BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata perjanjian. Dimana kata perikatan dapat diartikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1 Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi. 2 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian antara lain, hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban tersebut. Menurut R.Suroso, subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap 1 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1992, hal.1. 2 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hal.6.

2 2 bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. 3 Perikatan adalah isi dari perjanjian yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang. Hal ini mengandung makna Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain dengan beberapa syarat karena di dalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu : 4 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Karena itu persetujuan (overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum (openbare orde) dan nilainilai kesusilaan (goeden zeden). Setiap perjanjian yang obyek/prestasinya bertentangan dengan yang diperbolehkan oleh undang-undang, ketertiban umum dan 3 R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.39.

3 3 kesusilaan, perjanjian demikian melanggar persyaratan yang semestinya seperti yang diatur dalam syarat ke 4 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5 Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undangundang. Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, yaitu : 1. Syarat subyektif Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, syarat subyektif ini meliputi : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 2. Syarat obyektif Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian batal demi hukum, syarat obyektif ini meliputi : 5 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 11.

4 4 a. Suatu hal (obyek) tertentu; b. Sebab yang halal. Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang-perorangan diatur dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat-syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya, sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu mengenai keharusan adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 6 Sebelumnya sudah diuraikan bahwa apabila syarat subyektif dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, demikian juga apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian batal demi hukum. Dengan demikian apabila syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum dapat dikatakan terjadi karena dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum, sehingga akibat hukum selanjutnya atas perjanjian tersebut dengan sendirinya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 ayat (3) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. 7 Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan, yang merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah 6 Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 7 Ibid, hal. 11.

5 5 dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap isi dari perjanjian. Secara garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengklasifikasikan jenis-jenis perjanjian adalah : 8 1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya. 2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Alas Hak Membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum. 3. Perjanjian Bernama dan tidak Bernama Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas. 4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak. 5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan. Menurut M.Yahya Harahap, suatu perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung, 1992, hal.86-

6 6 pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk melaksanakan prestasi. 9 Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, materi penelitian ini sudah menunjukkan suatu bentuk prestasi yang penting untuk dicermati yaitu prestasi untuk memberikan sesuatu yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan, 10 yang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut sebagai perjanjian jual beli. Salah satu cara memperoleh tanah adalah melalui jual beli. Jual beli hak atas tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam jual beli ada dua subyek yaitu penjual dan pembeli, yang masingmasing mempunyai hak dan kewajiban, maka mereka masing-masing dalam beberapa hal merupakan pihak yang melakukan kewajiban dan dalam hal-hal lain merupakan 9 Syahmin, Hukum Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

7 7 pihak yang menerima hak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari persetujuan jual beli (werdering overeenkomst). 11 Dalam praktek disebut jual beli tanah, yang dijual adalah hak atas tanahnya. Memang benar, dengan tujuan membeli hak atas tanah ialah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah tersebut. 12 Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris. Perikatan jual beli ini terjadi karena syarat-syarat jual belinya belum semua terpenuhi, misalnya karena pajakpajak PPh (Pajak Penghasilan), pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) belum dibayar/dilunasi, belum ada bukti pembayaran BPHTB, karena untuk pembayaran BPHTB ini harus melalui proses verifikasi/validasi dari Dinas Pendapatan Kota Medan sesuai dengan Perda BPHTB Nomor I/2012 Tanggal 4 Pebruari 2011 yang diberlakukan di Kota Medan, atau harga yang belum dibayar lunas (pembayaran berjangka) sesuai dengan kesepakatan, dan sebagainya. Disini penjual dan pembeli secara bersama-sama mengikatkan diri dalam suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, karena syarat-syarat bagi terpenuhinya suatu jual beli tanah menurut ketentuan hukum tanah atau Undang- Undang Pokok Agraria belum sepenuhnya dapat dipenuhi, baik oleh penjual maupun 11 Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Memuat Hukum Perdata, Fakultas Hukum USU Medan, 2004, hal Efendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal.8.

8 8 pembeli. Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas haknya berupa Surat Keterangan Camat, para pihak biasanya tidak terlalu memperhatikan mengenai pajak-pajak ini, karena pembayarannya dilakukan pada saat permohonan sertipikat pada kantor pertanahan setempat. Dalam cara pembayaran yang dilakukan lunas sekaligus, akta pengikatan jual beli ini kemungkinan untuk bermasalah sangat kecil dan bisa langsung ditindaklanjuti dalam Akta Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk seterusnya dilakukan balik nama hak atas tanah pada kantor pertanahan setempat dan pembeli dapat secara sah memilikinya, karena peralihan haknya sudah langsung terjadi namun untuk pembayaran yang dicicil (pembayaran berjangka) sangat besar kemungkinan timbul permasalahan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain, ketidaksanggupan salah satu pihak (pembeli) untuk memenuhi pelunasan pembayaran, atau pihak penjual tidak bersedia menyerahkan hak atas tanahnya pada saat pelunasan pembayaran atau pada saat jangka waktu pembayaran terakhir hampir tiba dengan alasan harga sudah tidak sesuai lagi. Pertama sekali harus disadari, sesuai dengan maksud undang-undang, pengertian pembayaran dalam hal ini harus dipahami secara luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit seperti yang selalu diartikan orang hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang semata-mata tidaklah selamanya benar. Karena ditinjau dari segi yuridis, pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan sesuatu. Namun demikian, sekalipun pada umumnya

9 9 pembayaran menghapuskan hutang itu dimaksudkan untuk memenuhi prestasi perjanjian sudah cukup bagi hukum. 13 Pembayaran merupakan tindakan nyata, namun dalam praktek terhadap halhal tertentu dalam pembayaran bertemu tindakan nyata dengan tindakan hukum. Pada keadaan tertentu kerjasama dan tindakan hukum menentukan sahnya pembayaran. Akan tetapi seperti yang dikatakan bahwa pembayaran sudah dianggap sah dan menghapus perjanjian apabila secara nyata uang diserahkan kepada penjual, tanpa tindakan hukum selanjutnya. Sebab tanpa pelunasan, hanya masalah yang menyangkut soal pembuktian apabila terjadi perselisihan diantara para pihak. Kewajiban penjual menurut Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua : 1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. 2. Kewajiban penjual memberi jaminan (vrijwaring) bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan maupun pembebanan. Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan yuridis (juridische levering) disamping penyerahan nyata (feitelijke levering) agar pemilikan pembeli menjadi sempurna, penjual harus menyelesaikan penyerahan tersebut. Penyerahan nyata yang dibarengi dengan penyerahan yuridis umumnya terdapat pada penyerahan benda-benda tidak bergerak. 13 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.108.

10 10 Penyerahan memang tidak wajib dilakukan bila penjual tidak memberi kelonggaran tentang pembayaran, pembeli harus melakukan pembayaran atas seluruh harga barang. Dalam hal pembelian dengan pembayaran tunai sekaligus, maka apabila pembeli belum juga membayar harga, penjual tidak wajib melaksanakan penyerahan barangnya. Menurut Pasal 1478 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, jika penjual lupa atau lalai menyerahkan barang yang dibeli kepada pembeli, maka pembeli dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada perjanjian timbal balik, bilamana salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka kelalaian demikian adalah merupakan syarat yang membatalkan perjanjian. Akan tetapi perlu diingat, batalnya itu tidak dengan sendirinya. Pembatalan harus diminta ke pengadilan karena syarat yang membatalkan tersebut bukan dengan sendirinya batal tetapi sifatnya dapat diminta pembatalan. 14 Namun demikian tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 1266 tersebut di atas, maka Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat pula ketentuan, apabila salah satu pihak tidak menepati perjanjian, pihak lain dapat memilih : 1. Memaksa pihak lain supaya menepati kewajiban yang diperjanjikan bilamana pelaksanaan masih mungkin. 14 Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

11 11 2. Atau menuntut pembatalan atau pembubaran perjanjian yang dibarengi dengan tuntutan ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga. 15 Ataupun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana pada saat persetujuan dilakukan, berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala hasil yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Pada dasarnya pengikatan jual beli tidak lunas, hak kebendaan itu belum dapat dikatakan beralih, meskipun pihak pembeli sudah membayar lebih 80% dari harga. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, jual beli secara cicilan dapat dilakukan di dalam masyarakat, meskipun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama sekali tidak diatur. Dalam perjanjian jual beli tidak lunas ini, kewajiban pembeli ditentukan dengan membayar harga barang secara cicilan atau berkala, sebaliknya penjual biasanya masih tetap berhak menarik barang yang dijual dari tangan pembeli apabila pembeli tidak tepat waktu membayar harga secara cicilan yang dijadwalkan. Adanya hak penjual untuk menarik kembali barang yang telah dijual karena akibat keterlambatan membayar cicilan, adalah merupakan syarat yang disebut klausul yang menggugurkan. Salah satu bentuk jual beli secara berjangka adalah tidak dibarengi dengan penyerahan hak milik, karena penyerahan hak milik tersebut dapat dilakukan di depan (pada saat perjanjian ditandatangani) atau diserahkan di belakang (pada saat 15 Ibid, hal.192.

12 12 pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli). Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang kala menghadapi hambatan di dalam realisasi transaksinya, walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun kadang kala masih ada hal-hal yang masih belum lengkap misalnya pembayaran harga yang belum lunas sehingga untuk itu belum dapat direalisasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka dibuatlah dengan akta Notaris pengikatan jual beli dengan cicilan. Dalam penelitian ini hak milik yang dimaksud yaitu berupa sertipikat tanah yang penyerahannya baru diserahkan pada saat pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli. Dalam penelitian ini, kasus yang terjadi adalah penjual melakukan perbuatan melawan hukum yaitu membatalkan perjanjian secara sepihak. Oleh karena adanya ketentuan ganti kerugian inilah pihak pembeli dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Hal ini telah dengan jelas ditentukan didalam perjanjian bahwa apabila tenggang waktu pembayaran telah lewat, maka uang muka yang telah dibayar calon pembeli kepada penjual tidak dapat dikembalikan. Dengan demikian status pembeli sudah dengan tegas ditentukan dalam akta pengikatan jual beli secara cicilan tersebut.

13 13 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah : 1. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? 2. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan? 3. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah secara cicilan tersebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Untuk mengetahui status hukum proses jual beli tanah secara cicilan. 3. Untuk mengetahui status pembeli terhadap tanah yang dibeli secara cicilan.

14 14 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut : 1. Manfaat secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dapat gambaran cara perkembangan hukum perikatan pada khususnya, terutama tentang klausula cara pembayaran dalam pengikatan jual beli hak atas tanah, sehingga memberikan kepastian hukum serta manfaat yang merupakan tujuan dari hukum. 2. Manfaat secara praktis Penelitian ini diharap dapat memberi masukan bagi kalangan praktisi serta pertimbangan bagi ilmu pengetahuan bagi kalangan praktisi hukum khususnya Notaris tentang klausula cara pembayaran dalam akta perjanjian pengikatan jual beli tidak lunas. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian dan penelusuran pada kepustakaan di lingkungan khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, sejauh ini belum pernah ada ditemukan penelitian dengan judul

15 15 Tinjauan Yuridis atas Akta Notaris Pengikatan Jual Beli tidak Lunas, akan tetapi menyangkut penelitian jual beli pernah ada dilakukan sebelumnya yaitu : 1. Tesis Ibu Chairani Bustami, NIM , tahun 2000 dengan judul Aspek- Aspek Hukum yang Terkait dengan Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat Notaris dalam Kota Medan; 2. Tesis Saudari Amelia Prihartini, NIM /MKn, tahun 2003 dengan judul Analisis Hukum Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli Hak atas Tanah Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli Hak Atas Tanah ; 3. Tesis Saudari Aisyah Hanom, NIM , tahun 2005 dengan judul Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perikatan Jual Beli Tanah Bekas Agunan yang diambil Alih Bank dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Kasus Terhadap Agunan PT. Bank Sumut yang Diambil Alih dan Diselesaikan Kredit Macetnya oleh PT. Sinabung Mega Persada di Kabupaten Karo; 4. Tesis Saudari Lestriana, NIM , tahun 2009 dengan judul Aspek Hukum Terhadap Kuasa Mutlak pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah. Sehingga penelitian dengan judul Analisis Yuridis atas Akta Notaris Terkait dengan Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah dengan Cicilan ini dengan demikian adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan.

16 16 F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah serangkaian asumsi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 16 Menurut Soerjono Soekanto, kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 17 Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. 18 Penelitian bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan dan menjelaskan gejala spesifik atau proses yang terjadi, namun harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang mampu menunjukkan kebenaran melalui teori-teori. Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena 16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal Burhan Ashshofa, Op.Cit, hal.19.

17 17 berdasarkan teori variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variable tak bebas atau merupakan salah satu penyebab. 19 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang mengatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tangung jawab hukum atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu atau setiap orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang telah ditentukan. 20 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans Kelsen yaitu yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau ia memikul tanggung jawab hukum berarti ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. 21 Biasanya dalam 19 J.Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theory of Law and State, alih bahasa Somardi, Rumidi Pers, Jakarta, 2001, hal.65.

18 18 sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Tanggungjawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak di sini adalah hak hukum (legal right). Secara tegas dinyatakan bahwa suatu jual beli tidak dapat dirubah, diganti atau bahkan diakhiri dengan hanya berdasarkan pada kemauan atau kehendak salah satu pihak baik penjual maupun pembeli. Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kepastian, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni : a. Keadilan, yaitu menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum. b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia. c. Kepastian, yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang didalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati. 22 Sehingga dengan demikian di dalam pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan, namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif 22 Bernard L. Tanya, dkk, Op.Cit, hal.171.

19 19 yang hidup didalam masyarakat yang akan melahirkan suatu kepastian hukum Konsepsi Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas. 24 Selanjutnya Samadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. 25 Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam faktafakta tersebut. Defenisi operasional perlu disusun untuk memberikan pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas karena istilah yang 23 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal Ibid, hal.3.

20 20 digunakan untuk membahas suatu masalah tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi digunakan juga untuk memberi pegangan pada proses penelitian oleh karena itu dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian defenisi agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. 26 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut : a. Akta Notaris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1868, akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh undangundang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta itu, dimana akta itu dibuat. 27 b. Pengikatan Jual Beli tidak Lunas Dalam hal pembayaran tidak lunas, maksudnya tidak selesai dibayar. 28 Jual beli tidak lunas adalah tidak selesai membayar atas sejumlah uang yang telah ditetapkan. c. Jual Beli Tanah Yang dimaksud dengan jual beli tanah adalah menjual hak atas tanah agar pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakannya. 29 Tanah 26 Masri Singarimbun, dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal R.Subekti dan Tjitrosudibio, Op.Cit, hal Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, hal Efendi Perangin-angin, Loc.Cit, hal.8.

21 21 dalam hal ini adalah yang telah memiliki sertipikat baik hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai. G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu untuk memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. 30 Analisis dimaksudkan untuk mendapat jawaban atas permasalahan cara pembayaran dalam pengikatan jual beli secara cicilan. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya kecuali itu diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul Suharyati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal.38.

22 22 2. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer berupa bahan hukum perundang-undangan yang berhubungan dengan materi penelitian serta melakukan analisis data diperoleh dalam praktek sehari-hari selaku notaris. b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti buku-buku dan hasil praktek sehari-hari. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan pendukung di luar bidang hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier seperti kamus, ensiklopedia Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian hukum sebagai sebuah sistem norma, asas-asas, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2010, hal.34.

23 23 Untuk lebih mengembangkan data kasus-kasus yang ada dalam akta notaris pengikatan jual beli secara cicilan ini, peneliti melakukan wawancara dengan informan rekan notaris dan Majelis Pengawas Daerah (MPD), yaitu : a. Rekan Rudy Haposan, Sarjana Hukum, selaku notaris di Kota Medan pada tanggal 20 Mei b. Bapak Jansen Ricardo Sitanggang, Sarjana Hukum, selaku Majelis Pengawas Daerah (MPD) Ikatan Notaris Indonesia di Medan pada tanggal 20 Mei Dan ternyata terdapat beberapa kasus yang terjadi, misalnya mengenai proses hukum pengikatan jual beli tidak lunas melalui prosedur hukum yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4. Analisa Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas. Setelah analisa data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

24 24 Adapun pemanfaatan penelitian kualitatif antara lain : a. Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subyek penelitian. b. Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah banyak diketahui. c. Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. d. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap dan persepsi. e. Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk mempergunakan hal-hal yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan. f. Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya Metode Penarikan Kesimpulan Setelah data yang dikumpulkan dianalisa dan berfungsi untuk mendapat kejelasan permasalahan yang akan dibahas, maka kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif yang merupakan suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah sehingga diperoleh jawaban atas masalah yang sedang diteliti. 34 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, hal.7.

ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT

ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT One of methods to of obtain a piece of land is buying and selling. Based on article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian hukum guna memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Setiap permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, perwakilan ini disebut juga dengan pemberian kuasa. 1. hak, maka kuasa termasuk dalam harta kekayaan pemberi kuasa.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, perwakilan ini disebut juga dengan pemberian kuasa. 1. hak, maka kuasa termasuk dalam harta kekayaan pemberi kuasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak dapat melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mencapai kebutuhan hidup, manusia memerlukan hubungan kerjasama antara satu dengan yang lainnya, baik hubungan atas suatu kebendaan maupun hubungan yang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga terjadi interaksi sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Dikarenakan kesibukan yang sedemikian rupa, kadangkala

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan rumah. Agar suatu proses pemilikan rumah berjalan dengan baik maka

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan rumah. Agar suatu proses pemilikan rumah berjalan dengan baik maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya perekonomian, bisnis dalam bidang pembangunan di lahan pemukiman berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya penawaran-penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari adanya pembangunan ekonomi bangsa indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 1 Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 1 Perjanjian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 1 Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelihatan megah dan bersih sehingga konsumen (pembeli ) berkeinginan. untuk mengunjunginya dan belanja.

BAB I PENDAHULUAN. kelihatan megah dan bersih sehingga konsumen (pembeli ) berkeinginan. untuk mengunjunginya dan belanja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tinjauan dari segi hubungan keluarga, rumah merupakan sarana atau tempat tinggal yang damai. Karena di dalam rumahlah para anggota keluarga dapat lebih banyak

Lebih terperinci

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017 PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN DAN DARI UNDANG-UNDANG 1. FITRI KHAIRUNNISA (05) 2. JULI ERLINA PRIMA SARI (06) 3. ABDILBARR ISNAINI WIJAYA (14) 4. SHIRLY CLAUDIA PERMATA (18) 5. NADYA FRIESKYTHASARI

Lebih terperinci