METODE PENELITIAN. Koleksi dan Penyimpanan Ovarium

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Koleksi dan Penyimpanan Ovarium"

Transkripsi

1 28 METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam phosphate-buffered saline (PBS, Sigma, Sigma-Aldrich, USA) ditambah 50 µg/ml gentamycin, dicelupkan selama lima detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan PBS tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak menjadi beberapa perlakuan penyimpanan yaitu: a) suhu kamar selama 24 jam, b) suhu 5 o C selama 24, c) suhu 5 o C 72 jam, dan d) - 20 o C selama 24 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm 3. PBS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% fetal calf serum (FCS, Sigma, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) ethylene glycol (EG, Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) dimethylsulphoxide (DMSO, AnalaR, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10, 20, dan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15% DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis. Potongan jaringan lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair. Untuk penghangatan, potongan ovarium beku dipaparkan ke medium mengandung 1 M; 0,5 M; 0,25 M sukrosa masing-masing selama 5 menit, selanjutnya dipindahkan ke medium tanpa sukrosa untuk perlakuan berikutnya.

2 29 Pembuatan Preparat Histologis Potongan jaringan cortex ovarium dari berbagai perlakuan penyimpanan dan vitrifikasi diinkubasi semalam dalam 4% para formaldehid dalam PBS (ph 7.4). Proses pengerjaan preparat histologis selanjutnya dilakukan dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (Kiernan, 1990). Penghitungan Jumlah dan Pengamatan Morfologi Folikel Identifikasi morfologis dan estimasi total folikel primordial, primer, sekunder, atau antral diamati dengan mikroskop cahaya. Inti (folikel primordial) atau anak inti (folikel primer-antral) digunakan sebagai referensi titik hitung. Jumlah folikel dihitung dengan menggunakan metode estimasi yaitu dengan mencari terlebih dahulu untuk masing-masing tipe folikel. Jumlah setiap tipe folikel pada 25 sayatan serial pertama dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah folikel pada setiap kelipatan lima. Folikel yang dihitung hanya folikel yang memiliki nukleolus dengan struktur yang jelas untuk menghindari perhitungan ganda. Faktor pengali Jumlah folikel pada 25 sayatan pertama Jumlah folikel pada sayatan ke 1, 5, 10, 15, 20, dan 25 Tahap perkembangan folikel diidentifikasi berdasarkan klasifikasi Myers et al. (2004). Folikel-folikel dengan satu lapis sel-sel granulosa pipih yang inaktif secara mitotik dikategorikan sebagai folikel primordial, Pada folikel primer lapisan sel granulosa berbentuk kuboid, diameter oosit lebih besar. Folikel sekunder mempunyai dua lapis atau lebih sel-sel granulosa kuboid. Folikel antral memiliki antrum, beberapa lapis sel granulosa dan sel-sel theca. Folikel-folikel dengan morfologi normal ditandai dengan oosit yang utuh, nukleus bulat dan mempunyai nukleolus, dikelilingi oleh sel-sel granulosa yang terorganisir dengan baik tanpa inti piknotik. Folikel-folikel diklasifikasikan mengalami degenerasi jika menunjukkan salah satu gejala berikut: kondensasi nuklues oosit, pengerutan oosit, ooplasma yang tidak homogen, badan-badan

3 30 piknotik, sel-sel granulosa yang tidak terorganisir atau kepadatan seluler yang rendah. Preparat histologis jaringan cortex ovarium diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Untuk setiap perlakuan dan ulangan jumlah folikel yang diamati setiap tahap perkembangan minimal 100 folikel kecuali untuk folikel antral. Persentase folikel dengan morfologi utuh dihitung dengan persamaan: Jumlah folikel dengan morfologi normal Persentase Folikel Utuh 100% Jumlah folikel yang dihitung Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Jumlah Folikel Ovarium Domba Bobot ovarium domba yang dipakai pada penelitian ini adalah 0,509 ± 0,181 gram dan 0,538 ± 0,161 masing-masing pada ovarium dengan corpus luteum (CL) dan tanpa CL (Tabel 1.) Jumlah folikel rata-rata 36303± 4470, sebagian besar adalah folikel preantral (primordial, primer, dan sekunder). Tabel 1. Bobot dan jumlah folikel ovarium domba Bobot ovarium Tanpa CL (n=58) (g) 0,509 ± 0,181 Dengan CL (n=32) (g) 0,538 ± 0,161 Jumlah folikel (n=7) Primordial ± 1853,97 Intermediet (peralihan primordial-primer) 7990 ± 1355,47 Primer 6987 ± 1187,49 Sekunder 630 ± 108,17 Antral 17 ± 3,06 Jumlah ± 4470

4 31 Ovarium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari domba betina dewasa sehingga folikel-folikel yang ada di dalamnya bervariasi yaitu cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh (folikel primordial) dan folikel yang sudah mengalami pertumbuhan (folikel primer, sekunder, dan antral). Ovarium mamalia neonatal mengandung cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh yang di dalamnya terdapat oosit yang beristirahat pada tahap diploten dari profase meiotik (Telfer et al. 2005). Seiring pertumbuhan hewan, sejumlah folikel-primordial teraktivasi dan memasuki fase perkembangan folikulogenik dimana sel-sel folikel berproliferasi, oosit tumbuh dan diameter folikel meningkat. Folikel-folikel preantral ini kemudian diprogram berdegenerasi (atresia), atau satu atau lebih folikel (tergantung pada spesies), menyempurnakan maturasi, membentuk antrum yang terdiri dari lapisan sel theca di bagian luar dan lapisan sel granulosa di bagian dalam (Telfer et al. 2005, Nandi et al. 2009). Setelah hewan memasuki masa pubertas, proses pematangan oosit berlangsung dan oosit tersebut diovulasikan (Russel & Robker 2007). Morfologi Folikel setelah Preservasi pada Berbagai Suhu Hasil penelitian menunjukkan bahwa folikel preantral domba dapat disimpan pada suhu rendah yaitu -20 o C selama 24 jam dan 5 o C sampai 72 jam (Tabel 2, Gambar 3). Meskipun jumlah folikel dengan morfologi normal menurun (P<0,05) tetapi masih menyisakan banyak folikel tahap primordial, primer, dan sekunder. Penyimpanan pada suhu -20 o C diduga dapat diperpanjang karena ovarium dipaparkan pada suhu sangat rendah sehingga metabolisme sel-sel dalam folikel didalamnya akan berhenti. Tabel 2. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah preservasi Perlakuan Tahap perkembangan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol 86,73 ± 0,98 a 84,34 ± 2,25 a 90,29 ± 9,17 a 8,94 a 96,00± Suhu kamar (24 jam) 0,0± 0,00 e 0,0± 0,00 e 0.0 ± 0,00 e 0,0± 0,00 b 5 o C (24 Jam) 41,41 ± 7,24 ba 36,40 ± 4,12 ba 28,00 ± 4,99 bb 0,0±0,00 bc 5 o C (72 Jam) 22,96 ± 3,97 ca 16,84 ± 2,35 cb 12,33 ± 2,12 cc 0,0±0,00 bd 20 o C (24 jam) 11,19 ± 3,35 d 10,78 ± 2,78 d 8,51 ± 1,32 d 0,0±0,00 b Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

5 32 G Gambar 3.Gaambaran histo ologis folikell.(a) Folikel primordial utuh u (tanda panah p tebal) daan rusak (tannda panah tippis), (B) Folikel primer uutuh, (C) follikel primer ruusak, (D) Folik kel sekunder utuh, (E) Follikel sekunderr rusak, (F) Folikel antral utuuh, (G) Folikkel antral rusaak. Bar = 50 µm. µ d di Keruusakan yang terjadi padaa folikel-folikkel pada ovaarium yang disimpan s suhu -20 oc setelah 24 2 jam lebihh tinggi dib bandingkan suhu 5 oc (P<0,05). D Diduga keruusakan padaa folikel-follikel tersebuut disebabkan proses pembekuan p y yang dapat membentukk kristal-krristal es dalam sel. K Kristal-kristall es dapat m merusak org ganel-organeel di dalam seel-sel folikell.

6 33 Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa suhu 4 o C telah berhasil mempreservasi folikel selama 24 jam baik menggunakan larutan yang miskin nutrien (Lopes et al. 2009, Lucci et al. 2007), larutan kaya nutrien (Lima et al. 2010, Lucci et al. 2004), atau larutan hiperosmotik (larutan Braun-Collins, Carvalho et al. 2001). Hal ini berarti pada penyimpanan dengan suhu 4 o C, komposisi medium bukan faktor pembatas. Pada penelitian ini digunakan medium dengan nutrien terbatas (PBS) tetapi tetap mampu mempertahankan keutuhan morfologi folikel setelah penyimpanan. Dengan menggunakan suhu penyimpanan ovarium 4 o C, folikel-folikel kucing dapat dipreservasi selama 48 jam (Wood et al. 1997). Jewgenow et al. (1998) melaporkan folikel-folikel preantral kucing hasil isolasi yang disimpan pada suhu 4 o C tidak mengalami penurunan persentase folikel-folikel normal. Laju metabolisme yang lebih rendah pada suhu rendah bermanfaat untuk mempertahankan viabilitas in vitro folikel-folikel preantral manusia setelah isolasi. Preservasi pada suhu rendah dapat meminimalkan kebutuhan metabolisme dan meningkatkan resistensi folikel terhadap penurunan nutrien dan oksigen (Matos et al. 2004, Roy & Tracy 1993). Meiotic spindle dari oosit sensitif terhadap suhu selama pendinginan, meiotic spindle dapat mengalami kerusakan ketika folikel dipaparkan ke suhu kamar setelah penyimpanan pada suhu rendah (Pickering et al. 1990). Penyimpanan ovarium pada suhu kamar selama 24 jam mengakibatkan kerusakan seluruh folikel yang ada di dalam ovarium (Tabel 2). Hal ini diduga diakibatkan kenaikan metabolisme dan konsumsi oksigen yang dapat menghabiskan cadangan energi intraseluler, diikuti oleh konsumsi nutrien dan oksigen dalam medium preservasi. Sementara itu medium yang digunakan sebagai penyimpanan kurang mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme. Barros et al. (2001) melaporkan bahwa pemaparan sel-sel ke sinyal penyebab kematian seperti hypoxia meningkatkan influx Na + ke sitosol yang mengaktivasi Na/K ATPase, menyebabkan pemakaian ATP, penggembungan sel dan sebagai akibatnya terjadi degenerasi sel. Pada penelitian sebelumnya penyimpanan ovarium pada suhu 20 o C hanya dapat mempertahankan keutuhan folikel selama 6 dan 8 jam (Lucci et al. 2007, Lopes et al. 2009). Pada suhu lebih tinggi (39 o C),

7 34 preservasi folikel dapat dilakukan selama 2 jam (Matos et al. 2004). Smitz et al. (1996) melaporkan bahwa folikel-folikel preantral dapat bertahan dalam periode singkat dibawah kondisi kekurangan oksigen, dan glikolisis mempertahankan folikel dalam waktu yang terbatas. Kemampuan folikel tahap primordial untuk mempertahankan integritas morfologinya lebih baik dibandingkan folikel pada tahapan lebih lanjut. Baik oosit maupun sel-sel folikel primordial inaktif dan memperlihatkan laju metabolik yang sangat rendah (Hyttel et al. 1997) dan sel-sel belum berdiferensiasi, jumlah organel sedikit dan belum matang (Fair et al. 1997). Hal ini mengakibatkan folikel-folikel primordial relatif lebih sedikit berubah selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Sebaliknya, folikel-folikel yang sedang tumbuh sudah memulai proses perkembangannya, memiliki banyak sel-sel granulosa yang aktif secara mitotik. Walaupun oosit sedang istirahat pada fase pembelahan meiosis I tetapi aktif mensintesis protein dan RNA (Hyttel et al 1997). Oleh karena itu folikel-folikel yang sedang tumbuh membutuhkan nutrien dan oksigen. Folikel antral membutuhkan lebih banyak nutrien dan oksigen. Data menunjukkan bahwa folikel antral tidak mampu bertahan terhadap proses degenerasi selama penyimpanan dalam larutan yang miskin nutrien dan tabung tertutup tanpa pengayaan kandungan oksigen. Berdasarkan persentase folikel utuh setelah preservasi di Tabel 2, maka jumlah absolut folikel dengan morfologi utuh dapat diperkirakan (Tabel 3). Angka-angka yang tertera dalam Tabel 3 menunjukkan potensi folikel primordial, primer, dan sekunder yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut setelah preservasi. Folikel-folikel tersebut terhindar dari kerusakan morfologis yang signifikan akibat proses penyimpanan. Walaupun proses penyimpanan menurunkan proporsi folikel utuh (P<0,05) tetapi jumlah folikel yang bertahan masih cukup banyak, kecuali penyimpanan pada suhu kamar selama 24 jam. Pada penyimpanan dengan suhu 5 o C, ovarium masih menyisakan folikel-folikel primordial, primer, dan sekunder yang mempunyai morfologi utuh.

8 35 Tabel 3. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah preservasi Tahap perkembangan Perlakuan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol a 5893 a 573 a 16 a Suhu kamar (24 jam) 0 e 0 e 0 e 0 b 5 o C (24 Jam) b 2543 b 176 b 0 b 5 o C (72 Jam) 6583 c 1177 c 147 c 0 b -20 o C (24 jam) 3208 d 753 d 54 d 0 b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Morfologi Folikel setelah Vitrifikasi Uji toksisitas dengan memaparkan jaringan ovarium ke dalam larutan ekuilibrasi (PBS + 20% FCS + 7,5% EG + 7,5% DMSO + 0,5 M sukrosa) menunjukkan bahwa lama pemaparan selama 10 menit lebih baik dalam mempertahankan keutuhan morfologi folikel (P<0,05; Tabel 4). Tidak ada perbedaan yang nyata antara lama pemaparan 20 min dan 30 min (P>0,05). Pada folikel antral pemaparan selama 10 menit menurunkan secara nyata persentase folikel dengan morfologi normal, ekulilibrasi selama 20 menit dan 30 menit merusak struktur morfologi seluruh folikel antral. Proses pendinginan dan penghangatan menurunkan persentase folikel dengan morfologi normal (P<0,05). Secara keseluruhan proses vitrifikasi pada folikel-folikel preantral mampu mempertahankan integritas morfologi sejumlah besar folikel. Laju kerusakan kriogenik terkecil didapatkan pada jaringan ovarium yang diekuilibrasi selama 10 menit sebelum dibekukan. Perbedaan hasil antara folikel-folikel preantral dengan folikel antral berkaitan dengan proses penetrasi krioprotektan ke dalam sel-sel dan jaringan folikel. Folikel antral mempunyai banyak air dalam antrum yang harus dikeluarkan dan digantikan oleh larutan krioprotektan untuk mencegah kerusakan kriogenik saat proses vitrifikasi.

9 36 Tabel 4. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah uji toksisitas dalam larutan ekuilibrasi dan prosedur pendinginan-penghangatan Perlakuan Fase perkembangan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol 85,67 ± 2,36 a 84,34 ± 2,25 a 90,29 ± 9,17 a 96,00 ± 8,94 a Ekuilibrasi 10 : Uji toksisitas 69,60 ± 6,47 b 70,27 ± 1,86 b 76,14 ± 6,55 b 23,00 ± 2,74 b Pendinginanpenghangatan 57,54 ± 3,76 cd 56,01 ± 3,74 c 61,82 ± 9,88 c 0,00 ± 0,00 c Ekuilibrasi 20 Uji toksisitas 50,85 ± 7,67 d 51,32 ± 3,91 d 55,05 ± 2,14 c 0,00 ± 0,00 c Pendinginanpenghangatan 40,59 ± 8,89 ef 43,15 ± 2,80 e 42,00 ± 7,30 d 0,00 ± 0,00 c Ekuilibrasi 30 Uji toksisitas 47,66 ± 7,39 de 49,22 ± 3,08 d 52,35± 5,83 cd 0,00 ± 0,00 c Pendinginanpenghangatan 38,64 ± 6,99 f 34,62 ± 6,02 f 43,63 ± 6,09 d 0,00 ± 0,00 c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Dalam proses vitrifikasi, penetrasi krioprotektan yang memadai melalui sel-sel stroma menuju oosit sangat diperlukan, tetapi pada saat yang sama harus dihindari toksisitas krioprotektan (Donnez et al. 2006). Newton et al. (1998) mendemonstasikan laju dan suhu difusi berpengaruh terhadap toksisitas krioprotektan, pembentukan kristal es juga harus diminimalkan dengan memilih laju pembekuan dan thawing optimal. Pemilihan krioprotektan dengan kapasitas penetrasi maksimum tetapi toksisitas minimum dan potensial pembentukan kristal es bersifat spesifik pada setiap tipe sel dan jaringan (Fuller & Paynter 2004). Dalam penelitian ini digunakan EG dan DMSO yang diketahui mempunyai kapasitas penetrasi yang baik dan toksisitas yang lebih kecil dibandingkan krioprotektan lainnya pada jaringan ovarium (Lucci et al. 2007). Secara umum, pada ovarium, kriopreservasi harus memperhatikan respon sel-sel stroma, sel-sel folikuler dan oosit terhadap penetrasi krioprotektan (Hovata et al. 2005). Tabel 5 menunjukkan bahwa setelah proses pendinginan-penghangatan, di dalam jaringan ovarium masih terdapat folikel-folikel dengan kondisi morfologis yang baik, meskipun proporsinya menurun secara signifikan. Folikel-folikel tersebut bertahan terhadap kerusakan kriogenik akibat pemaparan ke larutan yang mengandung krioprotektan tinggi dan proses vitrifikasi dalam nitrogen cair.

10 37 Tabel 5. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah pendinginan-penghangatan Tahap perkembangan Perlakuan Primordial Primer Sekunder Antral Kontrol a 5893 a 573 a 16 a Ekuilibrasi b 3913 b 370, b 4 b Ekuilibrasi c 3015 c 265 c 0 c Ekuilibrasi c 2419 d 275 c 0 c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) SIMPULAN Preservasi ovarium domba sampai 24 jam pada suhu -20 o C, suhu kamar, dan 5 o C menurunkan jumlah folikel dengan morfologi normal, penyimpanan pada suhu 5 o C memberikan hasil lebih baik. Folikel-folikel primordial mampu mempertahankan keutuhan morfologinya lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Hasil vitrifikasi terbaik diperoleh pada jaringan ovarium yang dipaparkan dalam larutan ekuilibrasi selama 10 menit. DAFTAR PUSTAKA Barros LF, Hermosilla T, Castro J Necrotic volume increase and the early physiology of necrosis. Comp Biochem Physiol 130: Blumenfeld Z, Shapiro D, Shteinberg M, Avivi I, Nahir M Preservation of fertility and ovarian function and minimizing gonadotoxicity in young women with systemic lupus erythematosus treated by chemotherapy. Lupus 9: Carvalho FCA, Lucci CM, Silva JRV, Andrade ER, Bao SN, et al Effect of Braun-Collins and Saline solutions at different suhus and incubation times on the quality of goat preantral follicles preserved in situ. Anim. Reprod Sci 66: Chen SU, Chien CL, Wu MY, Chen TH, Lai SM, et al Novel direct cover vitrification for cryopreservation of ovarian tissues increases follicle viability and pregnancy capability in mice. Hum Reprod 21(11):

11 38 Donnez J, Martinez-Madrid B, Jadoul P, Van Langendonckt A, Demylle D, et al Ovarian tissue cryopreservation and transplantation: a review. Hum Reprod Update 12 (5): Fair T, Hulshof SCJ, Hyttel P, Greve T, Boland Nucleus ultrastructure and transcriptional activity of bovine oocytes in preantral and early antral follicles. Mol Reprod Dev 46: Fuller B, Paynter S Fundamentals of cryobiology in reproductive medicine. Reprod Biomed Online 9: Hovatta O Methods for cryopreservation of human ovarian tissue. Reprod Biomed Online 10: Hyttel P, Fair T, Callensen H, Greve T Oocyte growth, capacitation and final maturation in cattle. Theriogenology 47: Jewgenow K, Penfold LM, Meyer HHD, Wildt DE Viability of small preantral ovarian follicles from domestic cats after cryoprotectant exposure and cryopreservation. J Reprod Fertil 112: Kenney LB, Laufer MR, Grant FD, Grier H, Diller L High risk of infertility and long term gonadal damage in males treated with high dose cyclophosphamide for sarcoma during childhood. Cancer 91: Kiernan JA Histological & Histochemical Methods: Theory & Practice. Second Edition. Pergamon Press, England. Lima GL, Costa LLM, Cavalcanti DMLP, Rodrigues CMF, Freire FAM et al Short-term storage of canine preantral ovarian follicles using a powdered coconut water (ACP1)-based medium. Theriogenology doi: / j.theriogenology Lopes CAP, Santos RR, Celestinoa JJH, Meloa JAP, Chaves RN et al Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium and time. Anim Reprod Sci 115: Lucci CM, Kacinskis MA, Rumpf R, Bao SN Effects of lowered suhues and media on short-term preservation of zebu (Bos indicus) preantral ovarian follicles. Theriogenology 61: Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, et al Effects of storing pig ovaries at 4 or 20 o C for different periods of time on the morphology and viability of pre-antral follicles. Reprod Dom Anim 42:

12 39 Myers M, Britt KL, Wreford NGM, Ebling FJP, Kerr JB Methods for quantifying follicular numbers within the mouse ovary. Reproduction 127: Nandi S, Kumar VG, Ramesh HS, Manjunatha BM, Gupta PSP Isolation and culture of ovine and bubaline small and large pre-antral follicles: Effect of cyclicity and presence of a dominant follicle. Reprod Dom Anim 44: Newton H, Fisher J, Arnold JR, Pegg DE, Faddy MJ, Gosden RG Permeation of human ovarian tissue with cryoprotective agents in preparation for cryopreservation. Hum Reprod 13: Oktay K, Karlikaya GG, Aydin BA. Ovarian cryopreservation and transplantation: basic aspects. Mol Cell Endocrinol 2000;169: Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R Ovarian tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Hum Reprod 23 (3 ): Pickering SJ, Braude PR, Johnson MH, Cant A, Currie J Transient cooling to room temperature can cause irreversible disruption of the meiotic spindle in the human oocyte. Fertil Steril 54: Picton HM, Harris SE, Muruvi W, and Chambers EL The in vitro growth and maturation of follicles. Reproduction 136: Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A Preservation, isolation, and developmental competence in vitro of ovine preantral follicles. Proceedings The First Congress of SEAVSA. Bogor July Russell DL, Robker RL Molecular mechanisms of ovulation: coordination through the cumulus complex. Hum Reprod Update 13(3): Santos SSD, Biondi FC, Cordeiro MS, Miranda MS, Dantas JK, et al Isolation, follicular density, and culture if preantral follicles of buffalo fetuses of different ages. Anim Reprod Sci 95: Silva JRV, Lucci CM, Carvalho FCA, Bao SN, Costa SHF, Santos RR, Figueiredo JR effect of coconut water and Braun-Collins solutions at different suhues and incubation times on the morphology of goat preantral follicles preserved in vitro. Theriogenology 54: Smitz J, Cortvrindt R, Van Steirteghem AC Normal oxygen atmosphere is essential for the solitary longterm culture of early preantral mouse follicles. Mol Reprod Dev 45:

13 40 Tauchmanova L, Selleri C, De Rosa G, Pagano L, Orio F, Lombardi G, Rotoli B, Colao A High prevalence of endocrine dysfunction in longterm survivors after allogeneic bone marrow transplantation for hematologic diseases. Cancer 95: Telfer EE, Gosden RG, Byskov AG, Spears N, Anderson R, et al On regenerating the ovary and generating controversy. Cell 122: Wood TC, Montali RJ, Wildt DE Follicle-oocyte atresia and temporal taphonomy in cold-stored domestic cat ovaries. Mol Reprod Dev 46: Yeoman RR, Wolf DP, Lee DM Coculture of monkey ovarian tissue increases survival after vitrification and slow-rate freezing. Fertil Steril 83:

14 41

15 41 PRESERVASI, ISOLASI DAN KOMPETENSI PERKEMBANGAN IN VITRO FOLIKEL PREANTRAL DOMBA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mempelajari hasil isolasi folikel dari metode isolasi yang berbeda dan kompetensi tumbuh folikel pasca preservasi pada kultur in vitro. Pada eksperimen pertama dilakukan percobaan isolasi folikel dari ovarium segar secara mekanik dan enzimatik. Potongan cortex ovarium berukuran ± 1 mm 3 diinkubasi dalam collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2) masing-masing selama 15, 30, 45, dan 60 menit. Folikel-folikel dari cacahan jaringan cortex juga diisolasi secara mekanik (M) menggunakan jarum 26G. Hasil isolasi dari ketiga perlakuan diamati dibawah mikroskop menggunakan pembesaran obyektif 40 kali. Eksperimen kedua, folikel-folikel preantral diisolasi pada ovarium segar (kontrol), ovarium yang disimpan pada suhu 5 o C selama 24 jam (T5-24), 48 jam (T5-48), dan 72 jam (T5-72) dan jaringan cortex hasil vitrifikasi (V). Folikel-folikel berukuran µm dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) sampai ovulasi. Eksperimen pertama menunjukkan bahwa hasil isolasi folikel lebih banyak pada C1 dan C2 dibandingkan M (P<0,05), tetapi M memberikan jumlah folikel utuh lebih banyak dari C1 dan C2 (P<0,05). Pada eksperimen kedua perkembangan folikel sampai ovulasi pada T5-24 tidak berbeda dengan control (P<0,05) dan lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Jumlah folikel hasil vitrifikasi yang mencapai ovulasi lebih rendah dibandingkan kontrol (P<0,05). Perlakuan T5-48 masih menghasilkan folikel yang mencapai ovulasi tetapi T5-72 tidak terdapat folikel yang tumbuh sampai ovulasi. Kata-kata kunci: isolasi folikel, preservasi folikel, kultur folikel, domba ABSTRACT The study was conducted to examine the number and quality of ovine follicles isolated by different methods and post-preservation developmental competence of follicles cultured in vitro. First experiment, follicles isolated from fresh ovaries both mechanically and enzymatically. Ovarian cortex was sliced into ±1 mm 3 cube and incubated in collagenase 1 mg/ml (C1) or collagenase 2 mg/ml (C2) for 15, 30, 45, and 60 minutes. Mechanical isolation (M) held by chopping the cortex tissue into slices using sterile scalpel, then individual follicles were harvested using 26 G needle. All follicles isolated were observed under light microscope. Second experiment, preantral follicles were isolated from a) fresh

16 42 ovaries (control), ovaries were stored at 5 o C for: b) 24 h (T5-24), c) 48 h (T5-48), d) 72 h (T5-72), and vitrified cortex tissue (V). Preantral follicles ( µm) cultured in αmem supplemented by 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh and ITS (consist of 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) up to ovulation stage. Experiment I shown that C1 and C2 yielded more (P<0.05) follicles than M, even though M gave more (P<0.05) intact follicles than C1 and C2. Follicle development up to ovulation of T5-24 was equal to control and better (P<0.05) compared with other treatments. Follicles harvested from vitrified cortex tissue (V) had lower (P<0.05) developmental competence in vitro than control. Ovarium preserved at 5 o C for 48 h resulted in a less number of follicles that reach ovulation stage than others. However, no follicle isolated from T5-72 that developed to ovulation stage. Key words: follicles isolation, preservation, in vitro culture, ovine PENDAHULUAN Preservasi ovarium diperlukan mengingat sifat ovarium sebagai material biologis yang mudah rusak sedangkan potensi folikel didalamnya sangat banyak, pada domba jumlahnya berkisar folikel per ovarium (Rosadi et al. 2010). Preservasi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bermanfaat dalam mempertahankan cadangan folikel untuk produksi oosit. Dari oosit matang yang diperoleh dapat diproduksi embrio in vitro yang selanjutnya diproses lebih lanjut sampai menghasilkan anak. Dalam bidang medis, keuntungan in vitro maturation, fertilization, and culture (IVMFC) mencakup biaya obat-obatan yang lebih rendah dan mencegah sindroma hiperstimulasi ovarium, serta resiko teoritis terapi gonadotropin yang memicu kanker ovarium (Whittemore 1994). Upaya-upaya menurunkan dosis dan prekuensi stimulasi gonadotropin pada reproduksi berbantuan terus dilakukan, IVMFC memudahkan pencapaian tujuan tersebut (Gosden et al. 2002, Amorim et al. 2009). Angka kebuntingan setelah IVMFC mencapai 30% pada beberapa pusat pelayanan bayi tabung (Chian et al. 2000), tetapi hal ini adalah tahap awal dalam praktek IVF. Cadangan oosit potensial terdapat dalam folikel-folikel kecil yang ada di ovarium. Dengan ambang deteksi sonografi 3 mm terdapat ratusan folikelfolikel antral dan preantral kecil dalam ovarium, tetapi folikel-folikel tersebut

17 43 membutuhkan banyak tenaga untuk dikoleksi dan mudah rusak (Gosden et al. 2002). Penelitian pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 o C sampai 72 jam dapat mempertahankan keutuhan morfologis folikel preantral domba. Vitrifikasi dengan pemaparan jaringan cortex domba ke larutan ekuilibrasi selama 10 menit mampu mempertahankan folikel-folikel preantral dengan morfologi normal. Sejauh ini, informasi mengenai perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi masih terbatas (Nandi et al. 2009, Picton et al. 2008). Penelitian ini bertujuan menyelidiki kompetensi perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi ovarium pada suhu 5 o C dan vitrifikasi jaringan cortex. METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam NaCl fisiologis, dicelupkan selama 5 detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan NaCl fisiologis tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak dalam perlakuan penyimpanan yaitu suhu 5 o C selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm 3. PBS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% FCS (Sigma, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) EG (Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) DMSO (AnalaR, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15%

18 44 DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis. Potongan jaringan lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair. Kultur Jaringan Cortex Ovarium Pasca Vitrifikasi Penghangatan jaringan cortex ovarium dilakukan dengan cara dikeluarkan dari nitrogen cair kemudian dihangatkan dalam suhu ruang pada medium sukrosa dengan konsentrasi bertingkat 0,5 M; 0,25 M; dan 0,125 M masing-masing selama 5 menit. Potongan jaringan dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan 3-4 potongan jaringan, di bagian atas ditutup dengan mineral oil. Inkubasi berlangsung dalam suhu 38,5 o C, kondisi udara 5% CO 2 selama 6 hari. Sebanyak 50% dari volume medium diganti setiap hari. Isolasi Folikel Secara Mekanik Folikel-folikel individual diisolasi dari potongan jaringan cortex pasca vitrifikasi setelah kultur in vitro 6 hari, dari ovarium utuh segar, dan ovarium utuh setelah penyimpanan pada suhu 5 o C selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perbedaan kualitas folikel yang dihasilkan dari metode mekanik dan enzimatik dilihat dari hasil isolasi folikel dari ovarium utuh. Untuk isolasi secara mekanik, ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Bagian cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya jaringan cortex dicacahcacah sekecil mungkin. Folikel dipisahkan secara individual dari cacahan jaringan cortex dengan jarum 26 G dalam petri kaca berisi medium isolasi. Folikel-folikel yang diperoleh dikumpulkan, dicuci 3 kali dalam medium isolasi dan diobservasi. Selanjutnya dikultur dalam medium αmem ditambah 5% FCS pada 38,5 o C, 5%

19 45 CO 2 selama 2 jam. Folikel-folikel kemudian diseleksi berdasarkan karakteristik sebagai berikut:1) utuh, struktur folikel bulat dengan satu atau lebih lapis sel-sel granulosa, 2) membrana basalis utuh dengan sel-sel theca yang melekat, 3) mempunyai diameter µm, 4) oosit belum matang, bulat dan berada di tengah-tengah folikel. Folikel-folikel yang memenuhi kriteria dipakai untuk kultur in vitro. Isolasi secara mekanik juga dilakukan pada jaringan cortex hasil vitrifikasi Isolasi Folikel Secara Enzimatik Ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Jaringan cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran ± 1 mm 3. Potonganpotong cortex ovarium berukuran ± 1 mm 3 dimasukan tabung eppendorf 1,5 ml berisi medium (α-mem + 1 % FCS + 50 µg/ml) mengandung collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2). Setiap tabung diisi 5 potongan cortex. Tabung-tabung berisi potongan cortex diinkubasi pada suhu 38,5 o C selama 60 menit. Setiap 15 menit jaringan diamati dan dilakukan pemipetan medium isolasi secara berulang. Setelah inkubasi, potongan-potongan jaringan cortex dipindahkan kedalam cawan petri berisi medium isolasi ditambah 20% FCS. Sambil diamati dibawah mikroskop folikel-folikel yang masih menempel dengan jaringan dipisahkan secara individual dengan jarum 26 G. Folikel-folikel dikumpulkan dalam satu cawan petri untuk diidentifikasi. Kultur Folikel In Vitro Folikel-folikel yang sudah terseleksi dikultur dalam medium αmem disuplementasi 5% FCS, 100 miu/ml r-fsh dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan diatasnya ditutupi dengan mineral oil untuk mencegah evaporasi dan fluktuasi ph serta suhu yang berlebihan. Setiap sumur diisi 4-5 folikel. Inkubasi berlangsung pada suhu 38,5 o C, kondisi udara 5% CO 2 sampai mencapai tahap ovulasi. Setengah

20 46 dari volume medium diganti setiap dua hari. Untuk mencegah perlekatan sel-sel folikel ke dasar cawan kultur, setiap hari cawan kultur digoyang-goyang perlahan. Setelah 15 hari medium diganti dengan medium kultur ditambah 5 ng/ml EGF dan 1,5 IU/ml r-lh. Observasi morfologi dari setiap folikel dilakukan setiap hari. Diameter folikel diukur lapisan luar sel theca menggunakan mikrometer okuler setiap 2 hari. Pada hari kedua kultur, kemungkinan perlekatan folikel dicatat jika folikel membentuk lapisan tunggal sel-sel mirip fibroblast di dasar cawan, tetapi folikelfolikel ini di lepaskan kembali dari perlekatannya secara mekanik. Folikel dianggap tetap hidup sepanjang oosit kontak dengan sel-sel granulosa. Degenerasi folikel ditandai kegagalan sel-sel granulosa untuk replikasi, pelepasan oosit atau kolaps. Folikel-folikel seperti itu dianggap mati dan dikeluarkan dari percobaan. Pengamatan Diameter dan Maturasi Oosit Kultur dilakukan selama maksimum 24 hari atau sampai folikel mencapai tahap ovulasi. Oosit yang diperoleh dilepaskan dari sel-sel kumulus dengan inkubasi dalam larutan hyaluronodase 0,2% (dalam PBS + 1% FCS) selama 5 menit kemudian dipipet berulang. Diameter oosit hasil ovulasi diukur, sebagai pembanding diameter oosit awal kultur diambil dari ukuran oosit dari folikelfolikel dengan ukuran µm pada preparat histologis. Oosit kemudian diinkubasi dalam medium yang mengandung 1 μg/ml Hoescht selama 10 menit. Oosit diamati dibawah mikroskop fluorosence. Oosit yang matang (tahap metaphase II) ditandai dengan adanya dua inti yang terwarnai. Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver 17.0.

Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba

Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba Jurnal Veteriner Juni 2011 Vol. 12 No. 2: 91-97 ISSN : 1411-8327 Preservasi Ovarium dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Folikel Domba (THE OVARY PRESERVATION AND ITS EFFECT ON THE MORPHOLOGY OF EWE FOLLICLES)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI

PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI PRESERVASI OVARIUM, ISOLASI DAN KULTUR FOLIKEL IN VITRO PADA DOMBA BAYU ROSADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI 2004 Retno Prihatini Makalah Pribadi Posted: 20 December 2004 Pengantar ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Tanggal 1 Desember 2004 Pengajar: Prof.Dr.Ir.Rudy C.

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE S.N Rahayu dan S. Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 1: 15-19, Januari 2013 Penelitian Kualitas Morfologi Oosit Sapi Peranakan Ongole yang Dikoleksi secara In Vitro Menggunakan Variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Ovarium merupakan bagian organ reproduksi wanita, yang memproduksi hormon dan berisi folikel yang akan dirilis untuk tujuan reproduksi (Katz et al, 2007). Kerusakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL

PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL THE EFFECT OF OVARY PRESERVATION TIME ON FOLLICLE DIAMETER AND OOCYTE QUALITY OF LOCAL SHEEP Nurul Ikhwan*, Nurcholidah

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL The Effect of the Follicle Size and Follicle Number Per Ovary on Oocyte Quality of Local Goat Arman Sayuti 1, Tongku Nizwan

Lebih terperinci

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1 JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1 Perubahan Ukuran Folikel Ovarium dan Kualitas Oosit pada Ovarium Domba Lokal Pasca Preservasi dengan Waktu yang Berbeda. (The Changes of Ovarian Follicles Size

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun 14 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Pengaruh Corpus Luteum Dan Folikel Dominan Terhadap Kualitas Morfologi Oosit Sapi Bali-Timor (Influence Of Corpus Luteum And Dominan Follicle On Oocyte Morphology Of Bali-Timor Cattle) Hermilinda Parera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium

TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium 6 TINJAUAN PUSTAKA Preservasi Ovarium Preservasi jangka pendek ovarium diperlukan untuk transportasi ovarium, terutama jika lokasi sumber ovarium jauh dari laboratorium. Teknik penyimpanan ovarium jangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi reproduksi manusia telah berkembang sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. Ruang lingkup teknologi reproduksi antara lain meliputi fertilisasi in

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

SITOSKELETON OOSIT SAPI PASCA VITRIFIKASI MENGGUNAKAN KRIOPROTEKTAN ETILEN GLIKOL

SITOSKELETON OOSIT SAPI PASCA VITRIFIKASI MENGGUNAKAN KRIOPROTEKTAN ETILEN GLIKOL Sri Wahjuningsih SITOSKELETON OOSIT SAPI PASCA VITRIFIKASI MENGGUNAKAN KRIOPROTEKTAN ETILEN GLIKOL Cytoskeleton of Bovine Oocytes after Vitrification Using Ethylene Glycol Cryoprotectant Sri Wahjuningsih

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK (Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 C SELAMA TUJUH HARI DHENOK MARIA ULVA

GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK (Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 C SELAMA TUJUH HARI DHENOK MARIA ULVA GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM KUCING DOMESTIK (Felis catus) YANG DISIMPAN PADA SUHU 4 C SELAMA TUJUH HARI DHENOK MARIA ULVA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK Beni,V, Marhaeniyanto, E 2) dan Supartini, N Mahasiswa PS Peternakan, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN

REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN *Ciptadi, G., **Budi Siswanto, ***Sri Rahayu, ****M. Z.Fadli dan ****N. Humaidah***

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2006, VOL. 6 NO. 2, 145 149 Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) Nurcholidah Solihati, Tita Damayanti Lestari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

HASIL. Medium V3+ embrio

HASIL. Medium V3+ embrio 3 (PBS + 20% serum + 10% etilen glikol) selama 10-15 menit. Lalu embrio dipindahkan kedalam medium vitrifikasi (PBS + 20% serum + 0.5 M sukrosa + 15% etilen glikol + 15% DMSO) selama 30 detik, kemudian

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301101 Tanggal : Mengganti nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi ZAITUNI UDIN¹, JASWANDI¹, TINDA AFRIANI¹ dan LEONARDO E. 2 1 Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus

Lebih terperinci

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Teguh Suprihatin* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Subjek Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah C. albicans yang diperoleh dari usapan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan 1. Latar Belakang Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan penyediaan bibit berkuaiitas tinggi meialui penerapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2 Perbandingan Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Pasca Maturasi In Vitro dengan Penambahan Serum Buatan 10 % dan Fetal Bovine Serum 10 % (Comparison Nuclear Maturation of Bovine Oocyte after In Vitro Maturation

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi TINJAUAN PUSTAKA Superovulasi Superovulasi adalah usaha meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan dengan stimulasi hormon. Superovulasi pada mencit dapat dilakukan dengan menyuntikkan hormon gonadotropin

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium

Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium (Nuclear maturity of bovine oocyte after 24 hours ovary preservation) Rini Widyastuti 1 dan Siti Darodjah Rasad 1 1 Laboratorium Reproduksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,

Lebih terperinci