SEPULUH TAHUN DINAMIKA PENANGANAN & PENANGGULANGAN LUSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEPULUH TAHUN DINAMIKA PENANGANAN & PENANGGULANGAN LUSI"

Transkripsi

1 0

2 SEPULUH TAHUN DINAMIKA PENANGANAN & PENANGGULANGAN LUSI Kemajuan, Tantangan, dan Perspektif ke Depan Gambar 1: (Atas) foto lapangan perbandingan semburan Lusi saat kelahirannya (2006) dengan kondisi saat ini (2015); (Bawah) citra satelit memperlihatkan evolusi daerah terdampak Lusi dari periodik ke periodik, (Maret September 2016). Tidak ada seorangpun dapat membayangkan pada sebelumnya, bahwa semburan lumpur di Sidoarjo yang terjadi sejak 10 tahun lalu, tepatnya pada 29 Mei 2006 dan masih terus berlangsung proses dinamikanya hingga saat ini dan bahkan telah tumbuh berkembang menjadi suatu fenomena postur mud volcano yang terbesar dan paling cepat pertumbuhannya di seluruh dunia (the largest and the fastest growing mud volcano). Memaknai bahwa semburan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut Lusi) telah memberikan implikasi dampak yang sangat luas terhadap sendi-sendi 1

3 kehidupan sosial kemasyarakatan. Baik terhadap warga yang ada di sekitarnya, maupun secara regional, bahkan internasional sekalipun. Sehingga Pemerintah dan Negara telah melakukan langkah nyata, untuk menjamin keamanan dan memulihkan sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada. Gambar 2 : Berbagai kegiatan pelaksanaan Penanganan Sosial yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk dapat memulihkan sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada. Komitmen Pemerintah tersebut diwujudkan dengan membentuk institusi pada domain kebencanaan khusus disebut Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS). Dimana atas dasar pemahaman kebencanaan Lusi saat itu, sehingga eksistensi masa tugasnya hanya diberikan waktu selama 6 bulan plus masa perpanjangan 1 bulan saja. Timnas PSLS dengan segala daya, tenaga, inovasi serta knowledge yang dimilikinya. Telah berkontribusi untuk melaksanakan tugas yang diembannya. Namun sampai batas waktu akhir penugasannya. Ternyata semburan Lusi masih pada intensitas yang dahsyat dan merusak (spectacular and violence eruption). Demikian juga dampak ikutan berganda dari semburan, yaitu luapan lumpur, geohazard (amblesan, bubble, retakan) dan lingkungan (pencemaran udara, air, tanah) masih pada tingkat yang signifikan. 2

4 Gambar 3 : Insersi bola-bola beton yang dilakukan oleh TimNas PLS dalam usahanya untuk dapat menghentikan semburan di masa-masa akhir tugasnya. Fenomena semburan Lusi mud volcano sebagai pengendali mekanisme yang unik, sehingga kebencanaan geologi yang ditimbulkan bersifat bergerak perlahan namun pasti, sampai mencapai suatu titik keseimbangan. Dalam kaitan dengan karakteristik kebencanaan Lusi yang unik, bahwa upaya untuk melakukan pembangunan dan pemulihan kembali melalui penanganan masalah sosial kemasyarakatan dan infrastruktur publik, dilakukan pada saat pengendali mekanisme kebencanaan masih terus berlangsung. Guna meningkatkan efektifitas penanggulangan Lusi, maka pada 8 April 2007 dibentuk Badan adhock Badan Penanggulangan Lumpur Sidorajo (BPLS), dengan rasionalisasi antara lain untuk melanjutkan misi Timnas PSLS. Sehingga telah diaktualisasi dan direstrukturisasikan keseluruhan sistem penanggulngan Lusi. 3

5 Gambar 4 : Misi nasional pembentukan Badan (adhock) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Pandangan ke depan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang dan penuh dinamika, pada 5 tahun kedua yang telah dilalui. Disamping itu melalui suatu pengamatan secara integral, komprehensif dan holistik. Selanjutnya disusun suatu perspektif ke depan sistem Penanggulangan Lusi. Dimana pandangan ini dilandasi oleh perspektif dari sudut pandang yang lebih melihat ke luar (outward looking). Secara normatif dirumuskan menjadi empat pilar, yaitu menempatkan Lusi mud volcano sebagai: (1) Salah satu keajaiban dunia the World s Wonder ; (2) Tujuan kunjungan wisata kelas dunia; (3) Pusat keunggulan studi mud volcano di Indonesia dan dunia; dan (4) Inovasi berbagai pemanfaatan lumpur dan sistem mud volcano. Kemajuan Signifikan Kemajuan Signifikan berdimensi strategis yang telah dicapai sesuai dengan tugas dan sasaran pokok adalah: 4

6 A). Merupakan suatu pelajaran berharga untuk Pemerintah, bahkan bagi masyarakat di dunia. Terhadap bagaimana untuk pertama kalinya menangani suatu kebencanaan geologi berupa semburan Lusi mud volcano yang terdahsyat di dunia. Dengan implikasinya yang demikian komplek; B). Semburan Lusi telah mengalami suatu perubahan tahapan yang cukup drastis (drastically change stage). Awalnya merupakan suatu semburan yang dahsyat dan merusak (destructive and violence eruption), dengan menghasilkan material berupa luapan lumpur panas yang berlanjut dengan relatif tanpa henti (continous hot mud flow without interupted). Telah berubah menjadi suatu semburan yang lebih terkendali, dengan pola geyser, dimana intensitas aliran lumpur telah menurun dengan tajam menjadi sekitar m 3 /hari. Sedangkan material yang dikeluarkan, terutama air pada temparatur umumnya dingin-hangat, dengan selingan lumpur encer dan sekali-kali lumpur pekat. C). Luapan lumpur dan air yang dihasilkan semburan Lusi, telah ditampung pada kolam penampungan yang dibentengi dengan tanggultanggul penahan luapan lumpur. Selanjutnya telah dibangun suatu sistem pengaliran lumpur dari tempat penampungan di dalam PAT, ke laut melalui Kali Porong. Dengan bertumpu pada pemanfaatan kapal keruk beserta sistem pendukung pompa booster. Dilanjutkan dengan pengaliran secara alami menggunakan energi bebas (free energy) yang dimiliki Kali Porong sendiri, yang sebelumnya juga telah dinormalisasikan; D). Geohazard atau deformasi tanah (land displacement) terutama amblesan (subsidence) sebagai dampak berganda dari semburan dan luapan lumpur (eruption dan mud flow multiplier impact) dari waktu ke waktu telah menunjukkan adanya suatu kecenderungan penurunan intensitasnya. Pada besaran yang sangat bermakna dan berlangsung secara eksponensial. Kondisi ini telah berubah dari sebelumnya dengan 5

7 kecepatan amblesan 4-1cm/hari, sekarang hanya tinggal beberapa sentimeter saja per tahun. Bubble dengan semburan air dan atau gas metan yang sebelumnya mencapai jumlah tertinggi sebesar 260, saat ini semuanya sudah mati. Dimensi kewilayahan yang komplek Peta Area Terdampak yang ditetapkan pada 22 Maret 2007 sebagai bagian tidak terpisahkan dari Perpres No.14 tahun 2007 tentang BPLS. Pada hakekatnya merupakan suatu dimensi kewilayahan yang pokok (esensial territorial dimension) atau sebagai aset dasar yang mencerminkan gatragatra demografi, demografi dan sumber daya alam. Dimana pada awal Sistem Penanggulangan Lusi memberikan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab penanganan serta, pembiayaan. Namun pada perjalanan waktu sampai pada 10 tahun LUSI, dimensi kewilayahan pada penanggulangan Lusi secara menyeluruh menjadi sangat komplek. Sehingga perlu mendapatkan perhatian yang seksama, guna menuju tahapan pemulihan dan pembangunan kembali, yaitu: (1) Wilayah Kontrak Kerjasama Migas, Blok Berantas dengan status yang masif aktif, dimana Lapindo menjadi pihak operatornya. Di dalamnya terdapat lapangan produksi gas alam (natural gas production field) Tanggulangin-Wunut, dan Prospek Banjar Panji-1. Wilayah Kerja Lapindo di Blok Berantas ini tumpang tindih dengan wilayah penanganan luapan lumpur, terutama di dalam PAT; (2) Peta Area Terdampak (PAT), sesuai dengan Perpres No.14 tahun 2007, pada awalnya Lapindo menangani upaya penanggulangan semburan dan pengaliran lumpur dari Tanggul Utama ke Kali Porong, penanganan masalah sosial kemasyarakatan melalui bansos dan jual beli tanah dan bangunan dengan skema yang dikenal sebagai cash and carry. Adapun BPLS berperan mengawasi dan mengendalikan terhadap upaya penanggulangan semburan, pengaliran lumpur, dan penanganan sosial 6

8 yang dilaksanakan oleh Lapindo. Sedangkan aspek infrastruktur termasuk penanganan infrastruktur penahan luapan lumpur di luar Tanggul Utama dan infrastruktur umum di Luar PAT. Pada perjalanan waktu pada Perpres No. 40 Tahun 2009, penanganan semburan dan pengaliran luapan lumpur telah dialihkan sepenuhnya ke BPLS (sebelumnya Lapindo). Sehingga tanggunga jawab finansial Lapindo adalah menuntaskan sisa cicilan pelunasan pembelian lahan dan bangunan. Di sini BPLS tetap mempunyai obligasi psikologi dan fungsional dalam melaksanakan peran pengawasan, pengendalian, dan verifikasi administrasi. Gambar 5. Peta Area Terdampak (PAT) 22 Maret 2007 sebagai bagian tidak terpisahkan dari Perpres No.14 tahun Dimana pada awal penanggulangan Lusi memberikan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab PT.MLJ. (3) Wilayah 3 Desa di luar PAT (Perpres No. 48 tahun 2008) menetapkan sebagai wilayah efisiensi pengaliran Lumpur ke Kali Porong. Saat ini telah terbangun Pond Besuki utara (diisi air) dan Pond Besuki selatan (tidak aktif, masalah hukum). Pertama kalinya sebagai lessons learnt 7

9 dimana BPLS melaksanakan secara mandiri, penanganan sosial kemasyarakatan dan pembelian tanah dan bangunan warga, selatnjutnya berubah status menjadi BMN. Hasil nyata telah terjadi proses bansos diikuti pengalihan aset warga menjadi BMN. Seterusnya telah terbangun Pond Besuki Utara yang telah dimanfaatkan dan Besuki Selatan yang belum dapat dimanfaatkan. Karena masih menunggu penyelesaian proses hukum. Gambar 6. Peta Penanganan masalah sosial kemasyarakatan di luar wilayah PAT 22 Maret 2007 Yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah (BPLS). 8

10 (4) Wilayah 9 RT di luar PAT (Perpres No. 40 tahun 2009 dan Perpres No. 68 Tahun 2011), telah menetapkan sebagai wilayah Tidak Layak Huni. Saat ini telah terjadi pemindahan warga diikuti dengan pembongkaran bangunan. (5) Wilayah 66 RT di luar PAT lainnya (Perpres No. 37 tahun 2012 dan No. 33 Tahun 2013), ditetapkan sebagai Wilayah Tidak Aman. Memasuki tahap pembayaran pelunasan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan di lapangan telah diaktualisasikan. (6) Wilayah normalisasi dan pengaliran lumpur ke laut melalui Kali Porong dari hulu di outlet kapal keruk sampai ke muara, termasuk keberadaan Pulau Lumpur sebagai hasil reklamasi dengan membuka mulut sistem Delta Porong. Hasil signifikan dari normalisasi Kali Porong, adalah sebegitu jauh tidak terjadi bencana banjir, dan pencemaran lingkungan dapat diminimalkan. Sementara itu Pulau Lumpur merupakan aset strategis untuk ditentukan pemanfaatannya ke depan dengan memperhatikan fungsi utama sebagai sub-sistem dari keseluruhan pengaliran lumpur ke Laut Madura melalui Kali Porong. (7) Wilayah penanganan infrastruktur umum, baik di sekitar semburan, terutama berlokasi di barat PAT dan wilayah 9 RT di Luar PAT. Beberapa bagian di baratlaut ada yang berimpit dengan wilayah 66 RT di luar PAT lainnya. Memahami postur dan perilaku terkini dari Lusi mud volcano Pada usia yang ke 10 tahun Lusi terus memperlihatkan dinamika perkembangannya dari suatu fenomena postur mud volcano yang semakin ideal dengan perilaku semburannya yang berfluktuatif. 9

11 Pada hakekatnya Postur dan perilaku semburan LUSI merupakan harmonisasi atau keseimbangan dari daya energi geologi yang dahsyat dari dalam bumi, dikombinasikan dengan tubuh mud volcano di permukaan di satu sisi. Dengan daya manusia (BPLS) dalam upaya menangani semburan dan luapan di sisi lain. Hal ini antara lain dilakukan dengan membangun tanggul penahan luapan lumpur yang mengelilingi tubuh mud volcano yang tidak simetris. Menyempit ke arah selatan dan barat. Selanjutnya mengalirkan lumpur ke Laut sebagai tujuan akhir, dengan melalui Kali Porong sebagai media. Agar daya dukung dan daya tampung kolam penampung lumpur dapat tetap terjaga dengan aman. Gambar 7: Bangunan tanggul penahan luapan yang mengelilingi tubuh mud volcano (3 Dimensi), yang dibangun untuk kolam penampungan sementara utuk kemudian dialirkan ke Kali Porong untuk dibuang ke laut. Pada September 2016 secara umum berdasarkan dari pengamatan time series terhadap rekaman citra satelit Juli 2015 atau keseluruhan tahun 2015, dapat diamati adanya penurunan dari dinamika postur maupun perilakunya. 10

12 Postur mud volcano terus berekspansi terutama ke arah utara, dan lainnya ke arah selatan dan timur. Hal ini dipengaruhi oleh jarak dari pusat semburan, dan tersedianya kolam pengaliran. Berkembang 2 (dua) pusat semburan yang telah diidentifikasikan sebagai Lusi Sulung dan Bungsu. Sedangkan sumbu panjang kawah (crater long axis) Lusi berarah baratlaut-tenggara. Pola semburan model perilaku bersiklus (pulsating behaviours) seperti geyser bersiklus, masih disertai dengan kick lumpur yang cukup tinggi, komposisi gas didominasi CO2. Diselingi masa istirahat (pause eruption) dengan interval yang relatif pendek. Intensitas semburan diperkirakan antara m 3 /hari, namun sangat berfluktuatif. Material yang dikeluarkan didominasi oleh air, diselingi lumpur halus dan lumpur pekat dengan material lumpur membundar. Kondisi ini jauh menurun bila dibandingkan dengan intensitas semburan pada puncaknya tahun 2006 sebesar m 3 /hari dan rata-rata ( ) m 3 /hari, dengan aliran lumpur panas yang berlanjut relatif tanpa henti. Perubahan mendasar ditetapkan terjadi pada tahun 2010, dimana perilaku semburan berubah menjadi pola geyser. Material yang dikeluarkan semburan didominasi oleh air yang lebih dingin. Gambar 8 : Rekonstruksi evolusi Kecepatan Semburan LUSI dan contoh perkiraan panjang umur semburan dari ketebalan Formasi Kalibeng. 11

13 Pada wilayah selatan Lusi di sekitar Dome P 25, telah mengalami dinamika yang paling intensif, dicirikan dengan: (1) Terjadi perulangan aliran dan limpasan lumpur pekat dengan material batuan,warna hitam. Aliran lumpur encer disertai limpasan air dengan koloid warna putih abu-abu. Terjadi ekspasi lumpur baru ke arah P25 dan Pond Utama, yang membentuk suatu fitur kanal baru di utara Anjungan; (2) terbentuk Punggungan baru (disebut Punggungan Oksigen) di barat Lusi Bungsu atau utara Anjungan Dome, dengan arah umum utaraselatan. Diperkirakan sebagai Punggungan Lumpur (mud ridge) sebagai hasil dari aktifitas patahan geser berarah utara-selatan; (3) Terjadi gerakan lumpur padu yang dikendalikan oleh Patahan utara selatan. Hal signifikan lainnya adalah: (1) Terjadinya pengaliran lumpur halus yang dibawa oleh sungai-sungai radial, sehingga secara umum pada daerah depresi atau cekungan penampungan lumpur terjadi pendangkalan cukup signifikan. Sehingga yang menimbulkan bahaya terutama sektor barat (Siring- Jatirejo) dan Pond Reno lokasi operasi kapal keruk di sektor timur. Sedangka lainnya di sektor timur-timur laut (Pond Glagah) saat ini telah mengalami ambles terutama diisi air tampungan yang dari Pond Reno pada kondisi darurat melalui dua overflow dibuat pada kisdam. Apa yang sudah kita pahami dan apa yang masih perlu di pelajari lebih lanjut Suatu realitas yang harus dihadapi bahwa sampai umur Lusi 10 tahun, terkait Kebencanaan Lusi secara umum serta pengendali mekanisme kebencanaan pada khususnya walaupun sudah ada beberapa hal pada posisi yang jelas dapat dipahami. Namun ternyata masih lebih banyak halhal yang belum diketahui, bahkan masih menjadi kontroversi dikalangan para ahli yang ternama. 12

14 Hal-hal yang telah diketahui atau disimpulkan dan diterima universal o Semburan lumpur Sidoarjo, sebagai salah satu mud volcano, dari yang berkembang ribuan jumlahnya di seluruh dunia. Merupakan salah satu dari 15 (lima belas) mud volcano yang dikenal telah berkembang di Jawa Tengah-Jawa Timur. Gambar 9 : Beberpa mud volcano yang dikenal dan berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. o Lusi menjadi salah satu semburan mud volcano yang terbesar di dunia, karena sepanjang hidupnya terus menyemburkan uap air, gas didominasi CO2, lumpur dan air tanpa henti. Sedangkan mud volcano lainnya, umur semburan hanya berlangsung untuk beberapa hari atau minggu saja. o Satu-satunya di dunia dimana Lusi menempati kedudukan di busur belakang (back arc), yang relatif berimpit dengan gunung api magmatik diselatannya, dimana menempati bagian busur depan (fore arc). Dari keseluruhan sistem Busur Kepualuan Sunda (Sunda Island Arc). o Sumber lumpur berasal dari lapisan batulempung Formasi Kalibeng Atas, merupakan endapan delta Madura purba (paleo Madura delta). 13

15 o Terdapat reaktivasi Sesar Watukosek; o Sumber fluida berasal dari interval dengan tekanan dan permeabilitas yang tinggi, bisa serpih atau karbonat. Gambar 10 : Peta tektonik regional Jawa Bagian Timur yang menunjukan kedudukan LUSI berada di busur belakang (back arc) yang berhimpit dengangunung api magmatik di selatannya. Gambar 11 : Kedudukan Formasi Kalibeng pada stratigrafi regional Jawa Timur. 14

16 Gambar 12 : Jejak bidag sesar watukosek yang memotong wilayah LUSI mud volcano. Masih menjadi bahan perbedaan pendapat menjurus kontroversi: o Masih belum dapat dituntaskan kontroversi penyebab dan pemicu semburan Lusi, antara: (1) dipicu kegiatan pemboran sebagai ledakan di bawah permukaan (underground blow out); (2) dipicu gempabumi Yogyakarta 29 Mei 2006, dilanjutkan dengan reaktivasi Patahan Watukosek; dan (3) Mempunyai kaitan langsung dengan sistem gunung api magmatik. Dalam kaitan ini, sampai saat ini tidak tersedia data dan informasi penampang seismik refleksi 3-d yang baru pasca semburan 15

17 Lusi, untuk mengetahui kondisi evolusi bawah permukaan struktur lumpur ini. Oleh karena itu belum atau tidak dapat diambil keputusan ilmiah terkait tiga skenario penyebab dan pemicu semburan Lusi tersebut. o Masih belum dapat diputuskan skenario Lusi ke depan, apakah sebagai suatu mud volcano yang terdahsyat di dunia, selanjutnya: (1) Perlu atau tidak untuk dihentikan, saat ini semburan telah berubah drastis dari sebelumnya sebagai semburan yang ganas dan merusak, menjadi semburan terkendali menuju tahap dormant? (2) Bisa/tidak semburannya dihentikan? Karena pada tahun 2006 upaya untuk menghentikan semburan dengan menerapkan senjata pamungkas yang paling ampuh sekalipun, yaitu dua relief well, namun juga tidak berhasil; o Anatomi bawah permukaan masih belum dipastikan, dimana posisi terakhir diusulkan adanya perubahan: (1) Formasi batugamping terumbu, Formasi Kunjung, diusulkan kembali sebagai Formasi Tuban/Prupuh yang lebih mempunyai porositas dan berumur lebih muda. Sedangkan lapisan batupasir volkanis diantara Formasi Kalibeng Atas dan Formasi Kujung/Prupuh telah diusulkan kembali sebagai suatu lapisan volkanik ekstrusif, hasil dari gunungapi Penanggungan; o Sumber air dan gas dengan alternatif sumber dangkal, sumber dalam, dan imbuhan atau dipengaruhi sistem gunung api. Para pakar dari luar negeri saat ini banyak fokus pada aspek ini. o Geometri dari saluran yang menghubungkan daerah sumber air, lumpur dan gas dengan kawah dipermukaan, apakah seperti corong atau merupakan pertemuan dari sistem Patahan? 16

18 Dinamika Panjang Hidup Lusi Mud Volcano Dengan telah digulirkannya paradigma baru semburan Lusi dari kontroversi terkait penyebab dan pemicunya, sehingga para ahli semakin meningkatkan perhatiannya pada prediksi kehidupan semburan Lusi dan tingkat geohazard yaitu amblesan. Dimana dapat memberikan implikasi yang luas pada tahap pembangunan kembali dan pemulihan kebencanaan geologi Lusi ke depan. Pada prinsipnya terdapat dua metoda atau pendekatan yang telah diterapkan selama ini untuk memodelkan panjang kehidupan semburan Lusi: (1) Konvensional, dengan menghitung volume sumber lumpur dari Formasi Kalibeng, dan volume air pada reservoir Formasi Prupuh. Selanjutnya volume tersebut dibagi dengan kecepatan aliran (flow rate), yang sebelumnya umumnya banyak yang menggunakan angka rata-rata m 3 /hari; (2) Pendekatan geohazard (amblesan), diasumsikan bahwa kecepatan semburan mempunyai hubungan dengan kecepatan amblesan. Selanjutnya adanya pengurangan intensitas amblesan mencerminkan terjadinya penurunan tekanan overpressure di daerah sumber gas di bawah permukaan bumi. Pendekatan ini menemukan fakta baru bahwa kecepatan penurunan Lusi mud volcano sejak duatiga tahun ke belakang ini telah menurun signifikan secara eksponensial. Jadi apa yang harus dilakukan ke depan (What Next) Berdasarkan evaluasi secara komprehensif, integral, dan holistik maka sebagai langkah strategi dan operasional ke depan adalah : Meningkatkan pemahaman kepada masyarakat luas, bahwa kebencanaan Lusi yang dikendalikan oleh mekanisme mud volcano, merupakan yang pertama di dunia. Sampai saat ini belum ada acuannya, sehingga memerlukan adanya tahap proses belajar sambil 17

19 bekerja (learning by doing), berani melakukan berbagai inovasi yang langsung diterapkan di lapangan; Menyampaikan bahwa pada tahun-tahun pertama semburan Lusi dengan flowrate yang sangat tinggi rata-rata m 3 /hari, sehingga bila Pemerintah (BPLS) tidak berbuat suatu apapun (do nothing). Maka aliran lumpur sudah akan meluas jauh dari pada PAT saat ini dan bisa sama dengan wilayah luar PAT lainnya. Sehingga kesimpulan yang dapat diambil bahwa sebaran banjir lumpur Sidoarjo telah dapat dibatasi atau dilokalisir, bila dibandingkan dengan skenario tidak berbuat apapun. Dalam hal ini tidak ada BPLS; Masalah mendasar dengan terkait penanganan sosial kemasyarakatan di dalam PAT, seyogyanya terus mendapatkan perhatian dari semua pihak. Karena pengalaman menunjukkan bahwa upaya apapun untuk menangani semburan dan pengaliran lumpur ke Laut melalui Kali Porong, tidak dapat dilaksanakan secara optimal atau proporsional tanpa dukungan keamanan dan kenyamanan. Pengalaman menunjukkan, ketika Pemerintah melalui Badan Geologi KESDM sudah menyediakan dana yang memadai untuk pengambilan data seismik refleksi 3-d, agar membuka peluang untuk lebih mamahami anatomi bawah permukaan Lusi. Namun akhirnya upaya tersebut dibatalkan, karena tidak mendapat dukungan warga. Dengan terselesaikannya masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT, yang merupakan masalah mendasar saat ini. Maka fokus di bidang pengendali mekanisme semburan terutama pemahaman postur bawah permukaan Lusi akan dapat lebih dioptimalkan; Dengan target tahun 2016 yang menjadi universal, bahwa masalah utama sosial kemasyarakatan di dalam PAT, di luar PAT dan di luar PAT lainnya diharapkan akan dapat dituntaskan. Maka tahap selanjutnya proses pemulihan dan pembangunan kembali dari Bencana Lusi diperkirakan akan dapat dioptimalkan; 18

20 Pada kondisi yang normal dimana BPLS menjadi tuan rumah di wilayah kerjanya sendiri (bukan BMN), sehingga pengurangan volume padatan lumpur yang ada di dalam kolam penampungan, akan dapat dikurangi dengan signifikan. Sampai pada batas-batas yang aman; Dengan pandangan kondisi Lusi mud volcano yang aktual dan rasional, dimana mempunyai hubungan langsung dengan gunung api Penanggungan, sehingga sebagai konsekuensi logis semburan Lusi tidak layak untuk dihentikan. Demikian pula dari hasil terakhir pemodelan pakar kebumian Amerika Serikat (2013), dinyatakan bahwa pada tahun 2017 semburan Lusi akan tinggal sekitar 1000 m 3 /hari atau 1/100 dari kondisi rata-rata Sehingga saat itu semburan Lusi mud volcano akan benar-benar menuju tahap istirahat, dan dengan sendirinya akan lebih terkendali. Dengan semburan dan luapan lumpur yang telah terkendali. Selanjutnya diperkirakan, bahwa pada asumsi kecepatan semburan sebesar 5000 m 3 /hari, sehingga pada saat itulah kondisi semburan dan luapan akan tetap terkendali. Dengan asumsi bahwa masalah sosial kemasyarakatan dapat terselesaikan di akhir tahun Sehingga pada tahun 2017 diperkirakan BPLS sudah menyiapkan beberapa langkah strategis, antara lain: Melalui pengkajian yang komprehensif, integral dan holistik ditentukan: beberapa Skenario pemanfaatan/peruntukan baik dari satu atau gabungan kewilayahan PAT, Luar PAT, Luar PAT Lainnya, Normalisasi Kali Porong, dan Sistem Pengaliran lumpur ke laut melalui Kali Porong termasuk Pulau Lumpur. Pada kaitan dengan Dimensi Kewilayahan, perlu dilakukan kajian secara komprehensif untuk menentukan fungsi, kedudukan, Pulau Lumpur yang mempunyai nilai historis dan strategis. Sebagai sub sistem dari keseluruhan pengaliran lumpur ke Laut (Palung dalam Selat Madura) melalui Kali Porong. 19

21 Mengingat BPLS sebagai suatu institusi adhock yang bila tiba saatnya harus mengakhiri tugasnya. Maka harus disiapkan roadmap suatu skenario akhir yang mulus (good exit scenario). Untuk itu perlu mulai ditentukan parameter saatnya BPLS tuntas (exit indicator), dibarengi dengan time frame penyerahan aset BMN, SDM, dan dokumen Tahap Akhir Penanggulangan Lusi. Hal krusial dengan rasio paling sulit adalah bagaimana menyiapkan sebaik-baiknya proses alih tempat atau pemindahan (transfer) para Pegawai/SDM BPLS, sebagai aset yang paling bernilai kepada institusi baru yang akan ditentukan kemudian. Bersamaan dengan penuntasan masalah sosial kemasyarakan utama pada skenario optimis 2016, maka perspektif ke depan Lusi mud volcano dapat semakin digulirkan: (1) Menetapkan dan diterima sebagai salah satu keajaiban dunia, penuh dengan misteri dan kontroversi asal usulnya; (2) Menyiapkan Lusi mud volcano sebagai salah satu tujuan Wisata kelas dunia, dengan keunikan dan spesifikasinya yang tidak banyak ditemui di dunia; (3) Meningkatkan sarana, prasarana dan knowledge yang telah dirintis pada tahap sebelumnya, sebagai pusat keunggulan studi mud volcano di Indonesia dan dunia. Modal dasar Lusi Library sebagai Knowledge Management, Lusi Research Networking (LRN), dan kerjasama antar kampus di dalam dan luar negeri dapat terus ditingkatkan; dan (4) Memantapkan penjajakan lebih lanjut terhadap pemanfaatan lumpur dari studi terdahulu, yaitu: (1) Kandungan mineral yodium dan litium untuk industri farmasi dan IT; (2) Lumpur dimanfaatkan untuk kesehatan (mud spa), melukis, bahan bangunan. Disamping itu prospek sistem mud volcano yang mempunyai kaitan genetik dengan gunung api Penanggungan, membuka peluang untuk pembangkit listrik panas bumi bersekala kecil. 20

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei )

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei ) 0 LUSI 9 TAHUN, 29 MEI 2006-2015 9 TAHUN TRAGEDI BENCANA GEMPABUMI YOGYAKARTA, TERPAUT 2 HARI DENGAN BENCANA MUD VOLCANO LUSI 4 TAHUN SIMPOSIUM INTERNASIONAL LUSI 25 MEI 2011 MENDEKATI "GOLDEN TIME 2015"!

Lebih terperinci

MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN

MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN 29 mei 2013, 7 Tahun Lusi: Dinamika Postur dan Perilaku Semburan Lusi di utara Dome P25, selatan

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 BAGIAN 9 Dampak Sosial Ekonomi Umum Gambar 67. Isu kritis Dampak Sosial Ekonomi (Paparam Prasetyo 2008) Luapan Lusi di dalam PAT. Semburan

Lebih terperinci

PERUBAHAN MENDASAR POSTUR LUSI UTARA (P68-P69), 13 JANUARI 2013

PERUBAHAN MENDASAR POSTUR LUSI UTARA (P68-P69), 13 JANUARI 2013 PERUBAHAN MENDASAR POSTUR LUSI UTARA (P68-P69), 13 JANUARI 2013 DEFORMASI TERJADI DENGAN INTENSITAS DAN KEUNIKAN LUAR BIASA, NAMUN KARENA TEMPATNYA YANG CUKUP REMOTE (TERPENCIL) TIDAK BANYAK DIKETAHUI,

Lebih terperinci

PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP

PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP Diambil Pada 7 Juni dan dipublikasi 10 Juni 2009 Sebagai bagian integral Baselines Analisis Kebijakan: Semburan, Luapan,

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112 BAGIAN 8 Gejolak Sosial Kemasyarakatan Umum Gambar 59. Isu Kritis Gejolak Sosial Kemasyarakatan sebagai titik awal adalah Peta Area Terdampak

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 45

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 45 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 45 BAGIAN 3 Kisah Drama Si Lusi Gambar 27. Alur pikir dan Kata Kunci Drama Si Lusi (Diringkas dari Basuki 2008). Drama Si Lupsi merupakan

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90 BAGIAN 6 Manajemen Lumpur di Permukaan Umum Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan. Misi utama dari penanganan

Lebih terperinci

KEBENCANAAN LUSI MUD VOLCANO 2013

KEBENCANAAN LUSI MUD VOLCANO 2013 KEBENCANAAN LUSI MUD VOLCANO 2013 IMPLIKASI DAN PERSPEKTIF KE DEPAN Dikontribusikan oleh: Hardi Prasetyo Oktober 2013 1. Kondisi Saat Ini dan Permasalahan 1.1 Umum 1.2 Potret Kebencanaan Lusi Saat Ini

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 107

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 107 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 107 BAGIAN 7 Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo Umum Gambar 57. Ilustrasi memperlihatkan pemanfaatan lusi ke depan, dengan fokus Lupsi dimanfaatkan

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 62

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 62 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 62 BAGIAN 4 Mud Volcano atau Underground Blow Out? Gambar 34. Memperlihatkan Posisi Bab 2 yang mengangkat kontroversi pemicu Lupsi antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 2012 2013 2014 2012 2013 2014 I Program Penanggulangan 1.263,3 1.433,5 1.493,3 1.714,3 Bencana Lumpur Sidoarjo 1 Perencanaan operasi luapan Meningkatnya kualitas penyusunan Survey Geologi 1 laporan 1 laporan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana ekologis nasional lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28 Mei 2006, saat gas beracun dan lumpur

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v DAFTAR ISI Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii Sambutan-Dewan Editorial v Dewan Editorial vii ix Daftar Tabel xvi Daftar Gambar xix AMANAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHA N KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 1 BAGIAN 1 BENCANA LUMPUR PANAS SIDOARJO: MISTERI DAN KEUNIKAN Peristiwa yang komplek penuh Misteri dan Dinamika MENULIS SEBUAH BUKU bernuansa kenangan (memoar) dari suatu peristiwa yang komplek (complex

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 : Peta Area Terdampak

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 : Peta Area Terdampak DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Area Terdampak Peta tersebut menjelaskan bahwa daerah yang masuk area wilayah sebagaimana yang ada dalam Peta diatas penanganan masalah sosial ditanggung oleh PT. Lapindo

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada awal terjadinya semburan lumpur Pemerintah memandang perlu

Lebih terperinci

Analisis data gayaberat daerah Porong dalam studi kasus struktur dan deformasi geologi bawah permukaan

Analisis data gayaberat daerah Porong dalam studi kasus struktur dan deformasi geologi bawah permukaan Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 3 Desember 2013: 237-251 Analisis data gayaberat daerah Porong dalam studi kasus struktur dan deformasi geologi bawah permukaan Analysis of the Gravity

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 76

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 76 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 76 BAGIAN 5 Dari Teknologi Canggih hingga Upaya Spiritual Umum Bagian 3 buku yang ditinjau (Basuki 2008) diberi judul Dari Teknologi Canggih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

2.2 Lokasi Kerja Jalan Gayung Kebonsari No.50 Surabaya Telp Fax

2.2 Lokasi Kerja Jalan Gayung Kebonsari No.50 Surabaya Telp Fax BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI 2.1 Profil Organisasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dibentuk oleh Peraturan Presiden No. 14 tahun 2007. Sedangkan personil pimpinan BPLS (Badan Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile Geodinamika bumi 9. GEODINAMIKA Geodinamika adalah cabang ilmu geofisika yang menjelaskan mengenai dinamika bumi. Ilmu matematika, fisika dan kimia digunakan dalam geodinamika berguna untuk memahami arus

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Anggaran dari negara juga diperbolehkan untuk mengontrak rumah bagi korban, bantuan. Negara Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo RP 1.

Anggaran dari negara juga diperbolehkan untuk mengontrak rumah bagi korban, bantuan. Negara Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo RP 1. Mataharinews.com, Jakarta - Pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 1,3 triliun pada anggaran perubahan 2012 untuk menangani dampak sosial kemasyarakatan penanganan korban lumpur Lapindo. Dana itu akan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Letak Geografis Daerah Penelitian Daerah penelitian, yaitu daerah Cekungan Sunda, secara umum terletak di Laut Jawa dan berada di sebelah Timur Pulau Sumatera bagian Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo. a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo. a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya) BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya) Semburan lumpur panas di Desa Siring, Kecamatan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tekanan abnormal yang nilainya lebih besar dari tekanan hidrostatik, atau sering disebut sebagai overpressure, merupakan kondisi yang sering terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 20

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 20 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 20 BAGIAN 2 ESTAFET DARI TIMNAS KE BAPEL BPLS Gambar 12. Sampul depan mengandung makna transisi antar waktu dari Timnas Penanggulangan Semburan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong Gita Angraeni (1), Suntoyo (2), dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan salah satu cekungan busur belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak dan gas). Salah satu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah penting karena peristiwa keluarnya gas dan lumpur panas dari dalam tanah dengan suhu 100 C yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

PROPOSAL. Peringatan Lima Tahun Semburan Lumpur Lapindo Di Porong Sidoarjo. Minggu,29 Mei 2011 Di Tanggul Lumpur

PROPOSAL. Peringatan Lima Tahun Semburan Lumpur Lapindo Di Porong Sidoarjo. Minggu,29 Mei 2011 Di Tanggul Lumpur PROPOSAL Peringatan Lima Tahun Semburan Lumpur Lapindo Di Porong Sidoarjo Minggu,29 Mei 2011 Di Tanggul Lumpur FORUM KOMUNIKASI KORBAN LUMPUR LAPINDO Sekretariat : Jl.Bringin Timur RT.08/RW.03 Pamotan,Telp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Mouchet dan Mitchell (1989), menyatakan bahwa pada suatu formasi batuan di bawah permukaan terdapat berbagai jenis tekanan yang akan mempengaruhi operasi pengeboran

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG Setyo S. Moersidik Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (smoersidik@yahoo.com) DDL Adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB VI SEJARAH GEOLOGI BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 1-9 Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Untung Sudarsono dan Indra Budi Sudjarwo Pusat Lingkungan Geologi, Jl. Diponegoro No. 57

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

1. Deskripsi Riset I

1. Deskripsi Riset I 1. Deskripsi Riset I (Karakterisasi struktur kerak di bawah zona transisi busur Sunda-Banda menggunakan metoda inversi gabungan gelombang permukaan dan gelombang bodi dari data rekaman gempa dan bising

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian, yaitu Cekungan Sunda merupakan salah satu cekungan dari rangkaian cekungan sedimen busur belakang berumur Tersier yang terletak di Sumatra dan Laut

Lebih terperinci