PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODA
|
|
- Hengki Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD Oleh : 1) A.Syaeful Bahri, S.Si, M.T. 2) Prof.Dr.rer.Nat Bagus Jaya S, 3) Wahyu Sugeng M Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl.Arif Rachman hakim,sukolilo-surabaya (60111),Telp/Fax (031) ABSTRAK Telah dilakukan penelitian di daerah Seropan Semanu Gunungkidul yang bertujuan mendapatkan respon VLF-EM-vGrad akibat sungai bawah permukaan dari pemodelan. Melakukan interpretasi dari data VLF-EM-vGrad (in-phase, quadrature, tilt, dan t.field) untuk pemetaan aliran sungai bawah permukaan di daerah kars Seropan Gunungkidul yang diinterpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran dilakukan pada taggal bulan agustus Pemrosesan data menggunakan bahasa komputasi MATLAB dan Inv2DVLF(Bahri, 2008). Hasil dari penelitian ini adalah nilai Fraser VLF-EM-vGrad akan bernilai positif untuk data : in-phase, total field, dan tiltangle, dan akan bernilai negatif untuk data quadrature, sungai bawah permukaan Seropan, menyebar dari utara ke selatan dan terdiri dari beberapa sungai bawah permukaan dengan kedalaman berkisar meter. Data gradien in-phase dan tilt-angle dapat memetakan lokasi sungai bawah permukaan secara horisontal. Hasil inversi dari program inv2dvlf dapat digunakan untuk menentukan posisi sungai bawah permukaan secara kuantitatif. Kata kunci : VLF-EM-vGrad, moving average, filter Fraser, Karous-Hjelt BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan air di daerah kars merupakan masalah yang hingga kini belum terselesaikan. Kekeringan selalu menjadi masalah klasik dari tahun ke tahun. Masyarakat secara turun temurun bertahan hidup dengan memanfaatkan air yang diperoleh dari telaga kars, penampungan air hujan (PAH), ataupun dari air tampungan di dasar gua yang sangat terbatas. Padahal aliran sungai bawah permukaan di daerah kars banyak mengandung air, tetapi belum terpetakan dengan baik, baik pengukuran secara langsung maupun dengan metoda geofisika diatas permukaan, khususnya aliran sungai bawah permukaan di daerah kars Seropan Gunungkidul Metode yang sering digunakan untuk mengetahui anomali aliran sungai bawah permukaan adalah metode VLF-EM biasa tetapi kurang dapat memperlihatkan posisi anomali akibat benda konduktif bawah permukaan dengan jelas karena pengolahan dan interpretasi data VLF-EM biasanya dilakukan secara kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan metode VLF-EM-vGrad dengan melakukan pengukuran 2 ketinggian yang berbeda pada posisi pengukuran yang sama melalui pengolahan data dan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif (Bahri, 2008). 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah Mendapatkan respon VLF-EM-vGrad akibat sungai bawah permukaan dari pemodelan. Melakukan interpretasi dari data VLF-EMvGrad(in-phase, quadrature, tilt, dan t.field) untuk pemetaan aliran sungai bawah permukaan di daerah kars Seropan Gunungkidul yang diinterpretasi secara kualitatif dan kuantitatif 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitihan ini adalah: 1
2 1. Pengambilan data dilakukan di daerah Seropan kabupaten Gunungkidul. 2. Metode yang digunakan adalah VLF- EM-vGrad dan data yang didapatkan adalah (inphase, quadrature, tiltangle, dan total-field). 3. Prosesing data dan proses inversi menggunakan bahasa komputasi MATLAB dan Inv2DVLF. 4. Interpretasi dilakukan secara komprehensif dari hasil pemrosesan (filter Fraser dan Karous-Hjelt dalam dua posisi dan data dari inversi vgrad) serta dikontrol dengan data GPS. BAB II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kars Kars adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan goa. Daerah kars terbentuk oleh pelarutan batuan yang terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batu pasir dan kuarsa serta di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk goa (favourable). Daerah ini disebut kars asli. Daerah kars dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokars (kars palsu). Daerah kars memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang tidak ada di daerah lain. Sebagai contoh di bawah permukaan kars, sering terdapat goa-goa beserta ornamennya yang begitu eksotis. Goa di sini tidak hanya goa horisontal, namun adapula goa vertikal yang cocok untuk para pecinta caving. 2.2 Sungai Bawah Permukaan Di kawasan kars banyak dijumpai goa dan sungai bawah permukaan yang juga menjadi pemasok ketersediaan air permukaan yang sangat dibutuhkan oleh kawasan yang berada di bawahnya dan dalam perkembangannya sungai bawah permukaan juga dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Gambar 1 Fenomena sungai bawah permukaan. Pada fenomena bawah permukaan sering kali kita jumpai adanya aliran sungai bawah permukaan yang mengalir seperti halnya sungai-sungai yang ada di permukaan bumi. Aliran sungai tersebut bisa berasal dari luar gua dimana air permukaan yang berada di luar goa masuk kedalam swallow hole (mulut telan) dan muncul lagi di tempat yang lain bahkan biasanya sangat jauh dari lokasi swallow hole. Tempat keluarnya aliran sungai bawah permukaan di kawasan kars disebut resurgence atau kars spring. Jika kita interpretasi melalui peta topographi terlihat aliran sungai yang mengalir lalu menghilang/terputus. Aliran tersebut biasa disebut vadose stream / arus vadose / sungai vadose atau disebut juga aliran allochthonous. Aliran pada sungai bawah permukaan juga bisa berasal dari goa itu sendiri dimana air yang berada di permukaan kawasan kars meresap masuk kedalam kawasan kars dan ketika didalam goa menjadi ribuan tetesan yang kemudian tertampung lalu mengalir dan membentuk sebuah aliran sungai. Aliran tersebut biasa disebut percolation water atau disebut juga aliran autochtonous. Pada umumnya air yang mengalir didalam gua terdiri dari campuran air vadose dan perkolasi. Air perkolasi dan air vadose memiliki perbedaan dari segi kuantitas maupun kualitas. Air perkolasi pada umumnya banyak mengandung CaCO3 karena air perkolasi meresap dan merembes secara perlahan kedalam gua sehingga mineral pada batu gamping yang didominasi oleh calsite (CaCO3) lebih banyak terbawa. Sedangkan aliran vadose sangat sedikit mengandung calsite karena bentuk aliran yang hanya numpang lewat pada sungai bawah permukaan sehingga sangat singkat bersinggungan dengan mineral batu gamping. Air perkolasi juga dapat dilihat dari fluktuasi suhu yang konstan 2
3 sepanjang hari bahkan sepanjang tahun, sedangkan air vadose berfluktuasi dengan suhu diluar goa. Air vadose juga pada umumnya keruh karena material yang berasal dari luar goa ikut hanyut kedalam alirannya seperti lumpur, pasir dan kerikil. Sedangkan pada aliran perkolasi cukup jernih karena proses perembesan tadi sehingga air tersebut tersaring pada pori pori batu gamping (lime stone). Pada saat turun hujan, goa yang dialiri oleh air vadose akan lebih cepat bertambah debitnya dan ketika hujan berenti serentak debit airnya juga menurun sampai level air sebelum hujan. Berbeda dengan air perkolasi, ketika diluar goa terjadi hujan lebat, debit air bertambah secara perlahan lahan tidak secepat aliran vadose dan ketika hujan berehenti debit air juga akan turun secara perlahan lahan. 2.3 TEORI DASAR VLF-EM-vGRAD Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal E Pz dan komponen medan magnetik horizontal H Py tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan eletromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagentik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy Current), E Sx. Arus Eddy (seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 ) akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan elektromagnetik sekunder, H S, yang mempunyai komponen horizontal dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase) dan berbeda fase (quadrature) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan. Gambar 2 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk metode VLF-EM dalam polarisasi Listrik dengan sinyal diatas sebuah dike konduktif vertikal (diambil dan digambar ulang dari Bosch dan Muler, 2001) Sedangkan yang dimaksud dengan metoda pengukuran teknik gradien adalah teknik pengukuran dengan cara pengulangan pengukuran dengan variasi ketinggian pada setiap titik ukurnya. Sehingga yang diperhitungkan adalah selisih harga pengukuran setiap titik terhadap perbedaan ketinggiannya, Bosch & Muller (2001). Dimana nilai selisih tersebut hanya ditentukan oleh medan magnetik sekunder yang disebabkan oleh benda konduktif dibawah permukaan. Secara matematis dapat ditulis: H ( H H ( z )) ( H H ( z )) Ry Py Sy 2 Py Sy 1 (1) H H ( z ) H ( z ) Ry Sy 2 Sy 1 Fase dan Polarisasi Ellips Pada saat gelombang primer masuk kedalam medium, gaya gerak listrik (ggl) e s, akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90 0 (Kaikonen,1979). Gambar 3 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya. Gambar 3 Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan gelombang primer (P). Jika medan magnet horizontal adalah H x dan medan magnetik vertikalnya adalah H z, maka besarnya sudut tilt dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 4 yang besarnya sebagai berikut : 3
4 12(/)cos HH zx 1/2tan 1(/) 2 HH zx x100% (2) Gambar 4 Polarisasi ellips akibat kehadiran benda konduktif pada bidang medan elektromagnetik (Sacit,1981) 2.5 Pemodelan Sungai Bawah Permukaan Berikut ini dibuat model aliran sungai bawah permukaan untuk menguji hasil pemodelan ke belakang dari program Inv2DVLF. Dimisalkan sungai bawah permukaan pada awalnya berasal dari A dan B kemudian turun dan berkumpul di C, aliran terus mengalir ke arah D. Pada arah barattimur dilakukan pengukuran VLF-EM-vGrad sepanjang 400 meter yang memotong aliran sugnai bawah permukaan di jarak 100, 200 dan 275. Kedalaman dari masing masing sungai bawah permukaan yang dilewati secara berurutan : 0, 20 dan 40 m (Gambar 5). Gambar 5 Model aliran sungai bawah permukaan : Peta model aliran sungai bawah permukaan (atas), Penampang model aliran sungai bawah permukaan (bawah). Tabel 1 Parameter akusisi model aliran sungai bawah permukaan No Parameter Nilai Parameter 1 Panjang lintasan 400 m 2 Jumah titik 41 titik pengukuran 3 Spasi antar titik 10 meter 4 Spasi mesh daereah pengukuran 5 Frekuensi pengukuran 5 meter khz Setelah dilakukan pemodelan ke depan, dengan parameter akusisi diperlihatkan oleh Tabel 1, didapat respon inphase dan quadraturenya. Hasil yang didapat akan menjadi masukkan untuk proses pemodelan ke belakang dengan menggunakan program inv2dvlf. Gambar 6 Respon inphase (ungu) dan quadrature (hijau) yang didapat dari pemodelan ke depan Pemodelan ke belakang pada program Inv2DVLF menggunakan algoritma finnite element sehingga pengaturan mesh perlu ditetapkan. Idealnya pentaruan mesh dibuat dipersempit untuk daerah-daerah yang dicurigai terdapat anomali. Namun pada pemodelan ini diasumsikan kita tidak mengetahui mengenai informasi adanya anomali, sehingga mesh dibuat dengan spasi yang sama yaitu 5 m pada daerah pengukuran dan semakin melebar dikedua sisinya (Gambar 7) 4
5 Gambar 7 Mesh finnite element untuk melakukan pemodelan ke belakang Proses pemodelan ke belakang dalam kasus ini memerlukan iterasi sebanyak 15 kali. Iterasi akan dihentikan jika mencapai iterasi maksium, atau error yang dihasil kan sudah idak mengalami perubahan dari iterasi sebelumnya. Error yang dihasilkan pada proses ini adalah %. Pada proses ini didapat model resistivitas, model sensitivitas, dan respon VLF-EM-vGrad yang didapat dari model resistivitas hasil pemodelan ke belakang Pengumpulan Data.1.Menentukan posisi daerah pengukuran menggunakan GPS dengan format bujur dan lintang setelah survei geologi. 2. Penentuan stasiun pemancar VLF-EM untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima. Stasiun yang digunakan adalah NWC (North West Cape)Australia. 3. Penentuan garis survei dan jarak antara setiap titik pengukuran. Arah pengukuran harus tegak lurus dengan pemancar (Australia) atau menghadap kepemancar. 4. Akuisisi data dari masing-masing titik pengukuran dilakukan dalam dua posisi (duduk dan berdiri sekitar 1 m perbedaan ketinggian) dan in phase, quadrature, total field dan tilt dicatat 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Prosesing data dan proses inversi menggunakan bahasa komputasi MATLAB dan Inv2DVLF. 3.4 Diagram Alir Pengolahan data Gambar 8 Model resistivitas hasil pemodelan )ke belakang (Bahri, AS, 2008) BAB III. METODOLOGI 3.1 Alir Penelitian Kajian Literatur Pengambilan Data Pengolahan Data Interpretasi Hasil dan Pembahasan Gambar 10 Alir pengololahan data Kesimpulan Gambar 9 Diagram alir penelitian 5
6 (%) Inphase-Down(%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Moving Average Filter Dengan asumsi gelombang yang diterima oleh VLF-EM adalah frekuensi rendah dan noise eksternal juga mempengaruhi pengukuran, maka filter moving average digunakan untuk menghilangkan noise frekuensi tinggi. Oleh karena itu, sinyal yang disaring benar-benar merupakan anomali bahan konduktif di bawah permukaan Moving Average Observed Gambar 13 Kontur di Seropan 1 data Inphase- Down sebelum(a) dan sesudah(b) filter Fraser Distance(m) Gambar 11 Filter Moving average dalam inphase-down data lintasan Filter Fraser Dengan menggunakan filter ini, titik potong dari anomali menjadi optimal (mencapai puncaknya), maka hasil filter ini akan membuat proses analisis lebih mudah. Gambar 12 adalah contoh filter Fraser data real dan imaginer dari lintasan Real Imaginer Fraser filter in Line 1 Down Interpretasi menggunakan data sebelum filter Fraser (gambar 13a) akan sulit, karena kesulitan untuk menentukan titik perubahan yang tidak terfokus pada satu titik, selain itu, jika daerah tersebut memiliki banyak bahan konduktif, titik perubahan akan lebih sulit untuk ditentukan. Setelah dilakukan filter Fraser (gambar 13b) anomali menjadi lebih jelas. Dari gambar, kita bisa meramalkan bahwa anomali konduktif (dinyatakan dengan nilai positif) adalah pada A, B, D dan E. Sedangkan anomali resistif (nilai negatif) adalah pada C dan F. Namun untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih baik dapat dibantu menggunakan data lain seperti (quadrature, titlt-angle, atau totalfield). 4.3 Filter Karous-Hjelt Interpretasi kualitatif VLF-EM dapat dilakukan dengan menggunakan filter Karous- Hjelt. Penerapan hasil filter ini berupa distribusi kerapatan arus yang dapat memberi informasi mengenai daerah konduktif (Gambar 14) Distance(m) Gambar 12 Filter Fraser diaplikasikan dalam data real (inphase) dan imaginer (quadrature) lintasan 1 down. Filter Fraser diaplikasikan untuk setiap lintasan dengan menempatkan lokasi pengukuran pada (x, y) dan anomali di (z), karena itu kontur dapat dibuat. Kontur menunjukkan anomali tersebar di suatu daerah. Gambar 13 menunjukkan kontur sebelum dan sesudah filter Fraser Gambar 14 Kerapatan arus pada inphasedown di lintasan 1. 6
7 4.4 Kontur Fraser VLF-EM-vGrad Metode very low frequency elektromagnetic vertical gradient (VLF-EMvGrad) adalah mengukur perbedaan respon pada VLF-EM ( H ) yang ditentukan oleh Ry medan magnet sekunder, menunjukkan konduktivitas bawah permukaan (Bosch dan Muller, 2001). Dengan mengurangi nilai VLF- EM-vGrad up dengan nilai VLF-EM-vGrad down inversi menggunakan metode beda hingga dan hasilnya adalah resistivitas 2D. Analisis ini digunakan oleh Bahri(2008) untuk menghasilkan bentuk dan kedalaman dari sungai bawah permukaan. Oleh karena itu, analisis lateral arah sungai dilakukan dengan menggunakan Fraser VLF-EM-vGrad yang dikalibrasi dengan data inversi VLF-EM, sedangkan analisis kedalaman dan bentuk sungai bawah permukaan menggunakan inversi VLF-EM-vGrad data. 4.6 Hasil Pemetaan Sungai Bawah Permukaan Seropan Gambar 15 Kontur Fraser VLF-EM-vGrad (a dan b) dan VLF-EM-vGrad (c). Anomali kontur Fraser VLF-EM-vGrad lebih jelas dari VLF-EM. 4.5 Pembahasan Menurut Bahri (2008) estimasi arah sungai bawah permukaan di daerah kars dapat dilakukan dengan menggunakan VLF-EMvGrad. Parameter yang menunjukkan arah sungai bawah permukaan adalah fraser delta in-phase, Fraser delta tilt dan Fraser kuadratur. Faser delta in-phase dan tilt memberikan tanggapan positif terhadap sungai bawah permukaan, sementara Fraser delta kuadratur memberikan tanggapan negatif. Analisis parameter VLF-EM-vGrad dimasukkan sebagai analisis kualitatif. Analisis kualitatif juga didapat dari peta sungai bawah permukaan secara horizontal dan tidak dapat dilakukan untuk menentukan kedalaman sungai bawah permukaan. Santos (2006) memperkenalkan analisis kuantitatif data VLF-EM. Data yang digunakan adalah real dan imaginer yang diukur dalam frekuensi tunggal dan melakukan Gambar 16 Tampilan dari VLF-EM-vGrad, sungai bawah permukaan dan peta topografi untuk prediksi sungai bawah permukaan Seropan 7
8 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai Fraser VLF-EM-vGrad akan bernilai positif untuk jenis data : in-phase, total field, dan tilt-angle, dan akan bernilai negatif untuk data quadrature 2. Sungai bawah permukaan Seropan, menyebar dari utara ke selatan dan terdiri dari beberapa sungai bawah permukaan dengan kedalaman berkisar meter 3. Data gradien in-phase dan tilt-angle dapat memetakan lokasi sungai bawah permukaan secara horisontal. Baker, H.A. dan Myers, J.O., A topographic correction for VLF-EM profiles based on model studies. Geoexploration, vol 18: Bosch, F.P. dan Muller, I., 2001, Continuous gradient VLF measurements: a new possibility for high resolution mapping of kars structures, First Break, vol 19.6: Fraser, D.C., Contouring of VLF-EM data. Geophysics 34, Kaikkonen, P., 1979, Numerical VLF Modelling, Geophysical Prospecting, 27, Karous, M. dan Hjelt, S.E., Linear Filtering of Dip-Angle Measurements, Geophysical Prospecting 31, Hasil inversi dari program inv2dvlf dapat digunakan untuk menentukan posisi sungai bawah permukaan secara kuantitatif. 5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan analisis dengan metoda geofisika lainnya (misal metoda magnetik) atau melakukan penelusuran sungai bawah permukaan secara langsung agar penggambaran sungai bawah permukaan semakin akurat.. DAFTAR PUSTAKA Bahri, A.S, Santoso, D, Paradimedja,D.D, Tofan RM, Santos, FM., Penerapan Metode VLF-EM-Vgrad Untuk Memetakan Sungai Bawah Permukaan Daerah Kars. Indonesion Scientific Kars. Jogjakarta Agustus 2008 Bahri, AS, et al, 2008, Pemodelan Sungai Bawah Pemukaan, Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung 8
PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD
PEMETAAN SUNGAI BAWA PERMUKAAN DI WILAYA KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD WAYU SUGENG MULIYOTO NRP 1105 100 009 JURUSAN FISIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA
BAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Desain Survey Pengukuran data VLF dilakukan 4 8 November 2007 di daerah Semanu, pada sistem sungai bawah permukaan Bribin, meliputi 2 lokasi pengukuran, yakni:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Gunung Kidul merupakan daerah kars yang terdiri dari batu gamping yang padat dan dengan ratusan gua dibawah permukaannya (MacDonald, 1984). Karena terjadi proses
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN 4.1 Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang
BAB IV PEMODELAN 4.1 Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang Pada bab ini akan dilakukan uji coba terhadap perangkat lunak yang digunakan untuk pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang,
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciKata kunci : Fosfat, VLF EM-vGRAD, Fraser, Inv2DVLF
ESTIMASI PENYEBARAN DEPOSIT FOSFAT DI WILAYAH PERUM PERHUTANI KPH PATI BKPH SUKOLILO PATI DENGAN METODE VERY LOW REQUENCY ELEKTROMAGNETIK VERTICAL GRADIENT (VLF-EM-vGRAD) Ghufron, Bagus Jaya Santosa, F.A.Santos
Lebih terperinciPenggunaan Filter Robust Multifikatif Regulasi Pada Data Very Low Frequency Elektromagnetik (VLF-EM)
Penggunaan Filter Robust Multifikatif Regulasi Pada Data Very Low Frequency Elektromagnetik (VLF-EM) Ahmad Zikri 1109 100 702 Pembimbing : Prof. Dr. rer. Nat Bagus Jaya Santosa, S.U Dr. Dwa Desa Warnana
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. 2.1 Teori Dasar Metode VLF
BAB II TORI DASAR.1 Teori Dasar Metode VLF Secara teoritis, dasar metode VLF menggunakan teori perambatan gelombang elektromagnetik dari persamaan Mawell dalam bentuk hubungan vektor medan listrik dan
Lebih terperinciAnalisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah
Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah Miftakhul Maulidina Universitas Nusantara PGRI Kediri Email : dhin.na_fisika@yahoo.com Received
Lebih terperinciUnnes Physics Journal
UPJ 3 (2) (2014) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj PEMETAAN DISTRIBUSI ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA VLF (VERY LOW FREQUENCY) DAERAH KARST PRACIMANTORO
Lebih terperinciPendugaan Aliran Sungai Bawah Tanah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Masyarakat Desa Hargosari Gunungkidul Berdasarkan Data VLF-EM Terkoreksi Topografi
Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 1 No. 2 Desember 2017 ISSN 2581-1134 (Online) Pendugaan Aliran Sungai Bawah Tanah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Masyarakat Desa Hargosari Gunungkidul Berdasarkan
Lebih terperinciBAB VI ANALISIS DAN INTERPRETRASI
BAB VI ANALISIS DAN INTERPRETRASI 6.1 Depan Kantor Bribin Teknik VLF-EM-vGRAD digunakan untuk menginterpretasi keberadaan sungai bawah permukaan baik yang sudah terpetakan secara geodetik, maupun yang
Lebih terperinciV. INTERPRETASI DAN ANALISIS
V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena
Lebih terperinciBerkala Fisika Indonesia Volume 7 Nomor 2 Juli 2015
Berkala Fisika Indonesia Volume 7 Nomor Juli 015 PENDUGAAN KEBERADAAN ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH MENGGUNAKAN METODE GRADIO VERY LOW FREQUENCY (VLF) DI DAERAH GIRIJATI, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA
Lebih terperinciAPLIKASI METODE VLF GRADIENT VERTIKAL UNTUK PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARS: BRIBIN, GUNUNG KIDUL TUGAS AKHIR
APLIKASI METODE VLF GRADIENT VERTIKAL UNTUK PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH KARS: BRIBIN, GUNUNG KIDUL TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana Teknik Strata Satu Di Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pegunungan Selatan memiliki sejarah geologi yang kompleks dan unik sehingga selalu menarik untuk diteliti. Fenomena geologi pada masa lampau dapat direkonstruksi dari
Lebih terperinciAKUSISI DATA VLF-EM MENGGUNAKAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN TEKNIK GRADIO
AKUSISI DATA VLF-EM MENGGUNAKAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN TEKNIK GRADIO (Data Acquisition of the VLF-EM used the Conventional and Gradient Techniques) Puguh Hiskiawan Jurusan Fisika-Geofisika FMIPA Universitas
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)
BAB III METODE PENELITIAN A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) Pengukuran audio magnetotellurik (AMT) dilakukan pada 13 titik yang berarah dari timur ke barat. Titik pengukuran pertama
Lebih terperinciJurusan Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Abstrak
PENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNET (VLF-EM) UNTUK MENAFSIRKAN BIDANG LONGSORAN, STUDI KASUS DESA JOMBOK, KECAMATAN NGANTANG, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR Totok Wijayanto 1*), Bagus Jaya
Lebih terperinciTeori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2
GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas
Lebih terperinciAkuisisi Data VLF-EM Menggunakan Teknik Konvensional dan Teknik Gradio
Akuisisi Data VLF-EM Menggunakan Teknik Konvensional dan Teknik Gradio Puguh Hiskiawan Jurusan Fisika-Geofisika FMIPA Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto Jember 68121 Email : phiskiawan@gmail.com
Lebih terperinciPEMETAAN ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH DI DAERAH RENGEL-TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERY LOW FREQUENCY- ELECTROMAGNETIC (VLF-EM)
TUGAS AKHIR SF 141501 PEMETAAN ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH DI DAERAH RENGEL-TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERY LOW FREQUENCY- ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) Normasari Wijayanti NRP 1112100099 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciINVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING
Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o
Lebih terperinciGambar 3.1 Lintasan Pengukuran
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung
Lebih terperinciIdentifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF
Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik
Lebih terperinciGambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data apparent resistivity dan apparent chargeability dengan menggunakan perangkat lunak Res2dInv dan Rockwork 15 sehingga
Lebih terperinciPENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE
PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE Try Fanny Poerna Maulana 115.140.058 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan
Lebih terperinciMODUL METODE MAGNETOTELLURIK
MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI
BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan
Lebih terperinciPROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)
ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan
Lebih terperinciPenggunaan Metode Very Low Frequency (VLF) untuk Pemetaan Penyebaran Kontaminan di TPA Pasir Impun, Kota Bandung
Penggunaan Metode Very Low Frequency (VLF) untuk Pemetaan Penyebaran Kontaminan di TPA Pasir Impun, Kota Bandung Lena Sumargana 1, Budi Sulistijo 2 1 Pusat Teknologi Invenarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA)
Lebih terperinciREKONSTRUKSI MODEL SITUS KUTA LUBOK BERDASARKAN DATA ELEKTROMAGNETIK VERY LOW FREQUENCY (VLF)
25 & 26 Nov. 2013, Universitas Syiah 1 REKONSTRUKSI MODEL SITUS KUTA LUBOK BERDASARKAN DATA ELEKTROMAGNETIK VERY LOW FREQUENCY (VLF) 1 Nazli Ismail, 2 Muhammad Yanis, 3 Gunawati Jurusan Fisika, Universitas
Lebih terperinciBAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik
BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada
Lebih terperinciIdentifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)
Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciPOLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI ELEKTRODA SCHLUMBERGER
Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia (KFI) Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. Edisi April 206. ISSN.42-2960 POLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
Lebih terperinciAPLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi
APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau
Lebih terperinciPENENTUAN KARAKTERISTIK DINDING GUA SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN METODE GROUND PENETRATING RADAR
PENENTUAN KARAKTERISTIK DINDING GUA SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN METODE GROUND PENETRATING RADAR Oleh : 1) Ayi Syaeful Bahri, S.Si, M.T, 2) Supriyanto, 3) Prof.Dr. rer.nat. Bagus Jaya Sentosa,SU Program
Lebih terperinciAlbert Wenanta 1, Piter Lepong 2. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul Periode Maret 2016, Samarinda, Indonesia ISBN:
Pemrosesan Anomali Magnetik Menggunakan Filter Upward Continuation Dan First Vertical Derivative (Lokasi Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan) Albert Wenanta 1, Piter Lepong 1 Laboratorium
Lebih terperinciPengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik
Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan ilmu geofisika, geologi, maupun hidrografi dalam survey bawah laut menjadi suatu yang sangat krusial dalam menggambarkan keadaan, detail objek,
Lebih terperinciBAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding
14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya
Lebih terperinciPertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM
Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1 Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Agenda Pengantar sensor Pengubah analog ke digital Pengkondisi sinyal Pengantar sensor medan EM Transduser
Lebih terperinciAnalisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-15 Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful
Lebih terperinciSTUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK
STUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK Oleh: Khoiri Zamroni NRP: 1110100022 Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciPENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK
PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4
Lebih terperinciBAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA
KLO-68 KLO-5 KLO-18 KLO-55 KLO-113 KLO-75 KLO-110 KLO-3 KLO-51 KLO-96 KLO-91 KLO-14 KLO-192 KLO-41 KLO-185 KLO-45 KLO-76 KLO-184 KLO-97 KLO-129 KLO-17 KLO-112 KLO-100 KLO-43 KLO-15 KLO-111 KLO-90 KLO-12
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geofisika merupakan ilmu yang sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip fisika. Diantaranya adalah pemanfaatan hukum Biot-Savart pada interaksi medan magnet terhadap
Lebih terperinciGEOFISIKA GEOFISIKA
Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS
BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan
Lebih terperinciAPLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG
APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciPENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) UNTUK MENDETEKSI REKAHAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO
Penerapan Metode Very... PENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) UNTUK MENDETEKSI REKAHAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO Muhammad Shafran Shofyan, Anik Hilyah, Juan Pandu G. N.
Lebih terperinciMETODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR
METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR Satuti Andriyani1), Ari Handono Ramelan2), dan Sutarno
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air tanah merupakan sumber daya yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya
Lebih terperinciIDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT
IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.
Lebih terperinciJurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online
Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein DETERMINATION SUBSURFACE ROCKS USING RESISTIVITY GEOELECTRICITY IN PAMAH PAKU KUTAMBARU LANGKAT REGENCY Rita Juliani
Lebih terperinciPENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)
PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP) Sapto Heru Yuwanto 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan,
Lebih terperinciPEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU
PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU M. Imron Rosyid *), Siti Zulaikah **), Samsul Hidayat **) E-mail: imronpoenya@yahoo.com
Lebih terperinciBab IV Pemodelan dan Pembahasan
Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data geolistrik resistivitas dengan menggunakan perangkat lunak AGI EARTH IMAGER 3D sehingga diperoleh penampang resistivitas
Lebih terperinciMAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Panas bumi (Geotermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh
Lebih terperinciPEMETAAN BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN METODA GROUND PENETRATING RADAR (GRP)
Pemetaan Bawah Permukaan PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN METODA GROUND PENETRATING RADAR (GRP) Elfarabi 1), Dr. Ir. Amien Widodo, M.S 2) dan Firman Syaifudin,
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat
BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas Kabupaten Serang, Banten Dalam penelitian ini dilakukan interpretasi kualitatif berdasarkan data
Lebih terperinciBAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi
BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching
BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis
Lebih terperinciANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK
ISSN 978-5283 Juandi 2008: 2 (2) ANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK Juandi Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 2,5 Simp. Panam Pekanbaru, 2893 Telp/Fax (076) 63273
Lebih terperinciSecara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :
GEOMAGNET AKUSISI DATA Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut : Menentukan posisi setiap lokasi pengukuran (lintang dan bujur), dan diplotkan pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut
Lebih terperinciKata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.
IDENTIFIKASI SEBARAN MINERAL SULFIDA (PIRIT) MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH LIBURENG KABUPATEN BONE Muh. Zulfitrah 1, Dr. Lantu, M. Eng. Sc, DESS 2, Syamsuddin, S.Si, MT 3 e-mail: fitrafisikaunhas@gmail.com
Lebih terperinciESTIMASI KETERHUBUNGAN SUNGAI BAWAH TANAHANTARA SEROPAN DAN BRIBIN DENGAN METODE GEOFISIKA VERY LOW FREQUENCY DI DAERAH GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA
ESTIMASI KETERHUBUNGAN SUNGAI BAWAH TANAHANTARA SEROPAN DAN BRIBIN DENGAN METODE GEOFISIKA VERY LOW FREQUENCY DI DAERAH GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA Febri Rismaningsih Teknik Sipil, Universitas Islam Syekh
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG
PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG 1 La Ode Marzujriban, 2 Sabriabto Aswad 1 Mahasiswa Program
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciOptimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D
Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin E-mail : rani_anshar@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciAPLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN
APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN Eka Ayu Tyas Winarni 1, Darsono 1, Budi Legowo 1 ABSTRAK. Identifikasi
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (04), Hal. 74 78 ISSN : 337-804 Pendugaan Potensi Bijih Besi di Dusun Sepoteng Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang Dengan Metode Geomagnet Apriyanto Ramadhan * ),
Lebih terperinciPendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP)
Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP) Ariski Juli Pramana 1 ; Muhammad Akbar K. S.Si. 2, Dr. Sunaryo, S.Si.M.Si. 3 (1) Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik
Lebih terperinciBAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN
BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pengukuran lapangan, tahap pemrosesan data, dan tahap interpretasi
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :
Identifikasi Intrusi Air Laut Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D Konfigurasi Wenner-Schlumberger di Pantai Tanjung Gondol Kabupaten Bengkayang Victor Hutabarat a, Yudha Arman a*, Andi Ihwan
Lebih terperinci(Studi Kasus Di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember) Oleh SITTI FAR AH NIM SKRIPSI
INTERPRETASI DISTRIBUSI TINGKAT KONDUKTIVITAS LAPISAN BAWAH PERMUKAAN UNTUK MENENTUKAN BIDANG GELINCIR PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE VLF (Very Low Frequency) (Studi Kasus Di Desa
Lebih terperinciEKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG
EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG Andi Agus Noor Laboratorium Geofisika, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun segi bisnis. GPR adalah sistem radar yang digunakan
Lebih terperinciAbstrak
PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan
Lebih terperinciBAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk
BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa
Lebih terperincie-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika
STUDI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Study kasus Stadion Universitas Brawijaya, Malang) ABSTRAK: Arif Rahman Hakim 1, Hairunisa 2 STKIP
Lebih terperinciPengolahan awal metode magnetik
Modul 10 Pengolahan awal metode magnetik 1. Dasar Teori Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengolahan data magnetik, dengan menggunakan data lapangan sampai mendapatkan anomali medan magnet
Lebih terperinciStudi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat
Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Eka Ayu Nuzuliani 1, Piter Lepong 2, Kris Budiono 2 1 Program Studi
Lebih terperinci