BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin Uraian umum aspirin (Ditjen POM, 1995) Rumus Bangun: Gambar 2.1 Rumus bangun aspirin Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat Molekul : 180,16 Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering. Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter. pka : 3, Farmakologi aspirin Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic, antipiretik, dan anti-inflamasi yang banyak digunakan sebagai golongan obat bebas (Wilmana, 1995). Dosis oral aspirin untuk efek analgesik dan antipiretik adalah mg empat kali sehari, konsentrasi dalam plasmanya mcg/ml. Untuk efek 8

2 antiinflamasi adalah 4-6 gram secara oral per hari, dan untuk efek anti agregasi platelet adalah mg secara oral per hari (Mycek, et al., 2001). A. Aspirin sebagai anti inflamasi Aspirin menghambat aktivitas siklooksigenase, sehingga aspirin mengurangi pembentukan prostaglandin dan juga memodulasi beberapa aspek inflamasi pada arthritis, tetapi tidak menghentikan progresivitas penyakit maupun menginduksi remisi (Mycek, et al., 2001). B. Aspirin sebagai analgesik Aspirin menghambat sintesa prostaglandin E 2 dengan menginhibisi enzim siklooksigenase (Mycek, et al., 2001). C. Aspirin sebagai antipiretik Demam terjadi jika rangsangan pada pusat pengatur panas di hipotalamus anterior meningkat. Hal ini dapat disebabkan oelh sintesis PGE 2 yang dirangsang bila suatu zat penghasil demam endogen (pirogen) seperti sitokin dilepaskan dari sel darah putih yang diaktivasi oleh infeksi. Aspirin menurunkan suhu tubuh dengan jalan menghalangi sintesis dan pelepasan PGE 2 (Mycek, et al., 2001). D. Aspirin sebagai anti agregasi platelet Tromboksan A 2 bersifat vasokonstriktor dan juga merangsang platelet menempel di endothelium jaringan yang rusak (adhesi-platelet). Aspirin menghambat sintesis tromboksan A 2 sehingga terjadi penghambatan agregasi trombosit dan perpanjangan waktu pendarahan. Efek hemostatik dapt kembali normal kira-kira 36 jam setelah pemberian dosis obat yang terakhir (Mycek, et al., 2001). 9

3 2.1.3 Efek samping aspirin a. Saluran cerna : efek aspirin terhadap saluran cerna yang paling umum adalah distress epigastrum, mual, dan muntah. Pendarahan mikroskopik saluran cerna umum terjadi. Aspirin bersifat asam, pada ph lambung tidak dilepaskan, akibatnya menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi (menjadi bermuatan negatif), dan terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung. b. Darah : asetilasi irreversible siklooksigenase trombosit menurunkan kadar tromboksan A 2, mengakibatkan penghambatan agregasi trombosit dan perpanjangan waktu pendarahan. c. Pernafasan : pada dosis toksis, aspirin menimbulkan depresi pernafasan dan suatu kombinasi pernafasan yang tidak terkompensasi dan asidosis metabolik. d. Proses metabolik : dosis besar aspirin melepaskan fosforilasi oksidatif. Energi yang dikeluarkan untuk menghasilkan ATP secara normal dikeluarkan sebagai panas, yang menyebabkan terjadinya hipertemia. e. Hipersensitivitas : sekitar 15% pasien yang menggunakan aspirin mengalami reaksi hipersensitivitas terutama urtikaria, bronkokonstriksi, atau edema angioneutotik (Mycek, et al., 2001). 2.2 Penyakit Peptic Ulcer Gambaran umum Penyakit peptic ulcer adalah keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap 10

4 juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda dengan tukak akut, karena memiliki jaringan paut pada dasar tukak (Price dan Wilson, 1995). Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan faktor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor yang berperan dalam patogenesis tukak peptik (Price dan Wilson, 1995) Etiologi penyakit peptic ulcer Kebanyakan penyakit peptic ulcer disebabkan karena adanya asam lambung dan enzim pepsin ketika Helicobacter pylori, NSAIDs, atau faktor lainnya mengganggu sistem pertahanan mukosa dan penyembuhan mukosa. Hipersekresi dari asam lambung dan pepsin ini yang menghambat mekanisme pertahanan mukosa proses penyembuhannya (Berardi dan Welage, 2005) Patofisiologi Penyebab terjadinya peptic ulcer saat ini masih sering diperdebatkan. Namun dipercaya bahwa penyebab terjadinya peptic ulcer dikarenakan ketidakseimbangan antara faktor agresif (Helicobacter pylori, NSAIDs, asam lambung) dan faktor pertahanan (mucin, bikarbonat, prostaglandin), yang menyebabkan gangguan pada jaringan mukosa (Sunil, et al., 2012) Sawar mukosa lambung Lapisan mukosa lambung yang tebal merupakan garis depan pertahanan terhadap trauma mekanis dan agen kimia. Obat antiradang nonsteroid (NSAID), 11

5 termasuk aspirin, menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mukus lambung dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung. Sawar mukosa penting untuk perlindungan lambung dan duodenum ( Price dan Wilson, 1995). Destruksi sawar mukosa diduga merupakan faktor penting dalam patogenesis peptic ulcer. Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang dapat merusak mukosa lambung. Kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 2.2 Gambaran penyakit peptic ulcer 2.3 Sistem Dispersi Padat Definisi dispersi padat Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan yang terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik dan obat hidrofobik. Matriks ini dapat berupa kristal atau amorf. Obat ini dapat 12

6 terdispersi secara molekuler, dalam partikel amorphous (kluster) atau dalam partikel kristal (Chiou dan Reigelman, 1971). Dispersi padat dapat didefenisikan sebagai sistem dispersi satu atau lebih bahan aktif ke dalam suatu pembawa atau matriks inert dalam kondisi padat, yang dibuat dengan cara peleburan, pelarutan, atau kombinasi dari peleburan dan pelarutan, dimana masing-masing metode ini memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing dan disesuaikan dengan sifat bahan dan matriks yang akan didispersikan. Keuntungan dari formulasi dispersi padat dibandingkan tablet/kapsul konvensional untuk peningkatan disolusi dan biovailabilitas dari obat yang sukar larut dalam air (Chiou dan Rielgeman, 1971) Metode pembuatan sistem dispersi padat Metode pelelehan Metode ini pertama kali diusulkan Sekiguchi dan Obi tahun Untuk membuat bentuk sediaan dispersi padat. Campuran obat dan pembawa yang larut air dilebur secara langsung sampai meleleh. Campuran tersebut didinginkan dan dibekukan pada penangas berisi es (ice bath) dengan pengadukan kuat. Masa padat dihancurkan, diserbuk dan diayak (Goldberg, et al., 1966). Massa padat tersebut biasanya membutuhkan penyimpanan satu hari atau lebih dalam desikator pada suhu kamar untuk pengerasan dan kemudahan diserbuk (Levy, 1963). Keuntungan utama metode ini adalah sederhana dan ekonomis. Sebagai tambahan dapat dicapai supersaturasi zat terlarut atau obat pada sistem dengan mengkristalkan lelehan langsung secara cepat dari temperatur tinggi Dibawah kondisi seperti itu, molekul zat terlarut tertahan pada matriks pelarut dengan proses pemadatan langsung. Sehingga didapat dispersi kristalit yang lebih halus 13

7 dari sistem campuran eutetis sederhana bila metode ini digunakan. Kekurangannya adalah banyak zat baik obat atau pembawa, dapat terurai atau menguap selama proses peleburan pada suhu tinggi (Chiou dan Riegelman, 1971) Metode pelarutan Metode ini telah lama digunakan dalam pembuatan dispersi padat atau kristal campuran senyawa organik dan anorganik (Chiou dan Riegelman, 1971). Dispersi padat dibuat dengan melarutkan campuran dua komponen padat dalam suatu pelarut umum, diikuti dengan penguapan pelarut. Metode ini digunakan untuk membuat dispersi padat ß- karoten-polivinilpirolidon (Tachibana dan Nakamura, 1965), sulfathiazol-polivinilpirolidon (Simonelli, et al., 1969). Keuntungan utama dari metode ini adalah penguraian obat atau pembawa dapat dicegah karena penguapan pelarut terjadi pada suhu rendah. Kekurangannya adalah biaya mahal, kesukaran memisahkan pelarut secara sempurna, kemungkinan efek merugikan dari pelarut yang jumlahnya dapat diabaikan terhadap stabilitas obat, pemilihan pelarut umum yang mudah menguap, dan kesukaran menghasilkan kembali bentuk kristal (Chiou dan Riegelman, 1971) Metode pelarutan-pelelehan Sistem dispersi padat dibuat dengan melarutkan dahulu obat dalam pelarut yang sesuai dan mencampurnya dengan lelehan polietilen glikol, dapat dicapai dibawah suhu 70º C, tanpa memisahkan pelarut. Metode ini terbatas untuk obat dengan dosis terapetik yang rendah mis: dibawah 50 mg (Chiou dan Riegelman, 1971). 14

8 2.3.3 Pembawa dispersi padat Pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan diantaranya: polivinilpirolidon (PVP), polietilen glikol (PEG), polivinilalkohol (PVA), derivat selulosa, poliakrilat dan polimethakrilat, urea, gula, poliol dan polimernya, dan emulsifier (Leuner dan Dressman, 2000). Polivinilpirolidon merupakan homopolimer dari N-vinilpirolidon dengan berat molekul yang digunakan sebagai agen pensuspensi dan dispersi., pengikat tablet dan agen granulasi, dan sebagai pembawa untuk obat-obat seperti penisilin, kortison, prokain, dan insulin. PVP tersedia dengan kisaran angka dari K15 sampai K90 (Attwood dan Florence, 2008). PVP mempunyai kelarutan yang baik dalam berbagai pelarut organik, sehingga PVP merupakan pembawa yang paling banyak digunakan pada pembuatan dispersi padat dengan metode pelarutan. Polivinilpirolidon K30 merupakan pembawa yang paling umum digunakan dalam pembuatan sistem dispersi padat (Chhater dan Praveen, 2013). Peningkatan laju disolusi dari dispersi padat dengan PVP telah dilakukan pada asam fufenamat (Itai et al., 1985). 2.4 Drug Delivery System Uraian drug delivery system Pemberian obat secara oral telah lama dikenal sebagai rute pemberian obat yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan rute pemberian obat lainnya dan telah dikembangkan untuk penyampaian obat secara sistemik dengan berbagai bentuk sediaan dengan formulasi yang berbeda. Saat ini para ilmuwan farmasi berusaha mengembangkan sistem pemberian obat Drug Delivery System yang ideal. Sistem pemberian obat yang ideal ini harus memiliki 15

9 kemampuan untuk satu dosis pemberian obat yang digunakan selama pengobatan dan harus menyampaikan obat langsung di lokasi tertentu yang diinginkan dalam pengobatan. Para ilmuwan ini telah berhasil mengembangkan sistem penyampaian obat yang mendekati sistem penyampaian yang ideal tersebut dan mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan sistem penyampaian obat yang terkontrol atau Controlled Release System. Desain penyampaian obat secara oral dimana obat pelepasannya dipertahankan berlangsung terus menerus ditujukan untuk mencapai pelepasan obat yang efektif, konsentrasi obat dalam jaringan target dapat ditentukan dan mengoptimalkan efek terapetik obat yang dilakukan dengan cara mengendalikan pelepasan obat didalam tubuh dengan dosis obat tertentu. Biasanya obat konvensional diberikan dalam dosis berkala yang diformulasikan sedemikian rupa untuk memastikan stabilitas, aktivitas dan bioavalabilitas sediaan obat (Kumar, et al., 2012) Floating drug delivery system Sistem penghantaran obat ini dengan sistem mengapung atau sistem hidrodinamis dikendalikan dengan berat jenis yang kecil sehingga dapat mengapung di atas cairan lambung dan tetap mengapung di lambung tanpa mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung untuk jangka waktu yang lama. Sementara sistem mengapung ini, obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang diinginkan dari sistem ini. Setelah pelepasan obat, sistem residual ini dikosongkan dari lambung. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu retensi lambung yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan konsentrasi obat dalam plasma (Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011). 16

10 Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan sistem floating yaitu meningkatkan kepatuhan pasien, mencapai efek terapi yang baik dari obat dengan waktu paruh yang singkat, menambah absorpsi obat yang larut di lambung dan dapat mencapai tapak spesifik obat di lambung (Pawar, et al., 2011). Keterbatasan dari penggunaan sistem ini yaitu membutuhkan jumlah cairan yang banyak di lambung (bentuk sediaan dimasukkan secara oral dengan jumlah cairan sekitar ml), dengan tujuan agar obat tetap mengapung di lambung (Soppimath, et al., 2001) Pembagian sistem floating Sistem penghantaran obat floating diklasifikasikan dalam dua variabel mekanisme yaitu sistem Effervescent dan sistem Non-effervescent. a. Sistem Effervescent Sistem ini dibuat dalam bentuk matriks dengan menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa, kitosan, dan berbagai komponen effervescent seperti natrium bikarbonat, asam tartrat, dan asam sitrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa, sehingga ketika kontak dengan cairan lambung, maka gas karbondioksida (CO 2 ) akan terlepas dan terperangkap dalam sistem hidrokoloid yang mengembang.. Hal ini membantu sediaan untuk mengapung. Bahan tambahan yang sering digunakan dalam sistem ini yaitu HPMC, polimer poliakrilat, polivinil asetat, karbopol, agar, natrium alginat, kalsium klorida, polietilen oksida, dan polikarbonat (Dey dan Saha, 2013). Lapisan terluar dari sistem effervescent terbuat dari polimer yang dapat mengembang, yang permeabilitas terhadap cairan lambung, sehingga bila 17

11 berkontak dengan lapisan effervescent sodium bikarbonat akan menunjukkan reaksi netralisasi (Dey dan Saha, 2013). Gambar 2.3 Unit tunggal sistem Effervescent FDDS b. Non-effervescent Floating Sistem Non-effervescent ini mengembang bila berkontak lama dengan cairan lambung sehingga mencegah keluarnya obat dari lambung. Sistem ini cenderung menyangkut mendekati spinkter pilori. Salah satu metode formulasi yang dilakukan adalah dengan mencampurkan obat dengan gel, yang mengembang ketika kontak dengan cairan lambung. Contoh dari tipe FDDS ini adalah sistem koloid gel, sistem kompartemen mikroporos, beads alginat, dan hollow mikrosfer (Dey dan Saha, 2013). Pada umumnya dalam formulasi sistem non-effervescent ini menggunakan bahan yang mampu membentuk gel atau memiliki kemampuan mengembang yang baik seperti senyawa hidrokoloid, polisakarida. Juga biasa digunakan bentuk matriks dari polimer seperti polimethacrylate, polyacrylate, plystyrene,dan bioadhesif polimer yaitu kitosan dan karbopol (Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011) Kandidat obat untuk sediaan floating Dalam sistem penghantaran obat ini dimaksudkan untuk obat-obat dengan tujuan pemakaian tertentu, dengan maksud untuk penghantaran dan aktivitas kerja 18

12 obat yang lebih baik. Berbagai macam kandidat obat yang tepat untuk diformulasikan dalam sistem penghantaran obat floating diantaranya: a. Obat-obat yang aktif bekerja secara lokal di lambung. Seperti: Misoprostol, Antasida. b. Obat-obat yang memiliki tapak absorpsi yang sempit dalam saluran pencernaan. Seperti: L-DOPA, p-aminobenzoic acid, furosemid, riboflavin. c. Obat-obat yang tidak stabil dalam lingkungan basa di bagian usus atau kolon. Seperti: Captopril, Ranitidine HCl, Metronidazol. d. Obat-obat yang mengganggu aktivitas kerja mikroba di kolon. Seperti: Antibiotik yang digunakan dalam pengobatan Helicobacter Pylori, diantaranya Tetracyclin, Clarithromycin, Amoxicilin. e. Obat-obat yang menunjukkan kelarutan yang rendah pada ph yang tinggi. Seperti: Diazepam, Chlordiazepoxide, Verapamil (Nayak, et al., 2010). Berikut beberapa contoh sediaan obat yang diformulasikan dalam bentuk sediaan Floating ditunjukkan dalam tabel dibawah ini. No Bentuk Sediaan Nama Obat 1 Tablet Chlorpheniramin maleat, Theophyllin, Furosemid, Ciprofloxacin, Captopril, Asam Asetilsalisilat, Nimodipin, Amoxicillin, Verapamil HCl, Isosorbide dinitrate, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Dilitiazem, Florouracil, Prednisolon. 2 Kapsul Nicardipin, Chlordiazepoxide HCl, Furosemid, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Urodeoxycholic. 3 Mikrosper Aspirin, Griseofulvin, p-nitroanilline, Ketoprofen, Ibuprofen, Terfenadin. 19

13 4 Granul Indometasin, Na-Diklofenak, Prednisolon. 5 Film Cinnarizine Sementara itu bentuk sediaan floating ini sendiri yang telah tersedia dipasaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini No Bentuk Sediaan Nama Obat Brand Name Perusahaan, Negara Produsen) 1 Floating Controlled Levodopa, MODAPAR Roche, USA Release Capsule Benserazide 2 Floating Capsule Diazepam VALRELEASE Hoffman- LaRoche, USA 3 Effervescent Floating Liquid Alginate Preparation 4 Floating Liquid Alginate Preparation Aluminium hydroxide, Magnesium Carbonate Aluminium- Magnesium antacid Ferrous sulphate LIQUID GAVISON Glaxo Smith Kline, INDIA TOPALKAN Pierre Fabre Drug, FRANCE 5 Colloidal gel forming FDDS CONVIRON Ranbaxy, INDIA 6 Gas-generating Ciprofloxacin CIFRAN OD Ranbaxy, INDIA floating Tablets 7 Bilayer floating Misoprostol CYTOTEC Pharmacia, USA Capsule (Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011) Keuntungan floating drug delivery system Sistem penghantaran obat melalui sistem floating ini merupakan teknologi penghantaran obat dengan retensi lambung yang lebih lama dan memiliki beberapa keuntungan dalam pemberian obat dengan sistem ini. Keuntungan ini meliputi: a. Bentuk sediaan floating seperti tablet atau kapsul akan bertahan dalam waktu yang lama bahkan pada ph alkalis saluran cerna. 20

14 b. FDDS menguntungkan untuk obat-obat yang bekerja secara lokal di lambung contohnya: antasida. c. Bentuk sediaan FDDS menguntungkan untuk kasus seperti pergerakan saluran cerna yang kuat dan diare untuk menjaga agar obat tetap berada dalam kondisi mengapung dalam lambung untuk memberikan respon efek yang lebih baik. d. Zat-zat asam seperti aspirin dapat menyebabkan iritasi saat berkontak dengan dinding lambung, untuk itu formulasi FDDS berguna untuk menghantarkan obat aspirin dan obat-obat lain yang sejenis. e. FDDS menguntungkan untuk obat-obat yang diabsorpsi di lambung contohnya Fero sulfat, Antasida. Berbagai keuntungan ini yang menjadikan sistem lebih dikembangkan lagi untuk menghasilkan sistem penghantaran yang ideal (Goyal, dkk., 2011) Kekurangan floating drug delivery system Disamping memiliki banyak keuntungan dalam sistem floating ini, terdapat pula kekurangan dari sistem ini. Kekurangan ini meliputi: a. Retensi lambung dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, ph dan motilitas lambung. Faktor-faktor ini tidak pernah tetap dan karenanya daya apung sediaan tidak dapat diprediksi. b. Obat-obatan yang menyebabkan iritasi dan lesi pada mukosa lambung tidak cocok untuk sistem pemberian obat ini. c. Variabilitas tinggi dalam waktu pengosongan lambung. d. Pengosongan lambung untuk subjek pada posisi tidur telentang terjadi secara acak tidak dapat diprediksi dan bergantung pula pada diameter dan 21

15 ukuran sediaan floating tersebut. Oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan sediaan ini saat pasien akan tidur (Sharma, et al., 2011). 2.5 Saluran Pencernaan Lambung Lambung memiliki fungsi utama untuk memproses dan mengangkut makanan. Selain itu lambung sebagai tempat penyimpanan makanan dalam jangka singkat, yang memungkinkan untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak secara cepat. Proses pencernaan secara enzimatik berlangsung didalam lambung (Narang, N., 2011). Anatomi lambung dibagi menjadi 3 wilayah yaitu bagian fundus, bagian badan dan bagian antrum (pilorus). Bagian proksimal terdiri dari bagian fundus dan bagian badan yang bertindak sebagai tempat untuk bahan tercerna, sedangkan bagian antrum adalah bagian utama untuk gerakan mencampur makanan dan juga bertindak sebagai pompa dalam pengosongan lambung untuk mendorong makanan menuju bagian saluran pencernaan selanjutnya (Narang, N., 2011). Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas rongga perut di bawah diafragma dapat dilihat pada gambar 2.4. Lambung terdiri dari epitel selapis toraks dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang pada permukaan lambung. Lubang-lubang ini merupakan muara dari kelenjar lambung. Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung sejumlah besar makanan (Leeson, dkk., 1989). Waktu pengosongan lambung saat berpuasa ataupun sampai saat makan dipengaruhi beberapa faktor dalam tubuh. Hal ini berkaitan dengan gerakan atau motilitas dari otot-otot lambung yang mengakibatkan perbedaan waktu 22

16 pengosongan lambung diantara kedua keadaan ini. Siklus yang baik makanan melalui lambung dan usus setiap 2 sampai 3 jam. Siklus ini disebut siklus mioelektrik bagian saluran pencernaan atau perpindahan suatu bahan tercerna dalam saluran pencernaan yang dipengaruhi motilitas saluran pencernaan. Dalam siklus ini dibagi dalam 4 tahapan: 1. Tahap I (fase basal) yang berlangsung selama 30 sampai 60 menit dengan terjadinya awal motilitas kontraksi. 2. Tahap II (fase preburst) yang berlangsung selama 20 sampai 40 menit dengan potensial aksi dan motilitas kontraksi. Dalam fase ini berlangsung dengan intensitas dan frekuensi motilitas kontraksi yang meningkat secara bertahap. 3. Tahap III (fase burst) yang berlangsung 10 sampai 20 menit. Fase ini mencakup kontraksi intens dan rutin yang terjadi dalam waktu singkat 4. Tahap IV berlangsung selama 0 sampai 5 menit dan terjadi diantara fase II dan fase I yang terjadi motilitas kontraksi secara terus-menerus (Arunachalam, et al., 2011). Gambar 2.4 Anatomi lambung (Arunachalam, et al., 2011) 23

17 Tahapan siklus kontraksi dapat dilihat pada Gambar 2.5 Gambar 2.5 Pola motilitas saluran pencernaan Lambung terdiri dari empat lapisan umum yaitu: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (Leeson, dkk., 1989). Mukosa lambung berwarna pucat, merah-keabuan dan dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. Mukosa lambung tebal (0,5 sampai 1,5 mm) karena adanya massa kelenjar lambung, yang bermuara ke permukaan melalui sumur-sumur atau foveolae. Kelenjar lambung bentuknya tubular simpleks atau tubular bercabang, masuk jauh ke dalam mukosa, hingga mendekati muskularis mukosa, dan di antara kelenjar terdapat lamina propia, yang sukar dilihat oleh akrena terpisah-pisah menempati ruangan di antara sumursumur dan kelenjar-kelenjar (Leeson, dkk., 1989). Submukosa terdapat di antara jaringan mukosa dan muskularis yang meluas ke dalam rugae atau lipatan memanjang lambung, dan terdiri atas jaringan ikat jarang, dengan serat-serat kolagen dan elastin. Selain fibroblas, terdapat pula kumpulan limfosit dan sel plasma, terutama dekat kardia dan pilorus, serta sel mast dan biasanya terdapat beberapa sel lemak. (Leeson, dkk., 1989). Muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos: (1) Lapisan luar longitudinal dan (2) Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari kedua 24

18 lapisan otot esofagus dan ditambah dengan (3) Lapisan serong (oblik) berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus (Leeson, dkk., 1989). Serosa merupakan lapisan terluar, dibentuk oleh jaringan areolar elastis yang relatif padat. Pada banyak tempat ia diliputi oleh peritoneum (yaitu satu lapis sel mesotel gepeng), dan pada keadaan ini disebut sebagai serosa. Pembuluh darah dan linfa terdapat di sini, dan melaluinya menuju ke lapisan-lapisan yang lain (Leeson, dkk., 1989). 2.6 Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan kedalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin bisa lunak dan bisa juga keras. Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya (Ansel, 2005). Kulit kapsul dibuat dari gelatin pelentur, dan air. Kulit kapsul dapat juga mengandung bahan-bahan tambahan seperti pengawet, bahan pewarna dan bahan pengeruh, pemberi rasa, gula, asam, dan bahan obat untuk mendapat efek yang diinginkan. Plasticizier (pelentur) yang digunakan dengan gelatin pada pembuatan kapsul lunak relatif sedikit. Yang paling banyak adalah Gliserin USP, Sorbitol USP, Pharmaceutical Grade Sorbitol Special, dan kombinasi-kombinasinya. 25

19 Perbandingan berat plastisator kering terhadap gelatin kering menetukan kekerasan kulit/cangkang gelatin, dengan anggapan tidak ada pengaruh dari bahan yang dikapsulkan (Lachman, dkk., 2008). Gelatin bersifat stabil diudara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembap atau disimpan dalam larutan berair. Biasanya cangkang kaspul gelatin mengandung uap air antara 9 12 %. Bilamana disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang (Ansel, 2005). Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat dan ketat (Ansel, 2005). 2.7 Natrium Alginat Alginat sangatlah berlimpah dialam indonesia karena alginat ini sebagai kompoenen struktural yang terdapat dalam alga coklat (Phaeophyceae), yang komponennya mencapai 40% dari bahan keringnya (Draget, et al., 2005) Natrium Alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum dan Sargassum (Belitz, et. al., 2009). 26

20 Alginate komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean, Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea Antarctica, dan Sargassum sp (Draget, et al., 2005). Tabel menunjukkan perbandingan asam uronat dalam berbagai sepsies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field. (Draget, et al., 2005). Asam alginat merupakan kopolimer biner yang terdiri dari residu β-dmannuronat (M) dan α-l-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linier (Grasdalen, et. al., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, et al., 1980). 27

21 Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980). Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter berikut, antara lain: (i) ph pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat. (ii) Kekuatan ionik total zat terlarut juga berperan penting (terutama efek salting-out kation-kation non-gelling), dan (iii) Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan (Draget, et al., 2005). Kegunaan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan ph. Kemampuan mengikat air meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan ph dibawah 3 terjadi pengendapan. Secara umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah (Zhanjiang, 1990). 28

22 Dilaboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Dimana cangkang kapsul tersebut dibuat dengan bahan dasar berupa natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (ph 1,2). Utuhnya cangkang kapsul alginat didalam medium lambung buatan ph 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang kapsul alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh (Bangun, dkk., 2005). 2.8 Difraksi Sinar-X Teknik X-Ray Diffraction (XRD) berperan penting dalam proses analisis padatan kristal maupun amorf. XRD adalah metode karakterisasi lapisan yang digunakan untuk mengetahui senyawa kristal yang terbentuk. Teknik XRD dapat digunakan untuk analisis struktur kristal karena setiap unsur atau senyawa memiliki pola tertentu. Apabila dalam analisis ini pola difraksi unsur diketahui, maka unsur tersebut dapat ditentukan. Metode difraksi sinar-x merupakan metode analisis kualitatif yang sangat penting karena bentuk kristal dari material pola difraksi serbuk yang karakteristik, oleh karena itu metode ini disebut juga metode sidik jari serbuk (powder fingerprint method). Penyebab utama yang menghasilkan bentuk pola-pola difraksi serbuk tersebut, yaitu: (a) ukuran dan bentuk dari setiap selnya, (b) nomor atom dan posisi atom-atom di dalam sel (Smallman, 2000). Difraksi merupakan penyebaran atau pembelokan gelombang pada saat gelombang melewati penghalang. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5 Å 2,5 Å dan memiliki energi foton antara 29

23 1,2 x 103 ev 2,4 x 105 ev yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tertinggi. Dengan karakterisasi tersebut sinar-x mampu menembus zat padat sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal. Hamburan sinar ini dihasilkan bila suatu elektron logam ditembak dengan elektron-elektron berkecepatan tinggi dalam tabung hampa udara (Atkins, 1999). 2.9 Disolusi Kelarutan Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam menentukan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (Leuner dan Dressman, 2000) Uji disolusi Pelepasan obat dari bentuk sediaan dan absorbsi dalam tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat fisika kimia dan fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan pka adalah faktor-faktor fisiko kimia yang harus dipahami untuk mendesain sediaan pelepasan terkontrol (controlled release) atau terkendali (sustained release). Lepasnya suatu obat dari bentuk sediaan meliputi faktor disolusi atau difusi (Martin, dkk., 2008). Disolusi merupakan percobaan secara in vitro yang mengukur kecepatan dan tingkat kelarutan suatu obat didalam medium air dimana didalam obat mengandung satu atau lebih bahan tambahan lainnya. Masalah bioavailabilitas 30

24 dapat ditemukan dalam metode disolusi ini. Akan tetapi, dalam percobaan disolusi dapat dinyatakan masalah bioavailabilitas yang berbeda untuk setiap formulasi obat (Shargel, 1998). Sejumlah metode untuk menguji disolusi secara in vitro telah dilakukan. Bila suatu sediaan obat dimasukkan kedalam beaker glass yang berisi air atau dimasukkan kedalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut mulai masuk kedalam larutan dari bentuk padatnya. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. ii. Efek ukuran parrtikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi akan meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi: i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah. Sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. 31

25 ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan dapat menambah laju disolusi. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi: i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskostas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. ph medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu akan mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a. Metode Keranjang (Basket) Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar 32

26 kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. Metode Dayung (Paddle) Metode dayung terdiri dari suatu dayung yang dilapisi bahan khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada suhu 37 o C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP Basket and Rack dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk uji pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel, 1998). 33

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi pada bagian lambung dan akan mereda setelah makan atau sesudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi pada bagian lambung dan akan mereda setelah makan atau sesudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Peptic Ulcer 2.1.1 Gambaran umum Penyakit peptic ulcer adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Gambaran klinis utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum (Peptic Ulcer) Ulkus peptikum merupakan kerusakan pada mukosa gastrointestinal yang meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin 2.1.1 Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Rumus Bangun : Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat Molekul : 180,16 Pemerian : Hablur putih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus Bangun : Nama Kimia : 1,3-dimethylxanthine Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian : Serbuk hablur, Putih; tidak berbau;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rute pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian obat yang paling nyaman dan paling sering digunakan (Badoni, et al.,2012). Namun, rute ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natrium Diklofenak 2.1.1 Uraian Bahan Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 NNaO 2 Berat molekul : 318,13 Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-

Lebih terperinci

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) 2.1 Definisi Floating System Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril merupakan golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang banyak digunakan sebagai pilihan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian umum tetrasiklin (Ditjen POM, 2014) Gambar 2.1 Rumus bangun tetrasiklin. Berat Molekul : 444,43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian umum tetrasiklin (Ditjen POM, 2014) Gambar 2.1 Rumus bangun tetrasiklin. Berat Molekul : 444,43 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tetrasiklin 2.1.1 Uraian umum tetrasiklin (Ditjen POM, 2014) Rumus Bangun: Gambar 2.1 Rumus bangun tetrasiklin Rumus Molekul : C 22 H 24 N 2 O 8 Berat Molekul : 444,43 Pemerian

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum O C OH O C CH 3 Gambar 1. Rumus bangun aspirin O Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat molekul : 180,16 Nama kimia Pemerian : Asam asetil salisilat : Hablur putih,

Lebih terperinci

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik, antipiretik, anti inflamasi, dan dalam dosis rendah dapat menghambat

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GRANUL Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari partikel kecil serbuk (7). Pemberiaan granul dapat dilakukan dengan memasukkan granul ke dalam kapsul gelatin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, tukak lambung menjadi suatu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Tukak lambung merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fero Sulfat 2.1.1 Uraian Bahan Rumus molekul : FeSO 4.7H 2 O Berat molekul : 278,01 Nama kimia : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat Pemerian : Hablur atau granul warna hijau

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin 2.1.1 Uraian Umum O C OH O C CH 3 Gambar 1. Rumus bangun aspirin O Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat molekul : 180,16 Nama kimia Pemerian : Asam asetil salisilat : Hablur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) banyak dimanfaatkan pada pengobatan kelainan

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bioavailabilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pembuatan tablet floating sebelumnya telah dilakukan, misalnya pada penelitian mengenai optimasi formula tablet floating propanolol hidroklorida dengan

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Senyawa yang memiliki berat molekul dari berbentuk cairan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilen Glikol (PEG) Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) n CH 2 OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dispersi Padat 2.1.1 Defenisi dispersi padat Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan yang terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, teknologi di bidang farmasi saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer 2.1.1 Polietilen glikol (PEG) PEG (polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi kelainan musculoskeletal, seperti artritis rheumatoid, yang umumnya hanya meringankan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Rumus bangun :

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000 Majalah Fikri Alatas Farmasi Indonesia, 17(2), 57 62, 2006 Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000 Influence of PEG 4000 concentration

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci