Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Ir. BUDAYA NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Ir. BUDAYA NIP"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat, nikmat dan hidayah-nya maka laporan pekerjaan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini telah menjadi ancaman terhadap kondisi lingkungan hidup terutama di wilayah pesisir dan memberikan dampak pada aspek sosial, ekonomi bahkan aspek keamanan dan pertahanan suatu negara. Sektor kelautan dan perikanan yang merupakan sektor dengan potensi sumber pendapatan ekonomi yang tinggi sangat bergantung dan rentan terhadap perubahan iklim. Secara konseptual, penguatan spirit (etos) yang mengilhami pembangunan pedesaan yang bertumpu pada kekuatan dan potensi desa, meliputi kelembagaan, sosial budaya, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah suatu spirit gerakan baru yang disebut Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang bertumpu pada potensi warga desa pesisir sebagai koreksi atas pendekatan bottom up. Program PDPT ini sejalan dan mendukung kebijakan pembangunan nasional yaitu pro growth (pro pertumbuhan), pro poor (pro kemiskinan) dan pro job (pro penciptaan lapangan kerja). Program PDPT merupakan sebuah gerakan pembangunan desa-desa pesisir yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, pelayanan prasarana dan sarana sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam proses keputusan secara partisipatif, serta kesiapsiagaan terhadap bencana dan ii

3 perubahan iklim. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya PDPT fokus pada lima aspek, yaitu Bina Manusia, Bina Usaha, Bina Sumberdaya, Bina Lingkungan dan Bina Siaga Bencana. Kabupaten Pinrang sebagai salah satu kabupaten pesisir di Sulawesi Selatan memiliki beberapa kecamatan yang berada di wilayah pesisir dengan sejarah dan budaya masyarakat yang kaya dengan khazanah kehidupan pesisir dan laut. Secara antropologis, pola pikir, ekonomi dan perilaku sosial budaya masyarakat Pinrang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan pesisir dan laut. Sebagai daerah pesisir, corak budaya dan kegiatan perekonomian Kabupaten Pinrang banyak di pengaruhi oleh kondisi pesisir, baik dalam bentuk mata pencaharian maupun adat istiadat. Akibatnya pengeloaan sumberdaya alam laut juga semakin besar, kondisi tersebut semakin diperparah dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam tanpa disertai aktifitas konservasi menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan, baik permasalahan ekologi, budaya, kelembagaan dan perekonomian. Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang adalah wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap berbagai persoalan-persoalan wilayah pesisir. Sehubungan dengan hal tersebut, yang perlu dilakukan dalam pengembangan desa pesisir adalah dengan mengaplikasikan kegiatan Pengembangan Desa Pesisir Mattiro Tasi Tangguh. Desa Mattiro Tasi dipilih sebagai lokasi implementasi PDPT karena beberapa alasan, antara lain tingkat kerentanan yang tinggi terhadap erosi (DKP, 2008), merupakan sentra perikanan (memiliki TPI), kondisi lingkungan permukimannya kumuh, penduduknya relatif miskin, terjadi degradasi lingkungan pesisir, tingkat pelayanan dasar rendah, serta mendukung prioritas Renstra KKP. Data dan informasi ini dibutuhkan untuk mengenali wilayah secara utuh dari segala aspek. Pengenalan terhadap wilayah ini merupakan dasar bagi tersusunnya perencanaan yang mampu mewadahi berbagai kepentingan dan mengarahkan perkembangannya. iii

4 Harapan kami, Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang ini kiranya dapat memberi manfaat bagi masyarakat pesisir, pemerintah daerah, dan masyarakat pedesaan di wilayah pesisir serta para pihak terkait dalam mendukung upaya rencana pengembangan Desa Mattiro Tasi secara khususnya dan desa yang berwilayah pesisir secara umum. Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, komitmen dan kerja keras dalam penyusunan Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi ini dan menyukseskan program PDPT secara keseluruhan, kami menyampaikan ucapan terimakasih. Semoga dokumen Laporan pekerjaan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang ini bermanfaat bagi Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Pinrang Propinsi Sulawesi Selatan dalam mengisi pembangunan. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Ir. BUDAYA NIP iv

5 DAFTAR ISI Sampul... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i ii v viii x Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup... 4 Bab 2 Gambaran Umum Wilayah 2.1 Deskripsi Umum Sejarah Desa Mattiro Tasi Letak Geografis dan Administrasi Topografi dan Penggunaan Lahan Sosial Ekonomi Dampak Perubahan Iklim di Desa Mattiro Tasi v

6 2.3 Permasalahan Bab 3 Metode Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi Kerangka Perencanaan Fokus Pendekatan Unit Analisis Alur Proses Bab 4 Keterkaitan Dengan Rencana Lain Bab 5 Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi 5.1 Fokus Spirit Perencanaan Perencanaan Pengembangan Desa Mattiro Tasi Perencanaan Program Bina Manusia dan Kelembagaan Perencanaan Program Bina Usaha dan Sumbernya Perencanaan Program Bina Lingkungan dan Infrastruktur Perencanaan Program Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Bab Pemantauan dan Evaluasi.1 Konsep dan Definisi Pemantauan dan Evaluasi Rantai Pemantauan dan Evaluasi vi

7 .3 Pengukuran Kinerja....4 Evaluasi Substansi Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi Lampiran vii

8 DAFTAR GAMBAR 2.1 Peta Administrasi Desa Mattiro Tasi Areal Persawahan Areal Pertambakan di Desa Mattiro Tasi Pustu Sebagai Sarana Kesehatan Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan Kegiatan Pertanian di Desa Mattiro Tasi Kegiatan Ibu-ibu Nelayan di Pesisir Genangan Air Akibat Pasang Tinggi Genangan Air Dipemukiman Abrasi di Pesisir Pantai Pendangkalan di Muara Sungai Genangan Air Dipemukiman Genangan Air Dipemukiman Kerangka Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi Kec. Mattiro Sompe, Pinrang Sulsel Alur Proses Kegiatan di Desa Mattiro Tasi, Kec. Mattiro Sompe Alur Keterkaitan Rencana Pembangunan Desa Basis Nilai Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh Kerangka Kerja Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh Tujuan Pemantauan dan Evaluasi (diadopsi dari UNDP, 2002 dalam Adrianto, 2005) Rantai Proses Pemantauan dan Evaluasi Pentingnya Pendekatan Indikator Dalam Pengukuran Kinerja Konsepsi kerangka kerja (framework) Driving force-pressure-state-impact-response (DPSIR)... viii

9 dan indikator dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir, dari proses identifikasi issu hingga monitoring dan evaluasi dalam upaya penyempurnaan secara terus-menerus (continued improvement) (UNESCO, 2003; AIDEnvironement et al. 2004; IOC 2005) ix

10 DAFTAR TABEL 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Uraian Lima Bina Program Sebagai Fokus Perencanaan Desa Mattiro Tasi Wakil Institusi Sosial Dalam Penyusunan Perencanaan Pengembangan Desa Mattiro Tasi Uraian 5 (lima) Bina Program Sebagai Fokus Perencanaan Desa Mattiro Tasi Matriks Keterkaitan Antara Spirit Dalam Focus Perencanaan Program di Desa Mattiro Tasi x

11 Bab 4. KETERKAITAN DENGAN RENCANA LAIN Tingkatan (hierarki) pemerintahan merupakan salah satu pertimbangan dalam penyusunan RPJP Daerah. Sesuai dengan arahan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, diatur ketentuan mengenai RPJP Daerah Provinsi yang mengacu pada RPJP Nasional, RPJP Daerah Kabupaten/Kota mengacu pada RPJP Daerah Provinsi. Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Bupati Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun 200 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD dan Peraturan Desa Mattiro Tasi Kecamatan Mattiro Sompe Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menenga Desa (RPJM Desa) Tahun Dengan demikian diharapkan dapat terwujud keselarasan dan konsistensi gerak langkah dan pencapaian pembangunan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota seperti yang tertera pada gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1 Alur keterkaitan rencana pengembangan desa Dokumen Rencana Pengembangan 2

12 Melihat kondisi masyarakat Desa Mattiro Tasi saat ini, permasalahan dan tantangan yang dihadapi di masa depan, serta dengan memperhitungkan faktor strategis dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat, pemangku kepentingan, serta pemerintah daerah, maka dalam pelaksanaan pemerintah dan pembangunan untuk periode , dicanangkan Visi Pembangunan Desa Mattiro Tasi sebagai berikut : Terwujudnya Masyarakat Desa Mattiro Tasi yang Maju dan Makmur didukung oleh Pertanian yang Unggul dan Sarana Prasarana Aspek Kehidupan yang Memadai Untuk mencapai Visi tersebut diatas maka Misi Pembangunan Desa Mattiro Tasi sebagai berikut : 1. Meningkatkan iman dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa 2. Meningkatkan hasil pertanian dan peternakan 3. Meningkatkan kualiatas sumber daya manusia (SDM disegala bidang) 4. Mengikut sertakan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan 5. Meningkatkan pendapatan masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Desa ini dibagi menjadi 4 kelompok yang membahas Potensi dan Masalah dari Profil Desa, Penentuan Peringkat Masalah, Pengkajian Tindakan Pemecahan Masalah, Penentuan Peringkat Tindakan dan Rencana Pengembangan Desa yang dibagi menjadi 4 (empat) aspek Bina yaitu Bina Manusia dan Kelembagaan, Bina Usaha dan Sumberdaya, Bina Lingkungan dan Infrastruktur, dan Bina Siaga Bencana Dokumen Rencana Strategis 27

13 Bab 5. RENCANA PENGEMBANGAN DESA MATTIRO TASI 5.1. Fokus Fokus perencanaan meliputi 5 (lima) aspek bina program, yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan dan infrastruktur, serta bina siaga bencana dan perubahan iklim. Kelima aspek ini merupakan cerminan dari aktivitas yang dijalankan untuk menuju ketangguhan dan kesejahteraan desa pesisir. Adapun uraian dimaksud dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1. Uraian 5 (lima) Bina Program sebagai Fokus Perencanaan Desa Mattiro Tasi. Bina Program Uraian 1. Manusia Peningkatan kapasitas organisasi dan kelompok, baik formal maupun informal Memperluas dan meningkatkan kerjasama untuk efisiensi Memperbaiki budaya kerja, gotong royong, tanggung jawab, disiplin, dan hemat Menghilangkan sifat negatif, boros, konsumtif Dokumen Rencana Pengembangan 2

14 Bina Program Uraian Penyediaan fasilitas pendukung usaha wisata Penyediaan sarana produksi perikanan yang 2. Usaha terjangkau masyarakat Peningkatan pendapatan desa melalui penyewaan genset 3. Bina Sumberdaya Menghijaukan kawasan wisata Memperlancar akses di dalam kawasan objek wisata Penyediaan fasilitas pendukung usaha wisata 4. Lingkungan dan Sanitasi lingkungan dan penyediaan MCK bagi Infrastruktur masyarakat dan pengunjung Penyediaan fasilitas drainase saluran pembuangan Penyediaan fasilitas drainase dan duikker Penanggulangan banjir 5. Siaga Bencana dan Perubahan Iklim 5.2 Spirit Perencanaan Spirit perencanaan desa pesisir merupakan sistem nilai yang dijadikan sebagai panduan para pemangku kepentingan untuk menyelenggaran pembangunan desa pesisir yang tangguh. Spirit ini merupakan koridor yang mengarahkan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan, yakni desa pesisir sejahtera dan tangguh terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Dokumen Rencana Strategis 30

15 Adapun basis nilai yang dimaksud, terdiri dari: kemandirian, keberlanjutan, keberdaulatan, dan kesejahteraan. Adapun makna dari spirit tersebut, sebagai berikut: 1. Kemandirian, adalah upaya warga agar tidak tergantung ide/gagasan yang tidak bersumber dari kebutuhan dan realitas yang dihadapi warga. Hal ini dimaksudkan agar tumbuhnya kreativitas menciptakan peluang dan menjalankan usaha yang sesuai dengan prinsip kebutuhan yang dirasakan oleh warga. Tentunya usaha yang dijalankan bersumber dari sumberdaya alam lokal. Selain itu, kemandirian dalam kaitannya dengan bencana alam dan perubahan iklim adalah upaya untuk menciptakan kesadaran mengantisipasi dan mencegah terjadinya bencana alam dan perubahan iklim; 2. Keberlanjutan, adalah sikap kemandirian warga yang terus konsisten untuk menjaga keberlanjutan memanfaatkan sumberdaya alam lokal untuk kegiatan usaha. Tentunya keberlanjutan ini terkait dengan dukungan dari institusi internal maupun eksternal. Selain itu, keberlanjutan dimaknai upaya untuk terus menerus menjaga lingkungan dan infrastruktur yang ada. Juga konsistensi dalam hal antisipasi dan pencegahan bencana dan perubahan iklim; 3. Keberdaulatan, adalah kemampuan warga untuk mencukupi kebutuhan hidup tanpa ketergantungan dari pihak luar untuk mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimliki, sehingga keberlanjutan usaha dapat terjaga untuk meningkatkan kekuatan ekonomi warga. Selain itu, keberdaulatan dalam hal lingkungan dan Dokumen Rencana Strategis 31

16 infrastruktur adalah kemampuan warga untuk terus menjaga lingkungannya sehingga terciptanya kesadaran penuh akan problem bencana alam dan perubahan iklim; dan 4. Kesejahteraan, adalah kemampuan warga untuk mencukupi kebutuhan baik secara psikologi maupun ekonomi. Pihak luar diharapkan sebagai stimulan untuk mewujudkan kesejahteraan yang dimiliki warga. Gambar 5.1. Basis Nilai Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh. Dokumen Rencana Strategis 32

17 Berdasarkan kelima spirit di atas, jika dihubungkan dengan fokus perencanaan program di Desa Mattiro Tasi, maka teridentifikasi makna dan realitas, serta bentuk aktivitas yang menggambarkan irisan antar spirit dan fokus perencanaan program di Desa Mattiro Tasi. Adapun matrik keterkaitan antara spirit dan fokus perencanaan program dapat di lihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Matriks Keterkaitan antara Spirit dan Fokus Perencanaan Program di Desa Mattiro Tasi. Kemandirian Spirit Makna Realitas Aktivitas Manusia Tidak tergantung ide/gagasan Masih ada warga/kel.warga yg masih tergantung Dukungan lembaga internal dan ekternal Pelatihan untuk memb. Kapasitas kemandirian warga/kel.warga Usaha Kreatif menciptakan peluang dan menjalankan usaha Sudah ada, meski dukungan inter.&eks. belum optimal Akses pemasaran Akses modal Penguatan skill warga/kel.usaha Bencana Sumberdaya Sadar potensi sumberdaya, shg perlu reorientasi pengelolaan, pemanfaatan dan lainlain Optimalisasi keberadaan sumberdaya yang masih kurang Penyadaran melalui advokasi Pelatihan produktif Lingkungan dan Infrastruktur Sadar dan mandiri menjaga dan membersihkan lingkungan Kemandirian memb.sarana&prasar ana desa Sudah ada, meski masih terbatas Belum ditemukan keswadayaan memb. infrastruktur Operasi bersih Keswadayaan memb. infrastruktur Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Kesadaran untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya bencana dan perubahan iklmi Sudah ada kesadaran warga Membangun kesadaran warga Pembentukan kelembagaan yang kuat Dokumen Rencana Strategis 33

18 Spirit Makna Keberlanjutan Realitas Aktivitas Manusia Sikap kemandirian yang terus konsisten. Masih ditemukan ketergantungan warga terhadap bantuan Tindak lanjut dari setiap proses pelatihan berupa pendampingan sampai benar-benar mereka bias melakukannya sendiri. Usaha Keberlanjutan dalam soal usaha yang telah digeluti. Keberlanjutan terkait dukungan dari institusi internal dan eksternal soal modal hingga pemasaran. Keberlanjutan usaha khusus untuk usaha yang berisfat pribadi. Namun tidak untuk usaha kelompok Membuka akses modal; Membuka akses pasar Bencana Sumberdaya Kemampuan masyarakat untuk terus-menerus (sustainable) dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Ketersediaan tergantung pada kondisi alam (musim/cuaca). Ketergantungan yang begitu besar terhadap laut membuat potensi sumberdaya lainnya kurang dilirik. Mengelola peluang yang ada terkait sumberdaya non laut Lingkungan dan Infrastruktur Upaya untuk terusmenerus menjaga lingkungan dan infrastruktur yang ada. Sudah ada kesadaran untuk menghargai lingkungan Beberapa aktivitas terkait dgn bina ini berjalan dengan baik Mempertahankan kesadaran warga akan lingkungan Pembangunan infstruktur yang rusak Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Kesadaran yang terus berkelanjutan dalam soal antisipasi dan pencegahan bencana dan perubahan iklim. Terdapat orang atau kelompok yang dapat menggerakkan dan mengarahkan Penguatan kapasitas warga terkait kesiapsiagaan Dokumen Rencana Pengembangan 34

19 Spirit Makna Keberdaulatan Realitas Aktivitas Manusia Manusia yang telah mampu secara paripurna mencukupi kebutuhan hidup tanpa ketergantungan terhadap pelatihan atau pendampingan. Masih ditemukan ketergantungan Dukungan penguatan internal manusianya dan dukungan kuat dari system yang telah ada. Usaha Kemampuan menjalankan aktifitas usaha tanpa lagi memiliki ketergantungan dari pihak luar. Masih tergantung dengan kondisi eksternal Upaya penyadaran dan pendampingan masyarakat mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Bencana Sumberdaya Kemampuan mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimiliki. Terbatas pada potensi SDP (tangkap & pariwisata) Memfasilitas masyarakat agar mampu mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimilikinya. Lingkungan dan Infrastruktur Memiliki kesadaran penuh terhadap lingkungan dan pembangunan infrastruktur. Minimnya kemampuan membangun infstruktur Kedasaran akan lingkungan yang tinggi Kesadaran dalam diri juga adanya dukungan dari kelembagaan Desa Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Adanya kesadaran penuh akan problem bencana dan perubahan iklim Sudah ada aksi untuk antisipasi Sikap ketangguhan mencegah terjadinya bencana dan perubahan iklim. Dokumen Rencana Pengembangan 35

20 Spirit Makna Kesejahteraan Realitas Aktivitas Manusia Manusia yang mampu mencukupi kebutuhannya baik secara psikologi (kepuasan) maupun ekonomi. Masih banyak warga yang kurang bahkan tidak sejahtera Menciptakan peluang ekonomi warga Usaha Usaha yang mampu memenuhi kebutuhan hidup paripurna. Menciptakan kesejahteraan diperoleh dengan kemudahan menciptakan peluang dan memasarkan produk. Menciptakan kesejahteraan dan menciptakan peluang dan memasarkan produk. Bencana Sumberdaya Kemampuan mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya laut dikelola sendiri oleh masyarakat karena mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Paket program pengelolaadiusahakan oleh masyarakat. Lingkungan dan Infrastruktur Memiliki kesadaran penuh terhadap lingkungan dan pembangunan infrastruktur. Belum semua masyarakat memiliki kesadaran penuh (kesadaran memiliki lingkungan dan infrastruktur berusaha untuk menjaganya) Mengorganisir kesadaran dalam diri dan dukungan kelembagaan Desa Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Kemampuan mengantisipasi bencana dan perubahan iklim berimplikasi pada kesejahteraan. Kelembagaan yang mampu mengorganisir kesadaran melainkan juga dukungan dari pihak-pihak luar (eksternal) 5.3. Perencanaan Pengembangan Desa Mattiro Tasi Perencanaan pengembangan Desa Mattiro Tasi disusun berdasarkan kebutuhan yang dirasakan warga dan fokus program (manusia, usaha, sumberdaya, lingkungan dan infrastruktur, dan kesiagaan bencana alam dan perubahan iklim) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Atau dengan kata lain, bentuk program merupakan akumulasi kebutuhan dan harapan yang disesuaikan dengan fokus program pembangunan desa pesisir tangguh. Dokumen Rencana Pengembangan 3

21 yang mana menggambarkakn mekaerannismeg, pkearencaknaean warjaktu, dan indikator keberhasilan program yang telah tersusun. Semua ini memberikan gambaran peta perjalanan (roadmap) program Desa Mattiro Tasi yang disusun secara partisipatif (Gambar 5.2). Kel. Bina Usaha & SD Daft. Kebutuhan Proses Mekanisme Pembagian ke dalam 4 kelompok Kel. Bina Manusia Kel. Bina Lingk.&Infra Need Assessment Warga Desa Bentuk Program Perenc. Waktu Roadmap Peren. Desa Kel. Bina SB Indikator Daft. Harapan Gambar 5.2. Kerangka Kerja Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh. Dokumen Rencana Strategis 37

22 Dengan demikian perencanaan pengembangan Desa Mattiro Tasi, dibagi ke dalam empat bagian, meliputi: (1) perencanaan bina program manusia; (2) perencanaan bina program usaha dan sumberdaya; (3) perencanaan bina program lingkungan dan infrastruktur; dan (4) perencanaan bina program siaga bencana dan perubahan iklim. Adapun penjelasan keempat bagian ini sebagaimana disajikan pada bagian berikut Perencanaan Program Bina Manusia dan Kelembagaan Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif, teridentifikasi 5 (lima) daftar kebutuhan terkait dengan program bina manusia. Adapun kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Peningkatan keterampilan generasi muda dalam akses data mengenai Fishing Ground (pendidikan keterampilan); Peningkatan kualitas kerja sama antar masyarakat; Perbaikan pada budaya kerja gotong royong (kekompakan); Pendidikan teknologi bagi generasi muda; dan Peningkatan kesadaran masyarakat tentang kepariwisataan Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina manusia, meliputi: Adanya keinginan masyarakat dalam meningkatkan keterampilan akses data mengenai Fishing Ground; Adanya keinginan kekompakan masyarakat lebih meningkat lagi; Adanya keinginan supaya masyarakat Mattiro Tasi bisa bekerja sama satu sama lain; Dokumen Rencana Strategis 38

23 Adanya keinginan lapangan kerja yang dapat memberikan pendapatan tambahan bagi warga desa; dan Adanya keinginan masyarakat untuk menjadikan Desa Mattiro Tasi sebagai kawasan wisata; Beranjak dari daftar kebutuhan dan keinginan di atas, maka tersusunlah matrik bentuk program perencanaan pengembangan Desa Mattiro Tasi berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Adapun bentuk-bentuk program yang direncanan, antara lain: pelatihan komputer, pelatihan penguatan kelembagaan, peningkatan penguasaan teknologi, pelatihan sadar wisata, pelatihan keterampilan kerja. Adapun waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran Perencanaan Program Bina Usaha dan Sumberdaya Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif terkait dengan perencanaan program bina usaha dan sumberdaya, maka teridentifikasi empat daftar kebutuhan terkait dengan program bina usaha dan sumberdaya. Adapun kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Kebutuhan sarana dan prasarana wisata; Peningkatan hasil tangkapan nelayan; Peningkatan penghasilan masyarakat; Penyediaan perahu wisata; Penyediaan mesin pengelolaan air bersih layak minum; Penambahan sarana pendingin ikan; Peningkatan usaha pengelolaan ikan; Dokumen Rencana Strategis 3

24 Penyediaan bangunan dan peralatan perbengkelan; Peningkatan hasil tangkapan nelayan; Peningkatan zona konservasi laut; Peningkatan daya tarik kawasan wisata; Penyediaan Informasi Sebaran Ikan Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina manusia, meliputi: Adanya sarana dan prasarana wisata; Pengadaan rumpon permukaan; Adanya pondok terapung sebagai sarana pariwisata bahari; Pengadaan mesin pengelolaan air bersih layak minum; Pengaadaan coll box; Adanya usaha pengelolaan ikan dan makanan ringan; Adanya usaha perbengkelan; Pengadaan rumpon dasar; Adanya konservasi terumbu karang; dan Adanya informasi sebaran ikan dan meningkatkan efisiensi penangkapan ikan Untuk waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran. Dokumen Rencana Strategis 40

25 5.3.3 Perencanaan Program Bina Lingkungan dan Infrastruktur Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif, teridentifikasi delapan daftar kebutuhan terkait dengan program bina lingkungan dan infrastruktur. Adapun kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Kebutuhan saluran pembuangan; Peningkatan mutu jalan melalui penimbunan jalan wisata dan jalan dusun; Kebutuhan deukker; Kebutuhan talud di sisi jalan Kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus); Peningkatan salauran pembuangan melalui penggalian muara saluran tambak Kebutuhan bronjong; Kebutuhan internet desa; Penghijauan kawasan wisata Kebutuhan penerangan. Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina lingkungan dan infrastruktur, meliputi: Keinginan untuk menghindari banjir; Keinginan untuk memperlancar akses transportasi; Keinginan untuk menghindari longsor Dokumen Rencana Strategis 41

26 Keinginan untuk meningkatkan sanitasi lingkungan Keinginan untuk memperlancar saluran pembuangan; Keinginan untuk mendapatkan data dan informasi melalui penggunaan internet Keinginan untuk mendapatkan penerangan Keinginan untuk melakukan penghijauan kawasan wisata Beranjak dari daftar kebutuhan dan keinginan di atas, maka tersusunlah matrik bentuk matrik bentuk program lingkungan dan infrastruktur perencanaan pengembangan Desa Mattiro Tasi berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Adapun bentukbentuk program yang direncanan, antara lain: pembangunan saluran pembuangan, penimbunan jalan wisata dan jalan dusun, pembangunan deukker, pembangunan talud, pengadaan MCK., penggalian muara saluran tambak, pembangunan bronjong, dan internet desa. Untuk waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran Perencanaan Program Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Sejumlah permasalahan yang merupakan potensi bencana di Desa Mattiro Tasi, yaitu abrasi dan kurangnya sarana penyelamatan. Abrasi merupakan permasalahan yang mencolok di Desa Mattiro Tasi Dari beberapa persoalan/permasalahan di atas, maka dirumuskan beberapa kebutuhan masyarakat, meliputi: Adanya rehabilitasi mangrove; Adanya pos siaga bencana; Dokumen Rencana Strategis 42

27 Adanya bangunan mercusuar; Pengadaan perahu karet, pelampung dan baju renang; Adanya tenda darurat. Sebagai tindak lanjut dari kebutuhan yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa harapan yang diungkapkan oleh masyarakat, yaitu: Keinginan untuk mengatasi abrasi dan erosi Tersedianya pos siaga bencana, serta penanaman mangrove. Tersedianya mercusuar Tersedianya perahu karet, pelampung dan baju renang Tersedianya tenda darurat Merujuk dari kebutuhan dan harapan di atas, maka program rehabilitasi mangrove, pembangunan pos siaga bencana, pembangunan mercusuar, pengadaan perahu karet, pelampung dan baju renang serta pengadaan tenda darurat diharapkan dapat terakomodir di kelompok bina lingkungan dan infrastruktur. Sedangkan pada bina siaga bencana, program yang diharapkan dapat terealisasi adalah Pos Siaga Bencana dan Kelompok Pemuda Siaga Bencana. Adapun rincian dan indikator program bina siaga bencana dan perubahan iklim dapat dilihat pada Lampiran. Dokumen Rencana Strategis 43

28 Bab. PEMANTAUAN DAN EVALUASI.1. Konsep dan Definisi Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi (evaluation) adalah suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan dan implementasi dari sebuah program kegiatan atau program kerja. Dengan demikian, Pemantauan dan Evaluasi (PE) adalah salah satu unit kegiatan penting dalam konteks rencana strategis karena salah satu keluaran rencana strategis adalah indikasi program yang merupakan turunan dari stratagi yang telah ditetapkan. Secara umum, tujuan PE adalah mengukur (measurement) dan menduga (assessment) kinerja dari sebuah program agar dapat mengelola hasil (outcomes) dan keluaran (outputs) program tersebut dengan lebih efisien (UNDP, 2002). Dengan demikian kata kunci penting dalam tujuan PE ini adalah kinerja program (perfomances) yang didefinisikan sebagai kemajuan atau hasil yang telah dicapai. Secara tradisional, tujuan dari PE menitikberatkan pada perkiraan input dan implementasi dari sebuah program, namun dalam konteks modern, PE lebih memfokuskan diri pada proses pengukuran dan pendugaan dari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kinerja yang sedang diteliti. Dokumen Rencana Pengembangan 42

29 Membuat keputusan Membuat keputusan yang berbasis informasi yang berbasis informasi Gambar.1. Tujuan pemantauan dan evaluasi (diadopsi dari UNDP, 2002 dalam Adrianto, 2005) 43 Dokumen Rencana Pengembangan

30 Sementara itu, per definisi, pemantauan (monitoring) adalah sebuah fungsi atau proses yang berkelanjutan dengan tujuan utama menyediakan indikasi awal dari kemajuan atau kemunduran dari kinerja sebuah program kepada pihak pengelola (manajemen). Ada delapan prinsip pemantauan yang baik (good principles of monitoring) yaitu (UNDP, 2002): (1) fokus pada hasil dan follow-up-nya; (2) disain pemantauan yang baik; (3) kunjungan reguler terhadap program yang dipantau; (4) melakukan analisis reguler terhadap setiap pencapaian hasil; (5) dilakukan dengan prinsip partisipatif; () dilakukan dengan menggunakan pendekatan indikator dan pengembangan garis dasar (baselines) program; (7) menduga relevansi dan keberhasilan dari setiap titik pencapaian hasil dari program; dan (8) menjadikan setiap proses pemantauan sebagai pembelajaran (lesson learned). Sedangkan menurut definisinya, evaluasi (evaluation) adalah upaya atau proses selektif yang bertujuan untuk memperkirakan kemajuan (progress) dari sebuah program secara sistematik dan berorientasi pada hasil (UNDP, 2002). Ruang lingkup dari evaluasi mencakup empat hal yaitu (1) status hasil (outcomes status) yaitu apakah hasil sudah dicapai atau belum dan apabila belum apakah terdapat kemajuan untuk mencapai hasil yang sudah diperkirakan; (2) faktor yang berpengaruh (underlying factors) yaitu sebuah analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil; (3) kontribusi pengelola (proponent contribution) yaitu kontribusi dari pengelola terhadap proses pencapaian hasil; dan (4) strategi kemitraan (partnership strategy) yaitu apakah dalam evaluasi dilakukan proses kemitraan antara pengelola dengan seluruh stakeholder yang terlibat dalam program yang sedang dievaluasi serta efektivitas pelaksanaannya. Dokumen Rencana Pengembangan 44

31 SCOPE OF IMPACTS SCOPE OF IMPACTS Kondisi kesehatan Kondisi kesehatan meningkat meningkat Angka harapan Angka harapan hidup meningkat hidup meningkat Gambar.2. Rantai proses pemantauan dan evaluasi Dokume

32 n Rencana Pengembangan 45

33 Rantai PE yaitu terdiri dari rantai ruang lingkup input (scope of inputs), ruang lingkup keluaran (scope of outputs), ruang lingkup hasil (scope of outcomes), dan ruang lingkup dampak (scope of impacts) dari sebuah program yang sedang mendapatkan perlakuan PE. Dengan demikian, rantai proses PE dimulai dari pendugaan dan estimasi input yang diperlukan dalam implementasi sebuah program yang telah direncanakan di mana prinsip dasar dari estimasi input ini adalah azas efisiensi. Proses ini kemudian dilanjutan dengan menentukan prakiraan keluaran yang diharapkan, hasil program sekaligus dampak yang dapat ditimbulkan dari implementasi sebuah program..3. Pengukuran Kinerja Salah satu faktor penting dalam PE adalah pengukuran kinerja dari sebuah program yang telah ditetapkan. Dalam konteks rencana pengembangan desa pesisir tangguh, maka pengukuran kinerja ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan indikator seperti yang dapat dilihat secara diagram pada Gambar.3. Indikator yang digunakan harus dapat diukur, mudah pengukurannya dan jumlahnya tidak terlalu banyak proporsional terhadap tujuan pengukuran kinerja itu sendiri. Dokumen Rencana Pengembangan 4

34 dalam pemilihan indikator dalam pemilihan indikator Perencanaan indikator Perencanaan indikator PENGGUNAAN INDIKATOR PENGGUNAAN INDIKATOR Pelibatan stakeholders Pelibatan stakeholders Pemanfaatan indikator dalam monitoring Pemanfaatan indikator dalam monitoring Gambar.3. Pentingnya pendekatan indikator dalam pengukuran kinerja Menurut DKP (2004), indikator kinerja dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu indikator masukan (input), indikator keluaran (output), indikator hasil (outcome), indikator manfaat (benefit) dan indikator dampak (impact). Indikator untuk masing-masing kelompok tersebut harus diestimasi dan ditentukan berdasarkan beberapa prinsip seperti yang ditentukan oleh UNDP (2002) yaitu : (1) estimasi indikator dilakukan dengan basis atau target tertentu; (2) menggunakan indikator proxy apabila perlu; (3) menggunakan data disagregat; (4) melibatkan stakeholder untuk menentukan indikator; (5) membedakan antara indikator kuantitatif dan kualitatif; () membatasi jumlah indikator; (7) menggunakan timelines yang tepat sehingga indikator yang diestimasi tepat sasaran dan waktu program. Dokume n Rencan

35 a Pengembangan 47

36 Menurut Thia-Eng (200) dalam buku the Dynamic of Integrated Coastal Management, salah satu indikator yang disarankan dalam pengelolaan pesisir terpadu adalah dengan menggunakan kerangka kerja (framework) DPSIR seperti pada Gambar.4. Dalam model ini, indikator monitoring dan evaluasi terhadap komponen faktor pendorong (driving force), tekanan (pressure), status atau kondisi (state), dampak suatu tekanan (impact) dan upaya atau kebijakan yang telah diambil (response) dianalisis secara sistimatis dan berkesinambungan. Gambar.4. Konsepsi kerangka kerja (framework) Driving force-pressure-state-impact-response (DPSIR) dan indikator dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir, dari proses identifikasi issu hingga monitoring dan evaluasi dalam upaya penyempurnaan secara terus-menerus (continued improvement) (UNESCO, 2003; AIDEnvironement et al. 2004; IOC 2005) Dokumen Rencana Pengembangan 48

37 Indikator Driving forces didefinisikan sebagai perkembangan ekonomi, demograsi dan sosial dalam suatu masyarakat yang terkait dengan perubahan pola produksi dan konsumsi. Atau dapat didefinisikan sebagai berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang berpotensi mempengaruhi sistem alam dan manusia (termasuk wilayah pesisir) di suatu lokasi dan waktu tertentu, seperti kegiatan industri dan pertumbuhan penduduk. Indikator Pressure adalah kondisi perubahan pola konsumsi dan produksi yang menekan sistem alam (ekosistem) dan sosial ekonomi, seperti penggunaan lahan, pertambangan miyak lepas pantai, atau kegiatan penangkapan ikan. Indikator State adalah suatu kondisi terkini suatu ekosistem atau sosekbud pada suatu lokasi tertentu sebagai akibat adanya pressure, yang dideskripsikan secara kuantitatif atau kalau tidak mungkin secara kualitatif dalam indikator-indikator yang dapat diukur. Contoh-contoh indikator state ini seperti konsentrasi bahan pencemar di perairan (mg/l merkuri), jumlah penurunan stok ikan, dan luasan lahan yang tererosi. Indikator Impact (dampak) adalah gambaran akibat akhir dari suatu perubahan lingkungan alam atau lingkungan sosekbud yang merugikan kesehatan manusia atau kesejahteraan manusia secara ekonomi atau sosial. Hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai indikator dampak ini antara lain bajir sebagai akibat penebangan pohon, krisis air sebagai akibat peyedotan air tanah secara tidak kendali, atau pengangguran sebagai akibat penurunan investasi di wilayah pesisir. Dokumen Rencana Pengembangan 4

38 Indikator Response dapat didefinisikan sebagai berbagai upaya, tindakan yang dilakukan oleh berbagai individu atau masyarakat untuk mengatasi atau menghadapi perubahan kondisi lingkungan alam atau lingkungan sosial yang terjadi. Hal ini dapat juga berupa kebijakan yang diambil oleh pemerintah (daerah) dalam mengatasi suatu masalah pengelolaan wilayah pesisir. Contoh respon ini adalah perda-perda yang dibuat untuk mengatasi suatu masalah, baku mutu kualitas lingkungan yang ditetapkan pemerintah atau berbagai kebijakan lainnya yang diambil untuk mengatasi kemiskinan..4. Evaluasi Substansi Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi Rencana Pengembangan Desa Mattiro Tasi perlu ditinjau kembali lima tahun sekali secara teratur dan direvisi mengikuti perkembangan zaman dan dinamika pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Tinjauan lima tahun merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan lima tahun, yang perlu dilakukan untuk mensinkronkan rencana pengembangan desa dengan rencana pembangunan lainnya. Tinjauan ini akan memberikan kesempatan untuk mengkaji kembali dan memperbaharui Tujuan dan Strategi Kebijakan dan melibatkan komunikasi dengan semua unsur terkait. Tinjauan periodik dapat diperlukan saat muncul isu-isu baru atau proyek baru atau saat diperolehnya pengalaman baru selama pelaksanaan rencana pengembangan desa tersebut. rencana pengembangan desa dapat direvisi dan harus mengikuti proses yang sama sebagaimana pembuatan suatu rencana pengembangan desa yang baru. Sebagaimana umumnya suatu revisi, alasan untuk perubahan/tambahan harus didokumentasikan dan dikonsultasikan dengan semua pihak yang berkepentingan. Dokumen Rencana Pengembangan 50

39 DAFTAR PUSTAKA Pinrang dalam Angka Pedoman Teknis Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT), Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Jakarta. Pedoman Umum PDPT, Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Jakarta. Profil Desa Pesisir (Desa Mattiro Tasi). Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau- Pulau Kecil, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut, Pinrang. RPJMD Desa Mattiro Tasi Tahun , Desa Pemerintah Mattiro Tasi, 2011, Mattiro Tasi. Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2007, Jakarta.

40

41 POTENSI DAN MASALAH DESA MATTIROTASI No. Potensi I Masalah Bina Manusia dan Kelembagaan II 1 2 Terdapat daerah penangkapan ikan Animo masyarakat untuk membentuk lembaga cukup besar Adanya teknologi penangkapan ikan Adanya kawasan wisata Banyaknya pemuda dan pemudi usia produktif Potensi wisata tinggi Kawasan wisata yang luas Kurangnya keterampilan masyarakat terkait akses data mengenai fishing ground Kurangnya semangat gotong royong dari masyarakat Masih rendahnya penguasaan teknologi GIS, Navigasi dan Penangkapan Ikan Rendahnya pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan Rendahnya keterampilan pada kalangan usia produktif Bina Usaha Kurangnya sarana dan prasarana wisata Kurangnya tempat peristirahatan di kawasan wisata

42 3 Adanya alat bantu penangkapan ikan berupa rumpon Kurangnya alat bantu penangkapan bagi nelayan 4 Adanya potensi lahan di kawasan wisata Rendahnya penghasilan masyarakat di kawasan wisata III 1 2 Adanya transportasi laut di kawasan wisata Adanya mata air Adanya hasil tangkapan nelayan Beranekaragam jenis hasil tangkapan nelayan Adanya potensi lahan di Desa Adanya hasil tangkapan nelayan Adanya terumbu karang di perairan Pinrang Kurangnya perahu wisata Kurangnya sarana air bersih layak minum Adanya pengangguran Kurangnya sarana pendinginan ikan Kurangnya sarana dan prasarana dalam usaha pengolahan ikan Peluang usaha masih rendah Belum adanya bangunan dan peralatan perbengkelan Rendahnya pelayanan masyarakat Masih tingginya angka pengangguran Bina Sumberdaya Rendahnya hasil tangkapan nelayan Rendahnya kesehatan terumbu karang Kurangnya pelestarian terumbu karang

43 3 Beberapa fishing ground yang terdapat di perairan Pinrang IV Kurangnya zona konservasi laut Kurangnya perangkat lunak dan keras Tidak adanya data dan informasi sebaran ikan Nelayan masih menangkap ikan secara tradisional Bina Lingkungan dan Infrastruktur 1 2 Adanya kawasan wisata Penimbunan Jalan wisata dan Dusun Akses transportasi tidak lancar di kawasan wisata Akses transportasi tidak lancer 3 Tersedianya lokasi/lahan Kurangnya MCK di kawasan pemukiman Banyaknya warga desa Mattiro Tasi 4 Banjir tahunan di pemukiman penduduk Kurang lancarnya saluran pembuangan Adanya lahan/lokasi pembuangan air Beberapa keluarga memiliki jamban keluarga Tersedianya jaringan listrik Desa Mattiro Tasi sebagai salah satu Saluran pembuangan yang tidak lancer Kurangnya jamban keluarga Kurangnya kesadaran masyrakat dalam menjaga sanitasi lingkungan Belum adanya internet bagi masyarakat Kurangnya perangkat lunak dan keras Belum adanya jaringan hotspot Rendahnya daya tarik kawasan wisata

44 kawasan wisata Adanya jaringan listrik Banjir tahunan di daerah pemukiman Adanya lahan/lokasi di Dusun Ammani Selatan Adanya jalan di desa Mattiro tasi Kurangnya vegetasi di kawasan wisata Belum adanya tenaga listrik cadangan Sering terjadi banjir di pemukiman penduduk Akses transportasi yang tidak lancar Sering terjadi longsor V Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Adanya banjir tahunan di pemukiman penduduk Adanya jalan di Dusun Ammani Selatan Adanya jalan di desa Mattiro tasi Adanya lokasi/lahan di Ammani Utara Adanya daerah wisata Jumlah penduduk banyak Sering terjadi banjir Sering terjadi longsor Sering terjadi longsor Belum adanya pos siaga bencana Belum adanya sarana penyelamatan Belum adanya sarana dan prasarana evakuasi korban bencana

45 PENENTUAN PERINGKAT MASALAH No I Masalah Bina Manusia Dirasak Sering an oleh orang banyak Sangat Menghambat peningkatan terjadi pendapatan Tersedia potensi memecah kan masalah Jumlah nilai Urut an peri ngk at 1 Kurangnya keterampilan masyarakat terkait akses data mengenai fishing ground Kurangnya semangat gotong royong dari masyarakat Masih rendahnya penguasaan teknologi GIS, Navigasi dan Penangkapan Ikan Rendahnya pemahaman masyarakat tentang 3 4

46 II kepariwisataan 5 Rendahnya keterampilan pada kalangan usia produktif Bina Usaha Kurangnya sarana dan prasarana wisata Kurangnya tempat peristirahatan di kawasan wisata Kurangnya alat bantu penangkapan bagi nelayan Rendahnya penghasilan masyarakat di kawasan wisata Kurangnya perahu wisata Kurangnya sarana air bersih layak minum

47 Adanya pengangguran 7 Kurangnya sarana pendinginan ikan Kurangnya sarana dan prasarana dalam usaha pengolahan ikan Peluang usaha masih rendah 3 3 Belum adanya bangunan dan peralatan perbengkelan Rendahnya pelayanan masyarakat Masih tingginya angka pengangguran 3 4 III Bina Sumberdaya 1 Rendahnya hasil 3 4

48 2 3 tangkapan nelayan Rendahnya kesehatan terumbu karang Kurangnya pelestarian terumbu karang Kurangnya zona konservasi laut Kurangnya perangkat lunak dan keras Tidak adanya data dan informasi sebaran ikan Nelayan masih menangkap ikan secara tradisional IV Bina Lingkungan dan Infrastruktur 1 Akses transportasi tidak lancar di kawasan wisata

49 2 Akses transportasi tidak lancar Kurangnya MCK di kawasan pemukiman Kurang lancarnya saluran pembuangan Saluran pembuangan yang tidak lancar 3 3 Kurangnya jamban keluarga Kurangnya kesadaran masyrakat dalam menjaga sanitasi lingkungan Belum adanya internet bagi masyarakat Kurangnya perangkat lunak dan keras Belum adanya 3 4

50 jaringan hotspot 8 Rendahnya daya tarik kawasan wisata Kurangnya vegetasi di kawasan wisata 3 4 Belum adanya tenaga listrik cadangan Sering terjadi banjir di pemukiman penduduk Akses transportasi yang tidak lancar Sering terjadi longsor 3 4 V Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim 1 Sering terjadi banjir Sering terjadi longsor Sering terjadi longsor Belum adanya pos 3 3

51 siaga bencana 5 Belum adanya sarana penyelamatan 3 4 Belum adanya sarana dan prasarana evakuasi korban bencana 3 3 Keterangan : Penentuan Peringkat Masalah mempergunakan ketentuan nilai sebagai berikut: 1. dirasakan oleh orang banyak: - Nilai : Jika Masalah tersebut sangat dirasakan oleh orang banyak - Nilai : Jika Masalah tersebut dirasakan oleh orang banyak - Nilai 3 : Jika Masalah tersebut kurang dirasakan oleh orang banyak 2. sangat parah : - Nilai : Jika Masalah tersebut sangat parah 3. menghambat peningkatan pendapatan : - Nilai : Jika Masalah tersebut sangat menghambat peningkatan pendapatan - Nilai : Jika Masalah tersebut menghambat peningkatan pendapatan 4. sering terjadi : - Nilai : Jika Masalah tersebut sangat sering terjadi - Nilai : Jika Masalah tersebut sering terjadi - Nilai 3 : Jika Masalah tersebut kurang sering terjadi

52 5. Tersedia potensi pemecahan masalah : - Nilai : Jika Masalah tersebut sangat Tersedia potensi pemecahan masalah - Nilai : Jika Masalah tersebut Tersedia potensi pemecahan masalah - Nilai 3 : Jika Masalah tersebut kurang Tersedia potensi pemecahan masalah

53 PENGKAJIAN TINDAKAN PEMECAHAN MASALAH No I Masalah Bina Manusia 1 Kurangnya keterampilan masyarakat terkait akses data mengenai fishing ground 2 Kurangnya semangat gotong royong dari masyarakat 3 Masih rendahnya penguasaan teknologi GIS, Navigasi dan Penyebab Potensi Alternatif Tindakan Pemecahan Masalah Masyarakat belum mampu mengoperasikan komputer Rendahnya pengetahuan tentang arti penting gotong royong Penangkapan belum menggunakan Terdapat daerah penangkapan ikan Animo masyarakat untuk membentuk lembaga cukup besar Adanya teknologi penangkapan ikan Pelatihan komputasi Mengaktifkan kegiatan gotong royong Penguasaan teknologi Tindakan Yang Layak Pelatihan Komputasi (Operasional komputer) bagi Anggota Kelompok Pelatihan Penguatan Kelembagaan Peningkatan Penguasaan Teknologi pada

54 4 Penangkapan Ikan Rendahnya pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan 5 Rendahnya keterampilan pada kalangan usia produktif teknologi dan sistem informasi tentang gerombolan ikan Pemahaman masyarakat tentang keparawisataan masih minim Rendahnya keterampilan pada usia produktif Adanya kawasan wisata Banyaknya pemuda dan pemudi usia produktif Pelatihan Sadar Wisata Pelatihan Keterampilan Masyarakat Pelatihan Wisata Pelatihan Keterampilan Kerja Sadar II Bina Usaha Kurangnya sarana dan prasarana wisata Kurangnya tempat peristirahatan di kawasan wisata Kurangnya alat bantu penangkapan bagi nelayan Kurangnya dana untuk pengadaan sarana wisata Kurangnya dana untuk pengadaan sarana wisata Kurangnya alat bantu penangkapan Potensi wisata tinggi Kawasan wisata yang luas Adanya alat bantu penangkapan Pengadaan sarana wisata Pengadaan pondok wisata Pengadaan Rumpon Permukaan Pengembangan Daerah Wisata Pembangunan Pondok Wisata Pengadaan Rumpon Permukaan

55 4 5 Rendahnya penghasilan masyarakat di kawasan wisata Kurangnya perahu wisata Kurangnya sarana air bersih layak minum Adanya pengangguran 7 Kurangnya sarana pendinginan ikan berupa rumpon bagi nelayan Kreatifitas masyarakat masih minim dalam mengelola kawasan wisata Kurangnya dana untuk pengadaan perahu wisata Kurangnya dana dalam pengadaan mesin pengelolaan air minum Pengangguran masih tinggi Kurangnya dana dalam pengadaan sarana pendinginan ikan ikan berupa rumpon Adanya potensi lahan di kawasan wisata Adanya transportasi laut di kawasan wisata Adanya mata air Adanya hasil tangkapan nelayan Pengadaan pondok terapung Pengadaan Perahu Wisata Pengadaan Mesin Pengelolaan Air Minum Pengadaan styrofoam bagi nelayan Pondok Terapung Sebagai Sarana Pariwisata Bahari Pengadaan Perahu Wisata Pengadaan Mesin Pengelolaan Air Layak Minum Penambahan Sarana Coolbox Kelompok Nelayan

56 8 Kurangnya sarana dan prasarana dalam usaha pengolahan ikan Peluang usaha masih rendah Belum adanya bangunan dan peralatan perbengkelan Rendahnya pelayanan masyarakat Masih tingginya angka pengangguran Kurangnya dana untuk pengadaan sarana pengolahan ikan Masih rendah peluang usaha pengolahan ikan Kurangnya dana untuk bangunan dan peralatan perbengkelan Beranekaragam jenis hasil tangkapan nelayan Adanya potensi lahan di Desa Pengadaan sarana pengolahan ikan Usaha bengkel Usaha Pengolahan Ikan ( Abon, Nugget, Kerupuk Ikan, Peyek Ikan) dan Usaha Makanan Ringan Perbengkelan III Bina Sumberdaya 1 Rendahnya hasil tangkapan nelayan Kurangnya alat bantu penangkapan Adanya hasil tangkapan Pengadaan alat bantu penangkapan Pengadaan Rumpon Dasar

57 2 Rendahnya kesehatan terumbu karang Kurangnya pelestarian terumbu karang Kurangnya zona konservasi laut berupa rumpon dasar Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pelestarian terumbu karang Kurangnya zona konservasi laut nelayan Adanya terumbu karang di perairan Pinrang ikan Pelestarian terumbu karang Konservasi Terumbu Karang 3 Kurangnya perangkat lunak dan keras Tidak adanya data dan informasi sebaran ikan Nelayan masih menangkap ikan secara tradisional Kurangnya perangkat lunak dan keras Dalam penangkapan ikan masih bersifat tradisional Beberapa fishing ground yang terdapat di perairan Pinrang Kerja sama dengan Lapan Pare-pare dalam akses data oseanografi Penyediaan Informasi Sebaran Ikan

58 IV Bina Lingkungan dan Infrastruktur 1 Akses transportasi tidak lancar di kawasan wisata Akses transportasi tidak lancar Kurangnya MCK di kawasan pemukiman Kurang lancarnya saluran pembuangan Saluran pembuangan yang tidak lancar Kondisi jalan rusak Transportasi tidak lancar Kurangnya dana untuk membangun MCK Terjadinya penyumbatan di muara saluran pembuangan air Saluran pembuangan air tidak lancar Adanya kawasan wisata Tersedianya lokasi/lahan Banyaknya warga desa Mattiro Tasi Adanya tambak warga Banjir tahunan di pemukiman penduduk Adanya lahan/lokasi pembuangan air Penimbunan jalan Penimbunan Jalan Wisata Pembangunan deukker Menggunakan MCK seadanya Penggalian Muara Saluran Tambak Pembangunan Bronjong Pembangunan Deukker Pengadaan MCK Penggalian Muara Saluran Tambak Pembangunan Bronjong Kurangnya jamban Kurangnya Beberapa Menggunakan Jamban Keluarga

59 7 keluarga Kurangnya kesadaran masyrakat dalam menjaga sanitasi lingkungan Belum adanya internet bagi masyarakat Kurangnya perangkat lunak dan keras Belum adanya jaringan hotspot dana untuk pengadaan jamban keluarga Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga sanitasi lingkungan Kurangnya dana untuk pengadaan jaringan internet, perangkat lunak dan keras keluarga memiliki jamban keluarga Tersedianya jaringan listrik jamban seadanya Kerjasama dengan pemerintah setempat Internet Desa 8 Rendahnya daya tarik kawasan wisata Kurangnya vegetasi di kawasan wisata Belum adanya perencanaan penataan kawasan wisata Desa Mattiro Tasi sebagai salah satu kawasan wisata Penanaman pohon Penghijauan Kawasan Wisata

RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA

RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA KECAMATAN ALUH-ALUH, KABUPATEN BANJAR TAHUN 2012-2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dampak perubahan iklim akibat pemanasan global

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH KELURAHAN LANGNGA, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG

PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH KELURAHAN LANGNGA, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG P PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH KELURAHAN LANGNGA, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG 2013 Nama Bina : Bina Usaha Nama Kelompok : ABADI Jenis Kegiatan : Pembuatan usaha keterampilan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KELOMPOK (RKK) PDPT 2013 DESA MATTIRO TASI, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG

RENCANA KERJA KELOMPOK (RKK) PDPT 2013 DESA MATTIRO TASI, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG RENCANA KERJA KELOMPOK (RKK) PDPT 2013 DESA MATTIRO TASI, KECAMATAN MATTIRO SOMPE KABUPATEN PINRANG Nama Bina : Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Desa : Mattito Tasi Nama Kelompok : Sipamaju Jenis Kegiatan

Lebih terperinci

DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG

DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TANGERANG Fakta Integritas Yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) LATAR BELAKANG KONDISI KABUPATEN MAROS PASCA MDGs (RPJMD PERIODE 2010 2015) DATA CAPAIAN INDIKATOR MDGs TAHUN 2010 2015 MENUNJUKAN

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis - PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN A. Kebijakan Umum BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan jangka menengah Kabupaten Pati diupayakan untuk mendukung kebijakan pembangunan nasional yang pro poor, pro job, pro growth

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160.2015 KEMENDESA-PDT-TRANS. Desa. Pendampingan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Bintan. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO 0-06 KABUPATEN TELUK WONDAMA 0 RPDP Sombokoro 0-06 Tabel. Program kegiatan perencanaan pembangunan Sombokoro 0-06 No Program Kegiatan Tujuan

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Bappeda Kabupaten Lahat dalam mewujudkan pencapaian tata pemerintahan yang baik (good gavernance) dan memenuhi tuntutan serta harapan masyarakat atas

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Optimalisasi Unsur Unsur Positif Lokal untuk Mendukung Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy di Wilayah Coral Triangle SASARAN REKOMENDASI Kebijakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS 2012-2016 KABUPATEN TELUK WONDAMA 2012 RPDP Yopmeos 2012-2016 1 Tabel 12. Program kegiatan perencanaan pembangunan Yopmeos 2012-2016 No Program

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA )

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2011 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG MENGGALA DAFTAR ISI Cover Renstra... i Daftar Isi... ii Bab I Pendahuluan...

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-Desa) TAHUN 2015 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lumajang tahun 2015-2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN Pada dasarnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2011-2016 diarahkan untuk menjadi

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Hasil identifikasi kerentanan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci