The Urban Thermal Environment Quality Case Study : The City of Bandung, Indonesia

Transkripsi

1 The Urban Thermal nvironment Quality ase Study : The ity of andung, Indonesia Surjamanto Wonorahardjo Laboratory of uilding Technology School of rchitecture, Planning and Policy evelopment Institut Teknologi andung -mail : titus@ar.itb.ac.id bstract evelopment of unplanned and planned residential districts change cityscape and it s thermal environment quality. Many researchs show that the quality of thermal environment become more worse during the time due to the physical development of a city. The physical characteristic it self could be define into several aspects such as horizontal and vertical density, building shape / envelope, vegetation and land cover. The aim of this research is to give a new viewpoint in housing development policy in Indonesia. or that purposes, this research conducted by comparing several districts which have different characteristics, included residential districts. This research conducted in six districts in andung, namely sia frica, ago, iponegoro and Kosambi. The results show the mechanism of the change of thermal environment influenced by physical aspects. In more detail, horizontal configuration of building mass has bad influence to its thermal environment than the vertical configuration ones. lso, the using of heavyweight building material give bad influence to thermal environment as well. uthermore, thin building could release the heat fastly than the one in thick shape. We conclude that the conventional residential district with single rise and free standing building has bad thermal environment quality. or that reason, the policy of housing development should be change from single rise to medium rise housing since the thin and vertical configuration of building mass could reduce the building coverage, use less heavyweight building material, release the heat fastly, and make a shadowing effect to its surrounding area. Keywords: thermal environment, residential district, building configuration. bstrak Pembangunan perumahan baik yang terencana maupun tidak telah mengubah wajah kota dan lingkungan termalnya. anyak peneliti menyatakan bahwa kualitas lingkungan termal semakin buruk seiring dengan pembangunan fisik kota. Karakteristik fisik permukaan kawasan dapat dinyatakan dalam beberapa aspek seperti dan R, bentuk bangunan / selubung, vegetasi dan tutupan lahan. Tujuan penelitian ini adalah memberikan cara pandang baru bagi pembangunan perumahan di Indonesia. Untuk tujuan tersebut, pada penelitian ini dilakukan perbandingan beberapa kawasan yang memiliki karakteristik fisik yang berbeda, termasuk kawasan perumahan. Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa kawasan di andung yaitu sia frica, ago, iponegoro dan Kosambi. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh aspek fisik terhadap lingkungan termalnya. ntara lain konfigurasi horisontal masa bangunan memberikan pengaruh lebih buruk dibanding konfigurasi masa vertikal. emikian juga dengan penggunaan bahan bangunan berat memberikan pengaruh

2 buruk terhadap lingkungan termalnya, bangunan tipis dapat melepas panas lebih cepat dibanding bangunan tebal. Kami menyimpulkan bahwa bentuk perumahan yang umum kita kenal sebagai bangunan tunggal satu lantai berpengaruh buruk terhadap lingkungan termalnya. Untuk itu, kebijakan pembangunan perumahan harus diubah dari bangunan satu lantai menjadi bangunan bertingkat menengah karena konfigurasi tersebut menggunakan lebih sedikit bahan bangunan berat, lebih cepat melepas panas, dan memberikan efek pembayangan pada bangunan sekitarnya. Kata kunci: lingkungan termal, kawasan permukiman, konfigurasi bangunan. 1. Pendahuluan Pembangunan fisik di perkotaan telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan, salah satunya adalah berubahnya kualitas lingkungan termal, menjadi lebih panas dari kawasan sekitarnya atau kawasan yang masih alami. Pemanasan lingkungan tersebut berdampak negatif pada aktifitas kehidupan di kawasan tersebut seperti meningkatnya penggunaan energi untuk pengkondisian udara, penurunan produktifitas kerja dll. Karakteristik fisik permukaan kota seperti konfigurasi masa bangunan, penggunaan bahan bangunan tertentu, bentuk dan ukuran bangunan diduga sebagai salah satu unsur yang dapat mengendalikan kualitas lingkungan termal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran karakteristik fisik tersebut dalam pengendalian lingkungan termal. 2. Lingkungan Termal Lingkungan termal didefinisikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi manusia dalam hal kualitas termalnya, sehingga manusia dapat merasakan lingkungan tersebut sebagai lingkungan yang dingin atau panas. Salah satu unsur utama yang membentuk lingkungan termal adalah temperatur udara, disamping unsur lain seperti temperatur radiasi, kelembapan, dan pergerakan udara. Perubahan lingkungan termal di perkotaan pada penelitian ini dilihat dari berubahnya temperatur udara. Para ahli berpendapat bahwa perubahan lingkungan termal dipengaruhi oleh : - Pergantian natural land cover (L) dengan perkerasan, bangunan, dan infrastruktur lainnya - Pengurangan jumlah pohon dan tanaman sehingga mengurangi efek pendinginan alami dari pembayangan dan penguapan air dari tanah dan dedaunan (evapotranspiration). - Peningkatan jumlah bangunan tinggi sehingga membentuk jalur-jalur jalan sempit yang memerangkap udara panas dan menghambat aliran udara (geometry effect).

3 - Peningkatan buangan panas dari kendaraan, pabrik dan serta kegiatan manusia lainnya yang menambah panas lingkungan dan memperburuk efek P2 (anthropogenic). - Peningkatan polusi udara yang membentuk lapisan greenhouse gas dan ozone di udara. 3. Metoda Penelitian Penelitian ini mengunakan media data citra satelit Landsat TM dan citra satelit yang diambil dari google map. ata citra termal menunjukkan tingkat emisifitas termal permukaan bumi, yang merupakan potensi pemanasan lingkungan, sedangkan data citra visible menunjukkan citra permukaan seperti aslinya. Gambar 1: itra Visible dan itra Termal Kawasan sia frika andung Indonesia Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu; 1) Inspeksi visual terhadap citra visible dan termal, yang terkait dengan karakteristik fisik permukaan dan tingkat emisifitas permukaan. Pada tahap ini dapat dibedakan karakteristik fisik permukaan kota (lihat gambar 1). 2) Pada tahap berikutnya, dilakukan kuantifikasi bentuk, kepadatan dan penggunaan material pada setiap zona ukur. Pada penelitian ini digunakan zona ukur berdiameter 300 m, dengan titik pusat sebagai titik pengambilan temperatur udara (lihat pada gambar 2). 3) Selanjutnya dilakukan pengambilan data temperatur udara untuk setiap zona ukur dan 4) nalisis korelasional pengaruh karakteristik fisik kawasan terhadap lingkungan temperatur udara

4 4. Kuantifikasi 3. igitasi 2. Penentuan Titik Ukur 1. Survey Lapangan Gambar 2 : Tahapan Kuantifikasi Karakteristik isik Kawasan

5 4. Karaketristik isik eberapa Kawasan di Kota andung Karakteristik fisik kawasan dinyatakan dalam beberapa aspek seperti bentuk bangunan, kepadatan dan pengunaan bahan bangunan. Setiap kawasan dibagi dalam beberapa zona ukur berdiameter 300m dengan titik pusatnya sebagai lokasi pengambilan temperatur udara. sumsi yang dipergunakan bahwa bangunan disekitar lokasi pengukuran membentuk atau mempengaruhi temperatur udara. Pada gambar 3 dapat dilihat karakteristik fisik kawasan sia frika Timur yang diwaikli oleh 6 lokasi pengukuran. Terlihat zona mempunyai kepadatan tertinggi dibanding zona ukur yang lain. Rata2 R gn Kwsn Tmr R Kelangsingan gn Kwsn Tmr Kelangsingan Luas tap / M3 ruang Kawasan Tmr Luas tap / M3 ruang Luas inding / M3 ruang Kwsn Tmr Luas inding / M3 ruang Kawasan sia frika Timur Kawasan R Kawasan sia frika Timur R Kawasan Gambar 3 : Karakteristik isik Kawasan sia frika Timur Kualitas Lingkungan Termal Kota andung Kualitas lingkungan termal kawasan kota dapat diketahui melalui pengukuran temperatur udara secara langsung (ground survey). Pengukuran setiap zona ukur dilakukan sepanjang hari mulai pukul 7.00 hingga WI. Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. Terlihat pada gambar tersebut zona di kawasan sia frika Timur mempunyai temperatur udara lebih tinggi dibanding zona lain di kawasan tersebut.

6 Gambar 4 : Pengukuran Temperatur Udara 6. nalisis Korelasional spek isik dan Lingkungan Termal Secara umum analisis pengaruh karakteristik fisik kawasan terhadap lingkungan termalnya dapat diperlihatkan pada gambar 5 di bawah ini. Kawasan perdagangan sia frika mempunyai nilai kepadatan R yang lebih tinggi dibanding kawasan perumahan di belakang Gedung Sate, tetapi temperatur udara di kawasan sia frika T rata2 sia frika arat : 0.69 R : 1.52 L. tap / M3 : 0.10 L. inding / M3 : 0.16 : 0.18 R : 0.63 L. tap / M3 : 0.09 L. inding / M3 : 0.14 : 0.36 R : 0.78 L. tap / M3 : 0.14 L. inding / M3 : 0.17 T rata2 Perumahan di elakang G. Sate : 0.20 R : 0.35 L.tap/M3 : 0.12 L.inding/M3 : 0.37 : 0.20 R : 0.31 L.tap/M3 : 0.21 L.inding/M3 : 0.28 : 0.13 R : 0.33 L.tap/M3 : 0.31 L.inding/M3 : 0.22 Gambar 5 :nalisis Perbandingan Lingkungan Termal Kawasan dan Perumahan

7 lebih rendah dibanding kawasan perumahan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa intensifikasi lahan secara vertikal tidak menyebabkan kenaikan temperatur udara. Pada kawasan tersebut juga terlihat bahwa kawasan perumahan mempunyai luas dinding / m3 ruang yang lebih besar dibanding kawasan perdagangan sia frika dan hal ini membentuk temperatur udara kawasan perumahan tersebut menjadi lebih tinggi. Seperti halnya luasan dinding, pada perbandingan luasan atap juga diperoleh hasil yang sama. Kawasan yang memiliki luas atap / m3 ruang lebih besar memiliki temperatur udara yang lebih panas. Secara rinci pengaruh aspek fisik permukaan kawasan terhadap lingkungan termalnya dapat ditelusuri satu per satu dengan analisis bivariate kedua variabel tersebut. Sebagai contoh pada gambar 6 ditunjukkan bahwa kelangsingan bangunan (R) mempunyai korelasi yang signifikan dengan temperatur udara. Hasil analisis bivariate tersebut menunjukkan semakin langsing bangunan yang berada pada suatu kawasan maka temperatur udara rata-rata di kawasan tersebut cenderung rendah. ormulasi korelasi R terhadap temperatur udara adalah sbb: T rata-rata = R. Rumusan empirik ini dapat digunakan untuk memprediksi temperatur udara di kawasan lain bila rata-rata R bangunan di kawasan tersebut di ketahui. Hubungan korelasional pada gambar tersebut adalah antara kepadatan dan laju turun temperatur udara. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepadatan kawasan () berpengaruh ivariate it of T Rata-rata y R S GS GS S GS T Rata-rata S GS R ivariate it of Laju Turun y 2 Laju Turun GS GS S GS S S ivariate it of T Rata-rata y Material era GS S S GS S GS T Rata-rata 28 GS S Material erat Linear it Linear it T Rata-rata = R Parameter stimates Term stimatestd rror t RatioProb> t Intercept <.0001 R <.0001 Linear it Linear it Linear it Linear it Laju Turun ota = T Rata-rata = Material era Parameter stimates Parameter stimates Term stimatestd rror t RatioProb> t Term stimatestd rror t RatioProb> t Intercept <.0001 Intercept < Material erat Gambar 6 : nalisis Korelasional Karakerisik isik Kawasan dan Karakteristik Temperatur Udara

8 negatif pada proses pendinginan kawasan. Hal ini berarti semakin padat kawasan maka proses pendinginan kawasan semakin lambat. ontoh lain analisis pengaruh karakteristik fisik kawasan adalah penggunaan bahan bangunan berat terhadap temperatur udara rata-rata. nalisis menunjukkan bahwa semakin banyak bahan bangunan berat yang digunakan pada suatu kawasan, maka rata-rata temperatur udaranya semakin tinggi. Hal ini diduga bahwa bahan bangunan berat cenderung menyimpan panas dan melepaskan kembali ke udara secara perlahan sehingga menimbulkan efek pemanasan lingkungan. nalisis bivariate tersebut dapat diperluas pada aspek-aspek lain seperti R dan kelangsingan terhadap semua aspek lingkungan termal. 7. Hasil dan Pembahasan Sebagai hasil penelitian didapatkan bahwa aspek bentuk, kepadatan dan bahan bangunan sangat berpengaruh terhadap lingkungan termalnya seperti temperatur udara rata-rata harian, temperatur maksimum serta laju naik dan turun temperatur udara. Secara rinci mekanisme pengaruh aspek fisik permukaan kawasan dalam pengendalian lingkungan termal dapat diintepretasikan sebagai berikut : - entuk bangunan mempengaruhi temperatur rata-rata harian. angunan pipih tidak memanaskan bangunan, semakin pipih bangunan yang ada di kawasan tersebut, semain rendah temperatur udara rata-ratanya. Hal ini dapat diterangkan bahwa bangunan pipih tidak menyimpan panas dan cepat melepaskannya. - Kepadatan kawasan sangat berpengaruh pada lingkungan termalnya. Semakin besar kawasan, semakin tinggi temperatur udara. juga berpengaruh pada laju turun temperatur udara, semakin tinggi maka laju turun temperatur udara semakin rendah. - Penggunaan material bangunan juga berpengaruh signifikan terhadap lingkungan termalnya. Pemakaian material bangunan berat menyebabkan temperatur udara menjadi lebih panas. 8. Pemberitahuan Penelitian ini disponsori oleh IT melalui Riset Unggulan 2007 atas nama peneliti.

9 9. Kesimpulan Pengendalian iklim mikro kota dapat dilakukan melalui penataan dan pengaturan karakteristik fisiknya seperti pengaturan bentuk bangunan, kepadatan dan penggunaan material. engan demikian berubahnya lingkungan termal tidak dapat dianggap sebagai fenomena pemanasan global saja, karena terbukti dalam skala lingkungan mikro (kawasan kota) aspek karakteristik fisik permukaan sangat berpengaruh pada temperatur udara. Kawasan perumahan di kota andung baik yang terencana maupun tidak mempunyai karakateristik umum sebagai bangunan satu lantai dengan tutupan lahan tinggi serta banyak menggunakan material bangunan berat. Karakteristik perumahan seperti ini sangat berpengaruh buruk pada lingkungan termal dibanding dengan kawasan perdagangan yang mempunyai banyak bangunan tinggi dan menggunakan bahan bangunan ringan. 10. aftar pustaka kbari Hashem (1999) : haracterizing the abric of the Urban nvironment: ase Study of Sacramento, diakses tanggal 20 esember 2005 di website mmanuel (2000) : ssesment of Impact of Land over hanges on Urban ioclimatic: The ase of olombo, Sri Lanka, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website HIG (2004) : Trees and Vegetation, diakses tanggal 20 esember 2005 di website Patz Jonathan. (2004) : The Potential Health Impacts of limate Variability and hange for the United States: xecutive Summary of the Report of the Health Sector of the U.S. National ssessment, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website R honda M. Ryznar (1998) : Using Remotely Sensed Imagery to etect Urban hanges Viewing etroit from Space, diakses tanggal 7 pril 2006 di website. UNP Worldonservation ( 2003) : iodiversity and limate hange Programme, Monitoringentre, ambridge, United Kingdom, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website Voogt, James. (2004) : Urban Heat Islands: Hotter ities, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website Wong Nyuk Hien (2002) : The Thermal ffects of Plants on uildings, diakses tanggal 2 ebruari 2006 di website