BAB I PENDAHULUAN. hukum, perwakilan ini disebut juga dengan pemberian kuasa. 1. hak, maka kuasa termasuk dalam harta kekayaan pemberi kuasa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. hukum, perwakilan ini disebut juga dengan pemberian kuasa. 1. hak, maka kuasa termasuk dalam harta kekayaan pemberi kuasa."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak dapat melakukan perbuatan itu sendiri. Hal tersebut dapat disebabkan karena benturan kepentingan pada waktu yang sama. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, diperlukan jasa orang lain untuk membantu menyelesaikan suatu kepentingan atas nama dari orang yang meminta bantuannya. Demikianlah hingga akhirnya timbul perwakilan, dimana seseorang melakukan suatu pengurusan suatu kepentingan tetapi bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain yaitu pemilik kepentingan yang sebenarnya. Dalam hukum, perwakilan ini disebut juga dengan pemberian kuasa. 1 Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa. Kuasa merupakan kewenangan dan bukan merupakan suatu perjanjian. Kuasa adalah suatu hak yang melahirkan suatu kewenangan untuk mewakili. Karena merupakan suatu hak, maka kuasa termasuk dalam harta kekayaan pemberi kuasa. 2 1 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm Rachmat Setiawan, Hukum Perwakilan dan Kuasa : Suatu Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Belanda Saat Ini, cet. 1, (Jakarta: Tatatnusa, 2005), hlm.1. 1

2 2 Dengan demikian kuasa adalah daya, kekuatan atau wewenang. Dalam KUHPerdata tidak ada satu pasal pun yang secara jelas menyebutkan definisi dari kuasa, yang ada hanyalah pengertian dari pemberian kuasa. 3 Menurut ketentuan Pasal 1792 KUHPerdata, yang dimaksud dengan pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. 4 Menyelenggarakan suatu urusan artinya adalah untuk melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu suatu perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Bahwa apa yang dilakukan adalah atas tanggungan si pemberi kuasa dan segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu menjadi hak dan kewajiban dari orang yang memberi kuasa. 5 Pemberian kuasa sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1792 KUHPerdata, adalah persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk dapat atas nama si pemberi kuasa. Dari pengertian yang tersebut, sifat pemberian kuasa tiada lain dari pada mewakili atau perwakilan. 6 Pemberian kuasa itu menerbitkan perwakilan, yaitu adanya seseorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Perwakilan seperti ini 3 Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kuasa, (Jakarta: Visimedia, 2009), hlm.1. 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. Ke-33, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), Pasal R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1984), hlm M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, cet. ke-2 (Bandung: Alumni, 1986), hlm.306.

3 3 ada yang dilahirkan oleh undang-undang dan ada yang oleh suatu perjanjian. 7 Oleh karena pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, maka perlu diperhatikan juga ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang perjanjian. Wiryono Prodjodikoro menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut. 8 Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 9 Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan: suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 10 Lebih lanjut dalam Pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Mengenai suatu hal tertentu; 4. Tentang suatu sebab yang halal. hlm.9. 7 R. Subekti, Hukum Perjanjian, cet.12, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur Bandung, 1986), 9 R. Subekti, Op.Cit., hlm Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.Cit., Pasal Ibid., Pasal 1320.

4 4 Keempat syarat tersebut harus dipenuhi di dalam setiap perjanjian. Buku ke III KUHPerdata mengenai hukum perjanjian menganut sistem terbuka, maksudnya adalah bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, sesuai dengan kebutuhan para pihak sepanjang tidak berlawanan dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun juga, baik yang sudah ada aturannya dalam undang-undang maupun yang belum ada aturannya sama sekali. Namun terhadap kebebasan ini ada juga pembatasannya, yaitu asal tidak dilarang oleh undang-undang, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. 12 Oleh karena pemberian kuasa merupakan perjanjian, maka pemberian kuasa dapat diberikan untuk apapun juga, baik yang sudah ada aturannya dalam undangundang maupun yang belum ada peraturannya sama sekali selama tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Pemberian kuasa dalam prakteknya seringkali digunakan dalam hal suatu perjanjian yang memerlukan adanya suatu pelimpahan kewenangan dalam bertindak, salah satunya adalah pemberian kuasa dalam suatu perjanjian jual beli. Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas 1981), hlm Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty,

5 5 suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 13 Biasanya sebelum dilakukan jual beli hak atas tanah, karena syarat-syarat formal belum terpenuhi seperti belum dilakukan pengecekan sertipikat ke Kantor Pertanahanan setempat, belum dibayarnya atau dilunasinya pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh), 14 maka dilakukan terlebih dahulu perikatan jual beli. Dalam perikatan jual beli inilah biasanya tercantum suatu klausul kuasa mutlak, yang tujuannya melindungi kepentingan para pihak dalam perjanjian perikatan jual beli tersebut. Munculnya kuasa mutlak yang dimaksud pada dasarnya digunakan untuk menghadapi tindakan hukum lanjutan yang dibutuhkan pasca penandatanganan akta perjanjian perikatan jual beli sesuai kebutuhan hukum yang hendak dicapai. 15 Namun demikian berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak atas Tanah tertanggal 6 Maret 1982, terdapat surat kuasa yang tidak diperbolehkan lagi untuk dibuat, yaitu kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa, dan kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa 13 R. Subekti, Op.Cit., hlm Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 103 ayat (2) 15 Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010), hlm.132.

6 6 untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. 16 Larangan penggunaan kuasa mutlak ini dikarenakan pembuatan kuasa mutlak sebagai cara untuk mengadakan hak atas tanah banyak disalahgunakan oleh pihakpihak yang melakukan jual beli tanah secara terselubung, 17 misalnya sebagai upaya untuk menghindari pembayaran pajak. Salah satu bentuk penyimpangan yang terjadi dengan adanya kuasa mutlak adalah perbuatan jual beli yang dilakukan tanpa mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya, sedang pembeli hak atas tanah tersebut beberapa saat kemudian akan mengalihkan kembali hak atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan berbekal surat kuasa mutlak tadi, jadi seolah-olah pembeli pertama hak atas tanah tersebut bertindak selaku kuasa dari pemilik pertama untuk menjualnya kepada pihak ketiga. Dengan demikian, pembeli tanah yang menerima pemberian kuasa mutlak tersebut akan terhindar dari kewajiban membayar sejumlah pajak perolehan maupun pajak penghasilan penjualan hak atas tanah tersebut. Dalam klausul kuasa mutlak selalu dicantumkan kalimat kuasa yang tidak dapat dicabut kembali, sehingga si penerima kuasa dapat melakukan perbuatan apa pun, baik tindakan pengurusan maupun tindakan kepemilikan atas tanah yang dimaksud. Sementara itu, pembuatan surat kuasa mutlak untuk transaksi selain jual- 16 Republik Indonesia, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak atas Tanah tertanggal 6 Maret 1982, Diktum Kedua. 17 Republik Indonesia, Surat Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 31 Maret 1982 Nomor 594/1493/AGR tentang Surat Pengantar Sekaligus Penjelasan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.

7 7 beli tanah masih dimungkinkan, karena hukum perjanjian hanya bersifat mengatur dan dapat timbul karena adanya kesepakatan dari para pihak yang terlibat. Pemberian kuasa mutlak dan bersifat tidak dapat dicabut kembali dalam hal jual beli tanah bertujuan untuk mempermudah kepastian hukum bagi pembeli tanah, agar setelah semua persyaratan untuk pembuatan akta jual beli dipenuhi, tidak diperlukan lagi persetujuan dan keterlibatan dari pihak penjual untuk urusan pemindahan hak atas tanah tersebut. Pemberian kuasa mutlak yang dikaitkan dengan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dianggap tidak identik dengan kuasa yang dilarang sebagaimana diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. 18 Dalam perkembangannya kemudian ketentuan Intruksi Menteri Dalam Negeri tersebut mendapatkan perubahan di mana dalam ketentuan Surat Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Nomor 594/1492/AGR di dalamnya diterangkan mengenai jenis kuasa mutlak yang dilarang digunakan dan juga jenis kuasa mutlak yang diperbolehkan, dalam ketentuan tersebut diatur penggunaan kuasa mutlak yang tidak termasuk sebagai kuasa mutlak yang dilarang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah adalah : 1. Penggunaan kuasa mutlak yang dimaksud dalam Pasal 3 blanko akta jual beli sebagai ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun R. Subekti, Op.cit., hlm.13.

8 8 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam perjanjian pengikatan jual beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. 3. Penggunaan kuasa untuk memasang hipotik yang aktanya dibuat oleh Notaris. 19 Dengan demikian, apabila penggunaan kuasa mutlak dalam perjanjian jual beli diperuntukan demi kepentingan khususnya bagi pihak pembeli, kuasa mutlak tersebut diberlakukan kembali, sebab sejak keluarnya Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah banyak terjadi kendala-kendala dan hambatan dalam pengurusan surat-surat yang berkaitan dengan tanah, karena itulah dikeluarkan kembali Surat Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Nomor 594/1492/AGR tersebut untuk memperlancar pengurusan surat-surat tanah. Jika kuasa mutlak sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah tidak direvisi maka akan terjadi kekacauan, di mana seorang pembeli yang telah membayar harga tanahnya jika si penjual meninggal dunia maka kuasa tersebut menjadi batal (Pasal 1813 KUHPerdata) dan tanah kembali kepada ahli waris si penjual, pembeli dalam hal ini akan dirugikan, demikian juga dengan hak tanggungan, bank akan dirugikan ketika pemberi hak tanggungan meninggal dunia sedang kredit belum dibayar lunas oleh debitor. 19 Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria, Tata laksana Pengurusan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Yayasan Hudaya Bina Sejahtera, 1985), hlm.106, tidak termasuk dalam kuasa mutlak yang dilarang adalah kuasa mutlak sebagaimana tercantum dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Hipotik yang aktanya dibuat oleh Notaris tersebut sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

9 9 Dengan diberlakukannya kembali klausula kuasa mutlak tersebut selanjutnya dalam praktek menimbulkan penyimpangan-penyimpangan, seperti selain pembuatan suatu perikatan atau perjanjian jual beli dibuatkan juga suatu kuasa untuk menjual/kuasa jual yang dibuat secara terpisah. Akibatnya seringkali seorang yang membeli hak atas tanah tidak menindak lanjuti perikatan atau perjanjian jual beli tersebut dengan melakukan jual beli dan pendaftaran peralihan haknya ke Kantor Pertanahan setempat dengan tujuan untuk menghindari beban pembayaran pajak dan biaya pendaftaran peralihan haknya. Penyimpangan lainnya, berupa penggunaan kuasa mutlak sebagai dasar kepemilikan lahan pertanian melebihi batas maksimal tanah, dan kepemilikan tanah guntai/absentee, karena mengenai luas tanah pertanian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, demikian juga mengenai larangan kepemilikan tanah guntai/absentee telah diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian. Upaya penyimpangan-penyimpangan hukum tersebut sedikit banyaknya sangat dipengaruhi oleh peran Notaris yang menuangkan isi kuasa mutlak dalam perjanjian perikatan jual beli maupun kuasa untuk menjual yang dibuat di hadapannya. Walaupun sebenarnya menurut ketentuan peraturan perundang-undang, seorang Notaris dalam kedudukan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk

10 10 keperluan pendaftaran peralihan hak kepada Kantor Pertanahan setempat, selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan. 20 Seorang Notaris yang menjunjung tinggi etika moral dan kejujuran sebagaimana diatur dalam kode etik Notaris seharusnya mengetahui bahwa apabila seseorang pembeli hak atas tanah hendak membuat suatu akta perjanjian perikatan jual beli serta suatu akta kuasa untuk menjual secara terpisah, hal tersebut akan menimbulkan kemungkinan terjadinya penyimpangan atau suatu penyelundupan hukum, sehingga dengan berbekal suatu akta kuasa untuk menjual tersebut seseorang bisa melakukan transaksi jual beli secara berulang kali tanpa mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan setempat. Padahal seharusnya pengikatan jual beli tersebut tidak boleh dilakukan berkali-kali tapi harus dilakukan jual beli dan balik nama ke atas nama pembeli yang pertama. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai surat kuasa mutlak yang akan dituangkan ke dalam judul tesis Tinjauan Yuridis Kuasa Mutlak Dalam Pembuatan Akta Notaris Menurut Perundang-undangan Di Indonesia. B. Permasalahan Adapun permasalahan-permasalahan yang hendak diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah: 1. Bagaimana bentuk kuasa mutlak dalam jual beli tanah? 20 Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2010), hlm.501.

11 11 2. Bagaimana penyimpangan yang terjadi atas kuasa mutlak setelah keluarnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982? 3. Bagaimana kedudukan hukum terhadap para pihak dalam kuasa mutlak tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk kuasa mutlak dalam jual beli tanah. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa penyimpangan yang terjadi atas kuasa mutlak setelah keluarnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun Untuk mengetahui dan menganalisa kedudukan hukum terhadap para pihak dalam kuasa mutlak tersebut. D. Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur dalam status hukum surat kuasa mutlak dalam hubungan dengan pembuatan akta Notaris, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.

12 12 2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan status hukum surat kuasa mutlak dalam hubungan dengan pembuatan akta Notaris. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul Tinjauan Yuridis Kuasa Mutlak Dalam Pembuatan Akta Notaris Menurut Perundang-undangan Di Indonesia. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang yang menyangkut kuasa mutlak antara lain penelitian yang dilakukan oleh : 1. Nelly Sriwahyuni Siregar (NIM ), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dengan permasalahan yang diteliti adalah: a. Mengapa kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan? b. Bagaimana secara yuridis kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT? c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah melakukan peralihan hak atas tanah dengan memakai kuasa mutlak?

13 13 2. Amelia Prihartini (NIM ), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian Analisis Hukum Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak Dalam Perikatan Jual Beli Hak Atas Tanah, dengan permasalahan yang diteliti adalah : a. Bagaimana keberadaan kuasa mutlak dalam perikatan jual beli hak atas tanah bila dihubungkan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Kuasa Mutlak? b. Bagaimana faktor apa yang menyebabkan kuasa mutlak dalam perikatan jual beli hak atas tanah diberlakukan? c. Bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya dialihkan berdasarkan kuasa mutlak? 3. Herry Santoso (NIM ), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian Efektivitas dan Penerapan Kuasa dalam Akta Pengikatan/Perjanjian Jual Beli Atas Objek Tanah serta Keterkaitannya dengan Akta Kuasa Jual, dengan permasalahan yang diteliti adalah: a. Sejauh mana efektivitas pemberian kuasa yang terdapat dalam akta Perikatan/Perjanjian Jual Beli? b. Bagaimanakah keterkaitan antara pemberian kuasa yang terdapat dalam akta Perikatan/Perjanjian Jual Beli dengan akta Kuasa Jual? c. Apakah kuasa yang diberikan/dibuat untuk melakukan perbuatan hukum kepada penerima kuasa selalu demi kepentingan pemberi kuasa?

14 14 Permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi. 21 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 22 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen : Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan 21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.80.

15 15 kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. 23 Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang obyektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu. 24 Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud disini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitu jus in rem dan jus in personam. Jus in rem adalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam hukum perdata. Jus in rem tidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan. 25 Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Kreditor memiliki suatu hak hukum untuk menuntut bahwa debitor harus membayar sejumlah 23 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theory of Law and State alih bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hlm Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm

16 16 uang, jika debitor diwajibkan secara hukum atau memiliki kewajiban hukum untuk membayar sejumlah uang. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie bahwa : Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain. 26 Kuasa adalah daya, kekuatan atau wewenang. Dalam KUHPerdata tidak ada satu pasal pun yang secara jelas menyebutkan definisi dari kuasa, yang ada hanyalah pengertian dari pemberian kuasa. 27 Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, yang dimaksud dengan pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Menurut jenisnya, pemberian kuasa dibedakan menjadi dua, yaitu kuasa di bawah tangan dan kuasa notariil. Ciri yang membedakan kuasa di bawah tangan dengan akta kuasa yang dibuat oleh Notaris dapat dilihat dari susunan dan redaksi surat kuasa tersebut. 28 Ada kuasa yang tidak diperbolehkan lagi untuk dibuat, yaitu kuasa mutlak yang berkaitan dengan tanah. Hal ini berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai hlm Ibid. 27 Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kuasa, (Jakarta: Visimedia, 2009), 28 Ibid., hlm.16.

17 17 Pemindahan Hak Atas Tanah tanggal 6 Maret 1982 juncto Jurisprudensi Mahkamah Agung nomor 2584 K/Pdt/1986 tanggal 14 April Pelarangan ini dikarenakan pembuatan kuasa mutlak banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang melakukan jual beli tanah secara terselubung. Dalam klausul kuasa mutlak selalu dicantumkan kalimat kuasa yang tidak dapat dicabut kembali, sehingga si penerima kuasa dapat melakukan perbuatan apa pun, baik tindakan pengurusan maupun tindakan kepemilikan atas tanah yang dimaksud. Sementara itu, pembuatan kuasa mutlak untuk transaksi selain jual-beli tanah masih dimungkinkan, karena hukum perjanjian hanya bersifat mengatur dan dapat timbul karena adanya kesepakatan dari para pihak yang terlibat. Pemberian kuasa mutlak dan bersifat tidak dapat dicabut kembali dalam hal jual beli tanah bertujuan untuk mempermudah kepastian hukum bagi pembeli tanah, agar setelah semua persyaratan untuk pembuatan akta jual beli dipenuhi, tidak diperlukan lagi persetujuan dan keterlibatan dari pihak penjual untuk urusan pemindahan hak atas tanah tersebut. Pemberian kuasa mutlak yang dikaitkan dengan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dianggap tidak identik dengan kuasa yang dilarang sebagaimana diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. 29 Dalam hal penjual atau pembeli bertindak melalui kuasa, maka suatu kuasa khusus untuk menjual harus ada. Kuasa umum, yang biasanya hanya untuk tindakan 29 Ibid., hlm.13.

18 18 pengurusan tidak berlaku untuk menjual. Kuasa itu harus tegas untuk menjual tanah yang dijual itu. Bentuk kuasa harus tertulis, kuasa lisan sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi jual-beli tanah. Kuasa tertulis itu pun minimal dilegalisasi (oleh Notaris/Panitera Pengadilan Negeri/Perwakilan Negara di luar negeri). Hal tersebut terlihat dari perbedaan antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan: a. akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedangkan mengenai tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian. b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial. c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 31 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. 32 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 30 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-3, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.19.

19 19 a. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu masyarakat. 33 b. Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. 34 c. Kuasa Mutlak adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa yang tujuannya adalah untuk memindahkan hak atas tanah secara terselubung. 35 d. Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 adalah suatu ketentuan yang melarang penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. e. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. 36 f. Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak untuk mempergunakan dan/atau memperoleh manfaat dari tanah yang dihakinya. Tanah yang dimaksud dalam tesis ini adalah tanah yang telah terdaftar/yang sudah ada haknya. 33 Anonim, Definisi Peran, terakhir diakses tanggal 08 Maret Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka Republik Indonesia, Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, Diktum kedua. 36 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka 7.

20 20 G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan. 37 Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 38 Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundangundangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas Sumber Data/ Bahan Hukum Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder, maka dibutuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang 37 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996), hlm Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.

21 21 digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. a). Bahan hukum primer. 40 Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, Surat Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Nomor 594/1492/AGR, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan peraturan pelaksanaannya, serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan kuasa mutlak dalam hubungan dengan pembuatan akta Notaris. b). Bahan hukum sekunder. 41 Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumendokumen lain yang berkaitan dengan kuasa mutlak dalam hubungan dengan pembuatan akta Notaris. 40 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm Ibid.

22 22 c). Bahan hukum tertier. 42 Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi dan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber, yaitu pihak Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Medan yang dalam kegiatan menjalankan jabatannya biasa membuat perjanjian perikatan jual beli dan kuasa jual yang mengandung unsur kuasa mutlak. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan (Library Research). Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. b. Wawancara. Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan 42 Ibid.

23 23 sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan kuasa mutlak yaitu praktisi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang biasa membuat perjanjian perikatan jual beli dan kuasa jual yang mengandung unsur kuasa mutlak. Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih terarah sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini. 4. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). 43 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 44 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm Ibid., hlm.3.

24 24 Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan hasil wawancara kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalildalil, atau prinsip-prinsip yang berkaitan dengan status hukum surat kuasa mutlak dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.109.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian hukum guna memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Setiap permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. substantif antara kepailitan atas subjek hukum orang (natuurlijke persoon) dengan

BAB I PENDAHULUAN. substantif antara kepailitan atas subjek hukum orang (natuurlijke persoon) dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem kepailitan yang berlaku di Indonesia, tidak membedakan secara substantif antara kepailitan atas subjek hukum orang (natuurlijke persoon) dengan kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju).

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju). DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adjie, Habib, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju). Ali, Chidir, 1999, Badan Hukum, (Bandung: Alumni)., 2005, Badan Hukum, (Bandung:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Dikarenakan kesibukan yang sedemikian rupa, kadangkala

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS SURAT KUASA YANG TIDAK DAPAT DICABUT KEMBALI DALAM PRAKTEK PERALIHAN HAK ATAS TANAH

TINJAUAN YURIDIS SURAT KUASA YANG TIDAK DAPAT DICABUT KEMBALI DALAM PRAKTEK PERALIHAN HAK ATAS TANAH TINJAUAN YURIDIS SURAT KUASA YANG TIDAK DAPAT DICABUT KEMBALI DALAM PRAKTEK PERALIHAN HAK ATAS TANAH Kusworo Sjamsi ABSTRAK Pemberian kuasa dalam perkembangannya menjadi luas, akan tetapi dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996

FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 Mira Novana Ardani Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Email : miranovana@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur oleh undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adam, Muhammad. Asal Usul Dan Sejarah Notaris. Bandung: Sinar Baru

DAFTAR PUSTAKA. Adam, Muhammad. Asal Usul Dan Sejarah Notaris. Bandung: Sinar Baru DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Adam, Muhammad. Asal Usul Dan Sejarah Notaris. Bandung: Sinar Baru. 1985. Andasasmita, Komar. Notaris III Hukum Harta Perkawinan Dan Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Permasalahan hukum..., Ellen Mochfiyuni Adimihardja, FH UI, Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI. Permasalahan hukum..., Ellen Mochfiyuni Adimihardja, FH UI, Universitas Indonesia 88 DAFTAR REFERENSI A. Buku Andasasmita, Komar. Serba-serbi Tentang Leasing (Teori dan Praktek). Bandung: Ikatan Notaris Indonesia, 1989. Fuady, Munir. Jaminan Fidusia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KUASA MUTLAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA EMA EMELIA ABSTRACT

TINJAUAN YURIDIS KUASA MUTLAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA EMA EMELIA ABSTRACT haknya. 1 Dalam perkembangannya kemudian ketentuan Intruksi Menteri Dalam Ema Emelia - 1 TINJAUAN YURIDIS KUASA MUTLAK DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA EMA EMELIA ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci