PERMUKIMAN MASYARAKAT PETANI GARAM DI DESA PINGGIR PAPAS, KABUPATEN SUMENEP
|
|
- Fanny Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERMUKIMAN MASYARAKAT PETANI GARAM DI DESA PINGGIR PAPAS, KABUPATEN SUMENEP Noviana Citrayati, Antariksa, Ema Yunita Titisari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang ABSTRAK Permukiman, sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat, tentunya memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang ada di dalamnya. Hal tersebut sangat bergantung pada faktor-faktor pendukungnya, baik dari sosio-kultural masyarakat, maupun dari bentuk adaptasi terhadap lingkungan di sekitar permukiman, maupun sejarah kawasan yang pernah muncul, sebagai awal terbentuknya suatu permukiman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pola permukiman masyarakat di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep, untuk memperkaya tipologi permukiman masyarakat di Madura. Dipergunakan metode deskriptif, eksploratif, dan kualitatif, untuk mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai kawasan penelitian. Dalam hal ini, Desa Pinggir Papas sebagai kawasan yang berada di pesisir pantai paling timur Pulau Madura, dapat dikatakan menjadi pintu gerbang masuknya berbagai budaya baru yang sedikit banyak dapat memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakatnya. Selain itu, potensi alam setempat sebagai penghasil garam terbesar di Pulau Madura, memunculkan suatu bentuk permukiman penduduk yang disesuaikan dengan kondisi alam setempat. Orientasi bangunan maupun letak bangunan-bangunan khusus maupun beberapa fasilitas yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, merupakan suatu hasil observasi dan analisa yang memberikan karakteristik yang khas bagi kawasan penelitian. Kata Kunci: Permukiman, petani garam, karakteristik ABSTRACT Human settlement, as an places where interaction s happen in the societ. It have some typical characteristic from each society in depth. The settlement is base on its supporter factors, such as society socio-culture, adaptation of the environment, and also the histories of area which have emerged, as early formed of this settlement. The aim of this research is to identify the characteristic of human settlement s pattern in Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep, as an effort to complete data of human settlement in Madura. This research utilize, explore and descriptive analysis methods and qualitative method, to get more information about researches area. In this case, Pinggir Papas as an area residing in east coastal area in Madura Island, become gateway entry of various new culture which more or less can give influence to the societies life s. Besides, local natural potency as the biggest producer of salt in Madura Island, peeping out a specifics form of settlement which it s adapted from the condition of local nature. Building orientation and also special buildings situation and some facility having an effect to life of society, representing an result of analysis and observation giving typical characteristic to research area. Keyword: human settlement, salt farmer, characteristic arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
2 Pendahuluan Pulau Madura merupakan salah satu pulau di Indonesia, dengan potensi keanekaragaman, baik sumber daya alam maupun budaya. Mata pencaharian penduduk Madura pada umumnya sebagai petani dan nelayan yang pada akhirnya menimbulkan tradisi dalam berhuni maupun dalam budaya kehidupannya. Masyarakat agraris Madura, memunculkan suatu bentuk permukiman masyarakat yang dikenal dengan pola permukiman taneyan lanjang, sebagai suatu bentuk untuk menjaga hubungan kekerabatan dalam masyarakat. Permukiman taneyan lanjang tersebar dan berpencar-pencar dalam kelompok-kelompok kecil, mengikuti letak tegalan yang mereka miliki. Pola peletakan bangunannya pun disesuaikan dengan kebutuhan penghuninya, yaitu adanya musholla (langgar), sebagai pusat/sumbu utama pola cluster, rumah induk (roma tongghu), dapur (dapor), kandang, kamar mandi (pakeban), serta lumbung (lombung). Mata pencaharian lain bagi masyarakat Madura daerah pesisir, yaitu sebagai nelayan dan petani garam. Usaha pegaraman yang diusahakan masyarakat, berada pada kawasan Madura timur dan bagian selatan, mengingat curah hujan yang lebih rendah di kawasan tersebut. Selama musim hujan, di lahan-lahan kering yang menjadi tambak garam tersebut berubah menjadi tambak-tambak ikan (Laporan Singkat Situasi Pertanian di Madura 1977 dalam Jonge 1989), sehingga usaha yang dijalankan bergantian menurut musim yang sedang berlangsung. Saat ini daerah penghasil garam terbesar di Madura berada di Kabupaten Sumenep, yaitu di Desa Pinggir Papas serta daerah pesisir sekitarnya. Sebagai salah satu wilayah yang berada di kawasan Madura timur wilayah tersebut menjadi pintu gerbang Pulau Madura untuk kawasan timur, yaitu melalui pelabuhan Kalianget, serta pelabuhanpelabuhan kecil yang ada di pantai ujung timur Pulau Madura, seperti Gresik Putih, Dungkek dan wilayah sekitarnya. Tidak tertutup kemungkinan budaya luar masuk ke kawasan tersebut. Budaya-budaya tersebut masuk melalui masyarakat luar yang membawa budaya aslinya maupun masyarakat Madura sendiri yang merantau dan kembali membawa budaya di perantauan (Amiuza et al. 1996). Dengan adanya penyesuaian terhadap keadaan alam, maka perbedaan karakteristik arsitektur tradisional Madura dari masyarakat agraris pertanian dengan masyarakat petani garam menambah keragaman variasi tipologis karakteristik permukiman yang disesuaikan dengan kondisi mata pencaharian yang mereka tekuni. Pola pembentukan tata ruang yang terjadi dipengaruhi letak tambak yang cenderung mengelilingi permukiman, sehingga berdasarkan hal-hal yang mempengaruhi, pola permukiman yang ada, memiliki kemungkinan berbeda dengan pola permukiman masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani ladang. Demikian pula dengan kebutuhan ruang dalam skala makro maupun mikro serta bahan penyusun bangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing penghuninya dan kondisi alam setempat. Desa Pinggir Papas yang terletak di pesisir timur Pulau Madura memiliki kemungkinan untuk mendapat pengaruh dari salah satu kebudayaan asing yang pernah singgah di daerah tersebut. Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani garam dengan tambak garam sebagai sumber mata pencaharian menimbulkan suatu ciri tersendiri bagi kawasan Desa Pinggir Papas ini. Kedua hal tersebut tentunya sedikitbanyak akan membawa pengaruh berupa produk budaya yang beragam serta sisi lain dari kehidupan masyarakat setempat dengan kekhasannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mencoba menggali lebih dalam mengenai karakteristik permukiman yang terjadi pada masyarakat petani garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep, sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan suatu gambaran baru mengenai pola permukiman yang khas dari masyarakat setempat, sebagai salah satu bentuk adaptasi terhadap lingkungannya. Dengan adanya gambaran pola permukiman yang terbentuk, maka akan menambah variasi tipologis pola permukiman masyarakat Madura, selain pola taneyan lanjang yang lebih dikenal sebagai bentuk permukiman tradisional masyarakat Madura. 2 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
3 Tinjauan Pustaka Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005: 78), dalam memilih tempat tinggal, masyarakat tidak selalu terpaku pada kondisi rumah, tetapi lebih memperhatikan kelengkapan dari fasilitas kegiatan dan sosial di lingkungan tempat tinggal serta kemudahan aksesibilitasnya. Pola permukiman membicarakan sifat dari persebaran permukiman dengan kata lain pola permukiman secara umum merupakan susunan sifat berbeda dari hubungan faktor-faktor yang menentukan persebaran permukiman. Terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses pembentukan hunian sebagai wadah fungsional yang dilandasi oleh pola aktifitas manusia serta pengaruh setting atau rona lingkungan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik (sosial-budaya) yang secara langsung mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewadahannya. (Rapoport 1990 dalam Nuraini 2004:11) Pola spasial permukiman menurut Wiriaatmadja (1981:23-25) adalah: a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan besar, sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah, yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus; b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya; c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung; dan d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya. Menurut Sujarto (1977), dalam menempati wilayahnya, masyarakat pesisir tidak berbeda dengan masyarakat yang hidup dalam konsentrasi-konsentrasi lingkungan yang lain, yang akan menuntut tiga kebutuhan utama, yaitu sebagai berikut: a. Suatu tempat untuk hidup, yang dapat terlindungi dari gangguan alam sekitar; b. Tempat untuk melaksanakan kegiatan kerjanya untuk mencari nafkah guna menjamin eksistensi kehidupannya; dan c. Tempat-tempat yang dapat dipenuhi kebutuhan kehidupannya sehari-hari. Kekerabatan dapat menjadi faktor penentu terhadap pembentukan permukiman atau rumah, karena sangat terkait dengan sebuah bentuk ikatan sosial, aturan-aturan yang bernuansa budaya dan religi, serta adanya kegiatan yang bersifat ekonomi (Lowi dalam Mulyati 1995:29). Hubungan antara kekerabatan dalam aspek sosial-kultural dan permukiman sebagai perwujudan fisiknya, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: Kelompok kekerabatan mempengaruhi lokasi dan tata lahan/rumah sesuai dengan prinsip yang dianut Peran sosial antar kerabat mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang menjadi sarana interaksi antar kerabat. Metode Penelitian Dalam penelitian mengenai karakteristik permukiman ini, digunakan metode penelitian kualitatif, deskriptif, eksploratif, dengan tujuan untuk menggali lebih dalam mengenai karakter permukiman yang terjadi, sehingga diperoleh informasi yang lebih detail dengan mengekplorasi informasi berantai dari informan kunci. Adapun objek amatan dan analisa yang akan dilakukan meliputi : Lingkup desa, yang terdiri atas fasilitas umum desa meliputi pasar, sekolah dasar, puskesmas, balai desa arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
4 Lingkup kampung meliputi penggunaan ruang luar/ruang bersama dalam satu kampung, serta sistem sirkulasi dalam kampung Lingkup rumah dengan objek amatan pada pola tata bangunan dalam satu cluster yang meliputi pola tata letak bangunan dalam satu halaman dan pola tata bangunan dalam hubungannya dengan hubungan kekerabatan dalam masyarakat. Sampel bangunan yang akan dilakukan penelitian berupa rumah tinggal ataupun bangunan yang memiliki fungsi tertentu yang berpengaruh terhadap pola permukiman masyarakat Desa Pinggir Papas, di antaranya sebagai berikut: Rumah/bangunan yang berada di pinggir tambak; Rumah/bangunan yang berada di pinggir jalan desa ; dan Rumah/bangunan yang berada di tengah pulau yang memiliki kriteria bangunan tradisional masyarakat Desa Pinggir Papas. Untuk penentuan sampel masyarakat/responden berdasarkan pada beberapa kriteria (purposive sampling). Informasi mengenai sampel atau responden masyarakat diperoleh dengan penggunaan teknik eksploratif, yaitu perolehan responden berikutnya berdasarkan petunjuk atau informasi dari masyarakat yang menjadi responden sebelumnya. Hasil dan Pembahasan Letak Desa Pinggir Papas Desa Pinggir Papas terletak di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Desa Karanganyar; Sebelah Selatan: Sungai Saroka, Desa Kebundadap, Kec. Saronggi; Sebelah Barat: Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi; dan Sebelah Timur: Selat Madura. Daerah tersebut memiliki curah hujan yang sangat rendah bila dibandingkan dengan daerah lain di Madura. Oleh karena itu, lahan pesisir tersebut dimanfaatkan oleh para pembuat garam untuk menjadi tambak garam. Karena letaknya yang berada di daerah pesisir, dengan curah hujan yang sangat rendah tersebut, maka desa ini menjadi kawasan pesisir yang sangat gersang. Desa Pinggir Papas terletak di tengah tambak garam yang sangat luas, sehingga sejak jaman dahulu, desa ini terkenal dengan sebutan Nagara Kanangan Polo Paelan, yang artinya Negara/pulau kenangan yang terletak di tengah lautan. Sosial-budaya dalam masyarakat Hubungan kekerabatan dalam masyarakat Hubungan kekerabatan yang terjadi di Desa Pinggir Papas ini sangatlah erat. Bahkan mereka yang berasal dari luar daerah yang menikah dengan penduduk setempat dan menetap di desa ini pun merasa sebagai bagian dari masyarakat Desa Pinggir Papas sejak mereka lahir. Hampir seluruh masyarakat dari kampung yang berbeda saling mengenal satu sama lainnya. Bahkan dalam satu wilayah masih terdapat hubungan kekerabatan, meskipun kerabat jauh. Sistem kepemimpinan Desa Pinggir Papas termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kalianget, sehingga sistem kepemimpinan pemerintahan seperti halnya pada desa-desa lain di Indonesia. Kepala desa yang diangkat merupakan orang yang disegani di desanya. Sistem pengangkatan kepala desa, yaitu dipilih oleh masyarakat dengan suara terbanyak. Dalam hal ini, kepala desa dibantu oleh beberapa aparat desa dalam menjalankan pemerintahannya, seperti sekretaris desa (pak carek), badan pengawas desa dan sebagainya. 4 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
5 Di Desa Pinggir Papas juga terdapat beberapa lembaga adat yang masing-masing memiliki pemimpin yang berdasarkan keturunan dari masing-masing leluhur. Lembaga adat desa yang memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat setempat salah satunya adalah lembaga adat tanah leluhur, yang saat ini sedang mengusahakan tanahtanah rakyat yang pada zaman dahulu diambil alih kekuasaan oleh pemerintah Belanda dan dijadikan tanah negara. Lembaga adat lainnya yang ada di Desa Pinggir Papas ini diantaranya adalah lembaga adat Asta gubang laok songai. Di pihak lain, lembaga adat yang ada, berdasarkan pada garis keturunan masingmasing leluhur, yang terdiri atas keturunan Anggosuto, Mbah Bangsa, Mbah Kuasa, serta Mbah Dukun maupun leluhur-leluhur lainnya. Masing-masing memiliki peran penting dalam beberapa kehidupan masyarakat, seperti penentuan hari puasa pada bulan Ramadhan, penentuan hari pelaksanaan upacara adat Nyadar maupun upacara-upacara adat lainnya yang dilaksanakan di Desa Pinggir Papas. Dari keempat pemimpin tersebut biasanya mengangkat keturunan dari Syech Kuasa sebagai pemimpin utama. Beliau diangkat sebagai pemegang keputusan apabila sesuatu hal terjadi. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa beliau memiliki kekuasaan mutlak. Tiap keputusan yang diambil tetap dibicarakan dengan pemimpin lainnya, hanya keturunan Syech Kuasa yang nantinya mematukkan palu untuk mengesahkan hasil musyawarah tersebut. Dalam hal ini, pemerintah sama sekali tidak terlibat dalam pengangkatan maupun pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para pemimpin adat tersebut. Bahkan dalam hal tertentu kewenangan pemerintah desa dapat dikesampingkan oleh keputusan adat tersebut. Upacara adat dan sistem kepercayaan dalam masyarakat Di dalam masyarakat Desa Pinggir Papas dikenal beberapa upacara adat yang harus mereka lakukan untuk mendapatkan berkah. Berbagai upacara adat tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Keberadaan upacara adat tersebut sangat berkaitan erat dengan penggunaan ruang dalam masyarakat. Upacara adat yang dilaksanakan masyarakat setempat di antaranya adalah: 1. Baberten; 2. Sadekah Bumeh; 3. Nom-enom; 4. Selamatan bellasan; dan 5. Upacara Adat Nyadar. Pada umumnya upacara adat tersebut dilaksanakan di tengah permukiman penduduk, yaitu dengan penggunaan ruang dan bangunan tertentu, yang berpengaruh terhadap pola permukiman yang terjadi di dalam masyarakat. Mata pencaharian Sebagian besar masyarakat Desa Pinggir Papas memiliki mata pencaharian sebagai petani garam. ± 80 % dari hasil survey yang dilakukan oleh peneliti terhadap sampel yang telah ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pada dasarnya, masyarakat petani garam yang kehidupannya berhubungan dengan potensi kelautan, yaitu usaha pegaraman, memiliki ketergantungan terhadap faktor-faktor alamiah seperti iklim dan keadaan pantai, sehingga pekerjaan yang mereka lakukan bersifat musiman. Karakteristik permukiman masyarakat Desa Pinggir Papas Ciri kampung di Desa Pinggir Papas Desa Pinggir Papas terdiri atas tiga kampung. Kampung yang berada di sebelah timur adalah Kampung Ageng, dan sebelah barat adalah Kampung Dhalem dan Kampung Kauman. 1. Kampung Ageng arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
6 Awal mula penamaan kampung ini, menurut beberapa masyarakat, dilihat dari ukuran kampung yang lebih besar dibandingkan kampung lain yang ada di Desa Pinggir Papas. Dalam hal ini, pengertian Ageng adalah besar. Namun, menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa penamaan Kampung Ageng tersebut, mengingatkan bahwa di kampung tersebut merupakan letak pasarean atau tempat tinggal leluhur yang dikultuskan oleh masyarakat setempat, seperti Anggosuto dan istri, Syech Kuasa dan istri, mbah Dukun dan mbah Bangsa, sehingga kampung tersebut diberi nama kampung se Agung (yang Agung). Ciri yang memperkuat bahwa Kampung Ageng merupakan kampung tertua diantara kampung yang lain adalah masih banyaknya rumah-rumah tradisional serta tatanan bangunan hunian di kampung tersebut, dengan kondisi yang masih asli dan terawat secara turun-temurun (lihat Gambar 1. A). 2. Kampung Dhalem Menurut cerita masyarakat, di kampung tersebut tinggal beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam masyarakat, namun kedudukannya tidak seperti leluhur masyarakat Kampung Ageng yang sangat dikultuskan masyarakat (hanya sebagai abdi dhalem). Bila dilihat dari legenda tersebut, maka sesuai dengan karakter kampung tersebut, yang ditandai dengan masih adanya beberapa pasarean leluhur di kampung tersebut, yang bila diperhatikan dari bentuk bangunannya lebih kecil dari pasarean yang ada di Kampung Dhalem. Di Kampung Dhalem ini juga masih dapat ditemui rumah-rumah tradisional dengan bentuk yang sedikit berbeda dengan bangunan yang ada di Kampung Ageng. Namun pada dasarnya, secara umum memiliki kemiripan. Selain itu, versi lain dari penamaan kampung Dhalem, menurut sumber yang ditemui, pada jaman dahulu terdapat tambak yang sangat dalam (se dhalem), yang dapat ditemui ketika akan masuk ke daerah Kampung Dhalem. Namun seiring dengan pendangkalan yang terjadi akibat penumpukan pasir yang dibawa oleh air yang masuk ke dalam tambak tersebut, sehingga saat ini tambak tersebut menjadi dangkal (Gambar 1. B) Kampung Kauman Penamaan Kampung Kauman juga dapat dikatakan mencerminkan penduduk yang mendiami kampung tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di Kampung Kauman hanya terdapat satu pasarean dan kemungkinan kampung tersebut merupakan kampung yang paling akhir terbentuk, karena bangunan tradisional yang terdapat di kampung lainnya, sangat jarang ditemui di Kampung Kauman. Pada masyarakat Jawa, Kampung Kauman merupakan suatu komunitas masyarakat muslim yang kuat secara spiritual. Di Desa Pinggir Papas, Kampung Kauman merupakan kampung yang memiliki fasilitas peribadatan (masjid) yang paling banyak, dan di dalamnya juga terdapat beberapa perkumpulan/organisasi massa (ormas) yang berbasis Islam (lihat gambar 1. C). Struktur pola permukiman Desa Pinggir Papas merupakan daerah pesisir yang berada di dataran rendah. Desa Pinggir Papas terbelah oleh sumbu utama jalan desa yang sejajar dengan garis pantai, yaitu arah utara-selatan. Sumbu utama jalan tersebut membagi Desa Pinggir Papas menjadi dua bagian, yaitu bagian timur dan barat. Kampung-kampung yang ada di Desa Pinggir Papas dikelilingi oleh tambak garam, sehingga cluster kedua bagian desa tersebut selanjutnya disebut sebagai pulau, karena letaknya seperti pulau yang berada di tengah sagara (laut). Bagi masyarakat setempat, orientasi bangunan yang diyakini paling baik adalah arah utara-selatan. Menurut masyarakat tradisional Desa Pinggir Papas, arah hadap yang menjadi pantangan untuk orientasi bangunan adalah ke arah timur, karena dengan menghadapkan bangunan hunian mereka ke arah timur, berarti mereka nantang sagara (menantang laut). Sebagian besar rumah tinggal, terutama bangunan tradisional masyarakat, sangat memegang prinsip orientasi arah hadap rumah mereka ke arah utaraarsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
7 selatan sebagai bentuk penghormatan pada sagara. Pada Gambar 1 merupakan arah hadap bangunan yang ada di Desa Pinggir Papas Hampir seluruh bangunan yang ada di tengah pulau berorientasi ke arah utaraselatan dan tidak berdasarkan pada arah jalur sirkulasi. Meskipun arah jalur sirkulasi yang berupa gang-gang sempit dengan jarak kurang lebih hanya 1 (satu) metermengarah ke utara-selatan (Gambar 2). B A C Gambar 1. Peta Desa Pinggir Papas. (Sumber: Re-drawing Peta Desa, 2006) B A C U Gambar 2. Arah hadap bangunan. (Sumber: Analisa, 2006) Dengan adanya arah sirkulasi tersebut, orientasi bangunan mengarah ke utaraselatan, sehingga bila ditinjau dari segi fisika bangunan, dalam kaitannya dengan penyinaran matahari dan arah angin yang bertiup dari laut, letak hadap rumah utaraselatan akan berpengaruh terhadap kondisi thermal di dalam bangunan, yaitu sinar arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
8 matahari dari arah timur dan barat tidak langsung masuk ke dalam bangunan yang dapat menyebabkan kondisi thermal di dalam bangunan akan terasa kurang nyaman. Selain itu, pergerakan arah angin yang cenderung bertiup dari arah timur dan barat yang dalam masyarakat Madura dikenal dengan istilah angin nemor dan nembara - akan melewati lorong-lorong angin yang tercipta dari adanya bangunan yang berjajar rapi mengikuti jalur sirkulasi. Pada Gambar 3 merupakan arah angin yang bertiup dari arah sagara. U Gambar 3. Arah angin nembara yang bertiup dari arah tambak garam. (Sumber: Analisa 2006) Selain karena faktor kepercayaan, kemungkinan adanya pengaruh latar belakang budaya Hindu-Jawa yang dibawa oleh Anggosuto dari Kerajaan Majapahit, yang meyakini kosmologi gunung-laut (arah utara-selatan), yang bila ditransformasikan ke dalam kawasan Desa Pinggir Papas yang berada di kawasan pesisir dengan kontur rendah, maka yang terjadi adalah penerapan orientasi utara-selatan. Demikian pula kemungkinan pengaruh kosmologi Hindu-Bali yang dibawa oleh prajurit Bali yang melarikan diri ke kawasan ini dan menjadi cikal-bakal masyarakat setempat, sehingga penerapan pola permukiman, yaitu peletakan makam yang terpisah dari permukiman masyarakat, dan berada di daerah nista (bawah), terlihat dalam peletakan makam yang pada umumnya berada di luar permukiman. Kemungkinan pengaruh Islam yang dibawa dari Cirebon oleh Syech Kuasa lebih menonjol pada rumah tradisional masyarakat setempat. Dalam suatu desa, tentunya terdapat elemen-elemen yang merupakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa tersebut. Dalam peletakan bangunan ataupun elemen-elemen desa pada permukiman di Desa Pinggir Papas, yang di dalamnya terdapat beberapa elemen desa, belum sepenuhnya memenuhi fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Penyesuaian peletakan elemen-elemen desa tersebut berdasarkan pada kebutuhan dan tradisi kepercayaan masyarakat. Elemen desa yang dibangun pemerintah maupun oleh penduduk setempat, yang ada di Desa Pinggir Papas diantaranya adalah masjid, musholla (langgar), sekolah, fasilitas kesehatan (puskesmas pembantu), serta kantor pemerintahan desa. Dalam hal ini, peletakan elemen desa yang tidak bersangkutan dengan kegiatan adat masyarakat, tidak terdapat ketentuan khusus dalam peletakannya. Hal yang terpenting adalah kemudahan masyarakat dalam penjangkauannya. Bagi masyarakat tradisional, sebuah desa atau kampung merupakan lingkungan tempat hidup, tempat mereka melakukan kegiatan perekonomian, sosial dan juga beraktifitas keagamaan. Pada beberapa elemen desa yang dapat dikatakan memiliki fungsi sakral, seperti letak makam leluhur, tempat tinggal leluhur (pasarean) yang masih digunakan sebagai tempat dilaksanakannya upacara adat tertentu. Keduanya memiliki letak tertentu yang dapat dikatakan mendapat perhatian dari masyarakat setempat. 8 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
9 Terutama pasarean yang memiliki pengaruh terhadap pola permukiman yang terjadi dalam masyarakat, karena adanya hubungan kekerabatan yang mengikat keturunannya untuk tetap menjaga keberadaan pasarean tersebut. Keberadaan makam (buju ), yang letaknya membentuk tapal kuda yang mengelilingi desa memberikan makna bagi masyarakat setempat bahwa leluhur yang telah meninggal tetap menjaga masyarakat, sehingga makam (buju ) tersebut juga benar-benar dijaga dan dihormati oleh masyarakat. Terbentuknya ruang kegiatan dalam masyarakat Ruang kegiatan dalam masyarakat pada umumnya terbentuk karena adanya pengaruh budaya yaitu berupa pelaksanaan upacara adat, yang bisanya dilakukan di pasarean leluhur yang dikultuskan masyarakat setempat. Pada Gambar 4 merupakan penggunaan ruang pasarean dalam masyarakat pada pelaksanaan upacara adat masyarakat. Keberadaan pasarean ternyata juga berpengaruh terhadap peletakan bangunan, karena penduduk yang tinggal di sekitar pasarean juga masih merupakan keturunan dari leluhur yang memiliki pasarean tersebut. Biasanya, letak rumah tinggal keturunan yang memiliki kewajiban untuk menjaga dan merawat pasarean tersebut berada di depan pasarean, dengan maksud agar lebih mudah dalam pengawasan kondisi pasarean. Pada Gambar 5 berikut ini merupakan salah satu gambaran letak rumah tinggal keturunan yang menjaga dan pasarean Anggosuto dan istri. Gambar 4. Penggunaan ruang pada upacara adat masyarakat. (Sumber: Analisis dan dokumentasi peneliti) B arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
10 A B Keterangan : Gambar 5. Letak pasarean dan keturunan yang menjaganya. (Sumber: Analisis 2006). = rumah keturunan leluhur yang menjaga pasarean A = rumah keturunan yang menjaga pasarean Anggosuto B = rumah keturunan Dalam memilih tempat tinggal, masyarakat tidak selalu terpaku pada kondisi rumah itu sendiri, tetapi lebih memperhatikan kelengkapan fasilitas kegiatan dan social di lingkungan tempat tinggalnya serta kemudahan aksesibilitasnya. Bagi masyarakat tradisional Madura pada umumnya, dalam memilih tempat tinggal, masyarakat lebih memandang pada hubungan kekerabatan pada satu wilayah (bertetangga), meskipun hubungan kekerabatan yang ada di antara mereka adalah kerabat jauh. Demikian pula yang terjadi di Desa Pinggir Papas. Dalam pembentukan lingkungan permukiman yang muncul juga disebabkan adanya hubungan kekerabatan yang di dalamnya masih memiliki hubungan garis keturunan meskipun tidak langsung. Dalam hal ini, tidak hanya pasarean yang mengikat adanya hubungan kekerabatan diantara masyarakat yang terdapat di sekitarnya, sebagai satu keturunan dari leluhur pemilik pasarean tersebut, tetapi eratnya hubungan tersebut juga mencakup seluruh wilayah daerah Pinggir Papas, karena antara satu pasarean dan yang lainnya saling berhubungan. Berdasarkan penelitian dan hasil penyebaran quesioner yang telah dilakukan, pada deretan rumah tinggal dengan pola permukiman masyarakat yang cenderung memanjang, dengan orientasi bangunan arah utara-selatan, ternyata masih memiliki hubungan kekerabatan, dan sistem kekerabatan yang dianut hampir seluruh keluarga menganut sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu (matrilineal). Dalam sistem perkawinan yang terjadi, sama seperti masyarakat Madura pada umumnya, yaitu merupakan kombinasi antara uksorilokal dan matrilokal atau disebut dengan uxomatrilokal, yaitu anak perempuan yang sudah menikah tetap tinggal dan menetap di pekarangan orang tuanya, sementara anak laki-laki yang sudah menikah, pindah ke pekarangan istri atau mertuanya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dalam satu taneyan tersebut, yang tinggal dalam satu deretan rumah tinggal yang terlihat pada Gambar 5 (lihat lampiran) tersebut adalah keluarga R1, keluarga R2 dan keluarga R3, sedangkan keturunan masing-masing tinggal terpisah, yaitu di belakang rumah orang tua. Ketika dilakukan survey, keluarga R2 baru menikahkan anak perempuannya (R4) dan saat ini tinggal di sekitar tempat tinggal kerabat tersebut. 10 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
11 Perubahan fungsi pada struktur tata bangunan Sistem kekerabatan yang sangat erat selain tercermin dalam adanya hubungan kekerabatan dalam satu deretan rumah tinggal, juga pada penggunaan halaman di depan rumah yang sebenarnya merupakan jalan kampung sebagai halaman bersama dan hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan mereka. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin meningkat, menjadi salah satu penyebab perubahan pola tata bangunan tradisional yang terjadi di Desa Pinggir Papas. Perubahan pola tata bangunan tersebut tentunya akan berdampak pada pembentukan pola permukiman dalam masyarakat setempat.perubahan halaman dapat dilihat pada Gambar 6. Perubahan pola ruang terjadi disebabkan keterbatasan lahan dan kebutuhan akan tempat tinggal, sehingga terjadi perubahan fungsi dari masing-masing ruang dan bangunan. Pada pola tata bangunan asli yang terdapat di Desa Pinggir Papas, terdapat bangunan yang berfungsi untuk menerima tamu, yaitu bangunan pandepa (pendopo). Karena kebutuhan akan tempat tinggal bagi keluarga yang baru menikah, maka bangunan tersebut kini beralih fungsi menjadi tempat tinggal. Hal tersebut banyak terjadi di Desa Pinggir Papas, sehingga keaslian struktur tata bangunan tradisional kini mulai hilang. Pada Gambar 7 merupakan struktur tata bangunan asli yang masih ada di Desa Pinggir Papas. Gambar 6. Perubahan pola ruang halaman dan bangunan pendopo. (Sumber: Analisis 2006) arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
12 Gambar 7. Pola tata bangunan hunian tradisional masyarakat Desa Pinggir Papas. (Sumber : Analisis 2006) Dilihat dari struktur tata bangunan tradisional, yaitu susunan adanya labeng saketheng, pandepa, rumah tinggal, dapur serta kamar mandi yang terpisah, yang diakhiri dengan adanya labeng saketheng, maka dalam satu struktur pola hunian tersebut, sirkulasi kampung berada di luar labeng saketheng. Namun karena adanya kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin berkembang, sehingga susunan pola tersebut perlahan mulai hilang. Demikian pula dengan fungsi masing-masing bagian bangunan pun turut berubah. Halaman yang semula menjadi ruang penghubung antara bangunan pendopo dengan rumah tinggal berubah menjadi jalan kampung atau sirkulasi, ketika bangunan pendopo beralih fungsi menjadi bangunan rumah tinggal. Bahkan halaman yang berada di samping bangunan pun pada suatu saat nanti dapat menjadi bangunan baru, bila keberadaannya tidak dilestarikan. Penggunaan bangunan/rumah tinggal sebagai bagian ruang kegiatan dalam masyarakat Baik secara langsung maupun tidak langsung bentuk dan tampilan bangunan di Desa Pinggir Papas dipengaruhi oleh faktor kekerabatan. Keunikan yang ditemukan pada bangunan tradisional di Desa Pinggir Papas ini diantaranya adalah racak yang biasanya ada pada bagian depan bangunan (sebagai fasade). Struktur konstruksi dari racak sendiri merupakan konstruksi knock down yang bisa dipasang dan dibongkar sewaktu-waktu ketika diperlukan. Racak tersebut menjadi salah satu keunikan dalam bangunan tradisional Desa Pinggir Papas tersebut. Berikut ini contoh bangunan menggunakan racak, beserta detailnya. (Gambar 8) 12 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
13 Gambar 8. Konstruksi racak pada bangunan sebagai simbol kekerabatan yang erat dalam masyarakat setempat. (Sumber: Dokumentasi peneliti, 2006) Racak sendiri dalam kaitannya dengan faktor sosial bagi masyarakat di Desa Pinggir Papas tersebut menjadi suatu penghubung, sehingga penghuni bangunan dapat melihat siapa yang lewat atau hendak memasuki rumahnya, sebelum sang penghuni mempersilahkan tamu yang datang, memasuki bangunannya. Bila dilihat dari luar, maka bagian dalam bangunan tidak akan terlihat, kecuali bila dilihat dengan jarak dekat. Kesimpulan Desa Pinggir Papas merupakan desa yang berada di pesisir timur Pulau Madura. Desa tersebut terdiri atas tiga kampung. Penamaan ketiga kampung tersebut mencerminkan karakter masing-masing penduduknya serta mencerminkan karakteristik dari tiap-tiap kampung. Pola permukiman yang terjadi di Desa Pinggir Papas, yaitu orientasi bangunan pada umumnya menghadap arah utara selatan, sesuai kepercayaan masyarakat. Selain karena faktor kepercayaan, kemungkinan adanya pengaruh latar belakang budaya yang dibawa oleh para leluhur pada masa lalu, sedikit-banyak memberikan dampak terhadap kepercayaan dalam masyarakat. Pelaksanaan kegiatan dalam masyarakat juga memberikan pengaruh terhadap pola permukiman yang terbentuk, seperti pelaksanaan upacara adat dalam masyarakat. Demikian pula dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial masyarakat yang menggunakan ruang tertentu. arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret
14 Sistem kekerabatan juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan pola permukiman dan bentuk bangunan di Desa Pinggir Papas. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan sistem kekerabatan matrilineal menjadi salah satu sebab perubahan pola permukiman yang ada. Perubahan fungsi tatanan bangunan pun tidak dapat dihindari. Faktor alam juga berpengaruh terhadap pola permukiman yang terbentuk. Adanya tambak garam yang mengelilingi Desa Pinggir Papas, berpengaruh terhadap posisi bangunan dan bahan bangunan yang digunakan oleh masyarakat. Saran Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka diberikan rekomendasi penelitian lanjutan, diantaranya sebagai berikut: 1. Penelitian mengenai letak pasarean dalam hubungannya dengan permukiman masyarakat Desa Pinggir Papas. Dalam hal ini, pasarean tidak hanya sekedar rumah tinggal leluhur yang masih terawat dengan baik, tetapi pasarean dapat menjadi indikasi eratnya hubungan kekerabatan dalam masyarakat Desa Pinggir Papas. Selain itu, pasarean sebagai suatu ruang tempat dilakukannya ritual upacara-upacara adat, tentunya menciptakan suatu ruang gerak tersendiri yang menjadi kekhasan bangunan dan lingkungan bangunan tersebut; 2. Penelitian mengenai tatanan bangunan tradisional, yang saat ini mulai mengalami perubahan-perubahan. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri atau melacak kembali struktur tata bangunan tradisional yang dalam perkembangannya mengalami perubahan fungsi dan letak, sehingga nantinya dapat diketahui pola tata bangunan yang pernah ada di masa lalu. Kelengkapan struktur tata bangunan dapat menjadi gambaran perekonomian dan status sosial pemiliknya pada masanya; dan 3. Penelitian mengenai letak makam yang berada di tengah tambak dalam kaitannya dengan kepercayaan masyarakat setempat. Tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui makna letak makam leluhur terhadap permukiman masyarakat setempat. Daftar Pustaka Amiuza. C. B., Tjahyono, R. & Pamungkas S. T Pergeseran Spasial dan Stilistika Arsitektur Vernakuler Madura Barat di Arosbaya. Jurnal Universitas Brawijaya vol. 8 No. 2 Agustus hlm Dwi Ari, I. R. & Antariksa Studi Karakteristik Pola Permukiman di Kacamatan Labang, Madura. Jurnal ASPI vol. 4 No. 2, April hlm Budiyono Bidang Kajian Madura, Seri Kertas Kerja No. 23: Tradisi Nyadar bagi Masyarakat Penggir Papas di Madura. Jember: Universitas Jember. De Jonge, H Madura dalam Empat Zaman: Perdagangan, Perkembangan Ekonomi dan Islam. Jakarta: Gramedia. Erwin, B Perubahan Spasial Lingkungan di Baluwerti, Surakarta. Jurnal EMAS FT-UKI Tahun IX No. 18 Agustus hlm Mulyati, A Pola Spasial Permukiman Di Kampung Kauman, Yogyakarta. Tesis. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada Nuraini, C Permukiman Suku Batak Mandailing. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sujarto, D Distribusi Fasilitas Sosial. Bandung: Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri dan Lembaga Penelitian Planologi, Departemen Planologi, ITB Wiriaatmadja, S Pokok-Pokok Sosiologi Pedesaan Jakarta: CV. Tasagun Copyright 2008 by antariksa 14 arsitektur e-journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang arsitektur rumah tradisional di Desa Pinggirpapas, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Arsitketur tradisional Madura
Lebih terperinciPOLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG
POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email
Lebih terperinciFAKTOR PENENTU ORIENTASI RUMAH DI PERMUKIMAN NELAYAN DUSUN SALARANG KABUPATEN MAROS
PROS ID I NG 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK FAKTOR PENENTU ORIENTASI RUMAH DI PERMUKIMAN NELAYAN DUSUN SALARANG KABUPATEN MAROS Ria Wikantiri, Venni Veronica & Marwah M. Jurusan Teknik Arsitektur
Lebih terperinciSirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang
Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang Rosawati Saputri 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, 2 Dosen Jurusan
Lebih terperinciPOLA RUANG DALAM RUMAH PANGGONG DI KAMPUNG BONTANG KUALA
POLA RUANG DALAM RUMAH PANGGONG DI KAMPUNG BONTANG KUALA Yazid Dwi Putra Noerhadi 1, Antariksa 2, dan Abraham Mohammad Ridjal 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik Salah satunya adalah arsitektur tradisional. Rumah tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur
Lebih terperinciKARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN
KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN Jurnal Ilmiah Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh: PIPIET GAYATRI SUKARNO 0910651009 KEMENTERIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Suku Dayak Provinsi Timur, dikenal dengan keragaman suku asli pedalamannya. Jika kita mendengar Timur, pastilah teringat dengan suku Dayak dan rumah
Lebih terperinciSUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU
SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU Maharani Puspitasari 1, Antariksa 2, Wulan Astrini 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,
Lebih terperinciPOLA PERMUKIMAN BUGIS DI KENDARI. Irma Nurjannah Program Studi Arsitektur Universitas Halu Uleo Kendari
Pola Permukiman Bugis di Kendari (Irma Nurjannah dan Anisa) POLA PERMUKIMAN BUGIS DI KENDARI Irma Nurjannah Program Studi Arsitektur Universitas Halu Uleo Kendari Anisa Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciKARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES
KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES Agustina Putri Ceria, Antariksa, Noviani Suryasari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167, Malang 65145
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciTATA LETAK RUMAH TRADISIONAL MADURA DI DESA MANGARAN SITUBONDO
TATA LETAK AH TADISIONAL ADA DI DESA ANGAAN SITBONDO Kurnia Wulan Suci Nur Azizah 1, Antariksa 2, Abraham ohammad idjal 2 1 ahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, niversitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku
Lebih terperinciSISTEM KEKERABATAN PEMBENTUK POLA PERMUKIMAN DUSUN KRAJAN KABUPATEN LUMAJANG
SISTEM KEKERABATAN PEMBENTUK POLA PERMUKIMAN DUSUN KRAJAN KABUPATEN LUMAJANG Arnes Ayunurafidha 1, Lisa Dwi W 2, Abraham M Ridjal 2 1 Mahasiswa, Jurusan arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 31 Peta lokasi. Metode Penelitian
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Madura (Gambar 31) dengan mengunjungi empat kabupaten yang ada, yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan tata ruang sebagai sebuah hasil akulturasi antara budaya dan logika tercermin dalam proses penempatan posisi-posisi bangunan. Dasar budaya adalah faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan
Lebih terperinciKAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR
KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI
Lebih terperinciTERBENTUKNYA POLA RUANG DALAM BATIH BARU RUMAH PANGGUNG DAYAK KENYAH DI DESA PAMPANG SAMARINDA
TERBENTUKNYA POLA RUANG DALAM BATIH BARU RUMAH PANGGUNG DAYAK KENYAH DI DESA PAMPANG SAMARINDA Ririn Prasetya P, Antariksa, Abraham M. Ridjal Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Brawijaya
Lebih terperinciBAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,
38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, sebagai awalnya dilihat fenomena yang terjadi di Desa Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,
Lebih terperinciTINJAUAN PULO CANGKIR
BAB II TINJAUAN PULO CANGKIR II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK Judul Proyek : Kawasan Rekreasi Kampung Pulo Cangkir dan Sekitarnya. Tema : Arsitektur Tradisional Sunda. Kecamatan : Kronjo. Kelurahan : Pulo Cangkir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan
Lebih terperinciberagam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada
Lebih terperinciPenerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Atika Almira (1), Agus S. Ekomadyo (2) (1) Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan
Lebih terperinciBAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-
BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinci2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupan dan memenuhi segala kebutuhannya. Seperti yang dikemukakan oleh Soekanto (2007, hlm.23) Manusia senantiasa
Lebih terperinciTRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi
TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI Inka Septiana Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Culture
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal
Lebih terperinciSTUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR
STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN
Lebih terperinciIV KONDISI UMUM MADURA
27 IV KONDISI UMUM MADURA 4.1 Kondisi Administratif dan Geografis Madura Pulau Madura terletak di sebelah timur laut Pulau Jawa, tepatnya pada 7 Lintang Selatan dan 113-14 Bujur Timur. Pulau Madura dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya
BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciDESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh
Lebih terperinciBAB III PRAKTEK HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN
BAB III PRAKTEK HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak geografis, luas wilayah dan kependudukan Desa Petaonan merupakan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :
54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan
Lebih terperinciPola pemukiman berdasarkan kultur penduduk
Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciButulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Butulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta Rinaldi Mirsyad (1), Sugiono Soetomo (2), Mussadun (3), Asnawi Manaf (3) rinaldi mirsyad_husain@yahoo.com
Lebih terperinciMASJID JABALUL KHOIR PURWODADI SEBAGAI MASJID MODERN
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MASJID JABALUL KHOIR PURWODADI SEBAGAI MASJID MODERN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pandang orang Sabu tentang sesama
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 7.1. Kesimpulan Penelitian tentang pola tata spasial pada hunian orang Sabu di desa Kadumbul menemukan sebuah konsep mendasar, bahwa pola tata hunian tersebut
Lebih terperinciAKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya
AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya
Lebih terperinciKONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI DESA BAHU PALAWA
Volume 5 Nomor 1 Juli 2010 ISSN 1907-8536 KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI DESA BAHU PALAWA Petrisly Perkasa 1) Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan atau perubahan pola tata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup adalah sebuah karunia sang Ilahi dimana didalam hidup ini banyak hal-hal yang dapat menambah gairah untuk hidup, salah satunya adalah seni dan budaya. Indonesia
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-245 Kriteria Pengembangan Desa sebagai Desa Wisata di Kabupaten Mira Hawaniar dan Rimadewi Suprihardjo Program Studi Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan
Lebih terperinciNursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas
Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP Faridatus Saadah, Antariksa, dan Chairil Budiarto Amiuza Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Telp. (0341)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS A. Pengertian Persebaran Permukiaman Menurut N. Daldjoeni (1986:50), Pesebaran adalah menggerombol atau saling menjauhinya antara yang satu dengan yang lain,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia prasejarah maupun saat ini memerlukan tempat tinggal. Manusia prasejarah mencari dan membuat tempat untuk berlindung yang umumnya berpindah-pindah / nomaden
Lebih terperinciABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING
ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING MODEL PENGEMBANGAN PERAN LEMBAGA SOSIAL DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MASYARAKAT SUKU USING BERBASIS KEARIFAN LOKAL Ketua/Anggota Peneliti: Dra.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM
Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep
1 Kriteria Pengembangan Desa sebagai Desa Wisata di Kabupaten Mira Hawaniar 1, Rimadewi Suprihardjo 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB III. Setting Penelitian
BAB III Setting Penelitian A. Kondisi Geografis dan Keadaan Pulau Madura. 1. Geografi Posisi geografis Madura terletak ditimur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7 sebelahselatan dari katulistiwa di antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciKampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara
Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinciKRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR
KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR 3609100043 Latar Belakang Memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak dan beragam Selama ini pengembangan pariwisata
Lebih terperinciBAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI
BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,
Lebih terperinciPOLA PERMUKIMAN RUMAH BERLABUH MASYARAKAT SERUI ANSUS DI KOTA SORONG
Oleh : Devy Sarah Sahambangun ( Mahasiswa Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi ) Fella Warouw ( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik / Prodi Magister Arsitektur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPENERAPAN UKIRAN MADURA PADA INTERIOR GALERI BATIK DI BANGKALAN PLAZA MADURA
PENERAPAN UKIRAN MADURA PADA INTERIOR GALERI BATIK DI BANGKALAN PLAZA MADURA Karina Yunita Sari, Chairil B. Amiuza, Noviani Suryasari Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mendorong kebutuhan akan hunianpun semakin meningkat, Pesatnya jumlah penduduk di perkotaan akan berpengaruh langsung terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu media perdagangan. Banyak pelabuhan-pelabuhan terkenal dan besar. pada zaman itu, salah satunya Pelabuhan Panarukan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, yang artinya memiliki garis pantai yang panjang pada wilayahnya. Sehubungan dengan hal tersebut Indonesia memiliki banyak pelabuhan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah
46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai
Lebih terperinci