BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) A. Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP diatur dalam Bab XIX. Bab ini mengatur mengenai macam-macam pembunuhan melalui pasal-pasal yang berbeda-beda, begitu pula dengan hukuman yang diancamkan terhadap pelaku pembunuhan, berbeda pula jenis-jenisnya, sesuai dengan unsur-unsur perbuatan yang memenuhi dari tindakan pembunuhan tersebut. Diatas telah dijelaskan bahwa tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok ataupun yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan doodslag itu diatur dalam pasal 338 KUHP. Sesuai dengan rumusannya yang terdapat dalam bahasa Belanda ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 338 KUHP itu berbunyi: Hij die opzettelijk een ander van het leven berooft, wordt, als schuldig aan doodslag, gestraft met gevangenisstraft van ten hoogste vijftien jaren. 38 Atinya: Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Menurut R. Sugandhi, kejahatan ini disebut makar mati atau pembunuhan. 39 Dalam peristiwa ini diperlukan suatu perbuatan yang 38 Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hal

2 mengakibatkan kematian orang lain, dan kematian itu memang disengaja. Apabila kematian itu tidak dengan sengaja, tidak dikenakan pasal ini, yang mungkin dikenakan pasal 359 (karena kurang kehati-hatiannya, meyebabkan matinya orang lain) atau pasal 353 sub 3 (penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan matinya orang lain). Sehinga pembunuhan yang dilakukan menurut pasal 338 ini adalah salah satu pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Hal ini terlihat dari kalimat dengan sengaja yang menentukan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan adanaya niat dalam dari pelaku untuk melakukan pembunuhan. Untuk mengetahui secara jelas mengenai tindak pidana pembunuhan yang dimaksudkan oleh pasal 338 KUHP, sehingga dapat lebih mudah menjerat pelaku pembunuhan, apakah perbuatan yang dilakukan telah memenuhi rumusan sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal diatas, ataukah perbuatan pelaku memenuhi unsur lainnya. Oleh karena hal tersebut, maka dapat lah dirinci melaui unsur onyektif dan unsur subyektif yang memenuhi rumusan pasal 338, yaitu sebagai berikut: a. Unsur Obyektif 1) Perbuatan: menghilangkan nyawa (beroven het leven); Menurut Adami Cahazawi, dalam menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 40 Adanya wujud perbuatan; Adanya suatu kematian (orang lain/korban); 39 R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal Ibid, hal. 57.

3 Adanya hubungan sebab akibat. 2) Obyeknya: nyawa orang lain (het leven een tander). b. Unsur Subyektif: dengan sengaja (opzettelijk). Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikann, ialah pelaksanaan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku harus dalam rentang waktu yang tidak lama dengan terlaksananya perbuatan. Artinya bahwa, perbuatan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku tidak menimbulkan kehendak dalam batin dan pikirannya (adanya niat) untuk melakukan pembunuhan. Jika ternyata perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memiliki rentang waktu yang lama dan adanya niat dalam diri pelaku, maka perbuatan tersebut tidak dapat dapat dikategorikan kedalam pasal 338, melainkan telah memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan yang terdapat didalam pasal 340, mengenai pembunuhan berencana. Rumusan pasal 338 dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai menghilangkan nyawa orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil adalah suatu tindak pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu (akibat yang dilarang atau akibat konstitutuf/constitutief gevolg). 41 Untuk dapat terjadi atau timbulnya tindak pidana materiil secara sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada 41 Adami Chazawi, Op.Cit., hal

4 selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah telah menimbulkan akibat terlarang ataukah tidak menimbulkan akibat. 42 B. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Diatur dalam KUHP Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, oleh karena itu peninjauan bahan-bahan mengenai hukum pidana terutama dilakukan dari pertanggungjawban manusia tentang perbuatan yang dapat dihukum. 43 Jika seseorang melanggar peraturan pidana, maka akibatnya ialah bahwa orang itu dapat dipertanggungjawabkan tentang perbuatannya itu, sehingga ia dapat dikenakan hukuman (kecuali orang gila, dibawah umur dan sebagainya). 44 C.S.T Kansil menyebutkan bahwa tujuan hukum pidana itu memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu. Asas-asas dihubungkan satu sama lain, sehingga dimasukkan dalam satu sistem. Penyidikan secara demikian adalah dogmatis juridis. Selain hukum pidana dilihat sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu sosial, maka diselidiki sebab-sebab dari kejahatan dan dicari cara untuk memberantasnya. 45 Setiap tindak pidana kejahatan yang dilakukan di masyarakat diatur dalam hukum pidana, baik itu tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, perzinahan, pencurian, dan lain sebagainya. Menurut Van Hammel dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, 46 hukum pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan yang 42 Ibid, hal C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal Ibid. 45 Ibid. 46 Abul Khair dan M.Eka Putra, Pemidanaan, (Medan: USU Press, 2011), hal. 1.

5 dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde), yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut. Menurut Jan Remmeling, hukum pidana seharusnya ditujukan untuk menegakkan tertib di masyarakat hukum. Manusia satu persatu dalam masyarakat saling bergantung, kepentingan mereka dan relasi antar mereka ditentukan dan dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan tertib sosial ini untuk bagian besar sangat tergantung pada paksaan, jika norma tidak ditaati, akan muncul sanksi, kadangkala berbentuk informal, misalnya perlakuan acuh tak acuh dan kehilangan status atau pengahargaan sosial. Namun, hukum bila menyangkut hal yang lebih penting, sanksi (hukum), melalui tertib hukum negara yang melengkapi penataan sosial, dihaluskan, diperkuat, dan dikenakan pada pelanggar norma tersebut. 47 Menurut van Hammel dalam Andi Hamzah, bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah: Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak tidak melaksanakan niat buruknya; 2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana; 3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mngkin diperbaiki; 4. Tujuan satu-satunya adalah mempertahankan tata tertib hukum. 47 Ibid, hal, Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal

6 Untuk menjaga dan melindungi ketertiban di masyarakat, maka negara memiliki peran yang sangat besar, sehingga setiap perbuatan yang meyimpang dari masyarakat, negara wajib mengenakan sanksi pidana kepada anggota masyarakat tersebut. Dasar atau dalil bagi negara (pemerintah) untuk mengenakan sanksi pidana pada umumnya berupa nestapa atau penderiataan kepada anggota masyarakat yang melakukan tindak pidana, atau dengan kata lain apa yang menjadi dasar dibenarkannya negara (pemerintah) untuk menjatuhkan pidana, dapat diketahui dari beberapa titik tolak (dasar) pemikiran yaitu: Teori kedaulatan Tuhan Ajaran kedaulatan Tuhan misalnya dengan penganutnya yang sangat terkenal pada abad ke-19 Friedrich Julius Stahl, yang berpendapat bahwa negara merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia, yang memiliki kekuasaan penuh untuk meyelenggarkan ketertiban hukum di dunia. Para pelanggar hukum tetap terjamin; 2. Teori Perjanjian Masyarakat Teori perjanjian masyarakat mencoba menjawab pertanyaan tersebut diatas dengan mengemukakan otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak manusia itu sendiri yang menghendaki adanya kedamaian dan ketentraman masyarakat. Mereka berjanji akan mentaati segala ketentuan yang dibuat oleh negara dan di lain pihak bersedia pula untuk memperoleh hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggu ketertiban di dalam masyarakat. Mereka (masyarakat) telah memberikan 49 Abul Khair dan M. Eka Putra,Op.Cit., hal, 15.

7 kuasa kepada negara untuk menghukum seseorang yang melanggar ketertiban. Berdasarkan teori Ketuhanan dan teori perjanjian diatas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai tugas membuat suatu aturan hukum serta memiliki fungsi melindungi masyarakat dari segala kejahatan. Berwenangnya negara dalam membentuk suatu peraturan dikarenakan negara adalah wakil Tuhan di muka bumi ini, disamping itu negara telah menerima kuasa dari masyarakat untuk membuat aturan hukum yang menjaga ketertiban didalam masyarakat. A. Fuad Usfa dan Tongat mengemukakan fungsi atau tujuan hukum pidana menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut: Fungsi umum Fungsi umum dari hukum pidana ini berkaitan dengan fungsi hukum pada umumnya. Oleh karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum pada umumnya, maka fungsi hukum pidana (secara umum) juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Hukum hanya memperhatikan perbuatan yang sozialrelevant, artinya hukum hanya mengatur segala sesuatu yang bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada dasarnya tidak mengatur sikap bathin seseorang yang bersangkutan dengan tata susila. Sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat tercela, tetapi hukum pidana atau negara tidak turun tangan atau campur didalam hukum atau hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat. 50 A. Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004), hal. 5-6.

8 2. Fungsi yang Khusus Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya tampil tajam bila dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum yang lain. Kepentingan hukum ini baik berupa kepentingan hukum seseorang, suatu badan atau suatu masyarakat. Berdasarkan tujuan-tujuan hukum pidana yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa negara selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara sudah selayaknya untuk membuat dan menciptakan suatu keteraturan dalam bentuk hukum ataupu peraturan yang menjamin kehidupan bermasyarakat, berabangsa dan bernegara. Adanya aturan hukum tersebut harus dibuat semaksimal mungkin, menyeimbangkan antara keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sehingga masyarakat merasa terlindungi dan dapat melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya dengan nyaman, tenteram, dan damai. C. Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan yang Disengaja dalam KUHP Apabila melihat kedalam kitab undang-undang hukum pidana, maka akan sangat mudah dipahami bahwa maksud dan kehendak pembuat undang-undang dalam menetapkan kejahatan terhadap nyawa yang diatur pada buku II Bab XIX KUHP. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa yang diatur dalam 13 (tiga belas pasal). Antara pasal yang satu memiliki keterkaitan, tetapi berbeda dengan unsur-unsur tindak pidana

9 yang terkandung di setiap pasal, sehingga perbuatan seseorang dengan mudah dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan. Pengaturan-pengaturan mengenai ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang sebagaimana dimaksudkan di atas, kita juga dapat mengetahui bahwa pembentuk undang-undang telah bermaksud membuat perbedaan antara berbagai kejahatan yang dapat dilakukan orang terhadap nyawa orang dengan memberi kejahatan tersebut dalam lima jenis kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang, masing-masing sebagai berikut: 51 a. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dalam pengertiannya yang umum, tentang kejahatan mana pembentuk undangundang selanjutnya juga masih membuat perbedaan antara kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain yang tidak direncanakan lebih dahulu yang telah diberinya nama doodslag dengan kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan lebih dahulu yang disebutnya moord. Doodslag diatur dalam pasal 338 KUHP sedang moord diatur dalam pasal 340 KUHP; b. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya sendiri. Tentang kejahatan ini selanjutnya pembentuk undang-undang masih membuat perbedaan antara kesengajaan menghilangkan nyawa sesorang anak yang dilakukan ibunya sendiri yang dilakukan tanpa direncanakan lebih dahulu dengan kesengajaan menghilangkan nyawa seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya 51 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hal

10 sendiri yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu, jenis kejahatan yang disebutkan terlebih dahulu itu oleh pembentuk undang-undang telah disebut sebagai kinderdoodslag dan diatur dalam pasal 341 KUHP, adapun jenis kejahatan yang disebutkan kemudian adalah kindermoord dan diatur dalam pasal 342 KUHP; 52 c. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang atas permintaan, yang bersifat tegas dan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, yakni sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 344 KUHP; 53 d. Kejahatan berupa kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri atau membantu orang lain melakukan bunuh diri sebagaimana yang diatur dalam pasal 345 KUHP; e. Kejahatan berupa kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita atau menyebabkan anak yang berada dalam kandungan meninggal dunia. Pengguguran kandungan itu oleh pembentuk undang-undang tealh disebut dengan kata afdrijving. Mengenai kejahatan ini selanjutnya pembentuk undang-undang membuat perbedaan antara beberapa jenis afdrijving yang dipandang dapat terjadi didalam praktik, masing-masing yaitu sebagai berikut: 54 1) Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan atas permintaan wanita yang mengandung, seperti yang diatur dalam pasal 346 KUHP; 52 Ibid, hal Ibid. 54 Ibid.

11 2) Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan orang tanpa mendapatkann izin lebih dahulu dari wanita yang mengandung seperti yang telah diatur dalam pasal 347 KUHP; 3) Kesengajaan mengugurkan kandungan yang dilakukan dengan mendapatkan izin lebih dahulu dari wanita mengandung seperti yang telah diatur dalam pasal 348 KUHP; 4) Kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita yang pelaksanaannya dibantu oleh seorang dokter, seorang bidan, atau seorang peramu obat-obatan, yakni seperti yang diatur dalam pasal 349 KUHP. D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana Pembunhan dalam KUHP 1. Unsur-Unsur Tindak Pidana Ketika menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka akan dijumpai suatu perbuatan atau tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala

12 sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. 55 Adapun unsur-unsur subjektif tindak pidana adalah sebagai berikut: a. Kesengajaan (dolus) atau ketidak sengajaan (culpa); b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan (pogging) seperti yang terdapat dalam pasal 53 ayat (1) KUHP; c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan di mana tindakantindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. 56 Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah: a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid; b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; dan 55 P.A.F. Lamintang,.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm Ibid.

13 c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. Setelah merumuskan unsur subjektif dan unsur objektif, maka perlu pula dilihat unsur tindak pidana yang terdapat dalm suatu delik atau rumusan pidana. Menurut Simons, unsur tindak pidana meliputi: 57 a. Diancam dengan pidana oleh hukum; b. Bertentangan dengan hukum; c. Dilakukan oleh orang yang bersalah; dan d. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya 2. Unsur Pembunuhan dalam KUHP Tindak pidana pembunuh dalam hukum Indonesia diatur secara umum didalam kitab undang-undang hukum pidana. Pengaturan tindak pidana pembunuhan dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia terdapat dalam Bab XIX, yang membahas mengenai kejahatan terhadap nyawa. Pada bab ini, kejahatan terhadap nyawa diatur dalam pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP. Kejahatan terhadap nyawa diatur sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan. Menurut Adami Chazawi, Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 (dua) dasar, yaitu: 58 a. Atas dasar unsur kesalahannya 57 Andi Hamzah, Op.Cit., hal Adami cahzawi, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 55.

14 Atas dasar kesalahannya dibedakan pula menjadi 2 (dua) bagian, adapun 2 (dua) bagian tersebut yaitu: 1) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus midrijiven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP, kejahatan ini biasanya dilakukan dengan adanya niat, perncanaan dan adanya waktu yang cukup untuk melakukan pembunuhan; 2) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak sengaja (culpose midrijen), dimuat dalam Bab XXI (khusus pasal 359), biasannya kejahatan ini dilakukan tidak diiringi dengan niat, perencanaan, dan waktu yang cukup memadai dalam melakukan suatu perbuatan. b. Atas dasar obyeknya (nyawa). Kejahatan terhadap nayawa atas dasar objeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 (tiga) macam, yakni: 1) Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, di muat dalam pasal 338, 339, 340, 344, dan 345; 2) Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam pasal :341, 342, dan 343; 3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348 dan 349.

15 Tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX, merupakan tindak pembunuhan yang dilakukan dengan keengajaan, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan harus memenuhi unsur kesengajaan yang terdapat dalam diri pelaku tindak pidana pembunuhan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, kesengajaan itu harus mengandung 3 (tiga) unsur tindakan pidana, yaitu: 59 1) perbuatan yang dilarang; 2) akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan 3) bahwa perbuatan itu melanggar hukum. Setelah mengetahui unsur-unsur kesengajaan dalam tindak pidana pembunuhan, maka perlu pula diketahu imacam-macam perbuatan kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, terdapat 3 (tiga) macam kesengajaan, yaitu: 60 1) kesengajaan yang bersifat tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als oogmerk); Terdapat dua teori yang saling bertentangan dalam menilai unsur kesengajaan bersifat tujuan, yaitu: a) teori kehendak (wilstheorie) dan b) teori bayangan (voorstellingstheorie) Teori kehendak menganggap keengajaan (opzet) ada apabila perbuatan dan akibat suatu tindakan pidana dikehendaki oleh sipelaku. Sedangkan teori bayangan menganggap kesengjaan dan apabila si 59 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Rarifa Aditama 2003), hal Ibid.

16 pelaku pada waktu mulai melakuian perbuatan ada bayangan yang terang bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai, maka dari itu menyusuaikan perbuatannya dengan akibat itu; 61 2) Kesengajaan Secara Keinsyafan Kepastian (Opzet Bij Zekerheids- Bewustzijn) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar daridilict, tepi ia tahu dan sadari benar bahwa akibat itu pasti mengkitui perbuatan itu. Dan apabila itu terjadi, maka menurut teori kehendak (wisltheorie) menganggap akibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, karena itu ada kesengajaan. Sedangkan menurut teori bayangan (voorstelling-theorie) akibat itu bukan kehendak pelaku tetapi bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat itu pasti terjadi, maka juga ada kesengajaan; 3) Kesengajaan secara Keinsyafan Kemungkinan (0pzet Bijmogelijkheids -bewustzijn) Bedanya dengan kesengajaan tujuan dan kesenjngaan keinsyafan kepastian, kesenjangaan keinsyafan kemungkinan pelaku yang membayangkan kemungkinan belaka. Menurut Van Dijk dan Pompe yang dikutip oleh Wirjono Prodjidokoro bahwa dengan hanya ada 61 Ibid, hal. 67.

17 keinsyafan kemungkinan, tidak ada kesengajaan, tetapi hanya mungkin ada culpa, atau kurang berhati-hati. 62 E. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan dalam Delik Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Menurut Adami Chazawi Stelsel pemidanaan merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi tentang hukum pidana, batas-batas penjatuhan pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan dimana menjalankannya, begitu juga mengenai pengurangan, penambahan dan pengecualian penjatuhan pidana. 63 Disamping itu, hukum penitensier juga berisi tentang sistem tindakan (maatragel stelsel). Dalam usaha negara mempertahankan dan menyelenggarakan ketertiban, melindunginya dari perkosaan-perkosaan terhadap kepentingan hukum, secara represif disamping diberi hak dan kekuasaan menjatuhkan pidana, negara juga diberi hak untuk menjatuhkan tindakan. 64 Menurut Sudarto dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikapkan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). 65 Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence hal Ibid, hal Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 64 Ibid. 65 Abul Khair dan Moh. Eka Putra, Op.Cit., hal. 7.

18 conditionally atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat. 66 Jerome Hall dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut: Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup; 2. Ia memaksa dengan kekerasan; 3. Ia diberikan atas nama negara; ia diotorisasikan; Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentuannya yang diekspresikan di dalam putusan; 5. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika; dan 6. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diringankan dengan melihat personalitasm (kepribadian) sipelanggar, motif dan dorongannya. KUHP telah mengatur bentuk sanksi atau ancaman hukuman yang diterapkan terhadap pelaku kejahatan. Rincian mengenai penjatuha pidana diatur dalam pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana 66 Ibid. 67 Ibid, hal Diotorisasikan adalah pelimpahan kewenangan secara penuh kepada negara sebagai organisasi tertinggi untuk membuat suatu peraturan atau hukum untuk menjalan tugas dan fungsi negara dalam melindungi masyarakat yang telah mengikatkan diri kepada negara tersebut dalam melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya, sehingga terciptalah masyarakat yang tenteram, damai dan sejahtera.

19 tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari pidana pencabutan hak-hak tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu, dan pidana pengumuman keputusan hakim. Secara khusus, pembahasan dalam tulisan ini adalah mengenai hukuman atau sanksi yang diterapkan dalam pasal 338 KUHP, yaitu mengenai tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodsalg). Pasal 338 telah menyebutkan bahwa, hukuman atas tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang dilakukan adalah dipidana paling lama 15 tahun penjara. Sebenarnya tidaklah tepat kalau dikatakan hal tersebut sebagai hukuman, melainkan suatu ancaman hukuman. Hukuman merupakan vonis dari hakim yang diterima si pelaku atas kesalahannya yang telah incracht, sedangkan ancaman hukuman adalah suatu ancaman yang ditujukan kepada setiap manusia berdasarkan bunyi pasal undang-undang. Menurut P.A.F Lamintang dalam Dwijaya Priyatno, mengemukakan pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut didalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang dilakukan pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut. 69 Pidana penjara berdasarkan pasal 10 KUHP merupakan salah satu pidana pokok. Pidana penjara merupakan pidana penjara berdasarkan pasal 12 ayat (1) 69 Dwija Priyatno, Sistem Pelaksanaan Penjara di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 71.

20 terbagi dua, 70 yaitu pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara sementara waktu. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu (pasal 12 KUHP). pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun bertutut-turrut (pasal 12 ayat (2) KUHP). Berdasarkan hal tersebut dalam tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, bahwa sanksi hukuman yang diterapkan adalah pidana penjara dalam waku tertentu, yaitu dengan ancaman maksimal selama lima belas tahun penjara, sedangkan ancaman minimalnya dibatasi dengan paling pendek selama satu hari. 70 Pasal 12 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa, pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 1. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan. 55 BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

1. PERCOBAAN (POGING)

1. PERCOBAAN (POGING) Hukum Pidana Lanjutan Rabu, 25 Mei 2016 Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Poging, Deelneming,Residive, dan Pasal Tindak Pidana dalam KUHP Pembicara : 1. Sastro Gunawan Sibarani (2009) 2. Sarah Claudia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum 1. Pengertian Pembunuhan Kata pembunuhan berasal dari kata dasar bunuh yang mendapat awalan pe- dan akhiran an yang mengandung makna mematikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF 40 BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Orang Tuanya Menurut Hukum Pidana Positif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENYEBABKAN KEMATIAN PADA JANIN DALAM KUHP

BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENYEBABKAN KEMATIAN PADA JANIN DALAM KUHP BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENYEBABKAN KEMATIAN PADA JANIN DALAM KUHP A. Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Ibu Hamil Yang Mengakibatkan Kematian Janin Tindak pidana penganiayaan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh: Ahmad Rifki Maulana NPM : 12100082 Kata Kunci : Pembunuhan berencana, pembuktian, hambatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 PERCOBAAN SEBAGAI ALASAN DIPERINGANKANNYA PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh: Meril Tiameledau 2 ABSTRAK Penelitiahn ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari 9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERBARENGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BERDASARKAN PASAL 340 KUHP 1 Oleh: Azalea Zahra Baidlowi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS A. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian

BAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perpektif dalam hukum pidana apabila seseorang yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan pidana dan tidak ada alasan penghapusan pidana, maka tetap dijatuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP 123 BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

Lebih terperinci

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana 1. Tindak Pidana Menyuruhlakukan Dalam Pasal 55 KUHP a. Yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 29 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tindak Pidana 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana pada dasarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit. Strafbaar dalam Bahasa Belanda berarti

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang merupakan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terlebih dahulu diuraikan pengertian Berdasarkan literatur hukum pidana

BAB II LANDASAN TEORI. terlebih dahulu diuraikan pengertian Berdasarkan literatur hukum pidana BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Sebelum menguraikan pengertian tindak pidana pembunuhan, maka terlebih dahulu diuraikan pengertian Berdasarkan literatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindak pidana jumlahnya makin meningkat adalah pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus pembunuhan pada tahun 2010 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan Dosen Pembimbing: Rd. Muhammad Ikhsan, S.H., M.H. Pengarang: Jansen Joshua (02011381621364) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 2017/2018 Kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Kriminologis 1. Pengertian Kriminologi Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan mana yang dianggap tidak baik. Namun, masih saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan 1 PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN Ahmad Afandi /D 101 10 440 Abstrack Hutan merupakan kekayaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale delicht), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB II KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA BAB II KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Sejarah Hukum Tentang Tindak Pidana Membuat Dan Mengedarkan Benda Semacam Mata Uang Atau

Lebih terperinci

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK Penelitian ini berjudul Motif Pelaku Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

Lebih terperinci

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351-358 KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B 111 09 315, Program Studi Hukum Pidana, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin. Menyusun skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dibuat dengan tujuan untuk menjaga ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum telah menjadi bagian

Lebih terperinci