHHK-HTI di Distrik Kaptel dan Muting, seluas , 56 ha. Surat Rekomendasi Gubernur No. 79 tahun 2011, tangggal 6 Juli 2011, tentang AMDAL, UKL - UPL PT. Plasma Nutfah Marind Papua untuk investasi IUPHHK-HTI di Distrik Ngguti dan Okaba, luasnya ha; SK BKPM SP.No. 9/1/IP/PPM/V/PMA/2011, tanggal 30 Juni 2011, tentang IUPHHK - HTI; SK Menhut No.648/Menhut II/2011, tanggal 14 November 2011, tentang IUPHHK HTI, luas lahan ha. PT. Cendrawasih Jaya Mandiri untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Malind dan Kurik, seluas ha. Surat Rekomendasi Gubernur No. 570/94/1/IP/PMDN/2012 tentang Izin Prinsip; SK Gubernur No. 179 tahun 2011, tanggal 30 Desember 2011, tentang AMDAL, UKL - UPL; SK Menhut No.36/Menhut-II/2012, tanggal 30 Januari 2012, tentang Pelepasan Kawasan Hutan, luas lahan ha; Surat BKPM Prov No /94/IUP/I/PMDN/2012, tanggal 7 Mei 2012, tentang Izin Usaha Perkebunan; 13

14 SK Gubernur No.522.1/3622, tanggal 24 September 2012, tentang Izin Pemanfaatan Kayu. PT. Karya Bumi Papua untuk investasi perkebunan tebu, di Distrik Malind dan Kurik, seluas ha; SK Gubernur No. 178 tahun 2011, tanggal 30 Desember 2011, tentang AMDAL, UKL - UPL; SK Menhut No.172/Menhut-II/2012, tanggal 4 April 2012, tentang Pelepasan Kawasan Hutan, luas lahan ha; SK Gubernur No.522.1/3622, tanggal 24 September 2012, tentang Izin Pemanfaatan Kayu. Surat Rekomendasi Gubernur No /94/1/IP/PMDN/2012, tanggal 7 Mei 2012, tentang Izin Prinsip; Surat Bupati No. 63 tahun 2013, tanggal 20 Maret 2013, pembaruan Izin Lokasi; PT. Karisma Agri Pratama untuk investasi pertanian tanaman padi di Distrik Tubang seluas ha; Surat BKPM Prov. No. 03/P.IUP/TP/2013, tanggal 23 Januari 2013 tentang PPIUP (Izin Usaha Perkebunan) dengan luas lahan ha; Surat BKPM No.04/94/I/IP/I/PMDN/2013, tanggal 25 Januasri 2013, tentang Izin Prinsip. PT. Agri Surya Agung untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Tubang seluas ha; Surat BKPM Prov. No. 05/P.IUP/TP/2013, tanggal 23 Januari 2013 tentang PPIUP (Izin Usaha Perkebunan) dengan luas lahan ha; Surat BKPM No.06/94/I/IP/I/PMDN/2013, tanggal 25 Januasri 2013, tentang Izin Prinsip. PT. Nusantara Agri Resources untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Ilwayab dan Ngguti, luas lahan ha; Surat Bupati No. 279 tahun 2009, tanggal 16 November 2009, tentang Izin Lokasi lahan luas ha; Surat BKPM Prov. No. 04/P.IUP/TP/2013, tanggal 23 Januari 2013 tentang PPIUP (Izin Usaha Perkebunan) dengan luas lahan ha; Surat BKPM No.05/94/I/IP/I/PMDN/2013, tanggal 25 Januasri 2013, tentang Izin Prinsip. PT. Mega Surya Agung untuk investasi perkebunan tanaman kedelai dan jagung di Distrik Kaptel dan Ngguti, dengan luas ha; Surat BKPM Prov No. 570/008 tanggal 24 Januari 2011; 14

15 SK Bupati No. 407 tahun 2012, tanggal 27 September 2012, tentang Izin Lokasi lahan luas ha; Surat BKPM Prov. No. 06/P.IUP/TP/2013, tanggal 23 Januari 2013 tentang PPIUP (Izin Usaha Perkebunan); Surat BKPM No.07/94/I/IP/I/PMDN/2013, tanggal 25 Januari 2013, tentang Izin Prinsip. PT. Agriprima Cipta Persada untuk investasi perkebunan kelapa sawit di Distrik Muting dan Ulilin, dengan luas lahan ha; SK Gubernur No.126 tahun 2012, tanggal 17 Juli 2012 tentang AMDAL/UKL-UPL; SK Bupati No. 6 tahun 2013, tanggal 17 Januari 2013, tentang Izin Prinsip; Surat BKPM No.03/94/IUP/I/PMA/2013, tanggal 27 Maret 2013, tentang Izin Usaha Perkebunan. PT. Anugerah Rezeki Nusantara untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Animha dan Tanah Miring, luas lahan ha; Surat Bupati No: 27/2012, tanggal 31 Januari 2012, tentang Izin Lokasi, luas lahan ,27 ha; Surat BKPM Provinsi No , tanggal 10 Mei Sudah Konsultasi AMDAL pada Februari PT. Medco Papua Alam Lestari untuk investasi IUPHHK-HTI di Distrik Kaptel, seluas ha; Surat Rekomendasi Gubernur No.522.1/58/29/SET, tanggal 21 Desember 2012; PT. Lestari Subur Indonesia untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Jagebob dan Sota, sebelumnya berlokasi di Distrik Tabonji, seluas ha; Surat Bupati No.27 tahun 2013, tanggal 12 Februari 2013, tentang Izin Lokasi, luas lahan , 285 ha; Pindah dari Distrik Tabonji ke Distrik Jagebob dan Sota. PT. Swarna Hijau Indah untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Tubang dan Kimaam, dengan luas ha; SK Bupati No. 249 tahun 2012, tanggal 7 Juli 2012, tentang Izin Lokasi seluas ha; SK BKPM Provinsi No.14/94/IP/I/PMDN/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Prinsip; SK BKPM Provinsi No.13/P.IUP/TB/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Usaha Perkebunan. 15

16 PT. Dharma Agro Lestari untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Tubang dan Okaba, dengan ha; SK Bupati No. 373 tahun 2011, tanggal 5 Desember 2011, tentang Izin Lokasi seluas ha; SK BKPM Provinsi No.19/94/IP/I/PMDN/2013, tanggal 17 April 2013, tentang Izin Prinsip; SK BKPM Provinsi No.16/P.IUP/TB/2013, tanggal 17 April 2013, tentang Izin Usaha Perkebunan. PT. Internusa Jaya Sejahtera untuk investasi perkebunan kelapa sawit di Distrik Muting, Ulilin dan Eligobel seluas ha. SK Bupati No. 339 tahun 2013, tanggal 1 Juli 2013, tentang Izin Lokasi seluas ,05 ha; SUDAH Konsultasi AMDAL Februari 2014 PT. Purna Karsa Wibawa untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Ngguti, Tubang dan Okaba, seluas ha; SK Bupati No. 340 tahun 2013, tanggal 1 Juli 2013, tentang Izin Lokasi seluas ,92 ha PT. Kurnia Alam Nusantara untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Tubang dan Ilwayab, seluas ha; SK Bupati No. 251 tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lokasi seluas ha; SK BKPM Provinsi No.15/94/P.IUP/I/TB/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Prinsip; SK BKPM Provinsi No.15/94/IP/I/PMDN/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Usaha Perkebunan. PT. Randu Kuning Utama untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Ilwayab, Tubang dan Kimaam seluas ha; SK Bupati No. 250 tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lokasi seluas ha; SK BKPM Provinsi No.14/94/P.IUP/I/TB/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Prinsip; SK BKPM Provinsi No.15/94/IP/I/PMDN/2013, tanggal 26 Maret 2013, tentang Izin Usaha Perkebunan. PT. Bhakti Agro Lestari untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Malind dengan luas lahan 26,098 ha; SK Bupati No. 374 tahun 2011, tanggal 5 Desember 2011, tentang Izin Lokasi seluas ,13 ha; 16

17 PT. Rizki Kemilau Berjaya untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Kurik dengan luas lahan ha; SK Bupati No. 20 tahun 2012, tanggal 16 Januari 2012, tentang Izin Lokasi seluas ha; PT. Wahana Samudera Sentosa untuk investasi Hutan Tanaman Industri di Distrik Ngguti dan Kaptel seluas ha; Surat Rekomendasi Bupati No /226 tahun 2013, tanggal 18 Januari 2013, tentang Izin Lokasi seluas ,99 ha; PT. Indonesia Jaya Makmur Investasi untuk investasi perkebunan tebu di Distrik Ngguti dan Tubang dengan luas lahan ha; SK Bupati No. 341 tahun 2013, tanggal 1 Juli 2013, tentang Izin Lokasi seluas ,94 ha; 17

Perusahaan yang sudah, atau sedang, memperoleh lahan di Merauke

Perusahaan yang sudah, atau sedang, memperoleh lahan di Merauke Annex A: Perusahaan yang sudah, atau sedang, memperoleh lahan di Merauke PERKEBUNAN SAWIT No. Nama Perusahaan Status Ijin dan Luas Areal 1. PT. Papua Agro Lestari (Daewoo International Corporation Group)

Lebih terperinci

Surat Pernyataan Pers: Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat: Hentikan Proyek MIFEE di Papua

Surat Pernyataan Pers: Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat: Hentikan Proyek MIFEE di Papua Surat Pernyataan Pers: Wujudkan Kedaulatan Pangan Rakyat: Hentikan Proyek MIFEE di Papua Hari ini, 16 Oktober 2013, merupakan hari Pangan Sedunia. FAO memberikan tema "Sistem Pangan Berkelanjutan untuk

Lebih terperinci

Terdiri dari 7 Pusat Ekonomi: Timika Jayapura Marauke Sofifi Ambon Sorong Manokwari

Terdiri dari 7 Pusat Ekonomi: Timika Jayapura Marauke Sofifi Ambon Sorong Manokwari 1 Terdiri dari 7 Pusat Ekonomi: Timika Jayapura Marauke Sofifi Ambon Sorong Manokwari Kegiatan Ekonomi Utama: Pertanian Pangan - MIFEE Tembaga Nikel Minyak dan Gas Bumi Perikanan » Dalam rangka mengantisipasi

Lebih terperinci

O L E H : D r. I r. S u m a r j o G a t o t I r i a n t o, M. S., D. A. A D i r e k t u r J e n d e r a l P r a s a r a n a d a n S a r a n a P e r t

O L E H : D r. I r. S u m a r j o G a t o t I r i a n t o, M. S., D. A. A D i r e k t u r J e n d e r a l P r a s a r a n a d a n S a r a n a P e r t Kebijakan Food Estate dan Implikasinya Bagi Masyarakat Lokal dan Pembangunan Wilayah di Indonesia O L E H : D r. I r. S u m a r j o G a t o t I r i a n t o, M. S., D. A. A D i r e k t u r J e n d e r a

Lebih terperinci

Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan Masyarakat Adat Tersingkir.

Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan Masyarakat Adat Tersingkir. Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan Masyarakat Adat Tersingkir. 2014 Kompleks Rawa Bambu Satu, Jl. B Nomor 6B, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (12510) Telp/Fax: +62 21 7892137

Lebih terperinci

Made in the World REKONSTRUKSI GEOGRAFIS DALAM RANGKA PRODUKSI, DAN SIRKULASI KOMODITAS GLOBAL

Made in the World REKONSTRUKSI GEOGRAFIS DALAM RANGKA PRODUKSI, DAN SIRKULASI KOMODITAS GLOBAL Made in the World REKONSTRUKSI GEOGRAFIS DALAM RANGKA PRODUKSI, DAN SIRKULASI KOMODITAS GLOBAL @ Hendro Sangkoyo 2013 Hidup bersama komoditas global Sumber: http://www.imf.org/external/np/res/commod/index.aspx

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM Jakarta Food Security Summit 2012 Feed Indonesia Feed The World Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012 I. PENDAHULUAN Pangan

Lebih terperinci

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia PELIBATAN PENYANDANG DANA, DALAM KONFLIK PTPN II DAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Jayapura, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke. Drs. Pardjan, M.Si

Seuntai Kata. Jayapura, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke. Drs. Pardjan, M.Si Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan

Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan Lain Ditulis, Lain Diucapkan, Lain Pelaksanannya: Hutan Rusak dan Masyarakat Adat Tersingkir. 2014 Kompleks Rawa Bambu Satu, Jl. B Nomor 6B, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (12510) Telp/Fax: +62 21 7892137

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

Pembahasan Kebijakan Pengembangan Food Estate di Merauke

Pembahasan Kebijakan Pengembangan Food Estate di Merauke Pembahasan Kebijakan Pengembangan Food Estate di Merauke Y u s m a n S y a u k a t D e k a n F a k u l t a s E k o n o m i d a n M a n a j e m e n I n s t i t u t P e r t a n i a n B o g o r Seminar Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan

I. PENDAHULUAN. buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, hasil buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan alam yang dimiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Community Development di Wilayah Lahan Gambut

Community Development di Wilayah Lahan Gambut Community Development di Wilayah Lahan Gambut Oleh Gumilar R. Sumantri Bagaimanakah menata kehidupan sosial di permukiman gambut? Pertanyaan ini tampaknya masih belum banyak dibahas dalam wacana pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB VI LANGKAH KEDEPAN BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang. ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

UPAYA FOREST PEOPLES PROGRAMME (FPP) DALAM MEMPERJUANGKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT MALIND DI PAPUA (STUDI KASUS: KRITIK ATAS PROGRAM MIFEE)

UPAYA FOREST PEOPLES PROGRAMME (FPP) DALAM MEMPERJUANGKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT MALIND DI PAPUA (STUDI KASUS: KRITIK ATAS PROGRAM MIFEE) ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (1): 63-76 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2015 UPAYA FOREST PEOPLES PROGRAMME (FPP) DALAM MEMPERJUANGKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha. No.288, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Merauke, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Merauke. Drs. P A R D J A N, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Merauke, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Merauke. Drs. P A R D J A N, M.Si. NIP KATA PENGANTAR Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab dalam menyediakan data statistik dengan menyelenggarakan kegiatan Sensus Penduduk sesuai dengan UU No 16 Tahun 1997. Laporan Hasil Sensus Penduduk

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua?

MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? POLICY PAPER BINA DESA #PEMBAHARUAN AGRARIA MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? Ramai-ramai Berinvestasi di Papua Provinsi Papua dan Papua Barat kini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un No.836, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Budidaya. Hortikultura. Perizinan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN

Lebih terperinci

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Kajian sistem pengelolaan dan rehabilitasi IUPHHK restorasi ekosistem Kajian Sistem Pengelolaan dan Rehabilitasi IUPHHK Restorasi Ekosistem Strategi Rehabilitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan INDONESIA Ketahanan Pangan Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan Harmonisasi Kebijakan & Program Aksi Presentasi : Pemicu Diskusi II Bp. Franky O. Widjaja INDONESIA BIDANG AGRIBISNIS,

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERAUKE

PEMERINTAH KABUPATEN MERAUKE PEMERINTAH KABUPATEN MERAUKE VISI PEMBANGUNAN DAERAH Visi pembangunan daerah yang hendak dicapai dalam periode Tahun 2016 2021 yaitu : Terwujudnya Merauke sebagai Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Perbatasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN MERAUKE

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN MERAUKE PEMERINTAH KABUPATEN MERAUKE DINAS PEKERJAN D UMUM JL. ERMASU NO 1 MERAUKE PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN MERAUKE 1 PENDAHULUAN Kabupaten Merauke dengan luas

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RISET UNGGULAN DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

PROFIL KAWASAN FOOD ESTATE

PROFIL KAWASAN FOOD ESTATE 1 PROFIL KAWASAN FOOD ESTATE Dalam rangka pemerataan Pengembangan di Indonesia, pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 120 tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI)

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan sosio-politis yang

I. PENDAHULUAN. diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan sosio-politis yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi sebuah wacana penting dalam ranah civil society. Bagi Indonesia, wacana HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR Materi ini disusun Dinas Kehutanan Propinsi Papua dalam rangka Rapat Kerja Teknis Badan Planologi Kehutanan Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci