BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Bambu. Peralatan Bangunan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang bambu sebagai bahan bangunan dalam bentuk utuh/solid maupun dalam bentuk rekayasa bambu laminasi telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Beberapa penelitian tentang bambu telah dikembangkan cukup maju di negara Cina, Jepang, Amerika, Brazil, Columbia, India, Filipina, Vietnam, dan Belanda (Xiao dkk., 2007). Di Indonesia khususnya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, penelitian tentang bambu juga cukup banyak dilakukan (Eratodi dkk., 2012). Beberapa penelitian tentang bambu di dunia diantaranya : pengawetan bambu, sifat mekanika bambu dengan berbagai perlakuan, sambungan bambu, bambu sebagai tulangan, bambu pada konstruksi rangka, bambu sebagai balok dan kolom, rangka portal bambu, bambu sebagai pelat, komposit bambu dengan bahan lain, laminasi bambu dengan berbagai macam variasi perlakuan dan aplikasi, bambu pada bangunan gedung dan jembatan, dan sebagainya (Xiao dkk., 2007; Eratodi dkk., 2012). Penelitian tentang bambu telah banyak dilakukan berkaitan dengan pengembangan penggunaan bambu dari skala tradisional (conventional) menuju ke produk bambu modern (manufactured bamboo). Secara hirarki pemanfaatan bambu yang dipilih berdasarkan skala pengelompokannya dapat diuraikan secara jelas di dalam Gambar 1.1 (Rittironk dan Elnieiri, 2007). Penggunaan Bambu Bambu Tradisional (Conventional) Bambu Rekayasa (Manufactured) Makanan Kerajinan Bangunan Bangunan Perabot Bangunan Arsitek Material Struktur Peralatan Bangunan Bangunan Arsitek Material Struktur Gambar 1.1. Diagram hirarki dan hubungan penggunaan dan produk bambu (Rittironk dan Elnieiri, 2007) 1

2 Berdasarkan penggunaan dan produk bambu pada khusunya untuk material bangunan, dapat dilakukan secara tradisional dan modern. Penggunaan bambu untuk material bangunan secara tradisional yautu bambu masih dalam bentuk utuh (berongga dan silindris), standar, dan tidak beraturan. Akibat bentuk yang masih utuh pada saat penggunaan bambu dalam kondisi kering mudah pecah (splitting) sehingga menurunkan kapasitas struktur. Untuk penggunaan bambu dengan rekayasa atau pengolahan (manufactured) dengan cara membelah/memecah (splits) bambu menjadi elemen serat (fiber) atau bilah (lumber) merupakan perubahan bentuk geometri yang berbeda dari utuh ke bentuk yang diinginkan (Gambar 1.2 dan Gambar 1.3). Gambar 1.2. Proses pembuatan produk papan bambu laminasi/laminated Bamboo Lumber (LBL) (Rittironk dan Elnieiri, 2007) Gambar 1.3. Proses pembuatan produk balok/kolom bambu laminasi (Flander dan Rovers, 2009) 2

3 Pengolahan bambu utuh menjadi produk bambu laminasi (laminated bamboo) dilakukan untuk meningkatkan kapasitas bambu dalam mendukung struktur bangunan. Sehingga karakteristik bambu laminasi lebih mendekati sifat kayu dibandingkan bambu utuh yang berbentuk silindris tidak beraturan. Keunggulan bambu laminasi antara lain dapat dibentuk dalam berbagai ukuran, sifat mekanika yang lebih baik dibandingkan dengan bahan dasar jenis bambu yang digunakan (Morisco, 2006). Tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil akhir dalam proses pembuatan bambu laminasi adalah bahan bambu, bahan perekat dan teknologi perekatan (Prayitno, 1994). Penelitian-penelitian rekayasa bambu laminasi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya di UGM yang memberi kesimpulan bambu laminasi memenuhi syarat sebagai bahan bangunan. Hasil bambu laminasi dapat berupa papan ataupun batang (balok/kolom) dengan orientasi susunan bilah bervariasi (vertikal atau horisontal atau kombinasi keduanya) sesuai kebutuhan (Gambar 1.2, 1.3, dan 1.4). Aplikasi bambu laminasi untuk bangunan gedung atau perumahan dan jembatan telah dilakukan melalui berbagai macam penelitian (Xiao dkk., 2007; Flander dan Rovers, 2009). Gambar 1.4. Produk bambu laminasi (LBL) di Cina yang dikirim ke Amerika untuk finisihing beberapa bangunan (Rittironk dan Elnieiri, 2007) Aplikasi produk bambu laminasi pada struktur jembatan telah dilakukan oleh Xiao dkk. (2007), yaitu penggunaan bambu laminasi untuk jembatan penyebrangan (pedestrian bridge) bagi pejalan kaki dan jembatan kendaraan (modern bamboo bridge). Jembatan penyebrangan dibuat dengan lebar 1,5 m dan 3

4 panjang bentang 5 m didukung oleh balok bambu laminasi dengan dimensi lebar x tinggi (84 mm x 300 mm). Untuk jembatan yang dilalui oleh kendaraan (truk) dibuat lebar 3,5 m, panjang bentang 10 m, dan balok pendukung dipasang setiap jarak 1,5 arah melintang dengan dimensi 100 mm x 600 mm. Kedua tipe jembatan ditutup dengan beton sebagai pelat lantai. Bambu laminasi sebagai alternatif pengganti bahan bangunan beton dan bata, serta sebagai kompetitor konstruksi kayu mempunyai potensi cukup baik dari segi pemenuhan jumlah kebutuhan. Bambu sebagai bahan bangunan yang dapat diperbaharui (renewable) sama halnya kayu, namun lebih cepat tumbuh (fastgrowing), sehingga dalam satu tahunnya bambu lebih menguntungkan dibandingkan kayu. Sebagai ilustrasi, bahwa satu rumah konstruksi bambu laminasi di Amerika dengan luas bangunan 175 m 2 memerlukan 1 ha lahan bambu per tahunnya (Flander dan Rovers, 2009). Bambu Guadua disuplai dari Colombia. Penelitian tentang bambu laminasi di Indonesia sudah dikembangkan untuk dapat dibuat elemen dengan ukuran yang lebih besar sesuai kebutuhan, sehingga mampu meningkatkan daya dukung. Namun demikian kuat tekan bambu laminasi cukup kecil dibandingkan kuat tariknya. Kuat tekan bambu laminasi dapat digantikan oleh beton yang jauh lebih murah biaya produksinya dibandingkan bambu laminasi. Meskipun beton lebih murah dibandingkan bambu laminasi, namun kuat tariknya sangat kecil, sekitar 15% terhadap kuat tekannya. Untuk itu dibuat struktur komposit bambu laminasi dan beton, dimana bambu yang mempunyai kekuatan tarik tinggi akan menahan tegangan tarik ditempatkan pada bagian bawah struktur balok komposit, sedangkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi ditempatkan pada bagian sisi atas yang menahan tekan. Hubungan komposit antara bambu laminasi dan pelat beton didukung oleh konektor geser (shear connector) berupa pasak (dowel) dari baja tulangan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan bahwa metoda analisis dan desain struktur komposit bambu laminasi dan pelat beton belum tersedia. Perilaku balok komposit bambu laminasi dan pelat beton 4

5 belum banyak diketahui. Sejauh mana desain balok komposit bambu laminsi-beton yang memberikan perilaku kerusakan struktur balok komposit, apakah kerusakan terjadi akibat lentur : pada balok bambu laminasi akibat gagal tarik atau pada pada beton akibat gagal tekan, ataukah kerusakan akibat geser : pada alat sambung atau pada bahan (bambu dan beton). Permasalahan yang lain adalah sejauh mana baja tulangan dapat berfungsi sebagai konektor geser pada struktur komposit bambu laminasi dengan beton. 1.3 Batasan Penelitian Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi : a. Balok laminasi dibuat dengan sistem perekatan mengunakan lem Urea Formaldehida dengan kempa dingin. b. Pemodelan dan analisis numerikal dilakukan dengan teori model kelelehan (EYM) untuk alat sambung, dan teori pias (layering) penampang pada balok komposit. c. Struktur model balok komposit berbentuk tampang T (T-Beam) dan prismatis. d. Pemodelan benda uji dilakukan dengan asumsi material bersifat homogen. e. Stabilitas balok arah lateral tidak ditinjau, dengan asumsi pengekangan balok arah lateral cukup baik sehingga tekuk punter lateral (warping) dapat dicegah. f. Pengujian eksperimental dengan beban statik jangka pendek (short term). g. Penyimpulan hasil pengujian dan numerikal digunakan analisis statistik regresi dengan metode least square. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian tentang glulam, baik kayu laminasi ataupun bambu laminasi telah banyak dilakukan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Demikian halnya untuk struktur komposit glulam dengan beton juga telah dilakukan, antara lain oleh Davids, dkk. (2002), Xiao, dkk. (2008). Namun demikian, secara eksperimental dan desain balok komposit bambu laminasi dengan beton menggunakan bahan bambu Petung dengan alat sambung dari baja tulangan sepengetahuan penulis dari berbagai referensi belum pernah ditemui. Usulan desain 5

6 belum nampak pada beberapa penelitian terdahulu, khusunya tentang balok komposit bambu laminasi dan pelat lantai beton. Perilaku balok komposit bambu laminasi dan beton juga belum banyak diketahui model kegagalannya. Hasil penelitian ini memberikan usulan formulasi desain kapasitas struktur balok komposit bambu laminasi dan beton. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan sifat mekanika bambu petung laminasi. b. Mendapatkan kuat tumpu bambu laminasi. c. Mendapatkan kekuatan tahanan lateral alat sambung geser bambu laminasi beton dari baja tulangan. d. Mendapatkan perilaku kekuatan, kekakuan, dan pola keruntuhan balok komposit bambu laminasi dan pelat beton. e. Mendapatkan formulasi desain balok komposit bambu laminasi dan pelat beton dengan alat sambung baja tulangan. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapakan adalah dapat melengkapi metode análisis dan desain balok komposit bambu laminasi dan beton dengan alat sambung geser dari baja tulangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah desain struktur balok komposit bambu laminasi dengan beton dan dapat dijadikan acuan untuk rancang bangun. Hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk menunjang pembangunan dalam hal pemenuhan infrastruktur, sarana dan prasarana bidang perumahan maupun transportasi. Alternatif penggunaan material lokal bambu bersifat renewable dan mudah diperoleh, diharapkan dapat menggantikan atau sebagai substitusi kayu. 6