PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT) MENGGUNAKAN METODE SOL GEL DENGAN VARIASI HOLDING TIME PADA PROSES ANNEALING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT) MENGGUNAKAN METODE SOL GEL DENGAN VARIASI HOLDING TIME PADA PROSES ANNEALING"

Transkripsi

1 PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT) MENGGUNAKAN METODE SOL GEL DENGAN VARIASI HOLDING TIME PADA PROSES ANNEALING Disusun Oleh : MERRY YULIANI M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari, 2012 i

2 PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT) MENGGUNAKAN METODE SOL GEL DENGAN VARIASI HOLDING TIME PADA PROSES ANNEALING Merry Yuliani Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Telah dibuat lapisan tipis BZT di atas substrat Pt/Si menggunakan metode sol gel yang disiapkan dengan spin coater. Konsentrasi larutan 0,5 M, suhu annealing 800 C, heating rate 3 C/menit, kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik. Variasi holding time 1,2,3, dan 4 jam serta variasi jumlah lapis 3 dan 5. Karakterisasi dilakukan menggunakan XRD untuk analisa struktur kristal dan menggunakan SEM EDX untuk analisa komposisi, ukuran butir, dan ketebalan lapisan tipis BZT yang dibuat. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa holding time berpengaruh pada tingkat kekristalan dan ukuran butir lapisan tipis BZT. Semakin lama holding time maka ukuran butir makin besar. Jumlah lapis berpengaruh terhadap komposisi unsur, ketebalan lapisan tipis dan tingkat kekristalan. Semakin banyak jumlah lapis maka komposisi unsur pembentuk BZT semakin banyak dan lapisan semakin tebal serta intensitas sinar-x yang terdifraksi makin besar. Lapisan tipis BZT yang optimal dibuat pada proses annealing dengan holding time 4 jam dengan jumlah lapis 5. Kata Kunci: sol gel, spin coater, holding time, annealing, heating rate v

3 FABRICATION OF BARIUM ZIRCONIUM TITANATE (BZT) THIN FILMS USE SOL GEL METHOD WITH HOLDING TIME VARIATIONS ON ANNEALING PROCESS Merry Yuliani Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University ABSTRACT Fabrication of BZT thin films use sol gel method on Pt/Si substrate has been prepared by spin coater. The concentration of BZT solution was 0,5 M. The holding time were variated at 1, 2, 3, and 4 hours and the number of layers were 3 and 5 layers. The heat treatment of annealing temperature at 800 C, heating rate 3 C/minute, and rotary speed 4000 rpm for 30 seconds. XRD characterization were applied to observe crystal structure and SEM EDX characterization were applied to observe composition, grain size, and the thickness of BZT thin films. Characterization result show that the holding time influence on crystallinity and grain size of BZT thin films. More longer duration of holding time can increase the size of grain. The number of layer influence element composition, thickness of thin films and cristallinity. More number of layer can increase element composition and X-rays intensity which is diffracted. BZT thin films were found that using annealing treatment at holding time 4 hours and number of layers 5 indicated optimum result. Keywords: sol gel, spin coater, holding time, annealing, heating rate vi

4 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN ABSTRAK... v HALAMAN ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii UCAPAN TERIMA KASIH... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur Perovskite Struktur Kristal dari Barium Titanat (BaTiO 3 ) Barium Zirkonium Titanat (BZT)...8 ix

5 2.4. Ferroelektrik Metode Chemical Solution Deposition (CSD) X-Ray Diffraction (XRD) Scanning Electron Microscopy (SEM)...14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Alat yang Digunakan Bahan yang Digunakan Metode Penelitian Persiapan Substrat Pembuatan Larutan Proses Spin Coating dan Hydrolisis Annealing Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) SEM EDX Teknik Analisis Data...25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Komposisi Karakterisasi XRD Variasi Holding Time pada 3 Lapis Variasi Holding Time pada 5 Lapis Variasi Jumlah Lapis dengan Holding Time 3 Jam Karakterisasi Morfologi Variasi Holding Time pada 3 Lapis Variasi Holding Time pada 5 Lapis Ketebalan Lapisan Tipis BZT...36 x

6 Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 1 Jam Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 Jam Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 3 jam Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam...38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...40 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN- LAMPIRAN...43 xi

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak aplikasi lapisan tipis ferroelektrik yang menggunakan sifat dielektrik, piroelektrik, dan elektro optik yang khas dari bahan ferroelektrik. Aplikasi elektronik yang paling utama dari lapisan tipis ferroelektrik di antaranya: nonvolatile memory yang menggunakan kemampuan polarisasi (polarizability) yang tinggi, kapasitor lapisan tipis yang menggunakan sifat dielektrik, dan sensor piroelektrik yang menggunakan perubahan konstanta dielektrik karena suhu dan aktuator piezoelektrik. Belakangan ini penelitian terhadap material ferroelektrik banyak menarik perhatian para ahli fisika karena material ferroelektrik ini sangat menjanjikan terhadap perkembangan divais generasi baru sehubungan dengan sifat-sifat unik yang dimilikinya. Penggunaan untuk fabrikasi dalam bentuk film tipis sangat luas, karena sifat-sifat bahan ferroelektrik dapat difabrikasi sesuai kebutuhan serta mudah diintegrasikan dalam bentuk divais. Penerapan material elektrik berdasarkan sifat-sifatnya adalah sifat tetapan dielektrik yang tinggi dapat diterapkan pada sel memori Dynamic Random Acsess Memory (DRAM), sifat piezoelektrik dapat digunakan sebagai mikroaktuator dan sensor, sifat polaryzability (histerisis) dapat diterapkan sebagai Non Volatile Ferroelectric Random Acsess Memory (NVFRAM), sifat piroelektrik dapat diterapkan pada sensor infra merah dan sifat elektro optik dapat diterapkan pada switch termal infra merah (Lines dan Glass, 1979). Barium titanat (BaTiO 3 ) adalah oksida ferroelektrik yang paling umum dalam struktur ABO 3 perovskite dan digunakan sebagai kapasitor karena memiliki konstanta dielektrik dan permitivitas tinggi. Selain itu, barium titanat (BaTiO 3 ) juga memiliki nilai dielectric loss yang besar pula. 1

8 2 Timbal zirkonat titanat Pb(Zr x Ti 1-x )O 3 memiliki sifat ferroelektrik dan piezoelektrik yang sangat dibutuhkan dalam teknologi mikroelektrik dan semi konduktor. Material ini memiliki struktur perovskite dengan formula ABO 3 juga. Disini oksigen oktahedral memegang peranan penting. A adalah atom berjari-jari besar yang diisi oleh kation Pb 2- untuk menempati salah satu sudut dari kubus. posisi B ditempati oleh atom dengan jari-jari kecil dalam hal ini Zr 4+. Sedangkan oksigen mengisi pusat muka dari kubus tersebut. Posisi Ti 4+ dan Zr 4+ dapat saling dipertukarkan (Azizahwati, 2002). PZT pada akhirnya ditinggalkan karena kandungan timbal sebagai logam berat sangat berbahaya bagi system pernafasan dan pencernaan manusia. Selain itu timbal sangat membahayakan bila mengenai kulit dan polutan jangka panjang timbal terhadap tubuh dapat menyebabkan kelumpuhan. Lapisan tipis Ba x Sr 1-x TiO 3 (BST) merupakan material ferroelektrik yang banyak diaplikasikan menjadi sebuah piranti karena variasi karakteristik yang dimilikinya. Selain itu BST juga diaplikasikan dalam Ferroelectric Random Acsess Memory (FRAM) karena memiliki konstanta dielektrik dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi (high charge storage capacity), aplikasi Dynamic Random Acces Memory (DRAM) dan Non-Volatile Random Acces Memory (NVRAM) karena kebocoran arus yang rendah (Gao, 2008). Akhir-akhir ini, Ba(Zr x Ti 1-x )O 3 telah dipilih sebagai alternatif untuk BST dalam fabrikasi kapasitor karena Zr secara kimiawi lebih stabil daripada Ti 4 dan memiliki ukuran ion yang lebih besar untuk memperluas kisi perovskite. Larutan padat Ba(Zr x Ti 1-x )O 3 atau BZT dikenal karena memiliki sifat dielektrik yang sangat baik sehingga digunakan dalam kapasitor. Sifat ferroelektrik dari BZT sangat tergantung pada jumlah Zr yang disubstitusikan dengan Ti (Gao, 2008). Ada beberapa metode penumbuhan lapisan tipis diantaranya sputtering, pulse laser ablation deposition, metal organic decomposition, metal organic chemical vapour deposition (MOCVDF), chemical vapor depotition dan liquid

9 3 solution synthesis (Auciello, 1998). Metode lainnya adalah thermal decompotition, sol gel, hydrothermal, dan pechini-type process (Zhao, 1996). Diantara metode di atas metode sol gel memiliki keunggulan antara lain biaya rendah, kemurnian tinggi, butiran yang bagus, pengontrolan komposisi mudah, dan siklus fabrikasi pendek (Schwartz, 1997). Variasi holding time diharapkan dapat memperoleh tingkat kekristalan BZT semakin bagus dan ukuran butirnya juga semakin besar. Ukuran butir diharapkan menjadi lebih rapat/kompak, homogen dan berukuran besar. Ukuran butir dan tingkat kekristalan ini nantinya akan berpengaruh pada sifat listrik terutama sifat ferroelektrik dan kualitas lapisan tipis. Sehingga pada penelitian ini perlu variasi waktu tahan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil penelitian Alfan (2011), kecepatan putar penumbuhan lapisan tipis BZT menggunkan spin coater yang optimal adalah 4000 rpm selama 30 detik. Sementara penelitian yang dilakukan Wahyu (2011), suhu annealing penumbuhan lapisan tipis BZT yang paling optimal adalah 800 C. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan lapisan tipis BaZrTiO 3 dengan metode sol gel di atas substrat Pt/Si dengan variasi holding time pada proses annealing yaitu:1, 2, 3, dan 4 jam. Selanjutnya akan dilakukan karakterisasi pada lapisan tipis BZT yang terbentuk meliputi uji komposisi menggunakan peralatan Energy Dispersive X-Ray (EDX), uji struktur kristal menggunakan peralatan X-Ray Diffraction (XRD), dan uji morfologi meliputi ukuran butir dan ketebalan lapisan tipis menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

10 4 a. Bagaimana pengaruh holding time pada proses annealing terhadap tingkat kekristalan dan ukuran butir lapisan tipis BZT yang terbentuk? b. Bagaimana pengaruh jumlah lapisan terhadap komposisi (jumlah unsur), tingkat kekristalan, dan ketebalan lapisan tipis BZT yang terbentuk? 1.3. Batasan Masalah Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pembuatan lapisan tipis BZT pada penelitian ini menggunakan molaritas, suhu annealing, heating rate, dan kecepatan putar yang sama, yaitu: molaritas 0,5 M, suhu annealing 800 C, heating rate 3 C/menit dan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik. b. Metode penumbuhan lapisan tipis BZT dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel yang disiapkan dengan spin coater Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui pengaruh holding time pada proses annealing terhadap tingkat kekristalan dan ukuran butir lapisan tipis BZT yang terbentuk. b. Mengetahui pengaruh jumlah lapisan terhadap komposisi (jumlah unsur), tingkat kekristalan, dan ketebalan lapisan tipis BZT yang terbentuk Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai penumbuhan dan karakteristik lapisan tipis BZT. b. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Perovskite Material perovskite memiliki beragam sifat yang menarik untuk diaplikasikan dalam pembuatan keramik. Struktur perovskite diketahui setelah adanya penemuan mineral perovskite calcium titanate (CaTiO 3 ) secara alami. Perovskite lebih dikenal sebagai sebutan untuk mineral calcium titanate (CaTiO 3 ). Sebagian besar keramik piezoelektrik (ferroelektrik) banyak dimanfaatkan seperti barium titanate (BaTiO 3 ), lead titanate (PbTiO 3 ), lead zirconate titanate (PbZr 1- xti x O 3,) lead lanthanum zirconate titanate (PLZT), potassium niobate (KNbO 3 ), potassium sodium niobate (K x Na 1-x NbO 3 ), dan potassium tantalite niobate (KTa x Nb 1-x O3) yang memiliki struktur tipe perovskite (Xu, 1991). Istilah perovskite memilki dua pengertian, pertama perovskite merupakan mineral partikular dengan rumus kimia CaTiO 3 (disebut juga calcium titanium oxide). Mineral ini ditemukan di pegunungan Ural Rusia oleh Gustav Rose pada tahun 1839 dan kemudian dinamakan oleh mineralogist Rusia, L.A Perovski ( ). Kedua, umumnya mineral-mineral dengan struktur kristal yang sama sebagai CaTiO 3 disebut juga struktur perovskite. Kelebihan yang dimiliki oleh oksida perovskite adalah sebagian dari ion-ion oksigen penyusun strukturnya dapat dilepaskan (mengalami reduksi) tanpa dirinya mengalami perubahan struktur yang berarti. Kekosongan ion oksigen ini selanjutnya dapat diisi kembali oleh ion oksigen lain melalui reaksi reoksidasi. Selain itu, perovskite juga memiliki tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi maka substitusi isomorfis menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran sama sangat mungkin dilakukan. Struktur perovskite sederhana memiliki rumus umum ABO 3, dimana A logam monovalen dan B adalah logam tetra atau pentavalen. Struktur ini 5

12 6 digambarkan sebagai sebuah kubus. A merupakan kation dengan jari-jari ion lebih besar, dan B merupakan kation dengan jari-jari yang lebih kecil. A berada pada sudut sel satuan atau sudut kubus, B berada pada pusat sel satuan atau pusat kubus, sementara ion oksigen (O) berada di pusat muka kubus. Posisi A dan B dapat saling ditukar sesuai Gambar 2.1. Gambar 2.1. Struktur Kristal Perovskite ABO 3 (Schwartz, 1997) Barium titanat merupakan suatu bahan yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai struktur kristal perovskite (ABO 3 ) yang sampai saat ini banyak diteliti secara luas. Hal ini menarik karena barium titanat mempunyai struktur kristal perovskite yang sederhana sehingga dapat mempermudah pemahaman tentang material ferroelektrik itu sendiri. BaTiO 3 mempunyai struktur kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding dengan bahan ferroelektrik lainnya. Bahan ini ditinjau dari segi penggunaannya sangat praktis karena memiliki sifat kimia yang sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada suhu ruang sampai diatas suhu ruang. Suhu curi pada suhu ruang adalah 120 C. Sementara penggunaan dalam aplikasi elektronik suhu curie berkisar 60 C oleh karena itu suhu curie diturunkan dan permitivitas perlu ditingkatkan (Yunasfi, 2002).

13 Sruktur Kristal dari Barium Titanat ( BaTiO3 ) Gambar 2.2. Perubahan Struktur Kristal dari Barium Titanat (BaTiO 3 ) (Jona dan Shirane, 1993) Barium titanat memberikan struktur kristal yang bervariasi. Suhu curie BaTiO 3 adalah 120 C. Saat temperaturnya diatas 120 C BaTiO 3 berada pada fase paraelektrik. Saat temperaturnya berkisar antara 120 C dan 5 C BaTiO 3 berada pada struktur kristal tetragonal. Suhu dibawah 5 C struktur kristal berubah ke orthorhombik tetapi masih dalam fase ferroelektrik, polarisasi spontan sejajar arah bidang (110). Struktur kristal orthorhombik akan stabil pada kisaran temperatur 5 C sampai dengan -90 C. Pada temperatur -90 C struktur kristal berubah dari orthorhombik menjadi rhombohedral dan mengalami perubahan simetri kisi dengan a=b=c dan α=89 52'. Pada fase ini kristal berada pada arah bidang original cubic (111). Variasi parameter kisi BaTiO 3 dengan temperatur dapat ditentukan menggunakan difraksi sinar-x. Parameter kisi dan konstanta dielektrik (permitivitas) BaTiO 3 menunjukkan fungsi temperatur. Difraksi sinar-x dan difraksi neutron dapat menunjukkan bahwa saat struktur kristal mengalami fase transisi dari kubik ke tetragonal, ion-ion Ba 2+, Ti 4+, dan O 2 dan mengalami pergeseran dari posisi aslinya.

14 Barium Zirkonium Titanat (BZT) Barium Zirkonium Titanat (BZT) sangat dikenal karena sifat listriknya yang sangat baik untuk apilkasi kapasitor. Sifat ferroelektrik BZT sangat tergantung pada jumlah substitusi Zr. Untuk substitusi Zr lebih dari 27% fase transisi menunjukkan sifat paraelektrik ditunjukkan dengan digantikannya Ti 4+ oleh Zr 4+ untuk x 0,27 (Halder et.al., 2005). BZT dipilih untuk menggantikan BST dalam fabrikasi kapasitor karena Zr 4+ secara kimia lebih stabil dibandingkan Ti 4+ dan memiliki jari-jari ion lebih besar untuk memperluas kisi kristal. Ion Zr 4+ memiliki ukuran yang lebih besar yaitu 0,087 nm dibandingkan Ti 4+ yang memiliki jari-jari 0,068 nm (Zhai et.al., 2004). BZT ditumbuhkan dengan metode sol gel karena memiliki keunggulan diantaranya memiliki kontrol stoikiometri yang baik, temperatur sintesis rendah, dan lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan metode sintesis logam oksida (Bernadi et.al., 2007) Ferroelektrik Ferroelektrik merupakan material elektronik khususnya dielektrik yang terpolarisasi spontan dan memiliki kemampuan untuk mengubah arah listrik internalnya. Polarisasi yang terjadi merupakan hasil dari penerapan medan yang mengakibatkan adanya ketidaksimetrisan struktur kristal pada suatu material ferroelektrik (Sayer dan Chivukulas 1995). Ferroelektrik memiliki karakteristik penting yaitu temperatur transisi yang disebut temperatur curie. Saat temperatur berada dibawah temperatur curie, kristal ferroelektrik mengalami transisi dari fase paraelektrik ke fase ferroelektrik. Saat temperatur berada diatas temperatur curie kristal tidak menunjukkan sifat ferroelektrik, sedangkan saat temperaturnya dibawah temperatur curie, kristal menunjukkan sifat ferroelektrik yang ditimbulkan oleh penyimpangan kecil struktur paraelektrik seperti simetri kisi pada fase ferroelektrik yang selalu lebih rendah daripada fase paraelektrik. Jika ada dua atau lebih fase ferroelektrik pada

15 9 kristal, temperatur curie hanya menetapkan temperatur dimana fase transisi paraelektrik-ferroelektrik terjadi. Temperatur yang mengubah kristal dari fase ferroelektrik ke fase ferroelektrik lain disebut sebagai temperatur transisi. Sebagai contoh, temperatur curie BaTiO 3 adalah 120 C dimana fase transisi dari paraelektrik ke ferroelektrik terjadi (Xu,1991). Gambar 2.3. Kurva Histerisis (Jona dan Shirane, 1993) Kurva histerisis Gambar 2.3 merupakan kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan listrik (E). Ketika kuat medan listrik ditambah (OA) maka polarisasinya akan meningkat terus sampai material mencapai kondisi jenuh atau saturasi (BC). Ketika medan listrik diturunkan kembali ternyata polarisasinya tidak kembali ke titik O, tetapi mempunyai pola (CD) dan mempunyai nilai. Ketika medan listrik tereduksi sampai nol, material akan memiliki polarisasi remanen (PR) seperti pola (OD). Nilai remanen merupakan nilai rapat fluks magnetik yang tersisa di dalam material setelah medan diturunkan menjadi nol dan merupakan ukuran kecenderungan pola sifat magnet untuk tetap menyimpang, walaupun medan penyimpang telah dihilangkan. Nilai polarisasi dari material dapat dihilangkan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang

16 10 berlawanan (negatif). Harga dari medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi menjadi nol disebut medan koersif (Ec) pola OF. Jika medan listrik kemudian dinaikkan kembali, material akan kembali mengalami saturasi, hanya saja bernilai negatif (FG). Putaran kurva akan lengkap jika, medan listrik dinaikkan lagi dan pada akhirnya akan didapatkan kurva hubungan polarisasi (P) dengan medan listrik (E) yang ditunjukkan dengan kurva histerisis (Jona dan Shirane, 1993). 2.5 Metode Chemical Solution Deposition (CSD) Beberapa keuntungan metode CSD diantaranya biaya rendah, kemurnian tinggi, butiran bagus, kontrol komposisi yang lebih mudah, dan siklus fabrikasi yang pendek (Schwartz, 1997). Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan tipis dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat untuk membuat larutan menjadi homogen, yang dipreparasi dengan spin coater pada kecepatan putar tertentu. Viskositas prekusor dan kecepatan putar spin coater sangat mempengaruhi ketebalan lapisan. Proses spin coating terdiri dari proses pelepasan larutan yang dideposisikan di atas permukaan substrat. Spin coater dengan kecepatan tinggi diputar untuk meratakan larutan dan proses pengeringan untuk menghilangkan kelebihan pelarut pada lapisan tipis. Dua metode pelepasan yang paling umum yaitu pelepasan statis dan pelepasan dinamis. Pelepasan statis adalah cara sederhana mendeposisikan genangan kecil larutan di tengah substrat. Pelepasan dinamis adalah proses pelepasan dimana substrat diputar dengan spin coater dengan kecepatan rendah sekitar 500 rpm. Perlakuan ini berfungsi untuk menyebarkan larutan ke seluruh permukaan substrat dan dapat mengurangi kandungan material yang terbuang saat proses spin coating berlangsung.

17 11 Gambar 2.4. Empat Tahap Proses Spin Coating (Gregory et.al., 1997) Secara umum proses spin coating dapat dikelompokkan ke dalam empat tahap seperti yang ditunjukkan Gambar 2.4. Deposisi, spin up, spin off, dan evaporasi. Proses deposisi mencakup penuangan sejumlah besar cairan ke substrat diam atau substrat yang diputar dengan kecepatan rendah. Cairan ditahan di tengah substrat. Cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah diskontinuitas pelapisan yang disebabkan mengeringnya cairan sebelum mencapai bagian pinggir lapisan. Tahapan spin up, substrat dipercepat hingga kecepatan spin terakhir. Gaya rotasi ditransfer ke seluruh cairan, mengalir ke tepi substrat karena adanya gaya sentrifugal. Tahapan spin off adalah tahap spin coating dimana sejumlah besar larutan berputar bebas di atas substrat pada rentang kecepatan antara 2000 dan 8000 RPM. Lapisan ditipiskan pertama kali dengan gaya sentrifugal sampai larutan cukup, selanjutnya dipindahkan untuk meningkatkan viskositas sampai level dimana aliran berhenti. Kecepatan substrat (rpm) mempengaruhi gaya radial (sentrifugal). Gaya radial yang dikenakan pada larutan sesuai dengan kecepatan

18 12 dan karakteristik turbulensi udara di atas substrat. Pada proses pengeringan larutan, viskositas akan meningkat saat gaya radial (sentrifugal) pada proses spin coating memindahkan larutan diatas substrat dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahapan spin off memerlukan waktu sekitar 10 detik setelah proses spin up. Proses evaporasi merupakan proses terakhir dari proses spin coationg dimana sejumlah besar larutan terserap ke atmosfer. Jika evaporasi terjadi sebelum waktunya, larutan yang terjebak di bawah kulit dapat menghalangi proses evaporasi. 2.6 X-Ray Diffraction (XRD) Sinar-X adalah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang berbeda dari gelombang cahaya (λ nm) dimana sinar-x memiliki panjang gelombang lebih pendek (λ 0,1 nm). Sinar-X ini diproduksi saat target logam ditembaki dengan elektron cepat dalam tabung hampa udara. Radiasi dipancarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Radiasi ini dapat dipisahkan ke dalam dua komponen yaitu spektrum kontinyu yang tersebar mencakup panjang gelombang dan karakteristik spektrum garis yang terlapisi logam ditembaki. Energi radiasi putih disebut sebagai spektrum kontinyu, naik seiring jumlah atom target dan kirakira sebanding dengan kuadrat tegangan yang digunakan, sementara radiasi sinar- X karakteristik muncul hanya saat tegangan kritis dilewatkan. Radiasi sinar-x karakteristik dihasilkan saat elektron yang dipercepat memiliki energi yang cukup untuk memindahkan satu elektron yang terletak di kulit yang lebih dalam. Kulit yang kosong tadi akan digantikan oleh satu elektron yang berasal dari tingkat energi yang lebih tinggi.

19 13 Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X pada Kristal (Suryanarayana, 1998) Sinar yang berinterferensi saling menguatkan terjadi ketika sinar-sinar pantul sefase yang berbeda lintasan sebesar kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang. Pemantulan dan interferensi bergabung menjadi difraksi. Difraksi akan saling menguatkan jika terpenuhi persamaan Bragg sebagai berikut: (2.1) Persamaan 2.2 di dapatkan dari (2.2) Dari Gambar 2.5 terlihat beda lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 adalah DE+EC (2.3) (2.4) Sehingga beda lintasannya adalah dan syarat terpenuhi yaitu (2.5) Persamaan ini dinamakan sebagai syarat Bragg dan sudut θ sebagai sudut Bragg untuk penyinaran sinar-x oleh bidang-bidang atom yang dipisahkan pada jarak d dan n =1,2,3, dengan n adalah bilangan bulat, adalah panjang gelombang sinar-x, dan d adalah jarak kisi pada kristal, θ adalah sudut difraksi.

20 14 Pada waktu suatu material dikenai sinar-x, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama. Berkas sinar-x yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-x untuk bahan jenis material. Standar ini disebut ICDD. 2.7 Scanning Electron Microscopy (SEM) Suatu diagram skematik dari mikroskop elektron skaning ditunjukkan pada Gambar 2.6 dimana berkas sinar elektron difokuskan ke suatu titik dengan diameter sekitar 100 Å dan digunakan untuk melihat permukaan dalam suatu benda uji. Elektron-elektron dari benda uji difokuskan dengan suatu elektroda elektrostatik pada suatu alat pemantul yang dimiringkan. Sinar yang dihasilkan diteruskan melalui suatu pipa sinar pantulan ke suatu alat pembesar foto dan sinyal yang didapat digunakan untuk memodulasikan terangnya suatu titik osiloskop yang melalui suatu raster dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada permukaan benda uji. Gambaran yang diperoleh pada layar osiloskop sama dengan gambaran optik dan biasanya benda uji digeser ke arah

21 15 kolektor pada sudut kecil (< 30 0 ) terhadap horizontal, untuk alat yang umum dipakai. Sebagai pengertian awal, mikroskop elektron skaning menggunakan hamburan balik elektron-elektron (dengan E=30 kv) yang merupakan energi datang dan elektron-elektron sekunder (dengan E=100 ev) yang dipantulkan dari benda uji. Karena elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah, maka elektron-elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi. Intensitas dari hamburan balik elektronelektron sebanding dengan jumlah atom tapi berbeda dari elektron-elektron yang cenderung tertimbun karena dengan energinya yang lebih tinggi, maka tidak mudah untuk dikumpulkan oleh sistem kolektor normal seperti yang digunakan pada mikroskop skaning (Smallman, 1991). Gambar 2.6. Pemancaran Elektron oleh Lempengan Tipis. (Smallman, 1991) Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar

22 16 amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (Cathode Ray Tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang tiga dimensi. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron menyapu permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkannyapun adalah dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh SEM detektor dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT. Skanning koil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas elektron pada tabung layar monitor CRT, sehingga didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar monitor. SEM dalam aplikasinya dilengkapi dengan fitur Energy Dispersive X- Ray (EDX) yang mampu mengetahui komposisi (unsur) persentase massa atomatom yang terkandung dalam suatu lapisan tipis.

23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dalam 3 proses meliputi: a) Proses fabrikasi lapisan tipis di Laboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret. b) Proses annealing menggunakan furnace di UPT Laboratorium Pusat MIPA Sub Lab Fisika Universitas Sebelas Maret. c) Proses karakterisasi XRD di Laboratorium FMIPA UNS dan karakterisasi SEM EDX di PPPGL Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai Desember Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat sintesa dan karakterisasi. Alat-alat sintesa yang digunakan diantaranya pemotong substrat, penggaris, dan kaca sebagai alas pemotong substrat. Pinset digunakan untuk mengambil substrat. Substrat yang telah dipotong kemudian dicuci menggunakan ultrasonic cleaner merk KA DA CHENG dan dikeringkan dengan hair dryer. Larutan dan padatan ditimbang dengan analitik ohaus merk Mettler Toledo tipe AL204 dan selama proses penimbangan menggunakan pipet untuk larutan dan pinset untuk padatan. Bahan padatan dan larutan kemudian dicampur dalam erlenmeyer 25 ml dan dipanaskan menggunakan hot plate magnetic stirrer merk IKA C-MAG tipe HS 7. Larutan yang telah tercampur dideposisikan di atas substrat yang diputar pada Spin coater merk CHEMAT technology dan dilanjutkan dengan proses annealing menggunakan Furnace merk Neytech Qex. 17

24 18 Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi adalah XRD merk Bruker dan SEM EDX merk JEOL Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi substrat Pt/Si yang dicuci dengan methanol (CH 3 OH), bahan pelarut, dan bahan terlarut. Bahan pelarut yang digunakan Asam Asetat (CH 3 COOH) dan Etylen Glikol (HOCH 2 CH 2 OH). Bahan terlarut yang digunakan adalah Barium Asetat [Ba(CH 3 COO) 2 ], Titanium Isoporoksid [Ti(OC 3 H 7 ) 4 ], dan Zirkonium Butoxide [Zr(O(CH 2 ) 3 CH 3 ) 4 ] Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Pembuatan lapisan tipis Barium Zirkonium Titanat (BZT) sesuai dengan diagram alir pada Gambar 3.1. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : persiapan substrat, pembuatan larutan, proses spin coating dan proses hydrolysis, proses annealing, serta proses karakterisasi.

25 19 Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Persiapan Substrat Substrat yang digunakan pada penelitian ini adalah substrat Pt/Si dengan orientasi bidang (111) yang dipotong dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm seperti Gambar 3.2. Substrat Pt/Si dicuci dengan metanol dan digetarkan dengan ultrasonic cleaner selama 5 menit dan dilakukan sebanyak dua kali.

26 20 Gambar 3.2. Pencucian Substrat dengan Ultrasonic Cleaner Pembuatan Larutan Pembuatan larutan dimulai dengan menghitung dan menimbang massa bahan. Bahan yang digunakan meliputi Barium Asetat [Ba(CH 3 COO) 2 ], Titanium Isopropoksid [Ti(OC 3 H 7 ) 4 ], Zirkonium Butoxide [Zr(O(CH 2 ) 3 CH 3 ) 4 ], Asam Asetat (CH 3 COOH) dan Etilen Glikol (HOCH 2 CH 2 OH) dalam satuan gram. Bahan-bahan ditimbang pada neraca analitik ohaus seperti Gambar 3.3. Gambar 3.3. Penimbangan Bahan dengan Neraca Analitik Ohaus Bahan yang telah dicampur dalam erlenmeyer kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer untuk mempercepat kehomogenan larutan seperti pada Gambar 3.4. Larutan yang sudah tercampur homogen dipanaskan pada hot plate dengan ditutup bagian atasnya menggunakan aluminium foil untuk menekan

27 21 jumlah zat yang hilang selama proses pemanasan. Pemanasan pada hot plate diset pada suhu 90 C selama 30 menit agar tidak terjadi kristalisasi akibat menguapnya H 2 O. Molaritas larutan yang digunakan adalah 0,5 M. Gambar 3.4. Pencampuran Bahan Gambar 3.5. Proses Pengadukan dan Pemanasan Menggunakan Hot Plate Magnetic Stirrer Gambar 3.6. Wadah Tempat Menyimpan Larutan Tahap akhir dari pembuatan larutan adalah penuangan larutan ke dalam wadah bersih yang ditutup dengan rapat. Wadah ditutup rapat dan diberi label sesuai dengan jenis larutan, konsentrasi perbandingan bahan serta tanggal

28 22 pembuatan larutan seperti Gambar 3.6 agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan larutan Proses Spin Coating dan Hydrolisis Penelitian ini menggunakan metode sol gel yang disiapkan dengan spin coater. Pendeposisian larutan dilakukan dengan cara meneteskan larutan di atas substrat Gambar 3.7 dan diputar di atas spin coater dengan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik seperti Gambar 3.8. Gambar 3.7. Proses Pendeposisian Larutan Gambar 3.8. Proses Spin Coating Menggunakan Spin Coater Substrat yang telah melalui proses spin coating selanjutnya dipanaskan di atas hot plate pada suhu 300 C selama 5 menit seperti Gambar 3.9. Proses pemanasan berfungsi untuk menghilangkan kandungan air dari sampel. Sampel ditetesi lagi dan berulang sampai diperoleh jumlah lapis 3 dan 5 lapis.

29 23 Gambar 3.9. Proses Pemanasan/Hidrolisis dengan Hot Plate Annealing Proses annealing ini meliputi pemanasan sampel yang telah dibuat menggunakan furnace Naytech Qex Gambar 3.10 pada suhu 800 C dengan variasi parameter holding time yaitu 1,2,3, dan 4 jam. Heating rate yang digunakan dalam parameter adalah 3 C/menit. Perulangan pada furnace sesuai dengan jumlah lapis yang dibuat yaitu 3 dan 5 lapis. Gambar Proses Annealing dengan Furnace Merk Naytech Qex Karakterisasi Setelah proses penumbuhan lapisan tipis di atas substrat Pt telah selesai maka sampel akan diuji atau dikarakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Elektron Microscopy (SEM), dan Energy Dispersive X-Ray (EDX).

30 24 Karakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui struktur kristal, SEM EDX untuk mengetahui komposisi serta morfologi yang meliputi ukuran butir dan ketebalan tipis BZT X-Ray Diffraction (XRD) Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal yang terbentuk pada masing-masing sampel yang telah diannealing pada suhu 800 C dengan variasi holding time 1,2,3, dan 4 jam pada jumlah lapis 3 dan 5 lapis. Data yang diperoleh berupa intensitas (I) dan sudut hamburan (2θ) yang ditransformasikan dalam bentuk puncak-puncak difraksi. Bidang kristal diwakili oleh setiap puncak yang terbentuk pada pola XRD yang kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-x yaitu International Center for Diffraction Data (ICDD). Gambar Karakterisasi dengan XRD Merk Bruker SEM EDX Karakterisasi SEM merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Diperoleh foto permukaan dari lapisan tipis yang diuji. Foto permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan menampilkan tonjolan dan

31 25 lekukan/tekstur permukaan sehingga diperoleh morfologi dan ketebalan lapisan tipis yang diuji. SEM dilengkapi dengan fitur EDX yang mampu menampilkan unsur-unsur (komposisi) suatu lapisan Teknik Analisis Data Analisa yang dilakukan meliputi analisa struktur kristal didapatkan dari hasil karakterisasi peralatan XRD yang berupa nilai 2θ dan intensitas sehingga diketahui struktur kristal dan orientasi bidang yang muncul. Analisa komposisi, ukuran butir, dan ketebalan didapatkan dari hasil karakterisasi SEM EDX. Pengukuran butir dan ketebalan hasil karakterisasi SEM dihitung menggunakan Program CorelDRAW X4.

32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan penumbuhan lapisan tipis BaZr 0,2 Ti 0,8 O 3 di atas substrat Pt/Si. Metode sol gel yang disiapkan dengan spin coater. Variasi yang dilakukan dalam proses penumbuhan lapisan tipis ini adalah holding time (waktu tahan) pada proses annealing yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam yang divariasikan dengan jumlah lapis yaitu 3 lapis dan 5 lapis. Pada penumbuhan lapisan tipis BZT yang diamati langsung dengan mata terjadi perbedaan gradasi warna dan perubahan tingkat penyebaran warna setelah proses spin coating dari permukaan substrat yang tidak berwarna menjadi warna pelangi yang masih cenderung bening. Setelah proses spin coater dilanjutkan dengan proses hidrolisis yaitu pemanasan pada hot plate pada suhu 300 C. Perubahan gradasi warna tidak terlalu signifikan yaitu, untuk 5 lapis ada bintik kecil di sekeliling warna pelangi dan cenderung bening. Terjadinya perubahan warna setelah proses hidrolisis di atas hot plate dengan suhu 300 C diasumsikan karena terjadi pelepasan air oleh substrat akibat proses pemanasan. Setelah diperoleh 5 lapis dilanjutkan dengan proses annealing dengan variasi holding time 1, 2, 3, dan 4 jam. Lapisan tipis BaZr 0,2 Ti 0,8 O 3 selanjutnya dikarakterisasi menggunakan EDX, XRD, dan SEM. Peralatan EDX untuk mengetahui komposisi (jumlah unsur) lapisan tipis BZT, peralatan XRD untuk mengetahui struktur kristal lapisan tipis BZT dan peralatan SEM untuk mengetahui morfologi yang meliputi ketebalan dan ukuran butir lapisan tipis BZT Karakterisasi Komposisi Analisis suatu material dapat dilengkapi Energy Dispersive X-Ray (EDX) yang merupakan karakterisasi material dengan sinar-x yang diemisikan ketika 26

33 27 material mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-X diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkat energi kulit atom. Dengan mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-x dan intensitasnya maka dapat diketahui atom penyusun material dan persentase massanya. EDX digunakan untuk mengetahui unsur-unsur suatu bahan yang dalam penelitian ini Ba, Zr, Ti, dan Pt sebagai substrat. Tabel 4.1. Hasil EDX (at%) BZT pada Holding Time 3 Jam dengan Variasi Jumlah Lapis Unsur Jumlah Lapis Pt Ba Zr Ti 1 Lapis 39,23 14,10 32,26 14,41 3 Lapis 30,77 26,09 15,77 27,37 5 Lapis 14,12 40,63 5,63 39,62 Hasil karakterisasi menggunakan peralatan EDX untuk persen atom (at%) pada holding time 3 jam dengan variasi jumlah lapis dapat dilihat dari Tabel 4.1. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa unsur-unsur pembentuk lapisan tipis BZT yaitu Barium, Zirkonium, dan Titanium telah terdeposit di atas substrat Pt. Persen atom (at%) unsur pembentuk lapisan tipis BZT yaitu Ba dan Ti mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah lapis. Sementara untuk unsur Zr dengan bertambahnya jumlah lapis, persen atom (at%) mengalami penurunan. Pt sebagai substrat juga muncul dalam karakterisasi menggunakan EDX dan nilainya juga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah lapis. Berkurangnya unsur-unsur meliputi Zr dan Pt dikarenakan dominasi pertambahan jumlah persen atom (at%) oleh unsur-unsur Ba dan Ti.

34 Karakterisasi XRD Struktur kristal pada sampel diperoleh melalui uji menggunakan peralatan XRD yang ditunjukkan oleh hasil pengukuran yang berkaitan antara intensitas puncak difraksi (mewakili sumbu y) dengan sudut 2θ (mewakili sumbu x). Struktur kristal dapat ditentukan dengan cara melihat posisi puncak yang tercantum dalam grafik hubungan 2θ dengan intensitas puncak difraksi. Puncakpuncak yang diperoleh dicocokkan dengan International Center for Diffraction Data (ICDD). Pada penelitian ini menggunakan XRD target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å. Hasil karakterisasi menggunakan peralatan XRD diperoleh grafik hubungan antara sudut difraksi (2θ) dan intensitas (I). Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa sampel BZT yang ditumbuhkan merupakan kristal. Puncak-puncak yang muncul dari hasil karakterisasi menggunakan XRD dicocokkan dengan ICDD PDF # untuk mengidentifikasikan lapisan tipis BZT dan ICDD PDF # untuk mengidentifikasikan substrat Pt Variasi Holding Time pada 3 Lapis Pola difraksi lapisan tipis BZT dengan variasi holding time dapat dilihat pada Gambar 4.1. Setelah dicocokkan dengan data ICDD data base PDF # puncak-puncak yang muncul teridentifikasi milik BZT yaitu pada orientasi bidang (001), (011), (111), (002), (012), dan (112). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada 3 lapis pola difraksi cenderung sama untuk semua orientasi bidang. Tabel 4.2 menunjukkan intensitas mengalami kenaikan pada holding time 1 jam ke holding time 2 jam kecuali pada bidang (112). Pada bidang (001), (002), dan (012) intensitas mengalami kenaikan pada holding time 2 jam ke 3 jam sedangkan pada bidang (011), (111), dan (112) intensitas mengalami penurunan. Untuk semua orientasi bidang pada holding time 4 jam intensitas mengalami penurunan. Tingkat kekristalan yang ditunjukkan dengan besarnya intensitas pada lapisan tipis BZT 3 lapis, tidak dipengaruhi oleh holding time. Hal ini juga seperti

35 29 ditunjukkan pada besarnya ketebalan lapisan tipis, yang menurun seiring dengan bertambahnya holding time. Makin lama holding time makin ramping lebar puncak, yang menandakan ukuran partikel makin besar akibat lama panas yang diberikan. Gambar 4.1. Pola Difraksi Lapisan Tipis BZT untuk Variasi HoldingTime pada 3 Lapis Tabel 4.2. Intensitas Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding Time pada 3 Lapis Bidang Intensitas 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam (001) (011) (111) (002) (012) (112)

36 Variasi Holding Time pada 5 Lapis Pola difraksi lapisan tipis BZT pada 5 lapis dengan variasi holding time dapat dilihat pada Gambar 4.2. Setelah dicocokkan dengan data ICDD data base puncak-puncak yang muncul teridentifikasi milik BZT yaitu pada orientasi bidang (001), (011), (111), (002), (012), dan (112). Gambar 4.2. Pola Difraksi Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding Time pada 5 Lapis Tabel 4.3. Intensitas Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding time pada 5 Lapis Intensitas Bidang 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam (001) (011) (111) (002) (012) (112)

37 31 Dari Tabel 4.2 dapat diketahui nilai intensitas dari semua orientasi bidang kristal BZT untuk variasi holding time pada 5 lapis. Berbeda dengan jumlah lapisan 3 lapis, pada 5 lapis ini seiring dengan bertambahnya holding time intensitas pada suatu orientasi bidang tertentu makin besar. Perbedaan ini disebabkan karena jumlah BZT yang terdeposit di atas susbtrat makin banyak, yang ditandai dengan ketebalan. Akibatnya kecenderungan membentuk orientasi bidang yang disukai (prefered orientation) makin besar seiring dengan bertambahnya holding time Variasi Jumlah Lapis dengan Holding Time 3 Jam Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa kenaikan jumlah lapis yaitu dari 3 lapis ke 5 lapis menunjukkan pola difraksi yang semakin bagus. Setelah dicocokkan dengan data ICDD data base puncak-puncak yang muncul teridentifikasi milik BZT yaitu pada orientasi bidang (001), (011), (111), (002), (012), dan (112). Intensitas tiaptiap orientasi bidang kristal BZT mengalami kenaikan seiring bertambahnya jumlah lapis kecuali pada bidang (002). Hal ini dikarenakan makin banyak jumlah lapis maka unsur-unsur pembentuk BZT yang meliputi barium, zikonium, dan titanium yang terdeposit di atas substrat Pt/Si semakin banyak jumlahnya sehingga kecenderungan membentuk kristal pada suatu orientasi bidang tertentu semakin besar. Secara keseluruhan, berdasarkan Tabel 4.4 kenaikan jumlah lapis berpengaruh terhadap semakin tingginya nilai intensitas pada pola difraksi lapisan tipis BZT.

38 32 Gambar 4.3. Pola Difraksi Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 3 Jam Tabel 4.4. Intensitas Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 3 Jam Intensitas 3 lapis 5 lapis Bidang (001) (011) (111) (002) (012) (112) Karakterisasi Morfologi Karakterisasi morfologi adalah uji sampel menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Peralatan ini menggunakan hamburan balik elektron-elektron dan elektron-elektron sekunder yang dipantulkan dari sampel. Elektron-elektron

39 33 sekunder ini mempunyai energi yang rendah sehingga dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi yang berupa gambar. Dalam penelitian ini digunakan perbesaran SEM dan kali pada sampel uji dengan variasi holding time 1, 2, 3 dan 4 jam pada 3 lapis dan 5 lapis. Karakterisasi morfologi menggunakan SEM diperoleh ukuran butir dan ketebalan lapisan tipis BZT Variasi Holding Time pada 3 Lapis (a) (b) (c) (d) Gambar 4.4. Foto SEM Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding time pada 3 Lapis (a)1 jam (b) 2 jam (c) 3 jam (d) 4 jam

40 34 Gambar 4.4 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi holding time pada 3 lapis dengan perbesaran kali. Pada Gambar 4.4 (a) holding time 1 jam terlihat bahwa butiran masih belum terbentuk sehingga batas butir tidak kelihatan. Pada holding time 2 dan 3 jam, butiran sudah mulai membentuk dengan batas butir yang sudah kelihatan sehingga ukuran butirnya dapat ditentukan seperti apa yang tertera pada Tabel 4.5. Pada Gambar 4.4 (d) butiran terlihat berukuran besar tetapi tidak memiliki ukuran yang sama dan batas butirnya tidak jelas sehingga sulit untuk menentukan ukuran butirnya. Penambahan holding time mengakibatkan bertambahnya ukuran butir yang disebabkan proses difusi antar butiran. Tabel 4.5. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding time pada 3 Lapis Holding 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam Time Ukuran tidak dapat 181,03 ± 4,59 96,11 ± 3,01 tidak dapat Butir dihitung nm nm dihitung Variasi Holding Time pada 5 Lapis Gambar 4.5 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi holding time pada 5 lapis dengan perbesaran kali. Gambar 4.5 (b) holding time 2 jam dan Gambar 4.5 (c) holding time 3 jam ukuran butirnya tidak dapat dihitung karena butiran menggerombol. Gambar 4.5(d) holding time 4 jam batas butir tidak terlihat jelas sehingga ukuran butir tidak dapat dihitung. Tabel 4.6. Ukuran Butir Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding time 5 Lapis Holding 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam Time Ukuran Butir 139,66 ± 4,22 nm tidak dapat dihitung tidak dapat dihitung tidak dapat dihitung

41 35 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.5. Foto SEM Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Holding time pada 5 Lapis (a) 1 jam (b) 2 jam (c) 3 jam (d) 4 jam Hasil karakterisasi menggunakan SEM terlihat bahwa untuk variasi holding time 1 jam hingga 4 jam, secara kasat mata ukuran butir bertambah besar. Namun karena pengaruh pemanasan di furnace, batas butir tidak terlihat jelas sehingga sulit didapatkan ukuran butir. Pada semua nilai holding time baik 1, 2, 3, dan 4 jam menununjukkan bahwa ukuran butir semakin besar seiring naiknya holding time dari 1 jam ke 4 jam. Hal ini disebabkan makin lama holding time makin lama butiran memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berdifusi dengan butiran yang lain sehingga didapatkan butiran yang lebih besar.

42 Ketebalan Lapisan Tipis BZT Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 1 Jam Gambar 4.6 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi jumlah lapis pada holding time 1 jam dengan perbesaran kali. Dari Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pada holding time 1 jam ketebalan semakin besar seiring bertambahnya jumlah lapis. Dengan bertambahnya jumlah lapis unsur pembentuk lapisan tipis semakin banyak sehingga lapisan menjadi semakin tebal. substrat lapisan BZT substrat lapisan BZT (a) (b) Gambar 4.6. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 1 Jam (a) 3 lapis (b) 5 lapis Tabel 4.7. Ketebalan Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 1 Jam Jumlah Lapis 3 Lapis 5 Lapis Ketebalan 659,26 ± 1,56 nm 914,82 ± 3,65 nm Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 2 Jam Gambar 4.7 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi jumlah lapis pada holding time 2 jam perbesaran kali. Dari

43 37 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada holding time 2 jam ketebalan semakin besar seiring bertambahnya jumlah lapis. Dengan bertambahnya jumlah lapis unsur pembentuk lapisan tipis semakin banyak sehingga lapisan menjadi semakin tebal. substrat lapisan BZT substrat lapisan BZT a) (b) Gambar 4.7. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 2 Jam (a) 3 lapis (b) 5 lapis Tabel 4.8. Ketebalan Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 2 Jam Jumlah Lapis 3 Lapis 5 Lapis Ketebalan 515,87 ± 20,33 nm 661,11 ± 2,11 nm Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 3 jam Gambar 4.8 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi jumlah lapis pada holding time 3 jam perbesaran kali. Dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada holding time 3 jam, ketebalan semakin besar seiring bertambahnya jumlah lapis. Dengan bertambahnya jumlah lapis unsur pembentuk lapisan tipis semakin banyak sehingga lapisan menjadi semakin tebal.

44 38 substrat lapisan BZT substrat lapisan BZT Si (a) Gambar 4.8. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 3 Jam (a) 3 lapis (b) 5 lapis (b) Tabel 4.9. Ketebalan Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding time 3 Jam Jumlah Lapis 3 Lapis 5 Lapis Ketebalan 437,74 ± 3,25 nm 675,48 ± 3,78 nm Ketebalan Lapisan Tipis BZT untuk Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 jam Gambar 4.9 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM dengan variasi jumlah lapis pada holding time 4 jam perbesaran kali. Dari Tabel 4.10 menunjukkan bahwa lapisan tipis BZT pada holding time 4 jam, ketebalan semakin besar seiring bertambahnya jumlah lapis. Dengan bertambahnya jumlah lapis unsur pembentuk lapisan tipis semakin banyak sehingga lapisan menjadi semakin tebal. Tabel Ketebalan Lapisan Tipis BZT Variasi Jumlah Lapis pada Holding Time 4 Jam Jumlah Lapis 3 Lapis 5 Lapis Ketebalan 576,87 ± 3,49 nm 953,70 ± 2,98 nm

Disusun Oleh : ROHANA TAQIYAH M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

Disusun Oleh : ROHANA TAQIYAH M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains PERBANDINGAN STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM TITANAT (BT) DAN BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT) YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL-GEL Disusun Oleh : ROHANA TAQIYAH M0207012 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA.

KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA. KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 DENGAN METODE SOL GEL S. Hadiati 1,2, A.H. Ramelan 1, V.I Variani 1, M. Hikam 3, B. Soegijono 3, D.F.

Lebih terperinci

Jurnal MIPA. KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 DENGAN METODE SOL GEL

Jurnal MIPA. KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 DENGAN METODE SOL GEL Jurnal MIPA 36 (1): 20-27 (2013) Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm KAJIAN VARIASI SUHU ANNEALING DAN HOLDING TIME PADA PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 DENGAN METODE

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HEATING RATE TERHADAP TINGKAT KRISTAL DAN UKURAN BUTIR LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL NOVI WIDYAWATI

ANALISIS PENGARUH HEATING RATE TERHADAP TINGKAT KRISTAL DAN UKURAN BUTIR LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL NOVI WIDYAWATI ANALISIS PENGARUH HEATING RATE TERHADAP TINGKAT KRISTAL DAN UKURAN BUTIR LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL Disusun oleh: NOVI WIDYAWATI M 0207049 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Variasi Dopan Lantanum pada Lapisan Tipis Barium Strontium Titanat Terhadap Struktur Kristal

Analisis Pengaruh Variasi Dopan Lantanum pada Lapisan Tipis Barium Strontium Titanat Terhadap Struktur Kristal ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.2 halaman 170 Oktober 2012 Analisis Pengaruh Variasi Dopan Lantanum pada Lapisan Tipis Barium Strontium Titanat Terhadap Struktur Kristal

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) Kaspul Anuwar 1, Rahmi Dewi 2, Krisman 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika FMIPA-Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai Juni 2006, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai Juni 2006, bertempat di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai Juni 2006, bertempat di Laboratorium Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BARIUM FERRUM TITANAT (BFT) DENGAN METODE SOL GEL

PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BARIUM FERRUM TITANAT (BFT) DENGAN METODE SOL GEL PENUMBUHAN LAPISAN TIPIS BARIUM FERRUM TITANAT (BFT) DENGAN METODE SOL GEL Disusun oleh : TIRA IKHWANI M0209053 SKRIPSI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

Kajian Variasi Temperatur Annealing dan holding time pada Penumbuhan Lapisan Tipis BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 dengan Metode Sol-Gel

Kajian Variasi Temperatur Annealing dan holding time pada Penumbuhan Lapisan Tipis BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 dengan Metode Sol-Gel JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 10, NOMOR 1 JANUARI 2014 Kajian Variasi Temperatur Annealing dan holding time pada Penumbuhan Lapisan Tipis BaZr 0,15 Ti 0,85 O 3 dengan Metode Sol-Gel S. Hadiati,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) DENGAN MENGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis)

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) DENGAN MENGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis) KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) DENGAN MENGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis) R. Yulis 1, Krisman 2, R. Dewi 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Fisika 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Fisika. Oleh Herlin Dien Mahmudah S

TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Fisika. Oleh Herlin Dien Mahmudah S Penumbuhan Lapisan Tipis Barium Titanat (BaTiO 3 ) Doping Strontium dan Zirkonium dengan Metode Chemical Solution Deposition (CSD) Sebagai Material Feroelektrik TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK BAHAN Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 YANG DIDADAH GALIUM (BSGT) DI ATAS SUBSTRAT Si (100) TIPE-N. Abraham Marwan

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK BAHAN Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 YANG DIDADAH GALIUM (BSGT) DI ATAS SUBSTRAT Si (100) TIPE-N. Abraham Marwan STUDI EFEK FOTOVOLTAIK BAHAN Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 YANG DIDADAH GALIUM (BSGT) DI ATAS SUBSTRAT Si (100) TIPE-N Abraham Marwan DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Departemen Fisika IPB dari Bulan November 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Bahan dan Alat Alat yang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS)

ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS) digilib.uns.ac.id ANALISA PENGARUH JUMLAH LAPISAN TIPIS BZT YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL GEL TERHADAP KETEBALAN DAN SIFAT LISTRIK (KURVA HISTERISIS) Disusun Oleh : NIKA ZULIANINGSIH M 0207047 SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIASI DOPAN LANTANUM TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM STRONTIUM TITANAT

ANALISIS PENGARUH VARIASI DOPAN LANTANUM TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM STRONTIUM TITANAT ANALISIS PENGARUH VARIASI DOPAN LANTANUM TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM STRONTIUM TITANAT Disusun Oleh : LIA SETYANINGSIH M0208041 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dimulai bulan Mei 2010 sampai Bulan Mei 2011 3.2.

Lebih terperinci

Efek Annealing Pada Penumbuhan Film Tipis Ferroelektrik PbZr 0,625 Ti 0,375 O 3 (PZT)

Efek Annealing Pada Penumbuhan Film Tipis Ferroelektrik PbZr 0,625 Ti 0,375 O 3 (PZT) Kontribusi Fisika Indonesia Vol. 12 No.4, Oktober 2001 Efek Annealing Pada Penumbuhan Film Tipis Ferroelektrik PbZr 0,625 Ti 0,375 O 3 (PZT) Ngurah Ayu Ketut Umiati 1,2, Irzaman 1,3, Maman Budiman 1 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 2, April 2017 Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating Fitriani *, Sri Handani

Lebih terperinci

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DARI Ba 1-x Sr x TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET VISIBLE

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DARI Ba 1-x Sr x TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET VISIBLE FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DARI Ba 1-x Sr x TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET VISIBLE Detri Yulitah*, Rahmi Dewi, Krisman Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Prodi Fisika, Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Fisika, dan Laboratorium Terpadu Gedung

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH DOPING Fe PADA Ba 1-X Sr X TiO 3 TERHADAP STRUKTUR MIKRO, MORFOLOGI DAN SIFAT FERROELEKTRIK

KAJIAN PENGARUH DOPING Fe PADA Ba 1-X Sr X TiO 3 TERHADAP STRUKTUR MIKRO, MORFOLOGI DAN SIFAT FERROELEKTRIK KAJIAN PENGARUH DOPING Fe PADA Ba 1-X Sr X TiO 3 TERHADAP STRUKTUR MIKRO, MORFOLOGI DAN SIFAT FERROELEKTRIK Disusun oleh : RIANA TRI SETYADHANI M0209044 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang 25 BAB III METODE PELAKSANAAN Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang dilakukan di laboratorium. Metode yang digunakan untuk penumbuhan film tipis LiTaO 3 adalah metode spin-coating.

Lebih terperinci

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK DAN PIROELEKTRIK Ba 0,75 Sr 0,25 TIO 3 (BST) YANG DIDADAH GALIUM (BGST) DI ATAS SUBSTRAT SI (100) TIPE-P ERDIANSYAH PRATAMA

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK DAN PIROELEKTRIK Ba 0,75 Sr 0,25 TIO 3 (BST) YANG DIDADAH GALIUM (BGST) DI ATAS SUBSTRAT SI (100) TIPE-P ERDIANSYAH PRATAMA STUDI EFEK FOTOVOLTAIK DAN PIROELEKTRIK Ba 0,75 Sr 0,25 TIO 3 (BST) YANG DIDADAH GALIUM (BGST) DI ATAS SUBSTRAT SI (100) TIPE-P ERDIANSYAH PRATAMA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Keywords: Barium Strontium Titanate, Absorbancy, Transmitancy, Annealing, Sol-Gel, Spectroscopy Ultraviolet-Visible(Uv-Vis)

Keywords: Barium Strontium Titanate, Absorbancy, Transmitancy, Annealing, Sol-Gel, Spectroscopy Ultraviolet-Visible(Uv-Vis) FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DARI Ba 1-x Sr x TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET VISIBLE FABRICATION AND OPTICAL CHARACTERIZATION OF Ba 1-x Sr x TiO 3 USED ULTRAVIOLET VISIBLE SPECTROPHOTOMETER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

PEMBUATAN FILM TIPIS BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba 0,6 Sr 0,4 TiO 3 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL DAN KARAKTERISASI MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI IMPEDANSI

PEMBUATAN FILM TIPIS BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba 0,6 Sr 0,4 TiO 3 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL DAN KARAKTERISASI MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI IMPEDANSI Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia http://ejournal.unri.ac.id./index.php/jkfi Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. http://www.kfi.-fmipa.unri.ac.id Edisi April 217. p-issn.1412-296.; e-2579-521x

Lebih terperinci

EFEK FOTOVOLTAIK DA PIROELEKTRIK Ba 0,25 Sr 0,7 75TiO 3 (BST) YA G DIDADAH IOBIUM (B ST) ME GGU AKA CHEMICAL SOLUTIO DEPOSITIO. Agung Seno Hertanto

EFEK FOTOVOLTAIK DA PIROELEKTRIK Ba 0,25 Sr 0,7 75TiO 3 (BST) YA G DIDADAH IOBIUM (B ST) ME GGU AKA CHEMICAL SOLUTIO DEPOSITIO. Agung Seno Hertanto EFEK FOTOVOLTAIK DA PIROELEKTRIK Ba 0,25 Sr 0,7 75TiO 3 (BST) YA G DIDADAH IOBIUM (B ST) ME GGU AKA METODE CHEMICAL SOLUTIO DEPOSITIO Agung Seno Hertanto DEPARTEME FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PE

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi doping Lantanum pada Barium Titanat (Ba 1-x La x TiO 3 ) terhadap Struktur Mikro dan Sifat Ferroelektrik

Pengaruh Variasi doping Lantanum pada Barium Titanat (Ba 1-x La x TiO 3 ) terhadap Struktur Mikro dan Sifat Ferroelektrik JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol.01, No. 02, Juli 2013 Pengaruh Variasi doping Lantanum pada Barium Titanat (Ba 1-x La x TiO 3 ) terhadap Struktur Mikro dan Sifat Ferroelektrik N. Nurhadi 1, A. Jamaluddin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan membuat lapisan tipis Au di atas substrat Si wafer, kemudian memberikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006)

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC 4 H 4 O 6.4H 2 O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

2 SINTESA MATERIAL SEMIKONDUKTOR BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) Pendahuluan

2 SINTESA MATERIAL SEMIKONDUKTOR BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) Pendahuluan 2 SINTESA MATERIAL SEMIKONDUKTOR BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) 5 Pendahuluan Semikonduktor adalah bahan dasar untuk komponen aktif dalam alat elektronika, digunakan misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini mengalami peralihan dari teknologi mikro (microtechnology) ke generasi yang lebih kecil yang dikenal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

STUDI FOTODIODE FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR Ba 0,6 DIDADAH TANTALUM

STUDI FOTODIODE FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR Ba 0,6 DIDADAH TANTALUM Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 STUDI FOTODIODE FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR Ba 0,6 DIDADAH TANTALUM ABSTRAK Irzaman Departemen Fisika FMIPA - IPB Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 STUDI

Lebih terperinci

Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M SKRIPSI

Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M SKRIPSI PENGARUH VARIASI DOPING ZIRKONIUM (Zr) PADA BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT LISTRIK MENGGUNAKAN METODE SOLID STATE REACTION Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M0211030 SKRIPSI

Lebih terperinci

Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : KARAKTERISTIK FILM TIPIS TiO 2 DOPING NIOBIUM

Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : KARAKTERISTIK FILM TIPIS TiO 2 DOPING NIOBIUM KARAKTERISTIK FILM TIPIS TiO 2 DOPING NIOBIUM Bilalodin dan Mukhtar Effendi Program Studi Fisika, Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknik UNSOED Email: bilalodin.unsoed@gmail.com ABSTRACT Niobium (Nb) doped

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

SIFAT OPTIK DARI FILM TIPIS BARIUM STRONSIUM TITANAT MENGGUNAKAN KARAKTERISASI SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET- VISIBLE. TaufiqHidayat*, Rahmi Dewi, Krisman

SIFAT OPTIK DARI FILM TIPIS BARIUM STRONSIUM TITANAT MENGGUNAKAN KARAKTERISASI SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET- VISIBLE. TaufiqHidayat*, Rahmi Dewi, Krisman SIFAT OPTIK DARI FILM TIPIS BARIUM STRONSIUM TITANAT MENGGUNAKAN KARAKTERISASI SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET- VISIBLE TaufiqHidayat*, Rahmi Dewi, Krisman Jurusan Fisika FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KIMIA LAPIS TIPIS BAHAN SEMIKONDUKTOR Sn(Se 0,2 S 0.8 ) HASIL PREPARASI TEKNIK VAKUM EVAPORASI UNTUK APLIKASI SEL SURYA

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KIMIA LAPIS TIPIS BAHAN SEMIKONDUKTOR Sn(Se 0,2 S 0.8 ) HASIL PREPARASI TEKNIK VAKUM EVAPORASI UNTUK APLIKASI SEL SURYA J. Sains Dasar 2015 4 (2) 198-203 STRUKTUR DAN KOMPOSISI KIMIA LAPIS TIPIS BAHAN SEMIKONDUKTOR Sn(Se 0,2 S 0.8 ) HASIL PREPARASI TEKNIK VAKUM EVAPORASI UNTUK APLIKASI SEL SURYA THE STRUCTURE AND CHEMICAL

Lebih terperinci

Fiki Fahrian*, Rahmi Dewi, Zulkarnain

Fiki Fahrian*, Rahmi Dewi, Zulkarnain FABRIKASI DAN KARAKTERISASI Ba 0,9 Sr 0,1 TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI IMPEDANSI Fiki Fahrian*, Rahmi Dewi, Zulkarnain Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyarat Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Fisika. Oleh: YUNITA SUBARWANTI NIM S

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyarat Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Fisika. Oleh: YUNITA SUBARWANTI NIM S PENGARUH KOMPOSISI STRONTIUM (Sr) TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN STRUKTUR MIKRO MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba 1-x Sr x TiO 3 ) YANG DIBUAT DENGAN METODE CO-PRECIPITATION TESIS Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 sampai November 2014 di laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung, Kalsinasi di

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bidang elektronik saat ini memegang peranan penting di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bidang elektronik saat ini memegang peranan penting di berbagai sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Bidang elektronik saat ini memegang peranan penting di berbagai sektor pembangunan. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan piranti elektronik di setiap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang

BAB I 1 PENDAHULUAN. kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Fotodiode merupakan sebuah peranti semikonduktor yang memiliki kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang dapat diterima

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba 0.25 Sr 0.75 TiO 3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition

Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba 0.25 Sr 0.75 TiO 3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 13., No.1, Januari 2010, hal 33-38 Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba 0.25 Sr 0.75 TiO 3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Irzaman, A Maddu, H Syafutra, dan A Ismangil. Jalan Meranti Gedung Wing S no 3 Dramaga Bogor

Irzaman, A Maddu, H Syafutra, dan A Ismangil. Jalan Meranti Gedung Wing S no 3 Dramaga Bogor Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 ISBN : 978-979-98010-6-7 UJI KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN DIELEKTRIK FILM TIPIS LITHIUM TANTALATE ( LiTaO 3 ) YANG DIDADAH NIOBIUM PENTAOKSIDA (Nb 2 O 5 ) MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BaZr (x) Ti (1-x) O 3 DIDOPING INDIUM PADA SUBSTRAT Pt MENGGUNAKAN METODE CSD (Chemical Solution Deposition)

KARAKTERISASI DAN PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BaZr (x) Ti (1-x) O 3 DIDOPING INDIUM PADA SUBSTRAT Pt MENGGUNAKAN METODE CSD (Chemical Solution Deposition) UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISASI DAN PEMBUATAN LAPISAN TIPIS BaZr (x) Ti (1-x) O 3 DIDOPING INDIUM PADA SUBSTRAT Pt MENGGUNAKAN METODE CSD (Chemical Solution Deposition) SKRIPSI EDWARD RIZKY 0706262312

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia Tenggara. Sebagai negara berkembang, Indonesia melakukan swasembada diberbagai bidang, termasuk

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS TEMPERATURE CURIE DETERMINATION OF THE CRYSTAL STRUCTURE OF THE FOUR-LAYER AURIVILLIUS OXIDES

Lebih terperinci

Kata Kunci : film tipis, niobium penta oksida, uji arus-tegangan, intensitas cahaya

Kata Kunci : film tipis, niobium penta oksida, uji arus-tegangan, intensitas cahaya Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 ISBN : 978 979 98010 6 7 Abstrak UJI ARUS-TEGANGAN FILM TIPIS Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 DENGAN PENDADAH NIOBIUM PENTA OKSIDA SEBAGAI SENSOR CAHAYA A Arief, Irzaman, M Dahrul,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Reaksi kimia yang terjadi selama perubahan dari larutan prekursor menjadi gel memiliki pengaruh yang berarti terhadap struktur dan homogenitas kimia dari gel. Permasalahan

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN FEROELEKTRIK STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN X- RAY DIFFRACTION

KARAKTERISASI BAHAN FEROELEKTRIK STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN X- RAY DIFFRACTION KARAKTERISASI BAHAN FEROELEKTRIK STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN X- RAY DIFFRACTION Susilawati 1, Rahmi Dewi 2, Krisman 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika FMIPA-Universitas Riau 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negative bagi lingkungan hidup. Industrialisasi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

3 SENSOR SUHU BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) BERBANTUKAN MIKROKONTROLER ATMEGA8535. Pendahuluan

3 SENSOR SUHU BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) BERBANTUKAN MIKROKONTROLER ATMEGA8535. Pendahuluan 3 SENSOR SUHU BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba,55 Sr,45 TiO 3 (BST) BERBANTUKAN MIKROKONTROLER ATMEGA8535 15 Pendahuluan Material ferroelektrik memiliki kemampuan untuk mengubah arah listrik internalnya,

Lebih terperinci

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION Y. SUBARWANTI1), R. D. SAFITRI1), A. SUPRIYANTO2,*), A. JAMALUDIN2), Y. IRIANI3) 1) Pascasarjana

Lebih terperinci