RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA KECAMATAN ALUH-ALUH, KABUPATEN BANJAR TAHUN

2 KATA PENGANTAR

3 KATA PENGANTAR Dampak perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini telah menjadi ancaman terhadap kondisi lingkungan hidup terutama di wilayah pesisir dan memberikan dampak pada aspek sosial, ekonomi bahkan aspek keamanan dan pertahanan suatu bangsa. Sektor kelautan dan perikanan yang merupakan sektor dengan potensi sumber pendapatan ekonomi yang tinggi sangat bergantung dan rentan terhadap perubahan iklim. Secara konseptual, penguatan spirit (etos) yang mengilhami pembangunan pedesaan yang bertumpu pada kekuatan dan potensi desa, meliputi kelembagaan, sosial budaya, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah suatu spirit gerakan baru yang disebut Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang bertumpu pada potensi warga desa pesisir sebagai koreksi atas pendekatan bottom up. Program PDPT ini sejalan dan mendukung kebijakan pembangunan nasional yaitu pro growth (pro pertumbuhan), pro poor (pro kemiskinan) dan pro job (pro penciptaan lapangan kerja). Program PDPT merupakan sebuah gerakan pembangunan desa-desa pesisir yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, pelayanan prasarana dan sarana sosial ekonomi, kualitas lingkungan hidup, kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam proses keputusan secara partisipatif, serta kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya PDPT fokus pada lima aspek, yaitu Bina Manusia, Bina Usaha, Bina Sumberdaya, Bina Lingkungan dan Bina Siaga Bencana. Sehubungan dengan hal tersebut, yang perlu dilakukan dalam pengembangan desa pesisir adalah dengan mengaplikasikan kegiatan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Desa Labat muara dipilih sebagai lokasi implementasi PDPT karena beberapa alasan, antara lain tingkat kerentanan yang tinggi terhadap erosi (DKP, 2008), merupakan sentra perikanan (memiliki TPI), kondisi ii

4 lingkungan permukimannya kumuh, penduduknya relatif miskin, terjadi degradasi lingkungan pesisir, tingkat pelayanan dasar rendah, serta mendukung prioritas Renstra KKP. Harapan kami, Rencana Pengembangan Desa Labat Muara, Kecamatan Aluhaluh Kabupaten Banjar ini kiranya dapat memberi manfaat bagi masyarakat pesisir, pemerintah daerah, dan masyarakat pedesaan di wilayah pesisir serta para pihak terkait dalam mendukung upaya rencana pengembangan desa Bakambat secara khususnya dan desa yang berwilayah pesisir secara umum. Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, komitmen dan kerja keras dalam penyusunan Rencana Pengembangan Desa Labat Muara ini dan menyukseskan program PDPT secara keseluruhan, kami menyampaikan ucapan terimakasih. Hanya Tuhan yang Maha Esa kiranya yang dapat membalas apa yang telah Saudara berikan, semoga cita-cita bersama kita untuk menjadikan pesisir dan laut sebagai sumberdaya penunjang perekonomian bangsa yang dikelola secara optimal dan lestari dapat terwujud. Tim Penyusun iii

5 DAFTAR ISI

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup... 3 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN 2.1 Deskripsi Umum Sejarah desa Letak Geografis dan Administratif Topografi dan Penggunaan Lahan Sosial Ekonomi Dampak Perubahan Iklim di Desa Labat muara Permasalahan BAB III METODE PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA Kerangka Perencanaan Fokus Pendekatan Unit Analisis Alur Proses BAB IV KETERKAITAN DENGAN RENCANA LAIN BAB V RENCANA PENGEMBANGAN DESA Labat Muara 5.1 Fokus Spirit Perencanaan Perencanaan Pengembangan Desa Labat Muara Perencanaan Program Bina Manusia Perencanaan Program Bina Usaha dan Sumberdaya Perencanaan Program Bina Lingkungan dan Infrastruktur v

7 5.3.4 Perencanaan Program Siaga Bencana dan Perubahan Iklim.. 38 BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI 6.1 Konsep dan Definisi Pemantauan dan Evaluasi Rantai Pemantauan dan Evaluasi Pengukuran Kinerja Evaluasi Substansi Rencana Pengembangan Desa labat muara BAB VII PENUTUP Lampiran Lampiran A: Matriks Perencanaan Pengembangan Labat Muara Lampiran B: Peta Peta v

8 PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR KECAMATAN ALIJH - ALTJH DESA LABAT MUARA Alamat : Desa Labat Muara Kecamatan Aluh - Aluh SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA LABAT MUARA NoMoR : Loa ISK/LM/V I t l2ot2 TENTANG RENCANA PENGEMBANGAN DESA Menimbang Mengingat a. b. a- Bahwa untuk pelaksanaan kegiatan program pembangunan pengembangan di desa Labat Muara Kecamatan Aluh - Aluh, maka perlu disusun dokumen Rencana Pengembangan Desa. Bahwa untuk maksrtd tersebut di atas maka perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. RPJM-Des Desa Labat Muara Memperhatikan 1. PER.DIRJEN KP3K NOMOR PER-O4/KP3KI}OLZ Tentang Pedoman Teknis Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) Tahun PER.MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, NOMOR PER.O7IMEN 2OL? Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun MEMUTUSKAN Menetapkan Pertama Kedua Ketiga Keempat Dokumen Rencana Pengembangan Desa Labat Muara sebagai pedoman pelaksanaan program desa dan program PDPT L4. Pelaksanaan program kegiatan ini dapat dilakukan oleh semua komponen pemerintah di masyarakat. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila ada kekeliruan dikemudian hari, maka Surat Keputusan ini akan ditinjau kembali. Ditetapkan di Pada Tanggal : LABAT MUARA : 9 JULI 2012 LABAT MUARA

9 BAB I PENDAHULUAN

10 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penghujung tahun 2011, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh yang disingkat menjadi PDPT. Program ini tidak datang begitu saja, melainkan didasarkan atas realitas persoalan yang dihadapi desa-desa pesisir di Indonesia, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir. Tercatat, pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir mencapai angka 7 juta jiwa; (2) tingginya kerusakan sumberdaya pesisir; (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal; dan (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Atas dasar tersebut, maka tidak heran jika desa-desa pesisir di Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap bencana alam dan perubahan iklim. Untuk itu, PDPT bagi KKP adalah wujud intervensi dalam hal: (1) menata dan meningkatkan kehidupan desa pesisir/nelayan berbasis masyarakat; (2) kegiatan yang menghasilkan keluaran (output) secara fisik yang dapat memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir, sesuai dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat; (3) pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar dapat menemukan cara-cara pemecahan masalah dan kebutuhannya sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada; dan (4) masyarakat sebagai agen pembangunan. Intervensi yang dilakukan oleh KKP di atas, tidak lain merupakan upaya untuk mencapai 5 (lima) tujuan PDPT yang telah dirumuskan. Adapun tujuan yang dimaksud, yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir; (2) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana sosial ekonomi; (3) meningkatkan kualitas lingkungan hidup; (4) meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam proses keputusan secara partisipatif; serta (5) meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Untuk mewujudkan tujuan di atas, KKP bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan akan mengimplementasikan PDPT di 48 lokasi desa pesisir dengan kriteria yang telah ditetapkan, antara lain: mempunyai potensi ekonomi unggulan, masyarakat pesisir I - 1

11 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir miskin, kondisi lingkungan permukiman kumuh, kondisi penduduk relatif miskin, terjadinya degradasi lingkungan pesisir, tingkat pelayanan dasar rendah, rawan bencana dan perubahan iklim, serta mendukung prioritas rencana pengembangan KKP. Terkait dengan kriteria di atas, Desa Labat Muara merupakan salah satu lokasi desa sasaran yang selama ini telah didampingi dan dilakukan berbagai aktivitas oleh KKP. Dengan demikian, KKP berkewajiban memfasilitasi desa ini keluar dari persoalan-persoalan yang menghimpitnya. Tentunya, agar keluar dari persoalan tersebut, dibutuhkan pendekatan yang melibatkan warga atau kelompok-kelompok warga melalui perencanaan pengembangan desa yang bersifat partisipatif. Pentingnya keterlibatan warga dikarenakan merekalah sebagai pelaku (aktor) utama yang dapat mewujudkan ketangguhan desanya. Pelaksanaan konsultasi publik oleh KKP, tidak lain ditujukan untuk memfasilitasi dan mengorganisir warga agar secara bersama-sama (termasuk pemangku kepentingan lainnya) merencanakan pengembangan desa ke depan agar tangguh dalam hal ekonomi, kerawanan bencana alam dan perubahan iklim, dan lain-lain Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan Rencana Pengembangan Desa Labat Muara adalah untuk mewujudkan peningkatan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir melalui pengembangan desa pesisir tangguh. Tujuan umum Rencana Pengembangan Desa Labat Muara , adalah panduan program desa dalam rangka mewujudkan desa pesisir yang tangguh. Sementara itu, tujuan khusus dari Rencana Pengembangan Desa Labat Muara, sebagai berikut: a. Teridentifikasinya kebutuhan dan harapan warga Desa Labat Muara terkait dengan pengembangan desa pesisir tangguh; b. Terbentuknya program berdasarkan 5 (lima) bina program, meliputi: manusia, usaha, sumberdaya, lingkungan dan infrastruktur, serta siaga bencana dan perubahan iklim; dan c. Tersusunnya program secara sistematis dalam jangka 5 (lima) tahun yang akan dijalankan oleh warga. I - 2

12 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir 1.3. Ruang Lingkup Dokumen Rencana Pengembangan Desa Labat Muara terdiri dari Tujuh bab sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan, arahan perencanaaan dan pemanfaatan, serta ruang lingkup perencanaan. Bab 2 Gambaran Umum Wilayah, mengulas tentang deskripsi umum desa (letak geografis dan administrasi, topografi dan penggunaan lahan, dan kondisi sosial- ekonomi), dampak perubahan iklim yang dirasakan, serta permasalahan yang ada. Bab 3 Metode Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Labat Muara , yang menjelaskan mengenai kerangka perencanaan yang disusun, pendekatan yang digunakan, unit analisis, serta alur proses penyusunannya. Bab 4 Keterkaitan dengan Rencana Lain, mengurai tentang hubungan antara Rencana Pengembangan Desa Labat Muara dengan RPJP Kabupaten Banjar. Bab 5 Rencana Pengembangan Desa Labat Muara, menjelaskan fokus perencanaan, spirit nilai yang dijadikan dasar dalam perencanaan, serta rencana pengembangan itu sendiri yang terdiri lima rencana program, yaitu rencana program bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan dan infrastruktur, serta bina siaga bencana dan adaptasi perubahan iklim. Bab 6 Pemantauan dan Evaluasi, membahas tentang konsep, definisi dan rantai proses pemantauan dan evaluasi, serta pengukuran kinerja. Bab 7 Penutup, membahas tentang manfaat dan harapan. I - 3

13 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

14 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Bab II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Deskripsi Umum Sejarah Desa Desa Labat Muara terbentuk dari sebuah dusun dari desa Tanipah yang terletak di muara sungai dengan penduduk yang Labat (Banyak dalam bahasa banjar) lama kelamaan dusun ini diberinama dusun labat atau dusun labat muara oleh masyarakat,lama kelamaan dusun ini tumbuh dengan jumlah penduduk yang meningkat. Sehingga pada tahun 1980-an dusun labat ini menjadi desa definitif memisahkan diri dari desa Tanipah. Sehingga desa Labat muara memiliki kepala desa sendiri Letak Geografis dan Administratif Desa Labat Muara termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar. Desa ini terletak pada koordinat LS dan BT. Secara geografis, desa ini termasuk ke dalam wilayah pesisir karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Berikut ini adalah batas-batas wilayah Desa Labat Muara : a. Sebelah Utara : Desa Tanipah b. Sebelah Selatan : Sungai Barito dan Desa Tanipah c. Sebelah Barat : Sungai Barito d. Sebelah Timur : Desa Bakambat Desa Labat Muara memiliki jarak orbitasi 14 km dari pusat pemerintahan kecamatan yang bisa ditempuh dengan menggunakan prasarana transportasi darat (khusus roda 2) dan air (kapal kelotok), sedangkan dari Ibukota Kabupaten berjarak 59 km. Secara administrasi, desa ini terbagi ke dalam 3 (tiga) RT (Rukun Tetangga). Secara geografis, seluruh wilayah Desa Labat Muara yang memiliki resiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim terutama wilayah RT 3 yang berada di alur sungai barito. Dampak II - 1

15 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir perubahan iklim ini ditandai dengan banjir di pemukiman warga akibat pasang tinggi yang semakin sering terjadi dan meresahkan warga. II - 2

16 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Gambar 2.1. Peta Administrasi Desa Labat Muara Topografi dan Penggunaan Lahan Desa Labat Muara berada pada wilayah muara sungai barito dan memiliki luas wilayah 5,5Km 2. Desa ini sebagian besar wilayahnya adalah merupakan lahan rawa yang ketinggian permukaan airnya sangat dipengaruhi oleh pasang surut sungai barito dan sungai-sungai lain yang bermuara di sungai barito, secara umum, kondisi topografi desa Labat Muara adalah landai dengan kemiringan lahan kurang dari 15 dan ketinggian dari permukaan laut tidak lebih dari 1 m. Kondisi tanah di desa Labat Muara yang cukup subur karena berada pada wilayah sedimentasi muara sungai barito menyebabkan wilayah ini memiliki kelebihan dalam hal sawah penghasil padi. Akan tetapi posisi desa yang berada tepat di mulut muara sungai II - 3

17 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Tanipah menyebabkan sebagian lahan diwilayah desa ini, terutama wilayah RT I sangat rawan terhadap gerusan dan erosi aliran sungai. Wilayah permukiman penduduk tersebar pada suatu wilayah disepanjang sungai Labat Muara yang bermuara di sungai Barito, lokasi permukiman warga yang sebagian besar berada diwilayah muara inilah yang menyebabkan rawannya wilayah ini dari bencana banjir dan gelombang pasang Sosial Ekonomi Berdasarkan data monografi desa, total jumlah penduduk Desa Labat Muara adalah jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 357Rumah tangga yang tersebar di 3 wilayah Rukun Tetangga (RT). Meski ada berbagai etnis yang membentuk susunan kependudukan di desa Labat Muara, akan tetapi etnis Banjar adalah suku bangsa yang paling dominan. Seperti halnyadengan desa-desa lain disekitarnya, sebagian besar masyarakat desa Labat Muara mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani padipada lahan persawahan pasang surut dengan frekuensi panen 1 kali dalam setahun. Mata pencaharian warga lain yang dominan adalah nelayan tangkapdengan komoditas utama udang, ikan otek dan ikan selungsungan. 2.2 Dampak Perubahan Iklim di Desa Labat Muara Perubahan iklim yang terjadi telah dirasakan di berbagai belahan dunia. Hal ini dapat dirasakan dari pergantian musim yang terjadi. Saat ini pergantian musim telah mengalami perubahan waktu, dan hampir sulit untuk diprediksikan. Sebagai contoh adalah musim kemarau yang panjang, musim dingin yang lebih panjang dari biasanya maupun sebaliknya dan pergantian musim lainnya. Untuk di Indonesia perubahan iklim ditandai dengan pergeseran musim hujan dan musim kemarau. Musim kemarau yang lebih panjang dari waktu normalnya dapat berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian dan mempengaruhi ketersediaan pangan. Sebagaimana diketahui, bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia merupakan lahan pertanian yang menggantungkan kebutuhan airnya pada air hujan. Jika hujan tak datang tepat waktu, maka akan mempengaruhi produktivitas tanaman pertanian yang mana sangat membutuhkan air untuk II - 4

18 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir pertumbuhannya. Demikian juga sebaliknya, jika musim penghujan lebih panjang dari biasanya maka akan mempengaruhi sektor yang lain dan bahkan bisa mengakibatkan terjadinya bencana, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya. Wilayah pesisir juga merupakan salah satu wilayah yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Perubahan iklim telah mengakibatkan kenaikan paras muka air laut. Kenaikan muka air laut ini mengakibatkan terkikisnya wilayah pesisir melalui abrasi dan semakin menggerus wilayah daratan. Hal ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, karena banyak lahan-lahan produktif yang hilang, pemukiman yang tergenang banjir rob dan bahkan ada pemukiman yang tenggelam sebagaimana yang terjadi di Desa Bedono Kabupaten Demak. Demikian juga yang terjadi di Desa Labat Muara, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar terjadinya perubahan iklim telah mempengaruhi segala sendi kehidupan masyarakatnya. Pada pertengahan bulan maret tahun 2012 ini terjadi bencana angin puting beliung yang disertai oleh gelombang pasang yang merusak banyak pemukiman warga di beberapa desa disekitar muara sungai Barito, desa Labat Muara adalah salah satunya. Selain merusak areal persawahan dan permukiman warga, bencana ini juga menimbulkan kerusakanparah pada beberapa infrastruktur penting desa, diantaranya adalah titian dan jembatan jalan desa. Sesuai dengan kajian Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Banjar Tahun Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2008, Desa Labat Muara merupakan salah satu desa yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Berdasarkan hasil indentifikasi, dampak yang dirasakan masyarakat Desa Labat Muara antara lain : Adanya peningkatan suhu udara baik di darat maupun di laut. Gambar 2.2 Sebagian pemukiman warga yang rusak akibat gelombang pasang II - 5

19 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Sering terjadi pasang tinggi yang lebih lama dari biasanya pada bulan purnama. Pendangkalan muara sungai sebagai akibat tingginya tingkat sedimentasi. Lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh karena semakin berkurangnya hasil tangkapan di daerah tangkapan sebelumnya. Angin ribut yang dirasa semakin sering terjadi. Banjir pasang sering terjadi, sehingga membanjiri dan merusak pemukiman warga. Hasil tangkapan nelayan di laut menurun. Abrasi pesisir akibat air pasang dan hantaman gelombang laut/sungai. Dampak perubahan iklim yang dirasakan masyarakat ini, memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pola hidup dan kesejahteraan masyarakat di lokasi terdampak. Untuk itu, dengan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dirasakan oleh masyarakat di Desa Labat Muara ini, maka perlu kiranya dirumuskan suatu perencanaan yang tepat dan implementatif dalam upaya untuk bisa beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. 2.3 Permasalahan Beranjak dari ilustrasi di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dijawab dari Rencana Pengembangan Desa Labat Muara , yakni: a. Apa saja kebutuhan dan keinginan warga terkait dengan pembangunan desa pesisir tangguh? b. Apa saja bentuk program yang dianggap strategis oleh warga untuk mewujudkan pembangunan desa pesisir tangguh? c. Apa saja indikator pencapaian keberhasilan dari program yang dibutuhkan oleh warga? II - 6

20 BAB III METODE PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN DESA BAKAMBAT

21 Dokumen Rencana Pengembangan Bab III METODE PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA Kerangka Perencanaan Penyusunan rencana pengembangan dibatasi dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan target yang telah ditentukan. Pada tahun pertama, dilakukan pemetaan sosial dan infrastruktur, meliputi : analisis kebutuhan, analisis institusi, identifikasi modal sosial, identifikasi peran aktor, dan penilaian peran gender. Selanjutnya pada tahun kedua, dilakukan aksi di tingkat desa yang merujuk lima bina, yakni bina manusia, bina sumberdaya, bina usaha, bina lingkungan dan infrastruktur, dan bina siaga bencana. Kemudian pada tahun ketiga, diharapkan terwujudnya rehabilitasi sumberdaya dan penguatan ekonomi masyarakat di Desa Labat Muara. Tentunya semua ini bertujuan untuk mewujudkan Desa Labat Muara yang Tangguh terhadap bencana alam dan perubahan iklim, serta ketangguhan dalam hal ekonomi. III - 1

22 Dokumen Rencana Pengembangan DESA LABAT MUARA TANGGUH Gambar 3.1. Kerangka Rencana Pengembangan Desa Labat Muara, Kec. Aluh Aluh, Kabupaten Banjar. Untuk menjalankan roda aktivitas sebagaimana yang dimaksud di atas, maka dibutuhkan spirit dan institusi penggerak dalam bentuk group kerjasama (working group) yang memiliki komitmen kuat untuk membangun desa peisisir yang tangguh Fokus Fokus perencenaan meliputi lima aspek bina program, yakni bia manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan dan infrastruktur, serta bina siaga bencana dan perubahan iklim. Kelima aspek ini merupakan cerminan dari aktivitas yang dijalankan oleh Labat Muara untuk menuju ketangguhan dan kesejahteraan desa pesisir. Adapun uraian ke lima bina yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini. III - 2

23 Dokumen Rencana Pengembangan Tabel 3.1. Uraian Lima Bina Program sebagai Fokus Perencanaan Desa Labat Muara. Bina Program 1. Manusia 2. Usaha Bina Program 3. Bina Sumberdaya 4. Lingkungan dan Infrastruktur Uraian Investasi pada human capital, penekanan pada bidang pendidikan dan kesehatan Peningkatan kapasitas organisasi dan kelompok, baik formal maupun informal Memperluas dan meningkatkan kerjasama untuk efisiensi Memperbaiki budaya kerja, gotong royong, tanggung jawab, disiplin, dan hemat Menghilangkan sifat negatif, boros, konsumtif Meningkatkan keterampilan usaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi Meningkatkan dan mempermudah akses terhadap sumberdaya, teknologi, modal, pasar, dan informasi pembangunan Membangun kemitraan dengan pelaku usaha Membangun sistem insentif administrasi serta pendanaan formal dan informal Uraian Memperkuat kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya Revitalisasi hak ulayat dan hak masyarakat lokal Menerapkan MCS dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal Menerapkan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli (indegenous technology) Merehabilitasi habitat, konservasi dan memperkaya sumberdaya Meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola dan menata lingkungan Membangun infrastruktur (jalan, listrik, air bersih, sanitasi) Meningkatkan perencanaan dan pembangunan secara spasial di pesisir Melakukan rehabilitasi vegetasi pantai dan mengendalikan pencemaran III - 3

24 Dokumen Rencana Pengembangan 5. Bina Program Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Uraian Melakukan usaha-usaha pengurangan risiko bencana, perencanaan tanggap darurat dan rehabilitasi pada tingkat masyarakat. Memperkuat kearifan lokal dalam antisipasi bencana Menyusun rencana aksi desa pengurangan risiko bencana, mengadakan penyadaran masyarakat, gladi yang reguler, latihan tanggap darurat, akses data dan informasi bencana, dan aktivitas lain terkait penanggulangan bencana. Membangun sarana dan prasarana penanggulangan bencana (jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung terhadap bencana, fasilitas kesehatan, cadangan strategis desa, dan lain-lain 3.3 Pendekatan Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Labat Muara ini menggunakan pendekatan pembangunan berbasis komunitas yang memaksimalkan partisipasi masyarakat dan bertumpu pada sumberdaya lokal yang dimiliki masyarakat Desa Labat Muara. Namun demikian, penyusunan rencana pengembangan ini juga melibatkan pemangku kepentingan lainnya, seperti: perguruan tinggi, praktisi, dan birokrasi. Adapun maksud dilibatkannya pemangku kepentingan tersebut adalah untuk melengkapi kekurangan pendekatan yang telah disusun sebelumnya. Untuk itu, beberapa hal yang dilakukan dalam pendekatan penyusunan rencana pengembangan ini, sebagai berikut: a. Melakukan identifikasi sistem nilai sebagai spirit penggerak pembangunan di Desa Labat Muara; b. Melakukan need assessment warga di Desa Labat Muara, meliputi: kebutuhan dan harapan, kelembagaan/institusi, dan modal sosial; c. Merumuskan bentuk program yang sesuai dengan kebutuhan warga di Desa Labat Muara terkait dengan perubahan iklim, bencana alam, dan aktor yang akan melaksanakan program yang dimaksud; dan d. Menyusun roadmap pengembangan desa pesisir di Desa Labat Muara. Kemudian, untuk melakukan rumusan poin-poin di atas, maka diperlukan beberapa pemahaman yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator. Adapun pemahaman yang dimaksud, sebagai berikut: III - 4

25 Dokumen Rencana Pengembangan a. Memahami target pencapaian yang diharapkan; b. Memahami tahapan kerja perencanaan partisipatif pengembangan desa pesisir, dalam hal ini Desa Labat Muara; c. Memahami lima bina yang merupakan fokus pengembangan program, seperti: bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan dan infrastruktur, dan bina siaga dan perubahan iklim; serta d. Memahami dan menguasai prinsip-prinsip partisipatif dalam mendampingi proses assessment yang dilakukan kepada warga Unit Analisis Perencanaan pengembangan desa pesisir Labat Muara dibuat oleh keterwakilan warga yang berasal dari ragam latar belakang kelompok-kelompok sosial (social institution) yang terdapat di Labat Muara. Umumnya, institusi sosial di desa ini dibagi ke dalam dua bagian, yakni: (1) institusi non-formal, terdiri dari: pengajian, paguyuban kematian, dan jumat bersih; dan (2) institusi formal, terdiri dari: Karang Taruna, Lembaga Pengembangan Masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa, Bank Rakyat Indonesia, Koperasi Unit Desa, PKK maupun Posyandu. Berdasarkan institutional assessment, kemudian ditentukan keterwakilan warga melalui institusi sosial yang aktif dan berperan banyak dalam kegiatan - kegiatan warga. Adapun institusi sosial yang dimaksud sebagai wakil dalam penyusunan perencanaan pengembangan Desa Labat Muara, sebagai berikut: III - 5

26 Dokumen Rencana Pengembangan Tabel 3.2 Wakil institusi sosial dalam penyusunan perencanaan pengembangan desa Labat Muara Kelompok Sosial (Social Institutional) Jumlah Keterwakilan (Orang) 1. Aparatur Desa 5 2. Jamaah Yasinan 5 3. Karang Taruna 5 4. Kelompok Olah Raga 5 Total Alur Proses Alur proses penyusunan Rencana Pengembangan Desa Labat Muara dimulai dari identifikasi dan penyusunan indikator ketangguhan desa pesisir (PDPT). Penyusunan indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi eksisting Labat Muara dari aspek sosial budaya, ekonomi, kelembagaan dan pemerintahan desa, infrastruktur, lingkungan, dan sumberdaya manusia. Hasil uji coba tersebut, kemudian didiskusikan kepada para pakar untuk memperkuat validasi indikator sebagai rangkaian untuk memperbaiki indikator PDPT yang akan digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat ketangguhan desa-desa pesisir. Penyusunan Indikator PDPT Konsultasi Publik 1 (Uji Indikator) Konsultasi Publik 1 (Diskusi pakar & perbaikan materi) Penguatan kelembagaan Workshop PDPT Konsultasi publik 3 (need assessment rencana pengembangan) Gambar 3.2. Alur proses kegiatan di desa Labat Muara, Kecamatan Aluh-Aluh III - 6

27 Dokumen Rencana Pengembangan Selanjutnya indikator yang digunakan tersebut, dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penguatan kelembagaan sosial di desa pesisir Labat Muara. Penguatan kelembagaan sosial ini bertujuan, sebagai berikut: a. Mampu melakukan identifikasi kelembagaan sosial masyarakat untuk menentukan kelembagaan yang dapat dijadikan sebagai wadah pengorganisasian; b. Mampu mengidentifikasi dan mengenali modal sosial yang dimiliki warga sebagai modal dasar memperkuat kelembagaan yang dapat mengantisipasi sedini mungkin terjadinya bencana alam dan perubahan iklim; c. Membangun dan memperkuat kapasitas kelembagaan yang ada di warga agar mampu merespon secara cepat dan tanggap terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam. Adapun hasil pelaksanaan kegiatan ini, berupa: (1) teridentifikasi dan terbentuknya kelembagaan sosial masyarakat sebagai wadah pengorganisasian untuk mengantisipasi perubahan iklim dan bencana alam; (2) terjadinya peningkatan kapasitas kelembagaan sosial di desa pesisir; dan (3) terjalinnya modal sosial sebagai upaya untuk memperkuat kelembagaan. Agar menuju hasil yang komprehensif, maka dilakukan Workshop Pembangunan Desa Pesisir Tangguh yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya membangun desa pesisir yang tangguh serta menjaring dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Selain itu, workshop yang dilakukan tersebut dalam rangka menggalang opini untuk perbaikan konsep pembangunan desa pesisir tangguh melalui rumusan dilakukan pembahasan oleh para pakar yang berkompoten dalam bidangnya masingmasing. Dengan demikian, proses-proses yang dilakukan sebelumnya dijadikan sebagai acuan dalam melakukan need assessment perencanaan program pengembangan desa pesisir tangguh yang dilaksanakan di Desa Labat Muara, Kecamatan Aluh Aluh, Kabupaten Banjar III - 7

28 BAB IV KETERKAITAN DENGAN RENCANA LAIN

29 Dokumen Rencana Pengembangan Bab IV KETERKAITAN DENGAN RENCANA LAIN Tingkatan (hierarki) pemerintahan merupakan salah satu pertimbangan dalam penyusunan RPJP Daerah. Sesuai dengan arahan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, diatur ketentuan mengenai RPJP Daerah Provinsi yang mengacu pada RPJP Nasional, RPJP Daerah Kabupaten/Kota mengacu pada RPJP Daerah Provinsi. Seperti yang di amanatkan dalam Undang-Undang No 27 Tahun 2007, Rencana Pengembangan Desa Labat Muara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RPJP Daerah Kabupaten Banjar. Dengan demikian diharapkan dapat terwujud keselarasan dan konsistensi gerak langkah dan pencapaian pembangunan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. IV - 1

30 BAB V RENCANA PENGEMBANGAN DESA BAKAMBAT

31 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Bab V RENCANA PENGEMBANGAN DESA LABAT MUARA 5.1. Fokus Fokus perencenaan meliputi 5 (lima) aspek bina program, yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan dan infrastruktur, serta bina siaga bencana dan perubahan iklim. Kelima aspek ini merupakan cerminan dari aktivitas yang dijalankan untuk menuju ketangguhan dan kesejahteraan desa pesisir. Adapun uraian dimaksud dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1. Uraian 5 (lima) Bina Program sebagai Fokus Perencanaan Desa Labat Muara. Bina Program Uraian 1. Manusia Investasi pada human capital, penekanan pada bidang pendidikan dan kesehatan Peningkatan kapasitas organisasi dan kelompok, baik formal maupun informal Memperluas dan meningkatkan kerjasama untuk efisiensi Memperbaiki budaya kerja, gotong royong, tanggung jawab, disiplin, dan hemat Menghilangkan sifat negatif, boros, konsumtif 2. Usaha Meningkatkan keterampilan usaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi Meningkatkan dan mempermudah akses terhadap sumberdaya, teknologi, modal, pasar, dan informasi pembangunan Membangun kemitraan dengan pelaku usaha Membangun sistem insentif administrasi serta pendanaan formal dan informal 3. Bina Sumberdaya Memperkuat kearifan lokal dalam pengelolaan V - 1

32 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Lingkungan dan Infrastruktur Siaga Bencana dan Perubahan Iklim sumberdaya Revitalisasi hak ulayat dan hak masyarakat lokal Menerapkan MCS dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal Menerapkan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli (indegenous technology) Merehabilitasi habitat, konservasi dan memperkaya sumberdaya Meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola dan menata lingkungan Membangun infrastruktur (jalan, listrik, air bersih, sanitasi) dan Meningkatkan perencanaan dan pembangunan secara spasial di pesisir Melakukan rehabilitasi vegetasi pantai dan mengendalikan pencemaran Melakukan usaha-usaha pengurangan risiko bencana, perencanaan tanggap darurat dan rehabilitasi pada tingkat masyarakat. Memperkuat kearifan lokal dalam antisipasi bencana Menyusun rencana aksi desa pengurangan risiko bencana, mengadakan penyadaran masyarakat, gladi yang reguler, latihan tanggap darurat, akses data dan informasi bencana, dan aktivitas lain terkait penanggulangan bencana. Membangun sarana dan prasarana penanggulangan bencana (jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung terhadap bencana, fasilitas kesehatan, cadangan strategis desa, dan lain-lain 5.2 Spirit Perencanaan Spirit perencanaan desa pesisir merupakan sistem nilai yang dijadikan sebagai panduan para pemangku kepentingan untuk menyelenggaran pembangunan desa pesisir yang tangguh. Spirit ini merupakan koridor yang mengarahkan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan, yakni desa pesisir sejahtera dan tangguh terhadap perubahan iklim dan bencana alam. V - 2

33 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Adapun basis nilai yang dimaksud, terdiri dari: kemandirian, keberlanjutan, keberdaulatan, dan kesejahteraan. Adapun makna dari spirit tersebut, sebagai berikut: 1. Kemandirian, adalah upaya warga agar tidak tergantung ide/gagasan yang tidak bersumber dari kebutuhan dan realitas yang dihadapi warga. Hal ini dimaksudkan agar tumbuhnya kreativitas menciptakan peluang dan menjalankan usaha yang sesuai dengan prinsip kebutuhan yang dirasakan oleh warga. Tentunya usaha yang dijalankan bersumber dari sumberdaya alam lokal. Selain itu, kemandirian dalam kaitannya dengan bencana alam dan perubahan iklim adalah upaya untuk menciptakan kesadaran mengantisipasi dan mencegah terjadinya bencana alam dan perubahan iklim; 2. Keberlanjutan, adalah sikap kemandirian warga yang terus konsisten untuk menjaga keberlanjutan memanfaatkan sumberdaya alam lokal untuk kegiatan usaha. Tentunya keberlanjutan ini terkait dengan dukungan dari institusi internal maupun eksternal. Selain itu, keberlanjutan dimaknai upaya untuk terus menerus menjaga lingkungan dan infrastruktur yang ada. Juga konsistensi dalam hal antisipasi dan pencegahan bencana dan perubahan iklim; 3. Keberdaulatan, adalah kemampuan warga untuk mencukupi kebutuhan hidup tanpa ketergantungan dari pihak luar untuk mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimliki, sehingga keberlanjutan usaha dapat terjaga untuk meningkatkan kekuatan ekonomi warga. Selain itu, keberdaulatan dalam hal lingkungan dan infrastruktur adalah kemampuan warga untuk terus menjaga lingkungannya sehingga terciptanya kesadaran penuh akan problem bencana alam dan perubahan iklim; dan V - 3

34 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir 4. Kesejahteraan, adalah kemampuan warga untuk mencukupi kebutuhan baik secara psikologi maupun ekonomi. Pihak luar diharapkan sebagai stimulan untuk mewujudkan kesejahteraan yang dimiliki warga. Gambar 5.1. Basis Nilai Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh. Berdasarkan kelima spirit di atas, jika dihubungkan dengan fokus perencanaan program di Desa Labat Muara, maka teridentifikasi makna dan realitas, serta bentuk aktivitas yang menggambarkan irisan antar spirit dan fokus perencanaan program di Labat Muara. Adapun matrik keterkaitan antara spirit dan fokus perencanaan program dapat di lihat pada Tabel 5.2. V - 4

35 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Tabel 5.2. Matriks Keterkaitan antara Spirit dan Fokus Perencanaan Program di Desa Labat Muara. Spirit Bencana Manusia Usaha Sumberdaya Lingkungan dan Infrastruktur Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Makna Tidak tergantung ide/gagasan Kreatif menciptakan peluang dan menjalankan usaha Sadar potensi sumberdaya, shg perlu reorientasi pengelolaan, pemanfaatan dan lainlain Sadar dan mandiri menjaga dan membersihkan lingkungan Kemandirian memb.sarana&pras arana desa Kesadaran untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya bencana dan perubahan iklmi Kemandirian Realitas Aktivitas Masih ada warga/kel.warga yg masih tergantung Dukungan lembaga internal dan ekternal Pelatihan untuk memb. Kapasitas kemandirian warga/kel.warga Sudah ada, meski dukungan inter.&eks. belum optimal Akses pemasaran Akses modal Penguatan skill warga/kel.usaha Optimalisasi keberadaan sumberdaya yang masih kurang Penyadaran melalui advokasi Pelatihan produktif Sudah ada, meski masih terbatas Belum ditemukan keswadayaan memb. infrastruktur Operasi bersih Keswadayaan memb. infrastruktur Sudah ada kesadaran warga Membangun kesadaran warga Pembentukan kelembagaan yang kuat V - 5

36 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Spirit Makna Keberlanjutan Realitas Aktivitas Bencana Manusia Usaha Sumberdaya Sikap kemandirian yang terus konsisten. Masih ditemukan ketergantungan warga terhadap bantuan Tindak lanjut dari setiap proses pelatihan berupa pendampingan sampai benar-benar mereka bias melakukannya sendiri. Keberlanjutan dalam soal usaha yang telah digeluti. Keberlanjutan terkait dukungan dari institusi internal dan eksternal soal modal hingga pemasaran. Keberlanjutan usaha khusus untuk usaha yang berisfat pribadi. Namun tidak untuk usaha kelompok Membuka akses modal; Membuka akses pasar Kemampuan masyarakat untuk terusmenerus (sustainable) dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Ketersediaan tergantung pada kondisi alam (musim/cuaca). Ketergantungan yang begitu besar terhadap laut membuat potensi sumberdaya lainnya kurang dilirik. Mengelola peluang yang ada terkait sumberdaya non laut Lingkungan dan Infrastruktur Upaya untuk terusmenerus menjaga lingkungan dan infrastruktur yang ada. Sudah ada kesadaran untuk menghargai lingkungan Beberapa aktivitas terkait dgn bina ini berjalan dengan baik Mempertahankan kesadaran warga akan lingkungan Pembangunan infstruktur yang rusak Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Kesadaran yang terus berkelanjutan dalam soal antisipasi dan pencegahan bencana dan perubahan iklim. Terdapat orang atau kelompok yang dapat menggerakkan dan mengarahkan Penguatan kapasitas warga terkait kesiapsiagaan V - 6

37 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Spirit Makna Keberdaulatan Realitas Aktivitas Bencana Manusia Usaha Sumberdaya Manusia yang telah mampu secara paripurna mencukupi kebutuhan hidup tanpa ketergantungan terhadap pelatihan atau pendampingan. Masih ditemukan ketergantungan Dukungan penguatan internal manusianya dan dukungan kuat dari system yang telah ada. Kemampuan menjalankan aktifitas usaha tanpa lagi memiliki ketergantungan dari pihak luar. Masih tergantung dengan kondisi eksternal Upaya penyadaran dan pendampingan masyarakat mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Kemampuan mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimiliki. Terbatas pada potensi SDP (tangkap & pariwisata) Memfasilitas masyarakat agar mampu mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimilikinya. Lingkungan dan Infrastruktur Memiliki kesadaran penuh terhadap lingkungan dan pembangunan infrastruktur. Minimnya kemampuan membangun infstruktur Kedasaran akan lingkungan yang tinggi Kesadaran dalam diri juga adanya dukungan dari kelembagaan Desa Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Adanya kesadaran penuh akan problem bencana dan perubahan iklim Sudah ada aksi untuk antisipasi Sikap ketangguhan mencegah terjadinya bencana dan perubahan iklim. V - 7

38 Dokumen Rencana Pengembangan desa pesisir Spirit Makna Kesejahteraan Realitas Aktivitas Bencana Manusia Usaha Sumberdaya Manusia yang mampu mencukupi kebutuhannya baik secara psikologi (kepuasan) maupun ekonomi. Masih banyak warga yang kurang bahkan tidak sejahtera Menciptakan peluang ekonomi warga Usaha yang mampu memenuhi kebutuhan hidup paripurna. Menciptakan kesejahteraan diperoleh dengan kemudahan menciptakan peluang dan memasarkan produk. Menciptakan kesejahteraan dan menciptakan peluang dan memasarkan produk. Kemampuan mengelola sendiri potensi sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya laut dikelola sendiri oleh masyarakat karena mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Paket program pengelolaadiusahakan oleh masyarakat. Lingkungan dan Infrastruktur Memiliki kesadaran penuh terhadap lingkungan dan pembangunan infrastruktur. Belum semua masyarakat memiliki kesadaran penuh (kesadaran memiliki lingkungan dan infrastruktur berusaha untuk menjaganya) Mengorganisir kesadaran dalam diri dan dukungan kelembagaan Desa Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Kemampuan mengantisipasi bencana dan perubahan iklim berimplikasi pada kesejahteraan. Kelembagaan yang mampu mengorganisir kesadaran melainkan juga dukungan dari pihak-pihak luar (eksternal) V - 8

39 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir 5.3. Perencanaan Pengembangan Desa Labat Muara Perencanaan pengembangan Desa Labat Muara disusun berdasarkan kebutuhan yang dirasakan warga dan fokus program (manusia, usaha, sumberdaya, lingkungan dan infrastruktur, dan kesiagaan bencana alam dan perubahan iklim) dalam kurung waktu 5 (lima) tahun. Atau dengan kata lain, bentuk program merupakan akumulasi kebutuhan dan harapan yang disesuaikan dengan fokus program pembangunan desa pesisir tangguh. Dalam proses penyusunannya, keterlibatan wakil warga (melalui institusi lokal), dibagi ke dalam empat kelompok, yakni: kelompok bina manusia,kelompok bina usaha dan sumberdaya, kelompok bina lingkungan dan infrastruktur, dan kelompok siaga bencana dan perubahan iklim. Selanjutnya, masing-masing kelompok tersebut diidentifikasi kebutuhan dan harapannya sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan. Berdasarkan daftar kebutuhan dan harapan tersebut, kemudian disusun bentuk program yang mencerminkan konteks desa yang mana menggambarkan Kerangka Kerja mekanisme, perencanaan waktu, dan indikator keberhasilan program yang telah tersusun. Semua ini memberikan gambaran peta perjalanan (roadmap) program Desa Labat Muara yang disusun secara partisipatif (Gambar 5.3). Kel. Bina Usaha & SD Daft. Kebutuhan Proses Mekanisme Pembagian ke dalam 4 kelompok Kel. Bina Manusia Kel. Bina Lingk.&Infra Need Assessment Warga Desa Bentuk Program Perenc. Waktu Roadmap Peren. Desa Kel. Bina SB Indikator Daft. Harapan Gambar 5.3. Kerangka Kerja Perencanaan Pembangunan Desa Pesisir Tangguh. V - 9

40 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir Dengan demikian perencanaan pengembangan Desa Labat Muara, dibagi ke dalam empat bagian, meliputi: (1) perencanaan bina program manusia; (2) perencanaan bina program usaha dan sumberdaya; (3) perencanaan bina program lingkungan dan infrastruktur; dan (4) perencanaan bina program siaga bencana dan perubahan iklim. Adapun penjelasan keempat bagian ini sebagaimana disajikan pada bagian berikut Perencanaan Program Bina Manusia Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif, teridentifikasi 5 (lima) daftar kebutuhan terkait dengan program bina manusia. Adapun kelima kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Peningkatan keterampilan generasi muda (pendidikan keterampilan); Peningkatan kualitas kerja sama antar masyarakat; Perbaikan pada budaya kerja gotong royong (kekompakan); Peningkatan kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan; dan Pendidikan teknologi bagi generasi muda. Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina manusia, meliputi: Adanya keinginan anak-anak dapat bersekolah setinggi-tingginya; Adanya keinginan kekompakan masyarakat lebih meningkat lagi; Adanya keinginan supaya masyarakat Labat Muara bisa bekerja sama satu sama lain; Adanya keinginan adanya pelayanan kesehatan yang memadai; Adanya keinginan sandang pangan terpenuhi; dan Adanya keinginan lapangan kerja yang dapat memberikan pendapatan tambahan bagi warga desa. Beranjak dari daftar kebutuhan dan keinginan di atas, maka tersusunlah matrik bentuk program perencanaan pengembangan Desa Labat Muara berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Adapun bentuk-bentuk program yang direncanan, antara lain: pelatihan keterampilan generasi muda, pendidikan agama bagi V - 10

41 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir generasi muda, pelatihan peningkatan kualitas kader posyandu, program peningkatan kerjasama antar warga, program peningkatan kemampuan teknologi bagi generasi muda, penyuluhan kesehatan, program rutin bersama, peningkatan pelayanan kesehatan melalui puskesmas keliling, dan peningkatan kualitas SDM anggota organisasi masyarakat. Adapun waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran Perencanaan Program Bina Usaha dan SumberDaya Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif terkait dengan perencanaan program bina usaha dan sumberdaya, maka teridentifikasi empat daftar kebutuhan terkait dengan program bina usaha dan sumberdaya. Adapun kelima kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Kebutuhan tanaman mangrove yang berfungsi terutama untuk menahan erosi, abrasi serta terpaan gelombang. Kebutuhan untuk melakukan kerja bakti bersama merawat mangrove; Kebutuhan untuk melakukan konsolidasi dan kordinasi antar kelembagaan desa; Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina manusia, meliputi: Memajukan desa dan menjaga lingkungan; Menjaga kebersihan dan kelestarian sebagai cermin dari masyarakat; Menjaga harmonisasi antar lembaga desa; Meningkatkan sumber penghasilan warga desa; dan Mengembangkan potensi yang ada di desa sebagai budaya yang harus diunggulkan. Beranjak dari daftar kebutuhan dan keinginan di atas, maka tersusunlah matrik bentuk matrik bentuk program bina usaha dan bina sumberdaya dalam bentuk perencanaan pengembangan Desa Labat Muara berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Untuk waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran 3. V - 11

42 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir Perencanaan Program Bina Lingkungan dan Infrastruktur Hasil need assessment yang dilakukan secara partisipatif, teridentifikasi delapan daftar kebutuhan terkait dengan program bina lingkungan dan infrastruktur. Adapun kedelapan kebutuhan yang dimaksud, meliputi: Kebutuhan air bersih; Kebutuhan akan sumber air bersih Kebutuhan untuk perbaikan jalan dan titian desa. Kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus) bersama; Selanjutnya, hasil identifikasi daftar keinginan warga terkait dengan program bina lingkungan dan infrastruktur, meliputi: Adanya keinginan untuk mengurangi pemanasan global; Adanya keinginan lingkungan desa bersih, terjaga, indah, dan sehat; dan Adanya keinginan untuk memotivasi pemuda-pemudi desa agar berkelakuan positif. Beranjak dari daftar kebutuhan dan keinginan di atas, maka tersusunlah matrik bentuk matrik bentuk program lingkungan dan infrastruktur perencanaan pengembangan Desa Labat Muara berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Untuk waktu, aktor, mekanisme kegiatan, dan indikator pencapaiannya dapat dilihat pada Lampiran Perencanaan Program Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim Sejumlah permasalahan yang merupakan potensi bencana di Labat Muara, yaitu angin dan naiknya air laut. Potensi bencana yang pertama adalah Angin. Angin kencang, dalam bentuk angin puting beliung, menjadi ancaman tersendiri yang dapat menyebabkan robohnya rumah-rumah penduduk, terutama warung-warung yang berada di pinggir pantai, tempat penduduk mencari penghasilan. Akibat perubahan iklim, yaitu ketidakteraturan pola angin di Labat Muara juga menyebabkan bencana ekonomi yang sangat fatal, dimana para nelayan tidak dapat melaut akibat ancaman angin dan gelombang besar di lautan. V - 12

43 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir Naiknya permukaan air laut menyebabkan banjir rob yang mencapai wilayahwilayah pemukiman penduduk. Perpaduan dari kenaikan permukaan air laut, angin yang menyebabkan gelombang besar, hingga sampah yang menyumbat saluransaluran air, menyebabkan ancaman banjir yang sangat parah yang dapat membahayakan pemukiman penduduk Labat Muara, fasilitas-fasilitas umum, serta usaha-usaha masyarakat. Dari beberapa persoalan/permasalahan di atas, maka dirumuskan beberapa kebutuhan masyarakat, meliputi: Sarana informasi yang mencakup penyedian data prakiraan cuaca, kondisi angin dan gelombang, sehingga masyarakat dapat mengetahui sedini mungkin apabila bencana akan terjadi, dan persiapan menghadapi bencana dapat segera dilakukan. Penanaman mangrove. Adanya tenaga penanggulangan bencana beserta fasilitasnya. Sebagai tindak lanjut dari kebutuhan yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa harapan yang diungkapkan oleh masyarakat, yaitu: Penanaman mangrove di psesisir pantai. Adanya pos siaga bencana yang berfungsi sebagai berikut: (1) Menyediakan informasi data prakiraan cuaca, kondisi angin dan gelombang, (2) Sebagai base camp kelompok pemuda siaga bencana, (3) Pusat informasi dan pelatihan tanggap bencana, (4) Pusat peringatan dini terjadinya bencana, dan (5) Shelter pengungsian bagi penduduk yang terkena bencana. Merujuk dari kebutuhan dan harapan di atas, maka program pembangunan pemecah gelombang serta penanaman mangrove diharapkan dapat terakomodir di kelompok bina lingkungan dan infrastruktur. Sedangkan pada bina siaga bencana, program yang diharapkan dapat terealisasi adalah Pos Siaga Bencana dan Kelompok Pemuda Siaga Bencana. Adapun rincian dan indikator program bina siaga bencana dan perubahan iklim dapat dilihat pada Lampiran 4. V - 13

44 BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

45 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir Bab VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI 6.1. Konsep dan Definisi Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi (evaluation) adalah suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan dan implementasi dari sebuah program kegiatan atau program kerja. Dengan demikian, Pemantauan dan Evaluasi (PE) adalah salah satu unit kegiatan penting dalam konteks rencana strategis karena salah satu keluaran rencana strategis adalah indikasi program yang merupakan turunan dari stratagi yang telah ditetapkan. Secara umum, tujuan PE adalah mengukur (measurement) dan menduga (assessment) kinerja dari sebuah program agar dapat mengelola hasil (outcomes) dan keluaran (outputs) program tersebut dengan lebih efisien (UNDP, 2002). Dengan demikian kata kunci penting dalam tujuan PE ini adalah kinerja program (perfomances) yang didefinisikan sebagai kemajuan atau hasil yang telah dicapai. Secara tradisional, tujuan dari PE menitikberatkan pada perkiraan input dan implementasi dari sebuah program, namun dalam konteks modern, PE lebih memfokuskan diri pada proses pengukuran dan pendugaan dari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kinerja yang sedang diteliti. Secara standar, tujuan PE terdiri dari empat unsur utama seperti yang disajikan pada Gambar 6.1 berikut ini. V - 5

46 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir belajar dari pengalaman membangun kapasitas Meningkatkan akuntabilitas dan kemampuan reposisi Membuat keputusan yang berbasis informasi Gambar 6.1. Tujuan pemantauan dan evaluasi (diadopsi dari UNDP, 2002 dalam Adrianto, 2005) Sementara itu, per definisi, pemantauan (monitoring) adalah sebuah fungsi atau proses yang berkelanjutan dengan tujuan utama menyediakan indikasi awal dari kemajuan atau kemunduran dari kinerja sebuah program kepada pihak pengelola (manajemen). Ada delapan prinsip pemantauan yang baik (good principles of monitoring) yaitu (UNDP, 2002): (1) fokus pada hasil dan follow-up-nya; (2) disain pemantauan yang baik; (3) kunjungan reguler terhadap program yang dipantau; (4) melakukan analisis reguler terhadap setiap pencapaian hasil; (5) dilakukan dengan prinsip partisipatif; (6) dilakukan dengan menggunakan pendekatan indikator dan pengembangan garis dasar (baselines) program; (7) menduga relevansi dan keberhasilan dari setiap titik pencapaian hasil dari program; dan (8) menjadikan setiap proses pemantauan sebagai pembelajaran (lesson learned). Sedangkan menurut definisinya, evaluasi (evaluation) adalah upaya atau proses selektif yang bertujuan untuk memperkirakan kemajuan (progress) dari sebuah program secara sistematik dan berorientasi pada hasil (UNDP, 2002). Ruang lingkup dari evaluasi mencakup empat hal yaitu (1) status hasil (outcomes status) yaitu apakah hasil sudah dicapai atau belum dan apabila belum apakah terdapat kemajuan untuk mencapai hasil yang sudah diperkirakan; (2) faktor yang berpengaruh (underlying factors) yaitu sebuah analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil; (3) kontribusi pengelola (proponent contribution) yaitu kontribusi dari pengelola terhadap proses pencapaian hasil; dan (4) strategi kemitraan (partnership strategy) yaitu apakah dalam V - 6

47 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir evaluasi dilakukan proses kemitraan antara pengelola dengan seluruh stakeholder yang terlibat dalam program yang sedang dievaluasi serta efektivitas pelaksanaannya Rantai Pemantauan dan Evaluasi Dalam konteks proses, rantai pemantauan dan evaluasi (PE) secara diagram dapat digambarkan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6.2. SCOPE OF INPUTS Tenaga ahli (experts) Perlengkapan (equipments) Dana (funds) SCOPE OF OUTPUTS SCOPE OF OUTCOMES Studies completed People trained Peningkatan pendapatan Penciptaan lapangan kerja baru SCOPE OF IMPACTS Kondisi kesehatan meningkat Angka harapan hidup meningkat Gambar 6.2. Rantai proses pemantauan dan evaluasi Rantai PE yaitu terdiri dari rantai ruang lingkup input (scope of inputs), ruang lingkup keluaran (scope of outputs), ruang lingkup hasil (scope of outcomes), dan ruang lingkup dampak (scope of impacts) dari sebuah program yang sedang mendapatkan perlakuan PE. Dengan demikian, rantai proses PE dimulai dari pendugaan dan estimasi input yang diperlukan dalam implementasi sebuah program yang telah direncanakan di mana prinsip dasar dari estimasi input ini adalah azas efisiensi. Proses ini kemudian dilanjutan dengan menentukan prakiraan keluaran yang diharapkan, hasil program sekaligus dampak yang dapat ditimbulkan dari implementasi sebuah program. V - 7

48 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir 6.3. Pengukuran Kinerja Salah satu faktor penting dalam PE adalah pengukuran kinerja dari sebuah program yang telah ditetapkan. Dalam konteks rencana pengembangan desa pesisir tangguh, maka pengukuran kinerja ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan indikator seperti yang dapat dilihat secara diagram pada Gambar Indikator yang digunakan harus dapat diukur, mudah pengukurannya dan jumlahnya tidak terlalu banyak proporsional terhadap tujuan pengukuran kinerja itu sendiri. PERFORMANCE MEASUREMENT Sistem Rating (Pemeringkatan) Pengukuran Efisiensi PEMILIHAN INDIKATOR Langkah kunci dalam pemilihan indikator Perencanaan indikator PENGGUNAAN INDIKATOR Pelibatan stakeholders Pemanfaatan indikator dalam monitoring Gambar Pentingnya pendekatan indikator dalam pengukuran kinerja menurut DKP (2004) Indikator kinerja dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu indikator masukan (input), indikator keluaran (output), indikator hasil (outcome), indikator manfaat (benefit) dan indikator dampak (impact). Indikator untuk masing-masing kelompok tersebut harus diestimasi dan ditentukan berdasarkan beberapa prinsip seperti yang ditentukan oleh UNDP (2002) yaitu : (1) estimasi indikator dilakukan dengan basis atau target tertentu; (2) menggunakan indikator proxy apabila perlu; (3) menggunakan data disagregat; (4) melibatkan stakeholder untuk menentukan indikator; (5) membedakan antara indikator kuantitatif dan kualitatif; (6) membatasi jumlah indikator; (7) menggunakan timelines yang tepat sehingga indikator yang diestimasi tepat sasaran dan waktu program. Menurut Thia-Eng (2006) dalam buku the Dynamic of Integrated Coastal Management, salah satu indikator yang disarankan dalam pengelolaan pesisir terpadu adalah dengan menggunakan kerangka kerja (framework) DPSIR seperti pada Gambar Dalam model ini, indikator monitoring dan evaluasi terhadap komponen faktor pendorong V - 8

49 Dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir (driving force), tekanan (pressure), status atau kondisi (state), dampak suatu tekanan (impact) dan upaya atau kebijakan yang telah diambil (response) dianalisis secara sistimatis dan berkesinambungan. Gambar Konsepsi kerangka kerja (framework) Driving force-pressure-state- Impact-Response (DPSIR) dan indikator dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir, dari proses identifikasi issu hingga monitoring dan evaluasi dalam upaya penyempurnaan secara terus-menerus (continued improvement) (UNESCO, 2003; AIDEnvironement et al. 2004; IOC 2005) Indikator Driving forces didefinisikan sebagai perkembangan ekonomi, demograsi dan sosial dalam suatu masyarakat yang terkait dengan perubahan pola produksi dan konsumsi. Atau dapat didefinisikan sebagai berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang berpotensi mempengaruhi sistem alam dan manusia (termasuk wilayah pesisir) di suatu lokasi dan waktu tertentu, seperti kegiatan industri dan pertumbuhan penduduk. Indikator Pressure adalah kondisi perubahan pola konsumsi dan produksi yang menekan sistem alam (ekosistem) dan sosial ekonomi, seperti penggunaan lahan, pertambangan miyak lepas pantai, atau kegiatan penangkapan ikan. V - 9

DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG

DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TANGERANG Fakta Integritas Yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Ir. BUDAYA NIP

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Ir. BUDAYA NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat, nikmat dan hidayah-nya maka laporan pekerjaan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattirosompe

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Cover Kata Pengantar... ii DaftarIsi... iv Daftar Gambar... v Daftar Tabel... vi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud dan Tujuan... 2 1.3 Kegiatan utama program... 3 1.4 Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sawarna Timur tahun anggran yang telah secara sukarela dan sepenuh hati

KATA PENGANTAR. Sawarna Timur tahun anggran yang telah secara sukarela dan sepenuh hati KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat karunianya, kegiatan musyawarah penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (RPDPT) Desa Sawarna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana LAMPIRAN Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Lampiran 1. Aspek dan Indikator Desa/Kelurahan Tangguh Aspek Indikator Ya Tidak

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN A. Kebijakan Umum BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan jangka menengah Kabupaten Pati diupayakan untuk mendukung kebijakan pembangunan nasional yang pro poor, pro job, pro growth

Lebih terperinci

Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir

Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir i Kata Pengantar Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mempunyai potensi dampak kerusakan habitat, perubahan pada proses

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 2 3 4 1 Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan 1. Jumlah rumah ibadah yang difasilitasi 400 jumlah kegiatan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Berdasarkan perkembangan situasi dan kondisi Desa Jatilor saat ini, dan terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa), maka untuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama lima tahun, yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Prioritas pembangunan Kabupaten Lingga Tahun diselaraskan dengan pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan amanat dari Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia,

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 4.1. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi di Kabupaten Lebak serta isu strategis, maka ditetapkan prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Pemerintah Kabupaten Demak Perencanaan strategik, sebagai bagian sistem akuntabilitas kinerja merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci