BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk negara yang rawan bencana alam. Beberapa bencana disebabkan oleh letak geografis Indonesia

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk negara yang rawan bencana alam. Beberapa bencana disebabkan oleh letak geografis Indonesia misalnya: gempa bumi dan erupsi gunung merapi dan sebagian besar lainnya disebabkan oleh kerusakan hutan-hutan tropis Indonesia (contoh: banjir, kekeringan dan tanah longsor). Seperti yang telah diketahui bersama bahwa hanya bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang dapat dikurangi frekuensi terjadinya dan dicegah oleh manusia, yaitu dengan memperbaiki kondisi lingkungan. Pengendalian aktivitas penebangan hutan dan reboisasi merupakan upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, khusunya kerusakan hutan. Namun upaya tersebut sangat sulit untuk terealisir jika kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan masih tinggi. Oleh karena itu, pencarian bahan bangunan non-kayu menjadi penting untuk dilakukan di bidang konstruksi. Bambu merupakan bahan alami yang sangat dipertimbangkan sebagai bahan bangunan non kayu di Indonesia. Hal yang menjadi alasannya adalah tanaman bambu mudah dijumpai di Indonesia. Kurang lebih 80% dari keseluruhan bambu yang ada di dunia tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia (Morisco, 1999). Alasan lain adalah, di Indonesia, bambu sudah sering dijumpai sebagai bahan bangunan rumah sederhana sejak jaman dahulu kala secara turun-temurun (Morisco, 1999). Karena pemakaian bambu untuk rumah sederhana tersebut hanya berdasarakan pada adat kebiasaan nenek moyang terdahulu, maka masyarakat tradisional tidak pernah melakukan proses desain/perhitungan kekuatan rumah bambu sebelumnya. 1

2 Gambar 1.1 Bambu untuk bahan bangunan Sumber: dokumen Irawati Di era modern, jika bambu akan digunakan sebagai bahan bangunan, maka proses analisis perhitungan kekuatan struktur bambu sangat mutlak untuk dilakukan supaya memberikan jaminan kepada penghuni bahwa bangunan tersebut aman dan nyaman untuk ditempati. Informasi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan proses analisis adalah harus diketahuinya perilaku mekanik bambu dalam menahan beban-beban struktur. Berbagai pengujian telah dilakukan untuk mengetahui perilaku mekanik bambu (Amada dkk., 1997; Janssen, 1997; Morisco, 1999; Lo dkk., 2004; Yu dkk., 2008 dan Shao dkk., 2010). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa kekuatan mekanik bambu dapat diperbandingkan dengan kekuatan kayu sehingga bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan struktural. Kekuatan konstruksi bambu yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang tersusun, tetapi tidak disertai dengan sambungan yang kuat. Hampir semua konstruksi bangunan bambu tradisional menggunakan tali ijuk untuk menyambung komponen-komponen struktur bambu. Akibatnya, kekuatan bambu tidak dapat digunakan secara optimal. (Morisco dan Mardjono, 1996) dalam (Morisco, 1999), kemudian mengembangkan sambungan bambu dengan pengisi mortar. Dengan menggunakan metode sambungan tersebut, bambu dapat digunakan tidak hanya sebagai bahan bangunan rumah sederhana tradisional, namun juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan bertingkat lebih dari satu lantai atau jembatan bambu hingga bentang 24 m (Irawati dkk., 2008; Permono, 2009 dan Harsoyo dkk., 2009). 2

3 Walaupun pada penelitian sudah menunjukkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan struktural, pemakaian bambu sebagai bahan bangunan non-kayu tidak serta merta diterima secara luas oleh masyarakat. Pemakaian bambu sebagai bahan bangunan masih terbatas pada bangunan-bangunan rumah makan atau tempat-tempat wisata. ( Irawati dkk., 2009) memaparkan bahwa salah satu kendala pemakaian bambu di masyarakat disebabkan oleh keunikan bentuk bambu. Bambu mempunyai batang yang tidak prismatis. Diameter bagian pangkal besar dan kemudian mengecil pada ujung bambu. Batang bambu beruas dengan jarak antar ruas tidak seragam di sepanjang batang. Hal tersebut menyebabkan proses perakitan bambu di lapangan menjadi sulit. Bambu laminasi (Gambar 1.2) dapat menjadi solusi terhadap sulitnya perakitan bambu akibat ketidakprismatisan batang bambu. Bambu laminasi diproduksi dari bilah-bilah bambu dengan mengaplikasikan teknologi perekatan, bilah-bilah tersebut direkat menjadi balok-balok bambu laminasi (Morisco, 2006). Aplikasi teknologi laminasi dapat menghasilkan balok-balok laminasi dalam berbagai ukuran (lebar, tinggi dan panjang) dan berbagai bentuk (lengkung, melingkar atau meruncing), (Falk dan Colling, 1995). Aplikasi teknologi laminasi pada bambu dapat memproduksi balok-balok bambu laminasi yang prismatis. Dengan demikian proses perakitan balok-balok bambu laminasi akan lebih mudah dari pada perakitan batang-batang bambu dalam pelaksanaan pembuatan konstruksi bambu. Gambar 1.2 Bambu laminasi Sumber: Dokumen Morisco Bamboo 3

4 Di Indonesia, penelitian tentang bambu laminasi sebagai bahan bangunan struktural sudah banyak dilakukan (Wijaya, 2003; Masdar, 2004; Irawati, 2004; Oka, 2004; Nasriadi, 2004; Masrizal, 2004; Agussalim, 2006; Gunawan, 2006; Eratodi, 2007; Sari 2008; Irawati dkk., 2009; Irawati dkk., 2010; Irawati dkk., 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu laminasi dapat digunakan sebagai bahan konstruksi rumah tinggal (Rittironk dkk., 2008 dan Eratodi dkk., 2009). Salah satu hal yang mempengaruhi mutu bambu laminasi adalah kualitas dari perekatan lamina-lamina bambu menjadi balok bambu laminasi. Secara teoritis, kekuatan geser perekat bambu laminasi harus lebih tinggi dari kekuatan geser bambu penyusun balok laminasi. Sebagai hasilnya adalah kegagalan lentur akan terjadi pada balok-balok laminasi bentang panjang. Namun, jika balok laminasi digunakan untuk bentang pendek, maka kegagalan geser akan terjadi pada bambunya bukan terjadi pada garis perekatan. Kekuatan geser perekat ini sangat bergantung pada dua faktor yaitu jenis perekat dan proses perekatan. Jenis perekat harus sesuai dengan spesifikasi peruntukan perekat, misal jika bambu laminasi digunakan sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga maka jenis perekat yang digunakan adalah jenis perekat yang mempunyai kekuatan geser yang tidak setinggi dengan jenis perekat yang digunakan untuk merekatkan bahan-bahan konstruksi bangunan. Namun, walaupun menggunakan jenis perekat yang sudah sesuai (berkekuatan tinggi), jika proses perekatannya tidak sesuai standar maka kekuatan perekat yang dicapai akan jauh di bawah kekuatan perekat yang seharusnya (sesuai dengan spesifikasi pabrik). Kegagalan geser perekat masih banyak dijumpai pada bidang rekat (Irawati dkk., 2010 dan Irawati dkk., 2014). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh (Irawati dkk., 2014), rendahnya kekuatan perekat tersebut disebabkan oleh waktu pelaksanaan pengeleman yang melebihi syarat yang ditentukan oleh pabrik. Hal itu mengakibatkan perekat sudah mulai mengeras sebelum proses perekatan lamina-lamina bambu selesai. 4

5 Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengeleman tersebut disebabkan oleh pemakaian clamp divice yang sangat sederhana (Wijaya, 2003; Masdar, 2004; Irawati, 2004; Oka, 2004; Nasriadi, 2004; Masrizal, 2004; Agussalim, 2006; Gunawan, 2006; Eratodi, 2007; Sari 2008) sehingga untuk melakukan seluruh proses pengeleman balok bambu laminasi dapat mencapai waktu hampir 1 jam. Waktu proses perekatan tersebut 30 sampai 50 menit lebih lama (tergantung dari jenis perekat) dari pada waktu yang disyaratkan oleh pabrik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu balok bambu laminasi sebagai bahan bangunan nonkayu yang ramah lingkungan di Indonesia, perlu dikembangkan clamp device yang dapat digunakan dalam proses produksi balok bambu laminasi secara cepat namun juga tetap memperhatikan faktor efisiensi biaya. Cepat berarti lamanya waktu pengeleman bambu laminasi ukuran struktural dapat kurang atau sama dengan lamanya waktu yang disyaratkan. Efisiensi biaya mempunyai arti bahwa clamp device tersebut harus hemat pemakaian listrik sehingga biaya produksinya tidak bertambah tinggi secara signifikan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka desain clamp device bambu laminasi akan dilakukan dalam penelitian ini. Desain clamp device ini sangat penting untuk dilakukan karena hasil dari penelitian ini yang berupa clamp device bambu laminasi akan meningkatkan kualitas perekatan bambu laminasi sehingga masyarakat dunia konstruksi akan semakin yakin dengan kekuatan bambu laminasi untuk bahan bangunan. Akibatnya, pemanfaatan bambu laminasi akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya pemakaian bambu laminasi, maka pemakaian kayu diharapkan akan semakin berkurang dan hutan-hutan tropis di indonesia akan kembali hijau sehingga bencana alam akibat kerusakan lingkungan menjadi sangat berkurang. 5

6 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelian sebagai berikut: 1. Mendesain clamp device bambu laminasi yang dapat digunakan untuk memproduksi balok bambu laminasi dengan waktu yang cepat namun tetap hemat listrik. 2. Mengevaluasi clamp device workability untuk proses produksi balok bambu laminasi. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan adalah memperoleh clamp device bambu laminasi yang dapat memproduksi balok bambu laminasi yang mempunyai kualitas rekatan baik namun tetap memperhatikan efisiensi biaya produksi. Sedangkan manfaat penelitian bagi masyarakat adalah dengan meningkatnya kualitas rekatan bambu laminasi maka masyarakat akan lebih mudah teryakinkan bahwa bambu laminasi merupakan bahan non-kayu yang ramah lingkungan yang kuat dan layak untuk bahan bangunan. Harapan selanjutnya adalah masyarakat mulai beralih pada bahan bangunan non-kayu sehingga akan sangat mendukung upaya-upaya pemulihan kondisi hutan-hutan tropis di Indonesia. 1.4 Batasan Masalah Agar hasil laporan tugas akhir ini tidak menyimpang terlalu jauh dari maksud dan tujuan yang hendak dicapai, maka dari itu diberikan batasan masalah, batasan masalah yang dibahas meliputi: 1. Penentuan ukuran desain clamp device 2. Penentuan material yang akan digunakan untuk membuat clamp device tersebut. 3. Analisa kekuatan desain clamp device melalui pengujian CAE (Computer Analysis Element) Menggunakan Pro-E 6

7 1.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Literatur Studi Literatur adalah metode pengumpulan data, yang dilakukan dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan dasar teori dan disiplin ilmu yang diterapkan dari berbagai sumber sehingga akan menambah wawasan yang bernuansa analisis. 2. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung pada object yang didesain, kemudian mengambil data sebagai bahan pertimbangan awal dan mendesain clamp device tersebut. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Membahas tentang konsep dasar penyusunan tugas akhir yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Membahas tentang dasar-dasar teori, pembahasan tentang bahan dasar secara garis besar. BAB III DESAIN DAN ANALISA CAE (Computer Analysis Element) Membahas dan menjelaskan tentang proses desain clamp device, menggunakan creo parametric 2.0. Pemilihan material, dan analisa CAE (Computer Analysis Element) Pada Pro-E. 7

8 BAB IV PEMBAHASAN ANALISA CAE (Computer Analysis Element) Pembahasan tentang hasil desain dan hasil pengujian analisa CAE (Computer Analysis Element) Menggunakan Pro-E. BAB V PENUTUP Membahas tentang hasil dari analisa CAE (Computer Analysis Element) dan menjelaskan kesimpulan dari hasil analisa tersebut. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 8