REAKTIFITAS BERBAGAI JENIS PELARUT DARI RESIDU KILANG MINYAK PLAJU PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REAKTIFITAS BERBAGAI JENIS PELARUT DARI RESIDU KILANG MINYAK PLAJU PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH"

Transkripsi

1 REAKTIFITAS BERBAGAI JENIS PELARUT DARI RESIDU KILANG MINYAK PLAJU PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH Hartiniati Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi BPPT Gedung II lantai 22, Jl. MH Thamrin No hartiniati@bppt.go.id; hartiniati@yahoo.com Abstract An effect of two different residue for liquefaction of Central Banko coal is disccused. The residue was obtained from side-stream of refinery plant, which so-called long residue and short residue solvents. The liquefaction test was carried out under the reference conditions that have been developed in BPPT coal liquefaction laboratory, at temperature of 450 o C and initial H 2 pressure of 12MPa for 1 hour. The result shows that the distillate yield, Bottom (BTM) yield, and hydrogen consumption were dependent on the nature of solvent. Short residue solvent shown higher reactivity than the long residue. Reaction between Central Banko and Short Residue gave distillate yield higher than the long residue. Moreover, its BTM yield was also lower than that of long residue solvent. This result confirmed the lower hydrogen consumption for reaction short residue and Central Banko coal compared to that for reaction long residue and Central Banko. In this study, it also confirmed that the yield of H 2 O and CO+CO 2 were dependent on the material input condition. However, the yield of hydrocarbon gases (C 1 ~C 4 ) was mainly affected by de-alkylation in the solvent and coal during the reaction Kata kunci: residu minyak bumi, proses pencairan batubara, central Banko 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk meningkatkan efisiensi proses pencairan batubara pada skala komersial, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan residu kilang minyak bumi. Studi untuk pemanfaatan fraksi berat sebagai produk samping dari pengilangan minyak yang terutama merupakan jenis residu rantai panjang dan pendek, dimungkinkan, karena faktor keberadaan beberapa kilang minyak di Indonesia. Residu rantai panjang sendiri merupakan produk fraksi berat kolom distilasi atmosferik. Produk residu ini umumnya diumpankan ke kolom distilasi vakum dan menghasilkan turunannya berupa residu rantai pendek. Secara fisis, dibandingkan dengan residu rantai panjang, residu yang rantai pendek memiliki titik didih lebih tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa residu rantai pendek adalah fraksi yang lebih berat dari yang rantai panjang. Fraksi berat minyak baik residu rantai panjang maupun rantai pendek mempunyai struktur kimia polisiklis dan struktur rantai panjang ataupun pendek alifatis yang relatif sangat sedikit. Konsentrasi hidrogen keduanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut berat (heavy oil) dan creosote oil yang diperoleh dari pirolisa batubara. Tingginya kandungan hidrogen dalam pelarut akan membantu proses pencairan batubara. Hal ini karena sangat besar kemungkinannya bahwa dalam proses depolimerisasi struktur batubara, pelarut tersebut dapat mensuplai molekular hydrogen (Shinn, et.al., 1984; Yamada, et.al., 1976; Yusnitati dan Artanto, 2000). Dengan pertimbangan demikian, pengkajian lebih lanjut terhadap pemanfaatan kedua jenis residu ini sebagai pelarut donor sangat dianjurkan Permasalahan Sampai sejauh ini, produk samping kilang minyak baik residu rantai panjang maupun rantai pendek belum banyak dimanfaatkan di Indonesia untuk menghasilkan produk yang bernilai tinggi. 16 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 5, No. 1, Juni 2009 Hlm

2 Seiringan dengan kondisi tersebut, belum diperolah perbandingan yang pasti antara keunggulan karakteristik dari keduanya memproduksi minyak sintetis Tujuan Riset Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui pelarut mana yang lebih menguntungkan. Reaktifitas pelarut kedua jenis residu sebagai pelarut organik akan diuji kemampuannya dalam proses pencairan batubara. Tingkat perolehan produk proses tersebut akan dibandingkan antara pelarut residu rantai panjang dan rantai pendek. 2. Bahan Baku 2.1. Batubara dan pelarut Dalam riset ini digunakan lignit Banko Tengah (SB), diperoleh dari daerah Muara Enim, Sumatera Selatan, yang mula-mula digerus menggunakan ball mill sampai lolos saringan ukuran 200 mesh (75 m). Setelah itu, untuk memperoleh hasil sampel yang representatif, dilakukan sampling. Batubara sampling kemudian disimpan di dalam botol dan ditempatkan di dalam desikator agar oksidasi dan kontak dengan uap air dari udara dapat dicegah. Sekitar 50 gram sampel kemudian dianalisa ultimat dan proksimat. Sedangkan sampel lainnya disiapkan untuk pengujian pencairan dan pengujian lainnya. Pelarut jenis residu rantai panjang dan rantai pendek keduanya diperoleh dari Pertamina UP III Plaju (dari crude distillation unit II dan vacuum distillation unit II). Sampel disimpan di dalam drum. Pelarut residu rantai panjang mempunyai titik didih sekitar 340 o C dan relatif cair pada kondisi kamar. Sedangkan pelarut residu rantai pendek mempunyai rentang titik didih (TBP) >+520 o C dan pour point sekitar 58 o C. Tabel 1. Analisa proksimat batubara Banko Tengah (SB), residu rantai panjang L g dan rantai pendek S h % bkta Abu C H N S O %bk SB 72,9 5,3 1,2 0,7 19,9 2,3 L g 86,9 12,9 <0,01 0,1 0,1 0,01 S h 86,4 13,3 <0,01 0, ,01 %bkta : % berat kering tanpa abu Adapun sebelum dipergunakan dalam reaksi pencairan, kedua jenis residu tersebut sebagai bahan kaku harus didistilasi terlebih dulu untuk mengetahui komposisi fraksi distilat di dalamnya. Metode distilasi yang dipergunakan adalah ASTM-D1160. Tabel 2. Komposisi fraksi hasil distilasi L g dan S h (% berat) Fraksi H distilasi 2O LO MO HO BTM* L g 5,2 17,5 23,2 23,2 25,1 S h 0,0 0,5 0,5 5,9 93, Umpan gas Dalam reaksi pencairan, dipergunakan gas hidrogen dan gas nitrogen. Penggunaan gas hidrogen adalah sebagai gas reaktan dalam reaksi. Sementara itu, gas nitrogen diperlukan untuk membersihkan ruangan udara di dalam autoclave dan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam udara. Hal tersebut perlu dilakukan agar konsentrasi oksigen yang ada di dalam autoclave tidak menyebabkan ledakan jika terjadi kontak dengan gas hidrogen. Seluruh gas dialirkan langsung dari tanki gas yang tekanannya dijaga agar tetap pada 150MPa (suplai gas dibantu oleh kompresor gas hidrogen yang mengalirkan gas dari tabung silinder ke tanki gas). Aliran gas dikontrol dengan pengatup otomatis Katalis Dalam studi ini, dipergunakan katalis limonit yang diambil dari daerah Soroako, Sulawesi Selatan. Katalis tersebut dipersiapkan dalam bentuk pasta (slurry), yaitu dengan melarutkan katalis menggunakan pelarut heavy oil solvent (td o C) yang didapat dari unit pencairan batubara skala BSU (Bench Scale Unit) yang terdapat di TCLC (Takasago Coal Liquefaction Centre), Jepang. Rasio pelarut dengan katalis dibuat 70:30. Apabila slurry telah terbentuk, katalis dan pelarut digiling di dalam tower mill selama 4 jam dengan kecepatan putraran 1000 rpm untuk membantu pendispersian bijih katalis ke dalam pelarut. Ukuran katalis yang diperoleh bisa mencapai 0,5 m. Katalis dianalisa dengan AAS (Atomic Adsorbtion Spectroscopy) untuk mengukur konsentrasi Fe di dalam padatan. Adapun komponen logam yang terdapat di dalam katalis adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil analisa komposisi logam di dalam katalis limonit Soroako* Kode Katalis Komposisi (% berat kering) Fe Si Al Ni Co S inco 48,3 1,1 3,8 1,3 0,1 * konsentrasi katalis padat di dalam pelarut : 25,58% Reaktifitas Berbagai Jenis Pelarut... (Hartiniati) 17

3 Menurut analisa XRD, Fe di dalam katalis limonit sebagian besar berupa -FeOOH. Dalam reaksi pencairan batubara, konsentrasi nikel (Ni) dan Co (kobalt) sebagaimana tertera pada tabel di atas tidak signifikan untuk meningkatkan kecepatan reaksi (Artanto, 2002). Tabel 4. Fraksi distilat dari pelarut minyak berat Fraksi distilasi (% berat) H 2O LO MO HO BTM 0,0 1,1 28,7 70,3 0,0 Berdasarkan informasi yang diberikan pada Tabel 5, terutama mengenai kandungan hidrogen, mengindikasikan bahwa pelarut heavy oil tidak bersifat donor hidrogen dibandingkan dengan pelarut residu rantai pendek (lihat juga Tabel 1). Oleh karena itu, pengaruh jenis residu ini terhadap perolehan minyak atau distilat dapat dikatakan lebih dominan. Tabel 5. Analisa ultimat dari pelarut minyak berat Analisa ultimat (% bkta) C H S N Odiff. 88,4 8,5 1,0 0,1 2,0 Pelarut minyak berat yang digunakan sebagai campuran katalis dalam reaksi pencairan, selama reaksi mengalami degradasi sangat kecil untuk membentuk fraksi-fraksi produk minyak atau distilat Eksperimen reaksi pencairan Sampel batubara dari dalam desikator ditimbang sebanyak 80 gram, kemudian dimasukkan ke dalam autoclave. Selanjutnya pelarut masingmasing residu rantai panjang maupun rantai pendek, dengan berat dua kali berat batubara (rasio pelarut/bt 2:1 dengan basis bkta) dimasukkan ke dalam autoclave. Setelah itu katalis larutan limonit (1% berat BT-bkta dengan basis Fe) yang sudah ditambah dengan sulfur (rasio atom sulfur/fe 3:1) dimasukkan juga ke dalam autoclave. Autoclave lalu ditutup dan dilakukan tes untuk mendeteksi ada tidaknya kebocoran gas, mengingat reaksi berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi. Oleh karena itu, sebelumnya konsentrasi oksigen di dalam autoclave dikurangi dengan mengalirkan dan mengeluarkan gas nitrogen pada tekanan 3MPa sebanyak tiga kali. Kemudian tes deteksi dilakukan menggunakan gas hidrogen yang tekanannya dijaga pada 25MPa selama kurang lebih 4 jam untuk melihat apakah terjadi kebocoran atau tidak (dideteksi dengan alat monitor gas hidrogen). Jika tidak terjadi kebocoran, maka tekanan tersebut diturunkan hingga tekanan awal yang sudah ditetapkan. Di dalam studi ini, tekanan awal hidrogen yang digunakan adalah 12 MPa. Setelah itu, pemanas autoclave dioperasikan. Suhu reaksi yang diinginkan di dalam studi ini adalah 450 o C (Yusnitati, 2003). Adapun kecepatan pemanasan autoclave 1 liter dari suhu kamar ke 450 o C adalah 123 o C/jam. Setelah tercapai suhu 450 o C, waktu reaksi mulai dihitung selama 1 jam. Setelah reaksi selesai, pengaduk dibiarkan berputar dan segera alirkan udara melalui blower udara ke pemanas autoclave. Bersamaan dengan proses tersebut, pemanas autoclave dimatikan. Kecepatan pendinginan autoclave adalah 150 o /jam. Apabila suhu cairan telah menjadi 100 o C, maka pengaduk dan blower udara dimatikan. Pengambilan produk dapat dilakukan ketika suhu cairan mencapai 50 o C Analisa produk (gas dan cairan) Pengambilan gas baru dilakukan bila suhu cairan produk mencapai suhu 50 o C. Agar konsentrasi gas di dalam autoclave menjadi homogen, sebelum pengambilan gas dilakukan, pengaduk dibiarkan menyala. Aliran gas yang keluar dari autoclave dilewatkan meter gas (mengukur volume gas produk di dalam autoclave). Pengambilan gas dilakukan pada tiga tekanan yang berbeda dan kemudian konsentrasi gas dihitung rata-rata dari tiga tekanan berbeda tersebut di atas. Untuk menganalisa konsentrasi gas, digunakan gas kromatografi. Konsentrasi gas hidrokarbon (C 1 -C 4 ) dideteksi dengan menggunakan GC-FID (gas chromatography- Flame Ionized Detector). Sedangankan komposisi gas CO, CO 2, H 2 dan CH 4 dianalisa memakai GC-TCD (gas chromatography-thermal Conductivity Detector). Konsentrasi gas H 2 S diukur dengan menggunakan alat dragger, alat ini berupa tabung kecil yang berisi zeolit penyerap gas H 2 S. Setelah pengambilan sampel gas selesai, produk cair diambil dari autoclave. Produk cair tersebut kemudian dipisahkan fraksi-fraksinya dengan alat distilasi vakum 10 mmhg. Metode distilasi yang dipergunakan merujuk pada ASTM- D1160. Produk distilasi dibagi dalam tiga bagian titik didih. Titik didih dari suhu kamar sampai 180 o C adalah minyak ringan (light oil, LO). Fraksi titik didih o C dinamakan minyak resirkulasi atau daur ulang (recycle solvent, RS) dan fraksi titik didih >420 o C dinamakan residu (coal liquid bottom, CLB). 18 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 5, No. 1, Juni 2009 Hlm

4 3. HASIL DAN DISKUSI 3.1. Perbandingan Perolehan Distilat dan Bottom Residue (BTM) dan Konsumsi Hidrogen antara Residu Rantai Panjang dan Pendek Perbandingan perolehan produk dan konsumsi gas hidrogen dalam reaksi pencairan batubara dengan pelarut jenis rantai panjang dan rantai pendek ditampilkan di dalam Tabel 6 berikut. Pada Tabel 6 terlihat dimana distilat yang dihasilkan dari reaksi antara batubara dengan pelarut residu rantai pendek relatif lebih besar dibandingkan dengan pelarut residu rantai panjang (65,8% vs 63,9%). Untuk menjelaskan bagaimana hasil sedemikian dapat tercapai adalah kompleks, mengingat residu rantai panjang mempunyai fraksi ringan LO, fraksi menengah MO dan fraksi berat HO relatif lebih besar dibanding rantai pendek sementara fraksi BTM-nya relatif lebih kecil. Adapun perbedaan konsentrasi hidrogen antara residu rantai panjang dan rantai pendek tidak berbeda besar, dimana yang rantainya panjang lebih rendah hanya sekitar 0,4% konsentrasi hidrogennya dibandingkan dengan residu rantai pendek. Tabel 6. Distribusi produk dan konsumsi hidrogen dalam pencairan batubara dengan pelarut residu Distilat BTM H 2 L g + SB 63,9 25,1 1,7 S h +SB 65,8 21,9 1,5 Diperkirakan bahwa yang menyebabkan distilat hasil reaksi pencairan (S h +SB) lebih besar dibandingkan dengan (L g + SB) adalah karena sebagian besar dari fraksi BTM yang terdegradasi di dalam fraksi residu rantai pendek membentuk fragmen-fragmen bebas yang berfungsi sebagai donor hidrogen dan pencegah reaksi re-polimerisasi. Fragmen-fragmen ini sangat membantu dalam memfraktur struktur batubara baik struktur mikro maupun makro sehingga fraksi-fraksi distilat seperti fraksi ringan LO, fraksi menengah MO dan fraksi berat HO menjadi semakin banyak dan stabil. Keberadaan bantuan donor hidrogen sedemikian dapat dikonfirmasi dari relatif kecilnya konsumsi gas hidrogen dalam reaksi (S h +SB) yaitu 0,2% lebih rendah dibanding reaksi (L g + SB). Kondisi ini memperlihatkan bahwa semakin reaktif suatu pelarut, konsumsi gas hidrogen yang disuplai dari aliran gas atau fase gas semakin berkurang. Perolehan berbagai jenis fraksi di dalam distilat juga mengindikasikan perbedaan antara reaksi (S h +SB) dan (L g+sb). Di dalam Tabel 7 tertera bahwa dibandingkan dengan hasil reaksi (S h +SB), perolehan LO dan MO hasil reaksi (L g + SB). relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme reaksi yang diawali dengan degradasi fraksi BTM di dalam pelarut, serta hasil degradasi tersebut, yakni fragmen-fragmen bebas, memicu perengkahan ikatan di dalam struktur batubara mikro dan makro yang kemudian membentuk fraksi-fraksi LO, MO dan HO. Adapun fraksi LO, MO dan HO yang sudah ada di dalam pelarut hanya mengalami sedikit perengkahan. Keberadaan fraksi-fraksi ini berfungsi untuk membantu molekul hidrogen bebas mencegah reaksi kondensasi (repolimerisasi). Tabel 7. Distribusi fraksi-fraksi di dalam distilat LO MO HO L g + SB 17,5 23,2 23,2 S h +SB 24,6 25,9 15,3 Perolehan HO untuk reaksi (L g + SB) di atas menunjukkan jumlah yang sama dengan jumlah fraksi di dalam pelarut LR sebelum reaksi. Hasil ini mengkonfirmasi penjelasan sebelumnya bahwa fraksi HO di dalam pelarut residu rantai panjang diperkirakan tidak mengalami degradasi membentuk fraksi yang lebih ringan dan akibatnya cenderung untuk membantu dalam stabilisasi gugus radikal bebas dari struktur batubara yang terengkah. Sementara itu, pelarut residu rantai pendek, terlepas dari hasil yang diberikan, memiliki peranan yang serupa dengan pelarut residu rantai panjang. Perbedaan reaktifitas pelarut dari kedua jenis residu juga ditunjukkan oleh perolehan BTM. Perolehan BTM dari reaksi (L g + SB) relatif lebih besar 3,2% dibandingkan dengan perolehan BTM dari reaksi (S h+sb). Ini merupakan konfirmasi lebih lanjut bahwa untuk reaksi pencairan batubara banko Tengah reaktivitas residu rantai pendek lebih baik dibandingkan dengan residu rantai panjang. Reaktivitas pelarut tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh jumlah fraksi BTM di dalam pelarut. Semakin besar jumlah fraksi BTM maka kemungkinan terbentuknya fragmen-fragmen bebas yang berfungsi sebagai donor hidrogen semakin meningkat. Akibatnya, kemampuan struktur ikatan mikro dan makro batubara untuk merengkah menjadi lebih besar. Reaktifitas Berbagai Jenis Pelarut... (Hartiniati) 19

5 3.2. Perbandingan Perolehan H 2 O, CO+CO 2 dan C 1 ~C 4 antara Residu Rantai Panjang dan Rantai Pendek Distribusi produk H 2 O, CO+CO 2 dan C 1 ~C4 dalam reaksi pencairan batubara dengan pelarut residu rantai panjang dan residu rantai pendek ditabulasikan dalam Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8 menunjukkan bahwa perbedaan perolehan H 2 O antara reaksi dengan pelarut residu rantai panjang dan rantai pendek tidak terlalu besar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan air pelarut residu rantai panjang relatif besar dibandingkan dengan pelarut residu rantai pendek (lihat Tabel 2). Hal ini dimungkinkan karena produk H 2 O di dalam reaksi pencairan batubara lebih banyak dipengaruhi oleh kandungan air di dalam material umpan. Perolehan CO+CO 2 untuk kedua system reaksi juga tak mempunyai perbedaan. Seperti tertulis di dalam Tabel 1, kandungan oksigen kedua pelarut sangat rendah dan relatif sama. Perolehan CO+CO 2 lebih banyak dipengaruhi oleh kandungan oksigen material umpan, sebagaimana perolehan H 2 O. Tabel 8. Distribusi produk H 2 O, CO+CO 2 dan C 1 ~C4 dalam pencairan batubara dengan pelarut residu (L g dan S h ) H 2O CO+CO 2 C 1~C 4 L g + SB 5,2 3,2 4,3 S h +SB 4,5 3,6 5,7 Gas hidrokarbon yang diproduksi dari reaksi batubara Banko Tengah dan residu rantai panjang (L g + SB) lebih rendah dibandingkan dengan reaksi batubara Banko Tengah dengan residun rantai pendek (S h+sb). Beberapa kemungkinan yang mengakibatkan hasil penelitian sedemikian dapat dijelaskan secara teknis sebagai berikut. Dibandingkan dengan residu rantai panjang, gugus alkil (rantai panjang) di dalam struktur residu rantai pendek lebih besar. Gugus alkil di dalam residu rantai pendek lebih banyak terikat dengan struktur polisiklis dan relatif lebih mudah terlepas membentuk gas hidrokarbon. Fragmen-fragmen radikal bebas dari struktur pelarut residu rantai pendek sangat membantu pelepasan ikatan gugus alkil di dalam batubara. Akibatnya, lebih banyak gas hidrokarbon yang terbentuk bila dibandingkan reaksi batubara dengan pelarut residu rantai panjang. Kontribusi gugus alkil yang terbentuk dari dua mekanisme di atas menghasilkan total gas hidrokarbon. 4. KESIMPULAN Berdasarkan studi ini dapat disimpulkan bahwa pelarut residu rantai panjang dan rantai pendek yang diperoleh dari unit kilang minyak bumi Pertamina UP III Plaju, ternyata terbukti secara signifikan dapat dipergunakan sebagai pelarut dalam reaksi pencairan batubara Banko Tengah. Keduanya berpotensi menjadi pelarut alternatif karena menghasilkan perolehan distilat yang relatif tinggi serta berhasil menekan pembentukan perolehan residu pencairan batubara (bottom residue, BTM). Pelarut residu rantai pendek ditemukan lebih reaktif dibandingkan dengan pelarut residu rantai panjang. Ini karena pelarut residu rantai pendek ini mempunyai kandungan hidrogen dan BTM yang relatif tinggi yang mengakibatkan kemampuannya menjadi donor hidrogen menjadi lebih besar. Akibatnya, kebutuhan molekul hidrogen berkurang karena telah disokong oleh pelarut residu rantai pendek. Fragmentasi struktur pelarut residu rantai pendek ini dalam membentuk gugus radikal bebas juga memiliki peran besar dalam degradasi struktur mikro dan makro batubara. Daftar Pustaka Artanto, Y., Pengaruh Penambahan Nickel Ferrite Terhadap Aktivitas Katalis Limonit Pada Proses Pencairan Lignit, Prosiding Seminar Nasional Kimia. UNDIP. Artanto, Y., Conversion of Indonesian Banko Coal into Oil: The Influence of Temperature on the Hydrogenation of Banko Coal, Intern Technical Report, June 15, Agency for the Assessment and Application of Technology Artanto, Y., Jackson, W.R., Redlich, P.J. and Marshall, M., Liquefaction of Some Indonesian Low-rank Coals, Fuel, vol.79, hal Shinn, J.H., Dahlberg, A.J., Kuehler, C.W. and Rosenthal, J.W., The Chevron Co-Refining Process, Proceedings of the Ninth Annual EPRI Contractors Conference on Coal Liquefaction, Palo Alto, California, May Yamada, Y., Honda, H. and Kakiyama, H., Liquefaction of Coal with Petroleum System Heavy Oil Solvent, Japanese Patent 53502, Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 5, No. 1, Juni 2009 Hlm

ANALISIS KONSUMSI HIDROGEN PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH DAN RESIDU KILANG MINYAK BALIKPAPAN

ANALISIS KONSUMSI HIDROGEN PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH DAN RESIDU KILANG MINYAK BALIKPAPAN ANALISIS KONSUMSI HIDROGEN PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH DAN RESIDU KILANG MINYAK BALIKPAPAN Hartiniati Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi BPPT Gedung II Lantai 22 Jl MH Thamrin no

Lebih terperinci

OPTIMASI CO-PROCESSING DENGAN PENGATURAN RASIO PELARUT DAN BATUBARA: Studi Batubara Banko Selatan

OPTIMASI CO-PROCESSING DENGAN PENGATURAN RASIO PELARUT DAN BATUBARA: Studi Batubara Banko Selatan OPTIMASI CO-PROCESSING DENGAN PENGATURAN RASIO PELARUT DAN BATUBARA: Studi Batubara Banko Selatan Lambok Hilarius Silalahi Pusat Pengembangan Teknologi Sumberdaya Energi BPPT Gedung II Lantai 22 Jl. M.H.

Lebih terperinci

EFEK KATALITIK Natrium-AlO 2 PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA TANPA PELARUT HIDROGEN DONOR

EFEK KATALITIK Natrium-AlO 2 PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA TANPA PELARUT HIDROGEN DONOR EFEK KATALITIK Natrium-AlO 2 PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA TANPA PELARUT HIDROGEN DONOR Yuli Artanto dan Yusnitati Laboratorium Pencairan Batubara,Puspiptek,serpong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO DAN YALLOURN SEBAGAI EFEK DARI PERUBAHAN SUPLAI HIDROGEN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO DAN YALLOURN SEBAGAI EFEK DARI PERUBAHAN SUPLAI HIDROGEN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO DAN YALLOURN SEBAGAI EFEK DARI PERUBAHAN SUPLAI HIDROGEN Yuli Artanto 1) dan Yusnitati 2) 1) Laboratorium Pencairan Batubara, Puspiptek, Serpong 2) Pusat

Lebih terperinci

KOMPARASI KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR

KOMPARASI KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR KOMPARASI KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR Yuli Artanto dan Hartiniati Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN Yusnitati dan Hartiniati Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT Abstract A coal liqueafaction test was carried

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RESIDU KILANG MINYAK PLAJU SEBAGAI PELARUT PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA (Co-Processing)

PEMANFAATAN RESIDU KILANG MINYAK PLAJU SEBAGAI PELARUT PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA (Co-Processing) PEMANFAATAN RESIDU KILANG MINYAK PLAJU SEBAGAI PELARUT PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA (Co-Processing) Muhamad Hanif Rasyid 1) dan Herman Hidayat 2) 1) Laboratorium Pencairan Batubara (CLC), Puspiptek,

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KATALIS LIMONIT SOROAKO PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN

EVALUASI KINERJA KATALIS LIMONIT SOROAKO PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN EVALUASI KINERJA KATALIS LIMONIT SOROAKO PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN Lambok Hilarius Silalahi Pusat Teknologi Konservasi dan Konversi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK EFEK RESIKEL RESIDU PENCAIRAN BATUBARA

PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK EFEK RESIKEL RESIDU PENCAIRAN BATUBARA PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK EFEK RESIKEL RESIDU PENCAIRAN BATUBARA Muhammad Hanif Coal Liquefaction Centre, Puspiptek, Serpong Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi E-mail: hanive@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SULFUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO

PENGARUH PENAMBAHAN SULFUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO PENGARUH PENAMBAHAN SULFUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO Herman Hidayat dan Adiarso Balai Besar Teknologi Energi, Puspiptek Serpong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract The effect of

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PROSES HIDROKONVERSI KATALITIK DENGAN BAHAN BAKU BITUMEN

KARAKTERISTIK PROSES HIDROKONVERSI KATALITIK DENGAN BAHAN BAKU BITUMEN KARAKTERISTIK PROSES HIDROKONVERSI KATALITIK DENGAN BAHAN BAKU BITUMEN Yusnitati 1), Muhammad Hanif 2), dan Adiarso 3) 1) Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi BPPT Gedung II Lantai 22 Jl MH Thamrin

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI PADA KONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI PADA KONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI PADA KONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI Hartiniati Pusat Pengembangan Teknologi Sumberdaya Energi BPPT Gedung II Lt. 22 Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 Abstract

Lebih terperinci

HIDROKONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI: PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI

HIDROKONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI: PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI Reaktor, Vol. 10 No. 2, Desember 2006, Hal. : 82-87 HIDROKONVERSI KATALITIK RESIDU MINYAK BUMI: PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU REAKSI Hartiniati *) Abstrak Uji terhadap proses hidro-konversi katalitik residu

Lebih terperinci

KAJIAN GEOKIMIA ORGANIK PRODUK PENCAIRAN BATUBARA LOW RANK KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN GEOKIMIA ORGANIK PRODUK PENCAIRAN BATUBARA LOW RANK KALIMANTAN TIMUR KAJIAN GEOKIMIA ORGANIK PRODUK PENCAIRAN BATUBARA LOW RANK KALIMANTAN TIMUR Oleh: ELIS DIANA ULFA 1409201720 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. R.Y. PERRY BURHAN, M. Sc ALUR BAHASAN: 1. Pendahuluan Latar belakang

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PENCAIRAN BATUBARA (DIRECT LIQUEFACTION)

ANALISIS KEUNGGULAN LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PENCAIRAN BATUBARA (DIRECT LIQUEFACTION) ANALISIS KEUNGGULAN LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PENCAIRAN BATUBARA (DIRECT LIQUEFACTION) Herman Hidayat 1) dan Lambok Hilarius Silalahi 2) 1) Laboratorium Sumberdaya Energi, Puspiptek, Serpong 2) Pusat

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA Nining Sudini Ningrum Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara merupakan endapan sedimen yang terdiri dari komponen organik dan anorganik, bagian organik disebut maseral sedangkan bagian anorganik disebut mineral. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA Latar Belakang SUMBER ENERGI 1. Pendahuluan Kompatibel Kurang Kompatibel Minyak Bumi Gas Alam Batubara Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

EVALUASI REAKTIFITAS KATALIS NiMo DALAM PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN AUSTRALIAN LOY YANG

EVALUASI REAKTIFITAS KATALIS NiMo DALAM PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN AUSTRALIAN LOY YANG EVALUASI REAKTIFITAS KATALIS NiMo DALAM PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN AUSTRALIAN LOY YANG Hartiniati Laboratorium Pencairan Batubara, BPPT, Puspiptek, Serpong Abstract Indonesia South Banko

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Oleh : Ferlyna Sari 2312 105 029 Iqbaal Abdurrokhman 2312 105 035 Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, M.T NIP 1955

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

PROSES PEMISAHAN FISIK

PROSES PEMISAHAN FISIK PROSES PEMISAHAN FISIK Teknik pemisahan fisik akan memisahkan suatu campuran seperti minyak bumi tanpa merubah karakteristik kimia komponennya. Pemisahan ini didasarkan pada perbedaan sifat fisik tertentu

Lebih terperinci

RISET REAKTIFITAS LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PADA PENCAIRAN BATUBARA DENGAN GAS FLOW TYPE REACTOR

RISET REAKTIFITAS LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PADA PENCAIRAN BATUBARA DENGAN GAS FLOW TYPE REACTOR RISET REAKTIFITAS LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PADA PENCAIRAN BATUBARA DENGAN GAS FLOW TYPE REACTOR Herman Hidayat 1) dan Lambok Hilarius Silalahi 2) 1) Laboratorium Sumber Daya Energi 2) Pusat Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM Bangkit Gotama 1* dan Mahfud 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia * Korespondensi : Telp +62 81333253494;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR

RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR RESIDU DAN FRAKSI-FRAKSI PETROLEUM CAIR Fraksi-fraksi cair dari petroleum adalah nafta ringan, nafta berat, minyak-tanah, dan solar. Produk bawah dari unit distilasi adalah residu. Campuran-campuran ini

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi

Lebih terperinci

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH 2311105008 RAHMASARI IBRAHIM 2311105023 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP. 19500428 197903 1 002 LABORATORIUM TEKNIK REAKSI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI Adharatiwi Dida Siswadi dan Gita Permatasari Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB X VISBREAKING PROCESS

BAB X VISBREAKING PROCESS BAB X VISBREAKING PROCESS I. Pendahuluan Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan)

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan) Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan) The Influence of Temperature to Conversion Result of

Lebih terperinci

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU)

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) I. Pendahuluan Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Teknologi Minyak dan Gas Bumi Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto(1500020074) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Proses Sour Water Stripping di Pabrik Minyak di Indonesia Balongan Cilacap Kilang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO (The Period s effect to increase Patchouli

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Analisis proksimat dan bilangan organik dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

Sintesis Biogasoline dari CPO Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik pada Fasa Gas

Sintesis Biogasoline dari CPO Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik pada Fasa Gas ISBN 978-979-98300-2-9 EL-06 Sintesis Biogasoline dari CPO Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik pada Fasa Gas Tri Hadi Jatmiko*, Qodri F. Errahman Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Medan, Medan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Minyak bumi terutama terdiri dari campuran senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat kompleks, yaitu senyawa-senyawa organik yang mengandung unsurunsur karbon dan hidrogen. Di samping

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tantangan besar yang dihadapi secara global dewasa ini adalah krisis

I. PENDAHULUAN. Salah satu tantangan besar yang dihadapi secara global dewasa ini adalah krisis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan besar yang dihadapi secara global dewasa ini adalah krisis energi, karena semakin menipisnya cadangan energi fosil sementara kebutuhan akan energi

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama tiga dekade terakhir. Sifat plastik yang ringan, transparan, mudah diwarnai, tahan terhadap korosi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS

PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS PENGOLAHAN LIMBAH KANTONG PLASTIK JENIS KRESEK MENJADI BAHAN BAKAR MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS Nasrun, Eddy Kurniawan, Inggit Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Lebih terperinci

Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi

Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi Pengertian Cracking Perkembangan Catalytic Cracking Reaksi Perengkahan Katalis untuk Cracking Variabel Proses estimasi Pengertian Cracking Cracking merupakan proses perengkahan atau dekomposisi, penyusunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28%

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28% BAB I PENGANTAR I.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan sumber daya energi yang terbarukan dan ramah lingkungan, pemanfaatan hidrogen sebagai sumber pembawa energi (energy carrier)

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO (Enhancement of Patchouli Alcohol Degree in Purification

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis

Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis EBT 03 Pengolahan Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses Pirolisis Nasrun, Eddy Kurniawan, Inggit Sari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Nitrometana Nitrometana merupakan senyawa organik yang memiliki rumus molekul CH 3 NO 2. Nitrometana memiliki nama lain Nitrokarbol. Nitrometana ini merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER Datin Fatia Umar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira datinf@tekmira.esdm.go.id S A R I Aquabat adalah adalah campuran batubara halus,

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1 ALKANA Rumus umum alkana: C n H 2n + 2 R (alkil) = C n H 2n + 1 Alkana Adalah rantai karbon yang memiliki ikatan tunggal (jenuh) A. Alkana 1. Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh (senyawa parafin).

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Lisa Purnama A1C112014

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Lisa Purnama A1C112014 ARTIKEL ILMIAH PERENGKAHAN TERMAL (THERMAL CRACKING) CAMPURAN SAMPAH PLASTIK JENIS POLIPROPILENA (PP) DAN MINYAK PELUMAS (OLI) BEKAS UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Oleh Lisa Purnama A1C112014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

Regenerasi Katalis Ni-Zeolit Alam Aktif Untuk Hidrocracking Minyak Jarak Pagar

Regenerasi Katalis Ni-Zeolit Alam Aktif Untuk Hidrocracking Minyak Jarak Pagar Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Regenerasi Katalis Ni-Zeolit Alam Aktif Untuk Hidrocracking Minyak Zainal Fanani*, Addy Rachmat*, Iwan Wahyudi *Jurusan Kimia, FMIPA UNSRI email: zainalf313@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Jurnal Bahan Alam Terbarukan Jurnal Bahan Alam Terbarukan ISSN 2303-0623 PENINGKATAN KADAR GERANIOL DALAM MINYAK SEREH WANGI DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIO ADDITIVE GASOLINE Widi Astuti 1,*) dan Nur Nalindra Putra 2 1,2 Prodi Teknik

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gasoline dari Metanol dengan Fixed Bed MTG Process dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gasoline dari Metanol dengan Fixed Bed MTG Process dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia di samping sandang, pangan, dan papan. Keberlangsungan hidup manusia bergantung pada ketersediaan energi. Selama

Lebih terperinci

GAS ALAM. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si.

GAS ALAM. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si. GAS ALAM MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si. Oleh: Kelompok 9 Umi Nadhirotul Laili(140331601873) Uswatun Hasanah (140331606108)

Lebih terperinci

Pengantar Edisi Kedua

Pengantar Edisi Kedua Pengantar Edisi Kedua Edisi pertama Chemistry of Petrochemical Processes (Ilmu Kimia Proses Petrokimia) ditulis dengan tujuan untuk mengenalkan kepada pembaca melalui pendekatan sederhana mengenai beragam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL

PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL Ade Ramos Ferdinand *, Agus Tri Prasetyo, Athanasius Priharyoto Bayuseno Magister Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI Oleh: *) Martono ABSTRAK Agar mampu menghitung beban emisi langkah pertama kita harus memahami sumber emisi dan beban emisi sehingga mampu mengestimasi

Lebih terperinci

HIDRORENGKAH FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG TERPILAR ALUMINIUM BERPENGEMBAN NIKEL

HIDRORENGKAH FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG TERPILAR ALUMINIUM BERPENGEMBAN NIKEL HIDRORENGKAH FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KATALIS LEMPUNG TERPILAR ALUMINIUM BERPENGEMBAN NIKEL Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Diponegoro Semarang

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Xylidine Dari Nitroxylene Dengan Proses Hidrogenasi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Xylidine Dari Nitroxylene Dengan Proses Hidrogenasi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Sebagai negara berkembang diharapkan Indonesia dapat memproduksi banyak senyawa-senyawa strategis demi kemandirian dan kesejahteraan bangsa. Pertumbuhan industri Indonesia

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Padatan anorganik mesopori (2-50 nm) tergolong padatan berpori yang semakin banyak dan luas dikaji. Hal ini didasarkan pada kebutuhan riset dan industri akan material

Lebih terperinci

Turunan formaldehyde, yaitu n-methylol digunakan untuk memproduksi

Turunan formaldehyde, yaitu n-methylol digunakan untuk memproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan disegala bidang termasuk bidang industri. Salah satu industri

Lebih terperinci

ZAHRA NURI NADA YUDHO JATI PRASETYO

ZAHRA NURI NADA YUDHO JATI PRASETYO SKRIPSI TK091383 PEMBUATAN HIDROGEN DARI GLISEROL DENGAN KATALIS KARBON AKTIF DAN Ni/HZSM-5 DENGAN METODE PEMANASAN KONVENSIONAL ZAHRA NURI NADA 2310100031 YUDHO JATI PRASETYO 2310100070 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI

PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI JURNAL TEKNOLOGI & INDUSTRI Vol. 3 No. 1; Juni 2014 ISSN 2087-6920 PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI Pengaruh Jenis Phenol dalam Pembuatan Resin Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) saat ini terus mengalami peningkatan, baik bensin (gasoline), minyak solar (diesel), maupun minyak mentah (kerosene). Peningkaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4 Alkena dan Alkuna Pertemuan 4 Alkena/Olefin hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan rangkap (C = C) Senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap: alkadiena tiga ikatan rangkap: alkatriena,

Lebih terperinci

PERENGKAHAN FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN Ni-H-FAUJASIT DARI ABU LAYANG BATU BARA

PERENGKAHAN FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN Ni-H-FAUJASIT DARI ABU LAYANG BATU BARA 15 PERENGKAHAN FRAKSI BERAT MINYAK BUMI MENGGUNAKAN Ni-H-FAUJASIT DARI ABU LAYANG BATU BARA Hydrocracking of Heavy Fraction Petroleum using Ni-H-Faujasite Synthesized from Coal Fly Ash Sunardi Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci