BAB 3. KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN HISTOLOGI ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3. KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN HISTOLOGI ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ABSTRAK"

Transkripsi

1 24 BAB 3 KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN HISTOLOGI ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ABSTRAK Pembentukan planlet dalam kultur jaringan kelapa sawit terjadi melalui kalus yang berkembang secara embriogenesis somatik. ses perkembangan embrio somatik (ES) dalam medium dapat menimbulkan abnormalitas khususnya organ reproduktif pada tanaman dewasa. Abnormalitas pada fase ES belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi abnormalitas ES dari beberapa fase perkembangan secara morfologi dan histologi. Bahan tanam yang digunakan adalah kalus embrioid klon MK558, MK 636, dan MK638. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perkembangan morfologi ES terdiri dari fase globular, skutelar berbentuk hati, dan kotiledon. Tampak adanya keragaman morfologi yang menunjukkan adanya penyimpangan atau abnormalitas dalam setiap fase perkembangan ES. ES fase globular, yang normal berbentuk bulat dan bipolar, sedangkan yang abnormal berbentuk oval dan kehilangan sifat polaritasnya. ES fase skutelar berbentuk hati, yang normal tampak memiliki polarisasi yang simetri, sedangkan yang abnormal memiliki bidang polarisasi yang tidak simetri. ES fase kotiledon, yang normal memiliki satu kotiledon, sedangkan yang abnormal memiliki lebih dari satu kotiledon. Histologi ES fase globular, skutelar berbentuk hati, dan kotiledon masing-masing memiliki sel meristematik, jaringan prokambial dan protoderm. Tidak tampak adanya perbedaan histologi yang jelas antar ES fase globular yang normal dengan yang abnormal. ES fase skutelar berbentuk hati dan ES fase kotiledon yang normal, masing-masing memiliki jaringan prokambial tunggal yang tidak bercabang. Sedang protodermnya memiliki lapisan sel yang tersusun secara teratur. Histologi penampang melintang ES skutelar berbentuk hati yang abnormal menunjukkan adanya jaringan prokambial yang menyebar, sedang lapisan protoderm tidak terlihat jelas. Hal ini disebabkan terjadinya de-differensiasi sel yang sangat aktif Kata kunci : Elaeis guineensis, embrio somatik, embrio somatik - normal, embrio somatik abnormal, morfologi-embrio somatik, histologi -embrio somatik. PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman monoecious dan tidak dapat diperbanyak secara vegetatif dengan metode konvensional. Embriogenesis somatik digunakan sebagai alat untuk perbanyakan vegetatif. Perkembangan embrio somatik yang tidak seragam, perkecambahan yang rendah dan pembentukan planlet yang tidak efisien merupakan kendala utama untuk

2 25 penerapan embriogenesis somatik dalam perbanyakan massal tanaman unggul Tahardi et al 2003). Teknik kultur jaringan kelapa sawit pada saat ini lebih banyak dikembangkan melalui embriogenesis somatik dalam kultur cair dengan tujuan otomatisasi dan produksi embrio somatik serta meningkatkan pertumbuhan dan keseragaman kultur (Touchet et al ; Duval et al. 1993; Sumaryono et al. 1994; Teixeira et al. 1995; Ginting & Fatmawati 1997; Tahardi 1998a, 1999). Embriogenesis somatik adalah perkembangan embrio dari sel somatik sampai struktur yang menyerupai embrio zigotik yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Pierik 1987). Embrio somatik dapat berdiferensiasi secara langsung adalah pembentukan embrio dari sel atau jaringan tanpa melalui pembentukan kalus (Williams & Maheswaran 1986). Eksplan yang mengandung sel embriogenik dapat langsung memperbanyak diri dan berkembang menjadi embrio somatik berbentuk globular, hati, torpedo dan kotiledon (Jurgens et al. 1991). Auksin 2,4 D lebih efektif dibandingkan dengan auksin yang lain untuk meningkatkan perkembangan dan proliferasi kultur embriogenik. 2,4-D mendorong pertumbuhan embrio somatik dari embriogenesis. Kultur embriogenesis dipindahkan ke medium 2,4 D yang lebih rendah. Dengan 2,4 D yang lebih rendah sehingga memblok ekspresi gen-gen yang dibutuhkan untuk perubahan bentuk ketahap hati (Zimmerman 1993). Kebutuhan 2,4 D atau zat pengatur tumbuh lain untuk inisiasi embriogenesis somatik sangat besar ditentukan oleh tahap perkembangan dari jaringan eksplan. Kalus embrio somatik umumnya dibentuk pada medium yang mengandung auksin. Salah satu mekanisme, auksin dapat mengatur embriogenesis melalui asidifikasi pada sitoplasma dan /atau dinding sel (Kutschera 1994). Ada dua mekanisme yang penting dalam pembentukan sel embriogenesis yaitu, pembelahan sel asimetrik dan pemanjangan sel kontrol (de Jong et al. 1993). Pembelahan sel asimetrik berkembang oleh zat pengatur tumbuh yang mengubah polaritas sel melalui interfensi dengan gradien ph disekitar sel (Smith & Krikorian 1990). Auksin mempunyai dua peranan dalam perkembangan tanaman. Auksin berperanan dalam pemanjangan sel pada jaringan tanaman seperti pada koleoptil jagung atau internode kacang dan berperanan juga dalam

3 26 pembelahan, diferensiasi, morpogenesis sel. Menurut Reinert (1958) melaporkan bahwa auksin berperanan penting dalam regenerasi dinding sel pada beberapa spesies tanaman seperti dalam embriogenik wortel. Auksin dapat mengendalikan RNA dan sintesis protein dengan cara berperan sebagai pengaktif mrna ( Griffith et al. 1993). Zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan konsentrasi rendah akan menginduksi terbentuknya kalus, namun pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan timbulnya mutasi karena 2,4-D bersifat herbisida pada tanaman dikotil dan akan menyebabkan perubahan jaringan tanaman (Goldsworty & Mina 1991). Embrio somatik yang dihasilkan melalui kultur jaringan menunjukkan keragaman somaklonal yang tinggi. Keragaman somaklonal ditunjukkan pada abnormalitas secara sitologi dan mutasi fenotip secara kualitatif dan kuantitatif, perubahan kariotipe dan perubahan sekuens DNA (Duncan 1997). Keragaman somaklonal disebabkan oleh proses kultur jaringan yang diinduksi oleh pemberian 2,4-D dengan konsentrasi tinggi (Deambrogio & Dale 1980). Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin & Scowcroft 1981). Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah set kromosom (fusi, endomitosis), endoreduplikasi, perubahan jumlah kromosom (lagging, non disjunction), perubahan struktur kromosom, perubahan gen dan perubahan sitoplasma (Griffith et al. 1993; Kumar 1995). Menurut van Harten (1998) variasi somaklonal kemungkinan disebabkan oleh ketidakaturan mitotik yang berperan dalam terjadinya ketidakstabilan kromosom dan amplifikasi atau delesi gen. Keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit secara massal dalam waktu yang relative singkat, seragam, memiliki sifat identik dengan induknya, masa non produktif lebih singkat dan produktivitasnya lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan menentukan secara morfologi dan histologi abnormalitas pada embrio somatik dari beberapa perkembangan embrio. Tujuan penelitian ini adalah untuk karakterisasi secara morfologi dan histologi abnormalitas pada setiap fase perkembangan embrio somatik (ES) beberapa klon kelapa sawit.

4 27 BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian ini dilakukan di laboratorium Anatomi Institut Pertanian Bogor, di mulai bulan September 2005 sampai Januari Bahan tanaman yang digunakan adalah kalus embrio somatik (ES) Tenera unggul hasil seleksi (ortet terpilih) klon MK638, MK636 dan MK558 dari Balai Penelitian Marihat. Metode Penelitian terdiri atas dua percobaan, yaitu karakterisasi morfologi dan histologi ES dari berbagai fase perkembangan. A. Karakterisasi Morfologi Embrio Somatik Karakterisasi morfologi ES normal atau abnormal dilakukan berdasarkan bentuk dan bidang polaritas, bidang pembelahan sel asimetri atau simetri, dan jumlah kotiledon. Morfologi masing masing fase perkembangan embrio didokumentasi menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 40x (stereomicroscope Technical, Japan). B. Karakterisasi Histologi Embrio Somatik Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah ES normal dan abnormal yang telah dikarakterisasi pada percobaan (A). Teknik preparasi contoh dilakukan dalam bentuk sediaan anatomi berdasarkan metode Nakamura (1995). Pematian dan Fiksasi Pematian dilakukan dengan cara contoh di rendam dalam larutan Formalin 40%, Alkohol 70 %, Asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 8 : 1 (FAA) dengan komposisi 10 ml formalin, 80 ml alkohol, dan 10 ml asam asetat dalam setiap 100 ml larutan dan direndam minimal selama 24 jam. Tujuan perendaman dalam FAA adalah untuk mematikan sel contoh secara cepat akan tetapi seolaholah contoh seperti kondisi masih segar (masih hidup).

5 28 Dehidrasi Tujuan dehidrasi untuk menghilangkan air dari jaringan pada contoh untuk memungkinkan parafin menyerap masuk ke dalam jaringan tanaman. Dehidrasi dilakukan dengan merendam contoh secara bertahap melalui seri alkohol bertingkat yaitu 0%, 15%, 20%, 25% dan 30%, yang masing-masing selama 1 jam. Praparafinasi Praparafinasi bertujuan untuk menghilangkan alkohol dari jaringan agar dapat dimasuki larutan parafin. Contoh dimasukan ke dalam campuran alkohol 100 % dan xilol dengan perbandingan 4 : 0 ; 3 : 1 ; 2 : 2 ; 1 : 3 dan 0 : 4 (vol/vol) secara berturut-turut masing-masing dilakukan tiga kali selama 5 menit. Parafinasi Parafinasi adalah memasukan parafin ke dalam rongga-rongga yang kosong dalam jaringan agar tidak terjadi kerusakan sampel pada saat penyayatan. Bahan yang digunakan adalah xilol dan parafin yang sudah dicairkan dengan perbandingan 3 : 1 ; 2 : 2 ; 1 : 3 ; 1 : 3 (vol/vol); berturut-turut sebanyak tiga kali selama 5 menit dan 0 : 4 (vol/vol) selama 24 jam. ses ini dilakukan dalam tabung gelas di dalam oven pada suhu 55 o C. Setelah kegiatan tersebut selesai, semua parafin dibuang dan digantikan dengan parafin murni pada suhu 60 C. Perendaman dengan parafin murni ini dilakukan minimal selama satu hari. Penanaman dalam Balok Parafin (Embedding) Embedding adalah penanaman contoh yang sudah diproses sebelumnya ke dalam balok parafin untuk memudahkan penyayatan. Penanaman dilakukan pada kotak dari cetakan besi. Sebelum parafin membeku contoh yang sudah difiksasi dimasukkan ke dalam cetakan dengan menggunakan pinset. Setelah parafin mengeras, contoh di keluarkan dari cetakannya. Sebelum penyayatan, balok parafin dibentuk sesuai dengan kemampuan/kondisi mikrotom yang digunakan agar potongan yang terbentuk lurus, dan tidak pecah.

6 29 Penyayatan Balok parafin yang sudah di masukkan contoh kemudian dipasang pada pemegang yang terdapat pada mesin mikrotom putar (rotary microtome). Pemegang dapat diatur dengan sekrup sedemikian rupa sehingga ketebalan sayatan sesuai dengan yang dikehendaki dan sisi horisontal dari permukaan parafin dibuat sejajar dengar pisau penyayat. Sayatan yang baik apabila membentuk pita tipis yang lurus dan tidak terputus-putus. Penempelan sayatan pada obyek gelas Sayatan yang baik ditempelkan pada gelas obyek dengan menggunakan zat perekat putih telur Meyer (zat putih telur ditambah air dan gliserin dalam volume yang sama dan kristal thinol). Setelah penempelan dilakukan, obyek gelas diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 40 o C (hangat kuku) agar sayatan melekat dengan baik, dan sebagian parafin yang mengisi jaringan akan mencair untuk mempercepat proses penjernihan. Penjernihan Penjernihan tujuannya untuk menghilangkan parafin dari jaringan, dengan memasukkan sediaan ke dalam xilol, xilol - alkohol, alkohol - air (hidrasi), dengan perbandingan 100% xilol, 1:1 xilol-alkohol, dan alkohol secara bertahap 100%, 95%, 70%, 50%, 30% dan akuades selama 3 menit. Pewarnaan Pewarnaan tujuannya agar bagian-bagian tertentu dari sel dan jaringan menjadi lebih jelas, sehingga mudah diamati. Tahapan pewarnaan meliputi contoh yang sudah jernih di masukkan ke dalam larutan pewarna Safranin 0,2% selama 4 hari. Selanjutnya contoh dicuci kembali dengan akuades diikuti dengan alkohol secara bertahap yaitu 30%, 50%, 70%, 95% dan 100% serta 100 % xilol sebanyak dua kali. Pencucian terakhir adalah dengan cara merendam contoh dalam alkohol dan xilol, masing-masing 3 menit dan 5 menit. Pengamatan dan pemotretan dilakukan menggunakan mikroskop setelah pewarnaan jaringan dan mendapatkan perlakuan pengeringan. Karakterisasi histologi embrio somatik kelapa sawit normal dan abnormal meliputi : ada

7 30 tidaknya sel meristematik, jaringan prokambial, dan protoderm. Pola perkembangan ES ditetapkan berdasarkan bentuk morfologi. Sedangkan histologi masing masing fase perkembangan ES didokumentasi menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 400x (stereomicroscope Technical, japan). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Embrio Somatik Abnormal Berdasarkan berbagai bentuk morfologi ES klon MK558, MK636, dan MK638 yang diamati, dapat disimpulkan bahwa fase perkembangan ES kelapa sawit terdiri atas kalus, fase globular, skutelar berbentuk hati, dan kotiledon. Pada masing-masing fase juga ditemukan bentuk morfologi yang berbeda, yang dapat dikelompokkan menjadi ES yang normal dan abnormal. Berbagai bentuk dari masing-masing fase perkembangan ES disajikan dalam Tabel 1. Fase perkembangan tersebut sama dengan perkembangan ES umumnya. Tampak bahwa tahap awal, sel kalus berkembang menjadi embriogenik somatik globular berbentuk bulat dengan bidang polarisasi yang jelas serta permukaan ES umumnya halus. Masing-masing ES globular terpisah satu dengan lainnya (Gambar 2). Namun, di samping bentuk globular yang sempurna ditemukan juga bentuk yang tidak sepenuhnya globular, namun cenderung berbentuk lonjong dan bergerombol dengan struktur permukaan yang tidak rata. Penyimpangan bentuk tersebut dikelompokkan dalam kategori ES globular abnormal. Morfologi ES normal dan abnormal pada tahap globular sangat bervariasi antar klon maupun dalam klon yang sama (Tabel 1 & Gambar 2). Hal ini mungkin dapat disebabkan sifat polaritas masing-masing kutub (apikal dan basal) berkembang tidak terarah, hal ini dapat dilihat pada bentuk-bentuk abnormal yang beragam. Perkembangan selanjutnya dari ES fase globular adalah pembentukan bakal kotiledon pada bagian apikal sedang bagian basal berkembang menjadi calon radikula atau akar, fase ini disebut skutelar berbentuk hati. Pada fase perkembangan skutelar berbentuk hati, ciri khasnya adalah tampak

8 31 Tabel 1. Karakteristik abnormalitas embrio somatik secara morfologi Karakteristik Tahapan Perkembangan Embrio Somatik Globular Skutelar Berbentuk Hati Kotiledon Normal - Bulat Simetris Monokotiledon - Bipolar - Permukaan rata Abnormal - Lonjong Lebih dari satu Klon Bergerombol Asimetris kotiledon - Permukaan tidak rata Abnormal - Bulat tidak beraturan Asimetris Lebih dari satu Klon Tidak bipolar kotiledon Abnormal - Dua bulatan tidak Asimetris Lebih dari satu Klon 558 beraturan kotiledon - Tidak bipolar Klon 638 Klon 636 Klon 558 Ab 1 Ab 2 Ab 3 Gambar 2. Perbandingan morfologi normal dan abnormal embrio somatik tahap globular. N (Normal), Ab (Abnormal)

9 32 adanya pemisahan yang jelas antar calon kotiledon dan radikula (Tabel 1 & Gambar 3). Namun ditemukan juga penyimpangan bentuk, dalam hal mana bagian apikal tampaknya berkembang lebih pesat daripada bagian basal. Hal ini menyebabkan terjadi penekanan perkembangan bagian basal, yang terlihat tidak terbentuknya bagian radikula. Sedang bagian radikula membentuk beberapa calon kotiledon yang satu dengan lainnya bergabung menjadi satu (Gambar 4). Bentukbentuk abnormal tersebut sangat beragam baik dalam klon yang sama maupun antar klon. Bagian apikal ES fase skutelar bentuk hati berkembang menjadi bentuk kotiledon yang lebih jelas (Gambar 4). Sedang bagian basal akan berkembang menjadi radikula, namun belum jelas terlihat adanya bakal akar. Perakaran pada planlet kelapa sawit umumnya diinduksi setelah terbentuk daun dengan sempurna. Ditemukan juga struktur bagian apikal yang berkembang menjadi dua atau lebih bakal kotiledon yang bersatu pada bagian basal. Terbentuknya bakal kotiledon yang lebih dari satu menyebabkan beberapa ES fase kotiledon berbentuk kipas. Perkembangan bagian apikal yang aktif menyebabkan umumnya bagian basal bakal radikula sangat tertekan. Tampak bahwa adanya keragaman bentuk abnormal di dalam klon yang sama maupun antar klon. Karakterisasi sel embriogenik yang dipelajari pada tingkat sitologi, histokimia dan biokimia menunjukkan bahwa sel-sel embriogenik sangat unik (Natesh dan Rau, 1984; Williams dan Maheswaran,1986). Perkembangan ES kelapa sawit diinisiasi dari eksplan daun muda, menghasilkan ES melalui kalus primer. Kalus terbentuk di sekitar lidi dan sebagian muncul sepanjang pembuluh daun bekas irisan (Schwendiman et al. 1988). Kalus primer bersifat massif, berwarna kuning kecokelatan, berbentuk bulat, satu sama lainnya berhubungan secara bersambungan. Kalus embriogenik mengandung bagian sel-sel meristimatik yang dilokasikan pada permukaan kalus. Pada bagian kalus yang meristimatik akan cepat membentuk embrio somatik ke tahap globular (Kysely & Jacobsen 1990). Perkembangan embrio somatik pada tanaman dikotil melalui tahap globular, hati (heart-shaped), torpedo, dan kotiledon (Jurgens et al. 1991), sedangkan pada tanaman monokotil melalui tahap globular, hati skutelar dan kotiledon.

10 33 Persentase abnormalitas ES yang tinggi dapat disebabkan sub kultur yang berulangkali dan umur kalus (Paranjothy 1993 ; Ignacimuthu 1997). Tingkat persentase abnormalitas embrio somatik yang tinggi, juga diduga penggunaan 2,4 D, hal ini juga menyebabkan terjadinya abnormal dalam proses pembelahan sel yang menyebabkan keragaman somaklonal. 2,4-D bukan saja bersifat auksin, tetapi adalah suatu fenoksi herbisida yang membunuh gulma berdaun lebar. Perubahan ekspresi suatu karakter disebabkan oleh perubahan genetik atau epigenetik. Perubahan genetik karena perubahan set kromosom, jumlah kromosom, struktur kromosom atau gen. Ekspresi dari karakter tersebut dapat pada tingkat morfologi, fisiologi dan biokimia. (D Amato 1986; Griffith et al. 1993; Kumar 1995). Teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik dengan induknya, karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik baik yang disebabkan oleh perubahan genetik maupun epigenetik yang disebut variasi somaklonal. Keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan dapat diturunkan pada zuriat tanaman hasil regenerasi (Larkin dan Scowcroft 1981; Skrivin et al. 1993). Variasi somaklonal merupakan keragaman genetik yang terjadi secara spontan hasil regenerasi sel somatik pada kultur in vitro. Variasi somaklonal dapat juga berasal dari keragaman genetik eksplan yang disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya sel-sel polisomik dari jaringan tertentu (Wattimena 1992). Variasi bentuk yang sangat beragam ini dapat disebabkan penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4 D (100 mg/l) yang tinggi sewaktu inisiasi awal dari eksplan. Zat pengatur tumbuh merupakan pengatur perkembangan tanaman. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang utama pada tanaman untuk mengatur pembelahan sel dan diferensiasi sel. Pengaruh 2,4 D dalam menginduksi embrio somatik sangat baik (Dudits et al. 1991; Yeung 1995). 2,4 D mempunyai peranan sebagai pusat memediasi transduksi signal untuk ekspreasi gen. Hasil pembelahan sel yang diinduksi dari pertumbuhan kalus yang tidak terorganisasi atau awal pertumbuhan polarisasi merupakan proses pembentukan embrio somatik.

11 34 Klon 638 Klon 636 Klon 558 Ab 1 Ab 2 Ab 3 Gambar 3. Perbangan morfologi normal dan abnormal embrio somatik tahap skutelar berbentuk hati. N (Normal), Ab (Abnormal). Klon 638 Klon 636 Klon 558 Ab 1 Ab 2 Ab 3 Gambar 4. Perbandingan morfologi normal dan abnormal embrio somatik tahap kotiledon. N (Normal), Ab (Abnormal).

12 35 Kemampuan induksi embriogenik dapat dihasilkan dengan bermacam-macam sensitivitas dari sel (Dudits et al. 1991). Ada dua mekanisme yang penting dalam pembentukan sel embriogenik yaitu pembelahan sel asimetrik dan kontrol pemanjangan sel (de Jong et al ; Emons 1994). Pembelahan sel asimetrik didorong oleh zat pengatur tumbuh yang merubah polaritas sel melalui interferensi gradien ph (Smith & Krikorian 1990). Perkembangan embrio somatik pada tahap kotiledon dari masing-masing klon menghasilkan bentuk, ukuran dan permukaaan kotiledon yang bervariasi. Ada bentuk kotiledon pada bagian ujung (Shoot) mempunyai bentuk seperti :daun, bunga, tidak beraturan, dikotiledon (Gambar 4). Morfologi embrio somatik yang dihasilkan tiga klon pada masing-masing tahapan baik tahap globular, skutelar berbentuk hati, dan kotiledon memperlihatkan bentuk yang sangat beragam (Gambar 2, 3, dan 4). Menurut Jurgens et al. (1991) bahwa hasil pemanjangan pada vaskular primordium dan pembelahan sel paralel yang memperbesar permukaan apikal dari bagian embrio yang berperanan penting untuk pembentukan primordia secara lateral pada kotiledon, yang ditandai pembentukan hati scutellar. Selama transisi dari tahap globular ke hati, simetri bilateral terbentuk untuk inisiasi kotiledon. Variasi fenotipik pada embrio somatik ditentukan oleh faktor genetik dan epigenetik. Variasi somaklonal didefinisikan sebagai genetik dan variasi fenotipik diantara propagasi tanaman secara klon yang berasal dari sumber satu klon (Lee and Phillips 1988; Duncan 1997; Veillux & Johnson 1998 ; Olhoft & Phillips 1999). Penyebab variasi somaklonal melalui proses kultur jaringan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Aspek epigenetik dari variasi somaklonal terjadi melalui mekanisme silencing gen atau aktivasi gen dan bukan karena aberasi kromosom atau perubahan sekuens DNA. Perubahan ini mungkin tidak stabil atau dapat kembali secara somatik (Patterson et al. 1993; Cubas et al. 1999).

13 36 Histologi Embrio Somatik Abnormal Embriogenesis somatik kelapa sawit terjadi melalui tiga fase yaitu globular, skutelar berbentuk hati dan kotiledon (Gambar 2, 3 dan 4). Tahap perkembangan embrio somatik ini sama dengan tahap perkembangan embrio zigotik tumbuhan monokotil umumnya. Sebagian besar embrio globular tersusun atas jaringan parenkima, sudah terlihat adanya sekumpulan sel-sel meristematik yang diduga akan berkembang menjadi prokambium membentuk jaringan pembuluh. Lapisan protoderm yang sel-selnya tersusun rapi terlihat pada bagian terluar dari embrio (Gambar 5.). Secara histologi, sebagian besar tubuh embrio globular tersusun atas jaringan parenkima, sudah terlihat adanya sekumpulan sel-sel meristematik yang diduga akan berkembang menjadi prokambium yang akan membentuk jaringan pembuluh. Lapisan protoderm yang sel-selnya tersusun rapi terlihat pada bagian terluar dari embrio (Gambar 5). Seperti halnya ES berbentuk globular, ES skutelar berbentuk hati dan ES berbentuk kotiledon juga tersusun atas jaringan parenkima, jaringan prokambial dan protoderm. Menurut Fahn (1990) ES akan berkembang menjadi planlet yang memiliki daun dan akar apabila memiliki tiga jenis meristem, yaitu protoderm yang berkembang menjadi epidermis. Jaringan prokambial yang akan berkembang menjadi sistem jaringan pembuluh, dan meristem dasar yang membentuk korteks dan empelur. Hasil pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop elektron dengan perbesaran 400 kali pada sel meristimetik, jaringan prokambial dan protoderm (Tabel 2). Tampak bahwa ES fase globular normal memiliki sel meristematik yang menyebar, jaringan prokambial, dan protoderm terdiri dari satu lapisan sel yang tersusun secara teratur. Struktur anatomi ES fase globular abnormal berbeda dengan yang normal. Pada klon MK638 dan MK558 ES globular abnormal memiliki sel meristimetik pada bagian basal, jaringan prokambial bercabang dan protoderm memiliki satu lapisan sel yang susunannya teratur. Namun, pada klon MK636 memiliki pertumbuhan jaringan prokambial tidak teratur (Gambar 5).

14 37 A B Me r D C 10µm Gambar 5. Perkembangan struktur anatomi ES fase globular yang abnormal dari A (Normal), B. Klon MK638, C. MK636, D. MK558, (istem), (tederm), (cambial strand). Tampak adanya perbedaan morfologi ES fase skutelar berbentuk hati antara yang normal dan abnormal, khususnya pada jaringan prokambial dan protoderm pada ketiga klon yang diamati. ES skutelar berbentuk hati yang normal memiliki susunan dan perkembangan jaringan prokambial yang teratur. Sedangkan pada yang abnormal jaringan prokambialnya bercabang dan lapisan sel protoderm tidak terlihat jelas (Gambar 6). Ada perbedaan anatomi antara ES klon MK638 yang normal dan abnormal dari setiap fase perkembangan. Anatomi Es fase globular normal dan abnormal tidak dapat dibedakan berdasarkan jaringan prokambial dan protodermnya. Namun, pada fase skutelar berbentuk hati dan kotiledon tampak adanya perbedaan

15 38 yang sangat jelas. ES skutelar berbentuk hati yang normal memiliki jaringan prokambial yang teratur dan protoderm terdiri dari satu lapisan sel yang susunannya teratur. Sedangkan ES skutelar berbentuk hati yang abnormal memiliki jaringan prokambial yang bercabang dan protodermnya memiliki lapisan sel yang tidak teratur (Gambar 6 dan 7). A B Me r C D 10µm Gambar 6. Perkembangan Struktur anatomi ES abnormal kelapa sawit fase skutelar berbentuk hati. A. Normal, B. MK638, C. MK558, D. MK636, (istem), (tederm), (cambial strand) ES kotiledon normal memiliki jaringan meristematik yang jelas. Pada bagian basal, yaitu Root apical meristem (RAM) berkembang untuk pembentukan akar. Sedang bagian apikal Shoot apical meristem (SAM) berkembang menjadi tunas. ES kotiledon abnormal klon MK638 dan MK558 memiliki sel meristimetik

16 39 yang berdediferensiasi dengan cepat sehingga menghasilkan ukuran sel tidak sama, jaringan prokambialnya tidak teratur membentuk percabangan. Lapisan sel protoderm tidak terlihat jelas. ES kotiledon klon MK636 yang secara morfologi abnormal, memiliki sel meristimatik yang ukuran dan susunan selnya sama dengan ES kotiledon yang normal (Gambar 7 dan Tabel 2). A B C D 10µm Gambar 7. Perkembangan struktur anatomi embrio somatik abnormal pada tiga klon kelapa sawit fase Skutellar berbentuk hati. A (Normal), B (klon 638), C (Klon 558), D (klon 636), (istem), (tederm), (cambial strand)

17 40 Tabel 2. Hasil karakterisasi Abnormalitas Embrio Somatik Secara Histologi Karakterisasi Tahapan Perkembangan Embrio Somatik Globular Skutelar Berbentuk Hati Kotiledon Normal ismatik Ada beberapa sel Menyebar merata Menyebar merata merismatik Inti sel Inti sel tampak jelas tampak jelas Jaringan Tidak bercabang Tidak bercabang Tidak bercabang prokambial (teratur) (teratur) toderm Satu lapis, rapi Satu lapis, rapi Satu lapis, rapi dan terlihat jelas dan terlihat jelas dan terlihat jelas Abnormal ismatik Terlihat jelas Terlihat jelas Dinding sel Klon 638 pada bagian pada bagian tidak jelas basal basal Jaringan Tidak bercabang Bercabang Bercabang prokambial toderm Satu lapis, rapi Terlihat tidak Terlihat tidak terlihat jelas jelas jelas Abnormal ismatik Terlihat jelas Terlihat jelas Menyebar merata Klon 636 pada bagian pada bagian dan inti sel bawah (akar) bawah terlihat jelas Jaringan Bercabang Bercabang Tidak bercabang prokambial (teratur) toderm Satu lapis, rapi Satu lapis, rapi Satu lapis, rapi dan terlihat jelas dan terlihat jelas dan terlihat jelas Abnormal ismatik Terlihat jelas Bercabang Menyebar Klon 558 di bagian bawah (sel pecah) (akar) Jaringan Bercabang Bercabang Menyebar kambial (bercabang) toderm Satu lapis, rapi Terlihat tidak Terlihat tidak terlihat jelas jelas jelas

18 41 Secara histologi menunjukkan bahwa perbedaan normal dan abnormal terlihat lebih jelas pada ES fase kotiledon, khususnya struktur sel meristem, jaringan prokambial dan protoderm. Menurut Tomaz et al (2001) beberapa abnormalitas yang diamati pada perkembangan ES fase globular tanaman jeruk, yaitu tidak adanya lapisan protoderm disebabkan terjadinya de-diferensiasi protoderm. Di samping itu tidak terdapat apikal meristem dan jaringan prokambial. Kanchanapoom & Domyoas (1999) melaporkan bahwa pada kelapa sawit, perkembangan ES fase kotiledon terbentuk sel protodermal, jaringan prokambial, meristem akar dan pucuk. ES fase kotiledon yang abnormal disebabkan terjadinya pembelahan sel yang sangat aktif dikuti dengan diferensiasi sel. Sel-sel tersebut umumnya mengandung dan menyimpan lemak dengan konsentrasi tinggi. Bellincampi & Morpurgo (1989) menyatakan bahwa pembelahan sel meristem yang sangat aktif dapat disebabkan oleh pemberian zat pengatur tumbuh pada masa kultur. Pada kelapa sawit induksi dan inisiasi kalus dilakukan dengan penambahan 2,4 D sampai 100 mg/l. Selanjutnya untuk regenerasi kalus, konsentrasi auksin dalam medium diturunkan. Namun, inisiasi kalus pada tahap awal sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ES dari fase kalus menjadi ES fase globular, skutelar berbentuk hati, dan kotiledon. Pada wortel 2,4-D berperanan penting dalam proses pembentukan embrio somatik. 2,4-D sebagai faktor inhibitor interaksi antara embrio proper dan suspensor. Pada beberapa konifers, embriogenesis somatik terhambat ketika densitas sel sangat tinggi (Ogita et al. 2000). Menurut Goldworty dan Mina (1991) 2,4-D dengan konsentrasi tinggi bersifat herbisida dan menyebabkan perubahan jaringan atau mutasi. Diferensiasi embrio zigot tanaman tediri dari dua komponen yaitu embrio proper dan suspensor. Suspensor berperan menyediakan makanan dan zat pengatur tumbuh untuk embrio proper selama tahap embriogenesis (Swartz et al. 1997; Wredle et al. 2001). Auksin adalah salah satu kunci molekul signal pada interaksi antara embrio proper dan suspensor, untuk tujuan pembentukan apikalbasal aksis selama embriogenesis. Liu et al. (1993) dan Hadfi (1998) menyatakan embrio Brassica juncea diberi perlakuan anti auksin atau inhibitor auksin pada awal embriogenesis

19 42 sehingga polaritas sel hilang dan perkembangan kotiledon menjadi abnormal. Berdasarkan struktur anatomi, embrio somatik berbentuk kotiledon diduga dapat berkembang menjadi planlet yang memiliki tajuk dan akar apabila ditemukan faktor tumbuh yang dapat mempercepat diferensiasi jaringan. Menurut Wattimena et al. (1992) faktor tumbuh tersebut adalah jenis dan komposisi zat pengatur tumbuh serta lingkungan tumbuh yang sesuai. SIMPULAN 1. Perkembangan eksplan tanaman kelapa sawit dalam kultur in vitro diawali dengan pembentukan kalus yang berdiferensiasi menjadi ES. Tahapan perkembangan ES mencakup fase globular, skutelar berbentuk hati dan kotiledon. 2. ES globular berbentuk bulat dengan polarisasi bagian apikal dan basal yang jelas. ES globular normal memiliki sel meristematik, jaringan prokambial tunggal, dan protoderm terdiri dari satu lapisan sel yang tersusun secara teratur. Abnormalitas terjadi pada bagian apikal dengan lebih dari satu bentuk globular yang bergabung. Hal ini ditandai dengan jaringan prokambialnya bercabang. Sedang pertumbuhan bagian basal umumnya terhambat. 3. ES globular berkembang menjadi ES skutelar berbentuk hati yang memiliki struktur bakal kotiledon yang jelas, sedang bagian basal akan berkembang menjadi calon radikula. Jaringan prokambialnya berada dalam satu alur. Sedang pada ES yang abnormal, percabangan jaringan prokambial semakin nyata dan lebih banyak yang menyebabkan pertumbuhan bagian apikal terjadi sangat cepat dan membentuk satu atau lebih bakal kotiledon. 4. ES skutelar berbentuk hati berkembang menjadi ES fase kotiledon. Struktur kotiledon sangat jelas, sedang bagian basal membentuk calon radikula. Abnormalitas ditandai dengan percabangan jaringan prokambial yang semakin jelas dan berkembang membentuk beberapa kotiledon yang bergabung. Karakterisasi ES dari tiap fase perkembangan yang normal dan abnormal untuk masing-masing klon dan dalam satu klon adalah berbeda.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia disamping karet, the, coklat dan lain-lain. Kelapa sawit mempunyai masa depan yang cukup cerah saat ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati terpenting di Indonesia. Ditinjau dari segi ekonomi, kelapa sawit memegang peranan penting untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM 82 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia dan memegang peranan penting untuk memenuhi kebuhan minyak nabati dalam negeri. Untuk meningkatkan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

Karakterisasi secara Morfologi Abnormalitas Embrio Somatik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dari Eksplan Daun

Karakterisasi secara Morfologi Abnormalitas Embrio Somatik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dari Eksplan Daun Jurnal AgroBiogen 3(1):32-39 Karakterisasi secara Morfologi Abnormalitas Embrio Somatik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dari Eksplan Daun Nesti F. Sianipar 1, Gustav A. Wattimena 2, Hajrial Aswidinnoor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1) Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lebih terperinci

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) asal kata Elaeis dari kata Elaion (yunani) yang artinya minyak sedangkan Guineensis

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Perkembangbiakan pada Tumbuhan

Pertumbuhan dan Perkembangbiakan pada Tumbuhan Pertumbuhan dan Perkembangbiakan pada Tumbuhan Pada kegiatan belajar ini, Anda akan mempelajari pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan merupakan suatu proses

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Turi adalah tanaman leguminosa yang umumnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan ternak). Tanaman leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi, begitu juga

Lebih terperinci

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi 53 PEMBAHASAN UMUM Peningkatan kualitas buah jeruk lokal seperti jeruk siam Pontianak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing buah lokal menghadapi melimpahnya buah impor akibat tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack.) Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Nigeria di Afrika Barat, kemudian menyebar ke Amerika Selatan dan sampai kesemenanjung

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit

Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit Perluasan lahan kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, bahkan perusahaan perkebunan negara yaitu PT. Perkebunan Nusantara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) berasal dari tiga kata yaitu Elaeis berasal dari Elation berarti minyak dalam bahasa Yunani, Guneensis berasal dari bahasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon

TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon Klasifikasi botani tanaman melon adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantarum Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub-kelas : Sympetalae

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Menurut Word Health Organisation

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi Alat dan Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel daun jambu semarang Buah Pink, Hijau Bulat, Unsoed, Merah Lebar', Kaget Merah, Camplong Putih, Irung

Lebih terperinci

XII biologi KTSP & K-13. Kelas PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN. A. Pengertian dan Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan

XII biologi KTSP & K-13. Kelas PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN. A. Pengertian dan Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan KTSP & K-13 Kelas XII biologi PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian serta perbedaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.) TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon (Cucumis melo L.) Melon dalam klasifikasi tanaman digolongkan kedalam famili Cucurbitaceae sama seperti blewah (Cucumis melo L.), semangka (Citrullus vulgaris Schard), mentimun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

DIFERENSIASI KALUS SAGU (METROXYLON SAGU ROTTB.) MEMBENTUK EMBRIO SOMATIK MENGGUNAKAN TIGA METODE KULTUR

DIFERENSIASI KALUS SAGU (METROXYLON SAGU ROTTB.) MEMBENTUK EMBRIO SOMATIK MENGGUNAKAN TIGA METODE KULTUR DIFERENSIASI KALUS SAGU (METROXYLON SAGU ROTTB.) MEMBENTUK EMBRIO SOMATIK MENGGUNAKAN TIGA METODE KULTUR Imron Riyadi Darda Efendi Bambang S Purwoko Djoko Santoso Disampaikan pada: SEMINAR ILMIAH DAN LOKAKARYA

Lebih terperinci

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon PERKECAMBAHAN 1. Pengertian Perkecambahan merupakan proses metabolism biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikal). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai penghasil minyak nabati mempunyai kekhasan tersendiri dari tanaman kelapa umumnya. Minyak dapat dihasilkan dari dua bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN Tujuan Pembelajaran: 1. Mengidentifikasi faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan 2. Merancang percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan 3. Menentukan

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber utama protein nabati dan minyak nabati yang sangat penting karena gizinya dan aman

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Vicky Saputra A24050609 (2005) Muhammad Muzahid

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil perennial dengan periode regenerasi yang panjang sekitar 20 tahun

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN Kelompok 1 Ardhania Pratiwi Erma Yunita Nur Azizah Yunita Putri JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 Jaringan Pada Akar

Kegiatan Belajar 2 Jaringan Pada Akar Kegiatan Belajar 2 Jaringan Pada Akar Dikembangkan oleh: Wiwit Febriani Dr. Hadi Suwono, M.Si Dra. Sunarmi, M.Pd Jurusan Biologi FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG April 2013 Modul Jaringan Tumbuhan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Nilam Indonesia memiliki tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan, yaitu: nilam aceh (Pogostemon cablin), nilam jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Kondisi Umum Penelitian Eksplan buku yang membawa satu mata tunas aksilar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tunas adventif yang berumur 8 MST. Tunas adventif disubkultur

Lebih terperinci

Gambar 2. Meristem apeks pucuk pada Coleus

Gambar 2. Meristem apeks pucuk pada Coleus JARINGAN MERISTEM Pada awal perkembangan tumbuhan, seluruh sel memiliki kemampuan membelah, pada tahap selanjutnya pembelahan sel terjadi hanya di bagian-bagian tertentu. Jaringan yang masih memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN XIII. EMBRIOGENESIS DAN STRUKTUR BIJI

POKOK BAHASAN XIII. EMBRIOGENESIS DAN STRUKTUR BIJI POKOK BAHASAN XIII. EMBRIOGENESIS DAN STRUKTUR BIJI Embrio Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot, dan ini merupakan sel tunggal yang bersifat diploid. Polaritas embrio path Angiospermae adalah endoskopik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOLOGI EMBRIOGENESIS SOMATIK DARI APIKAL BUD KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) var. TENERA TESIS. Oleh

ANALISIS HISTOLOGI EMBRIOGENESIS SOMATIK DARI APIKAL BUD KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) var. TENERA TESIS. Oleh ANALISIS HISTOLOGI EMBRIOGENESIS SOMATIK DARI APIKAL BUD KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) var. TENERA TESIS Oleh TENGKU NILAYANDA MEILVANA 117030003 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Nilam 1 sampai 11 MST Hasil pengamatan tentang tinggi tanaman nilam pada umur 1 sampai dengan 11 MST dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 2. Sidik ragam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Klasifikasi botani jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) yaitu : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

BAB 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN BAB 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN Sumber: Kamus Biologi Bergambar, 2005 Tumbuhan adalah makhluk hidup yang mempunyai ciri sebagaimana makhluk hidup lainnya. Salah satu ciri tumbuhan adalah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bumbu, serta untuk kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK DR. IR. PANGESTI NUGRAHANI, M.SI. MORPHOGENENSIS Proses pembentukan bagian-bagian tanaman (tunas, kalus, akar)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci