PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor L) TERHADAP PERTUMBUHAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822) DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR DEBORA FRETTY MARPAUNG DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 PENGARUH PEMBERIAN TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor L) TERHADAP PERTUMBUHAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville 1822) DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR DEBORA FRETTY MARPAUNG Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

3 RINGKASAN Debora Fretty Marpaung. E Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan MARIANA TAKANDJANDJI. Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan satwa tropis yang dilindungi oleh IUCN dengan kategori vulnerable (rawan) dan di khawatirkan mulai punah. Populasi rusa timor yang semakin menurun di alam menjadikan rusa sebagai satwa tangkar dan pertumbuhannya dapat dipercepat dengan menggunakan pakan tambahan tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) yang memiliki kandungan karbohidrat, protein dan lemak yang baik bagi pertumbuhan rusa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsumsi dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji bobot badan dan ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran. Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor dengan menggunakan rancangan bujur sangkar latin (latin square design) yang terdiri dari empat formulasi perlakuan A (pakan dasar berupa rumput gajah 50% + kaliandra 50%), B (pakan dasar 85% + sorgum 15%), C (pakan dasar 70% + sorgum 30%), D (pakan dasar 55% + sorgum 45%). Penelitian menggunakan empat ekor rusa timor dengan usia bulan yang terdiri dari dua jantan dan dua betina. Pemberian perlakuan dilakukan selama empat periode yang terdiri dari 4 hari masa preliminary dan 12 hari collecting data. Bobot badan dan ukuran morfometrik diukur sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap periode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (P>0.05) perlakuan terhadap konsumsi bahan kering, konversi pakan, pertambahan bobot badan dan ukuran morfometrik rusa timor di penangkaran, namun terdapat pengaruh nyata terhadap perbedaan jenis kelamin rusa dengan T hitung 16,82 dan T tabel 3,18. Rusa timor mengkonsumsi pakan selama 2-3 jam atau menit per 9 jam pada pagi hari, selanjutnya pada siang hari selama 2-2,5 jam atau menit per 9 jam rusa timor istirahat (memamah biak), sore hari rusa menghabiskan waktu selama 3-3,5 jam atau menit per 9 jam untuk mengkonsumsi pakan. Jenis pakan yang lebih dipilih dan disukai oleh rusa timor di penangkaran yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan ratarata frekuensi pemilihan 32,8 kali dalam sehari diikuti oleh sorgum (Sorgum bicolor) dengan rata-rata frekuensi 25,2 kali dan kaliandra (Caliandra callotyrus) dengan rata-rata frekuensi 21,6 kali. Kata kunci : konsumsi pakan, penangkaran, rusa timor, sorgum

4 SUMMARY Debora Fretty Marpaung. E Effect Providing Additional Feed Sorgum (Sorghum bicolor L) for the Growth Timor deer (Rusa timorensis de Blainville 1822) in Research Forest Dramaga, Bogor. Under supervised of LIN NURIAH GINOGA and MARIANA TAKANDJANDJI. Timor deer (Rusa timorensis de Blainville 1822) is a tropical species that are protected by IUCN with categories vulnerable and in fear became extinct. Growth timor deer can be accelerated by additional feed sorgum (Sorghum bicolor L) with carbohydrate, protein and fat which good for the deer growth. This research aim are to examine the consumption and feed conversion timor deer by providing sorghum, assessing weight and size of the Timor deer morphometric growth by providing sorghum, reviewing timor deer feeding behavior and feed selection in captivity. The research conducted at the Research Forest Dramaga managed by Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Bogor using Latin square design consisting of four formulations of treatment A (feed basic from of elephant grass 50 % + kaliandra 50 %), B (feed basic 85 % + sorghum 15 %), C (feed basic 70 % + sorghum 30 %), D (feed basic 55 % + sorghum 45 %). The riset used four timor deer with ages months consisting of two males and two females. The riset have four treatment periods consisting of 4 days for preliminary and 12 day for collecting data. Weight and morphometric size was measured before and after treatment in each period. The results shows that not significant effect (P> 0.05) the treatment of the dry matter intake, feed conversion, weight and morphometric timor deer in captivity, but there is a significant effect on sex differences deer with T count 16,82 and T Table 3,18. Timor deer was consume the feed for 2-3 hours or minutes for 9 hours in the morning, for hours or minutes for 9 hours in the day used for rest (rumination), the afternoon deer spent 3-3,5 hours or minutes for 9 hours to consume feed. Preferensi and favored by the timor deer in captivity is elephant grass (Pennisetum purpureum) with an average frequency of 32,8 times per day and sorghum (Sorghum bicolor) with an average frequency of 25,2 times and kaliandra (Caliandra callotyrus) with an average frequency of 21,6 times. Keywords: feed consumption, captivity, timor deer, sorghum,

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor : Debora Fretty Marpaung : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si Ir. Mariana Takandjandji, M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

6 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Skripsi ini merupakan laporan akhir dan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Karya tulis ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si selaku dosen pembimbing. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua dan seluruh keluarga serta sahabat atas dukungan dan motivasinya. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji konsumsi dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum, mengkaji bobot badan dan ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum serta mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2013 Penulis

7 UCAPAN TERIMAKASIH Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan segala sesuatunya tanpa kekurangan satu apa pun dan menyediakan semuanya indah pada waktunya, 2. Keluarga (papa, mama, andes, mawa, endi) yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dukungan dalam setiap pilihan hidup dan menjadi guru terbaik dalam hidup, 3. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kasih sayang, pengertian dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, 4. Dr. Ir. Burhanuddin Masyud,MS selaku ketua sidang dan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini, 5. Seluruh Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan dan mengajarkan banyak ilmu kepada penulis, 6. Program beasiswa BUMN tahun dan BBM tahun berupa bantuan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB, 7. Badan Litbang Kehutanan yang telah memberikan izin penelitian, 8. Staff penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga yang baik hati atas semua bantuan, arahan dan dukungan yang bermanfaat (Pak Elon dan keluarga, Pak RT Wawan, Pak Heri, Pak Wiwin, Pak Endang, Pak Udin, Pak Zainal), 9. Segenap staff tata usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu persiapan administrasi dari awal penelitian hingga proses ujian komprehensif,

8 10. Rekan-rekan penelitian (Pak Mufti, Ka Zia, Rima, Ririn) atas kebaikannya, kerjasama dan saran dalam bertukar pikiran, 11. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Konservasi Eksitu (Widi, Nazmi, Yenti, Nararya, Meidilaga, Ka Clara) untuk kebaikannya, saran dalam bertukar pikiran dan kebersamaan dalam satu penantian sukses, 12. My beloved friends in itb kostan (Nela, Sela, Santa, Ovie, Murni, Hany, Arni) atas kasih sayang, cinta dan semua kekacauan hidup serta keakraban yang terjalin membuat hidup ini lebih berwarna, 13. Teman-teman seperjuangan di KOPRAL 45 atas canda tawa yang membuat hidup lebih berwarna (Ceant, Desry, Herlina, Elvita, Sela, Gunawan, Amudi, Exas, Bolas, Suarno, Rido dll), 14. My beloved class EDELWEIS 45, Ikanmass, Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Kesenian, Persekutuan Fakultas atas semua pengalaman berharga dan pelajaran hidup yang tak ternilai harganya serta segala pihak yang membantu penelitian ini.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang siantar, Sumatra Utara pada tanggal 28 Februari Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara yang terlahir dari kedua orang tua bernama Faler William Marpaung, SH (ayah) dan Rumissa Martiodor Damanik (ibu). Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Inpres Bulu Malando tahun , dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Dolok Panribuan lulus tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Dolok Panribuan lulus tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan selama diperkuliahan seperti Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai pengurus bidang Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM- Tarsius) tahun , pernah menjabat sebagai sekretaris DIKLAT-KPM 2010, Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya tahun 2008-sekarang. Penulis juga aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) sebagai pengurus bidang kesenian periode , aktif dalam Persekutuan Fakultas Kehutanan dan sebagai pengurus pada periode Penulis mempunyai pengalaman lapang meliputi Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta (2010), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran-Gn. Sawal (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat (2011) serta Praktek Kerja Profesi (PKLP) di Taman Nasional Wasur, Papua (2012). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor di bimbing oleh Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Ir. Mariana Takandjandji, M.Si.

10 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) Terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Debora Fretty Marpaung E

11 ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Rusa Timor Ekologi Rusa Timor Penangkaran Rusa Timor Tanaman Sorgum Perilaku Makan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Jenis Data Metode Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lingkungan Fisik Lingkungan Biologi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Konsumsi Pakan Rusa Timor Ukuran Morfometrik Rusa Timor Perilaku Makan... 41

12 iii BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 53

13 iv DAFTAR TABEL 1. Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia Produktivitas sorgum di Indonesia Pengacakan kandang dan perlakuan Komposisi nutrisi pakan yang digunakan (%) Rata-rata konsumsi bahan kering (gram/individu/hari) Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) Pertambahan bobot badan (gram/individu/hari) Pertambahan bobot badan berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) Rata-rata konversi pakan per hari Rata-rata konversi pakan berdasarkan perlakuan Rata-rata pertambahan panjang badan (cm/individu/hari) Rata-rata pertambahan panjang badan berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) Rata-rata pertambahan tinggi pundak (cm/individu/hari) Rata-rata pertambahan tinggi pundak berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) Rata-rata pertambahan lingkar dada (cm/individu/hari) Pertambahan lingkar dada berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari)... 39

14 v DAFTAR GAMBAR 1. Morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga Morfologi sorgum (Sorghum bicolor L) Penampang membujur sorgum Kandang individu untuk perlakuan Pakan kaliandra, sorgum dan rumput gajah yang telah dipotong dan pakan yang siap diberikan pada rusa Sketsa pengukuran panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada Lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga Sarana dan prasarana penangkaran rusa timor di HP Dramaga Pengukuran bobot badan rusa Pertambahan ukuran morfometrik rusa timor Waktu pemilihan pakan Grafik suhu rata-rata kandang individu Perilaku makan rusa Grafik frekuensi pemilihan pakan Persentase kecenderungan pemilihan pakan

15 vi DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil analisis ANOVA konsumsi bahan kering rusa timor di penangkaran dengan menggunakan SPSS Statistik Hasil analisis ANOVA pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran dengan menggunakan SPSS statistik Hasil analisis ANOVA konversi pakan rusa timor di penangkaran dengan menggunakan SPSS Statistik Hasil analisis ANOVA pertambahan panjang badan rusa timor di penangkaran menggunakan SPSS statistik Hasil analisis ANOVA pertambahan tinggi pundak rusa timor di penangkaran menggunakan SPSS statistik Hasil analisis ANOVA pertambahan lingkar dada rusa timor di penangkaran menggunakan SPSS Statistik Preferensi pakan pada rusa jantan dan betina berdasarkan waktu pemilihan... 60

16 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan satwa tropis yang keberadaannya dikhawatirkan mulai punah akibat adanya perburuan liar di alam, pertambahan penduduk yang cepat, pola perladangan yang berpindahpindah dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak habitat rusa timor untuk berbagai kepentingan. Status konservasi rusa timor di Indonesia berdasarkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources-The Red List of Threathened Species termasuk kategori low concern, kemudian pada tahun 2008 hingga 2012 meningkat menjadi vulnerable (rawan), yaitu mengalami resiko kepunahan yang tinggi di alam dalam waktu dekat (IUCN 2012). Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 menetapkan semua jenis rusa di Indonesia berada dalam status dilindungi (Semiadi dan Nugraha 2004). Rusa merupakan salah satu penghasil sumber protein hewani yang potensial dan rendah kolesterol. Kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan diupayakan dengan berbagai macam kegiatan pengelolaan satwaliar seperti penangkaran. Upaya pelestarian dan pemanfaatan jenis rusa yang dikembangbiakkan di penangkaran, semua kebutuhannya harus dipenuhi terutama pakan, karena pakan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan produksi (Garsetiasih et al. 2000). Penangkaran rusa perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengembangbiakkan dan melindungi kelestariannya dengan teknik teknik pemeliharaan yang telah dihasilkan. Penangkaran rusa berfungsi juga untuk memperbanyak populasi dan melepaskan kembali ke alam untuk menjaga kelestariannya (Takandjandji 1988). Pakan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada satwa dengan unsur nutrisi untuk memenuhi kebutuhan seperti air, protein, lemak, mineral dan vitamin (Semiadi dan Nugraha 2004). Populasi rusa timor yang semakin berkurang di habitatnya menjadikan pencarian pakan merupakan

17 2 alternatif penting untuk mempertahankan populasi, membantu pertumbuhan dan reproduksi. Rusa merupakan satwa herbivore dengan pakan utama hijauan namun, nilai gizi yang terkandung dalam hijauan seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu ditambahkan pakan tambahan untuk mencukupi kebutuhan gizi (Garsetiasih 2007). Upaya peningkatan kemampuan produksi rusa timor dapat dilakukan dengan memberikan pakan tambahan untuk membantu pertumbuhannya sehingga meningkatkan kecepatan pertambahan bobot badan dan ukuran morfometrik. Kandungan protein dan karbohidrat dalam tanaman sorgum memiliki potensi sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan bobot badan satwa. Jenis hijauan yang selama ini diberikan pada rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Dramaga yaitu rumput liar yang diambil dari sekitar kawasan. Selain itu, terdapat beberapa jenis hijauan yang diberikan untuk perlakuan reproduksi rusa diantaranya hanjeli, sulanjana, gewor, alang-alang, kaliandra, sorgum, padian, kawatan, sauhan, cacabean, paitan, aawian, hopea, kacangan, setaria dan mikania (Setio et al. 2011). Selain itu, diberikan juga rumput gajah, setaria dan pakan konsentrat berupa dedak padi dan ubi jalar. Hasil penelitian Garsetiasih (2007) menyatakan bahwa, kadar gizi hijauan berupa rumput lapang yang diberikan kepada rusa timor lebih rendah dengan kadar protein hanya 2,78 % sehingga perlu ditambah dengan pakan jagung yang mengandung protein lebih tinggi mencapai 9,29 %. Secara umum nilai nutrisi tanaman sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman jagung khususnya kandungan protein dan karbohidrat. Tanaman sorgum mengandung protein 11 g dan karbohidrat 73 g sedangkan tanaman jagung mengandung protein 9 g dan karbohidrat 72 g (Yayuk et al. 1990). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap pertumbuhan rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822).

18 3 1.2 Tujuan Tujuan penelitian pengaruh pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap pertumbuhan rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) adalah untuk : 1. Mengkaji konsumsi, bobot badan dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor 2. Mengkaji ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum 3. Mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor 1.2 Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah: 1. Dapat dijadikan sebagai saran atau masukan bagi pihak pengelola dalam peningkatan pertumbuhan rusa timor dengan menggunakan tanaman sorgum sebagai pakan tambahan selama masa pertumbuhan sehingga produksi rusa dapat meningkat. 2. Dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan dalam menjaga kelestarian dan pemanfaatan satwa rusa timor.

19 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Rusa Timor Klasifikasi Rusa timor merupakan satwa yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Secara umum klasifikasi rusa timor (Rusa timorensis) menurut Schroder (1976) dan red list IUCN (2012) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub ordo : Ruminansia Family : Cervinae Genus : Cervus Species : Cervus/Rusa timorensis de Blainville, Morfologi Rusa timor memiliki warna rambut coklat kemerahan, hidup berkelompok dan mempunyai daerah teritorial. Rusa jantan memiliki rambut yang berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap dan kasar serta mempunyai ranggah. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antara 1,95 2,10 m, tinggi badan 1,00 1,10 m. Ranggah tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan (Schroder 1976). Rusa timor jantan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan rusa betina dan memiliki warna gelap hingga kecoklatan pada kaki belakang. Rusa timor jantan memiliki surai yang terdapat pada lehernya seperti yang dimiliki oleh rusa sambar (Rusa unicolor) (Firmansyah 2007). Untuk lebih jelasnya morfologi rusa timor dapat dilihat pada Gambar 1.

20 5 Gambar 1 Morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga. 2.2 Ekologi Rusa Timor Penyebaran Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan rusa tropis kedua terbesar setelah rusa sambar (Rusa unicolor). Pada masa penjajahan Belanda, rusa timor banyak tersebar ke Pulau Papua dan pulau kecil lainnya di sekitar Indonesia bagian Timur serta pengiriman ke luar negeri seperti ke negara Australia, Brasil, Kep. Komoro di Afrika, Madagaskar, Selandia baru, Mauritus, Kaledonia baru, Papua New Guinea, Malaysia dan Thailand (Semiadi dan Nugraha 2004). Di Nusa Tenggara Timur penyebaran rusa timor banyak terdapat pada Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Semau, Pulau Kambing, Pulau Alor dan Pulau Pantar Habitat Habitat merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan satwa. Pada umumnya rusa dapat bertahan hidup di beberapa tipe vegetasi seperti savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin dan menghindarkan diri dari predator. Secara alami habitat rusa berada di hutan sampai ketinggian m dpl dengan padang rumput yang tersedia sebagai pakan (Garsetiasih dan Takandjandji 2007) Pakan Rusa timor merupakan satwa herbivore yang mengkonsumsi berbagai jenis hijauan. Sebagai satwa herbivore, rusa selalu mendeteksi jenis hijauan sebelum memakannya. Pendeteksian ini dapat dilihat dari perilakunya dalam menciumi hijauan. Apabila hijauan tersebut tidak cocok atau tidak disukai, maka

21 6 rusa akan meninggalkannya dan beralih ke hijauan yang lain (Priyono 1997). Ketersediaan hijauan sangat erat hubungannya dengan habitat sehingga diperlukan upaya penanganan pakan hijauan di penangkaran (Garsetiasih dan Takandjandji 2007). Menurut Takandjandji (2004) jenis-jenis pakan yang disukai oleh rusa umumnya terdiri dari jenis rumput poaceae dan leguminosae. Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa selain mengkonsumsi hijauan, rusa cenderung menyukai keragaman pakan non rumput seperti konsentrat (dedak dan ubi), buah buahan, sayuran atau limbah pertanian yang mudah diperoleh. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup bagi rusa timor di penangkaran tidaklah mudah karena semua zat-zat nutrisi harus dalam keadaan seimbang. Secara umum, sulit untuk memformulasikan jenis pakan yang baik bagi rusa sebab informasi tentang kualitas pakan masih terbatas dan data tentang konsumsi kecernaan dari berbagai bahan pakan juga masih terbatas sehingga sulit untuk memberi rekomendasi yang tepat (Latupeirissa dan Matitaputty 2005) Pertumbuhan Basuni (1987) mengemukakan bahwa rusa merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi mengingat ukuran tubuhnya cukup besar, produksi dagingnya tinggi, kemampuan adaptasi dan berkembangbiak juga tinggi. Selain itu, satwa ini juga sangat responsif terhadap perbaikan nutrisi. Firmansyah (2007) menyatakan bahwa rusa yang berada di alam menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan, mencari shelter dan tempat minum (ingestive). Aktivitas ini lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa ini istirahat (Masy ud et al. 2007), sama halnya dengan rusa di penangkaran yang telah mampu beradaptasi dan terbiasa dengan kondisi yang diatur. Pakan bagi satwa ini harus disediakan secara kontinyu untuk memenuhi nutrisi bagi pertumbuhannya. Pertumbuhan dipengaruhi oleh kesehatan satwa khususnya yang berada di penangkaran. Syarief (1974) dalam Firmansyah (2007) mengemukakan umur sapih rusa sekitar 4-7 bulan, dewasa kelamin 7-9 bulan, remaja 6-12 bulan, masa pematangan reproduksi bulan, umur tertua rusa berkisar tahun. Pertumbuhan rusa timor sebaiknya diamati setelah umur masa sapih dan sebelum bereproduksi, karena pertumbuhan fisiknya akan terlihat lebih jelas. Secara

22 7 fisiologis, pertumbuhan rusa timor dapat dilihat dari tulang-tulang yang membentuk rongga pinggul melebar (Takandjandji et al. 1998). 2.3 Penangkaran Rusa Timor Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi, ekonomis, sosial budaya dan ilmu pengetahuan dengan tetap mempertahankan kelestarian populasi dan kemurnian jenis (Basuni 1987). Penangkaran ex-situ dibangun dengan memperhatikan aspek-aspek habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), berada pada tempat yang tenang, aman dari gangguan predator, mudah dicapai baik pada musim hujan maupun kemarau, tersedia air sepanjang tahun dan permukaan tanah yang tidak berbatu, di sekitarnya terdapat lapangan rerumputan untuk mempermudah penyediaan pakan selain dari kebun pakan, topografi rata sampai bergelombang ringan, luas lahan minimal 0,5 ha atau sesuai kebutuhan serta tersedianya pohon-pohon peneduh atau semak-semak (Garsetiasih dan Takandjandji 2007). 2.4 Tanaman Sorgum Klasifikasi Sorgum merupakan tanaman budidaya yang dapat dikembangkan di daerah-daerah lahan kering yang berpotensi tinggi akan protein dan karbohidrat setelah jagung, padi, dan gandum. Tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai penganekaragaman pangan, pakan dan industri (Prabowo et al. 1999). Secara umum klasifikasi sorgum menurut Suci (1992), Felicia (2006), Wiratma (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Divisi : Magniliophyta Superdivisi : Spemartophyta Class : Monocotyledon Family : Poaceae Genus : Sorgum Ordo : Cyperales

23 8 Spesies : Sorghum bicolor(l), Andropogon sorghum (L), Holchus sorghum (L), Sorghum vulgare(l) Nama daerah yang biasa disebut : Cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di daerah Jawa Barat, batara tojeng di daerah Sulawesi Selatan Morfologi Umumnya biji sorgum berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm (Wiratma 2010) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit luar sebanyak 8 persen, lembaga 10 persen dan daging biji (endosperm) 82 persen. Kulit terdiri dari epikarp, mesokarp dan endocarp. Epikarp mengandung zat pigmen dan sebagian zat pigmen dapat masuk ke dalam daging biji. Mesokarp adalah lapisan kulit biji paling tebal, mengandung granula pati kecil berbentuk polygonal. Endokarp terdiri dari sel-sel melintang berbentuk tabung panjang 200 mikro dan lebarnya 5 mikro. Salah satu fungsi endocarp untuk mengangkut air (Suci 1992). Batang sorgum beruas-ruas mirip tebu, namun berukuran lebih kecil dengan diameter 2 cm dan tinggi tanaman bisa mencapai 2,5 m. Daun sorgum berbentuk pita mirip dengan daun jagung maupun tebu. Malai tumbuh pada ujung tanaman seperti halnya padi (FKA 2008). Secara morfologis sorgum dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2 Morfologi sorgum (Sorghum bicolor L).

24 9 Untuk lebih jelasnya struktur penampang membujur sorgum disajikan dalam Gambar 3. Gambar 3 Penampang membujur sorgum (Sumber : Laimeheriwa 1990). Laimeheriwa (1990) mengemukakan berat biji sorgum bervariasi antara 8-50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi menjadi: 1. sorgum biji kecil (8-10 mg) 2. sorgum biji sedang (12-24 mg) 3. sorgum biji besar (25-35 mg). Biji sorgum tergolong jenis kariopsis (caryopsis) dengan seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Di bawah endocarp terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperm dan mengandung pigmen. Endosperm terdiri dari lapisan aleuron yang mengandung banyak mineral dan vitamin B. Selain lapisan aleuron, endosperm dilengkapi dengan peripheral corneous, dan zona floury. Scutellum merupakan jaringan penyimpan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral (Felicia 2006). Warna kulit biji sorgum bervariasi mulai dari putih, merah dan coklat keunguan. Warna ini disebabkan oleh adanya pigmen yang terletak di epikarp berwarna putih, kuning, jingga dan merah. Tanaman sorgum lebih tahan kekeringan dibandingkan jagung karena mempunyai akar serabut terletak agak dalam di bawah tanah yaitu mencapai kedalaman 1,3 sampai 1,8 m, panjangnya mencapai 10,8 m. Selain akar seperti di atas tanaman tersebut juga mempunyai daun berlapis lilin, berguna untuk mengurangi penguapan air (Wright 1993 dalam Suarni dan Singgih 2002).

25 Kandungan gizi Kandungan nilai gizi sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman serelia lainnya. Komposisi kimia biji sorgum sangat beragam, tetapi secara umum adalah protein total 9,5 %, serat kasar 2,3 %, abu 2,3 %, karbohidrat 68 %, kalcium 0,11 %, methionin ditambah cystin 0,35 %, dan lysiin 0,22 % (Wright 1993 dalam Suarni dan Singgih 2002). Yayuk et al. (1990) mengemukakan kandungan protein, lemak dan P pada tanaman sorgum melebihi tanaman pangan lainnya (Tabel 1). Tabel 1 Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya Komoditas Kandungan nutrisi Kal(gram) Lemak (gram) Protein (gram) Karbohidrat (gram) Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Sorgum 332 3,3 11, ,4 Beras 336 0,7 7, ,8 Jagung 361 4,5 9, ,6 Kentang 83 0,1 2, ,7 Ubi kayu 157 0,3 1, ,7 Ubi jalar 123 0,7 1, ,7 Terigu 365 1,3 8, ,2 Sumber : Yayuk et al. (1990) Suci (1992) mengemukakan bahwa protein dalam biji sorgum dapat dibagi menjadi 2 golongan pokok, yaitu protein dalam lembaga dan protein dalam endosperm. Kandungan protein lembaga lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam endosperm. Protein inilah yang dapat mendukung pertumbuhan satwa yang ditandai dengan pertambahan bobot badan, pertumbuhan morfometrik tubuh dan keaktifan bergerak Penyebaran di Indonesia Prabowo et al. (1999) menyebutkan bahwa tanaman sorgum telah lama dikenal dan ditanam di NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kabupaten Demak merupakan penghasil sorgum di Pulau Jawa dan pada tahun 1994 luas panen mencapai hektar dengan hasil 3,5 ton/ha. Kenaikan luas per tanaman sorgum di Kabupaten Demak selama pelita V sebesar 16,7 % menempati urutan kedua setelah jagung. Utama et al. (2007) mengemukakan bahwa tanaman sorgum tumbuh relatif cepat, tahan terhadap kekeringan, ditopang oleh perakaran halus dan dapat tumbuh agak dalam di bawah tanah serta dapat dipanen pada umur 120 hari.

26 11 Sorgum dapat menghasilkan biji dengan baik pada musim kemarau dan tumbuh optimum pada suhu 23 o c sampai 30 0 c dengan kelembaban 20 sampai 40 % serta tumbuh di daerah tropis dan sub tropis sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Tanaman sorgum dikenalkan oleh Negara Belanda pada tahun 1925 di Indonesia, meskipun sudah masuk ke Indonesia sejak jaman pemerintah kolonial, namun sorgum baru mulai berkembang baik sekitar tahun 1970-an yang disebabkan ketika tahun 1960-an Indonesia kekurangan pangan (beras), maka pemerintah mulai agak serius mengembangkan komoditas ini. Hasilnya baru terlihat sekitar tahun 1970-an, dengan varietas berwarna coklat dan putih. Dengan semakin baiknya perekonomian Indonesia setelah tahun 1970-an, maka komoditas sorgum kembali dilupakan. Budidayanya hanya dilakukan oleh masyarakat secara terbatas untuk kebutuhan sendiri. Sorgum dikenal dengan nama cantel, otek dan jagung cantrik di Pulau Jawa. Pemanfaatan jenis sorgum mulai muncul kembali dari perdagangan pakan burung perkutut (FKA 2008). Untuk penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia Propinsi Daerah penghasil Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur NTB NTT Indramayu, Cirebon, Kuningan, Ciamis, Garut, Cianjur, dan Sukabumi Tegal, Kebumen, Kendal, Demak, Grobogan, Boyolali dan Wonogiri Kulon Progo, Sleman, Bantul dan Gunung Kidul Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Utara, Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian (2007) Produksi Tanaman sorgum di Indonesia hingga saat ini (tahun 2012) masih belum merupakan tanaman penting dibandingkan dengan padi, jagung, gandum dan tanaman serelia lainnya. Potensi sorgum sebagai makanan tambahan bagi ternak (pengganti jagung) dan satwa cukup tinggi. Industri plywood dan kertas, sorgum

27 12 berpotensi menggantikan terigu sebagai bahan perekat (lem) sementara batang dan daunnya dijadikan sebagai pakan ternak. Produktivitas sorgum rata-rata ditingkat petani hanya sekitar 1 ton per hektar per musim tanam (FKA 2008). Dengan pola pengembangan sorgum untuk keperluan substitusi gandum maupun industri minuman serta untuk pakan satwa, maka usaha petani akan terus berkepanjangan. Produktivitas sorgum di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Produktivitas sorgum di Indonesia Tempat Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ha/tahun) Jawa Tengah 15,31 17,35 1,13 Jawa Timur 5,97 10,52 1,76 DI Yogyakarta 1,8 67,0 0,37 NTB ,80 NTT ,50 Sumber : Sirappa (2003) 2.5 Perilaku Makan Perilaku makan merupakan sifat appentites yang lebih bervariasi dan harus melalui proses belajar serta adaptasi terhadap lingkungan baru tergantung pada lamanya makan atau frekuensi makannya setiap hari (Suratmo 1979) dalam Wardani (2002). Menurut Craig (1981) dalam Wardani (2002), perilaku makan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Pola makan juga merupakan perilaku yang sering kali dipengaruhi oleh macam dan modifikasi banyak faktor. Rusa pada umumnya mempunyai pola ruminansia atau memamah biak. Setelah makan, satwa tersebut sering kali berbaring, mengunyah dan memamah biak. Lambung terdiri dari beberapa bagian yang dapat membantu memisahkan makanan yang kasar dan yang halus. Ismail (2011) menambahkan cara merumput rusa yaitu dengan melilitkan rumput pada lidah di mulutnya, kemudian menyentakkan kepalanya ke depan sehingga rumput terpotong oleh gigi seri bawah. Rusa lebih memilih istirahat memamah biak dan tidur pada siang hari sesuai dengan pernyataan Wardani (2002) bahwa aktivitas makan satwa di penangkaran menurun pada siang hari kemudian naik lagi pada sore hari. Selain itu Masy ud et al. (2007) juga menyatakan aktivitas makan lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa ini istirahat.

28 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga- Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Penelitian dilaksanakan selama 64 hari mulai bulan April hingga Juni Penelitian dibagi dalam empat periode dan setiap periode terdiri dari 4 hari masa penyesuaian (preliminary) dan 12 hari pengumpulan data (collecting data) sehingga masing-masing periode membutuhkan waktu selama 16 hari. Penelitian dilakukan menggunakan kandang individu dengan ukuran (2x2x1,5) m (Gambar 4). Gambar 4 Kandang individu untuk perlakuan. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera, timbangan analitik kapasitas 5000 g dan 3000 g, timbangan digital XK-3190A7 Great Scale kapasitas 50 kg, SPSS Statistics 15.0, Adobe photoshop CS3, Google skecth up 8, thermohygrometer, meteran, bak plastik, parang, sapu lidi, tally sheet dan alat tulis menulis. Bahan dan objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor rusa timor usia tumbuh dan belum pernah bereproduksi (12-16 bulan) sebagai satwa yang ditangkarkan yang terdiri dari 2 jantan dan 2 betina. Pakan yang digunakan pada saat penelitian berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan kaliandra

29 14 (Caliandra callothyrsus) sebagai pakan dasar serta sorgum (Sorghum bicolor) sebagai pakan tambahan. sebelumnya telah disediakan. Hijauan ini diperoleh dari kebun pakan yang Kandungan nutrisi pakan dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian menggunakan 4 petak kandang individual yang dilengkapi dengan tempat makan. pemberian perlakuan dilakukan secara acak (Tabel 4). Tabel 4 Pengacakan kandang dan perlakuan Rusa ditempatkan dalam kandang individual dan Periode Pengacakan kandang dan perlakuan 1, a 2, b 3, c 4, d I A B C D II B A D C III C D A B IV D C B A Keterangan : A, B, C, D = Perlakuan 1, 2, 3, 4 = Nomor rusa a, b, c, d = Nama kandang Jenis perlakuan yang diberikan diatur dalam formulasi : A = Pakan dasar berupa rumput gajah (50 %) + kaliandra (50 %) B = Pakan dasar (85 %) + sorgum (15 %) C = Pakan dasar (70 %) + sorgum (30 %) D = Pakan dasar (55 %) + sorgum (45 %) Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan patokan yaitu 10 % x berat badan x 2 (Takandjandji 1995). Pemberian rumput dilakukan secara ad libitum (selalu tersedia), namun sebelum diberikan pada rusa, hijauan terlebih dahulu dipotong menjadi 4 5 cm agar tidak tercecer di lantai (Gambar 5). Penentuan jumlah pemberian pakan, berdasarkan kemampuan konsumsi pada masa pendahuluan (preliminary). Daun kaliandra diberikan setelah dilayukan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar mimocine yang dikandungnya. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yakni pagi (07.00 WIB) dan sore (16.30 WIB). Sisa pakan ditimbang sesuai jenisnya setiap pagi sebelum memberikan jenis pakan yang baru dan sebelum kandang dibersihkan.

30 15 (a) (b) Gambar 5 (a) Pakan kaliandra, sorgum dan rumput gajah yang telah dipotong menjadi 4-5 cm; (b) pakan yang siap diberikan pada rusa. 3.3 Jenis Data Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi: konsumsi pakan, konversi pakan, bobot badan, ukuran morfometrik, perilaku makan dan preferensi pakan Data sekunder Data sekunder yang dikumpul meliputi kondisi penangkaran (luas areal dan suhu), pakan (jenis, sumber, pakan tambahan, frekuensi pemberian pakan) dan fasilitas penunjang penangkaran. 3.4 Metode Pengumpulan Data Data primer Metode pengumpulan data, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Parameter yang diamati dalam penelitian, adalah : 1. Konsumsi pakan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa setiap hari, pada setiap pengumpulan data tiap periode yang ditimbang dengan timbangan analitik berkapasitas 5000 g dan 3000 g, 2. Data pertambahan bobot badan, panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada diperoleh dari hasil pengukuran parameter pertumbuhan setiap periode (12 hari) selama 64 hari penelitian. Bobot badan rusa diukur dengan menggunakan timbangan digital berkapasitas 50 kg, pengukuran panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada menggunakan meteran

31 16 jahit yang dibantu dengan kayu kecil sepanjang 1 m sebagai patokan ketelitian pengukuran. Panjang badan, diukur dari tepi depan sendi bahu sampai dengan tepi belakang bungkul tulang rusuk. Tinggi pundak, diukur berdasarkan jarak tertinggi pundak dari permukaan tanah tegak lurus. Lingkar dada, diukur berdasarkan keliling dada tepat di belakang bahu (Gambar 6). A B Gambar 6(a) Sketsa pengukuran panjang badan; (b) pengukuran tinggi pundak; (c) pengukuran lingkar dada. C

32 17 3. Konversi pakan diperoleh dengan perbandingan antara rata-rata konsumsi bahan kering dan rata-rata pertambahan berat badan per satuan waktu, 4. Perilaku makan dan preferensi pakan diamati dengan pencatatan data secara Time sampling yaitu mencatat jenis pakan yang dipilih pada tiap interval 30 menit setiap jam. Pengamatan dilakukan selama 9 jam tiap hari dari jam WIB WIB. Pengamatan perilaku makan dan preferensi pakan dilakukan selama 10 hari, 5. Pengukuran suhu kandang dilakukan dengan menggunakan thermometer yang dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul WIB), siang hari (pukul WIB) dan sore hari (pukul WIB) dengan menggantungkan thermometer di dalam kandang. 6. Metode wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara kepada staff yang bertugas di penangkaran. Wawancara dilakukan secara mendalam dan berulang untuk memahami jawaban dari pertanyaan yang diajukan secara luwes, terbuka, tidak baku dan informal (Boyce et al. 2006) Data sekunder Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pustaka serta lembaga atau instansi yang berkaitan dengan penelitian, merupakan data awal yang dikumpulkan sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, yang berguna untuk menunjang keabsahan dan pendalaman dalam menganalisis data yang akan dilakukan. 3.5 Analisis Data Data yang telah diperoleh, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan perilaku makan rusa. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui: a. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin 4 x 4 (Mattjik dan Jaya 2006), dengan model matematis sebagai berikut : Y ijk = μ + αi + βj + γk + ijk; dimana : Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-k dalam baris ke-i dan kolom ke-j μ = nilai rata-rata

33 18 α-i = pengaruh rusa ke-i; 1-4 β-j = pengaruh periode ke-j; 1-4 γ-k = pengaruh perlakuan ke-k; 1-4 ijk = kesalahan baku (error) b. Konversi pakan dengan menggunakan rumus :, Keterangan : r kons BK = rata-rata konsumsi bahan kering; r PBB = ratarata pertambahan bobot badan, c. Konsumsi bahan kering dengan menggunakan rumus :, Keterangan : KHS = Konsumsi hijauan segar, selisih antara jumlah hijauan yang diberikan dan jumlah hijauan yang tersisa ; BK = Bahan kering, d. Tabel ANOVA dihitung dengan menggunakan SPSS Statistic Kriteria pengujian jika T hitung < T tabel maka terima H0 (tidak ada hubungan antara parameter yang diuji) dan jika T hitung > T tabel maka tolak H0 pada tarif nyata (ada hubungan antara parameter yang diuji).

34 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lingkungan Fisik Letak dan luas Hutan Penelitian (HP) Dramaga terletak di Desa Setu Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Hutan Penelitian Dramaga pertama kali dibangun pada tahun 1956 seluas 57,75 ha oleh Balai Penyelidikan Kehutanan. Secara geografis lokasi ini terletak pada LS dan BT. Hutan Penelitian Dramaga memiliki luas sekitar 57,75 ha dengan 10 % dari luasan tersebut (35,85 ha) digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk perkantoran dan fasilitas kerja dan seluas 11,9 ha berfungsi sebagai areal penyangga. Di tepi Hutan Penelitian Dramaga terdapat danau atau telaga kecil yaitu Setu Gede dengan luasan 6 ha yang dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor dan merupakan salah satu tempat rekreasi warga Bogor (Gambar 7). Gambar 7 Lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor. Sumber: Setio et al. (2011) Topografi dan tanah Hutan Penelitian Dramaga berada pada topografi datar sampai agak bergelombang dengan kelerengan 0-6 %. Tanah di areal Hutan Penelitian

35 20 Dramaga termasuk latosol coklat kemerahan dengan bahan induk tufvolkan intermedier fisiografi vulkan. Pada bagian atasnya dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam. Tekstur tanahnya terdiri dari liat sampai berdebu halus, struktur gumpal sampai remah dan gembur. Batas lapisan umumnya baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam sekitar 8 12 m (Parisy et al. 1999) Iklim Parisy et al. (1999) mengemukakan bahwa Hutan Penelitian Dramaga menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1953) termasuk ke dalam tipe A dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar mm dan tidak memiliki bulan kering. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi Kelas I Dramaga tahun , suhu rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (26,23 0 C) dan terendah pada bulan Februari (25,33 0 C). Kelembaban tertinggi pada bulan Februari (89,33 %) dan terendah pada bulan September (77 %). Curah hujan tertinggi pada bulan Februari (364 mm) dan terendah pada bulan Agustus (71,5 mm) sedangkan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2383,5 mm Sarana dan prasarana Takandjandji (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa sarana dan prasarana yang harus dipersiapkan dalam suatu penangkaran rusa diantaranya kandang, pagar, areal pengembangan pakan, tempat makan, tempat minum, jalan kontrol, saluran air dan gudang peralatan. Hutan Penelitian Dramaga memiliki sarana dan prasarana berupa perkantoran, bangunan yang mencakup kandang, pagar, gudang peralatan, perumahan karyawan dan areal pengembangan pakan. Di samping itu, HP Dramaga memiliki beberapa sarana dan prasarana penting lainnya diantaranya Danau Setu Gede yang banyak dikunjungi oleh warga Bogor maupun wisatawan lain di luar Bogor sebagai tempat rekreasi, serta penangkaran satwa rusa timor dan trenggiling (Gambar 8).

36 21 (a) (b) (c) Gambar 8 (a) Sarana dan prasarana penangkaran rusa timor di HP Dramaga; (b) kandang trenggiling; (c) danau Setu Gede Penangkaran rusa timor Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mengembangkan salah satu kegiatan penangkaran rusa timor (Rusa timorensis) yang diresmikan pada tahun 2008 dengan luasan 7,0 Ha. Penangkaran tersebut diberi nama Pusat Pengembangan Teknologi Rusa Timor. Perkembangan penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga sampai tahun 2012, populasi rusa timor terdiri dari 51 individu rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) dengan komposisi jumlah jantan dewasa 13 individu, jumlah betina dewasa 23 individu, remaja/muda dengan umur 6-18 bulan sebanyak 4 individu dan anakan dengan umur 6 bulan ke bawah sebanyak 11 individu.

37 22 Areal penangkaran diperuntukkan untuk kandang semi alami 5.0 Ha dan kebun penanaman pakan 2,0 Ha. Kebun pakan merupakan satu sarana yang sangat penting di dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan satwa sangat tergantung oleh pakan (Garsetiasih 2007). Kandang semi alami terdiri dari kandang individu, kandang jepit, lorong penggiringan, kandang pedok, kandang pembiakan dan kandang pembesaran. Selain itu, terdapat pula sarana prasarana pendukung penangkaran rusa yaitu pengolahan limbah, pos penjagaan, kantor pusat informasi dan gudang. Kandang individu merupakan kandang khusus yang berukuran (2x2x1,5) m berguna untuk rusa yang sedang sakit dan untuk perlakuan (keperluan penelitian). Limbah pakan maupun feses rusa dikumpulkan ke dalam bak limbah berukuran (2x2x1) m 3 sebanyak 2 unit dan (4x2x1) m 3 sebanyak 1 unit untuk dijadikan kompos yang bermanfaat bagi tanaman pakan rusa. 4.2 Lingkungan Biologi Flora Flora yang terdapat di HP Dramaga merupakan hasil introduksi sebanyak 130 jenis tumbuhan mencakup 88 marga dan 33 famili. Jenis tanaman asing terdiri dari jenis pohon berdaun jarum (Gymnospermae) tiga jenis dari marga pinus dan jenis daun lebar (Angiospermae) 39 jenis (34 marga, 18 famili) khusus marga khaya dan terminalia. Jenis pohon introduksi berasal dari negara beriklim tropis dan sub tropis. Jenis tanaman asli Indonesia terdiri dari marga Agathis, Pinus, Podocarpus, Shorea, Eugenia, Dipterocarpus dan Hopea. Jenis tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan pohon pada HP Dramaga, terdiri dari jukut kakawatan (Cynodon dactylon), paku kawat (Lycopodium cernuum), kirinyuh (Eupatorium pallescens), paku areuy (Gleichenia linearis) dan harendong (Melastoma polyanthum). Dari koleksi yang ada terdapat beberapa jenis unggulan HP Dramaga diantaranya Hopea mengarawan, Khaya anthotheca, Shorea stenoptera dan Shorea pinanga (Parisy et al. 1999) Fauna Jenis fauna yang terdapat dalam HP Dramaga adalah ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai atau bajing (Lariscus sp), dan musang

38 23 (Paradosurus hermaphroditus). Menurut Solihati (2007), jenis burung yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 29 jenis terdiri dari 21 suku, dua jenis diantaranya merupakan burung endemik Pulau Jawa yakni Spizaetus bartelsi dan Stachyris grammiceps. Jenis yang paling sering dijumpai adalah Lonchura leucogastroides, Sterptopelia chinensis dan Prinia familiaris. Menurut Takandjandji (2009) fauna yang terdapat di HP Dramaga yaitu mamalia sebanyak 14 jenis, reptil sebanyak 12 jenis dan aves sebanyak 31 jenis. Potensi satwa tersebut mempunyai nilai penting sebagai tambahan objek wisata yang terpadu dengan pengembangan penangkaran rusa.

39 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto (Tabel 5). Tabel 5 Komposisi nutrisi pakan yang digunakan (%) Kode BK Abu PK SK LK BETN Ca P EB (kkal) Sorgum 14,81 1,52 1,99 6,32 0,54 4,43 0,11 0,05 628,00 Rumput 21,10 1,89 2,89 10,05 0,13 6,14 0,09 0,08 902,00 Gajah Kaliandra 13,22 0,89 3,42 4,15 0,11 4,70 0,15 0,05 604,00 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2011). Keterangan: BK PK SK LK BETN Ca P EB : Bahan Kering : Protein Kasar : Serat Kasar : Lemak Kasar : Bahan Extrak Tanpa Nitrogen : Calcium : Phospor : Energi Bruto (kkal) Tabel 5 menunjukkan sorgum memiliki persentase lemak kasar lebih tinggi dari rumput gajah dan kaliandra yang berguna sebagai sumber energi kedua setelah karbohidrat yang mampu meningkatkan bobot badan rusa. Leimeheriwa (1990) menyatakan bahwa lemak dalam biji sorgum sangat berguna bagi satwa dan manusia sebagai energi, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan tengik dalam produk bahan pangan. Sorgum juga mengandung zat anti gizi yaitu tanin yang menyebabkan rasa sepat terutama pada sorgum yang mempunyai kulit biji berwarna tua sehingga kurang disukai rusa. Rumput gajah mengandung bahan kering dan serat yang tinggi, seperti terlihat dari hasil analisis proksimat. Hijauan yang dikonsumsi rusa sebaiknya mengandung air. Secara garis besar air, protein, lemak dan energi disebut sebagai unsur nutrisi makro, sedangkan yang lainnya merupakan unsur nutrisi mikro yang tingkat kebutuhannya relatif lebih rendah. Kebutuhan nutrisi umumnya

40 25 menggunakan bahan kering yaitu kondisi dimana kandungan air telah dihilangkan melalui pemanasan. Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa penggunaan bahan kering merupakan cara yang paling tepat karena unsur air dalam setiap jenis pakan sangat bervariasi. Hartanto (2008) melaporkan bahwa rumput gajah mengandung BK (23,70 %), Abu (29,85 %), PK (10,3 %), SK (25,7 %) dan LK (0,99 %). Kandungan nutrisi rumput gajah selama penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Hartanto (2008) diduga karena rumput gajah yang diberikan tidak ditentukan berdasarkan umur muda atau tua nya serta pemotongan rumput gajah di lokasi penelitian tidak melihat umur. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang tidak mencapai lebih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004). Berdasarkan penelitian Setio et al. (2011) menunjukkan bahwa sorgum merupakan pakan yang disukai rusa timor dengan indeks preferensi 2,29 kali dikonsumsi tanpa sisa. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang yang mencapai labih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004). 5.2 Konsumsi Pakan Rusa Timor (Rusa timorensis) Konsumsi bahan kering Rata-rata konsumsi bahan kering harian rusa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata konsumsi bahan kering rusa (gram/hari/individu) Rusa Jenis Kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Jantan Periode I II III IV A B C D Jumlah Rata-rata 711,28 642,00 751,34 691, ,34 699,08 B A D C 622,27 572,56 694,17 910, ,98 699,99 C D A B 1432, ,40 872, , , ,77 D C B A 1011,71 963, ,50 836, ,91 953,48 Jumlah 3777, , , ,95 Rata-rata 944,32 870,00 830,23 952,48 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%.

41 26 Konsumsi merupakan faktor esensial bagi satwa untuk menentukan pertumbuhan dan produktivitasnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tertinggi dicapai oleh rusa 3 (jantan) diikuti oleh rusa 4 (jantan) selanjutnya rusa 2 (betina) serta yang terendah yaitu rusa 1 (betina). Untuk jantan, konsumsi pakan rusa 3 lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 yang disebabkan oleh letak kandang rusa 4 lebih dekat dengan kandang rusa lain yang tidak mendapat perlakuan. Adanya jenis pakan yang biasanya diberikan terhadap rusa yang tidak mendapat perlakuan menarik perhatian rusa 4 akan jenis pakan tersebut sehingga mengurangi konsumsi terhadap jenis pakan perlakuan. Hal yang sama juga terdapat pada rusa 2 (betina) yang mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 (betina). Bobot badan rusa 2 sebesar 26,91 kg lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 sebesar 21,58 kg yang mempengaruhi jumlah pakan rusa. Semakin besar bobot badan akan semakin banyak pula jumlah pakan yang diberikan, sesuai dengan metode penelitian. Konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh umur fisiologis rusa. Rusa jantan lebih mengarah pada perkembangan badan dan rusa betina ke arah perkembangan reproduksi. Rusa yang digunakan berumur bulan, telah memasuki masa reproduksi. Rusa jantan telah memasuki masa pertumbuhan ranggah, yang berarti akan segera melakukan perkawinan karena terdapat korelasi antara ranggah keras dengan perkawinan. Ranggah akan tumbuh pertama kalinya pada umur 8 bulan sedangkan betina telah memasuki masa bereproduksi, yakni pada umur bulan (Takandjandji 1998). Oleh karena itu, penurunan konsumsi pada rusa betina salah satunya disebabkan oleh umur rusa yang telah memasuki masa reproduksi. Setio et al. (2009) melaporkan bahwa rusa di penangkaran dengan umur tahun mampu menghasilkan konsumsi harian bahan kering rusa jantan ratarata 1454,47 gram sedangkan konsumsi harian bahan kering rusa betina rata-rata 1960,71 gram dengan pemberian jenis pakan rumput lapang, ubi dan singkong. Perbedaan konsumsi bahan kering pada penelitian ini disebabkan oleh jenis pakan yang diberikan kepada rusa berbeda. Singkong dan ubi diketahui mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen yang baik dan disukai oleh rusa. Berbeda pula dengan konsumsi bahan kering rusa di Penangkaran rusa timor, Desa Sumber Ringin, Kabupaten Blitar yang diteliti oleh Nugraha (2009) bahwa konsumsi

42 27 pakan rusa jantan sebesar 1038 gram/individu/hari dan rusa betina 1006 gram/individu/hari. Bobot badan awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara kg dengan rataan 28,94 kg. Bobot badan akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi kg dengan rataan 33,09 kg. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa tingkat konsumsi rusa timor di penangkaran berkisar 5-7,2 % dari bobot badan awal sehingga kebutuhan pakan rata-rata berat basah berkisar 2,2-4,9 kg. Hasil ini sesuai dengan penelitian Garsetiasih (2007) bahwa pakan rata-rata berat basah untuk rusa timor di penangkaran Kupang dan Bogor adalah 5 kg/individu/hari dan di penangkaran Sumbawa sebesar 4,42 kg/individu/hari. Takandjandji (1988) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering rusa timor dengan pemberian daun beringin (Ficus benyamina), kabesak (Acacia leucophloea), turi (Sesbania grandiflora) dicampur dengan rumput lapang (Paspalum dilatatum) adalah sebesar 3,37 % dari bobot badan. Semiadi dan Nugraha (2004) melaporkan bahwa rusa sambar burumur > 2 tahun mengkonsumsi pakan sebesar 2,2 kg bahan kering atau mendekati 4,3 kg hijauan segar. disajikan pada Tabel 7. Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuannya Tabel 7 Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) Periode Perlakuan (gram/individu/hari) A B C D 1 711,28 622, , , ,56 642,00 963, , , ,50 751,34 694, , ,80 910,98 691,72 Jumlah 2993, , , ,00 Rata-rata 748,30 909, ,40 925,25 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan kering dari perlakuan A hingga perlakuan C namun terjadi penurunan pada perlakuan D. Perlakuan D menurun diduga karena kandungan lemak yang terdapat lebih banyak dari perlakuan lainnya yang mempengaruhi rusa mengkonsumsi lebih sedikit

43 28 pakan dan sesuai dengan kebutuhan konsumsinya. Perlakuan D dengan pemberian pakan dasar 55 % dan sorgum 45 % mempengaruhi banyaknya kandungan lemak dalam pakan. Sorgum memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi rusa. Kebutuhan konsumsi yang sudah terpenuhi akan menghentikan rusa mengkonsumsi pakan dan biasanya rusa akan istirahat (memamah biak). Selain itu, pemberian sorgum yang mengandung lemak yang tinggi dan banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1995) bahwa, pemberian pakan yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi dan dapat menurunkan konsumsi sehingga tingkat konsumsi berkurang. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi (10,05 %) menjadikan rusa cepat kenyang dan berhenti mengunyah. Mc Donald et al. (1988) dalam Mulyaningsih (2006) menyatakan bahwa rumput gajah segar dengan kandungan air dan serat kasar yang tinggi (81,50 % dan 33,10 %) menjadikan kapasitas rumen terbatas sehingga menyebabkan konsumsi bahan kering menurun. Semakin tinggi serat kasar dalam pakan maka semakin rendah kecernaan pakan tersebut sehingga menurunkan konsumsi bahan kering. Hasil analisis sidik ragam konsumsi bahan kering dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0.05) antara perlakuan dan konsumsi bahan kering dengan T hitung sebesar 16,82 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 1). Pengaruh nyata tersebut terlihat pada rusa jantan mengkonsumsi bahan kering lebih banyak dibandingkan dengan rusa betina yang disebabkan rusa jantan memiliki sifat yang lebih agresif dan aktif dalam mengkonsumsi pakan (Tabel 6). Umumnya sifat rusa timor di habitat alami menunjukkan bahwa rusa jantan lebih aktif mendominasi pola makan dalam mengkonsumsi hijauan sedangkan rusa betina biasanya menunggu rusa jantan selesai mengkonsumsi dan mencari hijauan. Rusa betina lebih banyak menghabiskan waktu untuk istirahat dan memamah biak (Manshur 2011).

44 Pertambahan bobot badan rusa pada Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran dapat dilihat Tabel 8 Pertambahan bobot badan rusa (gram/individu/hari) Rusa Jenis Kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Periode I II III IV A B C D 11,67 78,33 59,17 69,17 B A D C -86,67 156,67 105,00 35,00 C D A B 120,00 165,00 191,67 26,67 Jantan D C B A 190,83 138,33 157,50-18,33 Jumlah 235,83 538,33 513,34 112,51 Jumlah Rata-rata 218,34 54,59 210,00 52,50 503,34 125,84 468,33 117,08 Rata-rata 58,96 134,58 128,34 28,13 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan serta dapat digunakan sebagai peubah untuk menilai kualitas bahan pakan satwa. Kandungan zat makanan yang terdapat dalam pakan akan mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot tubuh yang dilakukan dengan cara penimbangan berulang-ulang (Tillman et al. 1984). Pertambahan bobot badan rusa di penangkaran per hari berbeda-beda. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai oleh rusa 3 (jantan) selanjutnya rusa 4 (jantan) diikuti oleh rusa 1 (betina) dan terendah rusa 2 (betina). Setio et al. (2009) mengemukakan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan rusa di penangkaran dengan kisaran umur bulan sebesar 74,02 gram/individu/hari untuk rusa betina dan 145,45 gram/individu/hari untuk rusa jantan. Rusa timor liar di papua mempunyai gambaran pertambahan bobot badan antara 61,20-67,78 gram/individu/hari sedangkan di penangkaran rusa timor di Desa Sumber Ringin, Kabupaten Blitar diketahui rata-rata pertambahan bobot badan harian rusa timor jantan sebesar 137,70 gram/individu/hari dan pertambahan bobot badan rusa timor betina sebesar 110 gram/individu/hari (Nugraha 2009).

45 30 Pertambahan bobot badan pada rusa 3 (jantan) lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 (jantan) yang disebabkan oleh adanya korelasi yang nyata antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan, rusa jantan yang mengkonsumsi pakan yang tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 3 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 1244,77 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 125,84 gram/hari dan rusa 4 dengan konsumsi bahan kering sebesar 953,48 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 117,08 gram/hari. Berbeda dengan rusa betina, berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fluktuasi atau ketidakterkaitan antara konsumsi bahan kering dengan pertambahan bobot badan rusa betina. Rusa betina yang menghasilkan konsumsi bahan kering yang tinggi tidak menjamin pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 1 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 699,08 gram/hari dan mengalami pertambahan bobot badan sebesar 54,59 gram/hari sementara rusa 2 yang menghasilkan konsumsi bahan kering lebih besar yaitu 699,99 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 52,20 gram/hari. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor internal seperti daya cerna rusa yang kurang memanfaatkan nutrisi pakan menjadi bobot badan maupun faktor eksternal seperti gangguan lingkungan yang dapat mengalihkan perhatian rusa selama mengkonsumsi pakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa bobot badan rusa jantan cenderung lebih besar dibandingkan betina dan semakin bertambah umur rusa jantan juga akan menampakkan perkembangan fisiologis seperti ranggah yang semakin besar dan nyata. Rusa jantan lebih agresif dan lebih aktif dalam mengkonsumsi pakan karena pertumbuhan rusa jantan lebih mengarah ke pertambahan bobot badan maupun ukuran morfometriknya sedangkan pertumbuhan pada rusa betina lebih mengarah ke perkembangan organ-organ reproduksi sehingga bobot badan dan ukuran morfometrik lebih rendah dibandingkan dengan rusa jantan (Takandjandji 1988). Tabel 8 menunjukkan pertambahan bobot badan yang berbeda-beda berdasarkan periode. Penurunan bobot badan pada periode I dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan respon rusa terhadap pakan yang diberi. Pada periode IV

46 31 lokasi penelitian sering dikunjungi oleh masyarakat baik dari dalam maupun luar daerah Bogor dengan berbagai tujuan seperti rekreasi, pendidikan dan kerjasama instansi yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi rusa menurun sehingga nutrisi pakan tidak seluruhnya dicerna dan diubah menjadi bobot badan. Bobot badan yang menurun dapat disebabkan juga oleh kurangnya adaptasi terhadap pakan baru sehingga mengakibatkan sedikitnya zat-zat nutrisi yang diserap oleh rusa. Rusa memiliki sifat yang peka dan sensitif terhadap gangguan lingkungan khususnya suara atau kebisingan yang dapat mengganggu tingkat konsumsi. Faktor lingkungan ini mengalihkan perhatian rusa dan biasanya akan menghentikan aktivitas mengkonsumsi. Rata-rata pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuannya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pertambahan bobot badan rusa berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari) Periode Perlakuan A B C D 1 11,67-86,67 120,00 190, ,67 78,33 138,33 165, ,67 157,50 59,17 105, ,33 26,67 35,00 69,17 Jumlah 341,68 175,83 352,50 530,00 Rata-rata 85,42 43,96 88,13 132,50 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Berdasarkan hasil perlakuan terjadi pertambahan bobot badan yang relatif tidak stabil, ditunjukkan pada perlakuan B menghasilkan pertambahan bobot badan yang rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Penurunan bobot badan terdapat pada perlakuan B yang terjadi terhadap rusa 2 pada periode 1 yaitu sebesar 1,04 kg. Penurunan bobot badan ini disebabkan oleh tingkat adaptasi yang kurang dalam mengkonsumsi pakan baru sehingga menyebabkan daya cerna yang kurang maksimal. Pakan yang cukup kandungan protein dan strukturnya lebih halus akan lebih cepat dicerna oleh mikroba rumen, sehingga laju pencernaan makanan di dalam rumen akan lebih cepat dan dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan dan mempunyai efek positif terhadap pertumbuhan, hal yang sama juga akan di alami

47 32 oleh satwa atau ternak ruminansia lainnya dengan pemberian perlakuan yang sama. Analisis sorgum ternyata memiliki kandungan protein yang rendah (1,99 %) dibanding protein dalam rumput gajah sebesar 2,98 % dan kaliandra sebesar 3,42 %. Penurunan bobot badan terjadi pula pada perlakuan A sebesar 0,22 kg terhadap rusa 4 pada periode IV. Penurunan bobot badan ini disebabkan oleh daya cerna yang kurang maksimal. Sorgum memiliki persentase lemak kasar yang lebih tinggi (0,54 %) dari rumput gajah (0,13 %) dan kaliandra (0,11 %). Lemak yang berfungsi sebagai energi kedua setelah karbohidrat tidak banyak diperoleh dari perlakuan A dengan pemberian rumput gajah dan kaliandra saja. Kandungan lemak yang tinggi akan memacu pertambahan bobot badan dan menghasilkan energi yang tinggi. Selain itu, tingkat adaptasi kurang lama yang terdapat pada rusa 4 disebabkan pada periode I rusa ini mendapat perlakuan pakan dasar 55 % dan sorgum 45 % dan sampai periode III rusa ini tetap mendapat perlakuan sorgum sehingga rusa sudah beradaptasi dengan pakan sorgum namun, pada periode terakhir mendapat perlakuan tanpa pakan sorgum akan menyebabkan perbedaan tingkat adaptasi konsumsi pakan sehingga mengakibatkan penurunan bobot badan. Hasil analisis sidik ragam terhadap pertambahan bobot badan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0,05) dengan T hitung sebesar 0,28 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 2). Pengukuran bobot badan dapat dilihat pada Gambar 9.

48 33 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 9 Pengukuran bobot badan rusa. (a) Tampak samping kiri; (b) tampak depan; (c) tampak belakang; (d) tampak samping kanan; (e,f) timbangan digital untuk pengukuran berat badan rusa Konversi pakan Konversi pakan dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot tubuh, aktifitas, musim dan temperatur kandang. disajikan pada Tabel 10. (f) Rata-rata konversi pakan

49 34 Tabel 10 Rata-rata konversi pakan rusa timor per hari Rusa Jenis Kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Jantan Periode I II III IV A B C D 60,95 8,20 12, B A D C -7,18 3,65 6,61 26,03 C D A B 11,93 7,90 4,55 51,40 D C B A 5,30 6,96 6,37-45,63 Jumlah 71,00 26,69 30,21 41,79 Jumlah Rata-rata 91,83 22,96 29,11 7,28 75,76 18,94-27,01-6,75 Rata-rata 17,75 6,67 7,55 10,45 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Konversi pakan adalah perbandingan antara rata-rata konsumsi bahan kering dan rata-rata pertambahan bobot badan per satuan waktu. Konversi pakan yang rendah berarti penggunaan pakannya semakin tinggi dan efisien atau semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot tubuh sebesar satu satuan (Hardianto 2006). Tabel 10 menunjukkan konversi pakan tertinggi dicapai oleh rusa 1 betina dan konversi pakan terendah dicapai oleh rusa 4 jantan. Mulyaningsih (2006) menyatakan bahwa konversi pakan merupakan kebalikan dari efisiensi pakan. Nilai konversi pakan yang semakin rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut semakin baik. Hasil ini menyatakan bahwa konversi pakan yang dicapai oleh rusa 4 jantan menunjukkan pakan yang dikonsumsinya memiliki kualitas baik, namun terjadi penurunan laju konversi yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti gangguan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya penurunan laju pertambahan bobot badan Pakan yang digunakan oleh rusa 4 jantan menunjukkan daya cerna yang tinggi dan efisien tanpa harus membutuhkan pakan yang banyak untuk menaikkan bobot badannya. Selain itu, rusa tersebut mencerna kandungan nutrisi pakan secara baik dapat dilihat dari pertambahan bobot badan sebesar 117,08 gram/hari. Hal yang berbeda yang terlihat pada rusa 1 betina yang memiliki nilai konversi pakan yang tinggi. Nilai konversi yang tinggi ini menunjukkan bahwa kualitas

50 35 pakan yang dikonsumsi oleh rusa 1 tergolong rendah sehingga membutuhkan tambahan pakan yang banyak untuk menaikkan bobot badannya. Konversi pakan ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh satwa. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi satwa, akan diikuti dengan pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi maka makin efisien penggunaan pakannya (Pond et al dalam Hardianto 2006). Rata-rata konversi pakan rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata konversi pakan berdasarkan perlakuan Periode Perlakuan A B C D 1 60,95-7,18 11,93 5,30 2 3,65 8,19 6,96 7,89 3 4,55 6,36 12,69 6, ,63 51,39 26,03 9,71 Jumlah 23,52 58,76 57,61 29,51 Rata-rata 5,88 14,69 14,40 7,38 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Hasil sidik ragam yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05) antara perlakuan dengan konversi pakan untuk pertumbuhan rusa timor dengan T hitung sebesar 1,21 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 3). 5.3 Ukuran Morfometrik Rusa Timor Panjang badan merupakan salah satu indikator pertumbuhan rusa timor akibat pemberian perlakuan. Rata-rata pertambahan panjang badan dapat dilihat pada Tabel 12.

51 36 Tabel 12 Rata-rata pertambahan panjang badan (cm/individu/hari) Rusa Jenis Kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Jantan Periode I II III IV A B C D 0,00 0,25 0,25 0,17 B A D C 0,08 0,08 0,50 0,25 C D A B 0,58 0,25 0,17 0,17 D C B A 0,25 0,17 0,17 0,17 Jumlah 0,91 0,75 1,09 0,76 Jumlah Rata-rata 0,67 0,17 0,91 0,23 1,17 0,29 0,76 0,19 Rata-rata 0,23 0,19 0,27 0,19 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Pertumbuhan pada rusa tidak sekedar pertambahan bobot badannya saja, namun berhubungan erat dengan perbandingan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada. Soeparno (1992) menyatakan rasio otot dan tulang selalu meningkat selama pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan panjang badan tertinggi terlihat pada rusa 3 (jantan) diikuti oleh rusa 2 (betina) selanjutnya diikuti oleh rusa 4 (jantan) dan terendah rusa 1 (betina). Pertambahan panjang badan rusa di penangkaran berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata pertambahan panjang badan berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) Periode Perlakuan A B C D 1 0,00 0,08 0,58 0,25 2 0,08 0,25 0,17 0,25 3 0,17 0,17 0,25 0,50 4 0,17 0,17 0,25 0,17 Jumlah 0,42 0,67 1,25 1,17 Rata-rata 0,11 0,17 0,31 0,29 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%. Tabel 13 menunjukkan bahwa pertambahan panjang badan tertinggi rusa dicapai oleh perlakuan C sedangkan pertambahan panjang badan terendah dicapai oleh perlakuan A. Maranatha (1999) melaporkan bahwa pertambahan panjang badan rusa timor dengan pemberian pakan lokal berupa rumput, lamtoro, turi dan

52 37 kabesak sebesar 0,2-0,21 cm/individu/hari. Meskipun perlakuan C dengan formulasi pakan dasar 70 % + sorgum 30 % menunjukkan pertambahan panjang badan yang tertinggi namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) untuk setiap perlakuan dengan T hitung sebesar 0,69 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 4). Penelitian menunjukkan pertambahan panjang badan pada rusa timor tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Thomas dan Kornegay (1981) dalam Mulyaningsih (2006) bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara jantan dan betina dalam hal laju pertumbuhan, konsumsi pakan atau efisiensi penggunaan pakan. Pertambahan tinggi pundak dan lingkar dada merupakan indikator pertumbuhan lainnya. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi pundak tercantum pada Tabel 14. Tabel 14 Rata-rata pertambahan tinggi pundak (cm/individu/hari) Rusa Jenis kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Jantan Periode I II III IV A B C D 0,17 0,25 0,08 0,25 B A D C 0,50 0,25 0,42 0,08 C D A B 0,60 0,08 0,17 0,08 D C B A 0,30 0,17 0,17 0,08 Jumlah 1,57 0,75 0,84 0,49 Jumlah Rata-rata 9,00 0,19 15,00 0,31 11,00 0,23 9,00 0,18 Rata-rata 0,39 0,19 0,21 0,12 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan tinggi pundak tertinggi terdapat pada rusa 2 (betina) diikuti oleh rusa 3 (jantan) selanjutnya rusa 1 (betina) dan terendah rusa 4 (jantan). Pertambahan tinggi pundak rusa di penangkaran berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

53 38 Tabel 15 Rata-rata pertambahan tinggi pundak berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) Periode Perlakuan A B C D 1 0,17 0,50 0,60 0,30 2 0,25 0,25 0,17 0,08 3 0,17 0,17 0,08 0,42 4 0,08 0,08 0,08 0,25 Jumlah 0,67 1,00 0,93 1,05 Rata-rata 0,17 0,25 0,23 0,26 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%. Tabel 15 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi pundak tertinggi rusa dicapai oleh perlakuan D sedangkan pertambahan panjang badan terendah dicapai oleh perlakuan A. Maranatha (1999) melaporkan bahwa pertambahan tinggi pundak rusa timor dengan pemberian pakan lokal berupa rumput, lamtoro, turi dan kabesak sebesar 0,01-0,02 cm/individu/hari. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pertambahan tinggi pundak rusa menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) perlakuan dengan T hitung sebesar 0,98 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 5). Lingkar dada diukur berdasarkan keliling dada tepat di belakang bahu. Rata-rata lingkar dada rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata pertambahan lingkar dada (cm/individu/hari) Rusa Jenis Kelamin 1 Betina 2 Betina 3 Jantan 4 Jantan Periode I II III IV A B C D 0,08 0,17 0,08 0,08 B A D C 0,42 0,17 0,30 0,17 C D A B 0,25 0,25 0,08 0,08 D C B A 0,08 0,00 0,08 0,08 Jumlah 0,83 0,59 0,54 0,41 Jumlah Rata-rata 0,41 0,10 1,06 0,27 0,66 0,17 0,24 0,06 Rata-rata 0,21 0,15 0,14 0,10 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

54 39 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan lingkar dada tertinggi terdapat pada rusa 2 (betina) diikuti oleh rusa 3 (jantan) selanjutnya rusa 1 (betina) dan terendah rusa 4 (jantan). Pertambahan lingkar dada rusa di penangkaran berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pertambahan lingkar dada rusa berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari) Periode Perlakuan A B C D 1 0,08 0,42 0,25 0,08 2 0,17 0,17 0,00 0,25 3 0,08 0,08 0,08 0,30 4 0,08 0,08 0,17 0,08 Jumlah 0,41 0,75 0,50 0,71 Rata-rata 0,10 0,19 0,13 0,18 Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %. Tabel 17 menunjukkan bahwa pertambahan lingkar dada tertinggi rusa dicapai oleh perlakuan B sedangkan pertambahan lingkar dada terendah dicapai oleh perlakuan A. Maranatha (1999) melaporkan bahwa pertambahan lingkar dada rusa timor dengan pemberian pakan lokal berupa rumput, lamtoro, turi dan kabesak sebesar 0,01-0,02 cm/individu/hari. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pertambahan lingkar dada rusa menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) untuk setiap perlakuan dengan T hitung sebesar 0,12 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 6). Panjang badan awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara cm, panjang badan akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi cm. Tinggi pundak awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara cm, tinggi pundak akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi cm. Lingkar dada awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara cm, lingkar dada akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi cm. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pertambahan ukuran morfometrik yang lebih besar dari penelitian Maranatha (1999). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh rusa timor di HP Dramaga memiliki tingkat daya cerna

55 40 yang lebih baik dalam menyerap nutrisi pakan sehingga dapat meningkatkan pertambahan morfometrik rusa. Selain itu kualitas pakan yang diberikan memiliki nilai kalori yang lebih tinggi sebesar kkal sedangkan kalori pakan pada penelitian Maranatha (1999) sebesar 904,8 kkal. Pertambahan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada rusa timor ditunjukkan pada Gambar 12. Pengukuran morfometrik dilakukan secara berulang-ulang untuk memastikan kebenaran pertambahannya. Perbandingan ukuran morfometrik tubuh pada rusa timor ditunjukkan pada Gambar 10. Pertumbuhan (cm) A B C D Perlakuan Panjang badan Tinggi pundak Lingkar dada Gambar 10 Pertambahan ukuran morfometrik rusa timor. Gambar 10 menunjukkan bahwa rusa dari setiap perlakuan mengalami pertambahan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada yang relatif tidak konstan, dapat dilihat dari perlakuan A dan B yang mengalami pertambahan ukuran morfometrik yang relatif konstan, namun berbeda dengan perlakuan C dimana tinggi pundak dan lingkar dada mengalami laju penurunan. Berbeda hal nya pada perlakuan D yang mengalami laju penurunan panjang badan. Laju penurunan morfometrik ini diduga karena kandungan nutrisi pakan pada setiap perlakuan berbeda sehingga mempengaruhi pertumbuhan otot dan tulang pada masa pertumbuhan. Soeparno (1992) menyatakan bahwa selama masa pertumbuhan tulang tumbuh secara kontinyu dengan kadar laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan otot. Selain itu, adaptasi rusa terhadap pakan yang diberikan belum maksimal disebabkan oleh pengaruh lingkungan sehingga mengakibatkan kurangnya konsumsi terhadap jenis pakan yang baru

56 41 serta dapat mengakibatkan daya cerna dan zat-zat nutrisi yang diserap oleh rusa berkurang yang dapat dilihat pada komposisi nutrisi pakan yang digunakan pada penelitian, dimana sorgum dan rumput gajah yang paling disukai, ternyata memiliki nilai protein yang lebih rendah dibandingkan dengan serat kasar. Takandjandji (1988) menyatakan bahwa ukuran linear tubuh yang tidak nyata dapat disebabkan oleh daya memanfaatkan kandungan gizi pakan yang kurang pada rusa timor. 5.4 Perilaku Makan Waktu pemilihan pakan pada rusa timor Perilaku makan pada rusa timor yang teramati selama penelitian dimulai dari rusa tersebut menciumi aroma pakan, mengambil pakan yang disukai dengan mulut kemudian melilit pakan dengan lidahnya dan mengkonsumsi pakan dengan cara dikunyah lalu ditelan. Pemilihan pakan lain dilakukan dengan cara menciumi pakan, demikian seterusnya hingga pakan habis. Selain waktu yang digunakan rusa untuk mengkonsumsi pakan terdapat pula waktu istirahat untuk memamah biak. Selama memamah biak, terlihat rusa timor lebih memilih beristirahat tanpa melakukan aktivitas lain. Untuk lebih jelasnya waktu pemilihan pakan oleh rusa timor dapat dilihat pada Gambar 11. Perilaku makan (jam) Sorgum Rumput gajah Kaliandra 0 Waktu (WIB) Gambar 11 Waktu pemilihan pakan oleh rusa timor

57 42 Gambar 11 menunjukkan bahwa pada pagi hari, rusa timor mengkonsumsi pakan selama 2-3 jam atau menit per 9 jam selanjutnya selama 2-2,5 jam atau menit per 9 jam rusa timor istirahat (memamah biak). Selama mengkonsumsi, rusa menciumi pakan dan memilih jenis pakan yang disukainya untuk dikunyah dan ditelan. Sore hari rusa lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengkonsumsi pakan. Selama pengamatan pada sore hari, rusa menghabiskan waktu selama 3-3,5 jam atau menit per 9 jam untuk mengkonsumsi pakan. Rataan lamanya waktu makan rusa timor berkisar menit per 9 jam sedangkan rusa timor di Taman Nasional Bali Barat menunjukkan bahwa lama waktu makan rusa timor sebesar menit per 12 jam (Masy ud et al. 2007) yang disebabkan oleh perbedaan habitat antara taman nasional dan penangkaran dimana populasi rusa di taman nasional masih tersebar di hutan, sementara di penangkaran populasi rusa sudah diatur. Apabila dibandingkan dengan rusa sambar di Penangkaran Jambi menunjukkan bahwa lama waktu makan rusa sambar sebesar 297,25-332,78 menit per 12 jam (Afzalani et al. 2008). Rusa lebih memilih istirahat (memamah biak) dan tidur pada siang hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wardani (2002) bahwa aktivitas makan satwa di penangkaran menurun pada siang hari kemudian naik lagi pada sore hari. Selain itu Masy ud et al. (2007) juga menyatakan aktivitas makan lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa beristirahat. Faktor internal dan faktor eksternal juga mempengaruhi aktivitas makan rusa. Faktor internal yang berasal dari dalam tubuh rusa yang menunjukkan bahwa rusa akan berhenti mengkonsumsi pakan apabila kebutuhan konsumsi bagi tubuhnya telah tercukupi. Selain itu terdapat pula faktor eksternal dari lingkungan yakni suhu dimana semakin meningkatnya suhu akan menyebabkan konsumsi pakan menurun. Suhu kandang pada pagi hari berkisar antara 22 0 C-23 0 C, pada siang hari antara 27 0 C-28 0 C dan pada sore hari berkisar antara 24 0 C-25 0 C (Gambar 12).

58 43 Suhu ⁰C pagi 08.00WIB siang 12.00WIB sore 17.00WIB Gambar 12 Grafik suhu rata-rata kandang individu. Craig (1981) dalam Wardani (2002) menyatakan perilaku makan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Selama mengkonsumsi maupun istirahat (memamah biak) di penangkaran, rusa timor melakukan beberapa perilaku lain di luar aktivitas makan seperti bergerak mengitari (mengelilingi) kandang, menaiki tempat pakan, membersihkan diri dengan cara menjilati tubuh, urinasi dan tidur. Rusa merupakan satwa yang tahan terhadap daerah kering, terlihat dari perilaku minum yang sangat jarang dilakukan oleh rusa. Air yang dibutuhkan diperoleh dari kandungan air yang terdapat pada pakannya. (a) (b) (c) Gambar 13 Perilaku makan rusa. (a) Perilaku menciumi pakan; (b) perilaku memakan pakan; (c) perilaku tidur; (d) perilaku memakan malai sorgum. (d)

59 Preferensi pakan pada rusa timor Preferensi pakan pada rusa dipengaruhi oleh tingkat kesukaan makan dan nutrisi yang dikandung dalam pakan. Frekuensi pemilihan pakan pada rusa ditunjukkan pada Gambar 14. Frekuensi Sorgum Rumput gajah Kaliandra Hari ke- Gambar 14 Frekuensi pemilihan pakan pada rusa. Penelitian menunjukkan dengan pemberian jenis pakan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), kaliandra (Caliandra callothyrsus) dan sorgum (Sorghum bicolor L), rusa timor lebih memilih rumput gajah dibandingkan 2 (dua) jenis pakan lainnya. Hijauan yang dikonsumsi rusa sebaiknya mengandung air, sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta serat kasar. Secara garis besar air, protein, lemak dan energi disebut sebagai unsur nutrisi makro, sedangkan yang lainnya merupakan unsur nutrisi mikro yang tingkat kebutuhannya relatif lebih sedikit (Semiadi dan Nugraha 2004). Rumput gajah (Pennisetum purpureum) dikenal sebagai salah satu hijauan pakan berkualitas baik dan produktivitasnya tinggi. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) dan sorgum (Sorghum bicolor) pada umumnya dapat meningkatkan kualitas pakan secara keseluruhan karena kandungan protein, mineral, Ca dan P yang tinggi (Nuschati 2003). Rusa lebih memilih dan menyukai rumput gajah kemudian sorgum dan terakhir kaliandra. Terlihat dari pemilihan rumput gajah mencapai rata-rata frekuensi 32,8 kali dalam sehari diikuti oleh sorgum dengan rata-rata frekuensi 25,2 kali dan kaliandra dengan rata-rata frekuensi 21,6 kali. Pemilihan tersebut diduga karena tekstur batang yang lunak dan aroma rumput gajah yang lebih menarik perhatian rusa dibandingkan pakan lain. Afzalani et al yang

60 45 meneliti preferensi pakan rusa sambar dengan pemberian jenis pakan cabe-cabean, rumput lapang, rumput kolonjono dan rumput kumpai mengemukakan bahwa rusa sambar lebih menyukai cabe-cabean dibandingkan pakan lainnya. Rumput gajah diketahui mampu mempertahankan kesegaran daun dan batang dibanding pakan lainnya sesuai dengan pendapat Pond et al. (1995) dalam Wardani (2002) yang menyatakan bahwa tingkat kesukaan pakan dipengaruhi oleh rasa, tekstur, penampilan, suhu dan komponen-komponen lainnya yang terdapat dalam pakan. Selain itu, rusa lebih menyukai rumput gajah karena setiap hari rusa di HP Bogor diberi rumput gajah sehingga telah terbiasa mengkonsumsi pakan tersebut. Selain itu, rusa lebih menyukai rumput gajah karena keseringan rusa di HP Dramaga diberi rumput gajah sehingga telah terbiasa mengkonsumsinya. Pakan selanjutnya yang disukai rusa yaitu sorgum dimana memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya sehingga mempengaruhi sifat palatable rusa sesuai dengan pernyataan Garsetiasih et al. (2000) bahwa semakin tinggi kandungan lemak dalam satu pakan maka semakin tinggi tingkat palatabilitasnya. Rusa kurang menyukai kaliandra karena aroma yang ditimbulkan oleh daun kaliandra tersebut yang mengandung kadar mimocine yang tinggi. Persentase rata-rata frekuensi pemilihan pakan rusa ditunjukkan pada Gambar 15. sorgum Rumput gajah Kaliandra 27% 32% 41% Gambar 15 Persentase frekuensi pemilihan pakan. Selama mengkonsumsi pakan, rusa timor tidak selamanya memakan pakan yang tersedia di dalam bak. Rusa timor juga memakan pakan yang telah jatuh ke lantai dan telah terinjak namun masih mempunyai fisik yang baik dan belum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga- Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012 di penangkaran rusa dalam kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga milik Pusat Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa R. Garsetiasih, N.M. Heriyanto, dan Jaya Atmaja Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor ABSTRACT The experiment was conducted to study growth of deer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. [12 Oktober 2012].

DAFTAR PUSTAKA.  [12 Oktober 2012]. 48 DAFTAR PUSTAKA [FKA] Forum Kerjasama Agribisnis. 2008. Sorgum sebagai komoditas pangan dan industri. [terhubung berkala]. http://foragri.com/sorgum-sebagaikomoditas-pangan-dan-industri. [16 September

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis)

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) R. Garsetiasih Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 88 ABSTRACT The experiment was done on two couples

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum,

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Rusa Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PPPKR) yang terletak di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sorgum Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah : Kerajaan Subkerajaan Superdevisi Devisi Kelas Subkelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan wisata adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

KECERNAAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN PROBIOTIK STARBIO TERHADAP DOMBA JANTAN LOKAL

KECERNAAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN PROBIOTIK STARBIO TERHADAP DOMBA JANTAN LOKAL KECERNAAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN PROBIOTIK STARBIO TERHADAP DOMBA JANTAN LOKAL SKRIPSI Oleh: GEMA PIRNGADI GULTOM 080306035 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Sorgum Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae Divisi Class Ordo Family Genus : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor R. Garsetiasih 1 dan Nina Herlina 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 2 Sekretariat Jenderal Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama padi, jagung,tebu,gandum, dan lain-lain. Di jawa tengah dan jawa timur, sorgum

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

UJI KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PAKAN KOMPLIT HASIL SAMPING UBI KAYU KLON PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH SKRIPSI

UJI KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PAKAN KOMPLIT HASIL SAMPING UBI KAYU KLON PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH SKRIPSI 1 UJI KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PAKAN KOMPLIT HASIL SAMPING UBI KAYU KLON PADA DOMBA JANTAN LOKAL LEPAS SAPIH SKRIPSI Oleh: BERRY OKTA LIBRA 090306051 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA I Wayan Mathius Balai Penelitian Ternak, Bogor PENDAHULUAN Penyediaan pakan yang berkesinambungan dalam artian jumlah yang cukup clan kualitas yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum Manis Sorgum dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis, dari dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk tumbuh berkisar

Lebih terperinci

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor Judul : Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor Narasumber : Ir. Yohanis Umbu Laiya Sobang, M.Si Instansi : Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN Leguminosa Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salahsatu tanaman pakan yang telah beradaptasi baik dan tersebar di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 2015

UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 2015 BMKG UPDATE HASIL MONITORING EL NINO DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN AGUSTUS DESEMBER 15 Status Perkembangan 18 Agustus 15 RINGKASAN, VERSI 18 AGUSTUS 15 Monitoring kolam hangat di Laut Pasifik menunjukkan konsistensi

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci