EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA. Agus Miftahus Surur* Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA. Agus Miftahus Surur* Abstract"

Transkripsi

1 EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA Agus Miftahus Surur* Abstract Surabaya city with the complexity of the problems that exist in the rate of urbanization increases every year to make the housing needs in urban areas, while the availability of land becomes scarce increasingly. In order to answer that problem, the government realizes Rusunawa program. Effectiveness of research management of Rusunawa found that there is an aspect that often gets less attention, namely the maintenance of the building. Whereas in a building management, the most important thing is the maintenance of the building itself. The value of an investment in the building will look when the building can be controlled quality, both physical and non physical. From the aspect of service, UPTB provides better service to the community residents and prospective residents, and UPTB has not been effective in terms of service. Aspects of supervision as a function of control to the environment, related to environmental safety; environmental hygiene; the usability of the building; vertical and imaging environment is still less effective. Keyword: effectiveness, rusunawa, Surabaya Latar Belakang Seiring dengan semakin padatnya jumlah penduduk yang bermukim di Kota Surabaya, menyebabkan lahan semakin langka. Kelangkaan ini menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpenghasilan menengah-bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru. Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah-bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, maka direncanakan suatu pembangunan hunian secara vertikal, berupa Rumah Susun (Rusun). Dengan pembangunan Rusun di pusat-pusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat 53

2 mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan Rusunawa yang lebih efisien dan efektif. Upaya percepatan pembangunan Rusunawa (Rumah Susun Sederahana Sewa) yang tidak jauh dari pusat aktivitas masyarakat, khusunya di kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 jiwa, diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, peningkatan efisiensi penggunaan tanah sesuai peruntukan dan tata ruang, serta dapat meningkatkan daya tampung, mobilitas, produktivitas, dan daya saing kota Pembangunan rumah susun sederhana sewa adalah salah satu pelaksanaan program peremajaan kota untuk penanganan permukiman kumuh perkotaan. Program ini bagian dari perhatian pemerintah untuk membantu masyarakat miskin perkotaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu perumahan. Pemerintah membentuk perwakilan yang dinamakan Unit Pelayanan Teknis (UPT), yang bertugas menangani dan mengelola kegiatan sehari-hari, kontrak penghunian, dan pemeliharaan rumah susun. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah efektifitas pengelolaannya, karena apabila tidak maka persoalan baru justru akan timbul seiring dengan tingginya tingkat hunian. Gejala yang berkembang menunjukkan bahwa banyak rumah susun tidak dikelola dengan baik, dampaknya penurunan kualitas, fasiltas, teknik dan sosial. Rumah susun sederhana sewa pemerintah bertambah buruk dan semakin menurun dalam pengelolaan operasional dan pemeliharaan. Tujuan Penelitian Tujuan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pengelolaan Rusunawa 2. Menganalisis peran penghuni dan pengelola (UPT) sebagai instrumen dalam menciptakan lingkungan rusun yang nyaman 3. Menganalisis hubungan faktor-faktor yang menimbulkan konflik dalam ruang publik 4. Merekomendasikan tentang arahan kebijakan dalam pengelolaan Rusunawa oleh UPT sehingga UPT dapat menjadi instrument pengendalian Metode Penelitian Penelitian ini didasarkan pada paradigma positivisme dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: survey lapangan, pengamatan, dan wawancara. 54 Ebis, Volume 03 Nomor

3 Analisis dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif untuk mengungkapkan gejala yang ada dengan penekanan kondisi sosial ekonomi, tingkat partisipasi penghuni, efektifitas UPT Landasan Teori Teritorialitas Menurut Victor Hugo, (Sommmer, Robert, Personal Space : The Behavioral Basic of Design, Pretince Hall Inc, New Jersey, 1969) Every man a property owner, no one master, Yang dapat diartikan bahwa setiap orang memiliki daerah pribadi, atau disebut sebagai teritori. Sedangkan teritorialitas adalah perilaku pengakuan suatu daerah oleh individu yang akan dilindungi dari gangguan dari individu lain (Edwart T. Hall dalam buku The Hidden Dimension, Behaviour by which an organisn characteristically lays claim to an area and defend it against member of its species.. Gary T. Moore, Environment Behaviour Studies dalam buku Introduction to Architecture(1979) menyatakan 5 (lima) hal yang berkenaan dengan objek-objek, tempat-tempat, wilayah geografis yang ukuran luasnya tidak tertentu dan karateristik teritori sebagai berikut: 1. Teritori mempunyai bentuk misalnya benda, mainan, kursi, kamar, rumah sampai Negara. 2. Teritori menyangkut masalah kepemilikan/ kendali terhadap penggunaan suatu tempat/ objek. 3. Pemilik teritori akan memberikan identitas dirinya dengan menggunakan simbol-simbol ataupun benda-benda sebagai tanda. 4. Teritori dapat dikuasai, dimiliki atau dikendalikan oleh seorang individu ataupun kelompok-kelompok. 5. Teritori berhubungan dengan kepuasan terhadap kebutuhan/ dorongan atas status. Teritori umum terbagi dalam 3 (tiga) tipe: a. Yang dapat disewa. Kendalinya terjadi pada waktu penggunaannya, jika waktunya sudah habis, maka pemakaiannya harus berhenti. b. Secara bergantian, dalam hal ini menyangkut aturan pakainya, yaitu merupakan akses terhadap tujuan misalnya bergantian menggunakan lapangan olah raga dan sebagainya. c. Ruang terpakai, menyangkut daerah sekeliling, yang secara sementara dianggap di bawah kendalinya (seperti pada rumah susun) 55

4 Perilaku Ruang Publik Menurut Myers (1983), rancangan desain dan struktur bangunan dapat menciptakan perubahan besar secara psikologis. Oleh sebab itu rancangan desain rumah susun dapat menimbulkan perilaku bagi penghuninya terutama terhadap adanya ruang public. Selanjutnya bahwa Rumah Susun sebagai rumah, dapat diartikan suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan pada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat (Sarlito W, dalam Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, 1984 : 145). Tingkatan kebutuhan manusia akan rumah dari tingkat terbawah ke atas, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri atau kehormatan, dan aktualisasi diri merupakan jenis kebutuhan yang perlu disediakan oleh suatu rumah (Maslow dan Kurt Goldstein, 1986). Pemanfaatan (Efektifitas) Ruang Publik Weilman & Leighton (1979) berpendapat bahwa ruang publik merupakan kebutuhan ruang yang berfungsi sebagai ruang sosial, yaitu sebagai salah satu kebutuhan pokok pemukim untuk mengembangkan kehidupan bermasyarakat. Disamping itu ruang publik dapat membangkitkan hasrat penghuni menjadi satu komunitas, sehingga dapat dikondisikan sifat pemakaian, pemeliharaan dan pengawasan secara bersama Newman, (1990) Lebih lanjut ruang publik dapat digunakan sebagai sarana penambah penghasilan serta aktivitas sosial rumah lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan sosial tersebut, bentuk rancangan ruang publik dapat berfungsi untuk kegiatan ekonomi penghuninya (Herlianto, 1986 : 86), dan fasilitas lingkungan sebagai pengikat antar kelompok akan lebih efisien fungsinya, jika berada di batas antar kelompok, artinya ruang publik dapat berfungsi sebagai pengikat antar kelompok unit hunian, yang pada akhirnya berfungsi juga sebagai interaksi sosial. (Christopher Alexander,1977). Ruang publik dilingkungan perumahan menjadi sarana penghuni rumah untuk lebih banyak beraktivitas di luar rumah, karena sebagian dari mereka tinggal dirumah-rumah sempit kota dan pada masyarakat golongan menengah kebawah ruang publik juga dijadikan sarana menambah penghasilan (Herlianto,1986). Jadi pada dasarnya perilaku pemanfaatan ruang bersama di rumah susun harus dapat membentuk penghuninya menjadi satu komunitas yang dinamis. Seperti di katakan Newman(1990) untuk membentuk satu 56 Ebis, Volume 03 Nomor

5 komunitas perlu rancangan ruang publik yang memberi keleluasaan penghuni untuk saling berkomunikasi. Pembahasan A. Analisis Kinerja UPT 1. Aspek Kelembagaan Dalam melakukan analisis terhadap kelembagaan UPT Pengelola Rusun, dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan sumber daya manusia pegawai dan koordinasi yang dilakukan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Penilaian dilakukan oleh masyarakat, dalam hal ini responden dengan hasil penilaian yang tercermin dalam tabel-tabel berikut ini. TABEL 5.1 PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP KEMAMPUAN SDM UPT Koordinasi Lembaga Frequensi Persentase Baik Kurang Koordinasi Tumpang Tindih Total Sumber : Analisis Pelaksanaan koordinasi sebagai salah satu mekanisme pelayanan yang dilakukan dalam pengelolaan, menurut penilaian responden belum dilakukan dengan baik. Sebanyak 41,7% responden masih menganggap bahwa belum atau tidak terlihat koordinasi yang baik dilakukan oleh UPT. Demikian juga yang menilai masih adanya tumpang tindih, yakni 20%, dalam melakukan kajian dalam pertimbangan penentuan kebijakan. Sedangkan yang mengatakan koordinasi telah dijalankan dengan baik hanya sebesar 38,3%. Dari data ini dapat dikatakan bahwa secara umum koordinasi dalam pelayanan UPT masih perlu dilakukan peningkatan kinerjanya. Bisa dikatakan 61,7% menganggap koordinasi masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Dengan melihat dua kinerja kelembagaan tersebut, yaitu sumber daya manusia pegawai dan koordinasi yang dilakukan, maka secara garis besar kinerja kelembagaan masih belum baik. Hal ini didasarkan pada penilaian terhadap kemampuannya yang sebagian besar atau 70% responden menilai belum dilakukan secara profesional dan sebesar 61,7% responden menilai pelaksanaan 57

6 koordinasinya belum dijalankan dengan baik dan adanya tumpang tindih antar sub unit kerja. 2. Aspek Pelayanan Menilai kinerja UPT dilakukan dengan menganalisis segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaannya itu sendiri. Dalam hal ini dilakukan atas penilaian kinerja pelayanan, mekanisme atau prosedurnya, transparansi dan sosialisasi kepada masyarakat. Berdasarkan hasil survei terhadap sampel yang dipilih, maka didapat hasilnya sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel berikut. TABEL 5.2 PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PELAYANAN UPTB Pelayanan UPT Frequensi Persentase Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Tidak Profesional Total Sumber: Hasil Analisis Kinerja pelayanan UPT menurut penilaian responden masih menunjukkan kenyataan yang kurang memuaskan. Dari sampel yang di survei sebanyak 60% responden mengatakan pelayanan dinilai kurang memuaskan, 1,7% tidak memuaskan dan 6,7% yang mengatakan tidak professional. Ketiga kategori ini secara umum menggambarkan pelayanan belum sesuai dengan harapan masyarakat, atau kurang memuaskan. Jika ketiganya digabung menjadi 68,3% menilai pelayanan kurang baik. Hal ini jika dibandingkan dengan yang mengatakan puas hanya sebesar 31,7% saja, sehingga pelayanan UPT masih perlu ditingkatkan. TABEL 5.3 PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP MEKANISME/PROSEDUR Mekanisme/ Prosedur Frequensi Persentase Mudah Seleksi Ketat Lama Total Sumber : Analisis 58 Ebis, Volume 03 Nomor

7 Sedangkan mekanisme atau prosedur yang harus dilalui oleh seorang calon penghuni, berdasarkan tabel di atas sebagian besar responden menilai bahwa permohonan membutuhkan waktu yang lama, yaitu 58,3% atau separuh lebih. Senada dengan hal tersebut 28,3% responden juga mengatakan mekanisme penggunaan berlaku seleksi ketat, tentu saja hal ini berhubungan juga dengan waktu penyelesaian yang juga bertambah lama pula. Jika dibandingkan dengan jumlah responden yang menilai prosedur mudah dan tepat waktu, yang hanya 13,3%, maka sebagian besar masih menganggap mekanisme masih perlu dipersingkat waktunya agar tidak lama. 86,7% responden mengatakan waktu penyelesaian lama dan berbelit, dua hal yang sama. Dengan kenyataan seperti ini maka perlu dilakukan langkahlangkah perbaikan agar permohonan menempati rusun tidak memakan waktu yang lama dan lebih disederhanakan. Perlu adanya penyusunan kembali standart pelayanan yang berkaitan dengan izin penggunaan rusun sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, yakni waktu lebih diipersingkat dan tidak lama. TABEL 5.4 PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP TRANSPARANSI PROSEDUR Transparansi Prosedur Frequensi Persentase Publikasi Luas Publikasi Terbatas Kurang Bisa Diketahui Tidak Bisa Diketahui Total Sumber : Analisis Tabel di atas menunjukkan bahwa, dilihat dari sisi transparansi prosedur sebagian besar mengatakan dengan mudah dapat diketahui dan dilihat di papan informasi, dalam hal ini terdapat di kantor pelayanan UPT. Sebanyak 36,7% responden mengatakan prosedur izin bisa dengan jelas dilihat di papan infromasi atau media secara luas. Demikian juga sebesar 36,7% mengatakan bisa diketahui dengan bertanya atau melalui pegawai UPT. Hanya 23,3% dan 3,3% saja yang merasa prosedur perizinan kurang bisa diketahui atau sulit diketahui. Dalam kasus seperti ini dimungkinkan yang bersangkutan enggan untuk mencari informasi atau bertanya. 59

8 Dengan kondisi seperti ini maka bisa dikatakan dari segi transparansi prosedur sudah baik diinformasikan kepada masyarakat. 3. Aspek Pengawasan Pengawasan merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dari semua kegiatan. Pengawasan dilaksanakan, salah satunya, guna meminimalkan pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi pada masyarakat di lingkungan rusun. Demikian juga pengawasan dalam pelaksanaan aturan/himbauan pada ruang publik. Hal ini perlu untuk mengetahui sejauhmana kebijakan ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pengawasan dilakukan agar tujuan keselarasan lingkungan dapat berlaku adil bagi penghuni rusun. Dalam hal ini kinerja pengawasan oleh UPT dinilai dengan melihat tanggapan responden terhadap pelaksanaan pengawasan terhadap aturan yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil survei maka penilaian responden dapat dijelaskan dalam tabel-tabel dan uraian di bawah ini. TABEL 5.5 PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PENGAWASAN ATURAN RUANG PUBLIK Pengawasan Frequensi Persentase Terhadap Aturan/Himbauan Jika Terjadi Pelanggaran Tidak Ada Pengawasan Total 60 Sumber : Analisis 100 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pengawasan tidak dilaksanakan dengan baik. Sebanyak 58,3% responden menjawab bahwa pengawasan tidak pernah dilaksanakan. Sedangkan 25% mengatakan pengawasan hanya dilakukan apabila terjadi pelanggaran. Hal ini berarti pengawasan dilaksanakan setelah terjadinya pelanggaran, bukan merupakan tindakan preventif yang seharusnya dilaksanakan. Sisanya 16,7% menjawab bahwa pengawasan hanya dilakukan pada masalah pembayaran, yang nota bene merupakan substansi pengelolaan, yang tentunya sudah sesuai peraturan yang berlaku. Di sisi lain pengawasan secara rutin terhadap pengamanan dan perawatan gedung tidak dilakukan. Dengan gambaran tersebut 60 Ebis, Volume 03 Nomor

9 dapat dikatakan bahwa pengawasan belum berjalan secara baik. Hal tersebut menunjukkan, masih banyak penghuni yang kurang mengindahkan himbauan karena pengawasan yang terlalu longgar. Perilaku akan semakin tidak terkontrol dengan sistem pengawasan yang terkesan apa adanya dan dianggap tidak terlalu penting. B. Efektifitas Pengelolaan Efektifitas pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya dapat dilihat dari kinerja organisasi pengelola rusun yaitu UPTB selama ini. 1. Kinerja Organisasi Pengelola Kinerja organisasi yang disampaikan berikut merupakan hasil analisa dari bab sebelumnya. Dari hasil analisa dapat disampaikan beberapa penilaian terhadap kinerja lembaga UPTB dari beberapa aspek yang menyangkut efektifitas pengelolaan terhadap rusunawa. Dari aspek kelembagaan dilakukan penilaian terhadap sumber daya manusia dalam melakukan koordinasi. Kemampuan sumberdaya dalam melakukan koordinasi dinilai masih kurang efektif. Hal ini terlihat dari distorsi dan masih dijumpai adanya overlap (tumpang tindih) dalam penanganan. Seharusnya apabila masing-masing sub unit kerja dapat melakukan tugasnya secara optimal pada masing-masing bidangnya akan lebih efektif. Yang paling banyak terlihat adalah bahwa UPTB di lapangan energinya banyak terserap oleh urusan pendapatan, karena hal ini memang persoalan krusial yang dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan. Dalam hal keamanan relatif tidak menyedot energy unit kerja, sehingga yang tampak adalah pengamanan rutin. Terdapat sebuah aspek yang sering kurang mendapat perhatian, yaitu maintenance gedung. Padahal dalam sebuah pengelolaan bangunan, hal terpenting adalah perawatan gedung itu sendiri. Nilai sebuah investasi bangunan akan tampak apabila gedung dapat terkontrol kualitasnya, baik secara fisik, maupun non fisik. Bangunan rusun yang vertical dan cenderung merosot kualitasnya disebabkan oleh banyak factor, diantaranya lemahnya pengelolaan dalam hal perawatan, kurangnya sosialisasi terhadap hal perawatan kepada penghuni. Sehingga yang tampak adalah kesan kumuh terutama pada koridor belakang bangunan yang memang banyak menjadi tempat meletakkan barang-barang yang tidak seharusnya diletakkan oleh penghuni. Dengan demikian perawatan berkala maupun insidentil oleh pengelola sulit dilakukan karena 61

10 keterbatasan jangkauan. Dan pada sisi lain penghuni yang seharusnya dapat diajak dapat bekerja sama untuk merawat gedung dalam pengertian mencegah atau menghindari pemburukan bangunan kurang dilakukan secara maksimal, sehingga bangunan tidak mempunya kontribusi dalam menambah estetika lingkungan perkotaan, yang ada justru membebani estetika perkotaan. Dari aspek pelayanan dalam pengertian bahwa UPTB memberikan pelayanan kepada masyarakat baik penghuni maupun calon penghuni, UPTB masih belum efektif dalam hal pelayanan. Hal ini dapat diamati pada tidak adanya sosialisasi yang luas terhadap masyarakat calon pengguna. Sehingga informasi mengenai ada tidaknya ruang yang dapat ditempati, syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, dan harga sewa tidak dapat diketahui secara luas oleh calon penghuni. Informasi hanya dapat diketahui melalui petugas UPTB atau bahkan dari para penghuni yang cenderung distorsi. Oleh sebab itu dapat didorong oleh fungsi sekretariat, yang seharusnya sebagai humas UPTB. Dengan demikian maka fungsi pelayanan dapat lebih optimal, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Dan apa yang menjadi sasaran dibangunnya rusun dapat tercapai, yaitu penyediaan rumah tinggal warga menengah bawah. Aspek pengawasan sebagai fungsi control terhadap pelestarian lingkungan, baik menyangkut keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan, daya guna gedung, dan pencitraan lingkungan vertical masih kurang efektif. Fungsi UPTB sebagai lembaga control terhadap penggunaan gedung oleh hunian terasa longgar dalam pengertian bahwa efektifitas lembaga terhadap pencegahan kerusakan bangunan, ketertiban dalam penggunaan ruang public, tata tertib berkehidupan cenderung kurang diperhatikan. Konsep reward dan punishment mungkin dapat dilakukan pada batas-batas normative. Seorang penghuni akan mendapatkan penghargaan apabila bisa menjadi pelopor dalam hal kebersihan, keindahan maupun ketertiban. Sebaliknya diperlukan sanksi terhadap pelanggar aturan yang telah disepakati. 2. Manajemen Pengelolaan Manajemen pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya sesuai dengan ketetapan Walikota Surabaya dikendalikan oleh UPTB dengan pembagian wilayah yang telah ditentukan. Dengan demikian maka optimalisasi manajemen pengelolaan sepenuhnya harus dilakukan oleh UPTB. Sebagai sebuah unit kerja tentu memiliki tugas 62 Ebis, Volume 03 Nomor

11 dan tanggungjawab serta kewenangan yang melekat. Oleh sebab itu diperlukan suatu upaya maksimal untuk mencapai efektifitas pengelolaan. Adapun manajemen pengelolaan yang dapat ditempuh diantaranya melalui pemberdayaan pegawai UPTB dalam beberapa aspek yang dikemukakan sebelumnya. Sehingga tercapai efektifitas pengelolaan dimana sasaran pembangunan rusunawa dapat dicapai. Lembaga UPTB dapat melakukan kerjasama dengan para penghuni rusun dalam menciptakan suasana yang kondusif, terciptanya kondisi take and give dimana para penghuni ikut serta merasa memiliki dan berkepentingan dengan rusun yang dihuninya. Dan sebaliknya demikian bahwa para pengelola rusun tidak hanya merasa bahwa tolok ukur tugas yang hanya diukur dengan keberhasilan setoran uang sewa aja namun lebih dari itu dituntut adanya pengertian bahwa kinerja sesuai dengan arahan akan membuahkan hasil tidak saja kepentingan yang sempit namun ada hal yang lebih besar yaitu tercapainya sasaran pembangunan rusun itu sendiri. Kesimpulan dan Saran Dalam penelitian Efektifitas Pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Kemampuan sumberdaya dalam melakukan koordinasi dinilai masih kurang efektif. Hal ini terlihat dari distorsi dan masih dijumpai adanya overlap (tumpang tindih) dalam penanganan UPTB di lapangan energinya banyak terserap oleh urusan pendapatan, karena hal ini memang persoalan krusial yang dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan Terdapat sebuah aspek yang sering kurang mendapat perhatian, yaitu maintenance gedung. Padahal dalam sebuah pengelolaan bangunan, hal terpenting adalah perawatan gedung itu sendiri. Nilai sebuah investasi bangunan akan tampak apabila gedung dapat terkontrol kualitasnya, baik secara fisik, maupun non fisik. Bangunan rusun yang vertical dan cenderung merosot kualitasnya disebabkan oleh banyak factor, diantaranya lemahnya pengelolaan dalam hal perawatan, kurangnya sosialisasi terhadap hal perawatan kepada penghuni Penghuni yang seharusnya dapat diajak dapat bekerja sama untuk merawat gedung dalam pengertian mencegah atau menghindari pemburukan banguna 63

12 Dari aspek pelayanan dalam pengertian bahwa UPTB memberikan pelayanan kepada masyarakat baik penghuni maupun calon penghuni, UPTB masih belum efektif dalam hal pelayanan Aspek pengawasan sebagai fungsi control terhadap pelestarian lingkungan, baik menyangkut keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan, daya guna gedung, dan pencitraan lingkungan vertical masih kurang efektif Untuk mencapai efeltifitas pengelolaan rusunawa dapat ditempuh saran-saran alternative-alternatif sebagai berikut: Melalui manajemen pengelolaan diantaranya melalui pemberdayaan pegawai UPTB Optimalisasi tugas dan fungsi masing-masing unit kerja dalam UPTB Sekretariat dapat berfungsi sebagai humas UPTB dalam hal publikasi, soaialisasi program dan penyuluhan dalam hal pencegahan pemburukan gedung Pencitraan rusun sebagai bentuk permukiman vertical yang nyaman, dapat diciptakan dengan menjaga keharmonisan hidup sehari-hari para penghuni, dan secara fisik dapat ditampilkan dengan menjaga estetika bangunan Aspek pelestarian lingkungan bangunan gedung hendaknya selalu dijaga mengingat kumpulan masa cenderung dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup Dimungkinkan untuk member reward bagi penghuni yang dapat menjaga keindahan, ketertiban lingkungan dengan penilaian yang standar, dan memberikan punishment bago pelanggar aturan di lingkungan rusun secara normative Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi (1994), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik., Jakarta : Bina Aksara. Munawir, Imam (1998), Metode-metode Penelitian Sosial. Surabaya: Usaha Nasional Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi (1987), Metode Penelitian Survei. Jakarta : Penerbit LP3ES. Nazir, Moh. (1983), Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Hadi, Sutrisno (1984), Metodologi Riset I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. *Agus Miftahus Surur adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sunan Giri Surabaya 64 Ebis, Volume 03 Nomor

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Pengertian Rumah Susun

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Pengertian Rumah Susun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Rumah Susun Pengertian atau istilah rumah susun, kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Kondominium terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT (Studi Pada Pemanfaatan dan Pengendalian Kawasan Budidaya Kota Malang) SKRIPSI Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan jumlah penduduk mungkin bukan sebuah fenomena yang asing di telinga untuk saat ini. Fenomena ledakan jumlah penduduk hampir terjadi di seluruh belahan dunia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA Anis Yuniarta, Winny Astuti, Galing Yudana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 95TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH SUSUN DENGAN KEPUASAN TINGGAL PENGHUNI DI KOTA SURAKARTA Anis Yuniarta, Winny Astuti, Galing Yudana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya proses perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini membawa dampak timbulnya berbagai masalah perkotaan. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi berakibat pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

Efektifitas Ruang Publik di Rumah Susun: Kajian Perilaku Penghuni Rusun Case Study : Rusun Industri Dalam

Efektifitas Ruang Publik di Rumah Susun: Kajian Perilaku Penghuni Rusun Case Study : Rusun Industri Dalam AR. 5151 SOSTEK PERANCANGAN LINGKUNGAN BINAAN Efektifitas Ruang Publik di Rumah Susun: Kajian Perilaku Penghuni Rusun Case Study : Rusun Industri Dalam Program Magister Arsitektur Alur Perumahan & Permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Meningkatnya kebutuhan akan rumah, terbatasnya lahan, serta tingginya nilai lahan menjadi fenomena umum yang terjadi hampir

Lebih terperinci

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia A. Pertumbuhan Penduduk Laju pertambahan penduduk secara nasional tinggi (2,3% per tahun) dan penurunan jumlah jiwa per keluarga dari 4,9 jiwa/keluarga

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI HUNIAN MENJADI FUNGSI KOMERSIAL Studi Kasus: Jln Bintaro Utama 3, Sektor 3 Bintaro Jaya

PERUBAHAN FUNGSI HUNIAN MENJADI FUNGSI KOMERSIAL Studi Kasus: Jln Bintaro Utama 3, Sektor 3 Bintaro Jaya PERUBAHAN FUNGSI HUNIAN MENJADI FUNGSI KOMERSIAL Studi Kasus: Jln Bintaro Utama 3, Sektor 3 Bintaro Jaya Anggraeni Dyah S. Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Budi Luhur Jl. Raya

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR oleh A.A Ngurah Putra Prabawa Marwanto Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG Jesieca Siema, Michael Tedja, Indartoyo Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DAN CIPTA KARYA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DAN CIPTA KARYA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DAN CIPTA KARYA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI DISPERAKIMTAN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI DISPERAKIMTAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DISPERAKIMTAN Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman dan Pertamanan Kota Batam dibentuk Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Penyusunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jakarta merupakan kota yang paling padat penduduknya jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi

Lebih terperinci

KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan

KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan KONSEP OPTIMALISASI BUILDING PERFORMANCE DALAM PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Lokasi Studi : Rumah Susun Sukaramai, Medan By : ROBINHOT JEREMIA LUMBANTORUAN 3208201816 LATAR BELAKANG Rumah susun sebagai

Lebih terperinci

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo Damianus Andrian 1 dan Chairil Budiarto 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING 2.1. Tanggapan Tanggapan dalam sayembara ini cukup menarik karena rusunawa sebagai strategi Penataan Permukiman kumuh. Bisanya permukiman kumuh bisa diatasi dengan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang memaparkan beberapa bahasan penutup. Pertama adalah simpulan penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Perumnas Banyumanik dan Perumahan Bukit Kencana Jaya) TUGAS AKHIR Oleh: ARIEF WIBOWO

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 46 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 9 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 46 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 9 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 46 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 9 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA ( RUSUNAWA ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA

TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA Masturina Kusuma Hidayati Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada (UGM) E-mail : rimamastur6@gmail.com

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan teknologi berkembang secara pesat, sehingga permasalahan urbanisasi meningkat per tahunnya. Peningkatan

Lebih terperinci

Arsitektura, Vol.13, No.2, Oktober 2015

Arsitektura, Vol.13, No.2, Oktober 2015 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESESUAIAN IMPLEMENTASI DENGAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DALAM PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS STUDI KASUS: DESA JENDI WONOGIRI Antissia Meuthia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA ` BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai dengan saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum tertuntaskan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaran dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna. Oleh karena itu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG, SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BANDUNG NOMOR 543 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN MEMIMPIN, MENGKOORDINASIKAN DAN MENGENDALIKAN TUGAS-TUGAS DIBIDANG PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAWASAN YANG MELIPUTI PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS DAN KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN;

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2011. Kecamatan Semarang Tengah Dalam Angka 2010. Semarang : BPS Semarang. BPS. 2011. Kecamatan Semarang Utara Dalam Angka 2010. Semarang : BPS Semarang. BPS. 2011. Kota Semarang Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINATOR PENGELOLA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

SILABUS. Mata Kuliah Permukiman

SILABUS. Mata Kuliah Permukiman SILABUS Mata Kuliah Permukiman SILABUS Nama mata Kuliah : Perencanaan Permukiman Bobot : 2 SKS Status Mata Kuliah : Inti A. Rasional Sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dsn Permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 129 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian mengenai Konsep Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di kelurahan Kampung Makasar dan Soa-sio, kota Ternate,

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 62/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PADA DINAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang terkenal dengan gudegnya, masyarakatnya yang ramah, suasana yang damai tentram, nyaman dapat dirasakan

Lebih terperinci

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2017 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Kampus ITS Sukolilo-Surabaya 60111 Telp: (031) 5994418 http://www.its.ac.id STANDAR MUTU SPMI (Quality

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 215 ayat (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan Urban di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama terjadi pada kota-kota besar dan yang utama adalah Jakarta yang juga merupakan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah susun adalah sebuah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 10 Tahun 2010. TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kelancaran pengelolaan rumah susun

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No.1411, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEJAGUNG. Rumah Susun Sewa Kejaksaan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-010/A/JA/09/2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SUSUN SEWA KEJAKSAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 46 BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Profil Dinas Perhubungan 1. Sejarah Dinas Perhubungan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negara, dan pulau) yang tercatat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (primer) manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai kebutuhan dasar (basic human

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI DAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH KAWASAN KOTA LAMA DI KOTA SEMARANG Bhakti Sulistyo, D2B606009,Dra,Wiwik W.MSi, Dra,Puji A.MSi Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 35 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON *s NOMOR 67 TAHUN 2016, SERI D. 16 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR : 67 Tahun 2016 TENTANG FUNGSI, TUGAS POKOK DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Kota Bandung KATA PENGANTAR

Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Kota Bandung KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya, akhirnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari evaluasi pelaksanaan program Penataan dan peremajaan prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini antara lain:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 95 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci