KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN"

Transkripsi

1 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RISET UNGGULAN DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan : a. Pasal 79 : (1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. (2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggungjawab, dan resiko pekerjaan. (3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. (4) Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. (5) Gaji PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. b. Pasal 80 : (1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas. (2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan. Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. Sementara itu, di dalam Lampiran Peraturan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri dijelaskan : a. Gaji yang adil dan layak adalah gaji yang mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga Pegawai Negeri tersebut, sehingga Pegawai Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. b. Gaji yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri. c. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi mengamanatkan seluruh Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan reformasi birokrasi. Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang telah melaksanakan reformasi birokrasi diberikan penghargaan dalam bentuk tunjangan kinerja. Berdasarkan peraturan di atas, maka pemerintah Kabupaten Kebumen perlu melakukan suatu kajian mengenai gaji yang adil dan layak dari PNS di lingkungan pemerintahannya. Maksud dilaksanakannya penelitian dengan tema Kebutuhan Hidup Layak PNS di Kabupaten Kebumen adalah untuk mendapatkan suatu gambaran tingkat kebutuhan hidup yang layak PNS dalam memenuhi kebutuhannya yang dapat dijadikan salah satu dasar penentuan gaji yang adil dan layak bagi PNS Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan pola hidup PNS di Kabupaten Kebumen dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.

2 b. Mengetahui nilai besaran rata-rata kebutuhan pokok PNS di Kabupaten Kebumen per bulan. c. Mengetahui persentase rata-rata gaji PNS yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. d. Mengetahui tingkat kesenjangan kesejahteraan antar PNS. 3. SASARAN Sasaran penelitian dengan tema Kebutuhan Hidup Layak PNS di Kabupaten Kebumen sebagai Salah Satu Acuan Pemberian Tunjangan Kinerja adalah PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Penelitian ini dibiayai dari APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran Manfaat kegiatan ini adalah dihasilkannya sebuah kajian yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan hidup PNS yang diindikasikan melalui terpenuhinya kebutuhan hidup secara layak dengan gaji yang adil dan layak. a. Analisa pola hidup PNS di Kabupaten Kebumen dalam memenuhi kebutuhannya. b. Analisa pendapatan PNS selain gaji sebagai PNS. c. Rata-rata besaran kebutuhan pokok PNS per bulan. d. Alokasi penggunaan gaji PNS untuk kebutuhan primer, sekunder dan teriser. e. Tingkat keseimbangan antara gaji dan pendpatan lain dengan pengeluaran. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain: 1) Laporan hasil penelitian. 2) Standar kebutuhan hidup layak PNS di Kabupaten 3) Besaran gaji PNS yang adil dan layak di Kabupaten kebumen. 4) Rekomendasi tunjangan kinerja bagi PNS. Akademisi, lembaga penelitian, LSM baik kelompok maupun perorangan. 10. JANGKA WAKTU RISET DESA INOVASI MENUJU PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN Strategi pengembangan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) terus dikembangkan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang merupakan penjabaran dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Desa inovatif merupakan salah satu program prioritas utama pengembangan SIDa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah mendefinisikan desa inovatif sebagai desa yang mampu memanfaatkan sumber daya desa dengan cara baru. Berdasar definisi tersebut, desa inovatif merupakan implementasi dari konsep pengembangan ekonomi lokal yang mendasarkan pertumbuhannya pada pengembangan desa yang benar-benar bertumpu pada potensi sumber daya yang dimilikinya. Pengembangan desa inovatif menekankan upaya peningkatan daya saing pedesaan dalam menghadapi berbagai dinamika global dengan segala arus perubahannya melalui pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraannya. Kabupaten Kebumen secara administratif terdiri dari 26 kecamatan, 449 desa dan 11 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar ,50 Ha atau 1.281,115 Km2, dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, sedangkan sebagian besar merupakan dataran rendah. Dengan kondisi geografis tersebut, desa di Kabupaten Kebumen memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi desa inovasi. Sehingga dengan adanya riset mengenai desa inovasi, diharapkan akan diperoleh hasil penelitian yang dapat dijadikan panduan yang mempermudah masyarakat desa dalam membangun desanya menuju ke arah yang lebih baik sehingga menjadi desa inovatif untuk meningkatkan kesejahteraannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah rumusan tentang pengembangan suatu desa menuju desa mandiri yang mampu mengatasi permasalahan dengan cara atau inovasi baru menggunakan segala potensi sumber daya yang ada dan didukung oleh teknologi yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Adapun tujuan penelitian ini antara lain : a. Munculnya inovasi-inovasi baru yang dapat diaplikasikan di suatu desa untuk meningkatkan daya saing pedesaan. b. Mewujudkan desa yang mandiri dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang ada di lingkungan pedesaan.

3 c. Merumuskan bentuk desa inovatif yang ideal dengan memadukan potensi, sumber daya dan teknologi yang tepat guna. 3. SASARAN Sasaran penelitian tema Desa Inovatif Menuju Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Kebumen adalah desa di Kabupaten. Penelitian akan dilakukan di desa di Kabupaten Sumber pendanaan riset berasal dari APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran Manfaat yang diharapkan dari kegiatan riset ini adalah dihasilkannya sebuah konsep dan formula mengenai desa inovatif yang dapat dijadikan panduan bagi desa dalam mengembangkan desanya menuju desa inovatif untuk meningkatkan kesejahterannya. Lingkup penelitian ini meliputi : a. Analisa potensi desa menuju desa inovatif. b. Pengembangan ekonomi lokal berbasis potensi desa. c. Teknologi tepat guna yang dapat mendukung pengembangan desa inovatif. d. Pembentukan lembaga ekonomi desa berbasis ekonomi lokal. e. Manajemen pengembangan desa inovatif. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan ini adalah laporan hasil penelitian dan konsep terpadu mengenai pengembangan desa inovatif. Personil yang dibutuhkan untuk melaksanakan riset ini adalah Akademisi, lembaga penelitian, LSM maupun perorangan yang concern terhadap pengembangan desa inovatif di Kabupaten 10. JANGKA WAKTU RISET PENINGKATAN PRODUKSI PALAWIJA DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN SAWAH DI KABUPATEN KEBUMEN Kabupaten Kebumen memiliki potensi luas lahan sawah yang cukup luas yaitu tercatat ,00 hektar (31,026 %) dari seluruh luas Kabupaten Kebumen ,50 hektar. Berdasarkan data lahan sawah tercatat bahwa luas sawah berpengairan teknis ha ( 50,317%), setengah teknis ha (9,23 %), sawah sederhana ha (5,768 %), Pengairan desa ha (2,84 %) dan Sawah tadah hujan ha ( 31,797 %) dan Pasang surut 17 Ha (0,04 %). Komoditi Tanaman pangan di lahan sawah yang banyak diusahakan para petani di Kabupaten Kebumen meliputi padi sawah, dan palawija ( Kedelai dan Kacang Hijau). Pada Tahun 2013 Luas panen padi sawah ha, produksi ,61 ton; luas panen Kedele ha dan produksi 4.539,33 ton dengan produktifitas 1,411 ton/ha dan luas panen Kacang hijau ha produksi 7.093,71 ton dengan produktifitas 1, 000 ton/ha. Pola Tanam lahan sawah berpengairan di Kabupaten Kebumen adalah (1) Musim tanam I (Oktober- Pebruari) : Padi sawah (2) Musim tanam II (Maret - Juni): Padi sawah dan (3) Musim tanam III (Juli - September): Palawija (Kedele dan Kacang Hijau). Sarana dan prasarana dalam memperlancar proses kegiatan usaha tani khususnya untuk pengolahan lahan seperti Alsintan Traktor roda 2 ada buah dan alat panen berupa pedal tresher sebanyak 3.837dan power tresher sebanyak 106 buah. Produksi palawija pada lahan sawah di Kabupaten Kebumen belum optimal dikarenakan pemanfaatan lahan sawah yang belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari lahan sawah yang luasnya 39,748 ha baru dimanfaatkan untuk tanaman palawija (Kedelai dan Kacang hijau) seluas Ha (25,94%) dengan produksi kedelai 4.539,33 ton dan Kacang hijau 7.093,71 ton padahal apabila luas lahan sawah tersebut dimanfaatkan 75 % saja ( ha) produksi kedelai akan diperoleh sebesar ton atau kacang hijau sebesar ton. Kemudian apabila harga rata-rata kedelai Rp. 7000/kg maka akan diperoleh pendapatan petani sebesar 196 Milyar rupiah per tahun atau apabila harga kacang hijau Rp /kg maka akan diperoleh pendapatan 200 milyar rupiah per tahun. Permasalahan yang menyebabkan belum optimalnya pemanfaatan lahan sawah tersebut perlu dikaji lebih jauh apakah faktor sumberdaya manusia atau faktor sarana dan prasarana usahatani yang belum mendukung. Maksud dari penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan lahan sawah untuk peningkatan produksi palawija dan pendapatan petani. Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab masalah belum optimalnya pemanfaatan lahan sawah untuk palawija.

4 3. SASARAN Sasaran kegiatan adalah Petani lahan sawah di Kabupaten Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Sumber dana kegiatan ini berasal dari APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran Dengan diketahuinya faktor penyebab masalah kurang optimalnya pemanfaatan lahan sawah untuk palawija, maka dapat ditemukan solusi untuk mengatasinya sehingga produktifitas lahan sawah yang selama ini tidak dimanfaatkan secara potimal pada akhirnya akan dapat dimanfaatkan dengan optimal dan akan meningkatkan milyaran rupiah pendapatan bagi petani. Lingkup penelitian ini adalah: a. Lahan sawah yang diusahakan tanaman pangan (padi, kedelai, dan kacang hijau) di lahan sawah. b. Petani yang belum memanfaatkan lahan sawah untuk palawija setelah panen padi musim tanam II (Maret-Juni). Keluaran dari kegiatan ini adalah Strategi Peningkatan Produksi Palawija dan Pendapatan Petani melalui Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Sawah. Perorangan minimal berlatar belakang pendidikan S-1 Pertanian atau kelompok dengan ketua kelompok berlatar belakang pendidikan S-1 Pertanian. 10. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN RISET PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS TEKNOLOGI TEPAT GUNA DI WILAYAH KECAMATAN AMBAL Dalam paradigma pembangunan yang berorientasi pada manusia, pemerataan pembangunan perlu ditingkatkan untuk mengurangi berbagai ketimpangan ekonomi dan sosial antar daerah, antar desa, antar sektor dan antar kelompok-kelompok ekonomi. Pemerintah menyadari akan pentingnya pembangunan desa. Berbagai bentuk dan program untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perdesaan telah dilakukan oleh pemerintah, namun hasilnya masih belum signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai upaya untuk mendukung percepatan pembangunan wilayah dan mendukung pengembangan perdesaan. Salah satu kebijakan yang sedang digalakkan adalah pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat. Spirit UU Desa dalam melahirkan desa maju dan mandiri tentu tak bisa dilakukan secara parsial. Jalan terjal membangun desa tentu akan menjadi bagian dari dinamika masyarakat dalam mengawal perubahan di mana jika sebelumnya desa hanya memikirkan mengenai desanya sendiri tanpa banyak memikirkan dan melakukan sinergi-koordinasi dan komunikasi dengan desa-desa lain atau desa tetangga yang secara geografis berdekatan. Pembangunan desa kawasan adalah ikhtiar baru pemerintah untuk menuju kemandirian desa. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antardesa dalam satu kabupaten yang meliputi : Pertama, penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota. Kedua, pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Ketiga, pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan dan pengembagan teknologi tepat guna. Keempat, pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi. Dengan adanya mandat UU bahwa desa kawasan merupakan jangkar ekonomi desa bisa tumbuh secara kokoh. Pembangunan manusia dari sisi keterampilan dan kemampuan SDM harus bersenyawa dengan pertumbuhan dan kemandirian ekonomi. Maka dari itu, kegiatan dan pengembangan ekonomi desa bisa bekerjasaa secara elegan yang bisa dilakukan oleh beberapa desa. Ketentuan mengenai jumlah desa kawasan memang tidak diatur secara mendetail, akan tetapi menjadi kebutuhan bersama bagi desa untuk sharing potensi antardesa, baik potensi manusia maupun sumberdaya alam. Bahkan pemasaran pun bisa melakukan sharing dan sinergi. Maksud dan tujuan dilaksanakannya kegiatan ini yaitu: a. Untuk memetakan kebutuhan teknologi tepat guna yang sesuai dengan potensi masing-masing desa di wilayah Kecamatan Ambal Kabupaten b. Untuk mengkaji kemungkinan pengembangan ekonomi kawasan perdesaan berbasis teknologi tepat guna.

5 3. SASARAN Sasaran kegiatan ini adalah di wilayah Kecamatan Ambal Kabupaten Kegiatan riset ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Ambal Kabupaten Pelaksanaan kegiatan ini didanai dari APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran Manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menentukan kebijakan untuk perencanaan program pengembangan kawasan perdesaan berbasis tekonologi tepat guna. Lingkup penelitian ini adalah pemetaan potensi desa dan kajian pengembangan potensi tersebut melalui pemanfaatan teknologi tepat guna untuk mendukung pembangunan ekonomi kawasan perdesaan. Keluaran dari kegiatan riset ini diharapkan dapat menghasilkan data kebutuhan teknologi tepat guna serta kemungkinan pengembangan ekonomi pada kawasan perdesaan berdasarkan kemiripan potensi yang dimiliki oleh masing-masing desa. Pelaksana riset setidaknya memenuhi salah-satu kriteria sebagai berikut : a. berprofesi sebagai peneliti tentang pembangunan kawasan ekonomi perdesaan. b. praktisi di bidang pemerintahan dan pembangunan desa. c. pernah melakukan riset tentang teknologi tepat guna. d. pengajar/nara sumber pembangunan kawasan perdesaan. 10. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN MENARIK INVESTASI PARIWISATA Investasi merupakan salah satu penggerak utama proses pembangunan. Kegiatan investasi mempunyai multiplier effect yang luas, seperti peningkatan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah, devisa, pajak dan lain-lain. Di era persaingan global saat ini, sangat penting menjaga dan meningkatkan image positif di mata calon investor untuk datang dan melakukan investasi. Namun, kondisi investasi saat ini terganggu terutama sejak terjadinya krisis ekonomi. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan dalam menanamkan modal, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam peizinan. Sementara itu, faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi adalah seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum. Bahkan otonomi daerah yang sekarang diterapkan dianggap menjadi permasalahan baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah. Oleh karenanya pemerintah daerah dituntut untuk kreatif merumuskan strategi menarik investasi dalam memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki. Potensi lokal meliputi; sumber daya manusia dan sumber daya alam (SDA), kedudukan wilayah, serta dukungan politik lokal. Investasi pariwisata sedang menjadi sorotan bagi investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk di Kabupaten Tren positif baik dari segi pertumbuhan jumlah wisman dan wisnus maupun dari segi pertumbuhan investasi di sektor pariwisata menunjukkan kemampuan sektor pariwisata sebagai sumber pertumbuhan investasi. Sebagai gambaran bahwa pertumbuhan sektor pariwisata pada tahun 2014 mencapai 6.86%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5.21%. Namun demikian, sektor pariwisata termasuk di Kabupaten Kebumen masih butuh banyak investasi untuk pengembangannya. Investasi pariwisata ini dapat menjadi penunjang fasilitas bidang pariwisata. Peluang investasi pariwisata di Kabupaten Kebumen begitu menjanjikan, akan tetapi investor selalu butuh jaminan agar yakin dan mau berinvestasi. Salah satunya jaminan tahap penanaman modal dan perizinan. Padalah untuk meyakinkan investor bukanlah hal yang mudah. Maksud dari kegiatan riset ini antara lain : untuk mewadahi ide-ide yang dapat memberikan strategi bagaimana menarik investasi sektor pariwisata di Kabupaten Sehingga strategi menarik investasi pariwisata di Kabupaten Kebumen dapat menjadi acuan dalam pelayanan pengembangan investasi dan fasilitasi promosi investasi Pemerintah Kabupaten Kebumen secara efisien dan efektif. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi prospek pengembangan dan pertumbuhan investasi pariwisata. Tujuan dari kegiatan riset ini antara lain :

6 a. Semakin meningkatnya pertumbuhan investasi di sektor pariwisata. b. Terwujudnya inovasi-inovasi strategi untuk dapat menarik investasi di sektor pariwisata. c. Menjadikan pariwisata sebagai potensi pertumbuhan investasi yang mampu meningkatkan perekonomian. 3. SASARAN Sasaran penelitian ini adalah : a. Munculnya ide-ide kreatif dalam menyebarluaskan informasi dalam rangka meningkatkan minat investor di sektor pariwisata. b. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menguatkan iklim investasi pariwisata di Kabupaten c. Dihasilkannya penelitian mengenai strategi dalam menarik investasi pariwisata. Lokasi dari riset ini adalah di Kabupaten b. Strategi promosi peluang investasi pariwisata. c. Data dan informasi peluang investasi pariwisata. d. Pelayanan pengembangan investasi pariwisata. e. Pelayanan perijinan bidang pariwisata. a. Laporan hasil penelitian. b. Desain strategi investasi pariwisata. a. Pemerhati masalah pariwisata (organisasi masyarakat yang konsen terhadap pariwisata). b. Pelaku usaha pariwisata (agen tour/wisata, pengusaha hotel dan restoran, pengelola tempat wisata). c. Akademisi (pariwisata, ekonomi, social, dll). 10. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN Sumber dana kegiatan berasal dari APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran a. Dihasilkannya strategi menarik investasi pariwisata. d. Dihasilkannya solusi penanganan permasalahan pendukung investasi pariwisata. e. Dihasilkannya strategi memberikan pelayanan lebih cepat, sederhana dan transparan dalam investasi pariwisata. Ruang lingkup riset meliputi : a. Lokasi potensi investasi pariwisata.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2012

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2012 Halaman : i Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumberdaya sesuai dengan kewenangan atau mandat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2013

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2013 Halaman : i RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya sesuai dengan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENILAIAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PADA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal 9. URUSAN PENANAMAN MODAL Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya.

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini merupakan salah satu alat instrument untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. Pendekatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas unggulan di Kabupaten Bekasi, pembangunan pertanian berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah

Lebih terperinci

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang U ntuk menindak lanjuti diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 maka dalam pelaksanaan otonomi daerah yang harus nyata dan bertanggung

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN Oleh : H. SUJUD PRIBADI Bupati Malang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada untuk melayani rakyat, dengan kata lain pemerintah adalah "pelayan rakyat". Pelayanan publik (public

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menggali potensi lahan daerah kabupaten wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan investasi pada daerah tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2013 BAB IV 1 Tabel 4.1 Hubungan Visi/Misi dan Tujuan/Sasaran Pembangunan No Visi / Misi Tujuan Sasaran 1 2 3 4 Misi : 1 Mengembangkan Masyarakat Lombok Barat yang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kabupaten Magelang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kabupaten Magelang Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, letaknya antara 5 40 dan 8 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Disampaikan Pada: Bimtek Penyusunan RKPD Kabupaten Situbondo Mei 2012

Disampaikan Pada: Bimtek Penyusunan RKPD Kabupaten Situbondo Mei 2012 Ferry Prasetyia, SE., MAppEc Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Disampaikan Pada: Bimtek Penyusunan RKPD Kabupaten Situbondo 2013 2 4 Mei 2012 1 Pertumbuhan PDB Dunia Sumber: IMF Staff Estimates,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menambah devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menambah devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia saat ini dinilai efektif peranannya dalam menambah devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata,

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya membangun sistem manajemen

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN IKLIM PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH - 1 - BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang

Lebih terperinci

otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola

otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola BAB I P E N D A H U L U AN A. Latar Belakang Berkembangnya aktivitas masyarakat sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN PENGANUGRAHAN KREATIFITAS DAN INOVASI MASYARAKAT (KRENOVA) KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

PANDUAN PENGANUGRAHAN KREATIFITAS DAN INOVASI MASYARAKAT (KRENOVA) KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 PANDUAN PENGANUGRAHAN KREATIFITAS DAN INOVASI MASYARAKAT (KRENOVA) KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016 KANTOR RISET, TEKNOLOGI DAN INOVASI KOTA PEKALONGAN JL. MATARAM NOMOR 1 PEKALONGAN 51111 KATA PENGANTAR Dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kota Metro Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara geografis terletak pada 5,6 0 5,8 0 lintang selatan dan 105,17 0-105,19

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

MENINGKATKAN INVESTASI DAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN

MENINGKATKAN INVESTASI DAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN MENINGKATKAN INVESTASI DAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Investasi oleh LEKPIS, Dengan Tema : Peran Pemerintah Meningkatkan Investasi dan Daya Saing Produk Unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci