BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis Ohm.m dengan kontras yang tinggi terhadap lapisan diatasnya yang memiliki nilai tahanan jenis Ohm.m. Menurut data geologi yang ada maka kedua lapisan tersebut dapat dikaitkan dengan 2 formasi utama yang ada pada kedalaman antara m di lapangan tersebut. Formasi itu adalah formasi Klasafet dan formasi Kais. Dimana formasi Klasafet memiliki kedalaman m dan formasi Kais memiliki kedalaman m di bawah permukaan. Kalau dilihat dari material penyusunnya maka formasi Klasafet yang secara geologi berada diatas formasi Kais tersusun oleh batu napal berlapis buruk sampai baik, kelabu muda sampai tua, coklat, batu lumpur gampingan mika, sedikit batu gamping, buncak gampingan ( Pilgram & Sukanta, 1989 ). Formasi ini jika diprediksi besar tahanan jenisnya, maka nilainya akan lebih kecil dari tahanan jenis formasi Kais sebab formasi Kais tersusun oleh boundstone dan grainstone berlapis baik, packstone dan sedikit batuan wake, umumnya setempat terdapat bintil silikaan hitam. Formasi Klasafet secara umum memiliki porositas dan permeabilitas yang rendah sesuai dengan data sumur yang ada. Hal ini berkaitan dengan distibusi besar butir yang buruk dan ukuran besar butir yang kecil dari batu napal yang menyebabkan fluida tidak dapat mengalir. Adanya air formasi yang terjebak di dalamnya dan berada di selubung luar butir sedimen serta tidak dapat mengalir keluar karena permeabilitas yang rendah dapat memengaruhi sifat kelistrikan batuan ini. Berdasarkan data geologi dari kedua formasi yang dominan tersebut, dapat diketahui bahwa lapisan dengan nilai tahanan jenis antara Ohm.m merupakan satu 54

2 paket dari formasi Klasafet. Sedangkan lapisan dengan nilai tahanan jenis Ohm.m merupakan satu paket dari formasi Kais bagian atas pada line 08. Nilai tahanan jenis formasi Kais terkecil diperoleh pada pengukuran di ST.20. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan besar tahanan jenis untuk formasi ini pada stasiun yang lain. Ada perbedaan kedalaman yang cukup besar antara estimasi kontak kedua formasi antara kedalaman sebenarnya dari peta dan kedalaman estimasi yang terlihat dari kurva ST.71. Karena perbedaan kedalamannya yang cukup besar maka digunakan kedalaman estimasi pada kurva dalam pengolahan data sebelumnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai anomali. Bisa jadi ini sebabkan oleh sebuah struktur atau memang geometri yang tidak terpetakan. Kurva dibawah menunjukkan hal tersebut: 100 Kurva rho apparent VS AB/2 dari ST. 71 Rho a estimasi top kais AB/2 Gambar 5.1 Kurva tahanan jenis semu ( rho a ) terhadap spasi elektroda arus (AB/2) ST.71. Dapat dilihat kedalaman estimasi top kais pada AB/2 = 389 dan kedalaman sebenarnya pada AB = ( Ipi2win ). 55

3 X LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 0 m ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 Z 38 m Ohm.m Ohmm 76 m 114 m 153 m 191 m Ohm.m Ohmm 229 m 267 m Gambar 5.2 Penampang line 08, garis merah adalah top formasi Kais hasil interpretasi dengan Curve Matching ( Ipi2win ), jarak antara stasiun pengukuran = 100 m dan Z = kedalaman ( m ). Penampang line 1235 melewati puncak tertinggi dari top Formasi Kais nilai tahanan jenis Formasi Kais yang terbaca setelah disesuaikan dengan rata ratanya pada sumur terdekat adalah sekitar 206 Ohm.m. Namun nilai tahanan jenis Formasi Kais terkecil ditemui di bawah stasiun 25 yaitu sebesar 20.2 ohmmeter. Bisa jadi ini disebabkan oleh suatu rekahan yang terisi oleh material dari Formasi Klasafet sehingga nilai tahanan jenisnya berkurang. Hasil curve matching terlampir pada lampiran A dan B. Dengan metoda Curve Matching ini dapat diketahui nilai tahanan jenis dan kedalaman minimum dan maksimum. Namun metoda ini memiliki kekurangan yakni ketidakmampuannya untuk memperlihatkan event event loncatan ( anomali ) yang sifatnya lokal. Hal ini berkaitan dengan pendekatan interpolasi yang dilakukan, sehingga nilai tahanan jenis yang diinterpretasi merupakan nilai tahanan interval yang konstan. 56

4 X Z ST.21 0 m LINE 1235 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST m 76 m Ohmm Ohm.m 114 m 153 m 191 m Ohm.m Ohmm 229 m 267 m Gambar 5.3 Penampang line 1235, garis merah adalah top formasi Kais hasil interpretasi dengan Curve Matching ( Ipi2win ), jarak antara stasiun pengukuran = 100 m dan Z = kedalaman ( m ). 5.2 Penampang Dar Zarrouk Parameter Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi beberapa sumur yang di sekitar line 08 dan line 1235 : POSISI SUMUR TERHADAP LINTASAN PENGUKURAN Line 1235 Line 08 Gambar 5.4 Posisi beberapa sumur terhadap line. Warna merah adalah line pengukuran dan kotak biru adalah posisi sumur ( Surfer ). 57

5 5.2.1 Penampang Tahanan Jenis Longitudinal Penampang tahanan jenis longitudinal line 08 ( gambar 5.5a ) memperlihatkan adanya loncatan loncatan nilai tahanan jenis yang tinggi antara Ohm.m dan lebih sering pada kedalaman m. Nilai tahanan jenis yang besar ini pasti berkaitan dengan formasi Kais yang berupa karbonat. Selain itu pada penampang line 08 terlihat anomali positif yang besar di bawah ST.65 dan beberapa di sekitar ST.20 ST.68 yang mungkin berkaitan dengan hidrokarbon. Namun, beberapa nilai tahanan jenis yang tinggi juga muncul di bagian atasnya sehingga sulit untuk memastikannya di samping itu batuan karbonat ( formasi Kais ) memiliki nilai tahanan jenis yang besar, sehingga sulit membedakan apakah anomali tersebut karena kehadiran hidrokarbon atau karena karbonat itu sendiri. Hal ini juga ditunjukkan oleh line 1235 ( gambar 5.6a ). Tetapi nilai tahanan jenis tinggi terkumpul pada sudut kiri dan kanan penampang Penampang Tahanan Jenis Transversal Penampang tahanan jenis transversal line 08 ( gambar 5.5b ) memperlihatkan nilai tahanan jenis yang secara berangsur angsur membesar terhadap kedalaman. Nilai tahanan jenis ini selalu lebih besar dari tahanan jenis longitudinal. Ini berkaitan dengan rumus untuk mencari nilai tahanan ini, seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 25 dan 26. Dari penampang tahanan jenis transversal ini, dapat dilihat bahwa lapisan pada kedalaman m memiliki nilai tahanan jenis tinggi yang lebih konsisten jika dibandingkan dengan yang diperlihatkan oleh penampang tahanan jenis longitudinal. Lompatan lompatan nilai tahanan jenis yang tinggi pada bagian atasnya terlihat berkurang. Penampang tahanan jenis transversal ini membantu untuk mengenali struktur atau perlapisan yang ada. Namun interpretasi untuk nilai tahanan jenis sebenarnya tidak dapat dilakukan dengan menggunakan penampang ini. Pada penampang line 1235 ( gambar 5.6b ) terlihat nilai tahanan jenis yang tinggi sedikit miuncul pada bagian tengah penampang pada kedalaman > 100 m. Berbeda dengan penampang tahanan jenis longitudinalnya. Penampang ini 58

6 memperlihatkan perubahan secara vertikal. Mungkin pada bagian tengah penampang sekitar ST. 25 terdapat formasi Kais yang memiliki nilai tahanan jenis yang rendah daripada formasi Kais di stasiun sekitarnya. PENAMPANG TAHANAN JENIS LONGITUDINAL DAN TRANSVERSAL LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-68 KLO-08 KLO-27 ( a ) ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-68 KLO-08 KLO-27 ( b ) Gambar 5.5 Penampang tahanan jenis longitudinal ( a ) dan tahanan jenis transversal ( b ) line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO- 08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 59

7 PENAMPANG TAHANAN JENIS LONGITUDINAL DAN TRANSVERSAL LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 LINE 1235 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-119 KLO Ohmm KLO Ohmm ( a ) ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 LINE 1235 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-119 KLO Ohmm KLO Ohmm ( b ) Gambar 5.6 Penampang tahanan jenis longitudinal ( a ) dan tahanan jenis transversal ( b ) line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur perlu evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 60

8 5.2.3 Penampang Tahanan Jenis Anisotropi Penampang tahanan jenis anisotropi line 08 ( gambar 5.7a) memperlihatkan hal yang sama, yaitu adanya suatu lapisan dengan nilai tahanan jenis yang tinggi pada kedalaman m yang diinterpretasikan sebagai formasi Kais. Penampang ini memiliki kelebihan yakni dapat memperlihatkan bentuk lensa dari anomali anomali yang ada. Seperti di bawah ST.65 dan beberapa di bawah ST.20 ST.68 yang berupa anomali positif yang mungkin disebabkan oleh kehadiran hidrokarbon. Namun sekali lagi hal itu sulit dipastikan mengingat nilai tahanan jenis batuan karbonat berdasarkan pengukuran di laboratorium berkisar antara Ohm.m seperti yang diperlihatkan di lampiran B. Namun penampang ini juga memiliki kekurangan yakni sulitnya mengetahui geometri ( kontak ) dari lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis tinggi yang menjadi target dengan lapisan di atasnya. Hal ini berbeda dengan hasil pengolahan data dengan metoda Curve Matching yang memperlihatkan struktur antiklin dari lapisan dengan nilai tahanan jenis yang tinggi tersebut. Namun secara tidak langsung kehadiran struktur antiklin dapat terlihat dengan puncaknya antara ST.20 dan ST.67. Selain itu pada ST.71 terlihat kalau tahanan jenis tinggi yang di interpretasi sebagai formasi Kais berkurang kedalamannya. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa nilai tersebut tidak disebabkan oleh suatu anomali lokal, sebab pada hasil pengolahan data dengan metoda Curve Matching hal yang sama juga muncul pada ST.70 pada posisi yang sama pula. Penampang tahanan jenis anisotropi line 1235 ( gambar 5.8a ) memperlihatkan nilai tahanan jenis yang tinggi > 20 Ohm.m yang diinterpretasikan sebagai formasi Kais. Seperti dapat dilihat pada penampang tahanan jenis longitudinal dan transversal dari line ini bahwa formasi ini jika topnya ditarik dari peta top formasi Kais memiliki nilai tahanan jenis anisotropi yang kecil di bawah ST. 25 dan sekitar ST.23 sampai ST.27. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan turunnya nilai tahanan jenis formasi Kais di bawah titik titik pengukuran tersebut. Pertama mungkin karena banyaknya sumur di sekitar lintasan sehingga tahanan jenis yang terukur terpengaruh oleh casing casing dari sumur dan menyebabkan nilainya 61

9 turun. Kedua mungkin ini disebabkan oleh adanya suatu rekahan yang terisi oleh air atau material dari formasi Klasafet pada saat pengendapan material formasi Klasafet. Seperti disebutkan sebelumnya jika formasi Klasafet salah satu penyusunnya adalah batu lumpur antar gamping. Maka mungkin material ini yang mengisi rekahan pada gamping Kais dibawah ST. 23 ST.27. Secara alami material lumpur akan memiliki densitas lebih besar dari napal. Sehingga posisi pengendapannya akan berada dibawah batu napal Penampang Koefisien Anisotropi Pada penampang koefisien anisotropi line 08 ( gambar 5.7b ) formasi Kais memiliki nilai koefisien anisotropi yang yang lebih tinggi dari formasi Klasafet di atasnya. Nilai tersebut berkaitan dengan sifat anisotropi batuan karbonat yang tinggi. Pada penampang koefisien anisotropi ini terlihat nilai yang rendah pada formasi Kais di bawah ST.65 dan beberapa di bawah ST.20 ST.68 yang diduga berkaitan dengan hidrokarbon. Pada penampang line 1235 ( gambar 5.8b ) hal yang sama juga dapat dijumpai di bawah ST.21 ST.22 dan sedikit di bawah ST.28 ST.30 yang diduga disebabkan karena kehadiran hidrokarbon. 62

10 PENAMPANG TAHANAN JENIS DAN KOEFISIEN ANISOTROPI LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 ( a ) ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 ( b ) Gambar 5.7 Penampang tahanan jenis anisotropi ( a ) dan koefisien anisotropi ( b ) line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO-08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 63

11 PENAMPANG TAHANAN JENIS DAN KOEFISIEN ANISOTROPI LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 LINE ST ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-48 KLO Ohmm KLO Ohmm ( a ) ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 LINE ST ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 KLO-75 KLO-17 KLO-109 KLO-48 KLO-119 KLO Ohmm Ohmm ( b ) Gambar 5.8 Penampang tahanan jenis anisotropi ( a ) dan koefisien anisotropi ( b ) line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur perlu evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 64

12 5.3 Penampang Tahanan Jenis Anisotropi Curve Matching Penampang tahanan jenis yang dihasilkan oleh metoda Curve Matching memiliki kelebihan dalam mengenali munculnya suatu perlapisan dengan lebih jelas, namun anomali anomali lokal yang muncul, hilang karena dianggap noise pada saat interpolasi kurva pada pengolahan data. Sedangkan penampang tahanan jenis anisotropi dari Dar Zarrouk Parameter memiliki kelebihan dalam menampilkan anomali anomali lokal tersebut, namun sulit untuk mengenali perlapisan yang ada. Dengan menggabungkan kedua hasil pengolahan data dengan kedua metoda tersebut, diperoleh gambaran yang lebih baik dari target yang berupa antiklin yang disusun oleh formasi Kais. Dari penampang yang dihasilkan dapat dilihat bahwa nilai dari anomali anomali lokal tetap muncul pada beberapa bagian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses yang dilakukan dengan menggabungkan kedua data tersebut merupakan proses smoothing dari kurva tahanan jenis sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari grafik pada lampiran B yang menunjukkan grafik tahanan jenis sebenarnya dari Dar-Zarrouk Parameter, tahanan jenis sebenarnya dari Curve Matching, dan hasil penggabungan keduanya. Penampang dari line 08 ( gambar 5.10 ) memperlihatkan suatu struktur antiklin dari formasi Kais dengan nilai tahanan jenis > 20 ohmmeter di bawah formasi Klasafet dengan tahanan jenis sebesar Ohm.m. Hal ini juga diperlihatkan oleh data seismik Line92KLU-04 yang posisinya berhimpit dengan line 08. Terlihat ada suatu anomali positif pada kedalaman 250 m dibawah ST.65 dan di sekitar ST.67 dengan ST.68 serta di sekitar sesar pada ST.71. Anomali ini bisa jadi berkaitan dengan hidrokarbon. Jika benar, maka hidrokarbon berada pada perangkap struktur antiklin dari suatu carbonate buildup. Hasil interpretasi tersebut mungkin bisa menjadi sebuah acuan untuk suatu pengeboran. Namun harus disadari bahwa sering terjadi kesalahan dari interpretasi karena tingkat anisotropi yang tinggi dari batuan karbonat. Sebab kenyataannya sumur KLO-68 yang posisinya berhimpit dengan ST.65 memiliki status dry mungkin hingga kedalaman 180 m. Mungkin karena anomaly positif ada pada kedalaman sekitar m sehingga butuh kedalaman 65

13 lebih dari 180 m untuk membuktikannya. Pada ST.70 terjadi penurunan kedalaman dari nilai tahanan jenis tinggi. Hal ini tidak terlihat pada penampang seismik di mana posisi line 08 pada penampang seismik diperlihatkan oleh kotak hitam. Pada bagian kanan terlihat event yang kabur, sedangkan pada penampang tahanan jenis di bawah ST.71 kedalaman nilai tahanan jenis tinggi menurun jauh. Ada beberapa kemungkinan, yang pertama mungkin nilai tahanan jenis tinggi di bawah ST.71 berasal dari formasi Kais akibat permukaan yang bergelombang atau bisa saja sebuah fragmen Kais jika event pada penampang seismik yang diberi lingkaran hitam juga mungkin sebenarnya adalah bagian dari formasi Kais. Kemungkinan kedua adalah mungkin nilai tahanan jenis yang tinggi di bawah ST.71 berasal dari tahanan jenis dari event dalam lingkaran hitam pada penampang seismik yang menindih formasi Kais yang berarti merupakan dua event yang berbeda. Line 92 KLU-04 0 m 100 m ST.62 ST m 300 m 400 m 500 m Gambar 5.9 Penampang seismik Line92KLU-04 yang berhimpit dengan line 08. Kotak hitam menunjukkan panjang lintasan sounding line-08 dan garis jingga adalah top formasi Kais. Warna menunjukkan nilai amplitude ( merah adalah positif dan biru adalah negatif ) sedangkan panah hitam menunjukkan kehadiran event tinggi. (Pertamina DOH Papua). Pada penampang line 1235 ( gambar 5.11 ) terlihat formasi Kais memiliki tahanan jenis > 20 Ohm.m. Ada anomali rendah di bawah ST.25 yang 66

14 diinterpretasikan sebagai suatu rekahan yang terisi oleh air atau material dari formasi Klasafet yang ada di atasnya. Dilihat dari keadaan beberapa sumur sekitar ST.25 yakni sumur KLO-109 statusnya suspended, sumur KLO-46 statusnya produksi, dan KLO-119 statusnya perlu evaluasi. Hal tersebut mungkin berkaitan dengan nilai tahanan jenis rendah disekitar ST.24, ST.25, dan ST.26 seperti terlihat pada penampang tahanan jenis anisotropi sebelumnya. Pada ST.29 dan ST.30 terlihat tahanan jenis dari formasi Klasafet di bawahnya menjadi lebih besar. Bisa jadi ini berkaitan dengan topografi ( lereng ) dan posisi stasiun yang berada pada kemiringan dari topografi itu menyebabkan bacaan dari nilai tahanan jenis menjadi lebih besar karena efek topografi sangatlah penting untuk sudut kemiringan lebih besar dari 10 derajat (Ricard dkk, 1980). Pada bagian kanan dari penampang yaitu antara ST.29 ST.31 memiliki topografi yang tinggi. Sedangkan pada penampang hasil inversi 2D dengan Res2dinv ( gambar 5.13 ) terlihat suatu pola kontak dengan sudut yang besar pada bagian tersebut. Selain itu juga terlihat pada penampang gambar 5.14 ada lompatan nilai tahanan jenis pada arah horizontal di bawah ST.28 ST.30 yang diduga merupakan sebuah sesar turun. Jika benar maka mungkin struktur rekahan yang ada di bawah ST.25 merupakan hasil dari sesar ini. 67

15 PENAMPANG TAHANAN JENIS ANISOTROPI - CURVE MATCHING LINE 08 ST.62 ST.63 ST.64 ST.65 ST.66 ST.20 ST.67 ST.68 ST.69 ST.70 ST.71 Gambar 5.10 Penampang tahanan jenis anisotropi curve matching line 08 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. KLO-68 dry, KLO-08 suspended, dan KLO-27 produksi ( Res2dinv ).* PENAMPANG TAHANAN JENIS ANISOTROPI - CURVE MATCHING LINE 1235 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 Gambar 5.11 Penampang tahanan jenis anisotropi line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis ( Ohm.m ) dan jarak antar stasiun 100 m. Garis putih adalah top Kais, perkiraan sesar ditandai oleh garis hitam putus putus dengan arah pergerakan sesuai panah, dan garis warna putus putus menunjukkan sumur bor. Kuning sumur produksi, biru sumur suspended, merah muda sumur dalam evaluasi ( Res2dinv ).* ( * Kedalaman sumur merupakan perkiraan penulis berdasarkan rata rata kedalaman data sumur ) 68

16 5.4 Penampang hasil pengolahan data 2D dengan perangkat lunak Res2dinv Hasil pengolahan data 2D ternyata memberikan hasil yang tidak baik. Gambar dibawah adalah model tahanan jenis hasil inversi line 08 dan line 1235 yang sudah mengikutsertakan data topografi untuk masing masing stasiun pengukuran dengan spasi untuk elaktroda terkecil adalah 10 m. Dari model penampang line 08 dengan error 11.9 %, tidak terlihat adanya suatu antiklin, hanya terlihat pola yang agak cembung pada penampang. Namun terlihat kehadiran lapisan dengan kontras yang tinggi terlihat antara lapisan atas (0 20 ohmmeter) dan bawah ( ohmmeter). Data tahanan jenis semu yang dimasukkan sangatlah acak, sehingga mempengaruhi hasil pemodelan dengan inversi. Pemodelan dengan inversi memberikan hasil yang tidak konsisten. Dan sangat tergantung terhadap model awal. Sehingga dengan data masukan yang tidak baik, model awal juga akan tidak baik pula. Sehingga hasil yang dihasilkan akan jauh dari baik. Model Tahanan Jenis Line 08 Gambar 5.12 Model tahanan jenis sebenarnya dengan topografi ( m ) untuk line 08 dengan jarak antara stasiun 100 m. Titik putih menunjukkan posisi datum data ( Res2dinv ). 69

17 Hal yang serupa juga dijumpai pada penampang line 1235 dengan error model 16 %. Penampang model line 1235 terlihat lebih mendekati hasil pengolahan 1D sebelumnya hasil Curve Matching Dar Zarrouk Parameter. Model Tahanan Jenis Line 1235 Gambar 5.13 Model tahanan jenis sebenarnya dengan topografi ( m ) untuk line 1235 dengan jarak antara stasiun 100 m. Titik putih menunjukkan posisi datum data ( Res2dinv ). 70

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA KLO-68 KLO-5 KLO-18 KLO-55 KLO-113 KLO-75 KLO-110 KLO-3 KLO-51 KLO-96 KLO-91 KLO-14 KLO-192 KLO-41 KLO-185 KLO-45 KLO-76 KLO-184 KLO-97 KLO-129 KLO-17 KLO-112 KLO-100 KLO-43 KLO-15 KLO-111 KLO-90 KLO-12

Lebih terperinci

STUDI METODA TAHANAN JENIS ARUS SEARAH ( DC ) UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON PADA LAPANGAN X, IRIAN JAYA BARAT TUGAS AKHIR

STUDI METODA TAHANAN JENIS ARUS SEARAH ( DC ) UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON PADA LAPANGAN X, IRIAN JAYA BARAT TUGAS AKHIR STUDI METODA TAHANAN JENIS ARUS SEARAH ( DC ) UNTUK EKSPLORASI HIDROKARBON PADA LAPANGAN X, IRIAN JAYA BARAT TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sidang Sarjana ( TG - 42Z4 ) untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1830, Robert W. Fox berhasil melakukan eksperimen dengan arus alam yang berhubungan dengan endapan inti sulfida di Cornwall, Inggris. Hingga beberapa dekade

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-15 Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI

ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful Bahri, Wahyudi Parnadi Fisika,

Lebih terperinci

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Jurnal Fisika Vol. 3 No. 2, Nopember 2013 117 PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Munaji*, Syaiful Imam, Ismi Lutfinur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi 3 BAB III METODE PENELITIAN 3. Pengambilan Data Lapangan Pada penelitian ini pengambilan data di lapangan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Sambengwetan Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas dan Laboratorium Fisika Eksperimen MIPA Unsoed pada bulan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

Pencitraan Data Geolistrik Resistivitas Dengan 10 Berdasarkan Hasil Inversi Res2dinv 3.56 Untuk Identifikasi Lapisan Aspal Di Dusun Lagunturu Desa Suandala Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton Angga Prastiawan

Lebih terperinci

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan 7 Peta Geologi 71 Pengertian dan Kegunaan Peta geologi adalah gambaran tentang keadaan geologi suatu wilayah, yang meliputi susunan batuan yang ada dan bentuk bentuk struktur dari masingmasing satuan batuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi) 3.1 Diagram Alur Pengolahan Data BAB III METODOLOGI PENELITIAN Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi) Pemilahan data geolistrik dan GPS Pemodelan 1D Pemodelan 2D Pemodelan 3D

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada V. PEMBAHASAN 5.1 Tuning Thickness Analysis Analisis tuning thickness dilakukan untuk mengetahui ketebalan reservoar yang dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda

BAB I PENDAHULUAN. Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda utama yang selalu digunakan. Berbagai metode seismik pantul yang berkaitan dengan eksplorasi

Lebih terperinci

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC Pendugaan Bijih Besi Dengan Geolistrik Resistivity -2D dan Geomagnet di Daerah Sebayur, Desa Maroktuah, Kec. Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Propinsi Kepulauan Riau 183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN : IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH GAMBUT SEBAGAI INFORMASI AWAL RANCANG BANGUNAN DENGAN METODE GEOLISTRIK 3D Firmansyah Sirait 1), Andi Ihwan 1)* 1) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU) APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU) Oleh: Ika Yulia Sulistyarini 1, Irjan 2 ABSTRAK: Panas bumi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Akusisi Data Akuisisi dilakukan di lapangan X daerah Sumatera Selatan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 10 Mei-5 Juni 2003 dan 20 September 11 Oktober 2003. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi studi yaitu Jalan Raya Sekaran di depan Perumahan Taman Sentosa Gunungpati,

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi yang diasumsikan benar dan konsep-konsep seismik

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi Penentuan zona reservoir dilakukan dengan menggunakan cutoff volume serpih (VSH) dan porositas efektif (PHIE) pada zona target.

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan Gambar 4.15 Data seismic CDP gather yang telah dilakukan supergather pada crossline 504-508. 4.2.4.3 Angle Gather Angle Gather dilakukan untuk melihat variasi amplitudo terhadap sudut dan menentukan sudut

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target. BAB V ANALISA 5.1 Analisa Data Sumur Analisis sensitifitas sumur dilakukan dengan cara membuat krosplot antara dua buah log dalam sistem kartesian sumbu koordinat x dan y. Dari plot ini kita dapat memisahkan

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Ari Setiawan, Fasih

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR Edu Dwiadi Nugraha *, Supriyadi, Eva Nurjanah, Retno Wulandari, Trian Slamet Julianti Jurusan Fisika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4

Lebih terperinci

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara Nadifatul Fuadiyah 1, Widya Utama 2,Totok Parafianto 3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

Lebih terperinci

METODE EKSPERIMEN Tujuan

METODE EKSPERIMEN Tujuan METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER NURFAIZAH AMATILLAH IMTISAL (1127030055) FISIKA SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG TAHUN 2014 Email : nurfaizah.ifa@gmal.com

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika STUDI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Study kasus Stadion Universitas Brawijaya, Malang) ABSTRAK: Arif Rahman Hakim 1, Hairunisa 2 STKIP

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor Muhamad Lutfi Ramadhan 1, Sevi Maulinadya Prawita 1, Nanda Wening

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS A. PENGANTAR Prinsip dasar metode ini adalah menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi menggunakan dua buah elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial melalui dua

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE Try Fanny Poerna Maulana 115.140.058 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif - analitik dari data geolistrik resistivitas dan kekar. Berdasarkan hasil pengolahan data geolistrik dan analisis kekar

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA Muh. Taufik Dwi Putra ˡ, Syamsuddin ˡ, Sabrianto Aswad ˡ. Program

Lebih terperinci

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 IDENTIFIKASI ZONA BIDANG GELINCIR DAERAH RAWAN LONGSOR HASIL PROSES TEKTONISME KOMPLEKS DI DISTRIK NAMROLE, KABUPATEN BURRU SELATAN, PULAU BURRU, MALUKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI

Lebih terperinci

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN Syamsuddin1, Lantu1, Sabrianto Aswad1, dan Sulfian1 1 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Teknik Pengambilan Data Adapun teknik pengambilan data yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode geolistrik,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data apparent resistivity dan apparent chargeability dengan menggunakan perangkat lunak Res2dInv dan Rockwork 15 sehingga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi CURVE MATCHING Pada dasarnya tahanan jenis semu untuk struktur berlapis ( tahanan jenis dan ketebalan perlapisan diketahui ) dapat dihitung secara teoritis ( penyelesaian problem maju ) dengan cara menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (AB/2, resistivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah batuan. Menurut Pusat Bahasa Kemdiknas (2008), batuan merupakan mineral atau paduan mineral yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Interpretasi Lapisan Akuifer Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Di Kampung Horna Baru Dan Kampung Muturi Distrik Manimeri Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Karmila Laitupa, Putri Nova H.D,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data 3.1. Akuisisi Data 3.1.1. Kawah Domas Kawah Domas merupakan salah satu dari sekumpulan kawah yang ada di Gunung Tangkuban Perahu. Berdasarkan data GPS, Kawah Domas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN: Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 111 119 ISSN: 2085 1227 Penyebaran Batuan Situs Purbakala Candi Palgading di Dusun Palgading, Desa Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik,

Lebih terperinci

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO BAB V INVERSI ATRIBUT AVO V.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO Gambar 5.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO 63 V.2 Input Data Penelitian Dalam penelitian tugas akhir ini digunakan beberapa data sebagai input,

Lebih terperinci

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-6 Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Lebih terperinci

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN IV.1 Model Geologi Model geologi daerah penelitian dibuat berdasarkan data sumur, peta geologi permukaan terdahulu, dan kegempaan mikro. Untuk data lithologi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung mulai dari Hulu sampai hilir. Lokasi Penelitian meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor dan Kota Administratif

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Pendahuluan Berdasarkan pada peta geohidrologi diketahui siklus air pada daerah penelitian berada pada discharge area ditunjukkan oleh warna kuning pada peta,

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci