ORANG AMBON DALAM DINAMIKA SEJARAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ORANG AMBON DALAM DINAMIKA SEJARAH"

Transkripsi

1 Bab Empat ORANG AMBON DALAM DINAMIKA SEJARAH Pengantar Untuk mengkonstruksikan orang Ambon dalam dinamika sejarah secara objektif, banyak dibantu oleh hasil-hasil karya dari Z.J. Manusama, Rijali, R.Z. Leirissa, Paramita R. Abdurachman, G.E. Rumphius. F.L. Cooley dan Ziwar Effendi yang pernah melakukan penelitian di Maluku Tengah [khususnya yang berkaitan dengan aspek sejarah]. Di samping itu, tuturan sejarah dari tokoh-tokoh masyarakat juga menjadi penting dalam menggambarkan realitas social tersebut. Catatan sejarah yang dikemukakan di sini bukanlah hasil dari suatu penelitian mengenai sumber sejarah. Diasumsikan bahwa otensitas data sejarah yang dikemukakan oleh para penulis asing tersebut di atas tidak diragukan lagi. Kritik ekstern untuk melihat otensitas data sejarah sudah dibuat oleh beberapa penulis tersebut di atas ikut memperkuat asumsi di atas. Akan tetapi, nampaknya kritik intern dilihat dari sosiologi pengetahuan perlu diberikan sedikit. Karena catatan sejarah yang dikumpulkan di sini terutama dibuat dalam rangka memberikan latar belakang dinamika sosial kehidupan orang Ambon, maka seleksi terhadap berbagai informasi yang diperoleh dilakukan juga diwarnai oleh kebutuhan ini. Oleh sebab itu, beberapa catatan sejarah ikut dimasukkan di sini, sekalipun secara substansial belum ada kepastian hubungannya dengan proses reintegrasi sosial, hanya penulis menduga bahwa hubungan itu ada, karena ada kecenderungan kearah itu. 41

2 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Catatan Sejarah: Kontak dengan Dunia Luar Tahun 1475 sampai tahun 1675 telah terjadi beberapa peristiwa yang membawa pengaruh-pengaruh besar dari luar, pengaruh-pengaruh tersebut sangat menggoncang serta mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang luas dalam kehidupan masyarakat-masyarakat kecil di pulau Ambon dan kepulauan Lease. Cooley [1962] mencatat bahwa ada 2 (dua) dorongan atau motif utama yang menjadi penyebab, yakni: rempah-rempah yang sangat digemari dan dibutuhkan oleh orang-orang luar 1, serta agama-agama yang didatangkan dari luar Maluku. Menurutnya, dalam mengejar dorongan-dorongan utama tersebut, banyak motif tambahan menampakkan diri pula, seperti politik kekuasaan, keunggulan militer, perkembangan pendidikan dan lainnya. Kontak dengan Kesultanan Ternate dan Tidore Hasil penelitian Cooley [1962] di Alang sebuah Desa di pulau Ambon menunjukkan bahwa, pengaruh penting yang pertama adalah agama Islam yang datang ke Maluku Tengah sebagian besar dari Maluku Utara. Kurang lebih tahun 1480 kekuasaan kesultanan Ternate dan Tidore meluas ke selatan dengan membawa agama Islam ke negerinegeri di pesisir utara pulau-pulau di Maluku Tengah. Proses pengislaman itu berlangsung sampai pertengahan abad ketujuhbelas, walaupun secara lebih pelan-pelan setelah kedatangan Portugis dan Belanda yang membawa agama Kristen. Dengan demikian, proses pengislaman tidak dapat diselesaikan dan berhenti. Menurut Cooley [1962] tidaklah mudah untuk memberikan dokumentasi yang lengkap mengenai proses pengislaman yang terjadi serta akibat-akibatnya, namun ada beberapa perubahan sosial-kultural yang terjadi disebabkan masuknya agama Islam, yakni praktik pemotongan kepala [kepala manusia] guna memenuhi kewajiban-kewajiban adat pada saat perkawinan dan pembangunan-pembangunan tertentu telah dilarang oleh pihak Islam dengan segala konsekuensi perubahan yang nampak dalam bidang adat, misalnya tuntutan penyerahan harta kawin sebagai ganti penyerahan kepala 1 Lihat, R.Z. Leirissa Tiga Pengertian Istilah Maluku Dalam Sejarah. dalam Bungan Rampai Sejarah Maluku. Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional LIPI, Jakarta,

3 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial manusia dari pihak pengantin laki-laki kepada orang tua pengantin perempuan. Cooley mencatat bahwa dalam bidang kekerabatan, ada bukti-bukti tertentu bahwa di Ambon, Lease dan Seram sebelum kedatangan pengaruh-pengaruh dari luar, sistem kekerabatan disusun berdasarkan garis keibuan (matrilineal), kemudian mengalami perubahan hingga sekarang penduduk yang mendiami seluruh pulau Ambon, Lease dan Seram mengikuti garis kebapaan (patrilineal). Perubahan ini mungkin saja adalah akibat pengaruh dari luar, khususnya agama Islam yang kemudian diperkuat oleh agama Kristen dan kebudayaan Eropa yang semuanya menganut secara tegas garis kebapaan dalam sistem kekerabatannya. Tentu saja, perpindahan dari agama suku ke agama Islam telah membawa perubahan-perubahan lain juga, terutama dalam lembaga-lembaga keagamaan, tetapi juga dalam lembaga lain seperti ekonomi rakyat, nilai-nilai dan sebagainya. Kontak dengan Portugis Sebelum proses Islamisasi itu dapat terselesaikan, telah muncul kekuasaan Portugis di Ambon pada permulaan abad ke-enam belas. Menurut Paramitha R Abduerachman [1972], kekuasaan tersebut telah berlangsung dari tahun 1512 sampai dengan 1605, lebih dari sembilan puluh tahun lamanya dan menampakkan pengaruhnya terutama dalam bidang perdagangan rempah-rempah yang dibarengi dengan penyebaran agama Kristen, terutama misi Katolik kepada penduduk asli. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa sebelum datang ke pulau Ambon, semula pusat operasi Portugis di Maluku Utara, namun setelah hubungannya dengan Sultan Ternate mulai memburuk [kurang lebih tahun 1570], maka dipindahkannya ke Maluku Tengah. Dalam perkembangan lebih lanjut, terjadilah konflik antara Maluku Utara [kesultanan Ternate] melawan Portugis di Ambon, dan perbedaan agama merupakan salah satu penyebab utama sehingga ribuan orang Kristen telah menjadi korban. Paramita R. Abdoerachman [1972] menyatakan bahwa hal ini disebabkan antara lain, oleh karena untuk mengembangkan dan melindungi usaha-usaha Portugis dalam bidang perdagangan dan keagamaan, maka Portugis tidak segan-segan menggunakan siasat serta kekuasaan politik militer. Ia mencatat ada dua hal 43

4 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku penting yang perlu dijelaskan; pertama, usaha-usaha misi Katolik terutama yang dilakukan oleh Pr. Fransiskus Xaverius pada tahun 1546, maka agama Kristen Katolik telah diterima oleh sebagian dari penduduk di Ambon-Lease [Muller-Kruger,1959] 2, yang berarti agama suku atau agama asli diganti dengan agama Kristen dengan segala implikasi dan konsekwensi lain dari kebudayaan asli itu. Pada hal dalam kebudayaan asli, agama merupakan unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan dari adat, bahasa, dan lain segi dari kebudayaan; kedua, untuk memudahkan kepentingan perdagangan dan terutama pengawasan, Portugis menempuh kebijakan untuk menurunkan penduduk asli di pulau Ambon dan Lease dari negeri-negeri lama [tempat tinggal pertama yang letaknya di pegunungan] ke tempat-tempat baru di pesisir pantai. Proses perpindahan ini, ternyata membawa perubahan sosial yang sangat luas dan penting, terutama dalam susunan masyarakat. Dari perspektif sosiologis, kebijakan perpindahan tersebut dapat digambarkan sebagai realitas yang amat radikal, karena telah menggoncangkan manusia Ambon dan meninggalkan pengalaman-pengalaman dalam kejiwaan mereka. Demikian pula dalam interaksi sehari-hari antara orang-orang Portugis dengan orang Ambon dalam berbagai konteks hubungan sosial, telah membawa perubahan sebagai konsekuensi dari pemasukan unsur-unsur kebudayaan Portuguis ke dalam kebudayaan Ambon, misalnya nama-nama dari beberapa mata rumah 3. Sekalipun kehadiran Portugis di Ambon khususnya dan Maluku pada umumnya kurang dari seratus tahun lamanya, dan diganti dengan kehadiran Belanda yang berlangsung jauh lebih lama, namun persentuhan kebudayaan Ambon dan kebudayaan Portugis telah mengakibatkan perobahan dan perkembangan yang cukup mendalam dan abadi sifatnya. Menurut Paramitha R Abdoerachman [1972] bahwa, karena 2 Muller-Kruger, Th., Sedjarah Gereja di Indonesia. Jakarta, hal.26. Muller mencatat bahwa dari laporan yang disampaikan oleh Pater Marta hingga puncak kekuasaan Portugis di Maluku, jumlah orang Kristen di Ambon kurang lebih orang. Bandingkan dengan catatan dari sumber yang sama dari Paramitha R. Abdoerachman [1972]. 3 Mata rumah tersebut seperti: de Fretes, de Costa, de Lima, Gomis, Gasperz dan lainnya. Hal ini nampak juga dalam beberapa istilah dalam bahasa melayu Ambon yang dipergunakan sehari-hari seperti banku, jendela, kampong, kartu, lampu, dan lainnya. 44

5 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial itu tidak sedikit orang Portugis yang kawin dengan gadis Ambon dan dengan demikian muncullah suatu golongan Portugis-Mestizo yang menjadi pembawa kebudayaan Portugis di Maluku. Kontak dengan Belanda Pada abad tujuhbelas ditandai dengan kedatangan Belanda di Maluku. Menurut R Z Leirissa [1972] bahwa kedatangan Belanda adalah untuk mendapatkan monopoli perdagangan cengkih di Maluku Tengah antara tahun 1615 dan 1652, bukan bidang keagamaan [Kristen] yang dipentingkan melainkan bidang perdagangan, seperti yang dilakukan oleh misi Katolik sebelumnya. Belanda segera mulai memperluas kekuasaannya atas dasar-dasar yang telah diletakkan oleh Portugis dalam bidang perdagangan, politik dan militer. Menurut C.P.F Luhulima [1971], di dalam waktu tujuh puluh tahun [ ] Belanda berhasil mempertahankan suatu tujuan politik-ekonomi yang juga dikejar Portugis tanpa berhasil, yakni menguasai secara mutlak perdagangan rempah-rempah. Untuk mencapai tujuan utama tersebut guna memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari daerah Maluku, Belanda tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: pertama, pusat produksi rempah-rempah terutama cengkih dipindahkannya dari Maluku Utara 4 ke Maluku Tengah yang lebih gampang dikontrol dan dipertahankan secara geografis dan politik; kedua, dalam rangka kebijakan politik-ekonomi yang sama, maka proses penurunan negerinegeri dari gunung ke pesisir pantai diselesaikan, kecuali dibeberapa negeri di jazirah Leitimor [pulau Ambon] yang tinggal di pegununganpegunungan sampai sekarang. Proses perpindahan tersebut telah menyebabkan perubahan agama dari kepercayaan asli masuk agama Kristen, dan perubahan dalam adat-istiadat karena erat hubungannya dengan tempat [wilayah] dan kepercayaan asli. Cooley [1962] menyatakan bahwa kiranya tidak berkelebihan kalau masa itu digambarkan sebagai suatu periode di mana masyarakat-masyarakat 4 Di Maluku Utara, Belanda menghadapi saingan dalam perdagangan menghadapi Inggeris dan Spanyol serta perlawanan gigih dari penduduk asli dan pemimpinpemimpin mereka. 45

6 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku negeri di Maluku Tengah mengalami kegoncangan yang besar sebagai akibat penurunan dari pegunungan ke pesisir pantai tersebut; ketiga, politik Belanda mengadakan hongitochten-nya guna mendirikan dan mempertahankan kekuasaannya yang mutlak atas rempah-rempah. Hongitochten ini tidak lain daripada ekspedisi-ekspedisi perang atau operasi pembersihan [extirpasi] terhadap mereka yang tidak mentaati peraturan Belanda yang mengharuskan supaya produksi rempahrempah dijual kepada companie saja. Kebijakan politik Belanda yang berlaku saat itu adalah setiap tahun negeri-negeri harus menyediakan sekian banyak kora-kora [perahu perang] lengkap dengan tenaga pendayung untuk membentuk pasukan yang dipimpin oleh Gubernur di Ambon dan dipergunakan untuk memukul negeri-negeri yang menjual rempah-rempah kepada Inggeris dan pihak-pihak lain. Apabila dijumpai masyarakat yang melanggar aturan maka kebun-kebun cengkih dan pala miliknya dirusakkan dan para pelanggar diusir atau dibunuh. Akibat dari pada hongitochten terhadap kehidupan negerinegeri di Maluku Tengah adalah tidak begitu disenangi oleh mereka yang terpaksa turut. Anak-anak negeri yang pergi tidak semuanya kembali. Ada yang gugur, ada yang hilang dan ada yang melarikan diri. Sistem Pemerintahan Dari berbagai sumber sejarah, diketahui bahwa jauh sebelum masuknya budaya dan agama Islam serta masuknya budaya Barat yang membawa agama Kristen pada abad limabelas dan enambelas, di Maluku sudah ada kesatuan-kesatuan masyarakat dengan stuktur dan pemerintahan yang teratur. Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa wilayah kebudayaan yang meliputi pulau-pulau, Seram, Buru, Ambon dan Lease memiliki ciri yang menonjol yakni setiap negeri adalah wilayah otonom yang dikepalai oleh seorang raja atau upu latu sebagai primus inter pares. Wilayah ini dinamakan oleh Huliselan [2009] sebagai wilayah budaya raja-raja. Menurut Z.J. Manusama [1973] bahwa setelah terjadinya migrasi orang-orang dari Seram ke pulau Ambon dan Lease, maka dengan susah payah oleh nenek-moyang orang Ambon telah dibentuk 46

7 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial masyarakat-masyarakat kecil yang baru di pegunungan-pegunungan pulau Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Masyarakat-masyarakat kecil tersebut sangat sederhana terdiri dari beberapa keluarga saja yang menduduki suatu tempat tertentu. Kelompok kecil ini dikepalai oleh seorang upu atau latu. Dia diakui kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi oleh karena kekuatan yang unggul, baik dalam perang maupun dalam charisma. Dia dibantu dalam urusan pertahanan oleh seorang yang disebut malessi [panglima pasukan] dan dalam urusan keagamaan dibantu oleh seorang maweng [imam-dukun] yang mengurus segala hal yang berhubungan dengan dunia yang tak kelihatan itu. Oleh karena kebanyakan penduduk asli yang mendiami pulau Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut datang dari pulau Seram, maka pola-pola kemasyarakatan dan kebudayaan yang berkembang sangat mirip dengan apa yang terdapat di Seram Barat dan Selatan. Itu lah sebabnya mengapa sampai sekarang pulau Seram disebut oleh orang Ambon sebagai Nusa Ina [pulau Ibu] dan dianggap sumber pokok daripada baik manusia Maluku maupun pola-pola dasar dari masyarakat dan kebudayaannya [Cooley, 1962]. Lama-kelamaan karena perkembangan dari dalam [kedatangan banyaknya orang serta peperangan antara kelompok-kelompok pendatang baru dan penduduk yang sudah ada] suatu proses pertumbuhan dan perubahan terjadi di mana masyarakat-masyarakat kecil tersebut bertambah besar atau bergabung satu dengan yang lain sehingga terbentuklah satuan-satuan yang lebih besar yang disebut aman. Salah seorang di antara para upu muncul sebagai yang terkuat dan terpandai; dan dialah yang menjadi latu [yang berkuasa]. Upu-upu lain diberi atau memperoleh jabatan sebagai Soa. Soa adalah bagian dari masyarakat negeri [hena] yang lebih besar, yang terdiri dari beberapa rumahtau [mata rumah] yaitu golongan kekerabatan [darah] yang mengikuti garis keturunan kebapaan. Masing-masing Soa diwakili dalam berbagai bidang fungsional oleh malessi, maweng dan pejabat-pejabat lain. Inilah susunan masyarakat pokok yang terdapat pada masa lalu di pulau Ambon dan Saparua, termasuk Haruku dan Nusalaut [Cooley, 1962]. 47

8 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Cooley [1962] mencatat bahwa akibat pengaruh-pengaruh yang datang dari luar [Maluku Utara, khususnya] dan mungkin dari pulau Jawa dan Irian Jaya, telah berkembang masyarakat-masyarakat yang lebih majemuk lagi, yang di pulau Ambon di sebut Uli [artinya, suatu kelompok aman menjadi satuan pemerintahan dan kemasyarakatan] yang dalam urusan-urusan umum dipimpin oleh seorang Upulatu [yang kemudian disebut raja] dan dalam urusan-urusan perang dipimpin oleh seorang Kapitan [gelaran mana mencerminkan pengaruh dari Jawa dan Portugis], dibantu oleh pemimpin dari masing-masing aman yang secara umum disebut orang kaya. Di kepulauan Lease, ulisiwa dan ulilima lazim disebut patasiwa dan patalima [pata artinya bagian]. Pengelompokan Masyarakat Menurut Huliselan [2009], jauh sebelum masuknya budaya dan agama Islam serta masuknya budaya Barat yang membawa agama Kristen pada abad limabelas dan enambelas, di Maluku sudah ada kesatuan-kesatuan masyarakat dengan struktur dan pemerintahan yang teratur. Lebih lanjut dikatakan Huliselan bahwa, setiap wilayah kebudayaan terdiri dari berbagai sub-etnik dengan beraneka ragam budaya yang hampir sama sampai dengan memiliki karakteristik tersendiri. Sub-sub etnik membentuk struktur dan sistem pengelompokan masyarakat yang berbeda satu dengan lain baik di dalam wilayah kebudayaan itu sendiri, maupun antar wilayah kebudayaan. Misalnya di Pulau Seram terdapat tiga kelompok besar yaitu: (1) Kelompok orang-orang Seram Timur; (2) Kelompok Alune di Seram Barat dan Seram Tengah; dan (3) Kelompok Wemale di Seram Tengah. Kemudian kelompokkelompok ini menyebar mendiami kepulauan Lease, Ambon dan Buru. Kelompok Alune juga disebut sebagai Pata Alune dan kelompok Wemale disebut Pata Wemale. Pata Alune kemudian menyatakan diri sebagai patasiwa yaitu satu persekutuan adat bagi orang-orang yang memiliki adat yang sama, dan Pata Wemale menyatakan diri sebagai patalima yaitu satu persekutuan adat bagi orang-orang yang memiliki adat yang sama pula. Atau dapat dikatakan bahwa, masing-masing menganut kepercayaan [adat] sendiri-sendiri dalam bermasyarakat maupun berhubungan dengan Alam dan Tuhannya. 48

9 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial Perbedaan antara kedua persekutuan ini sangat jelas kelihatan dalam sistem penamaan kelompok masyarakat di wilayah adat Seram, Ambon dan di pulau Lease. Dalam persekutuan patasiwa, kelompok yang terkecil dinamakan Luma Tau atau Mata Ruma, satu atau beberapa mata ruma membentuk satu uku dan paling banyak sembilan uku membentuk satu aman (Kampung atau Negeri) dan semua aman berada dalam satu persekutuan, yaitu Patasiwa atau Uli Siwa [untuk pulau Ambon dan pulau Lease]. Sebaliknya dalam persekutuan Pata Lima kelompok yang terkecil dinamakan Mata Ruma atau Luma Tau dan paling banyak lima membentuk satu uku; beberapa uku dan paling banyak lima uku membentuk satu Hena (Kampung atau Negri). Aman dan Uli berada dalam satu persekutuan yang disebut Patalima dan Uli Lima [untuk pulau Ambon dan pulau Lease]. Pola-pola pengelompokan di atas memperlihatkan adanya perbedaan antara budaya Seram, Lease dan Ambon dengan budaya masyarakat kepulauan lainnya di Maluku. Bagi orang-orang Ambon, pembedaan telah dibangun pada tingkat kelompok yang lebih rendah yaitu aman dan hena. Aman berasal dari kata ama yang berarti Ayah dan hena berasal dari kata ina yang berarti Ibu. Itu berarti pata siwa mengklasifikasikan diri mereka sebagai Laki-laki dan pata lima sebagai Perempuan. Pembedaan ini kemudian mempunyai pengaruh yang luas terhadap berbagai segi kehidupan masyarakatnya pada tingkat aman dan hena. Jika ditelusuri secara saksama, maka dapat dikatakan bahwa kelompok patasiwa dan patalima tersebut menganut pandangan hidup monodualistis [Huliselan, 2009] yang mengganggap bahwa suatu kesempurnaan adalah hasil dari dua yang berbeda. Hal ini nyata dari bagaimana mereka memandang kosmosnya. Orang-orang patasiwa dan patalima membagi kosmologi mereka atas dua bagian besar yaitu Langit dan Bumi (Tanah). Langit disapa sebagai Upu Lanite (Tuan atau Tuhan Langit) dan Bumi atau Tanah sebagai Ina Ume (Ibu atau Tuhan Bumi/ Tanah). Klasifikasi Langit dan Tanah atau Laki-laki dan Perempuan telah menjadi dasar klasifikasi terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan dan religi mereka. Gunung (laki-laki) 49

10 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku versus pantai (perempuan); Lautan (laki-laki) versus dataran (perempuan) dan lainnya. Dengan demikian patasiwa dan aman adalah laki-laki serta patalima dan hena adalah perempuan. Dualistis oposisi seperti ini memberikan pengertian bahwa bukan Siwa [Siuw] atau Lima [Lim] yang menentukan jenis kelaminnya, tetapi nilai perempuan dan laki-laki dari fisik manusia telah diambil sebagai satu sistem nilai budaya dalam mengklasifikasi masyarakat dan dunianya dan ini telah dipakai sebagai pedoman hidup para pendukungnya. Perempuan dan laki-laki adalah dua unsur yang berbeda tetapi satu membutuhkan yang lain, satu tergantung pada yang lain dan satu tidak bisa hidup tanpa yang lain, dengan demikian yang satu tidak bisa eksis didunia tanpa yang lain. Perpaduan keduanya adalah suatu kesempurnaan. Dalam kepercayaan asli dapat diketahui bahwa terbentuknya dunia dan lahirnya manusia adalah hasil pertemuan antara dua unsur yaitu langit [yang laki-laki] dan bumi [yang perempuan]. Pandangan ini mengandung nilai bahwa perbedaan menjamin adanya keseimbangan kosmos, karena satu membutuhkan yang lain dan satu tergantung kepada yang lain. Oleh karena itu, maka untuk mencapai keseimbangan kosmos perlu adanya keharmonisan hubungan atau relasi antar dua yang berbeda [langit dan tanah atau laki-laki dan perempuan]. Patasiwa membutuhkan patalima. Dengan demikian, kebudayaan yang tumbuh dalam masyarakat kedua persekutuan ini adalah kebudayaan yang saling menjaga keseimbangan hubungan antar keduanya. Artinya dalam nilai budaya yang dikandung oleh kedua persekutuan ini, tidak ada nilai-nilai yang satu harus menguasai atau menundukan yang lain atau yang satu harus menghancurkan yang lain, karena itu dapat merusak keseimbangan kosmos. Dalam menjaga tatanan keseimbangan tersebut dapat dilihat dari konsep dan nilai pembentukan uku dan hena atau aman yang didirikan atas tiga pilar utama yaitu berdasarkan teori yang sama, leluhur yang sama dan memiliki religi yang sama. Artinya orang-orang yang mendiami satu uku dan hena atau aman mengaku bahwa mereka berasal dari tanah yang sama dan sekaligus memilikinya, berasal dari leluhur 50

11 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial yang sama sekaligus pelindungnya dan mendukung kepercayaan atau adat istiadat yang sama sekaligus melaksanakannya. Oleh karena itu didalam satu hena atau aman tidak boleh didiami oleh orang yang berbeda Pata. Masing-masing mempunyai teritori sendiri, leluhur sendiri dan adat-istiadat sendiri. Orang akan tersinggung kalau tanahnya diambil, orang akan tersinggung kalau leluhurnya di hina dan orang akan tersinggung kalau adatnya direndahkan atau dilanggar. Sesuai dengan pandangan dan sistem nilai yang dianut maka segala pelaksanaan adat yang berdampak pada kekerasan satu kepada yang lain harus dilihat dalam teritori tatanan nilai budaya patasiwa dan patalima. Segala kekerasan dalam pemenuhan tuntutan adat seperti mengayau tidak bisa dilihat sebagai konflik antar keduanya. Patasiwa harus mengayau pada patalima dan sebaliknya tidak bisa dilihat sebagai satu konflik parmanen dalam pengertian moderen. Keduanya saling membutuhkan dalam menunaikan adat mereka. Pelanggaran atas tanah milik juga tidak bisa mendorong orang untuk saling menghancurkan atau menundukan atau menguasai karena satu membutuhkan yang lain dalam pemenuhan adat yang lebih tinggi yaitu mangayau. Patasiwa tidak mungkin mengayau dalam dirinya sendiri [yaitu orang sesama patasiwa] demikian pula sebaliknya. Karena itu, untuk keperluan tersebut perlu ada orang lain yang sanggup memberi atau menyediakan kelengkapan adat. Di sinilah letak keseimbangan itu. Dalam perjalanan kehidupan mereka, ternyata nilai-nilai budaya patasiwa dan patalima tidak mampu bertahan atas gempuran nilai-nilai baru yang datang melalui kekerasan dan paksaan. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai-nilai budaya satu masyarakat dapat mengalami perubahan apabila pendukungnya dipaksa melalui kekerasan untuk menganut nilai baru. Nilai baru yang dimaksud disini adalah nilai kekuasaan dan penaklukan atas kelompok yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan sejarah yang dialami oleh kelompok patasiwa dan patalima. Pada abad empatbelas ketika bangsa Arab mendatangi Maluku melalui Cina untuk berdagang rempah-rempah. Bersama dengan itu mereka juga menyebar agama Islam dan berhasil mengislamkan kelompok patalima, sebaliknya kelompok patasiwa pada umumnya 51

12 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku berdiam di pegunungan dan tetap pada kepercayaan aslinya. Ini menunjukkan bahwa nilai adanya perbedaan ingin tetap dipertahankan dalam kehidupan bersama kedua kelompok. Di sini tidak ada pemaksaan atau kekerasan yang digunakan dalam penyebaran agama islam. Seiring dengan itu muncul kekuatan baru yaitu kesultanan Ternate dan Tidore yang ingin memperluas kekuasaan dan pengaruhnya di wilayah patasiwa dan patalima. Kalau kelompok persekutuan patasiwa dan patalima merupakan satu persekutuan adat yang tidak memiliki seorang pemimpin sebagai satu kesatuan politik dan tidak memiliki ambisi perluasan kekuasaan dan pengaruh satu terhadap yang lain, ini berbeda dengan kesultanan sebagai satu kesatuan politik dengan ambisi penaklukan dan perluasan wilayah kekuasaan. Kedatangan kedua kesultanan ini telah merubah berbagai sistem nilai dalam kebudayaan orang-orang patasiwa dan patalima. Patalima bersekutu dengan kesultanan Ternate yang mengembangkan agama Islam dan untuk tetap mempertahankan perbedaan maka patasiwa bersekutu dengan kesultanan Tidore dengan tetap mempertahankan kepercayaan aslinya. Tanpa sadar kedua kelompok ini telah masuk dalam satu sistem nilai baru yang berbeda dengan yang mereka anut selama ini yaitu nilai menguasai, ingin menaklukkan, ingin berkuasa sendiri, dan ingin memiliki kosmos sendiri dalam arti tidak ingin berbagi dengan orang lain. Keseimbangan kosmos yang dijaga selama ini melalui penegakan adat, lenyap. Dengan nilai-nilai baru yang diadopsi dari Ternate dan Tidore, terjadilah perang terbuka di antara keduanya yang dimotori oleh kesultanan Ternate dan Tidore. Satu berupaya menghancurkan yang lain, satu berusaha merebut teritorial yang lain dan satu memaksakan kepercayaan kepada yang lain, Peperangan atau permusuhan yang muncul bukan lagi di antara dua belahan yang berbeda yang selalu diikat oleh adat untuk menjaga keseimbangan kosmos, tetapi di antara dua belahan yang masing-masing ingin menguasai kosmos untuk dirinya sendiri, olehnya harus ditaklukkan bahkan bila perlu dimusnahkan. Elemen langit dan tanah; elemen laki-laki dan perempuan sebagai nilai dasar pembentukan bumi dan manusia tidak lagi menjadi bagian 52

13 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial dalam tatanan nilai kedua kelompok. Dengan lenyapnya nilai menjaga keseimbangan dan keharmonisan kosmos maka bersamaan dengan itu pula lenyaplah pengaruh kelompok tengah sebagai katup pengaman antara keduanya. Kedatangan bangsa Portogis pada abad enambelas di Maluku disamping untuk berdagang rempah-rempah juga untuk menyiarkan agama Kristen Katolik. Pada tahun 1512 ketika Fransisco Serrao tiba di Maluku [Hitu], sementara terjadi peperangan antara orang-orang Ternate dan Hitu, melawan orang-orang Seram dan Tidore [peperangan antara patasiwa dan patalima saat itu telah berjalan lebih dari serátus tahun] [R.Z. Leirissa,1972]. Walaupun pada kenyataannya Ternate sudah menguasai sebagian besar daerah, tetapi untuk menguasai secara mutlak mereka [Orang Ternate dan Hitu] meminta bantuan Portogis untuk memerangi musuh mereka dan ini berhasil. Persekutuan ini ternyata karena usaha monopoli rempah-rempah dan penyiaran agama Kristen Katolik oleh Portogis. Portogis bersekutu dengan patasiwa yang kemudian memeluk agama Kristen Katolik. Dua kelompok baru lahir yaitu Patalima dan Ternate yang memeluk agama Islam di satu pihak dan Patasiwa dan Portogis yang memeluk agama Kristen Katholik yang saling menguasai dan menghancurkan [perang antara keduanya berlangsung dari tahun ]. Pada saat inilah identitas berdasarkan Agama Islam dan Kristen mulai dipakai sebagai pembeda juga pemaksaan untuk menganutnya. Peperangan sengit di antara kedua kelompok berjalan sampai abad tujuhbelas dengan kedatangan bangsa Belanda yang tujuan utamanya adalah berdagang rempah-rempah, namun dibalik itu sekaligus juga menyiarkan agama Kristen Protestan. Belanda membantu Ternate dan Patalima melawan Portugis dan Patasiwa. Kekalahan Portugis mendorong Belanda untuk menguasai perdagangan rempahrempah. Untuk itu maka persekutuan dengan Ternate dan Patalima hancur dan terjadi peperangan antara Belanda melawan Ternate dan Patalima. Belanda dibantu oleh Patasiwa dan akhirnya mereka [Belanda] menguasai Maluku [Cooley, 1962]. 53

14 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Pada masa yang penuh kekacauan mulai dari masuknya pengaruh Ternate dan Tidore, kemudian disusul oleh Portugis dan Belanda, telah mengacaukan tatanan budaya masyarakat Maluku. Konsep hidup harmonis dalam perbedaan demi menjaga keseimbangan kosmos hilang, diganti dengan kekerasan, permusuhan dan penaklukkan. Akibatnya, nilai-nilai budaya patasiwa dan patalima tidak mampu bertahan lagi. Karena kekerasan dan pemaksaan maka terjadilah orang dipaksa untuk mengganti Pata dan Agama [kepercayaan] sehingga patasiwa dan patalima tidak dapat dipakai lagi sebagai identitas utama kelompok. Aman dan hena yang berlokasi di pegunungan [perbukitan] dipaksa turun membuat permukiman di pesisir pantai dan berganti nama menjadi negeri. Struktur Kekerabatan Orang Ambon Perjalanan sejarah masyarakat Seram, Ambon dan Lease memperlihatkan bahwa nilai-nilai budaya mereka beratus-ratus tahun sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya asing yang tentu sebagiannya telah diambil alih menjadi miliknya. Nilai budaya yang hilang justeru nilai yang sangat pokok dan hakiki bagi masyarakat yang beragam yaitu nilai hidup berdampingan secara bersama dalam satu kosmos. Peperangan demi peperangan, permusuhan demi permusuhan, dan kehidupan saling membunuh yang berjalan kurang lebih 300 tahun [mulai kedatangan Ternate, Tidore sampai dengan abad pertama dan kedua penjajahan Belanda] merupakan abad-abad kegelapan. Olehnya uraian pada bagian ini lebih dititik-beratkan pada orangorang Ambon untuk lebih memahami berbagai perubahan nilai dan perbedaan yang muncul akibat masa kegelapan itu. Adanya permusuhan yang disertai dengan penyiaran agama telah menjadi dasar pembentukan kelompok dan kesatuan hidup bagi orang-orang Ambon. Bukan saja agama telah dipakai sebagai identitas, tetapi juga untuk membuat segregasi antar Negeri. Hena atau Negeri yang merupakan kelompok teritorial, geneologis dan religius tetap bertahan. Itu berarti bahwa masyarakat satu negeri memiliki teritori yang sama, berasal dari 54

15 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial leluhur yang sama dan memeluk agama yang sama [Islam atau Kristen]. Di sinilah terjadi segregasi atas dasar agama. Masyarakat yang mendiami satu Negeri adalah hanya mereka yang memeluk satu agama [Islam atau Kristen). Mereka yang berbeda agama walaupun berasal dari satu mata rumah dari negeri itu, harus berpindah mendiami negeri yang ada anggotanya menganut agama lain dari mayoritas penduduk dan dapat bermukim di negerinya tetepi pada lokasi lain yang ditentukan. Masa-masa kegelapan di Ambon, dan Lease [termasuk Seram] yang membuat masyarakat menderita dan memecah masyarakat seluma tau [mata rumah] dan masyarakat se Aman, Hena [negeri], ternyata telah menyadarkan para pemimpin [tua-tua Adat] untuk mengenal jati diri mereka melalui pengenalan kembali nilai-nilai budayanya. Pengenalan diri kembali ini ternyata telah melahirkan ikatan-ikatan baru yang didasarkan atas persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong lintas agama. Para tua adat mulai mencari lagi kerabat-kerabat mereka yang terpisah oleh karena perbedaan agama atau akibat peperangan untuk kembali menjalin hubungan persaudaraan. Bersamaan dengan itu, tumbuh ikatan-ikatan persaudaraan yang didasarkan pada nilai tolong-menolong antar sesama. Ini semua lahir sebagai upaya peredam konflik dan keinginan untuk hidup berdampingan secara damai. Ikatan-ikatan baru tersebut dikenal dengan nama Pela, Bongso, Adi-Kakak dan Gandong, yang lahir sebagai upaya peredaan ketegangan dan penghentian kekerasan antar sesama anak negeri sebagai upaya mengharmoniskan kembali kosmos, ketika nilai-nilai budaya patasiwa dan patalima tidak mampu dipakai lagi untuk satu kehidupan yang seimbang dalam kosmos. Apa makna nilai dari ikatan-ikatan baru ini bagi kehidupan kebersamaan? Bongso [bungsu], adalah satu istilah [term] kekerabatan yang menunjukkan status seseorang sebagai anak bungsu atau adik bungsu dalam satu keluarga batih. Anak atau adik dalam keluarga di Seram, Ambon dan Lease adalah sosok yang disayangi. Masyarakat dua 55

16 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku negeri atau lebih yang terikat dalam ikatan bongso saling menyapa satu dengan yang lain sebagai bongso. Makna yang terkandung dalam ikatan ini adalah saling menyayangi dan melindungi, layaknya orang tua kepada anak bungsunya atau kakak terhadap adik bungsunya; Gandong [sekandung], adalah satu istilah [term] kekerabatan yang digunakan untuk menyatakan hubungan persaudaraan antar anakanak yang lahir dan berasal dari satu kandungan (rahin Ibu). Ada perbedaan jelas antara saudara sekandung dan bukan. Dalam adat [Seram, Ambon dan Lease] relasi antara saudara sekandung lebih erat dari relasi antar saudara yang bukan sekandung. Hubungan antar saudara sekandung sangat erat dan selalu dalam suasana saling menyayangi, saling melindungi dan saling tolong-menolong. Negeri-negeri yang terkait dalam ikatan gandong, akan saling menyapa gandong satu pada yang lain apabila bertemu; Adi-Kaka [Adik-Kakak], adalah satu istilah [term] kekerabatan yang digunakan oleh orang Seram, Ambon dan Lease untuk menjelaskan hubungan atau relasi antara dua orang atau lebih yang berkerabat baik dalam satu keluarga luas maupun keluarga batih dari garis Ibu maupun Ayah, di mana yang lebih tua dianggap sebagai Kakak dan sebaliknya Adik. Hubungan adi-kakak antara dua negeri merupakan hubungan kerabat [ikatan kerabat] yang saling menghormati dan menjaga, yang tua [kakak] kepada yang lebih muda [adik] dan sebaliknya disertai hubungan tolong-menolong antar kedua negeri. Anggota masyarakat negeri yang dianggap sebagai kaka akan menyapa adi kepada anggota masyarakat negeri yang dianggap sebagai adik dan sebaliknya; Pela, adalah sejenis ikatan persaudaraan antar individu, individu dengan kelompok atau antar kelompok. Pengertian pela sebagai persaudaraan lebih luas cakupannya dari bongso, Adi-Kaka dan Gandong, karena dia meliwati batas-batas kekerabatan atau hubungan geneologis. Pela dapat terjadi antara dua negeri atau lebih. Negeri-negeri yang terikat dalam ikatan pela berada dalam 56

17 Orang Ambon dalam Dinamika Sosial ikatan saling membantu, dan masyarakatnya saling menyapa pela satu pada yang lainnya. Dari uraian di atas terlihat bahwa ada dua nilai persaudaraan yang dibangun dalam kebudayaan Seram, Ambon dan Lease oleh pendukungnya untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan di antara mereka dan ingin hidup bersama sebagai orang bersaudara. Bongso, Gandong dan Adi-Kaka adalah ikatan berdasarkan hubungan geneologis. Ikatan ini mengingatkan kita pada ikatan Aman dan Hena yang telah hancur itu. Ikatan Pela adalah ikatan persaudaraan yang lebih luas mencakup kelompok-kelompok yang tidak memiliki hubungan geneologis. Dalam konteks ini yang diharapkan adalah ketenteraman, kedamaian dan keharmonisan hidup walaupun mereka berbeda. Bongso, Gandong, Adi-Kaka dan Pela ternyata telah mampu meredam nilai-nilai perbedaan, pertentangan dan permusuhan dan membangkitkan lagi nilai-nilai persaudaraan, keluarga, kebersamaan, persatuan, saling menghormati, saling menghargai, saling mengasihi, saling mempercayai, dan saling membantu. Hubungan ini ditegakan melalui nilai-nilai kekerabatan yang mengandung arti tidak mungkin anggota sekerabat [adik dan kakak, saudara sekandung] akan saling membunuh saling menghancurkan dan saling memerangi. Bagaimana nilai kerukunan ini telah diwujudkan dapat kita lihat dari nilai-nilai tolong-menolong untuk sama-sama membangun negeri melalui sumbangan tenaga maupun materi dari satu negeri pada negeri yang lain, misalnya dalam membangun Mesjid, Gereja, Baileu 5, dan lainnya. Dan lebih penting dari ini lagi bahwa ada rumah-rumah khusus yang disediakan negeri yang ber-pela kepada pela-nya yang beragama lain untuk menjalankan ibadah di rumah tersebut. Inilah nilai hidup bersama dan saling menghargai akan agama masing-masing yang amat tinggi nilainya yang tidak ada taranya. 5 Baileu adalah rumah adat yang dipergunakan masyarakat suatu negeri sebagai tempat dilakukan pertemuan dan pelaksanaan acara-acara adat. 57

18 Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku Kesimpulan Dinamika sejarah yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa masuknya para penjajah selain dengan tujuan untuk memperluas wilayah kekuasaan politik dan menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah [cengkih dan pala] di Maluku, sekaligus menyiarkan agama samawi mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang luar biasa dalam kehidupan orang Ambon. Orang Ambon mulai meninggalkan struktur sosial lama [pata, hena, uli] dan mulai menggunakan struktur baru [agama, negeri] dan lainnya. Saat itu lah, agama mulai dipakai sebagai pembeda antara orang Ambon satu dengan yang lainnya. Konflik antar kelompok yang terjadi kala itu, merupakan strategi yang diciptakan untuk mengamankan kepentingan politik kolonial. 58

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN. Bab Satu Pendahuluan Hela Rotan 1 Hela hela rotan e rotan e tifa jawa, jawa e babunyi Reff, rotan, rotan sudah putus sudah putus ujung dua, dua bakudapa e. Ciptaan: NN. Syair lagu di atas mengingatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27)

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) Kerajaan Ternate dan Tidore Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) 1 Letak Kerajaan Sejarah Berdirinya Keadaan Kerajaan Kerajaan Ternate dan Tidore

Lebih terperinci

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Bab Tiga Belas Kesimpulan Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri BAB I PENDAHULUAN Di Ambon salah satu bentuk kekerabatan bisa dilihat dalam tradisi Pela Gandong. Tradisi Pela Gandong merupakan budaya orang Ambon yang menggambarkan suatu hubungan kekerabatan atau persaudaraan

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

REINTEGRASI SOSIAL PASCA KONFLIK MALUKU. Soumokil Tontji

REINTEGRASI SOSIAL PASCA KONFLIK MALUKU. Soumokil Tontji REINTEGRASI SOSIAL PASCA KONFLIK MALUKU Soumokil Tontji Katalog Dalam Terbitan ( KDT ) 306.3 Sou Soumokil Tontji. r Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku / oleh Soumokil Tontji Salatiga: Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

DARI MALUKU UNTUK INDONESIA Membaca Ulang Kearifan Lokal Pela dan Gandong dalam Dinamika Kehidupan Nasional Indonesia.

DARI MALUKU UNTUK INDONESIA Membaca Ulang Kearifan Lokal Pela dan Gandong dalam Dinamika Kehidupan Nasional Indonesia. DARI MALUKU UNTUK INDONESIA Membaca Ulang Kearifan Lokal Pela dan Gandong dalam Dinamika Kehidupan Nasional Indonesia Johan Pattiasina Pengantar Setiap suku bangsa yang mendiami bumi memiliki tradisi dan

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

Orang Ambon dan Perubahan Kebudayaan 1

Orang Ambon dan Perubahan Kebudayaan 1 Orang Ambon dan Perubahan Kebudayaan 1 Jacob W. Ajawaila (Universitas Pattimura) Abstract The Ambonese is a community that underwent changes from time to time as a result of the influence of religion,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan dari generasi satu ke generasi yang lain (Keuning, 2005 : 59

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan dari generasi satu ke generasi yang lain (Keuning, 2005 : 59 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari manusia karena apa yang dilakukan oleh manusia adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri, sehingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Dasar Pemikiran : Hipotesis Pengarah Konflik menyebabkan keterpurukan dan cenderung mengarahkan masyarakat korban konflik kembali ke negeri asal sebagai bentuk jaminan keamanan

Lebih terperinci

Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku

Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku Bab Lima Dinamika Ruang-ruang Sosial Dua Komunitas Pra Konflik Maluku Pengantar Pada bagian ini, penulis akan menguraikan dinamika ruangruang sosial pra konflik [hingga tahun 1998] antara dua komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan agama Kristen masuk ke Indonesia memang panjang. Ada beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. Agama Kristen memang bukan agama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peran Cheng Ho dalam proses perkembangan agama Islam di Nusantara pada tahun 1405-1433 bisa dikatakan sebagai simbol dari arus baru teori masuknya agama Islam

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian Kode Pelajaran : SYK-P05 Pelajaran 05 - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS 13 BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS A. Geografi Kelurahan Terkul adalah kelurahan yang terletak di samping kota Batupanjang kecamatan Rupat, dengan status adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

EKSPANSI DAN MIGRASI Studi Kasus Negeri Besi Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku

EKSPANSI DAN MIGRASI Studi Kasus Negeri Besi Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku EKSPANSI DAN MIGRASI Studi Kasus Negeri Besi Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku Charles Y. Pesurnay (Program Pascasarjana Antropologi Sosiologi Universitas Pattimura) Abstrak Seram island is the largest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 Disusun Oleh : Kelompok 5 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 LATAR BELAKANG TOKOH PEMIMPIN KRONOLOGIS PETA KONSEP PERLAWANAN

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah

Lebih terperinci

Melayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51

Melayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51 Dr.Perret dari Paris mencatat; orang Melayu di pesisir Sumatera Timur menganggap dirinya berbudaya (civilized), sedang semua non Melayu dipandang sebagai orang yang tidak berpengetahuan, berperilaku kasar

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 28 TAHUN 2002 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan orang-orang Eropa pertama di kawasan Asia Tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam sejarah kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU Pluralisme adalah sebuah realitas sosial yang siapapun tidak mungkin memungkirinya, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA Dosen : Drs.Tahajudin Sudibyo N a m a : Argha Kristianto N I M : 11.11.4801 Kelompok : C Program Studi dan Jurusan : S1 TI SEKOLAH TINGGI TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Keunikan tersebut menjadi nilai tersendiri

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Manusia entah sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam lingkup kehidupannya. Manusia akan selalu berhadapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA 4.1. Pengantar Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus BAB VI KESIMPULAN Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus tema etika, dan moralitas agama

Lebih terperinci

Eksistensi Berbagai Sukubangsa di Seram-Maluku

Eksistensi Berbagai Sukubangsa di Seram-Maluku Bab Tiga Eksistensi Berbagai Sukubangsa di Seram-Maluku Bumi Seram di Maluku Pembahasan tentang eksistensi sukubangsa di Seram-Maluku dimaksudkan untuk menjelaskan tentang eksistensi Orang Bati atau Suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Sejarah Kecamatan Kuok Kuok adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sebelum dinamai Kecamatan Kuok, Kecamatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet

Lebih terperinci

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM (bentuk bentuk diferensi sosial agama) Nama : Febrinasari SMA : Mutiara, Natar Kata diferensiasi berasal dari bahasa Inggris different yang berarti berbeda. Sedangkan sosial

Lebih terperinci

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

Cover Page. The handle  holds various files of this Leiden University dissertation. Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20262 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Tulius, Juniator Title: Family stories : oral tradition, memories of the past,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya

Lebih terperinci