BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo. a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo. a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN

2

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi Bencana Lumpur Panas di Sidoarjo a. Aspek geologi (awal kejadian dan perkembangannya) Semburan lumpur panas di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, berjarak sekitar 200 meter dari sumur pengeboran gas Banjar Panji 1 di Desa Renokenongo yang terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 telah berdampak sedemikian luas terhadap sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitarnya. Volume lumpur yang keluar ke permukaan meningkat dari sekitar m /hari pada bulan Juni menjadi m /hari menjelang akhir tahun 2006, dan terus meningkat menjadi m /hari pada tahun Pusat Semburan Juni 2006 Semburan lumpur panas di Sidoarjo seperti digambarkan di atas adalah merupakan fenomena geologi yang dikenal sebagai gunung lumpur (mud volcano), yakni keluarnya lumpur yang berasal dari lapisan bawah permukaan. Padatan lumpur yang keluar berasal dari formasi Kalibeng pada kedalaman sekitar antara s/d meter. Lumpur yang keluar di permukaan adalah campuran air, padatan, dan gas. Lumpur mempunyai temperatur sekitar 97 C di permukaan ketika diukur pada tahun Berbagai data laboratorium makin menguatkan bahwa fenomena semburan lumpur di Sidoarjo adalah fenomena GUNUNG LUMPUR, dan bukan fenomena underground blow out yang dikenal dalam perminyakan. Secara geologi daerah Sidoarjo terdapat lapisan-lapisan batuan sedimen yang cukup tebal, terdiri dari endapan delta dari sistem sedimentasi cekungan busur belakang (backarc basin). Pada umumnya terdapatnya sedimen pada sistem sedimentasi ini kaya akan kandungan hidrokarbon, sehingga mempunyai potensi dan prospek sumber daya minyak dan gas bumi. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

4 BABI Pendahuluan Zona Bogor-Kendeng Batuan di daerah Sidoarjo disusun oleh lapisan batuan sedimen yang terdiri dari batulanau, batulempung, batuserpih, batupasir dan batugamping. Umur batuan sedimen tersebut berkisar antara Miosen Awal hingga Resen. Batuan-batuan ini diendapakan di dalam 'eliosional basin', yaitu cekungan yang sangat dalam dimana formasi-formasi batuan sedimen diendapkan secara cepat (high sedimentation rate) dan tertekan secara kuat, sehingga membentuk formasi-formasi batuan bertekanan tinggi (over pressured rock formations). Tidak heran dalam cekungan endapan seperti ini muncul struktur-struktur diapir. Struktur-struktur diapir lazim dijumpai di zona depresi yang tertekan secara kuat baik secara tektonik maupun secara sedimentasi. Zona depresi ini dijumpai di bagian utara Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Formasi-formasi batuan di daerah Sidoarjo secara geologi regional termasuk ke dalam zona depresi Kendeng, yang memanjang dari bagian tengah Jawa Tengah hingga bagian timur Jawa Timur. Pada zona depresi ini terbentuk beberapa antiklinorium, dan salah satunya adalah antiklinorium Ngelam Watudakon, yang melalui lokasi semburan lumpur. Antiklinorium-antiklinorium tersebut dipotong oleh struktur kekar dan sesar yang terbentuk akibat pergerakan lempeng tektonik. Secara regional, sistem tektonik Jawa Timur dipengaruhi oleh lempeng tektonik Indo-Australia yang bertumbukan dengan lempeng tektonik Eurasia. Lempeng tektonik Indo-Australia melesak masuk ke bawah lempeng tektonik Eurasia. Sebagai hasilnya terbentuk zona subduksi (subduction zone), yang juga merupakan pusat gempa, di bagian selatan Jawa Timur. Pergerakan ini diperkirakan sebesar 7 cm/tahun, yaitu lempeng Australia, yang berada di selatan, bergerak ke arah utara, sedangkan lempeng Eurasia di utara bergerak ke arah selatan. 4

5 Kondisi geologi dan pergerakan lempeng tektonik ini merupakan potensi yang sangat mendukung terhadap terjadinya erupsi lumpur panas di Sidoarjo. Ternyata fenomena erupsi lumpur seperti di Sidoarjo ini bukan yang pertama kali terjadi di sekitar Jawa Timur. Catatan sejarah menunjukkan bahwa fenomena erupsi lumpur telah terjadi sejak jaman kerajaan Jenggala dan Majapahit. Kerajaan di sekitar Jawa Timur ini berlokasi di ujung delta Brantas purba, di mana lokasi semburan lumpur panas di Sidoarjo yang sekarang berada. Fakta sejarah tersebut juga mempunyai analogi kejadiannya yang mirip dengan semburan lumpur di Sidoarjo yang sekarang. Sisa-sisa gunung lumpur hasil erupsi lumpur dari jaman Kerajaan Majapahit masih dapat ditemukan di sekitar Bandara Juanda, Dusun Kalang Anyar. Ke arah utara dari Kalang Anyar, terdapat jejak gunung lumpur Gunung Anyar. Kedua jejak gunung lumpur ini membentuk kelurusan berarah Timur Laut Barat Daya dengan lokasi semburan lumpur panas di Porong - Sidoarjo. Ternyata di Bangkalan, Pulau Madura, juga ditemukan jejak gunung lumpur. Jika jejak-jejak gunung lumpur ini ditarik garis dari Timur Laut ke Barat Daya hingga melewati Porong akan membentuk kelurusan yang berhimpitan dengan zona Sesar Watukosek. Sebaran Gunung Lumpur REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

6 BABI Pendahuluan Foto Udara Mud Volcano Lusi, Pebruari 2011 Akan tetapi yang membedakan gunung lumpur di Sidoarjo dengan gunung lumpur lainnya, baik yang ada di Jawa Timur maupun yang ada di dunia, adalah yang pertama suhu semburan sangat tinggi, yaitu sekitar 1000 C di permukaan dekat dengan pusat semburan. Suhu lumpur yang tinggi tersebut memang belum pernah dijumpai di dunia. Kebanyakan semburan yang ada di dunia mempunyai suhu kamar (<400 C). Yang kedua adalah lumpur sangat kental, sehingga sulit untuk begerak secara gravitasi. Komposisi lumpur adalah mineral lempung smectite yang kaya akan mineral silikat. Yang ketiga adalah semburan lumpur di Sidoarjo diikuti oleh deformasi geologi yang aktif. Yang keempat adalah secara dimensi, baik semburan maupun dampak semburannya adalah sangat besar. Hal ini terutama semburan lumpur di Sidoarjo terjadi di tengah Luapan Lumpur dari pusat semburan kondisi tahun 2008 kota atau di pemukiman penduduk. 6

7 Peristiwa keluarnya material bawah permukaan secara besar-besaran dan dalam waktu lama seperti telah diterangkan di atas, menyebabkan kondisi batuan di bawah permukaan mengalami perubahan sifat, yaitu berkurangnya rapat massa formasi batuan sumber material padatan. Hal ini meningkatkan kerentanan formasi batuan tersebut untuk terjadinya penurunan (amblesan/subsidence). Amblesan ini memiliki tingkat penurunan yang bervariasi sesuai jarak terhadap pusat semburan. Di pusat semburan amblesan mencapai 20 cm per hari, namun pernah terjadi sampai 300 cm. Di samping itu, rumah-rumah dengan radius meter mengalami proses ambles yang mengarah ke pusat semburan, dan juga tanggul pengaman lumpur yang dibangun di Peta Area Terdampak. Amblesan masih terus berlangsung, dan telah memberikan dampak luas bagi wilayah setempat. Amblesan tanah tersebut tidak pernah disadari di periode awal semburan terjadi, sekitar akhir Mei Saat itu semua orang berfikir bahwa semburan hanya sebuah kondisi biasa dari sebuah pelepasan tekanan dari bawah permukaan yang biasanya terjadi di daerah batuan yang mengandung hidrokarbon. Sehingga konsep penanganannya adalah pelepasan tekanan dengan memberi jalan sebanyak-banyak untuk pelepasan tekanan tersebut. Konsep ini diterapkan dengan melakukan pemboran pelepas tekanan dari beberapa titik di sekitar pusat semburan. Tapi ternyata konsep ini tidak berhasil, karena justru amblesan, dan yang lebih membuat pemboran ini tidak berhasil adalah terjadi pergeseran horizontal dari formasi batuan. Pergerakan horizontal dari formasi batuan mengakibatkan patahnya pipa pemboran pelepas tekanan. Pemboran pelepas tekanan ini dicoba dua kali, namun keduanya tetap tidak berhasil. Rel Bengkok dan Pipa PDAM pecah karena pergeseran horizontal REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

8 BABI Pendahuluan Adanya deformasi geologi tersebut di atas juga telah memotong kantong-kantong gas yang terjebak di bawah permukaan tanah, sehingga gas mendapatkan jalan keluar untuk terlepas ke permukaan yang disebut bubble (bualan). Di sisi barat dan selatan dari pusat semburan (desa Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi) muncul banyak bubble yang umumnya disertai air dengan tekanan rendah, namun ada juga yang mencapai 15 (lima belas) meter. Kandungan gas yang ke luar dominan berupa gas methane yang memiliki sifat mudah Bubble Terbakar di Pemukiman Penduduk terbakar, di samping itu juga gas aromatik yang berbahaya terhadap kesehatan. Kondisi ini menyebabkan wilayah permukiman tersebut dinilai sebagai tidak layak huni dan warga menuntut untuk dimasukkan dalam Peta Area Terdampak. Fenomena semburan lumpur panas di Sidoarjo tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk bencana baru, karena belum pernah terjadi sebelumnya. Ada dua faktor yang membedakan dengan bencana yang sudah pernah terjadi di dunia, yaitu (1) sumber bencana yang tidak jelas kapan akan berhenti, dan (2) pandangan bahwa semburan lumpur tersebut termasuk kategori bencana alam atau non alam. Kedua hal ini menjadikan kontroversi yang berkepanjangan dan hingga kini belum ada penetapan fenomena tersebut sebagai bencana. Perbedaan cara pandangpun tetap berkembang. Di sisi lain ada yang berpandangan bahwa hal tersebut adalah bukan bencana gagal teknologi, akan tetapi dinyatakan sebagai gunung lumpur yang tidak mungkin untuk ditutup. Kontroversi ini menimbulkan polemik berkepanjangan. Polemik ini membuat warga terdampak bingung, panik, marah, dan jengkel. Semua bentuk tekanan psikologis yang dialami warga terdampak ini ditumpahkan ke PT Lapindo Brantas dan pemerintah (Bapel BPLS) yang dianggap lambat dalam penanganannya. Kondisi kegoncangan psikologis ini semakin memuncak dengan adanya ledakan pipa gas milik PT Pertamina yang melintas di atas wilayah terdampak pada tanggal 22 November 2006 yang mengubah kondisi kebencanaan menjadi lebih parah. Kondisi geologi dan catatan sejarah di atas memberikan sebuah gambaran terhadap fenomena semburan lumpur panas, yang telah menimbulkan suatu bencana geologi sehingga telah memberikan dampak yang luar biasa bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitar Porong - Sidoarjo. Fenomena gunung lumpur yang diikuti oleh fenomena-fenomena geologis lainnya berpotensi menimbulkan ancaman, sehingga menyebabkan pada beberapa wilayah menjadi rawan bencana karena muncul pada wilayah permukiman dan fasilitas umum. Fenomena-fenomena tersebut antara lain : 8

9 a. Deformasi geologi. b. Semburan gas metan dan atau gas lainnya dalam bentuk bubbles. c. Pencemaran air tanah. d. Pergerakan horizontal. Semburan sampai saat ini masing berlangsung walaupun volume lumpur tidak seperti awal kejadian di tahun Saat ini volume semburan diperhitungkan kurang dari m3/hari. Intensitas semburan menunjukkan tingkah laku freatik, yaitu semburan tidak kontinyu dalam intensitas tinggi. Loncatan semburan kadang-kadang mencapai 5 m, tapi seringkali hanya 1-2 m saja. Kondisi ini diyakini telah melampaui fase puncak, bahkan fase rendah, sehingga sekarang semburan menunjukkan menuju fase istirahat. Fase semburan ini bukan berarti semburan berhenti, tapi secara intensitas semburan telah jauh berkurang dari semburan pada awal kejadian. Semburan saat volume besar (Oktober 2009) dan saat volume berkurang (Agustus 2010) Kondisi suhu lumpur saat ini (akhir 2010) sudah jauh berubah dan sudah jauh 0 menurun, yaitu sekitar C. Begitu juga viskositas lumpur sudah berubah, lumpur sudah jauh lebih encer dibandingkan dengan sebelumnya. Semburan sekarang didominasi oleh air dengan proporsi air dengan padatan adalah sekitar 70% : 30%. Meskipun volume semburan pada akhir tahun 2010 telah jauh berkurang, dan proporsi kandungan padatan lumpur dengan air juga telah berubah, namun terdapat fenomena geologi lain yang perlu untuk terus dicermati dan diwaspadai yaitu naiknya elevasi kolam lumpur secara keseluruhan, baik pada permukaan yang berbatasan dengan tanggul, dan khususnya pada permukaan di sekitar pusat semburan. Pada awal bulan Januari 2011 elevasi daerah sekitar permukaan pusat semburan telah mencapai elevasi , sementara pengukuran pada September 2010 elevasi di sekitar pusat semburan masih menunjukkan pada elevasi , dengan radius sekitar 100 m dari pusat semburan. Dengan kondisi tersebut, gunung lumpur menjadi semakin tinggi dan dapat menimbulkan bahaya longsor/lahar gunung lumpur bilamana titik kritis kelerengan gunung lumpur telah dilampaui dan dipicu oleh adanya air hujan yang membebani lereng gunung lumpur. Fenomena ini menunjukan, meskipun semburan 3 lumpur pada puncak gunung lumpur sudah mengecil ± m /hari, namun massa lumpur yang mendesak permukaan lumpur sehingga menggelembungkan badan gunung lumpur dan menambah tinggi permukaan pusat semburan, masih cukup besar dan tidak terlihat dengan mata telanjang. Dengan naiknya elevasi permukaan gunung lumpur menunjukkan bahwa volume lumpur yang keluar dari perut bumi masih besar, dan tertampung di kolam lumpur terus bertambah, meskipun volume yang keluar dari pusat semburan menampakkan jumlah yang cenderung menurun. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

10 BABI Pendahuluan Bahaya akibat longsor gunung lumpur adalah tergesernya massa lumpur mendesak tanggul yang membatasi kolam lumpur, hal ini dapat terlihat pada titik P71 P70 di utara, titik P21A P10D dibagian barat dan P80 di selatan. Menurut pengamatan, dalam tahun 2010 peristiwa longsornya lereng gunung lumpur telah terjadi sebanyak 18 kali dan mengakibatkan 2 (dua) buah kapal keruk di lokasi P43 terdesak material lumpur sejauh 100 m menuju P43 - P80 dan 2 (dua) buah kapal keruk di lokasi P25, sehingga perlu pembenahan sistem ± 3 minggu. Seperti telah diterangkan sebelumnya, fenomena geologi lainnya menyusul terjadinya semburan lumpur adalah deformasi geologi. Fenomena geologi ini adalah pergerakan formasi batuan secara lateral dan horizontal. Dampak dari deformasi geologi adalah retakan yang terjadi di permukaan yang kemudian diikuti oleh tembusan gas dan air di dalam maupun luar Peta Area Terdampak. Fenomena deformasi geologi ini menjadi kendala utama secara teknis dalam upaya penanggulangan semburan lumpur, sebagaimana yang telah dialami sebelumnya pada upaya penghentian semburan lumpur dengan relief well. Deformasi geologi juga telah menyebabkan amblesan di sekitar pusat semburan, sehingga mengakibatkan perubahan diameter lubang pusat semburan. Saat ini lubang pusat semburan telah mencapai diameter 120 m, sedangkan saat pertama kali semburan muncul hanya berdiameter beberapa sentimeter saja. Pusat semburan sering berpindahpindah, kadang terjadi tiga pusat semburan dalam waktu bersamaan, walaupun kemudian pusat semburan utama tetap pada satu lubang kepundan. 3 Titik Pusat Semburan Dalam Satu Kepundan 10

11 Dinamika Perubahan Posisi Pusat Semburan Berdasarkan data citra satelit yang dipublikasikan oleh CRISP ( pada tanggal 5 Juni 2006, 22 April 2007, 5 Januari 2008, 28 Agustus 2008, 11 Oktober 2008, 5 Desember 2008, 30 Maret 2009, 26 Juni 2009, 30 September 2009, 9 Pebruari 2010, April 2010 dan 31 Mei 2010, 23 Juni 2010, 28 Agustus 2010, 26 September 2010, 17 November, dan setelah dilakukan analisa interpretasi, diperoleh fakta bahwa pusat semburan lumpur panas mengalami pergeseran letaknya 16 (enam belas) kali. Kejadian berpindahnya pusat semburan disebabkan oleh deformasi geologi di sekitar pusat semburan, dan tercatat bahwa amblesan di sekitar pusat semburan pernah mencapai cm/hari pada tahun Pada bulan Juni-Juli 2009, tanggul cincin yang dibangun sebagai counter pressure untuk luapan lumpur telah ambles. Dengan demikian tanggul penahan adalah tanggul luar yang dibangun di sekitar area terdampak (PAT) seluas 641 Ha. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan BPLS selama 2 tahun terakhir, ternyata pergerakan horizontal dari formasi batuan adalah maksimum sebesar 60 cm. Pergerakan ini terutama terjadi di sekitar jembatan tol lama, atau sekitar 800 m arah utara barat dari pusat semburan. Sedangkan amblesan yang terjadi titik yang sama dan pada durasi yang sama adalah sekitar 70 cm. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

12 BABI Pendahuluan Deformasi Geologi Berupa Amblongan b. Dampak yang ditimbulkan Bubble, retakan, amblesan dan amblongan mengindikasikan bahwa ancaman deformasi geologi masih tinggi, khususnya di wilayah Jatirejo, Siring Barat, Ketapang dan Pamotan. Deformasi geologi ini tentu saja memberikan dampak yang nyata terhadap kestabilan tanggul. Tanggul penahan lumpur di sisi barat terus menerus mengalami penurunan. Titik tercepat penurunan adalah di sekitar jembatan tol putus (p.10a - p.11) di Siring Barat. Dengan demikian Bapel-BPLS perlu terus menerus melakukan monitoring terhadap deformasi geologi ini baik yang terjadi di tanggul, maupun yang terjadi di luar wilayah PAT. Dampak dari bencana lumpur Sidoarjo begitu luas, baik berupa lahan, rumah, bangunan sekolah (termasuk TPQ), tempat ibadah (masjid), pabrik, dan jalan yang tergenang, maupun penduduk yang terpaksa harus dipindahkan. Korban dan kerugian akibat bencana lumpur Sidoarjo masih saja bertambah sejalan dengan perkembangan waktu. Pada awal penanganan semburan dan luapan lumpur oleh Bapel BPLS, berdasarkan data yang disampaikan oleh TimNas, jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana semburan dan luapan lumpur Sidoarjo adalah: Luas lahan terdampak 518 hektar. Jumlah korban warga/penduduk terdampak sampai dengan tanggal 16 Februari 2007 adalah KK atau jiwa. Dampak pada bangunan (rumah dan fasilitas umum) adalah rumah, 33 bangunan sekolah, 28 bangunan Tempat Pendidikan al Qur'an (TPQ), 65 bangunan masjid dan surau, 30 bangunan pabrik, dan 4 bangunan perkantoran. Rusaknya infrastruktur kereta api dengan nilai kerusakan yang diperkirakan mencapai Rp ,- Dampak Luapan Lumpur Terhadap Rel KA, Jalan Raya, dan Permukiman 12

13 Dampak Luapan Lumpur Jaringan SUTT, Pipa Gas, dan Jalan Tol Terputusnya ruas jalan tol Porong Gempol sepanjang 5,5 km, sehingga perlu direlokasi. Kehilangan penghasilan pengelola jalan tol (PT Jasa Marga) akibat terputusnya ruas tol Porong Gempol ini adalah sebesar 60 juta 80 juta rup iah/hari dengan jumlah kendaraan yang terlayani sebanyak kendaraan/hari. Sejak terjadinya ledakan pipa gas pada tanggal 22 November 2006 sampai tanggal 2 Februari 2007, jumlah total kerugian PT. Jasa Marga berkisar antara Rp 7,32 milyar - Rp 9,76 milyar. Terputusnya jaringan irigasi dan drainase kawasan sehingga perlu direlokasi dan direvitalisasi. Pecahnya pipa PDAM Kota Surabaya dan pipa gas Pertamina. Dengan terus berlangsungnya semburan dan luapan lumpur Sidoarjo, pada awal bulan Maret 2007 luapan lumpur telah menggenangi dan menenggelamkan wilayah hunian seluas 641 Ha di 12 desa/kelurahan, yaitu Desa Siring, Jatirejo, Mindi, Renokenongo, Kedungbendo, Gempolsari, Pejarakan, Besuki, Gempolsari, Glagaharum, Ketapang, dan Kalitengah. Dari 12 desa tersebut terdapat dua desa yang seluruh wilayahnya tergenangi lumpur, yaitu Desa Renokenongo dan Kedungbendo. Sebanyak lebih kurang KK/ jiwa di 12 desa/kelurahan tersebut menjadi korban luapan lumpur, dan sebanyak kepala keluarga atau sebanyak jiwa di antaranya harus mengungsi serta meninggalkan desa dan tempat tinggalnya untuk selama-lamanya karena sudah tidak mungkin untuk dihuni kembali. Untuk memberikan kejelasan dalam penanganan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh semburan dan luapan lumpur Sidoarjo, wilayah 12 desa tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai wilayah terdampak berdasarkan Peta Area Terdampak (PAT) tanggal 22 Maret Dengan masih berlanjutnya aktivitas gunung lumpur dan fenomena deformasi geologi, semburan gas metan dan atau gas lainnya dalam bentuk bubbles, pencemaran air tanah, dan pergerakan horizontal tanah, maka dampak yang ditimbulkan bergerak ke wilayah di luar Peta Area Terdampak (PAT) 22 Maret 2007, sehingga ancaman kedaruratan wilayah tidak layak huni juga menyebar pada wilayah di luar PAT. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

14 BABI Pendahuluan Peta Area Terdampak 22 Maret 2007 (Perpres ) Di samping itu, dengan adanya paradigma bahwa tanggul cincin sulit dipertahankan, rencana mitigasi penanganan luapan lumpur mengalami pengembangan, yakni dilakukan dengan membangun kolam baru di 3 (tiga) desa (Desa Besuki, Kedungcangkring dan Pejarakan) yang berbatasan dengan Kali Porong dan membangun sistem pengaliran luapan lumpur untuk mengalirkan luapan lumpur di kolam Renokenongo ke Kali Porong. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah akhirnya mengubah Perpres Nomor 14 Tahun 2007 dengan Perpres Nomor 48 Tahun 2008 yang antara lain dalam penetapannya memasukkan 3 desa yaitu Desa Besuki, Desa Pejarakan, dan Desa Kedungcangkring dalam Peta Area Terdampak baru dengan pembiayaan penyelesaian masalah sosial sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah warga terdampak di 3 desa tersebut adalah KK dengan jiwa, dengan lahan seluas 112 Ha yang terbagi dalam bidang tanah milik warga. Jumlah bangunan rumah yang terdampak dalam 3 desa tersebut adalah rumah, sedangkan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdampak meliputi 2 bangunan kantor desa, 1 PUSKESMAS, 1 balai RW, 3 bangunan sekolah (tingkat SD dan TK), 13 tempat ibadah (masjid dan surau), 2 rumah dinas, 2 lapangan olah raga, 4 pemakaman umum, 1 saluran air, dan jalan umum desa/ jalan lingkungan dengan total nilai (khusus untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial) lebih kurang sebesar Rp ,-. 14

15 Peta wilayah penanganan luapan lumpur di luar Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007 (Berdasarkan Perpres 48/2008) Dampak terhadap terputusnya ruas jalan tol Porong Gempol, mengakibatkan beban Jalan Raya Porong (jalan arteri Siring Porong) menjadi bertambah karena hampir semua lalu lintas dari arah Malang dan Pasuruan menuju Surabaya dan sebaliknya, terpaksa harus melalui jalan arteri tersebut. Dengan masih berlangsungnya fenomena deformasi geologi, sejak tahun 2008 Jalan Raya Porong (jalan arteri Siring Porong) telah mengalami penurunan permukaan beberapa kali, sehingga mengganggu arus lalu lintas Porong Surabaya dan sebaliknya, serta harus ditinggikan permukaannya agar tetap layak untuk dilalui semua jenis kendaraan. Dalam perkembangannya, meskipun berbagai upaya pengendalian semburan dan luapan lumpur telah dilakukan, wilayah terdampak akibat deformasi geologi pada tahun 2009 semakin bertambah. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah menetapkan dalam Perpres No. 40 Tahun 2009, wilayah 9 RT di Desa Siring Barat, Jatirejo dan Mindi termasuk ke dalam kondisi wilayah tidak layak huni. Pada wilayah 9 RT ini terdapat 830 KK dengan jiwa, dan kepada warga terdampak diberikan bantuan sosial yang berupa sewa rumah, evakuasi, dan jaminan hidup. Mengingat sampai dengan saat ini dampak terjadinya fenomena geologi bawah permukaan akibat terjadinya semburan lumpur Sidoarjo relatif masih sulit diperkirakan, maka kewaspadaan terhadap munculnya wilayah terdampak baru harus senantiasa ditingkatkan, untuk meminimalisir jumlah kerugian dan timbulnya permasalahan sosial baru. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

16 BABI Pendahuluan Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana lumpur Bidang Operasi Sebagaimana diketahui bahwa tugas penanggulangan semburan dan luapan lumpur beserta dampaknya tidak hanya menjadi tugas Bapel-BPLS, namun juga menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas. Pembagian tugas telah jelas diatur dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2007, yaitu Bapel-BPLS melakukan upaya penanggulangan yang terkait dengan masalah infrastruktur dan masalah sosial kemasyarakatan di luar peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007 dengan biaya dari APBN, serta melakukan pengendalian dan pengawasan atas upaya penanggulangan yang dilakukan PT Lapindo Brantas, sedang PT Lapindo Brantas melakukan upaya penanggulangan semburan dan luapan lumpur di dalam peta area terdampak dengan biaya ditanggung sendiri oleh PT Lapindo Brantas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam Renstra Bapel-BPLS terdapat 2 sasaran yang terkait dengan bidang operasi yang menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas, dan dalam pengendalian Bapel-BPLS, yaitu: 1. Terkendalinya semburan lumpur dengan metode yang paling aman, layak secara teknis dan finansial; 2. Berkurangnya potensi bahaya dan meluasnya dampak luapan lumpur dengan mengalirkan lumpur ke Kali Porong secara aman dan efektif. Sedang sasaran yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Bapel-BPLS adalah: 3. Terlaksananya kegiatan pemantauan deformasi geologi yang berupa gerakan tanah (horizontal/vertikal/lateral) di sekitar semburan (4 Paket) dan kondisi subsurface, serta penanganan dampak deformasi di permukaan bumi berupa semburan air/gas yang mengancam keselamatan warga, di luar peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007 (60 titik); 4. Tersedianya data dan informasi (geologi, semburan dan luapan lumpur, kualitas air dan gas) sebagai dasar penanganan area terdampak, rencana pemanfaatan gas dan lumpur, serta penentuan daerah rawan terdampak (10 paket). Meskipun sasaran nomor 1 dan 2 tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya PT Lapindo Brantas namun karena dalam pengendalian dan pengawasan Bapel-BPLS, serta karena pencapaian kinerja PT Lapindo Brantas dalam mencapai 2 sasaran tersebut akan berpengaruh pada capaian kinerja Bapel-BPLS dalam penanganan masalah infrastruktur dan sosial kemasyarakatan di luas peta area terdampak, maka pada analisis capaian kinerja ini termasuk juga analisis capaian kinerja dari sasaran nomor 1 dan 2 tersebut di atas meskipun disajikan secara umum. Pencapaian sasaran oleh PT Lapindo Brantas dengan pengendalian dan pengawasan dari BAPEL-BPLS Sampai dengan pertengahan tahun 2009, gambaran pencapaian kinerja sasaran yang menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas adalah yang terkait dengan sasaran: 16

17 a. Terkendalinya semburan lumpur dengan metode yang paling aman, layak secara teknis dan finansial, dan b. Berkurangnya potensi bahaya dan meluasnya dampak luapan lumpur dengan mengalirkan lumpur ke Kali Porong secara aman dan efektif. a. Pengendalian semburan lumpur dengan metode paling aman, layak secara teknis dan finansial dengan mengarahkan pengaliran lumpur ke arah selatan (tepatnya arah barat - selatan) melalui perkuatan dan peninggian tanggul cincin dengan elevasi minimum DPL ternyata sulit dicapai dan dipertahankan akibat semakin besarnya magnitude subsidence akibat deformasi geologi, meskipun berbagai upaya untuk mempertahankan dan meninggikan tanggul cincin sudah diupayakan oleh PT Lapindo Brantas. Dalam tahun 2008 hampir setiap bulan terjadi tanggul jebol baik sebagai akibat dari pergeseran tanah (subsidence) maupun sebagai akibat dari luber (overtopping), sehingga aliran lumpur tidak dapat mengarah ke selatan tapi mengarah ke arah lain dan hal ini menjadi sangat membahayakan daerah lain apabila tidak segera diatasi. Pada pergeseran tanah (subsidence) di awal Kondisi Tanggul Cincin Mei 2008 dan Februari 2009 tahun 2008, lokasi terendah bergeser dari sebelah barat-selatan (P.35) ke titik P.41 (sebelah timur-selatan), sehingga hampir semua pompa-pompa dipindahkan ke titik P.41 karena lumpur tidak bisa dialirkan ke titik-titik pompa berada (P.35), kemudian dipasang pipa-pipa besi diameter 32 inch (1 line) dan 20 inch (6 line) sepanjang ± 1000 meter yang memakan waktu serta biaya yang besar, terlebih karena seringnya dihentikan oleh warga Desa Besuki yang menuntut dimasukkannya desa mereka ke dalam peta area terdampak. Karena jarak buang menjadi lebih jauh, maka total kapasitas pompa-pompa jauh menurun, terlebih karena 5 unit pompa Grundfos tidak bisa dipindah dan hanya difungsikan sebagai pompa drainase air hujan, sehingga pada awal Maret dimobilisasi 2 unit pompa booster dengan kapasitas total 0,8 m /det di titik P.42. Pada akhirnya mulai terlihat bahwa rencana peninggian tanggul cincin menjadi m DPL menjadi sulit terwujud karena meningkatnya 'rate of subsidence'. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

18 BABI Pendahuluan Pada bulan Juli 2008, subsidence meningkat di sekitar semburan, sehingga tanggul cincin menurun dengan cepat. Dengan beberapa kali kejadian penurunan tanah di pusat semburan tersebut, disimpulkan bahwa tanggul cincin tidak bisa dipertahankan lagi dan Bapel-BPLS harus melakukan perkuatan dan peninggian tanggul luar, serta pompa-pompa yang ada harus dipindahkan ke dekat pusat semburan (titik P.43). b. Strategi yang ditempuh untuk mendukung pencapaian sasaran Berkurangnya potensi bahaya dan meluasnya dampak luapan lumpur dengan mengalirkan lumpur ke Kali Porong secara aman dan efektif tersebut adalah mengendalikan luapan lumpur panas dengan mengalirkannya ke Kali Porong secara aman dan efektif, dengan cara membuat: 1. demarkasi lumpur panas pada pusat semburan dan kolam lumpur diamankan dengan struktur tanggul yang kokoh dengan elevasi tanggul m DPL; 2. sistem pembuangan lumpur menuju Kali Porong dengan ujung outlet di hilir jembatan Kali Porong; 3. pengerukan endapan dan pengaliran lumpur maksimal pada musim hujan dan minimal pada musim kemarau dan sebagian besar ditampung pada kolam lumpur. Kemampuan pengaliran lumpur panas dan pengerukan endapan lumpur sangat jauh dari yang diharapkan sehingga tidak tercipta ruang untuk penampungan lumpur pada musim kemarau dan bahkan elevasi lumpur bertambah tinggi. Tercatat selama dua 3 tahun kemampuan pengaliran lumpur ke Kali Porong hanya sebesar m 3 (padatan) dibandingkan semburan lumpur yang volumenya mencapai m (padatan), sedang tanggul cincin mengalami jebol dan overtopping rata-rata lebih dari 1 (satu) kali dalam setiap bulan. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas dalam upaya pengaliran lumpur menuju ke Kali Porong, antara lain: Untuk mengalirkan lumpur dari pusat semburan ke arah titik P. 35 di mana 3 terpasang 4 unit pompa Slurry (total kapasitas 1 m /det), PT Lapindo Brantas menggunakan 8 unit Excavator Pontoon dan 15 unit Excavator Long Arm sebagai pengayuh lumpur panas. Sedangkan untuk mendukung sistem pengaliran luapan lumpur, dioperasikan 4 unit pompa air sebagai pengencer dan pendingin pompa 3 lumpur, dengan total kapasitas 1,2 m /det, serta 4 unit pompa drainase. Meskipun sistem pengaliran mekanis beroperasi 18 jam sehari, namun luapan lumpur masih berkejaran dengan ketinggian tanggul, sehingga diperlukan ± dump truck kapasitas 20 m bermuatan tanah, dibantu dengan 3 buah dozer dan 3 buah vibro compactor untuk mempertinggi dan memperkuat tanggul utama dan tanggul cincin saja. 18

19 Kapal Keruk, Pompa Inject, dan Booster Sebagai Sistem Pengaliran Lumpur ke Kali Porong Dalam perkembangannya, semakin banyak pompa-pompa yang terpasang, serta didatangkan 1 unit kapal keruk, 1 unit pompa Sumptech dan 6 unit pompa sakuragawa, 3 dengan total kapasitas menjadi 8,5 m /det. Namun sistem pengaliran lumpur masih tetap seperti semula, dan kelihatannya kemudian terbukti bahwa kapasitas operasional pompa yang ada jauh di bawah volume lumpur yang ke luar dari semburan, sehingga tanggul kolam utama terus dinaikkan sampai elevasi m DPL. Perlu dicatat bahwa pompa-pompa air Grundfos tidak cocok karena tidak tahan panas dan cepat aus terkena gesekan lumpur panas, sehingga tidak dapat beroperasi optimal (durasi pendek) dan berumur pendek, sedangkan pompa-pompa slurry dengan penggerak motor listrik, juga tidak tahan terhadap panas dan beban yang tidak kontinyu. Oleh karena 5 unit pompa Grundfos tidak bisa dipindah dan hanya difungsikan sebagai pompa drainase air hujan, maka pada awal Maret 2008 dimobilisasi 2 unit pompa booster dengan kapasitas total 3 0,8m /det di titik P.42. Pada bulan Juni 2008 dibuat rencana untuk mendatangkan tambahan 7 unit dredger yang akan mengeruk lumpur di kolam utama pada musim hujan dan mengalirkannya ke Kali Porong besar. Karena adanya krisis keuangan global, sejak bulan September 2008 kondisi keuangan PT Lapindo Brantas / PT Minarak Lapindo Jaya melemah, sehingga pengadaan dredger menjadi tertunda dan berakibat pada menurunnya kemampuan dalam penanganan semburan dan luapan lumpur. Dengan ditetapkannya Perpres Nomor 40 Tahun 2009, yang antara lain menetapkan bahwa Bapel - BPLS bertanggung jawab atas pengaliran lumpur ke Kali Porong, Bapel BPLS secara bertahap mendatangkan dan mengoperasikan lagi 5 unit pompa air, 3 unit pompa booster dan 4 unit kapal keruk beserta 4 unit boosternya untuk dioperasikan sebagai sistem pengaliran lumpur ke Kali Porong. Dalam perjalanan waktu sampai dengan akhir 2009 semakin jelas adanya fenomena gunung lumpur dengan terbentuknya kerucut dan badan gunung lumpur, yang terlihat dengan semakin tingginya puncak semburan dan menggelembungnya badan gunung lumpur. Meskipun semburan lumpur mengecil dan lebih encer, namun desakan lumpur padu di bawah permukaan gunung lumpur volumenya relatif besar. Secara nyata memang tidak bisa diukur secara tepat karena tidak dapat dilihat secara kasat mata. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

20 BABI Pendahuluan Fenomena ini menyebabkan perubahan metoda pengaliran lumpur yang semula mengalirkan lumpur panas dari dekat kali Porong (dengan jarak m) dengan pompapompa lumpur, menjadi pengerukan lumpur padu dari dekat pusat semburan yang relatif lebih jauh dari Kali Porong ( m) dengan menggunakan kapal keruk dan booster dengan menggunakan media air. Resiko pengerukan lumpur tersebut adalah sering longsornya lumpur padu dari kerucut gunung lumpur yang menyebabkan sistem pengerukan menjadi berantakan dan harus disetting ulang yang membutuhkan waktu yang lama (+ 3 minggu). Dengan memperhatikan sifat lumpur, maka untuk dapat mengalirkannya ke Kali Porong dalam upaya penanganan luapan lumpur, Bapel BPLS perlu melakukan investasi alat untuk pengaliran lumpur tersebut, berupa kapal keruk, pompa dan booster. Investasi ini tentu saja menelan biaya awal yang cukup besar, namun setelah peralatan tersebut tersedia maka untuk menunjang pelaksanaan pengaliran lumpur ke Kali Porong hanya akan membutuhkan biaya operasi dan pemeliharaan. Pengaliran luapan lumpur ke Kali Porong tentu akan memberi dampak, baik terhadap kondisi Kali Porong itu sendiri maupun kondisi di muara Kali Porong. Untuk mengurangi dampak negatif, baik bagi Kali Porong maupun lingkungan di sekitarnya, Bapel BPLS telah melakukan investasi perbaikan badan sungai dengan revetment, dan pengerukan endapan di muara Kali Porong, yang selanjutnya material kerukannya dimanfaatkan untuk mereklamasi lingkungan baru habitat muara. Reklamasi ini berupa pulau baru di muara yang sudah mulai ditanami dengan tanaman mangrove. Bidang Sosial Aspek penting lain dari terjadinya semburan dan luapan lumpur adalah kebencanaan. Aspek kebencanaan ini telah mengancam kehidupan sosial kemasyarakatan warga terdampak, kerusakan lingkungan berupa amblesan dan bubble (tembusan gas dan air). Unsur-unsur utama dalam permasalahan sosial adalah manusia yang menjadi penyandang masalah dengan segala sikap dan perilakunya, lingkungan hidup, berbagai proses kelembagaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan, dan sistem nilai sosial budaya dan norma yang berlaku di lokasi tersebut. Pada kejadian semburan lumpur Sidoarjo, ada beberapa kelompok sosial yang dominan yang memberi pengaruh pada perkembangan permasalahan tersebut, antara lain: 1. Kelompok warga korban semburan lumpur dan fenomena geologi lainnya 2. Kelompok aparat pemerintahan desa/kelurahan 3. Kelompok-kelompok kepentingan di luar kedua kelompok di atas. 20

21 Oleh karena itu dalam penanganan masalah sosial kemasyarakatan Bapel - BPLS tidak hanya menghadapi warga, tetapi harus menghadapi ketiga kelompok sosial di atas sekaligus. Kondisi warga korban luapan lumpur sebagai penyandang permasalahan sosial yang berkembang di 18 desa terdampak dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Mengalami ketegangan sosial psikologis dengan tingkatan yang bervariasi 2. Kurang kondusifnya kondisi lingkungan hidup 3. Kehilangan harta benda, kesempatan berusaha, pekerjaan, sumber penghasilan, fasilitas-fasilitas umum, sosial, peribadatan, dan pendidikan. Sementara itu ada pihak-pihak lain di luar korban yang ingin memanfaatkan korban untuk kepentingan tertentu. Ada pula kelompok-kelompok advokasi yang semakin memperluas dampak sosial yang berujung pada pernyataan adanya pelanggaran hak asasi manusia. Sesuai dengan indikator kinerja utama Bidang Sosial yaitu mengurangi dampak sosial, maka dalam rangka penanganan permasalahan sosial yang berkembang di atas, dilaksanakan kegiatan pemberian bantuan sosial, perlindungan sosial, dan pemulihan sosial. Untuk mewujudkan sasaran kegiatan yang telah ditetapkan dikembangkan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Ventilasi, yaitu sebuah upaya untuk menenangkan dan menstabilkan kondisi psiko sosial warga. Pada awal semburan dan luapan lumpur warga yang menjadi korban luapan lumpur mengalami ketegangan psikologis yang sangat tinggi sebagai dampak dari keterkejutan terjadinya musibah semburan lumpur panas, serta ketenteramannya terusik karena adanya fenomena-fenomena yang terus mengancam kondisi kehidupannya. Kondisi psikologis demikian ini juga muncul kembali apabila terjadi fenomena geologis yang membahayakan. 2. Penjaringan permasalahan dan aspirasi warga korban luapan lumpur dan fenomena geologis lainnya. Upaya ini dimaksudkan untuk menginventarisasikan segala bentuk permasalahan, dan kebutuhan-kebutuhan baik melalui asesmen maupun pernyataan-pernyataannya secara langsung. Dari inventarisasi ini selanjutnya permasalahan sosial dideskripsikan, diklasifikasikan dan dikategorikan. Kategorinya adalah masalah-masalah sosial yang dapat diselesaikan oleh BPLS sendiri, perlu bekerja sama dengan instansi lain, dan rujukan. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

22 BABI Pendahuluan 3. Membangun kerja sama yang baik dengan aparat dan masyarakat desa di 18 desa terdampak. Membangun kerja sama dengan aparat desa pada awalnya bukanlah hal yang mudah, karena sebagian besar dari aparat desa juga merupakan korban yang dalam waktu-waktu tertentu larut dengan gerakan masyarakat dalam memperjuangkan haknya. Namun kerja sama ini harus tetap terbangun karena aparat desa garda terdepan pemberi layanan pemerintahan. 4. Membangun informasi, komunikasi dan koordinasi dengan kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok kepentingan ada yang bersifat mendukung atau sebaliknya menghambat proses penanggulangan lumpur dan penanganan masalah sosial. BPLS dalam hal ini berupaya agar kedua kelompok tersebut dapat memberikan kontribusi positif. Pelatihan Tanggap Darurat Bencana 5. Mengembangkan kesiapsiagaan dan tanggap darurat Sebagaimana telah disebutkan di atas fenomena-fenomena geologis yang masih terus berlangsung sehingga ancaman terhadap ketenteraman dan keselamatan warga juga masih berlanjut, maka di wilayah 18 desa dianggap sebagai wilayah darurat. Kesiapsiagaan diwujudkan dalam bentuk pemberian informasi/peringatan dini, pelatihan satuan tugas penanggulangan bencana. Sedangkan layanan tanggap darurat diupayakan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar secara minimal. 6. Sosialisasi program dan kegiatan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan atau partisipasi masyarakat sebagai salah satu prinsip dalam penanggulangan bencana atau permasalahan sosial secara umum. Selain hal itu sosialisasi juga dimaksudkan sebagai teknik untuk menjaring aspirasi masyarakat. Sosialisasi Proses Jual Beli Tanah dan Bangunan di Besuki 22

23 7. Fasilitasi Dengan mengingat besar dan luasnya dampak semburan lumpur Sidoarjo, khususnya dalam masalah jual beli tanah dan bangunan, BPLS mengupayakan langkah-langkah yang bersifat failitasi sehingga jual beli tersebut dapat berjalan lebih lancar. Bentuk dari kegiatan fasilitasi ini antara lain adalah pembentukan tim verifikasi dokumen fisik tanah dan bangunan, melaksanakan peran-peran mediasi, penerus dan penyebar informasi, klarifikasi, dan pengorganisasian pelaksanaan verifikasi tersebut. Kegiatan fasilitasi lainnya adalah pelatihan keterampilan dalam rangka kemudahan untuk mendapatkan kesempatan kerja dan berusaha/menjalankan usaha mikro mandiri. 8. Pengambilan Sumpah Warga Warga yang tidak mempunyai dokumen bukti-bukti kepemilikan tanah dan bangunan karena dokumen tersebut tidak dapat diselamatkan dari semburan/ luapan lumpur, dan kondisi fisik di lapangan tanah dan bangunan miliknya tersebut tidak mungkin dilacak karena seluruhnya terendam lumpur, maka untuk menentukan luas tanah serta kondisinya, dan bangunan miliknya, warga diminta untuk memberikan keterangan tentang hal tersebut dengan sumpah di Pengambilan Sumpah depan para petugas dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Sidoarjo. Keterangan tentang luas tanah dan bangunan hasil sumpah ini dijadikan dasar untuk menentukan besarnya jual beli tanah dan bangunan. 9. Memantau kondisi lingkungan hidup Pelatihan Keterampilan Jahit Sepatu Warga Korban Wilayah 18 desa merupakan wilayah rawan bencana geologis dan bencana sosial. Oleh karena itu kondisi lingkungan dipantau secara rutin dengan frekuensi sedikitnya satu bulan sekali. 10. Memberikan bantuan sosial kepada warga yang terpaksa harus dipindahkan Dalam hal terjadi kondisi tempat tinggal warga sangat membahayakan bagi, maka warga dipindahkan untuk sementara. Warga diberi bantuan sosial yang berupa bantuan kontrak rumah, bantuan biaya pindah, dan tunjangan hidup. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

24 BABI Pendahuluan Bantuan Pelayanan Kesehatan 12. Bantuan biaya pemakaman 11. PPPK dan rawatan lanjut bagi warga yang mengalami kecelakaan apabila terjadi bencana. Apabila fenomena gunung lumpur dan geologis lainnya membawa korban, maka pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) diberikan secara cuma-cuma kepada warga korban. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dan instansi terkait lainnya. Apabila diperlukan rawatan kesehatan lanjut, maka dilakukan rujukan ke RSUD. BPLS memberikan bantuan biaya pemakaman sebesar Rp ,- kepada keluarga yang berduka. Bantuan ini diberikan sebagai biaya pengangkutan jenazah dari rumah duka ke makam umum yang jaraknya cukup jauh, karena sebagian besar makam desa sudah terendam lumpur. 13. Penanganan Pengaduan Masyarakat Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan permasalahannya baik melalui pertemuan formal maupun informal. Apa pun permasalahannya akan ditampung dan ditindaklanjuti. Masalah-masalah yang di luar kemampuan dan kewenangan BPLS akan dirujukkan ke instansi terkait yang berkompoten. 14. Mediasi Terkait dengan jual beli tanah dan bangunan telah terungkap sangat banyak permasalahan keluarga, misalnya kelengkapan administrasi dokumen jual beli tanah dan bangunan, pengingkaran keabsahan dokumen oleh salah satu pihak, tuntutan terhadap orang-orang yang semestinya tidak berhak melaksanakan jual beli, sengketa waris, pembagian harta pada keluarga yang mengalami poligami, kesalahan pembagian/ penggunaan harta hasil jual beli, dll. BPLS dalam hal ini berupaya untuk menjadi mediator agar permasalahan di atas dapat ditangani dan diselesaikan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait. Bidang Infrastruktur Pada awal pelaksanaan tugas Bapel-BPLS, tinggi tanggul penahan lumpur masih terbatas dan banyak lokasi rencana tanggul yang belum terbangun, serta luapan lumpur belum terkendali. Agar luapan lumpur dapat dikendalikan dan bahkan dicegah, upaya percepatan pembangunan tanggul penahan lumpur perlu segera dilakukan. 24

25 Meskipun tantangan yang dihadapi dalam merealisasikan pembangunan tanggul penahan lumpur dan sekaligus menjadi kolam lumpur banyak dihadapi oleh Bapel-BPLS, utamanya gejolak masyarakat dengan berbagai tuntutannya pada waktu itu, namun akhirnya dengan rencana yang matang, setahap demi setahap pembangunan kolam penampung lumpur pada batas Peta Area Terdampak (PAT) tanggal 22 Maret 2007 yang terdiri dari 4 (empat) kolam telah dapat direalisasikan, walaupun sebagian kolam ketiga di Desa Kedungbendo belum dapat dibangun karena pelaksanaannya dihentikan oleh warga yang belum menerima pembayaran ganti rugi 20% dari PT Lapindo Brantas. Pembangunan kolam ke-lima yakni Kolam Kedungcangkring Besuki (Kebes) bagian utara sesuai dengan Peta Area Terdampak tanggal 17 Juli 2008 (berdasarkan Perpres No. 48 Tahun 2008) juga telah dapat diselesaikan pada bulan September Pembangunan kolam ke-enam, yakni Kolam Kedungcangkring Besuki (Kebes) bagian selatan yang dimulai pada bulan November 2010 belum dapat dilanjutkan karena masih ada permasalahan pembebasan tanah dengan warga Desa Besuki, serta masih menunggu pindahnya sebagian warga Desa Kedungcangkring dan Besuki. Pembangunan tanggul yang dilaksanakan sampai dengan akhir tahun 2010 antara lain adalah tanggul utara bagian dalam yang berada di lokasi eks PerumTAS-1 (P71 P70 P69 P68), tanggul P83 P88 P89 yang berada di Desa Renokenongo, dan tanggul P90 P96 (tanggul Kedungcangkring Besuki/Kebes bagian utara). Tanggul P71 P22 (tanggul Ketapang Siring) sebagai pelindung jalan kereta api dan jalan arteri Porong juga telah ditinggikan hingga mendekati elevasi rencana. Tanggul ini terus-menerus mengalami subsidence (amblesan) dan dampak subsidence ini terus ditangani. Pada kaki tanggul juga dilakukan perkuatan dengan memasang konstruksi bronjong untuk menambah keamanan tanggul. Walaupun tinggi tanggul sebagian besar aman dari bahaya overtopping, namun ada bahaya lain yang mengancam keberadaan tanggul, yakni pengaruh desakan/tekanan dari longsoran lumpur dari gunung lumpur yang mengarah ke utara ke arah tanggul di lokasi ex. PerumTAS-1 dan ke timur ke arah tanggul Renokenongo, bahkan juga ke mengarah ke barat ke arah tanggul Ketapang Siring. Untuk mengamankan tanggul Ketapang Siring dari lumpur meluap, bangunan pelimpah (spillway) dari kolam lumpur ex. Perumtas-1 di lokasi P70A telah dapat diselesaikan walaupun pembangunannya menghadapi tantangan dari warga Kedungbendo. REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

26 BABI Pendahuluan Penanganan sistem drainasi dilakukan antara lain di lokasi sekitar jembatan putus eks. Tol Gempol Porong, sistem drainasi Juwet sampai Kali Ketapang, drainasi Siring Ketapang, drainasi belakang pasar Porong lama, dan pengoperasian pompa di Desa Mindi, serta drainasi di lokasi entrance dan exit ex. Gerbang Tol Porong. Pada musim hujan 2008/2009, menurut hasil pemantauan lapangan tidak terjadi genangan, baik di permukiman maupun di jalan arteri Porong dan jalan kereta api. Namun di musim hujan 2009/2010 dan 2010/2011 terjadi lagi genangan di permukiman sebelah barat jembatan putus ex tol Porong Gempol di Porong maupun di jalan arteri Porong dan jalan kereta api akibat jaringan drainasi yang kurang berfungsi dengan optimal. Pada Tahun 2010 dilakukan review design dan implementasi perbaikan sistem drainasi. Pekerjaan yang dilakukan juga mencakup pemasangan pompa drainasi dan perbaikan sebagian Kali Ketapang. Terkait dengan penanganan infrastruktur sekitar semburan lainnya, pada tahun 2008 dilaksanakan perbaikan jalan arteri Porong di lokasi yang mengalami subsidence. Pekerjaan ini diselesaikan pada November 2008 dan berfungsi menjelang Lebaran Selain itu, dilaksanakan pula peningkatan ruas jalan jalur alternatif Jasem/Ngoro Krembung Kepadangan. Peningkatan jalur alternatif ini dilaksanakan untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas, kerusakan jalan, keterlambatan pembangunan relokasi infrastruktur jalan arteri Porong serta untuk menghadapi arus lalu lintas pada hari libur. Pekerjaan jalan lingkungan yang mulai dilaksanakan sampai dengan akhir Tahun 2010 adalah jalan lingkungan sekitar semburan sisi timur (ruas Gempolsari Glagaharum Besuki) dan sisi selatan (Besuki Mindi). Untuk menjaga agar Kali Porong dapat berfungsi sebagai floodway (kanal banjir) DAS Kali Brantas, dilakukan penanganan di Kali Porong, antara lain dengan melakukan penanganan endapan lumpur di alur sungai (dengan melakukan kegiatan agitasi menjelang musim hujan), pengerukan alur sungai di muara, perbaikan dan pembuatan groundsill, serta peninggian tanggul Kali Porong di sebagian lokasi baik kiri maupun kanan sampai dengan elevasi rencana. Pekerjaan agitasi dilakukan pada awal musim penghujan tahun 2007/2008 dan 2008/2009. Agitasi endapan lumpur pada bulan Nopember dan Desember 2008 telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan sehingga Kali Porong dapat menyalurkan debit banjir yang meningkat dari waktu ke waktu sampai dengan debit rencana sebesar m / det. Pada tahun 2009 dan 2010 tidak ada pekerjaan agitasi karena lumpur dapat dialirkan ke laut melalui Kali Porong dengan lancar. Pada tahun 2010 Kali Porong telah mampu mengalirkan debit air dan lumpur sebagaimana direncanakan. Pekerjaan pengerukan di muara Kali Porong yang dimulai pada tanggal 27 Agustus 2008 membuat aliran banjir dan lumpur ke laut menjadi lebih lancar. 26

27 Infrastruktur pengamanan terhadap gerusan banjir yang dilaksanakan adalah berupa pelindung tebing (revetment dari cobble stone dengan bingkai beton) serta +241 perbaikan dasar sungai di hilir siphon Pejarakan di KP KP158, perbaikan groundsill di KP dan pembuatan groundsill di KP 205. Pada Tahun 2010 dilaksanakan peningkatan jalan inspeksi Kali Porong sisi selatan untuk memperbaiki kondisi jalan yang rusak berat. Peningkatan jalan ini diharapkan dapat mengangkat kondisi perekonomian wilayah Kecamatan Jabon yang masih termasuk kecamatan termiskin di Kabupaten Sidoarjo dan memberikan multi player effect terutama pertumbuhan perekonomian setelah daerah terisolir Dusun Tlocor dan Dusun Pandansari di Desa Kedung Pandan terbuka akses jalannya. Penanganan endapan di muara dilakukan dengan membuat alur menuju palung laut dalam di Selat Madura. Hasil pengerukan digunakan untuk mereklamasikan pantai di muara Kali Porong. Untuk melindungi alur yang sudah dibuat, dibangun jetty yang di samping berfungsi sebagai pengarah aliran sedimen/lumpur, sekaligus untuk melindungi/membatasi lokasi reklamasi. Reklamasi dilakukan dengan mendayagunakan padatan hasil pengerukan alur sungai di muara Kali Porong. Dalam rangka untuk dapat segera memulihkan kegiatan sektor ekonomi, terutama kelancaran distribusi arus barang dan jasa, mulai tahun 2007 dilaksanakan pekerjaan relokasi jalan arteri raya Siring Porong. Kelancaran pekerjaan ini masih terkendala dengan penyediaan lahan yang sampai pada akhir TA 2010 belum seluruhnya tersedia. Serah terima lapangan kepada penyedia jasa masih dilakukan sebagian - sebagian (parsial) yang mengakibatkan penyedia jasa tidak dapat bekerja secara simultan, sehingga penyelesaian pekerjaan konstruksi mengalami keterlambatan Identifikasi Kondisi Umum Hasil Evaluasi Terhadap Pencapaian Sasaran Dalam Renstra BAPEL-BPLS Sampai Dengan Tahun 2010 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa BAPEL-BPLS pertama kali menyusun Renstra pada tahun untuk periode 5 (lima) tahun yaitu , yang disesuaikan dengan awal beroperasinya BAPEL-BPLS dan ketentuan yang ada pada waktu itu. Namun dengan berakhirnya masa tugas Kabinet Indonesia Bersatu pada akhir tahun 2009, dan sejalan dengan periode 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan yang baru, serta pedoman penyusunan Renstra yang ditetapkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, BAPEL-BPLS dituntut menyusun Renstra untuk masa 5 (lima) tahun mendatang dengan periode REVIEW RENSTRA BAPEL BPLS

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 2012 2013 2014 2012 2013 2014 I Program Penanggulangan 1.263,3 1.433,5 1.493,3 1.714,3 Bencana Lumpur Sidoarjo 1 Perencanaan operasi luapan Meningkatnya kualitas penyusunan Survey Geologi 1 laporan 1 laporan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP

PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP Diambil Pada 7 Juni dan dipublikasi 10 Juni 2009 Sebagai bagian integral Baselines Analisis Kebijakan: Semburan, Luapan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112 BAGIAN 8 Gejolak Sosial Kemasyarakatan Umum Gambar 59. Isu Kritis Gejolak Sosial Kemasyarakatan sebagai titik awal adalah Peta Area Terdampak

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 BAGIAN 9 Dampak Sosial Ekonomi Umum Gambar 67. Isu kritis Dampak Sosial Ekonomi (Paparam Prasetyo 2008) Luapan Lusi di dalam PAT. Semburan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada awal terjadinya semburan lumpur Pemerintah memandang perlu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHA N KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Sosial Ekonomi Lumpur Lapindo

Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Sosial Ekonomi Lumpur Lapindo XX Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Sosial Ekonomi Lumpur Lapindo Persoalan utama dampak semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo, adalah ganti rugi tanah dan bangunan milik ribuan warga yang terendam

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90 BAGIAN 6 Manajemen Lumpur di Permukaan Umum Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan. Misi utama dari penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 : Peta Area Terdampak

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 : Peta Area Terdampak DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Area Terdampak Peta tersebut menjelaskan bahwa daerah yang masuk area wilayah sebagaimana yang ada dalam Peta diatas penanganan masalah sosial ditanggung oleh PT. Lapindo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana ekologis nasional lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28 Mei 2006, saat gas beracun dan lumpur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Semburan lumpur Lapindo terjadi di area pengeboran sumur Banjar Panji 1 yang dioperasikan oleh Lapindo Brantas Incorporation (LBI), yang berlokasi di desa Renokenongo,

Lebih terperinci

MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN

MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN 29 mei 2013, 7 Tahun Lusi: Dinamika Postur dan Perilaku Semburan Lusi di utara Dome P25, selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari pulau pulau besar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari pulau pulau besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari pulau pulau besar maupun pulau kecil yang tiap pulaunya

Lebih terperinci

2.2 Lokasi Kerja Jalan Gayung Kebonsari No.50 Surabaya Telp Fax

2.2 Lokasi Kerja Jalan Gayung Kebonsari No.50 Surabaya Telp Fax BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI 2.1 Profil Organisasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dibentuk oleh Peraturan Presiden No. 14 tahun 2007. Sedangkan personil pimpinan BPLS (Badan Penanggulangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei )

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei ) 0 LUSI 9 TAHUN, 29 MEI 2006-2015 9 TAHUN TRAGEDI BENCANA GEMPABUMI YOGYAKARTA, TERPAUT 2 HARI DENGAN BENCANA MUD VOLCANO LUSI 4 TAHUN SIMPOSIUM INTERNASIONAL LUSI 25 MEI 2011 MENDEKATI "GOLDEN TIME 2015"!

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BADAN PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO JALAN GAYUNG KEBONSARI NO Telp , Fax SURABAYA

BADAN PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO JALAN GAYUNG KEBONSARI NO Telp , Fax SURABAYA . MELALU SWAKELOLA PEAN KEGATAN SWAKELOLA LOKAS PEAN NLA (Rp) LANNYA PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN TUGAS TEKNS LANNYA 1 Pengelolaan media informasi - - 100.000.000,00 Sidoarjo APBN - 2 Pengembangan Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah penting karena peristiwa keluarnya gas dan lumpur panas dari dalam tanah dengan suhu 100 C yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENGGANTIAN HARTA BENDA WAKAF

BAB III DESKRIPSI PENGGANTIAN HARTA BENDA WAKAF BAB III DESKRIPSI PENGGANTIAN HARTA BENDA WAKAF A. Sekilas Desa Renokenongo 1. Keadaan Geografi Desa Renokenongo termasuk dalam wilayah Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, terletak di bagian Timur Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v DAFTAR ISI Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii Sambutan-Dewan Editorial v Dewan Editorial vii ix Daftar Tabel xvi Daftar Gambar xix AMANAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu : lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

Pengendalian Banjir Sungai

Pengendalian Banjir Sungai Pengendalian Banjir Sungai Bahan Kuliah Teknik Sungai Dr. Ir. Istiarto, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Sungai Saluran drainasi alam tempat penampung dan penyalur alamiah air dari mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Menurut Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No.38 Tahun 2011, Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini tentu saja dikarenakan banyak wilayah di Indonesia pada saat musim hujan sering dilanda

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 antara lain adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci