PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI"

Transkripsi

1 PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Preservasi Ovarium, Isolasi dan Kultur Folikel In Vitro pada Domba adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juni 2010 Bayu Rosadi NIM B

3 ABSTRACT BAYU ROSADI. Ovary Preservation, Isolation and Follicles In Vitro Culture in Ovine. Under Direction of ARIEF BOEDIONO, M AGUS SETIADI, AND DONDIN SAJUTHI. Ovine ovary contains about of preantral follicles of which only 0.01% ovulates in the reproductive life. In the last decades, many studies have been carried out focusing on preservation, isolation and culture of preantral follicles from several species ovaries. In this study the effect of cooling and freezing of ovine ovarian tissue were examined on follicles morphology, number and quality of the follicles. The follicles were isolated by different methods. The developmental competence of follicles cultured in vitro were evaluated postpreservation. The study was carried out in 2 experiments. Experiment I, ovaries were maintained in PBS at -20 o C and room temperature (RT) for 24 h, and at 5 o C for 24 h and 72 h, and vitrification by 10, 20, 30 min equilibration time. After preservation and warming, the tissues were prepared for histological examination. Experiment 2, follicles isolated from fresh ovaries both mechanically and enzymatically. Then, preantral follicles were isolated from a) fresh ovaries (control), ovaries were stored at 5 o C for: b) 24 h, c) 48 h, d) 72 h, and vitrified cortex tissue (after 6 d in vitro culture). Preantral follicles ( µm) were cultured in αmem supplemented with 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh and ITS (consist of 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) up to ovulation stage. No follicle survived after 24 h storage at RT. The percentage of morphologically normal follicles was significantly reduced in ovarian tissue stored at -20 o C for 24 h and at 5 o C for 24 h and 72 h,5 o C for 24 h gave the better results. The antral follicles were damaged in all treatment. Exposing tissue to equilibration medium for 10 min had higher morphologically normal of cooledwarmed follicles, but had fewer morphologically normal follicles than fresh ovary. Experiment 2 shown that enzymatic method yielded more follicles than mechanic method, but fewer intact follicles. Follicle development up to ovulation of 5 o C storage for 24 h was equal to fresh follicles. Ovarium preserved at 5 o C for 48 h resulted in a less number of follicles that reach ovulation stage than others.vitrification slighty reduced developmental competence in vitro. We conclude that storage of ovine ovaries for up to 24 h at -20 o C, RT, and 5 o C declined the number of morphologically normal follicles, 5 o C storage gave the better results. Primordial follicles preserved their morphology intactness better than growing follicles. Good morphology of follicles was confirmed when exposing tissue to equilibration medium for 10 min before freezing. Ovary could be storage at 5 o C up to 48 h to maintain follicles viability. Vitrification slighty reduced follicle developmental competence in vitro. Key words: follicles isolation, preservation, in vitro culture, ovine

4 RINGKASAN BAYU ROSADI. Preservasi Ovarium, Isolasi dan Kultur Folikel In Vitro Pada Domba. Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO, M AGUS SETIADI, and DONDIN SAJUTHI. Folikel merupakan unit struktural dan fungsional dasar dari ovarium mamalia yang menyediakan lingkungan mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan maturasi oosit. Ovarium domba mengandung sekitar 36.ooo folikel preantral, diantaranya hanya 0,01% yang ovulasi sepanjang masa produktifnya. Dalam dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan dengan fokus preservasi, isolasi, dan kultur folikel dari berbagai spesies. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh pendinginan dan pembekuan jaringan ovarium terhadap morfologi, jumlah dan kualitas folikel domba yang diisolasi dengan metode berbeda serta kompetensi perkembangan folikel in vitro pasca preservasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap. Pada tahap 1 dilakukan 2 eksperimen preservasi ovarium. Eksperimen 1, ovarium disimpan dalam larutan PBS pada suhu -20 o C dan suhu kamar selama 24 jam, dan suhu 5 o C selama 24 jam dan 72 jam. Setelah penyimpanan, folikel-folikel dievaluasi secara histologis. Dalam Eksperiment 2, cortex ovarium dipisahkan dari ovarium dan dibentuk dalam potongan berukuran ±1 mm 3. Potongan jaringan diletakkan di atas hemistraw dan ditransfer ke larutan ekuilibrasi masing-masing selama 10, 20, dan 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya dipindahkan ke larutan vitrifikasi selama 3 menit. Hemistraw beserta jaringan dicelupkan dalam nitrogen cair. Setelah penghangatan, jaringan dievaluasi secara histologis. Pada tahap kedua dilakukan isolasi dan kultur in vitro folikel. Eksperimen 3, potongan cortex ovarium berukuran ± 1 mm 3 diinkubasi dalam collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2) masing-masing selama 15, 30, 45, dan 60 menit. Folikel-folikel dari cacahan jaringan cortex juga diisolasi secara mekanik (M) menggunakan jarum 26G. Hasil isolasi dari ketiga perlakuan diamati dibawah mikroskop menggunakan pembesaran obyektif 40 kali. Eksperimen 4, folikel-folikel preantral diisolasi pada ovarium segar (kontrol), ovarium yang disimpan pada suhu 5 o C selama 24 jam (T5-24), 48 jam (T5-48), dan 72 jam (T5-72) dan jaringan cortex hasil vitrifikasi (V). Folikel-folikel berukuran µm dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) sampai ovulasi. Seluruh folikel mengalami kerusakan morfologi setelah penyimpanan ovarium pada suhu kamar selama 24 jam. Persentase folikel dengan morfologi normal menurun secara nyata pada jaringan ovarium yang disimpan pada suhu -20 o C selama 24 jam, pada suhu 5 o C selama 24 jam dan 72 jam, penyimpanan pada suhu 5 o C selama 24 jam memberikan hasil lebih baik (P<0,05). Folikelfolikel antral rusak pada semua perlakuan. Folikel-folikel primordial

5 mempertahankan keutuhan morfologinya lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Pemaparan jaringan ke larutan ekuilibrasi selama 10 min menghasilkan lebih banyak folikel dengan morfologi normal (P<0,05). Eksperimen 3 menunjukkan bahwa hasil isolasi folikel lebih banyak pada C1 dan C2 dibandingkan M (P<0,05), tetapi M memberikan jumlah folikel utuh lebih banyak dari C1 dan C2 (P<0,05). Pada Eksperimen 4 perkembangan folikel sampai ovulasi pada T5-24 tidak berbeda dengan kontrol (P<0,05) dan lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Jumlah folikel hasil vitrifikasi yang mencapai ovulasi lebih rendah dibandingkan kontrol (P<0,05). Perlakuan T5-48 masih menghasilkan folikel yang mencapai ovulasi tetapi T5-72 tidak terdapat folikel yang tumbuh sampai ovulasi. Disimpulkan bahwa penyimpanan ovarium domba selama 24 jam pada suhu -20 o C, suhu kamar, dan 5 o C menurunkan jumlah folikel dengan morfolologi normal, penyimpanan pada suhu 5 o C memberikan hasil lebih baik. Folikel-folikel primordial mempertahankan keutuhan morfologis lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Hasil vitrifikasi terbaik diperoleh dengan memaparkan jaringan cortex ke medium ekuilibrasi selama 10 menit. Hasil kultur in vitro menunjukkan bahwa ovarium dapat disimpan pada suhu 5 o C selama 48 jam. Vitrifikasi sedikit menurunkan kompetensi pertumbuhan folikel in vitro. Kata kunci: isolasi folikel, preservasi, kultur in vitro, domba

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Judul Disertasi Nama NIM : Preservasi Ovarium, Isolasi dan Kultur Folikel In Vitro Pada Domba : Bayu Rosadi : B Disetujui Komisi Pembimbing Prof. drh. Arief Boediono, Ph.D. Ketua Dr. drh. M. Agus Setiadi Anggota Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D. Anggota Diketahui Ketua Mayor Biologi Reproduksi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. drh. Iman Supriatna Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 22 September 2010 Tanggal Lulus:

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MS. 2. Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil. Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. drh. Tuty L Yusuf, MS. 2. Prof. Dr. dr. Soegiharto Soebiyanto, SpOG (K)

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sebagai tugas akhir dalam studi program doktor di Institut Pertanian Bogor. Disertai ini berdasarkan hasil penelitian dengan topik Preservasi Ovarium, Isolasi, dan Kultur Folikel In Vitro pada Domba yang dilaksanakan mulai November 2008 hingga Maret Penulis mengucapkan terima kasih menyampaikan terima kasih kepada Prof. drh. Arief Boediono, Ph.D. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. drh. M. Agus Setiadi dan Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesungguhan hati memberikan masukan dan arahan selama penelitian dan penulisan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc. (Alm.) atas segala bimbingan yang pernah diberikan. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Dr. Mulyoto Pangestu dan rekan-rekan beliau Dr. Sally Catt serta Dr. Sarah Jansen dari Monash Institute of Medical Research (Monash University), dan sahabat penulis dr. Jacqueline Sudiman yang membantu penulis selama melakukan penelitian di Melbourne. Ucapkan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil. dan Dr. drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, Prof. Dr. drh. Tuty L Yusuf, MS dan Prof. Dr. dr. Soegiharto Soebiyanto, SpOG(K) selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka atas masukan berharga dalam menyempurnakan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Ketua Departemen KRP, dan Ketua Mayor Biologi Reproduksi yang berkenan menerima penulis untuk menempuh program doktor. Kepada seluruh staf pengajar penulis sampaikan terima kasih atas curahan ilmu dan menjadi teman diskusi yang menyenangkan dan konstruktif. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada seluruh staf admisitrasi di Mayor BRP dan SPs IPB atas segala pelayanan yang ramah selama ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Dekan Fakultas Peternakan dan Rektor Universitas Jambi yang telah memberikan ijin studi, dan Dirjen Dikti atas beasiswa yang diberikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Dr. drh. Adi Winarto yang memberikan ijin menggunakan fasilitas Laboratorium Histologi sekaligus banyak memberikan bimbingan teknis dalam hal pengerjaan dan analisis preparat

11 histologis. Demikian pula kepada Dr. drh. M. Agus Setiadi disamping sebagai anggota komisi pembimbing beliau juga mengelola Laboratorium IVF dan memberikan ijin kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di dalamnya. Kepada rekan-rekan penulis, Dr. Ir. Thomas Mata Hine, M.Si, Dr. drh Enny T Setiatin, M.Sc., Ir. Satya Gunawan, MP, Sigit Prastowo, S.Pt., M.Si., Dr. drh. I Wayan Batan, M.Si. Raden Harry Murti, S.Si, Riris Lindiawati Puspitasari, S.Si, M.Si., Dwi Agustina, S.Si, M.Si, Nuril Farizah, S.Pi, M.Si, Hasbi, S.Pt dan Sri Agustina, S.Pt., M.Si, Irma Andriyani, S.Pi, M.Si, Dra. Ekayanti, M.Si, Tatan Kostaman, S.Si, s MP. serta semua rekan-rekan mahasiswa BRP atas persahabatan dan kerjasamanya. Demikian pula rekan-rekan dari Universitas Jambi, Dr.Yatno, S.Pt., M.Si., Dr. Ir. Suparjo, MP., Heru Handoko, S.Pt., M.Si., Ir. Agus Budiansyah, M.Si., Dr. Ir. Hutwan Syarifuddin, M.Si, dan Kuswanto, S.Pd atas segala dorongan moril dan bantuannya kepada penulis. Akhirnya untuk isteri saya tercinta Anne Yulianingrum, S.Si, dan anakanak tersayang Ayasy, Syamil, Igan, Adin, dan Dhiya, terima kasih atas pengertian, pengorbanan, dan do a tulusnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Emak di Tasikmalaya yang telah membesarkan dan mendidik penulis, juga keluarga mertua Bapak Muhammad Rosyid (alm) di Ciomas atas segala dukungan moril dan ketulusan untuk ikut menjaga anak-anak saya. Bogor, Juni 2010 Bayu Rosadi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Desember 1972 dari kedua orang tua Eros Rosadi dan Enah. Pendidikan Dasar dan Menengah Pertama ditempuh di Karangnunggal (Tasikmalaya), selanjutnya meneruskan pendidikan di SMAN 8 Bandung. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 1996 pada Fakultas Peternakan Universitas Jambi, penulis melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Biologi Reproduksi Program Pascasarjana IPB tahun 1996 dan selesai tahun Penulis diterima sebagai staf pengajar pada Fakultas Peternakan Universitas Jambi tahun Sejak tahun 2004 hingga saat ini, penulis menempuh studi program doktor di program studi yang sama. Beberapa karya yang dipublikasikan melalui jurnal atau seminar ilmiah selama pendidikan di Bogor adalah: 1. Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A Preservation, isolation, and developmental competence in vitro of ovine preantral follicles. Proceedings The First Congress of SEAVSA. Bogor July Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A Preservasi ovarium dan pengaruhnya terhadap morfologi folikel domba. Jurnal Veteriner (submitted). 3. Rosadi, B., MA Setiadi, D Sajuthi, A Boediono Perkembangan Embrio Mencit dan Hamster dalam Medium KSOMaa dan HECM-6. Jurnal Veteriner Vol 9 (4) :

13

14 xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 2 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Daftar Pustaka... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Preservasi ovarium... 6 Gambaran Umum Perkembangan Folikel, Lingkungan dan Medium Kultur... 7 Kultur Folikel Preantral Regulator Perkembangan Folikel Maturasi Oosit dan Ovulasi Daftar Pustaka PRESERVASI OVARIUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGI FOLIKEL Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Vitrifikasi Ovarium Pembuatan Preparat Histologis Penghitungan Jumlah dan Pengamatan Morfologi Folikel Analisis Data Hasil dan Pembahasan Bobot dan Jumlah Folikel Ovarium Domba Morfologi Folikel setelah Preservasi pada Berbagai Suhu Folikel setelah Vitrifikasi Simpulan Daftar Pustaka PRESERVASI, ISOLASI DAN KOMPETENSI PERTUMBUHAN IN VITRO FOLIKEL PREANTRAL DOMBA Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian... 43

15 xii Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Vitrifikasi Ovarium Kultur Jaringan Cortex Ovarium Pasca Vitrifikasi Isolasi Folikel secara Mekanik Isolasi Folikel secara Enzimatik Kultur Folikel In Vitro Pengamatan Diameter dan Maturasi Oosit Analisis Data Hasil dan Pembahasan Isolasi Mekanik dan Enzimatik Kompetensi Pertumbuhan In Vitro Simpulan Daftar Pustaka PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN UMUM DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 85

16 xiii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Bobot dan jumlah folikel ovarium domba Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah preservasi Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh perovarium setelah preservasi Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah uji toksisitas dan prosedur pendinginan-penghangatan Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh perovarium setelah setelah pendinginan-penghangatan Hasil isolasi folikel secara mekanik dan enzimatik Perkembangan folikel pada kultur in vitro Lama kultur in vitro sampai ovulasi Diameter folikel pada awal kultur dan saat ovulasi Diameter oosit pada awal kultur dan saat ovulasi Tingkat maturasi oosit dari folikel yang ovulasi setelah kultur in vitro... 61

17 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Faktor-faktor yang terlibat dalam pengontrolan perkembangan folikel Sinyal-sinyal intraovarian yang memediasi ovulasi pada mencit Gambaran histologis folikel Isolasi enzimatik jaringan korteks ovarium Hasil isolasi folikel preantral Perkembangan folikel in vitro Folikel yang melekat ke dasar cawan kultur Pengamatan fluorosence pada oosit hasil ovulasi in vitro... 62

18 xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Medium transport dan penyimpanan ovarium Medium vitrifikasi Medium isolasi dan handling folikel Medium kultur in vitro... 89

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ovarium adalah organ reproduksi primer yang berfungsi sebagai penghasil sel gamet (oosit) dan hormon. Organ ini berfungsi penuh sepanjang masa produktif hewan dimulai dari masa pubertas. Kemampuan ovarium ini akan terhenti secara alamiah jika hewan mati. Masalah tersebut perlu mendapat perhatian terutama jika kematian terjadi pada hewan yang bernilai ekonomi tinggi atau hewan yang terancam punah. Dalam bidang reproduksi manusia, banyak peneliti memberikan perhatian pada upaya penyelamatan ovarium dari wanitawanita penderita kanker. Seperti diketahui, ovarium sangat sensitif terhadap obat kanker kelompok alkilating agent (cyclophosphamide, busulfan, melphalan, chlorambucil, dacarbazine, procarbazine) yang diklasifikasikan memiliki resiko tinggi terhadap disfungsi gonad (Blumenfeld et al. 2000, Kenney et al. 2001, Tauchmanova et al. 2002). Untuk keperluan riset reproduksi manusia tersebut, ovarium domba dapat dijadikan sebagai model ovarium manusia karena persamaan ukuran dan kondisi jaringan (Oktay et al. 2000, Picton et al. 2008). Pada kasus kematian hewan atau disfungsi ovarium akibat kemoterapi, sebenarnya ovarium masih dapat dimanfaatkan untuk produksi anak dengan mengaplikasikan teknologi reproduksi melalui produksi embrio in vitro. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah mengoptimalkan potensi folikel-folikel yang terkandung di dalamnya. Folikel merupakan struktur dasar dan unit fungsional ovarium mamalia yang menyediakan lingkungan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan maturasi oosit (Lucci et al. 2007). Seperti diketahui, ovarium mamalia neonatal mengandung cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh yang di dalamnya terdapat oosit yang beristirahat pada tahap diploten dari profase meiotik (Telfer et al. 2005). Setelah lahir, sejumlah folikel-primordial teraktivasi dan memasuki fase perkembangan folikulogenik dimana sel-sel folikel berproliferasi, oosit tumbuh dan diameter foilkel meningkat. Folikel-folikel preantral ini kemudian diprogram berdegenerasi (atresia), dan satu atau lebih folikel (tergantung pada spesies) menyempurnakan

20 2 maturasi, membentuk antrum yang terdiri dari lapisan sel theca di bagian luar dan lapisan sel granulosa di bagian dalam (Telfer et al. 2005, Nandi et al. 2009). Sementara itu oosit menyelesaikan meiosis I dan kemudian diovulasikan (Russel & Robker 2007). Kerr et al. (2006) menemukan bahwa jumlah folikel primordial relatif konstan sepanjang hidup hewan, hal ini disebabkan folikulogenesis yang aktif dan berkelanjutan dengan adanya germline stem cells postnatal di ovarium. Pada tataran praktis, metode penyimpanan ovarium sebelum digunakan sebagai sumber folikel penting untuk diketahui karena sifat ovarium sebagai material biologis yang mudah rusak. Secara teknis hal ini dapat dipahami karena adanya kemungkinan ketidaksinkronan tersedianya ovarium dengan sistem produksi embrio in vitro pada satu waktu tertentu. Preservasi jangka pendek diperlukan untuk transportasi ovarium, terutama jika lokasi sumber ovarium jauh dari laboratorium. Penyimpanan ovarium jangka pendek telah diteliti pada kambing (Silva et al. 2000, Carvalho et al. 2001), domba (Matos et al. 2004), sapi (Lucci et al. 2004), babi (Lucci et al. 2007), dan anjing (Lopes et al. 2009, Lima et al. 2010). Pada penelitian-penelitian tersebut, suhu 4, 20 dan 39 o C dicoba untuk preservasi folikel preantral. Secara umum hasilnya menunjukkan bahwa suhu 4 o C memungkinkan preservasi folikel selama 18 atau 24 jam, sedangkan pada suhu 20 o C mampu mempreservasi folikel selama 4 atau 6 jam. Kriopreservasi potongan jaringan cortex atau ovarium utuh yang memungkinkan penyimpanan jaringan ovarium jangka panjang diaplikasikan diantaranya untuk mempertahankan fungsi ovarium, mempertahankan spesies yang terancam punah, dan menyelidiki fenomena folikulogenesis awal (Onions et al. 2008). Pada penelitian ini akan dicoba metode penyimpanan ovarium domba pada berbagai tingkat suhu yaitu 25 o C (suhu kamar), 5 o C, -20 o C, dan -196 o C (vitrifikasi). Sebagian besar (99%) folikel yang terdapat ovarium domba adalah folikel preantral (Rosadi et al. 2010). Folikel-folikel tersebut memerlukan proses kultur untuk mendapatkan folikel-folikel dengan oosit matang di dalamnya. Pertumbuhan dan maturasi folikel merupakan proses kompleks yang dikontrol oleh faktor endokrin seperti gonadotropin dan faktor-faktor yang diproduksi secara lokal (Demeestere et al. 2005, Oktem & Oktay 2007, Dole et al. 2008).

21 3 Identifikasi faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan folikel atau mendorong atresia menjadi satu tujuan utama dalam penelitianpenelitian folikulogenesis (Picton et al. 2008). Model rodensia adalah yang paling maju dalam penelitian perkembangan folikel in vitro. Sampai saat ini, mencit adalah satu-satunya spesies yang dapat melewati proses kultur in vitro yang komplit mulai tahap primordial sampai diperoleh anak (Cortvrindt et al. 1996, O Brien et al. 2003, Dole et al. 2008). Pada domba upaya produksi anak dengan titik awal folikel preantral melalui kultur in vitro tanpa kombinasi dengan metode kultur lain belum berhasil dilakukan (Nandi et al. 2009, Picton et al. 2008). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ovarium untuk menghasilkan oosit matang pada domba dengan memperhatikan aspek preservasi ovarium, isolasi, kultur dan maturasi folikel dan oosit. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. mempelajari pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap gambaran morfologis folikel-folikel dalam ovarium domba. b. mempelajari kompetensi tumbuh in vitro folikel-folikel setelah perlakuan penyimpanan. c. mendapatkan informasi tentang lama kultur folikel preantral sampai terbentuk ovulasi. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan diperoleh metode preservasi ovarium domba yang optimal serta sistem kultur folikel in vitro untuk mendapatkan oosit matang. Pengembangan metode preservasi dan sistem kultur in vitro folikel domba tidak hanya bermanfaat terhadap penelitian fisiologis ovarium dan tujuan produksi anak domba tetapi juga pada praktek klinik reproduksi manusia.

22 4 DAFTAR PUSTAKA Blumenfeld Z, Shapiro D, Shteinberg M, Avivi I, Nahir M Preservation of fertility and ovarian function and minimizing gonadotoxicity in young women with systemic lupus erythematosus treated by chemotherapy. Lupus 9: Cortvrindt R, Smitz J, Van Steirteghem AC In vitro maturation, fertilization and embryo development of immature oocytes from early preantral follicles from prepubertal mice in a simplified culture system. Hum Reprod Demeestere I, Centner J, Gervy C, Englert Y, Delbaere A Impact of various endocrine and paracrine factor on in vitro culture of preantral follicles in rodents. Reproduction 130: Dole G, Nillson EE, Skinner MK Glial-derived neurotrophic factor promotes ovarian primordial follicle development and cell-cell interaction during folliculogenesis. Reproduction 135 : Kenney LB, Laufer MR, Grant FD, Grier H, Diller L High risk of infertility and long term gonadal damage in males treated with high dose cyclophosphamide for sarcoma during childhood. Cancer 91: Kerr JB, Ducket R, Myers M, Britt KL, Mladenovska T, et al Quantification of healthy follicles in the neonatal and adult mouse ovary: evidence for maintenance of primordial follicle supply. Reproduction 132: Lima GL, Costa LLM, Cavalcanti DMLP, Rodrigues CMF, Freire FAM et al Short-term storage of canine preantral ovarian follicles using a powdered coconut water (ACP1)-based medium. Theriogenology doi: /j.theriogenology Lopes CAP, Santos RR, Celestinoa JJH, Meloa JAP, Chaves RN, et al Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium and time. Anim Reprod Sci 115: Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, Dobrinsky JR Effects of storing pig ovaries at 4 or 20 o C for different periods of time on the morphology and viability of pre-antral follicles. Reprod Dom Anim 42: Matos MHT, Andrade ER, Lucci CM, Ba o SN, Silva JRV, et al Morphological and ultrastructural analysis of sheep primordial follicles preserved in 0.9% saline solution and TCM 199. Theriogenology 62:

23 5 Nandi S, Kumar VG, Ramesh HS, Manjunatha BM, Gupta PSP Isolation and culture of ovine and bubaline small and large pre-antral follicles: Effect of cyclicity and presence of a dominant follicle. Reprod Dom Anim 44: O Brien MJ, Pendola JK, Eppig JJ A revised protocol for in vitro development of mouse oocytes from primordial follicles dramatically improves their developmental competence. Biol Reprod 68: Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R Ovarian tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Hum Reprod 23 (3 ): Oktay K, Karlikaya GG, Aydin BA Ovarian cryopreservation and transplantation: basic aspects. Mol Cell Endocrinol 169: Oktem O, Oktay K The role of extracellular matrix and activin-a in vitro growth and survival of murine preantral follicles. Reprod Sci 14 (4): Picton HM, Harris SE, Muruvi W, Chambers EL The in vitro growth and maturation of follicles. Reproduction 136: Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A Preservation, isolation, and developmental competence in vitro of ovine preantral follicles. Proceedings The First Congress of SEAVSA. Bogor July Russell DL, Robker RL Molecular mechanisms of ovulation: coordination through the cumulus complex. Hum Reprod Update 13(3): Tauchmanova L, Selleri C, De Rosa G, Pagano L, Orio F et al High prevalence of endocrine dysfunction in longterm survivors after allogeneic bone marrow transplantation for hematologic diseases. Cancer 95: Telfer EE, Gosden RG, Byskov AG, Spears N, Anderson R, et al On regenerating the ovary and generating controversy. Cell 122:

24 . 6

25 6 TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium Preservasi jangka pendek ovarium diperlukan untuk transportasi ovarium, terutama jika lokasi sumber ovarium jauh dari laboratorium. Teknik penyimpanan ovarium jangka pendek telah dicoba pada kambing (Silva et al. 2000, Carvalho et al. 2001), pada sapi (Lucci et al. 2004), babi (Lucci et al. 2007), dan anjing (Lopes et al. 2009, Lima et al. 2010). Secara umum hasilnya menunjukkan bahwa suhu 4 o C memungkinkan preservasi folikel selama 18 atau 24 jam, sedangkan pada suhu 20 o C mampu mempreservasi folikel selama 4 atau 6 jam. Kriopreservasi potongan jaringan cortex atau ovarium utuh memungkinkan penyimpanan jaringan ovarium jangka panjang. Kriopreservasi diaplikasikan diantaranya untuk mempertahankan fungsi ovarium, mempertahankan spesies yang terancam punah, dan menyelidiki fenomena folikulogenesis awal (Onions et al. 2008). Bagi pasien penderita kanker yang menjalani kemoterapi, kriopreservasi adalah alternatif untuk mempertahankan fungsi ovarium (Amorim et al. 2009). Kriopreservasi jaringan ovarium merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia bagi wanita yang belum pubertas dan wanita yang tidak dapat menunda awal kemoterapi (Gosden et al. 2002). Jaringan ovarium dapat dibekukan mengunakan tiga pendekatan berbeda: sebagai fragmen cortex ovarium (Tsuribe et al. 2009, Muruvi et al. 2009), sebagai keseluruhan ovarium (Bedaiwy et al. 2006, Onions et al. 2008) atau folikel-folikel terisolasi (Donnez et al. 2006). Folikel bukan objek ideal untuk kriopreservasi karena bersifat multiseluler dan heterogen. Untuk melindungi folikel selama pembekuan, banyak air harus digantikan oleh agen krioprotektan dan banyak diantaranya bersifat toksik dan konsentrasi yang dibutuhkan tinggi (Gosden et al. 2002). Keseimbangan harus diperhatikan dalam mengoptimalkan konsentrasi krioprotektan, lama pemaparan dan laju pendinginan serta pencairan kembali. Sebagian besar penelitianpenelitian awal ovarium menggunakan mencit dan tikus sebagai model, ovarium dibekukan dan isografting setelah thawing (Harp et al. 1994, Cox et al. 1996,

26 7 Candy et al. 1997, Gunasena et al. 1997). Litter size yang diperoleh dari grafting ovarium hasil kriopreservasi setara dengan grafting ovarium segar (Candy et al. 2000). Beberapa metode kripopreservasi pada saat ini adalah metode konvensional dengan metode pendinginan lambat (slow freezing) dan pendinginan cepat (rapid freezing) serta metode vitrifikasi sebagai alternatif. Vitrifikasi adalah proses pemadatan cairan yang mengandung krioprotektan konsentrasi tinggi pada suhu -196 o C tanpa pembentukan kristal es sehingga terlihat seperti kaca (Rall & Fahy 1985). Pada metode vitrifikasi konsentrasi krioprotektan yang digunakan lebih tinggi dan laju pendinginan lebih cepat, tidak menimbulkan terbentuknya kristal serta tidak membutuhkan perlatan khusus (Yoeman et al. 2005). Metode vitrifikasi dapat mempertahankan viabilitas folikel preantral lebih baik dibandingkan metode pembekuan konvensional (Chen et al. 2006). Penggunaan konsentrasi krioprotektan yang tinggi menyebabkan tingginya tingkat toksisitas (Chen et al. 2006). Etilen glikol (EG) merupakan salah satu krioprotektan yang paling rendah tingkat toksisitasnya, daya permeasi cepat sehingga sangat baik digunakan sebagai krioprotektan. Di samping EG, krioprotektan lain yang sering digunakan sebagai kombinasinya adalah dimetilsulfoksida (DMSO) (Lucci et al. 2007). Gambaran Umum Perkembangan Folikel, Lingkungan dan Medium Kultur Pada semua spesies mamalia, perkembangan folikel dan oosit mengikuti sekuen-sekuen peristiwa yang muncul seiring terbentuknya ovarium setelah konsepsi dan diakhiri peristiwa ovulasi oosit fertil tahap metaphase II. Sepanjang fase preantral yang panjang dari folikulogenesis mamalia, perkembangan oosit tergantung pada dan berbarengan dengan lapisan-lapisan sel-sel granulosa folikel (Diaz et al. 2007). Komunikasi efektif antara tipe-tipe sel folikel yang berbeda diperoleh melalui kontak gap junction homolog dan heterolog (Picton et al. 2007). Komunikasi antara sel-sel granulosa dan oosit sangat vital untuk mempertahankan pertumbuhan oosit sebab sumber utama nutrien untuk gamet adalah kompartemen somatik (Harris & Picton 2007).

27 8 Folikel primordial terdiri dari oosit kecil yang dikelilingi oleh lapisan sel tunggal sel-sel granulosa pipih terletak di membrana basalis. Ketika folikel mulai tumbuh, oosit akan membesar dan sel-sel somatik ekspansi membentuk sel-sel granulosa mural dan sel-sel cumulus dalam folikel de Graaf (Gougeon 1996). Membrana basalis memisahkan folikel dari sel-sel stroma termasuk prekursor lapisan sel-sel theca. Ukuran yang kecil, kurangnya organel-organel sitoplasma dan ketiadaan spindle apparatus membedakan oosit-oosit primordial dari oosit tahap metafase II dan hal ini menguntungkan untuk penyimpanan suhu rendah (Gosden et al. 2002). Folikel-folikel primordial melimpah pada ovarium muda, menurun secara eksponensial seiring umur dan bervariasi sesuai bobot tubuh pada berbagai spesies (Gosden dan Telfer 1987). Sebagian besar folikel-folikel primordial tidak berkembang lebih lanjut atau gagal mencapai ukuran ovulasi. Pada ovarium rodensia prapubertas kurang lebih setengah dari folikel berdegenerasi (atresia), proses tersebut tampak lebih jelas pada folikel antral. Atresia folikel ini melibatkan apoptosis (Tilly 1999). Kemungkinan apoptosis dimulai pada sel-sel kecambah folikel-folikel primordial dan tidak tergantung level gonadotropin, sedangkan pada tahap preantral besar dan antral proses tersebut tergantung pada gonadotropin dan ketiadaan hormon menginisiasi apoptosis sel-sel granulosa sebelum oosit dipengaruhi (Gosden et al. 2002). Selama pertumbuhan folikel, volume dan diameter oosit meningkat sebagai akibat akumulasi air, ion, karbohidrat dan lipid (Fair et al. 1997), sebagai contoh pada mencit kenaikan volume dari folikel primordial ke folikel praovulasi mencapai 150 kali (Pan et al. 2005). Perubahan morfologis dan kerangka waktu perkembangan folikel dan oosit sudah terkarakterisasi pada berbagai spesies (Peters et al. 1975, Gougeon 1996, McNatty et al. 1999), pada domba pembentukan antrum terjadi ketika diameter folikel sekitar 250 μm (Picton et al. 2008). Pada tahap ini sebagian besar pertumbuhan oosit sudah sempurna. Sebaliknya, perbedaan-perbedaan spesifik spesies telah diketahui dalam sejumlah parameter: i) keseluruhan waktu folikulogenesis dan oogenesis; ii) ukuran folikel ovulatoris dan oosit matang; iii) perbedaan kondisi alami, konsentrasi dan pengaruh growth factor yang memperantarai produksi folikel dan oosit in vivo

28 9 (Picton et al. 2008). Perbedaan-perbedaan ini sangat relevan ketika mengembangkan sistem yang mendukung pertumbuhan dan maturasi folikel dan oosit. Dalam kultur folikel in vitro diperlukan optimasi ph, suhu dan oksigen untuk memaksimalkan potensi oosit-oosit yang dihasilkan (Ye et al. 2007). Sebagai contoh, meskipun jaringan ovarium marmut dipaparkan ke level oksigen plasma sekitar 5% in vivo, folikel mencit yang ditumbuhkan in vitro dalam 5% oksigen menghasilkan lebih banyak oosit matang dengan kelainan kromosom dan banyak yang mati secara prematur dibandingkan folikel yang dikultur dalam 20% oksigen (Hu et al. 2001). Hal serupa terjadi pada domba, folikel-folikel domba yang ditumbuhkan dalam 5% oksigen menurunkan pembentukan antrum dan meningkatkan konsumsi laktat dan glukosa dibandingkan dengan 20% oksigen (Jin et al. 2007). Suhu medium yang digunakan untuk transportasi dan penanganan sebelum pemanenan harus dioptimalkan untuk meminimalkan apoptosis (Schmidt et al. 2003, Lucci et al. 2004) Sejumlah sistem kultur yang berbeda telah dicoba untuk menumbuhkan folikel dari spesies-spesies yang memiliki perbedaan spesifik spesies. Pada semua protokol kultur folikel in vitro, penting untuk mengoptimalisasi: i) suplai nutrien, elektrolit, antioksidan, asam-asam amino, substrat energi, vitamin, dan growth factor; ii) penghilangan produk-produk sisa seperti ammonia yang dapat terakumulasi karena produk sisa metabolisme ini dapat menekan pertumbuhan folikel (Kerr et al. 2006). Berbagai medium dasar telah dipakai untuk kultur folikel dari spesies yang berbeda diantaranya minimum essential medium (MEM) (Cortvrindt et al. 1996, Kerr et al. 2006), Waymouth medium (Muruvi et al. 2005) dan Mc Coy s medium (Telfer et al. 2008). Medium-medium basal tersebut perlu dilengkapi bahan-bahan tambahan yaitu antibiotik/antimikotik; sediaan komersial insulin, transferrin, dan selenium (Wright et al. 1999). Pertimbangan penting dalam menyusun medium kultur folikel in vitro adalah tipe dan konsentrasi substrat energi dalam medium basal. Penelitian menunjukkan bahwa glukosa adalah sumber energi yang umum bagi hampir semua tipe sel hewan, tetapi kemudian diketahui bahwa oosit matang pada banyak spesies mamalia termasuk mencit (Harris et al. 2008), sapi (Gandolfi et al. 1998),

29 10 dan manusia (Roberts et al. 2002) lebih cenderung memetabolisme piruvat dan punya sedikit kapasitas untuk metabolisme glukosa. Oosit mencit diketahui berkemampuan tinggi untuk mengkonsumsi piruvat dan oksigen pada semua tahap perkembangan folikel (Harris et al. 2008) sedangkan konsumsi glukosa berada di bawah level yang dapat dideteksi (Harris et al. 2007). Kultur Folikel Preantral Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengkultur folikel dengan berbagai metode lebih intensif dilakukan pada rodentia sebagai model dan telah dicapai beberapa keberhasilan (Picton et al. 2008). Kemajuan dalam kultur folikel rodensia sulit direplikasikan pada ruminansia dan manusia. Salah satu alasan utama kurangnya kemajuan adalah kesulitan teknis yang lebih besar untuk mengisolasi folikel sebab jaringan cortex lebih padat dan fibrous (Telfer 1996) dan isolasi folikel seringkali membutuhkan protokol berbasis enzim yang agresif (Demeestere et al. 2002). Keberhasilan kultur folikel preantral terkendala oleh kompleksitas sinyalsinyal, interaksi sel-sel dan sel-stroma yang diperlukan untuk menduklung pertumbuhan folikel-folikel tahap awal (Demeestere et al. 2005). Dalam dekade terakhir kemajuan dicapai pada teknik kultur dua dimensi untuk mernumbuhkan folikel preantral in vitro (Von Wolff et al. 2009, Cortvrindt et al. 1996, Liu et al. 2001). Folikel-folikel yang dikultur dalam sistem dua dimensi harus melekat ke pemukaan kultur datar dimana sel-sel somatik bermigrasi dari oosit merubah struktur tiga dimensi asal merusak interaksi sel-sel somatik-gamet yang penting untuk pertumbuhan oosit normal (West et al. 2007). Walaupun demikian, pada mencit seluruh tipe sel folikel tetap kontak dan respon terhadap stimulasi gonadotropin dipertahankan (Picton et al. 2008). Granulosa-oosit complex tumbuh optimal pada kepadatan sedang (~200/well) pada membran collagen yang memungkinkan folikel-folikel melekat dengan penyebaran terbatas. Dengan menggunakan defined medium mengandung albumin, ITS, dan hypoxantine (untuk mencegah meiosis prematur) oocytes dari folikel-folikel preantral anak mencit matang untuk IVF setelah inkubasi selama 10 hari (Eppig et al. 1992). Folikel-folikel utuh juga dapat ditumbuhkan pada

30 11 membran berpori (Nayudu dan Osborn 1992) atau dalam microdrop medium dibawah mineral oil dengan 75% folikel menghasilkan oosit tahap metafase 2 (Demeestere et al. 2002). Penambahan hcg dalam medium menghasilkan 80% folikel yang ovulasi in vitro (Rose et al. 1999). Sistem kultur in vitro tiga dimensi yang menyerupai arsitektur internal ovarium tampaknya optimal untuk mendukung pertumbuhan folikel dan maturasi oosit. Beberapa tahun terakhir, telah dibuktikan kemungkinan untuk memelihara integritas tiga dimensi dari folikel ruminansia (Newton et al. 1999, Gutierrez et al. 2000, Thomas et al. 2007) dan folikel manusia (Picton et al. 1999, Telfer et al. 2008). Filosofi sistem ini adalah mengkultur sel granulosa dalam formasi dan bentuk yang menyerupai morfologi (Chang et al. 1977) dan fenotipe steroidogenik sel-sel granulosa in vivo (Picton et al. 1999) dibandingkan karakter fibroblastik karena perlekatan dengan permukaan cawan kultur. Sistem yang spesifik spesies ini mempertahankan integritas folikel dan folikel tetap dalam ultrastruktur normalnya (Jin et al. 2004). Dengan menggunakan sistem ini, pertumbuhan folikel dapat dimanipulasi dengan ada atau tidaknya lapisan sel theca seperti halnya komponen membrana basalis dalam medium kultur. Sel-sel theca mempunyai efek biokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan oosit in vitro yang dimediasi oleh sel-sel granulosa (Richard & Sirard 1996). Sistem kultur folikel tiga dimensi dengan menggunakan alginat mendukung pertumbuhan dan maturasi folikel-folikel sekunder (Kreeger et al. 2006, Xu et al. 2009). Sistem ini menghasilkan oosit yang kompeten dan dapat difertilisasi serta menghasilkan keturunan yang normal (Xu et al. 2006a). Konsentrasi matrix hidrogel alginat dapat dimodifikasi untuk mendukung pertumbuhan folikel sekunder awal (Xu et al. 2006b). Pembentukan antrum mencapai 50% dari folikel-folikel sekunder domba dengan ukuran awal µm setelah hari kultur dan pertumbuhan didukung sampai diameter 1,2 mm setelah 30 hari baik jaringan segar maupun hasil kriopreservasi (Newton et al. 1999). Potensi kultur folikel tiga dimensi telah dicoba pada spesies lain yaitu babi (Wu et al. 2001), sapi (Gutierez et al. 2000, McCaffery 2000, Thomas et al. 2007) dan juga manusia (Picton et al. 1999, Telfer et al. 2008).

31 12 Isolasi mekanik dan kultur in vitro juga telah dicoba pada folikel manusia (Abir et al. 1997) walaupun tingkat atresia setelah kultur tinggi. Telfer et al. (2008) mengisolasi folikel preantral manusia secara mekanik dari jaringan cortex setelah jaringan dikultur selama 6 hari. Folikel dikultur lanjut secara individual, pembentukan antrum terjadi dengan cepat yaitu dalam dua hari. Regulator Perkembangan Folikel Folikulogenesis merupakan proses perkembangan yang kompleks yang diatur oleh berbagai faktor endokrin, parakrin, dan autokrin (Thomas et al. 2003, Demeestere et al. 2005, Gambar 1.), juga koneksi sel-sel dan sel-matriks intraovarian (Irving-Rodgers & Rodgers 2005). Interaksi antarsel yang krusial bagi pertumbuhan diantaranya antara sel-sel theca dan sel-sel granulosa. Sel-sel theca diketahui memproduksi transforming growth factors (TGFs) α dan β, hepatocyte growth factor (HGF), dan keratinocyte growth factor (KGF) untuk mengatur pertumbuhan dan fungsi sel-sel granulosa (Nilsson et al. 2001, Demeestere et al. 2005). Sebaliknya sel-sel granulosa memproduksi kit ligand yang mengatur pertumbuhan sel-sel theca dan menstimulasi produksi TGFs, HGF, dan KGF (Parrot et al. 1998, Nilsson et al. 2001). Penelitian menunjukkan bahwa oosit mensekresikan faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan folikel primordial dan mengatur aksi gonadotropin follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) terhadap pertumbuhan folikel preantral dan antral (Knight & Glister 2006, Mc Natty et al. 2007). Banyak yang diduga sebagai regulator folikulogenesis in vivo telah teridentifikasi. Tyrosine kinase receptor Kit dan dua isoform ligand yang berbeda (kit ligand, KL) terdeteksi di oosit dan sel-sel granulosa, faktor ini mendorong pertumbuhan oosit dan mempertahankan meiotic arrest sebagai respon terhadap level reseptor FSH (FSHR). Konsentrasi FSH yang rendah mendorong pertumbuhan oosit dengan menurunkan rasio KL-1/KL-2, sedangkan jika konsentrasi FSH tinggi perkembangan folikel meningkat tetapi pertumbuhan oosit terganggu (Thomas & Vanderhyden 2007). Regulator lain meliputi epidermal growth factor (EGF, Qu et al. 2000) dan reseptornya; activin (Telfer et al. 2008); basic fibroblastic growth factor (bfgf, Shikone et al. 1992), anggota-anggota

32 13 insulin-like growth factor (IGF) dan protein-protein pengikatnya (Thomas et al. 2007), anggota-anggota TGFβ (Knight & Glister 2006). Gambar 1. Faktor - faktor yang terlibat dalam pengontrolan perkembangan folikel : efek negatif(anak panah merah), efek positif (anak panah kuning). GDF, growth differentiation factor-9; KGF, keratinocyte growth factor; GH, growth hormone; IGF-I, insulin growth factor-i; KL, kit ligand; LIF, leukemia inhibitory factor; EGF, epidermal growth factor; BMP-15, bone morphogenic protein-15; HGF, hepatocyte growth factor; MIS, mullerian-inhibiting substance; FSH, follicle-stimulating hormone; LH, luteinizing hormone; R-LH dan R-FSH, receptors for LH dan FSH; Testo, testosterone; GCs, granulosa cells. (Demesteere et al. 2005). Beberapa anggota TGFβ (Transforming Growth Factor) superfamily mempunyai peran penting selama perkembangan folikel. TGF-TGF ini diproduksi baik oleh oosit maupun sel-sel somatik di sekelilingnya (sel-sel theca dan granulosa). Pro-protein convertase adalah anggota dari tujuh protein yang dikenal yang memproses ligan-ligan TGF serta produk yang disekresikan lainnya ke bentuk aktifnya (Diaz et al. 2007) TGF-β superfamily mencakup faktor-faktor seperti activin, inhibin, growth differentiation factor (GDF-9), bone morphogenic protein (BMP), anti-mullerian hormone (AMH) yang mempengaruhi perkembangan folikel. GDF-9 dan BMP-15 diekspresikan oleh oosit primer dan folikel antral dan memainkan peranan penting dalam rekruitmen folikel awal. GDF-9 dan BMP-15 dapat menstimulasi proliferasi sel-sel granulos dalam folikel-folikel preantral melalui mekanisme

33 14 yang tergantung FSH (Shimasaki et al. 2004), dan mendorong biosintesis kolesterol dalam sel-sel cumulus (Su et al. 2008). Activin A telah dibuktikan dapat meningkatkan proliferasi sel-sel granulosa dalam kultur folikel in vitro tikus (Li et al. 1995), meningkatkan perkembangan folikel primordial manusia untuk membentuk folikel antral dengan oosit yang utuh (Telfer et al. 2008). Faktor lain yang diketahui dapat mendorong perkembangan folikel preantral adalah EGF. Konsentrasi fisiologis EGF pada kultur folikel mencit adalah 1 ng/ml, pada konsentrasi ini EGF meningkatkan jumlah folikel yang mencapai tahap antral (Demeestere et al. 2005). Perlakuan EGF pada sel-sel granulosa dan folikel-folikel menghambat onset spontan cleavage DNA apoptosis selama kultur sebesar 40-60% melalui jalur tirosin kinase. EGF juga berperan dalam memediasi aksi LH dalam proses ovulasi (Park et al. 2004, Ashkenazi et al. 2005). Dole et al. (2008) menemukan bahwa suatu faktor yang disebut glialderived neurotrophic factor (GDNF) mendorong perkembangan folikel primordial dan memediasi interaksi sel-sel autokrin dan parakrin yang diperlukan selama folikulogenesis. Maturasi Oosit dan Ovulasi Pada mamalia, meiosis terjadi dalam waktu yang panjang. Oogonia mengalami meiosis tetapi terhenti pada tahap diploten profase pertama (Eppig et al 2004). Meiosis akan dimulai kembali akibat pengaruh LH dari kelenjar pituitari selama siklus estrus atau menstruasi beberapa saat sebelum ovulasi. Proses oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertama dan mengalami perubahan sitoplasma kemudia berlanjut ke metafase II dikenal dengan maturasi oosit (Mehlmann 2005). Selama perkembanganan folikel, sel-sel somatik membelah dan membentuk beberapa lapisan, oosit membesar, dan antrum mulai terbentuk. Beberapa folikel direkrut untuk melanjutkan pertumbuhan, keberhasilan pertumbuhan tergantung pada FSH (Wu et al. 2007, Zeleznik 2004). Setelah terbentuknya antrum, sel-sel granulosa terbagi menjadi dua kompartemen yaitu sel-sel granulosa mural yang membentuk lapisan luar dan sel-sel cumulus yang mengelilingi oosit. Oosit tumbuh ke ukuran maksimumnya tetapi tetap bertahan di

34 15 profase I (Eppig et al. 2004). Meiotic arrest tersebut diatur oleh level camp dalam oosit (Conti et al. 2002, Eppig et al. 2004). Reseptor-reseptor LH berada di sel-sel granulosa mural tetapi tidak ada di sel-sel cumulus atau oosit (Peng et al. 1991, Eppig et al. 1997) sehingga mekanisme stimulasi maturasi oosit oleh LH bersifat tidak langsung. Aksi LH terhadap sel-sel granulosa mural diterjemahkan ke dalam perubahan molekulmolekul sinyal di dalam oosit untuk menginisiasi pembelahan meiosis (Mehlmann 2005). Sebelum pertengahan siklus surge LH, oosit yang sedang tumbuh membutuhkan kemampuan untuk melakukan proses maturasi. Kemampuan tersebut diperoleh di sekitar waktu pembentukan antrum (Mehlmann et al. 2004) dan berkaitan dengan pencapaian level ambang protein-protein yang mempromosi maturasi seperti CDK1 (cyclin-dependant kinase) dan cyclin pada oosit (Kanatsu- Shinohara et al. 2000). Mekanisme aksi LH pada sel-sel granulosa kemudian menggertak oosit memulai meiosis belum diketahui (Mehlmann 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bagaimana sinyal LH ditransmisikan dari eksterior ke interior folikel. Sel-sel granulosa mural mengekspresikan RNA yang mengkode proteinprotein epidermal growth factor (EGF)-like dalam 1 3 jam setelah stimulasi reseptor LH (Park et al. 2004, Ashkenazi et al. 2005). Protein-protein tersebut khususnya amphiregulin dan epiregulin, mendorong proses maturasi oosit baik yang masih ada dalam folikel maupun cumulus oocyte complex (COC) di luar folikel (Coticchio et al. 2004, Mehlmann 2005). Protein-protein tidak dapat mendorong maturasi pada oosit tanpa sel-sel cumulusnya (Mehlmann 2005). Park et al. (2004) melaporkan bahwa penghambatan secara farmakologis reseptor EGF pada folikel yang dikultur menghambat maturasi oosit yang diinduksi LH. Maturasi oosit adalah fase akhir dari folikulogenesis in vitro. Optimasi medium kultur untuk maturasi sangat diperlukan (Filali et al. 2008) seperti halnya menguji peran zat-zat tambahan yang relevan secara fisiologis seperti human chorionic gonadotrophin (hcg, Ge et al 2008), umbiliocal cord blood (Zhang et al. 2007), dan FCS (van Wagtendonk-de Leeuw et al. 2000). Demeestere et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan LH dan EGF pada akhir periode kultur in vitro folikel preantral meningkatkan perolehan oosit matang.

35 16 Bersaman dengan proses maturasi akhir dari oosit, inisiasi ovulasi juga berlangsung. Ovulasi in vivo terjadi karena kombinasi antara mekanisme yang meliputi: (a) mekanisme neuroendokrin dan endokrin, LH-RH, steroid, dan prostaglandin; (b) mekanisme neurobiokimia dan farmakologi; (c) mekanisme neuromuscular dan neurovascular, dan interaksi enzimatik (Hafez 1993). Ovulasi dimediasi oleh sinyal-sinyal intraovarian yang kompleks (Russel & Robker 2007, Gambar 2). Gambar 2. Sinyal-sinyal intraovarian yang memediasi ovulasi pada mencit. Gdf-9, growth and differentiation factor-9; BMP-15, bone morphogenetic protein-15; PGE 2, prostaglandin E2; EP2, PGE2 receptor. LH-R, luteinizing hormone receptor; FSH-R, follicle-stimulating hormone receptor; ErbB, Egf receptor family; Alk5, activin receptor-like kinase-5; BMPRII, BMP receptor type-ii; LGR8, Insl3 receptor; IL-1R, interleukin-1 receptor. (Russell & Robker 2007) LH surge dari hipotalamus menginisiasi sinyal-sinyal sekunder dari folikel yang terpusat pada COC. Di kompartemen theca. LH bekerja pada sel-sel theca atau leukosit untuk menginduksi sekresi Insl-3 dan IL-1. Di lapisan granulosa mural, Egf-L (ampiregulin, epiregulin dan betacellulin) diproduksi dan mentranduksi sinyal ovulasi ke sel-sel cumulus. FSH bekerja secara langsung pada reseptor-reseptor yang diekspresikan sel-sel mural dan sel-sel cumulus. IαI

36 17 memasuki cumulus complex dari sirkulasi. Di dalam COC, GDF-9 dan atau BMP- 15 dari oosit mempengaruhi sel-sel cumulus secara parakrin melalui dimer reseptor Alk5/BMPRII. Prostaglandin E2 (PGE2) bekerja secara autokrin melalui reseptor PGE2 (EP2) (Russel & Robker 2007). DAFTAR PUSTAKA Abir R, Roizman P, Fisch B, Nitke S, Okon E, et al Pilot study of isolated early human follicles cultured in collagen gels for 24 hours. Hum Reprod 14: Allan CM, Wang Y, Jimenez M, Marshan B, Spaliviero J, et al Folliclestimulating hormone increase primordial follicle reserve in mature female hypogonadal mice. Endocrinology 188: Amorim CA, Van Langendonckt A, David A, Dolmans MM, Donnez J Survival of human pre-antral follicles after cryopreservation of ovarian tissue, follicular isolation and in vitro culture in a calcium alginate matrix. Hum Reprod 24(1): Ashkenazi H, Cao X, Motola S, Popliker M, Conti M, et al Epidermal growth factor family members: endogenous mediators of the ovulatory response. Endocrinology 146: Attisano L, Carcamo J, Ventura F, Weis FM, Massague J, et al Identification of human activin and TGF beta type I receptors that form heteromeric kinases complexes with type II receptors. Cell 75: Baird DT, Webb R, Campbell BK, Harkness LM, Gosden RG Long-term ovarian function in sheep after ovariectomy and transplantation of autografts stored at -196 o C. Endocrinology 140: Bedaiwy MA, Hussein MR, Biscotti C, Falcone T Cryopreservation of intact human ovary with its vascular pedicle. Hum Reprod 21 (12): Candy CJ, Wood MJ, Whittingham DG Effect of cryoprotectants on the survival of follicles in frozen mouse ovaries. J Reprod Fertil 110: Candy CJ, Wood MJ, Whittingham DG Restoration of a normal reproductive lifespan after grafting of cryopreserved mouse ovaries. Hum Reprod 15: Carvalho FCA, Lucci CM, Silva JRV, Andrade ER, Bao SN, et al Effect of Braun-Collins and Saline solutions at different temperatures and incubation

37 18 times on the quality of goat preantral follicles preserved in situ. Anim. Reprod Sci 66: Chang SCS, Anderson W, Lewis JC, Ryan RJ, Kang YH The porcine ovarian follicle. II. Electron microscopic study of surface features of granulosa cells at different stages of development. Biol Reprod 16: Chen SU, Chien CL, WuMY, Chen TH, Lai SM, et al Novel direct cover vitrification for cryopreservation of ovarian tissues increases follicle viability and pregnancy capability in mice. Hum Reprod 21(11): Conti M, Andersen CB, Richard F, Mehats C, Chun SY, et al Role of cyclic nucleotide signaling in oocyte maturation. Mol Cell Endocrinol 187: Cortvrindt R, Smitz J, Van Steirteghem AC In vitro maturation, fertilization and embryo development of immature oocytes from early preantral follicles from prepubertal mice in a simplified culture system. Hum Reprod 11: Coticchio G, Rossi G, Borini A, Grøndahl C, Macchiarelli G, et al Mouse oocyte meiotic resumption and polar body extrusion in vitro are differentially influenced by FSH, epidermal growth factor and meiosisactivating sterol. Hum Reprod Cox SL, Shaw J, Jenkin G Transplantation of cryopreserved fetal ovarian tissue to adult recipient in mice. J Reprod Fertil 107: Donnez J, Martinez-Madrid B, Jadoul P, Van Langendonckt A, Demylle D, et al Ovarian tissue cryopreservation and transplantation: a review. Hum Reprod Update 12 (5): Demeestere I, Centner J, Gervy C, Englert Y, Delbaere A Impact of various endocrine and paracrine factor on in vitro culture of preantral follicles in rodents. Reproduction 130: Diaz FJ, Wigglesworth K, Eppig JJ Oocytes are required for the preantral granulosa cell to cumulus cell transition in mice. Dev Biol 305: De Jong FH, Welschen R, Hermans WP, Smith SD, van der Molen HJ Effects of factors from ovarian follicular fluid and Sertoli cell culture medium on in vivo and in vitro release of piyuitary gonadotrophins in the rat: an evaluation of systems for assay of inhibin. J Reprod Fertil 26: Dole G, Nillson EE, Skinner MK Glial-derived neurotrophic factor promotes ovarian primordial follicle development and cell-cell interaction during folliculogenesis. Reproduction 135 :

38 19 Eppig JJ, Vivieros MM, Marin-Bivens C, De La Fuente R Regulation of mammalian oocyte maturation. In The Ovary, pp Eds PCK Leung & EY Adashi. Amsterdam: Elsevier Academic Press. Eppig JJ, Wigglesworth K, Pendola F, Hirao Y Murine oocytes suppress expression of luteinizing hormone receptor messenger ribonucleic acid by granulosa cells. Biol Reprod 56: Eppig JJ, Wigglesworth K, O Brien MJ Comparison of embryonic development competence of mouse oocytes grown with and without serum. Mol Reprod Dev 32: Fair T, Hulshof SCJ, Hyttel P, Greve T Oocyte ultrastructure in bovine primordial to early tertiary follicles. Anat Embryo 195: Filali M, Hesters L, Franchin R, Tachdjian G, Frydman R, et al Retrospective comparison of two media for in vitro maturation of oocytes. Reprode Biomed Online 16: Gandolfi F, Milanesi E, Pocar P, Luciano AM, Brevini TA, et al Comparative analysis of calf and cow oocytes during in vitro maturation. Mol Reprod Dev 49: Ge HS, Huang XF, Zhang W, Zhao JZ, Lin JJ, et al Exposure to human chorionic gonadotrophin during in vitro maturation does not improve the maturation rate and developmental potential of immature oocytes from patients with polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 89: Gougeon A Regulation of ovarian follicular development in primates facts and hypotheses. Endoc Rev 17: Gunasena KT, Lakey JR, Villines PM Allogeneic and xenogeneic transplantation of cryopreserved ovarian tissue to athymic mice. Biol Reprod 57: Gutierrez CG, Ralph JH, Telfer EE, Wilmut I, Webb R Growth and antrum formation of bovine preantral follicles in long-term culture in vitro. Biol Reprod 62: Harp R, Leibach J, Black J Cryopreservation of murine ovarian tissue. Cryobiology 31: Harris SE, Picton HM Metabolism of follicles and oocytes during growth and maturation. In In-Vitro Maturation of Human Oocytes Basic Science to Clinical Application, pp Eds Tan SL, Chian RC, Buckett WM. Oxon, UK: Informa Health. Harris SE, Adriaens I, Leese HJ, Gosden RG, Picton HM Carbohydrate metabolism by murine ovarian follicles and oocytes grown in vitro. Reproduction

39 20 Hu Y, Betzendahl I, Cortvrindt R, Smitz J, Eichenlaub-Ritter U Effects of low O 2 and ageing on spindles and chromosomes in mouse oocytes from pre-antral follicle culture. Hum Reprod 16 : Jin P,Harris SE, Picton HM The effect of ascorbic acid onovine preantral follicle development in vitro. Proceedings of the Society for Reproduction and Fertility, 2004 Annual Conference, Ghent, Belgium. P22. Kanatsu-Shinohara M, Schultz RM, Kopf GS Acquisition of meiotic competence in mouse oocytes: absolute amounts of p34cdc2, cyclin B1, cdc25c, and wee1 in meiotically incompetent and competent oocytes. Biol Reprod 63: Kerr JB, Ducket R, M. Myers, KL Britt, T Mladenovska, Findlay JK Quantification of healthy follicles in the neonatal and adult mouse ovary: evidence for maintenance of primordial follicle supply. Reproduction 132: Knight PG, Glister C TGF-b superfamily members and ovarian follicle development. Reproduction Kreeger PK, Deck JW, Woodruff TK, Shea LD The in vitro regulation of ovarian follicle development using alginate-extracellular matrix gels. Biomaterials 27: Lima GL, Costa LLM, Cavalcanti DMLP, Rodrigues CMF, Freire FAM et al Short-term storage of canine preantral ovarian follicles using a powdered coconut water (ACP1)-based medium. Theriogenology doi: / j.theriogenology Liu J, Van der Elst J, Van den Broecke R, Dhont M Live offspring by in vitro fertilization of oocytes from cryopreserved primordial mouse follicles after sequential in vivo transplantation and in vitro maturation. Biol Reprod 64: Lopes CAP, Santos RR, Celestinoa JJH, Meloa JAP, Chaves RN et al Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium and time. Anim Reprod Sci 115: Lucci CM, Kacinskis MA, Rumpf R, Ba o. SN Effects of lowered temperatures and media on short-term preservation of zebu (Bos indicus) preantral ovarian follicles. Theriogenology 61: Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, Dobrinsky JR Effects of storing pig ovaries at 4 or 20 o C for different periods of time on the morphology and viability of pre-antral follicles. Reprod Dom Anim 42:

40 21 Martinez-Madrid B, Dolmans MM, Van Langendonckt A, Defrere S, Donnez J Freeze-thawing intact human ovary with its vascular pedicle with a passive cooling device. Fertil Steril 82: Mason AJ, Niall HD, Seeburg PH Structure of two human ovarian inhibins. Biochem Biophys. Res. Commun. 135: McCaffery FH, Leask R, Riley SC, Telfer EE Culture of bovine preantral follicles in a serum-free system: markers for assessment of growth and development. Biol Reprod 63: McNatty KP, Heath DA, Lundy T, Fidler AE,Quirke L, et al Control of early ovarian follicular development. J Reprod Fertil 49: McNatty KP, Reader K, Smith P, Heath DA, Juengel JL Control of ovarian follicular development to the gonadotrophin-dependent phase: a 2006 perspective. Society of Reproduction and Fertility 64: Mehlmann LM Stops and starts in mammalian oocytes: recent advances in understanding the regulation of meiotic arrest and oocyte maturation. Reproduction 130: Mehlmann LM, Saeki Y, Tanaka S, Brennan TJ, Evsikov AV, et al The Gs-linked receptor GPR3 maintains meiotic arrest in mammalian oocytes. Science 306: Moravia W, Picton HM, Rodway RG, Joyce IM 2005 In vitro growth of oocytes from primordial follicles isolated from frozen thawed lamb ovaries. Theriogenology Muruvi W, Picton HM, Rodway RG, Joyce IM In vitro growth and differentiation of primary follicles isolated from cryopreserved sheep ovarian tissue. Anim Reprod Sci 112: Nayudu PL, Osborn SM Factors influencing the rate of preantral and antral growth of mouse ovarian folliecles in vitro. J Reprod Fertil 95: Newton H, Picton HM, Gosden RG In vitro growth of oocyte granulosa cell complexes isolated from cryopreserved ovine tissue. J Reprod Fertil 115: O Brien MJ, Pendola JK, Eppig JJ A revised protocol for in vitro development of mouse oocytes from primordial follicles dramatically improves their developmental competence. Biol Reprod 68: Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R Ovarian tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Hum Reprod 23 (3 ): Oktay K, Karlikaya GG, Aydin BA Ovarian cryopreservation and transplantation: basic aspects. Mol Cell Endocrinol 169:

41 22 Oktem O, Oktay K The role of extracellular matrix and activin-a in vitro growth and survival of murine preantral follicles. Reprod Sci 14 (4): Pan H, O Brien MJ,Wigglesworth K, Eppig JJ, Schultz RM Transcript profiling during mouse oocyte development and the effect of gonadotrophin priming and development in vitro. Dev Biol 286: Park JY, Su YQ, Ariga M, Law E, Jin SL, et al EGF-like growth factors as mediators of LH action in the ovulatory follicle. Science 303: Peng XR, Hsueh AJ, LaPolt PS, Bjersing L, Ny T Localization of luteinizing hormone receptor messenger ribonucleic acid expression in ovarian cell types during follicle development and ovulation. Endocrinology Peters H, Byskov AG, Himelstein-Braw R, Faber M Follicular growth: the basic event in the mouse and human ovary. J Reprod Fertil 45: Picton HM, Campbell BK, Hunter MG Maintenance of oestradiol production and cytochrome P450 aromatase enzyme messenger ribonucleic acid expression in long-term serum-free cultures of porcine granulosa cells. J Reprod Fertil 115: Picton HM, Muruvi W, Jin P Interaction of oocyte and somatic cells. In In- Vitro Maturation of Human Oocytes Basic Science to Clinical Application, pp Eds SL Tan, RC Chian &WM Buckett. Oxon, UK: Informa Health. Picton HM, Harris SE, Muruvi W, Chambers EL The in vitro growth and maturation of follicles Reproduction 136: Rall WF, Fahy GM Ice-free cryopreservation of mouse embryo at 196 o C. Nature 313: Richard FJ, Sirard MA Effects of follicular cells on oocyte maturation.ii. Theca cell inhibition of bovine oocyte maturation in vitro. Biol Reprod 54: Rivier C, Meunier H, V Roberts V, Vale W Inhibin: role and secretion in the rat. Recent Prog. Horm. Res. 46: Roberts R, Franks S, Hardy K Culture environment modulates maturation and metabolism of human oocytes. Hum Reprod 17: Rose UM, Hanssen RG, Klosterboer HJ Development and characterization on an in vitro ovulation model using mouse ovarian follicles. Biol Reprod 61: Russell DL, Robker RL Molecular mechanisms of ovulation: coordination through the cumulus complex. Hum Reprod Update 13(3):

42 23 Shoji H, Tsuchida K, Kishi H, Yamakawa N, Matsuzaki T et al Identification and characterization of a PDZ protein that interact with activin type II receptors. J Biol Chem 275: Silva JRV, Lucci CM, Carvalho FCA, Bao SN, Costa SHF, et al effect of coconut water and Braun-Collins solutions at different suhuees and incubation times on the morphology of goat preantral follicles preserved in vitro. Theriogenology 54: Smith JC, Price BM, Green JB, Weigel D, Herrmann BG Expression of a Xenopus homolog of Brachyury (T) is an immediate-early response to mesoderm. Cell 67: Telfer EE The development of methods for isolation and culture of preantral follicles from bovine and porcine ovaries. Theriogenology 45: Telfer EE, Gosden RG, Byskov AG, Spears N, Anderson R, et al On regenerating the ovary and generating controversy. Cell 122: Telfer EE, McLaughlin M, Ding C, Thong KJ A two-step serum-free culture system supports development of human oocytes from primordial follicles in the presence of activin. Hum Reprod 23: Thomas FH, Campbell BK, Armstrong DG, Telfer EE Effects of IGF-I bioavailability on bovine preantral follicular development in vitro. Reproduction 133: Tilly JL Apoptosis and ovarian function. Rev Reprod 1: Tsuribe PM, Gobbo CAM, Landim-Alvarenga FC Viability of primordial follicles derived from cryopreserved ovine ovarian cortex tissue. Fertil Steril 91(5) Supplement: Van Wagtendonk-de Leeuw AM, Mullaart E, de Roos APW, Merton JS, den Daas JHG, et al Effects of different reproductive techniques: AI, MOET or IVP on health and welfare of bovine offspring. Theriogenology 53: Von Wolff M, Donnez J, Hovatta O, Keros V, Maltaris T, et al Cryopreservation and autotransplantation of human ovarian tissue prior to cytotoxic therapy a technique in its infancy but already successful in fertility preservation. Eur J Cancer 45: West ER, Xu M, Woodruff TK, Shea LD Physical properties of alginate hydrogels and their effects on in vitro follicle development. Biomaterials 28: Wu J, Xu B,WangW Effects of luteinizing hormone and follicle stimulating hormone on the developmental competence of porcine preantral follicle oocytes grown in vitro. J. Assist. Reprod. Genet. 24:

43 24 Wu J, Emery BR & Carrell DT 2001 In vitro growth, maturation, fertilization, and embryonic development of oocytes from porcine preantral follicles. Biol Reprod 64: Xu M, Banc A, Woodruff TK, Shea LD Secondary follicle growth and oocyte maturation by culture in alginate hydrogel following cryopreservation of the ovary or individual follicles. Biotechnol Bioeng 103: Xu M, Kreeger PK, Shea LD, Woodruff TK. 2006a. Tissueengineered follicles produce live, fertile offspring. Tissue Eng 2: Xu M,West E, Shea LD,Woodruff TK. 2006b. Identification of a stage-specific permissive in vitro culture environment for follicle growth and oocyte development. Biol Reprod 75: Ye J, Coleman J, Hunter MG, Craigon J, Campbell KH, Luck MR Physiological suhue variants and culture media modify meiotic progression and developmental potential of pig oocytes in vitro. Reproduction 133: Ying SY, Zhang Z, Huang G Expression and localization of inhibin/activin subunits and activin receptors in the normal rat prostate. Life Sci 60(6): Zeleznik AJ Dynamics of primate follicular growth: a physiological perspective. In The Ovary, edn 2, pp Eds Leung PCK, Adashi EY. Amsterdam, Elsevier Academic Press.

44 25 PRESERVASI OVARIUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGI FOLIKEL DOMBA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penyimpanan ovarium pada suhu dingin dan beku terhadap morfologi folikel domba. Penelitian ini terdiri dari 2 eksperimen. Pada eksperimen 1, ovarium disimpan dalam larutan PBS pada suhu: a) -20 o C, b) suhu kamar (25 o C) selama 24 jam, c) suhu 5 o C selama 24 jam dan d) 72 jam. Setelah penyimpanan, folikel-folikel dievaluasi secara histologis. Pada eksperimen 2, cortex ovarium dipisahkan dari ovarium dan dibentuk dalam potongan berukuran ±1 mm 3. Potongan jaringan diletakkan di atas hemistraw dan ditransfer ke larutan ekuilibrasi masing-masing selama 10, 20, dan 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya dipindahkan ke larutan vitrifikasi selama 3 menit. Hemistraw beserta jaringan dicelupkan dalam nitrogen cair. Setelah thawing, dilakukan preparasi histologis. Seluruh folikel mengalami kerusakan morfologi setelah penyimpanan ovarium pada suhu kamar selama 24 jam. Persentase folikel dengan morfologi normal menurun secara nyata pada jaringan ovarium yang disimpan pada suhu -20 o C selama 24 jam, pada suhu 5 o C selama 24 jam dan 72 jam, penyimpanan pada suhu 5 o C selama 24 jam memberikan hasil lebih baik (P<0,05). Folikel-folikel antral rusak pada semua perlakuan. Folikelfolikel primordial mempertahankan keutuhan morfologinya lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Pemaparan jaringan ke larutan ekuilibrasi selama 10 min menghasilkan lebih banyak folikel-folikel dengan morfologi normal (P<0,05). Kata-kata kunci: ovarium, preservasi, vitrifikasi, domba ABSTRACT The purpose of this study was to evaluate the effect of cooling and freezing of ovarian tissue on the follicles morphology in ovine. The study was carried out in 2 experiments. Experiment 1, ovaries were maintained in PBS at: a) -20 o C and b) room suhu (RT, 25 o C) for 24 h, c) 5 o C for 24 h and 72 h. After storage, follicles were histologically evaluated. Experiment 2, the ovarian cortex was isolated and tissue slices (±1 mm 3 ) were prepared. The tissues were loaded into hemistraw and transferred into the equilibration solution at room suhu and held for 10, 20, 30 min, respectively, then in to vitrification solution for 3 min. The hemistraw was placed directly into liquid nitrogen. After thawing, the tissues were prepared for histological examination. No follicle survived after 24 h storage at RT. The percentage of morphologically normal follicles was significantly reduced in ovarian tissue stored at -20 o C for 24 h and at 5 o C for 24 h and 72 h,5 o C for 24 h gave the better results (P<0.05). Antral follicles were damaged in all treatment. Exposing tissue to equilibration medium for 10 min had higher morphologically normal follicles (P<0.05), no difference results between 20 min and 30 min exposing time (P>0.05). Frozen-thawed tissues had fewer morphologically normal follicles than equilibration solution-exposed tissues with similar pattern among the treatment (P<0.05). We conclude that storage of ovine ovaries for up to 24 h at -20 o C, RT, and 5 o C declined the number of

45 26 morphologically normal follicle, 5 o C storage gave the better results. Primordial follicles preserved their morphology intactness better than growing follicles. Good morphology of follicles was confirmed when exposing tissue to equilibration for 10 min. Key words : ovarium, follicle, preservation, vitrification, ovine PENDAHULUAN Ovarium dari hewan yang dipotong atau mati karena sebab lain memiliki nilai ekonomis rendah karena ukurannya sangat kecil. Ovarium ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk produksi anak dengan mengaplikasikan teknologi reproduksi melalui produksi embrio in vitro, salah satu caranya adalah mengoptimalkan potensi folikel-folikel yang terkandung di dalamnya. Folikelfolikel ini merupakan struktur dasar dan unit fungsional ovarium mamalia yang menyediakan lingkungan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan maturasi oosit, lebih dari 90% merupakan folikel preantral (Lucci et al. 2007). Cadangan folikel-folikel mamalia yang belum tumbuh berisi oosit yang beristirahat pada tahap diploten dari profase meiotik (Telfer et al. 2005), pada domba jumlahnya berkisar folikel per ovarium (Rosadi et al. 2010). Dari sejumlah besar folikel hanya 0,01% yang ovulasi sepanjang masa produktifnya (Santos et al. 2006). Ovarium domba berguna dalam riset reproduksi manusia sebab ovarium domba cocok sebagai model ovarium manusia karena persamaan ukuran dan kondisi jaringan (Oktay et al. 2000, Picton et al. 2008). Penggunaan ovarium dalam riset bidang ini banyak diarahkan ke masalah infertilitas dan preservasi ovarium khususnya pada wanita-wanita penderita kanker. Seperti diketahui, ovarium sangat sensitif terhadap obat kanker kelompok alkilating agent (cyclophosphamide, busulfan, melphalan, chlorambucil, dacarbazine, procarbazine, dll.) yang diklasifikasikan memiliki resiko tinggi terhadap disfungsi gonad (Blumenfeld et al. 2000, Kenney et al. 2001, Tauchmanova et al. 2002). Bioteknologi yang dikembangkan untuk isolasi,kriopreservasi dan kultur folikel preantral ditujukan untuk mencegah atresia folikel dengan menyelamatkan folikel-folikel preantral dari ovarium dan maturasi folikel-folikel tersebut selama kultur in vitro (Matos et al. 2004). Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa

46 27 kualitas oosit dalam folikel-folikel preantral tergantung pada medium preservasi, suhu dan waktu inkubasi selama transportasi dan penyimpanan ovarium (Carvalho et al. 2001, Lima et al. 2010). Penyimpanan ovarium jangka pendek yang telah dicoba pada kambing (Silva et al. 2000, Carvalho et al. 2001), sapi (Lucci et al. 2004), babi (Lucci et al. 2007) dan anjing (Lopes et al. 2009, Lima et al. 2010) menunjukkan bahwa suhu 4 o C memungkinkan preservasi folikel selama 24 jam, sedangkan pada suhu lebih tinggi hanya mampu mempreservasi folikel sampai 6-8 jam. Kriopreservasi potongan jaringan cortex atau ovarium utuh yang memungkinkan penyimpanan jaringan ovarium jangka panjang dapat mempertahankan fungsi ovarium, dan bermanfaat dalam mempertahankan spesies yang terancam punah serta menyelidiki fenomena folikulogenesis awal (Onions et al., 2008). Kriopreservasi telah diaplikasikan untuk mempertahankan fertilitas pada pasien kemoterapi kanker (Donnez et al. 2006). Metode slow freezing menggunakan mesin pembekuan terprogram adalah metode konvensional kriopreservasi jaringan ovarium, proses pembekuan membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Vitrifikasi merupakan metode alternatif untuk kriopreservasi jaringan ovarium, konsentrasi krioprotektan yang digunakan lebih tinggi dan laju pendinginan lebih cepat, tidak menimbulkan terbentuknya kristal es serta tidak membutuhkan perlatan khusus (Yoeman et al. 2005). Metode vitrifikasi dapat mempertahankan viabilitas folikel preantral lebih baik dibandingkan metode pembekuan konvensional (Chen et al 2006). Pada penelitian ini dicoba metode penyimpanan pada berbagai tingkat suhu yaitu suhu kamar (25 o C), 5 o C, -20 o C, dan vitrifikasi (-196 o C). Diharapkan dari eksperimen ini diketahui suhu dan lama penyimpanan ovarium domba yang dapat mempertahankan viabilitas folikel domba dilihat berdasarkan keutuhan morfologinya.

47 28 METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam phosphate-buffered saline (PBS, Sigma, Sigma-Aldrich, USA) ditambah 50 µg/ml gentamycin, dicelupkan selama lima detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan PBS tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak menjadi beberapa perlakuan penyimpanan yaitu: a) suhu kamar selama 24 jam, b) suhu 5 o C selama 24, c) suhu 5 o C 72 jam, dan d) - 20 o C selama 24 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm 3. PBS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% fetal calf serum (FCS, Sigma, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) ethylene glycol (EG, Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) dimethylsulphoxide (DMSO, AnalaR, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10, 20, dan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15% DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis. Potongan jaringan lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair. Untuk penghangatan, potongan ovarium beku dipaparkan ke medium mengandung 1 M; 0,5 M; 0,25 M sukrosa masing-masing selama 5 menit, selanjutnya dipindahkan ke medium tanpa sukrosa untuk perlakuan berikutnya.

48 29 Pembuatan Preparat Histologis Potongan jaringan cortex ovarium dari berbagai perlakuan penyimpanan dan vitrifikasi diinkubasi semalam dalam 4% para formaldehid dalam PBS (ph 7.4). Proses pengerjaan preparat histologis selanjutnya dilakukan dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (Kiernan, 1990). Penghitungan Jumlah dan Pengamatan Morfologi Folikel Identifikasi morfologis dan estimasi total folikel primordial, primer, sekunder, atau antral diamati dengan mikroskop cahaya. Inti (folikel primordial) atau anak inti (folikel primer-antral) digunakan sebagai referensi titik hitung. Jumlah folikel dihitung dengan menggunakan metode estimasi yaitu dengan mencari terlebih dahulu untuk masing-masing tipe folikel. Jumlah setiap tipe folikel pada 25 sayatan serial pertama dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah folikel pada setiap kelipatan lima. Folikel yang dihitung hanya folikel yang memiliki nukleolus dengan struktur yang jelas untuk menghindari perhitungan ganda. Faktor pengali Jumlah folikel pada 25 sayatan pertama Jumlah folikel pada sayatan ke 1, 5, 10, 15, 20, dan 25 Tahap perkembangan folikel diidentifikasi berdasarkan klasifikasi Myers et al. (2004). Folikel-folikel dengan satu lapis sel-sel granulosa pipih yang inaktif secara mitotik dikategorikan sebagai folikel primordial, Pada folikel primer lapisan sel granulosa berbentuk kuboid, diameter oosit lebih besar. Folikel sekunder mempunyai dua lapis atau lebih sel-sel granulosa kuboid. Folikel antral memiliki antrum, beberapa lapis sel granulosa dan sel-sel theca. Folikel-folikel dengan morfologi normal ditandai dengan oosit yang utuh, nukleus bulat dan mempunyai nukleolus, dikelilingi oleh sel-sel granulosa yang terorganisir dengan baik tanpa inti piknotik. Folikel-folikel diklasifikasikan mengalami degenerasi jika menunjukkan salah satu gejala berikut: kondensasi nuklues oosit, pengerutan oosit, ooplasma yang tidak homogen, badan-badan

49 30 piknotik, sel-sel granulosa yang tidak terorganisir atau kepadatan seluler yang rendah. Preparat histologis jaringan cortex ovarium diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Untuk setiap perlakuan dan ulangan jumlah folikel yang diamati setiap tahap perkembangan minimal 100 folikel kecuali untuk folikel antral. Persentase folikel dengan morfologi utuh dihitung dengan persamaan: Jumlah folikel dengan morfologi normal Persentase Folikel Utuh 100% Jumlah folikel yang dihitung Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Jumlah Folikel Ovarium Domba Bobot ovarium domba yang dipakai pada penelitian ini adalah 0,509 ± 0,181 gram dan 0,538 ± 0,161 masing-masing pada ovarium dengan corpus luteum (CL) dan tanpa CL (Tabel 1.) Jumlah folikel rata-rata 36303± 4470, sebagian besar adalah folikel preantral (primordial, primer, dan sekunder). Tabel 1. Bobot dan jumlah folikel ovarium domba Bobot ovarium Tanpa CL (n=58) (g) 0,509 ± 0,181 Dengan CL (n=32) (g) 0,538 ± 0,161 Jumlah folikel (n=7) Primordial ± 1853,97 Intermediet (peralihan primordial-primer) 7990 ± 1355,47 Primer 6987 ± 1187,49 Sekunder 630 ± 108,17 Antral 17 ± 3,06 Jumlah ± 4470

50 31 Ovarium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari domba betina dewasa sehingga folikel-folikel yang ada di dalamnya bervariasi yaitu cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh (folikel primordial) dan folikel yang sudah mengalami pertumbuhan (folikel primer, sekunder, dan antral). Ovarium mamalia neonatal mengandung cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh yang di dalamnya terdapat oosit yang beristirahat pada tahap diploten dari profase meiotik (Telfer et al. 2005). Seiring pertumbuhan hewan, sejumlah folikel-primordial teraktivasi dan memasuki fase perkembangan folikulogenik dimana sel-sel folikel berproliferasi, oosit tumbuh dan diameter folikel meningkat. Folikel-folikel preantral ini kemudian diprogram berdegenerasi (atresia), atau satu atau lebih folikel (tergantung pada spesies), menyempurnakan maturasi, membentuk antrum yang terdiri dari lapisan sel theca di bagian luar dan lapisan sel granulosa di bagian dalam (Telfer et al. 2005, Nandi et al. 2009). Setelah hewan memasuki masa pubertas, proses pematangan oosit berlangsung dan oosit tersebut diovulasikan (Russel & Robker 2007). Morfologi Folikel setelah Preservasi pada Berbagai Suhu Hasil penelitian menunjukkan bahwa folikel preantral domba dapat disimpan pada suhu rendah yaitu -20 o C selama 24 jam dan 5 o C sampai 72 jam (Tabel 2, Gambar 3). Meskipun jumlah folikel dengan morfologi normal menurun (P<0,05) tetapi masih menyisakan banyak folikel tahap primordial, primer, dan sekunder. Penyimpanan pada suhu -20 o C diduga dapat diperpanjang karena ovarium dipaparkan pada suhu sangat rendah sehingga metabolisme sel-sel dalam folikel didalamnya akan berhenti. Tabel 2. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah preservasi Perlakuan Tahap perkembangan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol 86,73 ± 0,98 a 84,34 ± 2,25 a 90,29 ± 9,17 a 8,94 a 96,00± Suhu kamar (24 jam) 0,0± 0,00 e 0,0± 0,00 e 0.0 ± 0,00 e 0,0± 0,00 b 5 o C (24 Jam) 41,41 ± 7,24 ba 36,40 ± 4,12 ba 28,00 ± 4,99 bb 0,0±0,00 bc 5 o C (72 Jam) 22,96 ± 3,97 ca 16,84 ± 2,35 cb 12,33 ± 2,12 cc 0,0±0,00 bd 20 o C (24 jam) 11,19 ± 3,35 d 10,78 ± 2,78 d 8,51 ± 1,32 d 0,0±0,00 b Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

51 32 G Gambar 3.Gaambaran histo ologis folikell.(a) Folikel primordial utuh u (tanda panah p tebal) daan rusak (tannda panah tippis), (B) Folikel primer uutuh, (C) follikel primer ruusak, (D) Folik kel sekunder utuh, (E) Follikel sekunderr rusak, (F) Folikel antral utuuh, (G) Folikkel antral rusaak. Bar = 50 µm. µ d di Keruusakan yang terjadi padaa folikel-folikkel pada ovaarium yang disimpan s suhu -20 oc setelah 24 2 jam lebihh tinggi dib bandingkan suhu 5 oc (P<0,05). D Diduga keruusakan padaa folikel-follikel tersebuut disebabkan proses pembekuan p y yang dapat membentukk kristal-krristal es dalam sel. K Kristal-kristall es dapat m merusak org ganel-organeel di dalam seel-sel folikell.

52 33 Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa suhu 4 o C telah berhasil mempreservasi folikel selama 24 jam baik menggunakan larutan yang miskin nutrien (Lopes et al. 2009, Lucci et al. 2007), larutan kaya nutrien (Lima et al. 2010, Lucci et al. 2004), atau larutan hiperosmotik (larutan Braun-Collins, Carvalho et al. 2001). Hal ini berarti pada penyimpanan dengan suhu 4 o C, komposisi medium bukan faktor pembatas. Pada penelitian ini digunakan medium dengan nutrien terbatas (PBS) tetapi tetap mampu mempertahankan keutuhan morfologi folikel setelah penyimpanan. Dengan menggunakan suhu penyimpanan ovarium 4 o C, folikel-folikel kucing dapat dipreservasi selama 48 jam (Wood et al. 1997). Jewgenow et al. (1998) melaporkan folikel-folikel preantral kucing hasil isolasi yang disimpan pada suhu 4 o C tidak mengalami penurunan persentase folikel-folikel normal. Laju metabolisme yang lebih rendah pada suhu rendah bermanfaat untuk mempertahankan viabilitas in vitro folikel-folikel preantral manusia setelah isolasi. Preservasi pada suhu rendah dapat meminimalkan kebutuhan metabolisme dan meningkatkan resistensi folikel terhadap penurunan nutrien dan oksigen (Matos et al. 2004, Roy & Tracy 1993). Meiotic spindle dari oosit sensitif terhadap suhu selama pendinginan, meiotic spindle dapat mengalami kerusakan ketika folikel dipaparkan ke suhu kamar setelah penyimpanan pada suhu rendah (Pickering et al. 1990). Penyimpanan ovarium pada suhu kamar selama 24 jam mengakibatkan kerusakan seluruh folikel yang ada di dalam ovarium (Tabel 2). Hal ini diduga diakibatkan kenaikan metabolisme dan konsumsi oksigen yang dapat menghabiskan cadangan energi intraseluler, diikuti oleh konsumsi nutrien dan oksigen dalam medium preservasi. Sementara itu medium yang digunakan sebagai penyimpanan kurang mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme. Barros et al. (2001) melaporkan bahwa pemaparan sel-sel ke sinyal penyebab kematian seperti hypoxia meningkatkan influx Na + ke sitosol yang mengaktivasi Na/K ATPase, menyebabkan pemakaian ATP, penggembungan sel dan sebagai akibatnya terjadi degenerasi sel. Pada penelitian sebelumnya penyimpanan ovarium pada suhu 20 o C hanya dapat mempertahankan keutuhan folikel selama 6 dan 8 jam (Lucci et al. 2007, Lopes et al. 2009). Pada suhu lebih tinggi (39 o C),

53 34 preservasi folikel dapat dilakukan selama 2 jam (Matos et al. 2004). Smitz et al. (1996) melaporkan bahwa folikel-folikel preantral dapat bertahan dalam periode singkat dibawah kondisi kekurangan oksigen, dan glikolisis mempertahankan folikel dalam waktu yang terbatas. Kemampuan folikel tahap primordial untuk mempertahankan integritas morfologinya lebih baik dibandingkan folikel pada tahapan lebih lanjut. Baik oosit maupun sel-sel folikel primordial inaktif dan memperlihatkan laju metabolik yang sangat rendah (Hyttel et al. 1997) dan sel-sel belum berdiferensiasi, jumlah organel sedikit dan belum matang (Fair et al. 1997). Hal ini mengakibatkan folikel-folikel primordial relatif lebih sedikit berubah selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Sebaliknya, folikel-folikel yang sedang tumbuh sudah memulai proses perkembangannya, memiliki banyak sel-sel granulosa yang aktif secara mitotik. Walaupun oosit sedang istirahat pada fase pembelahan meiosis I tetapi aktif mensintesis protein dan RNA (Hyttel et al 1997). Oleh karena itu folikel-folikel yang sedang tumbuh membutuhkan nutrien dan oksigen. Folikel antral membutuhkan lebih banyak nutrien dan oksigen. Data menunjukkan bahwa folikel antral tidak mampu bertahan terhadap proses degenerasi selama penyimpanan dalam larutan yang miskin nutrien dan tabung tertutup tanpa pengayaan kandungan oksigen. Berdasarkan persentase folikel utuh setelah preservasi di Tabel 2, maka jumlah absolut folikel dengan morfologi utuh dapat diperkirakan (Tabel 3). Angka-angka yang tertera dalam Tabel 3 menunjukkan potensi folikel primordial, primer, dan sekunder yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut setelah preservasi. Folikel-folikel tersebut terhindar dari kerusakan morfologis yang signifikan akibat proses penyimpanan. Walaupun proses penyimpanan menurunkan proporsi folikel utuh (P<0,05) tetapi jumlah folikel yang bertahan masih cukup banyak, kecuali penyimpanan pada suhu kamar selama 24 jam. Pada penyimpanan dengan suhu 5 o C, ovarium masih menyisakan folikel-folikel primordial, primer, dan sekunder yang mempunyai morfologi utuh.

54 35 Tabel 3. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah preservasi Tahap perkembangan Perlakuan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol a 5893 a 573 a 16 a Suhu kamar (24 jam) 0 e 0 e 0 e 0 b 5 o C (24 Jam) b 2543 b 176 b 0 b 5 o C (72 Jam) 6583 c 1177 c 147 c 0 b -20 o C (24 jam) 3208 d 753 d 54 d 0 b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Morfologi Folikel setelah Vitrifikasi Uji toksisitas dengan memaparkan jaringan ovarium ke dalam larutan ekuilibrasi (PBS + 20% FCS + 7,5% EG + 7,5% DMSO + 0,5 M sukrosa) menunjukkan bahwa lama pemaparan selama 10 menit lebih baik dalam mempertahankan keutuhan morfologi folikel (P<0,05; Tabel 4). Tidak ada perbedaan yang nyata antara lama pemaparan 20 min dan 30 min (P>0,05). Pada folikel antral pemaparan selama 10 menit menurunkan secara nyata persentase folikel dengan morfologi normal, ekulilibrasi selama 20 menit dan 30 menit merusak struktur morfologi seluruh folikel antral. Proses pendinginan dan penghangatan menurunkan persentase folikel dengan morfologi normal (P<0,05). Secara keseluruhan proses vitrifikasi pada folikel-folikel preantral mampu mempertahankan integritas morfologi sejumlah besar folikel. Laju kerusakan kriogenik terkecil didapatkan pada jaringan ovarium yang diekuilibrasi selama 10 menit sebelum dibekukan. Perbedaan hasil antara folikel-folikel preantral dengan folikel antral berkaitan dengan proses penetrasi krioprotektan ke dalam sel-sel dan jaringan folikel. Folikel antral mempunyai banyak air dalam antrum yang harus dikeluarkan dan digantikan oleh larutan krioprotektan untuk mencegah kerusakan kriogenik saat proses vitrifikasi.

55 36 Tabel 4. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah uji toksisitas dalam larutan ekuilibrasi dan prosedur pendinginan-penghangatan Perlakuan Fase perkembangan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol 85,67 ± 2,36 a 84,34 ± 2,25 a 90,29 ± 9,17 a 96,00 ± 8,94 a Ekuilibrasi 10 : Uji toksisitas 69,60 ± 6,47 b 70,27 ± 1,86 b 76,14 ± 6,55 b 23,00 ± 2,74 b Pendinginanpenghangatan 57,54 ± 3,76 cd 56,01 ± 3,74 c 61,82 ± 9,88 c 0,00 ± 0,00 c Ekuilibrasi 20 Uji toksisitas 50,85 ± 7,67 d 51,32 ± 3,91 d 55,05 ± 2,14 c 0,00 ± 0,00 c Pendinginanpenghangatan 40,59 ± 8,89 ef 43,15 ± 2,80 e 42,00 ± 7,30 d 0,00 ± 0,00 c Ekuilibrasi 30 Uji toksisitas 47,66 ± 7,39 de 49,22 ± 3,08 d 52,35± 5,83 cd 0,00 ± 0,00 c Pendinginanpenghangatan 38,64 ± 6,99 f 34,62 ± 6,02 f 43,63 ± 6,09 d 0,00 ± 0,00 c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Dalam proses vitrifikasi, penetrasi krioprotektan yang memadai melalui sel-sel stroma menuju oosit sangat diperlukan, tetapi pada saat yang sama harus dihindari toksisitas krioprotektan (Donnez et al. 2006). Newton et al. (1998) mendemonstasikan laju dan suhu difusi berpengaruh terhadap toksisitas krioprotektan, pembentukan kristal es juga harus diminimalkan dengan memilih laju pembekuan dan thawing optimal. Pemilihan krioprotektan dengan kapasitas penetrasi maksimum tetapi toksisitas minimum dan potensial pembentukan kristal es bersifat spesifik pada setiap tipe sel dan jaringan (Fuller & Paynter 2004). Dalam penelitian ini digunakan EG dan DMSO yang diketahui mempunyai kapasitas penetrasi yang baik dan toksisitas yang lebih kecil dibandingkan krioprotektan lainnya pada jaringan ovarium (Lucci et al. 2007). Secara umum, pada ovarium, kriopreservasi harus memperhatikan respon sel-sel stroma, sel-sel folikuler dan oosit terhadap penetrasi krioprotektan (Hovata et al. 2005). Tabel 5 menunjukkan bahwa setelah proses pendinginan-penghangatan, di dalam jaringan ovarium masih terdapat folikel-folikel dengan kondisi morfologis yang baik, meskipun proporsinya menurun secara signifikan. Folikel-folikel tersebut bertahan terhadap kerusakan kriogenik akibat pemaparan ke larutan yang mengandung krioprotektan tinggi dan proses vitrifikasi dalam nitrogen cair.

56 37 Tabel 5. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah pendinginan-penghangatan Tahap perkembangan Perlakuan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol a 5893 a 573 a 16 a Ekuilibrasi b 3913 b 370, b 4 b Ekuilibrasi c 3015 c 265 c 0 c Ekuilibrasi c 2419 d 275 c 0 c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) SIMPULAN Preservasi ovarium domba sampai 24 jam pada suhu -20 o C, suhu kamar, dan 5 o C menurunkan jumlah folikel dengan morfologi normal, penyimpanan pada suhu 5 o C memberikan hasil lebih baik. Folikel-folikel primordial mampu mempertahankan keutuhan morfologinya lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Hasil vitrifikasi terbaik diperoleh pada jaringan ovarium yang dipaparkan dalam larutan ekuilibrasi selama 10 menit. DAFTAR PUSTAKA Barros LF, Hermosilla T, Castro J Necrotic volume increase and the early physiology of necrosis. Comp Biochem Physiol 130: Blumenfeld Z, Shapiro D, Shteinberg M, Avivi I, Nahir M Preservation of fertility and ovarian function and minimizing gonadotoxicity in young women with systemic lupus erythematosus treated by chemotherapy. Lupus 9: Carvalho FCA, Lucci CM, Silva JRV, Andrade ER, Bao SN, et al Effect of Braun-Collins and Saline solutions at different suhus and incubation times on the quality of goat preantral follicles preserved in situ. Anim. Reprod Sci 66: Chen SU, Chien CL, Wu MY, Chen TH, Lai SM, et al Novel direct cover vitrification for cryopreservation of ovarian tissues increases follicle viability and pregnancy capability in mice. Hum Reprod 21(11):

57 38 Donnez J, Martinez-Madrid B, Jadoul P, Van Langendonckt A, Demylle D, et al Ovarian tissue cryopreservation and transplantation: a review. Hum Reprod Update 12 (5): Fair T, Hulshof SCJ, Hyttel P, Greve T, Boland Nucleus ultrastructure and transcriptional activity of bovine oocytes in preantral and early antral follicles. Mol Reprod Dev 46: Fuller B, Paynter S Fundamentals of cryobiology in reproductive medicine. Reprod Biomed Online 9: Hovatta O Methods for cryopreservation of human ovarian tissue. Reprod Biomed Online 10: Hyttel P, Fair T, Callensen H, Greve T Oocyte growth, capacitation and final maturation in cattle. Theriogenology 47: Jewgenow K, Penfold LM, Meyer HHD, Wildt DE Viability of small preantral ovarian follicles from domestic cats after cryoprotectant exposure and cryopreservation. J Reprod Fertil 112: Kenney LB, Laufer MR, Grant FD, Grier H, Diller L High risk of infertility and long term gonadal damage in males treated with high dose cyclophosphamide for sarcoma during childhood. Cancer 91: Kiernan JA Histological & Histochemical Methods: Theory & Practice. Second Edition. Pergamon Press, England. Lima GL, Costa LLM, Cavalcanti DMLP, Rodrigues CMF, Freire FAM et al Short-term storage of canine preantral ovarian follicles using a powdered coconut water (ACP1)-based medium. Theriogenology doi: / j.theriogenology Lopes CAP, Santos RR, Celestinoa JJH, Meloa JAP, Chaves RN et al Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium and time. Anim Reprod Sci 115: Lucci CM, Kacinskis MA, Rumpf R, Bao SN Effects of lowered suhues and media on short-term preservation of zebu (Bos indicus) preantral ovarian follicles. Theriogenology 61: Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, et al Effects of storing pig ovaries at 4 or 20 o C for different periods of time on the morphology and viability of pre-antral follicles. Reprod Dom Anim 42:

58 39 Myers M, Britt KL, Wreford NGM, Ebling FJP, Kerr JB Methods for quantifying follicular numbers within the mouse ovary. Reproduction 127: Nandi S, Kumar VG, Ramesh HS, Manjunatha BM, Gupta PSP Isolation and culture of ovine and bubaline small and large pre-antral follicles: Effect of cyclicity and presence of a dominant follicle. Reprod Dom Anim 44: Newton H, Fisher J, Arnold JR, Pegg DE, Faddy MJ, Gosden RG Permeation of human ovarian tissue with cryoprotective agents in preparation for cryopreservation. Hum Reprod 13: Oktay K, Karlikaya GG, Aydin BA. Ovarian cryopreservation and transplantation: basic aspects. Mol Cell Endocrinol 2000;169: Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R Ovarian tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Hum Reprod 23 (3 ): Pickering SJ, Braude PR, Johnson MH, Cant A, Currie J Transient cooling to room temperature can cause irreversible disruption of the meiotic spindle in the human oocyte. Fertil Steril 54: Picton HM, Harris SE, Muruvi W, and Chambers EL The in vitro growth and maturation of follicles. Reproduction 136: Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A Preservation, isolation, and developmental competence in vitro of ovine preantral follicles. Proceedings The First Congress of SEAVSA. Bogor July Russell DL, Robker RL Molecular mechanisms of ovulation: coordination through the cumulus complex. Hum Reprod Update 13(3): Santos SSD, Biondi FC, Cordeiro MS, Miranda MS, Dantas JK, et al Isolation, follicular density, and culture if preantral follicles of buffalo fetuses of different ages. Anim Reprod Sci 95: Silva JRV, Lucci CM, Carvalho FCA, Bao SN, Costa SHF, Santos RR, Figueiredo JR effect of coconut water and Braun-Collins solutions at different suhues and incubation times on the morphology of goat preantral follicles preserved in vitro. Theriogenology 54: Smitz J, Cortvrindt R, Van Steirteghem AC Normal oxygen atmosphere is essential for the solitary longterm culture of early preantral mouse follicles. Mol Reprod Dev 45:

59 40 Tauchmanova L, Selleri C, De Rosa G, Pagano L, Orio F, Lombardi G, Rotoli B, Colao A High prevalence of endocrine dysfunction in longterm survivors after allogeneic bone marrow transplantation for hematologic diseases. Cancer 95: Telfer EE, Gosden RG, Byskov AG, Spears N, Anderson R, et al On regenerating the ovary and generating controversy. Cell 122: Wood TC, Montali RJ, Wildt DE Follicle-oocyte atresia and temporal taphonomy in cold-stored domestic cat ovaries. Mol Reprod Dev 46: Yeoman RR, Wolf DP, Lee DM Coculture of monkey ovarian tissue increases survival after vitrification and slow-rate freezing. Fertil Steril 83:

60 41

61 41 PRESERVASI, ISOLASI DAN KOMPETENSI PERKEMBANGAN IN VITRO FOLIKEL PREANTRAL DOMBA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mempelajari hasil isolasi folikel dari metode isolasi yang berbeda dan kompetensi tumbuh folikel pasca preservasi pada kultur in vitro. Pada eksperimen pertama dilakukan percobaan isolasi folikel dari ovarium segar secara mekanik dan enzimatik. Potongan cortex ovarium berukuran ± 1 mm 3 diinkubasi dalam collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2) masing-masing selama 15, 30, 45, dan 60 menit. Folikel-folikel dari cacahan jaringan cortex juga diisolasi secara mekanik (M) menggunakan jarum 26G. Hasil isolasi dari ketiga perlakuan diamati dibawah mikroskop menggunakan pembesaran obyektif 40 kali. Eksperimen kedua, folikel-folikel preantral diisolasi pada ovarium segar (kontrol), ovarium yang disimpan pada suhu 5 o C selama 24 jam (T5-24), 48 jam (T5-48), dan 72 jam (T5-72) dan jaringan cortex hasil vitrifikasi (V). Folikel-folikel berukuran µm dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) sampai ovulasi. Eksperimen pertama menunjukkan bahwa hasil isolasi folikel lebih banyak pada C1 dan C2 dibandingkan M (P<0,05), tetapi M memberikan jumlah folikel utuh lebih banyak dari C1 dan C2 (P<0,05). Pada eksperimen kedua perkembangan folikel sampai ovulasi pada T5-24 tidak berbeda dengan control (P<0,05) dan lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Jumlah folikel hasil vitrifikasi yang mencapai ovulasi lebih rendah dibandingkan kontrol (P<0,05). Perlakuan T5-48 masih menghasilkan folikel yang mencapai ovulasi tetapi T5-72 tidak terdapat folikel yang tumbuh sampai ovulasi. Kata-kata kunci: isolasi folikel, preservasi folikel, kultur folikel, domba ABSTRACT The study was conducted to examine the number and quality of ovine follicles isolated by different methods and post-preservation developmental competence of follicles cultured in vitro. First experiment, follicles isolated from fresh ovaries both mechanically and enzymatically. Ovarian cortex was sliced into ±1 mm 3 cube and incubated in collagenase 1 mg/ml (C1) or collagenase 2 mg/ml (C2) for 15, 30, 45, and 60 minutes. Mechanical isolation (M) held by chopping the cortex tissue into slices using sterile scalpel, then individual follicles were harvested using 26 G needle. All follicles isolated were observed under light microscope. Second experiment, preantral follicles were isolated from a) fresh

62 42 ovaries (control), ovaries were stored at 5 o C for: b) 24 h (T5-24), c) 48 h (T5-48), d) 72 h (T5-72), and vitrified cortex tissue (V). Preantral follicles ( µm) cultured in αmem supplemented by 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh and ITS (consist of 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) up to ovulation stage. Experiment I shown that C1 and C2 yielded more (P<0.05) follicles than M, even though M gave more (P<0.05) intact follicles than C1 and C2. Follicle development up to ovulation of T5-24 was equal to control and better (P<0.05) compared with other treatments. Follicles harvested from vitrified cortex tissue (V) had lower (P<0.05) developmental competence in vitro than control. Ovarium preserved at 5 o C for 48 h resulted in a less number of follicles that reach ovulation stage than others. However, no follicle isolated from T5-72 that developed to ovulation stage. Key words: follicles isolation, preservation, in vitro culture, ovine PENDAHULUAN Preservasi ovarium diperlukan mengingat sifat ovarium sebagai material biologis yang mudah rusak sedangkan potensi folikel didalamnya sangat banyak, pada domba jumlahnya berkisar folikel per ovarium (Rosadi et al. 2010). Preservasi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bermanfaat dalam mempertahankan cadangan folikel untuk produksi oosit. Dari oosit matang yang diperoleh dapat diproduksi embrio in vitro yang selanjutnya diproses lebih lanjut sampai menghasilkan anak. Dalam bidang medis, keuntungan in vitro maturation, fertilization, and culture (IVMFC) mencakup biaya obat-obatan yang lebih rendah dan mencegah sindroma hiperstimulasi ovarium, serta resiko teoritis terapi gonadotropin yang memicu kanker ovarium (Whittemore 1994). Upaya-upaya menurunkan dosis dan prekuensi stimulasi gonadotropin pada reproduksi berbantuan terus dilakukan, IVMFC memudahkan pencapaian tujuan tersebut (Gosden et al. 2002, Amorim et al. 2009). Angka kebuntingan setelah IVMFC mencapai 30% pada beberapa pusat pelayanan bayi tabung (Chian et al. 2000), tetapi hal ini adalah tahap awal dalam praktek IVF. Cadangan oosit potensial terdapat dalam folikel-folikel kecil yang ada di ovarium. Dengan ambang deteksi sonografi 3 mm terdapat ratusan folikelfolikel antral dan preantral kecil dalam ovarium, tetapi folikel-folikel tersebut

63 43 membutuhkan banyak tenaga untuk dikoleksi dan mudah rusak (Gosden et al. 2002). Penelitian pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 o C sampai 72 jam dapat mempertahankan keutuhan morfologis folikel preantral domba. Vitrifikasi dengan pemaparan jaringan cortex domba ke larutan ekuilibrasi selama 10 menit mampu mempertahankan folikel-folikel preantral dengan morfologi normal. Sejauh ini, informasi mengenai perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi masih terbatas (Nandi et al. 2009, Picton et al. 2008). Penelitian ini bertujuan menyelidiki kompetensi perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi ovarium pada suhu 5 o C dan vitrifikasi jaringan cortex. METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam NaCl fisiologis, dicelupkan selama 5 detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan NaCl fisiologis tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak dalam perlakuan penyimpanan yaitu suhu 5 o C selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm 3. PBS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% FCS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) EG (Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) DMSO (AnalaR, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15%

64 44 DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis. Potongan jaringan lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair. Kultur Jaringan Cortex Ovarium Pasca Vitrifikasi Penghangatan jaringan cortex ovarium dilakukan dengan cara dikeluarkan dari nitrogen cair kemudian dihangatkan dalam suhu ruang pada medium sukrosa dengan konsentrasi bertingkat 0,5 M; 0,25 M; dan 0,125 M masing-masing selama 5 menit. Potongan jaringan dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan 3-4 potongan jaringan, di bagian atas ditutup dengan mineral oil. Inkubasi berlangsung dalam suhu 38,5 o C, kondisi udara 5% CO 2 selama 6 hari. Sebanyak 50% dari volume medium diganti setiap hari. Isolasi Folikel Secara Mekanik Folikel-folikel individual diisolasi dari potongan jaringan cortex pasca vitrifikasi setelah kultur in vitro 6 hari, dari ovarium utuh segar, dan ovarium utuh setelah penyimpanan pada suhu 5 o C selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perbedaan kualitas folikel yang dihasilkan dari metode mekanik dan enzimatik dilihat dari hasil isolasi folikel dari ovarium utuh. Untuk isolasi secara mekanik, ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Bagian cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya jaringan cortex dicacahcacah sekecil mungkin. Folikel dipisahkan secara individual dari cacahan jaringan cortex dengan jarum 26 G dalam petri kaca berisi medium isolasi. Folikel-folikel yang diperoleh dikumpulkan, dicuci 3 kali dalam medium isolasi dan diobservasi. Selanjutnya dikultur dalam medium αmem ditambah 5% FCS pada 38,5 o C, 5%

65 45 CO 2 selama 2 jam. Folikel-folikel kemudian diseleksi berdasarkan karakteristik sebagai berikut:1) utuh, struktur folikel bulat dengan satu atau lebih lapis sel-sel granulosa, 2) membrana basalis utuh dengan sel-sel theca yang melekat, 3) mempunyai diameter µm, 4) oosit belum matang, bulat dan berada di tengah-tengah folikel. Folikel-folikel yang memenuhi kriteria dipakai untuk kultur in vitro. Isolasi secara mekanik juga dilakukan pada jaringan cortex hasil vitrifikasi Isolasi Folikel Secara Enzimatik Ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Jaringan cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran ± 1 mm 3. Potonganpotong cortex ovarium berukuran ± 1 mm 3 dimasukan tabung eppendorf 1,5 ml berisi medium (α-mem + 1 % FCS + 50 µg/ml) mengandung collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2). Setiap tabung diisi 5 potongan cortex. Tabung-tabung berisi potongan cortex diinkubasi pada suhu 38,5 o C selama 60 menit. Setiap 15 menit jaringan diamati dan dilakukan pemipetan medium isolasi secara berulang. Setelah inkubasi, potongan-potongan jaringan cortex dipindahkan kedalam cawan petri berisi medium isolasi ditambah 20% FCS. Sambil diamati dibawah mikroskop folikel-folikel yang masih menempel dengan jaringan dipisahkan secara individual dengan jarum 26 G. Folikel-folikel dikumpulkan dalam satu cawan petri untuk diidentifikasi. Kultur Folikel In Vitro Folikel-folikel yang sudah terseleksi dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan diatasnya ditutupi dengan mineral oil untuk mencegah evaporasi dan fluktuasi ph serta suhu yang berlebihan. Setiap sumur diisi 4-5 folikel. Inkubasi berlangsung pada suhu 38,5 o C, kondisi udara 5% CO 2 sampai mencapai tahap ovulasi. Setengah

66 46 dari volume medium diganti setiap dua hari. Untuk mencegah perlekatan sel-sel folikel ke dasar cawan kultur, setiap hari cawan kultur digoyang-goyang perlahan. Setelah 15 hari medium diganti dengan medium kultur ditambah 5 ng/ml EGF dan 1,5 IU/ml r-lh. Observasi morfologi dari setiap folikel dilakukan setiap hari. Diameter folikel diukur lapisan luar sel theca menggunakan mikrometer okuler setiap 2 hari. Pada hari kedua kultur, kemungkinan perlekatan folikel dicatat jika folikel membentuk lapisan tunggal sel-sel mirip fibroblast di dasar cawan, tetapi folikelfolikel ini di lepaskan kembali dari perlekatannya secara mekanik. Folikel dianggap tetap hidup sepanjang oosit kontak dengan sel-sel granulosa. Degenerasi folikel ditandai kegagalan sel-sel granulosa untuk replikasi, pelepasan oosit atau kolaps. Folikel-folikel seperti itu dianggap mati dan dikeluarkan dari percobaan. Pengamatan Diameter dan Maturasi Oosit Kultur dilakukan selama maksimum 24 hari atau sampai folikel mencapai tahap ovulasi. Oosit yang diperoleh dilepaskan dari sel-sel kumulus dengan inkubasi dalam larutan hyaluronodase 0,2% (dalam PBS + 1% FCS) selama 5 menit kemudian dipipet berulang. Diameter oosit hasil ovulasi diukur, sebagai pembanding diameter oosit awal kultur diambil dari ukuran oosit dari folikelfolikel dengan ukuran µm pada preparat histologis. Oosit kemudian diinkubasi dalam medium yang mengandung 1 μg/ml Hoescht selama 10 menit. Oosit diamati dibawah mikroskop fluorosence. Oosit yang matang (tahap metaphase II) ditandai dengan adanya dua inti yang terwarnai. Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver 17.0.

67 47 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Mekanik dan Enzimatik Isolasi folikel preantral dilakukan pada ovarium segar dengan 2 macam metode yaitu secara mekanik dan enzimatik. Pada penelitian ini dicoba isolasi enzimatik menggunaka an collagenase dengan dosis 1 mg/ml dan 2 mg/ml. Pengamatann pasca inkubasi enzimatik pada potongan jaringan cortex menunjukkan bahwa baik pada dosis 1 mg/ml maupun 2 mg/ml waktu optimal inkubasi berlangsung selama 45 menit (Gambar 4). A B C Gambar 4. Isolasi enzimatik jaringann cortex ovarium. (A) Potongan jaringan cortex sebelum inkubasi. (B) Folikel tersimpan dalam jaringan tercerna enzim yang mudah dilepas dengan jarum. (C) Folikel yang terlepas setelah inkubasi. Bar= 100 µm. Inkubasi 15 menit pertama belum terlihat perubahan berarti pada jaringan, setelah 30 menit inkubasi semua folikel antral besar terlepas, folikel antral kecil dan preantral ada juga yang terlepas tetapi lebih banyak yang tersembunyi dalam jaringan dan masih cukup sulit dilepas dengan jarum, sementara itu bagian tengah potongan masih cukup utuh. Pada dosis 1 mg/ml, inkubasi 45 menit menyebabkan folikel-folikel preantral yang tersembunyi dalam jaringann lebih mudah dilepas dengan jarum, setelah 60 menit jaringan lebih longgar dan folikel didalamnya mudah dilepas. Penggunaan dosis 2 mg/ml dan inkubasi 45 menit menyebabkan jaringan dan folikel-folikel di bagian tepi potongan terlepas. Bagian tengah jaringan kelihatan utuh, tetapi folikel-folikel mudah rusak ketika dilepaskan dengan jarum. Inkubasi lebih lama (60 menit) menyebabkann seluruh folikel rusak, membrana basalis lebih lunak dan mudah pecah.

68 48 Proses pencernaan jaringan pengikat pada penelitian ini menggambarkan hal sama seperti pada penelitian-peneltian sebelumnya. Seperti diketahui, penelitian-penelitian isolasi folikel telah dilakukan lebih dulu daripada pengembangan sistem kultur folikel. Pemisahan secara enzimatik individu folikel dari jaringan pengikat merupakan teknik yang dipilih oleh banyak peneliti di bidang ini (Roy & Greenwald 1985, Torrance et al. 1989, Hirao et al. 1994, Eppig et al. 1996). Dalam perkembangannya isolasi folikel secara enzimatik sangat bermanfaat dalam proses isolasi folikel kelompok ruminansia (Muruvi et al. 2009, Nandi et al. 2009) dan manusia (Dolmans et al. 2006, Amorim et al. 2009). Isolasi folikel preantral pada ruminansia dan manusia lebih sulit dilakukan dibandingkan pada rodentia karena kepadatan jaringan cortex yang tinggi (Demeestere et al. 2005). Sifat anatomis jaringan cortex yang padat menyulitkan proses isolasi jika dilakukan secara mekanik, karena itu diperlukan upaya merubah kondisi jaringan cortex lebih longgar dan melunak. Dalam perkembangan folikel, struktur lengkap folikel mulai tampak jelas dengan adanya membrana basalis pada tahap folikel primer dan berlanjut ke tahap berikutnya. Lamina basalis merupakan lapisan aseluler yang ada diantara lapisan sel sel theca dan sel-sel granulosa. Lamina dari folikel yg sedang tumbuh membentuk struktur yang terdiri dari satu lapisan aseluler homogen dimana lapisan peripheral sel-sel granulosa berada dan satu bagian luar bendel-bendel serat kolagen. Stroma yang sebagian besar dibentuk dari serat-serat kolagen memisahkan folikel-folikel yang ada di jaringan cortex. Ketika jaringan-jaringan yang ada diantara struktur folikel tercerna enzim maka diharapkan enzim akan terpisah dengan mudah. Umumnya isolasi menggunakan collagenase atau DNAse atau kombinasi keduanya untuk melunakan dan memisahkan matriks jaringan, dilanjutkan dengan pemisahan folikel dari jaringan stroma menggunakan jarum (Picton et al. 2008). Keutuhan lamina basalis dan sel-sel theca sangat penting diperhatikan dalam proses isolasi karena menentukan kompetensi pertumbuhan folikel. Selama inkubasi enzimatik struktur lamina basalis dan sel-sel theca rentan terpapar oleh enzim. Konsekuensi yang paling umum terjadi dari isolasi folikel secara enzimatik adalah degradasi membrana basalis dan hilangnya lapisan sel-sel theca (Nayudu et al. 2001). Kerusakan membrana basalis dan sel-sel theca dapat

69 49 mengakibatkan migrasi spontan sel-sel granulosa dari oosit ketika folikel-folikel dikultur. Pada penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa pemaparan jaringan cortex selama 45 menit pada enzim collagenase 1mg/ml dan 2 mg/ml menyebabkan kerusakan pada folikel yang diisolasi (Tabel 6). Shuttleworth et al. (2002) melaporkan bahwa pada folikel babi kerusakan akibat inkubasi enzim dapat ditekan dengan membatasi lama paparan enzim. Dari penelitian ini didapatkan bahwa inkubasi collagenase sampai 45 menit masih dapat diperoleh folikel domba utuh baik pada konsentrasi 1 mg/ml maupun 2 mg/ml (Tabel 6). Ketika inkubasi diperpanjang sampai 60 menit, pada konsentrasi collagenase 2 mg/ml seluruh folikel mengalami kerusakan meskipun proses isolasi lebih mudah karena jaringan stroma lebih lunak. Tabel 6. Hasil isolasi folikel secara mekanik dan enzimatik Perlakuan Jumlah ovarium Jumlah folikel rata-rata Utuh Rusak Total Mekanik 10 6,3 ± 0,4 b 2,2 ± 0,2 a 8,5 ± 0,2 a Collagenase 1 mg/ml 10 1,8 ± 0,2 a 12,5 ± 1,1 b 14,3 ± 1,3 b Collagenase 2 mg/ml 10 0,9 ± 0,1 a 11,9 ± 1,7 b 12,8 ± 1,7 b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) waktu inkubasi enzimatik tidak diperhitungkan Pemaparan jaringan kedalam larutan enzim collagenase menyebabkan kerusakan pada membrana basalis dan hilangnya lapisan sel-sel granulosa (Gambar 5). Lapisan sel-sel theca dan membrana basalis merupakan bagian terluar dari struktur folikel. Enzim collagenase berkerja untuk mencerna serat-serat kolagen yang merupakan komponen penyusun stroma cortex yang membungkus struktur folikel. Ketika serat-serat kolagen melunak atau hancur, enzim akan kontak dengan lapisan sel-sel theca kemudian membrana basalis. Struktur membarana basalis terdiri dari satu lapisan aseluler homogen dimana lapisan periferal sel-sel granulosa berada dan satu bagian luar bendel-bendel serat kolagen. Lapisan luar dari membrana basalis pada folikel yang diisolasi secara enzimatik rusak, sedangkan pada folikel hasil isolasi mekanik tampak utuh (Gambar 5).

70 50 mb mb lsg o o lst lsg A B Gambar 5. Hasil isolasi folikel preantral. (A) secara mekanik, (B) secaraa enzimatik. Bar = 100 µm. (mb:membrana basalis, lsg: lapisan sel granulosa, o:oosit, lst:lapisan sel theca). Curahan waktu yang diperlukan untuk mengisolasi folikel domba yang mencapai rata-rata 18,4 menit/ovarium, lebih lama (P< <0,05) daripada waktu isolasi secara enzimatik (7,1 menit/ovarium). Walaupun demikian folikel yang diisolasi secara mekanikk memiliki morfologi yang lebih sempurna. Telfer et al. (2000) melaporkan isolasi secara mekanik folikel babi dan sapi menghasilkan folikel-folikel utuh dikelilingi membrana basalis dan lapisan sel-semembutuhkan banyak tenaga, dan hanya mendapatkan sedikit folikel (Cecconi et al. 1999, Guttierrez et al. 2000). theca. Kendala yang dihadapii oleh teknik ini adalah lambat, Padaa penelitian ini, diperoleh jumlah folikel preantral yang sedikit (kurang dari 15 folikel, Tabel 6.) dibandingkan jumlah potensial folikel sekunder yang mencapai rata-ratan 630 folikel per ovarium (Tabel 1). Seluruh folikel yang berhasil diisolasi dapat dikategorikan folikel sekunder dengan ciri mempunyai dua atau lebih lapisan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Folikel-folikel yang berukuran lebih kecil belum berhasil diisolasi dengan teknik yang dilakukan pada penelitian ini. Rendahnya perolehan folikel yang diisolasi disebabkan karena kendala anatomis jaringan cortex yang padat. Kendala yang sama juga dihadapi oleh Nandi et al. (2009) yang melakukan isolasi dengan metode gabungan enzimatik dan mekanikk pada domba, jumlah folikel preantral yang diperoleh bervariasi antara folikel setiap ovarium. Penggunaan ovarium dari hewan dewasa juga mempengaruhi jumlah folikel yang diisolasi. Perolehan folikel tergantung pada spesies dan usia hewan,

Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba

Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba Jurnal Veteriner Juni 2011 Vol. 12 No. 2: 91-97 ISSN : 1411-8327 Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba (THE OVARY PRESERVATION AND ITS EFFECT ON THE MORPHOLOGY OF EWE FOLLICLES)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium

TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium 6 TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium Preservasi jangka pendek ovarium diperlukan untuk transportasi ovarium, terutama jika lokasi sumber ovarium jauh dari laboratorium. Teknik penyimpanan ovarium jangka

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI 2004 Retno Prihatini Makalah Pribadi Posted: 20 December 2004 Pengantar ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Tanggal 1 Desember 2004 Pengajar: Prof.Dr.Ir.Rudy C.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Koleksi dan Penyimpanan Ovarium

METODE PENELITIAN. Koleksi dan Penyimpanan Ovarium 28 METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Ovarium merupakan bagian organ reproduksi wanita, yang memproduksi hormon dan berisi folikel yang akan dirilis untuk tujuan reproduksi (Katz et al, 2007). Kerusakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi reproduksi manusia telah berkembang sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. Ruang lingkup teknologi reproduksi antara lain meliputi fertilisasi in

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi TINJAUAN PUSTAKA Superovulasi Superovulasi adalah usaha meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan dengan stimulasi hormon. Superovulasi pada mencit dapat dilakukan dengan menyuntikkan hormon gonadotropin

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE S.N Rahayu dan S. Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sekitar 85-90% dari pasangan muda yang sehat akan hamil dalam waktu 1 tahun. Evaluasi dan pengobatan infertilitas telah berubah secara dramatis selama periode waktu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

Folikulogenesis. Oleh: Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp.OG(K)

Folikulogenesis. Oleh: Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp.OG(K) Folikulogenesis Oleh: Dr. Wiryawan Permadi, dr., Sp.OG(K) BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/ RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG 2012 Disampaikan pada IVF Nurse Training

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum di dalam ovarium (Guyton dan Hall, 2006). Ovum merupakan oosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektromagnet pada jumlah folikel ovarium mencit. Hasil penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN

REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN *Ciptadi, G., **Budi Siswanto, ***Sri Rahayu, ****M. Z.Fadli dan ****N. Humaidah***

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Pengaruh Corpus Luteum Dan Folikel Dominan Terhadap Kualitas Morfologi Oosit Sapi Bali-Timor (Influence Of Corpus Luteum And Dominan Follicle On Oocyte Morphology Of Bali-Timor Cattle) Hermilinda Parera

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan 1. Latar Belakang Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan penyediaan bibit berkuaiitas tinggi meialui penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS USUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI RANSUM DAGING HASIL FERMENTASI DENGAN Lactobacillus plantarum 1B1

GAMBARAN HISTOLOGIS USUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI RANSUM DAGING HASIL FERMENTASI DENGAN Lactobacillus plantarum 1B1 GAMBARAN HISTOLOGIS USUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI RANSUM DAGING HASIL FERMENTASI DENGAN Lactobacillus plantarum 1B1 SKRIPSI MARGARETA MULATSIH KANDI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL Tranduksi sinyal Adalah proses perubahan bentuk sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler sampai respon dalam komunikasi antar sel Tujuan: Untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. INFERTILITAS Sebelum pemeriksaan apapun dimulai, penyebab utama ketidaksuburan dan komponen dasar evaluasi infertilitas yang dirancang untuk mengidentifikasi penyebab tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas secara umum didefinisikan sebagai hubungan seksual tanpa proteksi selama 1 tahun yang tidak menghasilkan konsepsi. Dalam satu tahun, konsepsi terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL The Effect of the Follicle Size and Follicle Number Per Ovary on Oocyte Quality of Local Goat Arman Sayuti 1, Tongku Nizwan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI

PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2006, VOL. 6 NO. 2, 145 149 Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) Nurcholidah Solihati, Tita Damayanti Lestari,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro

Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro ISSN : 1411-8327 Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro THE ROLES OF TRANSFORMING GROWTH FACTOR β ON IN VITRO MATURATION AND

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR

EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 1: 15-19, Januari 2013 Penelitian Kualitas Morfologi Oosit Sapi Peranakan Ongole yang Dikoleksi secara In Vitro Menggunakan Variasi

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci