III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 59 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu, Kawasan Hutan Lindung Boliyohuto, dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Boliyohuto, yang sedang dalam pengajuan sebagai Taman Nasional Nantu-Boliyohuto di Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo (Gambar 3.1.). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2007 Juli Gambar 3.1. Lokasi Penelitian di CTN Nantu-Boliyohuto 3.2. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang menganalisa dan menjabarkan kriteria-kriteria penyusunan zonasi yang mengacu pada Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional denga kriteria ekowisata sebagai pendekatannya. 3.3 Teknik Pengambilan Data Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil

2 60 pengamatan di lapangan, hasil wawancara tertulis/kuisioner dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur kepada responden, dan wawancara tidak tertulis dengan para pakar, dan stakeholder yang terkait dan berkompeten (Tabel 3.1). Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian ini, organisasi non pemerintah, dan jasa internet. Tabel 3.1. Jenis data dan sumber data Jenis Data Nama Data Sumber Data Jenis-jenis flora/vegetasi, satwa, Hasil pengamatan & analisis data kondisi bentang alam Data Kondisi sosial budaya masyarakat Hasil pengamatan, wawancara, primer Persepsi masyarakat kuisioner, & analisis data Potensi daya tarik wisata Hasil pengamatan & analisis data Peta Rupa Bumi Kabupaten Gorontalo Skala 1 : BAKOSURTANAL-Cibinong Data sekunder Peta Tata Batas CTN Nantu- Boliyohuto Skala 1: Citra Landsat tahun 2003, 2004, 2005 Peta Land Systems and Land Suitability Provinsi Gorontalo Skala 1 : Potensi Desa sekitar kawasan CTN Nantu-Boliyohuto Data kependudukan, sosial, pertanian, perindustrian, perdagangan, perhubungan dan pariwisata Data Curah Hujan dan Kelembaban Gorontalo Data penunjang lainnya Dinas Kehutanan Propinsi Gorontalo BAKOSURTANAL-Cibinong, Dinas Kehutanan Prov. Gorontalo BAKOSURTANAL Cibinong Kantor Desa dan Kantor Kecamatan Bappeda, BPS Stasiun Pengamatan Cuaca (BMG) Bandara Jalaludin gorontalo Instansi pemerintah terkait, Perguruan Tinggi, ORNOP, dan publikasi ilmiah Pengumpulan Data Tumbuhan/vegetasi. Dalam pengambilan data, ada suatu aturan umum dalam menentukan jumlah unit sampling, yaitu semakin banyak semakin bagus. Aturan ini bisa diterima kalau biaya, waktu, dan tenaga bukan merupakan faktor pembatas dalam

3 61 penelitian. Karena keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini, maka harus ditentukan jumlah dan ukuran unit sampling yang cukup mewakili keadaan populasi. Berdasarkan pengalaman para peneliti senior, jumlah kuadrat minimal yang harus diambil adalah sekitar 30 buah dengan asumsi pada jumlah 30 kuadrat nilai keragamannya relatif stabil, tetapi bagaimanapun tidak ada jumlah kuadrat yang mutlak direkomendasikan, karena kisaran heterogen dilapangan bervariasi (Kusmana, 1997). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Systematic sampling with random start, yaitu satuan-satuan contoh diletakkan pada interval jarak yang sama pada areal populasi, dimana unit contoh pertama dipilih secara acak. Sedangkan teknik analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak. Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Metode ini efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi, karena jalur-jalur contoh ini dibuat memotong garis-garis topografi, memotong sungai dan menaik atau menurun lereng (Kusmana, 1997). Gambar 3.2. memperlihatkan pelaksanaan metode garis berpetak di lapangan. Arah Rintisan C A 5m 10 m 100 m 100 m 20 m B Keterangan : A: Unit contoh risalah pancang (5m x 5m) B: Unit contoh risalah tiang (10m x 10m) C: Unit contoh risalah pohon (20m x 20m) Gambar 3.2. Desain metode garis berpetak pengambilan unit contoh vegetasi

4 62 Pada penelitian ini, pengambilan data vegetasi dibagi atas 3 (tiga) lokasi yang di anggap mewakili kawasan, yaitu lokasi SM Nantu (data sekunder), lokasi HPT Boliyohuto, dan HL Boliyohuto. Pada setiap lokasi dibuat 5 jalur masingmasing sepanjang 3 km dan jarak antar jalur 300m. Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parameternya, petak contoh dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis sebagai berikut: Pohon : Pohon dewasa berdiameter 30 cm (petak ukuran 20x20 m) Tiang : Pohon muda berdiameter cm (petak ukuran 10x10 m) Pancang : Anakan pohon tinggi 1.5 m, diameter < 10 cm (petak 5x5m) Satwa Pengamatan satwa dilakukan dengan menggunakan metode perjumpaan, yaitu dengan mengamati dan mencatat jenis satwa yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan vegetasi. Pengamatan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung apabila satwa tersebut dapat diamati secara okuler, sedangkan pengamatan tidak langsung dilakukan berdasarkan suaranya, jejak, sarang, bekas makan, kotoran, goresan, dan indikasi lainnya. Data-data tersebut dilengkapi dengan data sekunder yang berasal dari data penelitian-penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, berupa data keanekaragaman dan penyebaran satwa. Kondisi Fisik Data kondisi fisik yang diamati yaitu: 1) ketinggian/topografi kawasan yang dinyatakan dengan kisaran (selang) dimulai dari ketinggian yang terendah sampai pada ketinggian yang tertinggi dalam satuan meter di atas permukaan air laut (dpal); 2) kemiringan/kelerengan kawasan yang dinyatakan dengan derajat; 3) penutupan lahan; dan 4) bentang alam yang memiliki keindahan dan keunikan yang menjadi daya tarik wisata, baik yang berada dalam kawasan CTN Nantu- Boliyohuto, maupun yang berada di luar kawasan. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan hasil wawancara tak tertulis dengan tokoh masyarakat dan pengelola/petugas kawasan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil interpretasi peta rupa bumi Indonesia (RBI), hasil

5 63 penelitian sebelumnya, baik yang melalui media cetak (karya ilmiah, tulisan populer, internet), maupun media visual (tayangan televisi). Ancaman Kawasan Data ancaman kawasan berupa kegiatan-kegiatan yang merupakan ancaman terhadap keberadaan satwa dan tumbuhan, kerusakan habitat dan ekosistem, yang sangat berpotensi merusak sumber daya alam hayati dan ekosistem kawasan CTN nantu-boliyohuto. Data diperoleh melalui pengamatan,wawancara tak tertulis (data primer) dan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya (data sekunder) Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan: 1. Metode Pengamatan, yaitu mengumpulkan data-data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan masyarakat sekitar CTNNB, baik berupa sikap, interaksi, maupun sosial budayanya (perilaku, adat dan kebiasaan/tradisi). 2. Metode wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui interaksi verbal secara langsung dengan arah tujuan yang telah ditentukan. Wawancara dilakukan dengan dua cara, yaitu: Wawancara terstruktur dengan menggunakan instrumen kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan secara rinci. Wawancara dilakukan dengan melibatkan enam desa yang dipilih secara purposive sampling karena lokasinya berada paling dekat dengan kawasan, yaitu: Desa Mohiyolo, Desa Pangahu, Desa Sidoharjo (Kecamatan Tolangohula), Desa Potanga (Kecamatan Tolinggula), Desa Kasia (Kecamatan Sumalata), dan Desa Saritani (Kecamatan Wonosari). Masing-masing desa dipilih 45 orang masyarakat sebagai responden yang dipilih secara purposive sampling, yaitu anggota masyarakat yang memiliki akses terdekat menuju kawasan dan berusia 20 tahun ke atas. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang: 1) karakteristik masyarakat, terdiri atas tingkat pendidikan, mata pencaharian masyarakat, dan pendapatan masyarakat; dan 2) interaksi

6 64 masyarakat, yang menunjukkan tindakan/keterlibatan seseorang sebagai bentuk nyata dari sikap. Daftar kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Wawancara tidak terstruktur yang bersifat lebih fleksibel dan terbuka, dilakukan terhadap tokoh masyarakat sekitar kawasan CTNNB yang mahir berbahasa Indonesia dan bahasa daerah Gorontalo dan pengelola kawasan yang secara intensif berinteraksi dengan masyarakat dan kawasan CTNNB. wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data kearifan lokal dan adat istiadat yang merupakan budaya masyarakat lokal, dikaitkan dengan pengembangan pola pengelolaan taman nasional yang partisipatif, aspiratif dan akomodatif terhadap masyarakat lokal, sekaligus sebagai bentuk pengakuan awal terhadap hak-hak mereka dalam mengelola sumber daya alam. Wawancara ini juga digunakan untuk memperoleh data yang lebih akurat dari tokoh masyarakat yang paham tentang sosial budaya masyarakat sekitar kawasan CTNNB. 3. Foccus Group Discussion (FGD) dan Pemetaan Partisipatif. FGD dilakukan bersamaan dengan pengambilan data wawancara terstruktur, yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat dari masyarakat sekitar tentang pola hubungan yang terjadi antara unsur fisik dan sosial dalam pengelolaan sumberdaya alam kawasan CTNNB. Masyarakat sebagai pelaku utama mengidentifikasi dan menganalisa situasi pola penggunaan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan, kegiatan-kegiatan ekonomi, serta wilayah adat/religi serta, baik potensi maupun permasalahannya. Hasilnya dituangkan dalam bentuk pemetaan dan akan menjadi penentu perencanaan pengelolaan kawasan CTNNB yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta rencana-rencana masyarakat terhadap kawasan CTNNB. Pemetaan dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mengunakan peta dasar/tematik yang telah disediakan. Masyarakat menentukan lokasi-lokasi yang selama ini mereka gunakan sebagai lokasi pemanfaatan, yaitu penggunaan lahan sebagai lahan perkebunan dan pertanian, pengambilan hasil hutan non kayu, lokasi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), dan lokasi pemukiman beberapa keluarga Suku Polahi. Penentuan titik lokasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu 1) berdasarkan

7 65 koordinat lokasi pelaksanaan FGD, dapat diperkirakan lokasi-lokasi penggunaan lahan tersebut di atas lembaran peta dasar/tematik; dan 2) penunjukkan lokasi secara langsung di lapangan (dalam kawasan CTNNB) yang dilakukan pada saat pengambilan data ekologi, kemudian lokasi tersebut ditentukan koordinatnya dengan menggunakan alat GPS. Tabel 3.2. Variabel kondisi ekologi dan sosial yang diamati di CTNNB Aspek Kajian Ekologi (biofisik) Sosial Ekonomi Kriteria Indikator Metode pendekatan 1. Ada Sebaran tumbuhan Inventarisasi & 2. Tidak ada Indentifikasi 1. Ada Sebaran satwa spesies 2. Tidak ada 1. Keindahan Observasi, Bentang alam 2. Keunikan wawancara, 3. Semak, Belukar FGD Interaksi masyarakat & Penggunaan lahan masyarakat Fasilitas 1. Pemanfaatan hasil hutan kayu 2. Pemanfaatan hasil hutan non kayu 3. Ladang/kebun 4. Adat/religi 5. pemukiman 1. Ada 2. Tidak ada Kuisioner, FGD & pemetaan partisipatif Survey & data sekunder Kondisi Daya Tarik Wisata Data yang dikumpulkan berupa unsur-unsur daya tarik wisata, yaitu: 1) daya tarik; 2) aksesibilitas; 3) fasilitas wisata; 4) lingkungan dan masyarakat; dan 5) potensi pasar. Kriteria dan indikator tersebut ditunjukkan pada Lampiran 2. Data primer diperoleh melalui observasi/survey dan wawancara dengan masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Data yang dikumpulkan berupa data aktual (yang sudah dimanfaatkan) dan data potensial (yang belum dimanfaatkan) Analisis Data Metode analisis data adalah metode analisis deskriptif, yang digunakan untuk mengkaji dan menjelaskan kondisi obyek kajian menurut kriteria tertentu sehingga bisa memberikan gambaran yang sesungguhnya untuk kemudian dibuat generalisasi. Jenis analisis data yang digunakan yaitu:

8 66 Analisis Vegetasi Analisis ini digunakan untuk menganalisis data-data flora yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: (Kusmana, 1997). Kerapatan (K) = Jumlah Individu (pohon) Luas Petak Contoh (ha) Frekuensi (F) = Jumlah petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh petak contoh Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis (m 2 ) Luas seluruh petak contoh (ha) Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan total seluruh jenis Frekuensi relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis Dominansi relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis Indeks Nilai Penting (INP) dihitung dengan menggunakan rumus: INP = KR + FR + DR Analisis Spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) Analisis spasial merupakan prosedur kuantitatif yang dilakukan pada analisis lokasi, yang mengarah pada banyak macam operasi dan konsep termasuk perhitungan sederhana, klasifikasi, penataan, tumpangsusun geometris, dan pemodelan kartografis. Analisis spasial dipilah dalam dua bentuk yaitu analsis spasial berbasis sistem informasi geografis sederhana (Simple GIS-based spatial analysis) dan analsis spasial berbasis sistem informasi geografis lanjut (Advanced GIS-based spatial analysis) (De Mers, 1997; Johnston,1994; Fotheringham, 2005 dalam Budiyanto,

9 67 Sistem informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, dan mengkorelasikan data keruanagan (spasial) atau geografis dari sebagian fenomena ruang muka bumi untuk di analisis dan hasilnya dikomunikasikan kepada pemakai informasi terutama untuk pengambilan keputusan (Aronoff, 1990; Supriatna, 2001). Keuntungan menggunakan SIG adalah kemampuannya untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama dalam bentuk vektor, raster, ataupun data tabular. Hasil analisis data-data ekologi, data sosial budaya masyarakat, dan data potensi ekonomi disintesis sehingga menghasilkan peta-peta dasar/tematik (peta flora fauna, peta bentang alam, peta sosial budaya, dan peta potensi ekonomi). Peta-peta ini digunakan untuk merancang zona pengelolaan CTN Nantu- Boliyohuto. Data-data spasial (peta), data atribut (tabel) dan data lapangan (koordinat) dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis). Semua data spasial berupa peta-peta dasar didigit dengan menggunakan alat digitizer. Hasil input data tersebut dikoreksi melalui proses pengeditan untuk melihat error yang ada. Setelah semua error dikoreksi dilakukan proses transformasi titik koordinat menjadi koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Proses penggabungan dua atau lebih coverage menjadi 1 coverage dilakukan dengan proses MAPJOIN, setelah menjadi satu coverage, setiap poligon yang ada diberikan label untuk pemberian atribut (info). Gabungan data spasial dan data atribut yang telah diberikan didapatkan hasil berupa pangkalan data untuk masing-masing jenis peta. Semua data yang diubah ke dalam bentuk peta digital (komputer) beserta pangkalan datanya, dianalisis secara spasial dengan menggunakan metode penampalan (overlay) di antara peta-peta digital tersebut sehingga terbentuk peta baru berupa zonasi pengelolaan CTN Nantu-Boliyohuto yang terbagi atas zona inti, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Peta-peta yang dihasilkan berupa: 1) peta ekologi, meliputi peta penutupan lahan, peta penyebaran satwa dan penyebaran tumbuhan langka dan endemik, peta kelerengan, peta topografi, peta hidrologi; 2) peta sosial, meliputi peta penggunaan lahan oleh masyarakat; dan 3) peta sosial ekonomi, meliputi peta obyek dan daya tarik wisata, dan peta aksesibilitas.

10 68 Analisis Multikriteria Analisis multikriteria adalah perangkat pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria yang mencakup aspek kualitatis dan atau kuantitatisf dalam proses pengambilan keputusan. Pada penelitian ini analisis ini digunakan untuk menentukan pembagian zona pengelolaan taman nasional. EKOLOGI Sens. satwa & tumbuhan Tinggi Sedang Rendah Penutupan lahan H. Primer + Sekunder Perkebunan, Pertanian Semak, Belukar ZONASI Kelerengan Ketinggian >25% 15% - 25% <15% >1400m 700 m 1400 m <700 m SOSIAL EKONOMI Penggunaan lahan ODTWA Adat/religi Ladang/pemukiman Pengambilan Hsl Hutan Tidak ada ada Gambar 3.3. Skema Analisis Multikriteria Zonasi CTNNB Penilaian zonasi taman nasional dimulai dengan melakukan telaah mendalam terhadap standar pengelolaan. Standar tersebut bisanya disusun berdasarkan hirarki : Prinsip, Kriteria, Indikator dan Parameter. Kemudian dibangun kerangka kerja yang akan digunakan untuk melakukan penilaian. Prinsip merupakan suatu kebenaran atau hukum pokok sebagai dasar pertimbangan atau tindakan, yang memberikan landasan pemikiran bagi kriteria, indikator, dan parameter. Kriteria merupakan suatu pedoman untuk menilai suatu hal, yang menambah arti dan cara kerja suatu prinsip tanpa membuatnya sebagai pengukur kinerja langsung. Indikator merupakan suatu variabel atau komponen ekosistem yang digunakan untuk memperkirakan suatu status kriteria tertentu yang membawa suatu pesan tunggal yang berarti. Parameter merupakan data atau informasi yang meningkatkan kemudahan penilaian suatu indikator, memberikan

11 69 perincian khusus yang menunjukan suatu kondisi yang diinginkan dari suatu indikator yang memberikan tambahan arti dan ketelitian pada suatu indikator. Kerangka kerja merupakan acuan logika yang digunakan untuk melakukan penilaian (gambar 3.3) Analisis CTN Nantu-Boliyohuto Sebagai Kawasan Ekowisata Untuk dapat mengukur suatu kondisi daerah/lokasi suatu destinasi daya tarik pariwisata, dilakukan penilaian dengan menggunakan instrumen Pedoman Penilaian Daya Tarik Wisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2007 (Lampiran 22). Tujuan instrumen ini untuk: 1) memberikan informasi potensi daya tarik wisata alam yang akan dikembangkan dengan tetap menjamin kelestarian obyek dan linghkungannya; 2) menyelaraskan keterpaduan pengembangan masing-masing daya tarik wisata alam dengan unsurunsur penunjangnya; dan 3) memberikan informasi kemungkinan peluang usaha kepada pihak yang berminat/investor dalam pengembangan dan pemanfaatan daya tarik wisata alam. Penilaian dilakukan terhadap aspek: 1) daya tarik; 2) aksesibilitas; 3) fasilitas wisata; 4) lingkungan dan masyarakat; dan 5) potensi pasar. Masingmasing aspek memiliki bobot, yang ikalikan dengan nilai yang diperoleh pada setiap unsur Menyusun Zonasi CTN Nantu-Boliyohuto Penyusunan zonasi taman nasional di Indonesia diatur dalam Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, tetapi petunjuk teknis pelaksanaannya sampai dengan saat ini belum ada, sehingga masingmasing taman nasional memiliki kriteria dan cara penilaian yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan taman nasional tersebut. Penilaian zonasi pada kawasan CTNNB ini mengacu pada penilaian kriteria zonasi yang dilakukan pada TN Ujung Kulon (DepHut, 2010) yang dipadu dengan pertimbangan kriteria konsep ekowisata. Gambar 3.3. menunjukkan Kerangka Penilaian Zonasi CTNNB.

12 70 Prosedur penilaian zonasi adalah: 1. Penentuan kriteria peta-peta dasar/tematik, yaitu: peta ketinggian, peta kelerengan, peta penutupan lahan, penyebaran satwa dan tumbuhan, peta penggunaan lahan oleh masyarakat, dan peta daya tarik wisata. Penentuan kriteria-kriteria ini menggunakan analisis multi kriteria, yaitu: a. Kriteria peta ketinggian adalah < 700m (rendah), m (sedang), dan <1400m (tinggi). Kategori tinggi diasumsikan sebagai daerah tangkapan air sehingga diberi skor tertinggi sebagai daerah lindung. b. Kriteria peta kelas lereng adalah adalah kelerangan <15% (datar-miring), 15-25% (miring-curam), dan >25% (curam-sangat curam). Kategori curam-sangat curam diasumsikan sebagai daerah yang rawan erosi dan longsor sehingga diberi skor tertinggi sebagai wilayah lindung. c. Kriteria peta penutupan lahan adalah hutan primer, hutan sekunder, pertanian, perkebunan, dan semak/belukar. Hutan primer dan sekunder diasumsikan memiliki nilai biodiversitas tinggi sehingga diberi skor tertinggi. d. Kriteria peta penyebaran satwa dan tumbuhan dilakukan dengan pendekatan satwa endemik, dan untuk menentukan sabaran spasialnya dilakukan dengan pendekatan habitatnya termasuk daerah jelajahnya. Lokasi yang merupakan habitat dan daerah jelajahnya mempunyai skor tertinggi. e. Kriteria peta penggunaan lahan oleh masyarakat adalah daerah adat/religi, ladang/kebun/pemukiman, dan lokasi pengambilan sumberdaya hutan (kayu dan non kayu). Kategori adat/religi dipertimbangkan menjadi zona religi/adat, kategori ladang/pemukiman dipertimbangkan menjadi zona khusus, dan kategori lokasi pengambilan hasil hutan dipertimbangkan menjadi zona tradisional. f. Kriteria peta daya tarik wisata tergantung pada ada atau tidak adanya keberadaan daya tarik wisata (air terjun, gua, keunikan bentang alam, keunikan satwa/tumbuhan, keunikan gejala alam, keindahan panorama, situs budaya). Keberadaan daya tarik wisata dipertimbangkan menjadi zona rimba sebagai wisata terbatas atau zona pemanfaatan.

13 71 2. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi yang didasarkan pada kriteriakriteria ekologi baik dari unsur fisik maupun biologi, yaitu ketinggian tempat, kelerengan, penutupan lahan, dan sensitivitas satwa dan tumbuhan. Pada masing-masing kriteria diberi bobot peubah yang nilainya ditentukan dari prioritas perlindungan suatu kawasan taman nasional. Dari kriteria tersebut ditetapkan indikator dan parameternya yang dikemudian dilakukan pemberian skor terhadap parameter. Peta-peta yang telah diberi nilai selanjutnya digabungkan (overlay) dan nilai-nilai dari peta-peta tersebut dijumlahkan. 3. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi akan menghasilkan satu nilai yang dinamakan tingkat sensitivitas ekologi. Nilai tersebut akan menentukan daerah tidak sensitif (nilai rendah) yang berpotensial sebagai zona pemanfaatan/lainnya; daerah sensitif (nilai sedang) yang berpotensial sebagai zona rimba; dan sangat sensitif (nilai tinggi)yang berpotensial sebagai zona inti, dengan syarat tutupan lahan merupakan hutan primer/sekunder. 4. Selain mengacu pada hasil penilaian sensitivitas ekologis, untuk menentukan zonasi akhir kawasan CTNNB, juga dilakukan pertimbangan-pertimbangan lain, yaitu: 1) pertimbangan potensi daya tarik wisata, yang menghasilkan peta daya tarik wisata; 2) pertimbangan sosial, yang menghasilkan peta penggunaan lahan oleh masyarakat; dan 3) pertimbangan efektivitas manajemen, yang merupakan aturan-aturan penentuan zonasi sesuai dengan Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. 5. Selanjutnya hasil pertimbangan-pertimbangan tersebut digabungkan peta sensitivitas ekologi, yang menghasilkan nilai akhir yang digunakan untuk menentukan Peta Zonasi Akhir Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto. 6. Peta akhir zonasi CTN Nantu-Boliyohuto menghasilkan: 1) zona inti: kelerengan >30%, ketinggian >500 mdpal, merupakan daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan hutan primer/sekunder; 2) zona pemanfaatan: kelerengan <30%, ketinggian <500 mdpal, bukan daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan berupa tanah kosong, semak/belukar; 3) zona tradisional: kelerengan <30%, ketinggian <500 mdpal, bukan merupakan

14 72 daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan berupa perkebunan, ladang, pertanian, atau lokasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan 4) zona rimba: merupakan daerah jelajah satwa endemik, tutupan lahan hutan primer/sekunder, merupakan zona penyangga antara zona inti dan zona lainnya atau zona inti dan batas kawasan CTN Nantu-Boliyohuto. Peta Sensitivitas Satwa (bobot 4) Skor 3 : Dalam Poligon Skor 2 : Radius 200m dari titik terluar poligon Skor 1 : Di luar 200 m dari titik terluar poligon Peta Penutupan Lahan (bobot 3) Skor 3 : H.Primer, H.Sekunder Skor 2 : Semak/Belukar Skor 1 : Perkebunan, Pertanian Peta Kelerengan (bobot 2) Skor 3 : >45% Skor 2 : 31-45% Skor 1 : <31 Peta Ketinggian (bobot 1) Skor 3 : >1400mdpl Skor 2 : mdpl Skor 1 : <700mdpl Peta SensivitasEkologi Skor : Sangat Sensitif Skor : Sensitif Skor : Tidak Sensitif Potensial Penentuan Zona Sangat Sensitif : Zona Inti (syarat: tutupan lahan h. primer/sekunder Sensitif : Zona Rimba Tidak Sensitif : Zona Lain KONSEP EKOWISATA Prinsip Ekonomi Potensi DTW; peluang kegiatan ekonomi Prinsip Konservasi Pelestarian Babirusa & Anoa Prinsip Edukasi & Rekreasi Interpretasi daya tarik wisata alam, budaya Prinsip Partisipasi Penggunaan Lahan Masyarakat Prinsip Kendali Efektivitas Manajemen Zona Pemanfaatan Wisata Alam Zona Tradisional Zona Rimba Zona Inti Zona Rimba Zona Inti Zona Pemanfaatan Zona Rehabilitasi Zona Tradisional Zona Rimba Membatasi: Zona inti Batas kawasan Zona inti Zona Pemanfaatan Zona inti Zona lainnya PETA ZONASI CTN NANTU-BOLIYOHUTO Gambar 3.4. Kerangka Penilaian Zonasi CTNNB

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), SINTESIS . Dasar kriteria dan indikator penetapan zonasi TN belum lengkap,. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), 3. Informasi dan pengembangan jasa lingkungan belum

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai 6. PERSIAPAN KERJA Penilaian NKT harus dipersiapkan secara terencana dan hati-hati, karena hal ini nantinya akan menentukan keberhasilan dan kemudahan pelaksanaan kegiatan di lapangan serta kelengkapan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Waktu Penelitian Waktu penelitian pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dengan rincian sebagai berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Waktu Penelitian Waktu penelitian pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dengan rincian sebagai berikut. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu penelitian pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dengan rincian sebagai berikut. Tabel 1. Jadwal Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Gambar 4. Lokasi Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan kiri Jalan Sanggi-Bengkunat km 30 - km 32, Pesisir Barat, Taman Nasional

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar No.1442, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Inventasrisasi Potensi. Kawasan Suaka Alam. Kawasan Pelestarian Alam. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.81/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS 1 TEKNOLOGI PERTANIAN ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS ANALYSIS OF STAND DENSITY IN BALURAN NATIONAL PARK BASED ON QUANTUM-GIS Maulana Husin 1), Hamid Ahmad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wana Wisata Kawah Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata Kawah Putih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR 1 PENDEKATAN & JENIS PENELITIAN 2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3 METODA (pengumpulan data/analisis) 4 5 6 METODA SAMPLING METODA PENELITIAN TERKAIT KONSEP PENGEMBANGAN TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci