PEMANFAATAN MINYAK BIJI KARET

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN MINYAK BIJI KARET"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKAS DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 120 MENIT SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia Oleh: Ismu Rohmah Rusmaningtyas JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 i

2 PEMANFAATAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 120 MENIT Oleh: Ismu Rohmah Rusmaningtyas NIM : ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) massa jenis, viskositas dan gugus fungsi IR dari minyak biji karet, 2) massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, kalor pembakaran dan gugus fungsi IR dari biodiesel, 3) kesesuaian karakter biodiesel dengan SNI 7182: Subjek dalam penelitian ini adalah biji karet yang berasal dari PTPN IX Semarang, Jawa Tengah. Objek dalam penelitian ini adalah biodiesel dari hasil reaksi transesterifikasi minyak biji karet. Metode yang digunakan dalam pengambilan minyak adalah pengepresan. Jenis katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah KOH 1% b/b dan lama pengadukan 120 menit. Jenis alkohol yang digunakan pada transesterifikasi adalah metanol. Variasi suhu yang digunakan adalah 45, 65, dan 85 o C untuk biodiesel B 1, B 2, dan B 3 dengan rasio mol metanol:minyak adalah 4:1, dan dengan rasio mol metanol:minyak adalah 8:1 untuk biodiesel B 4, B 5, dan B 6. Biodiesel yang diperoleh dianalisis dengan FTIR dan uji parameternya meliputi massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter minyak biji karet mempunyai massa jenis dan viskositas sebesar 907,9 kg/m 3 dan 33,5740 cst. Gugus fungsi yang terdapat pada minyak biji karet dan biodiesel yaitu C=O karbonil ester, C-O ester, C- H alkana, C-H alifatik dan CH 3. Karakter biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 meliputi massa jenis beturut-turut adalah 887,37; 880,1; 898,67; 902,7; 897,9 ; dan 886,9333 kg/m 3, viskositas berturut-turut sebesar 21,1135; 19,8651; 16,3189; 16,7291; 19,7945; dan 20,7268 cst, kalor pembakaran berturut-turut sebesar 9420,3125; 8838,2115; 9458,48; 9821,6535; 9068,65; dan 9215,28 kal/g, titik tuang berturut-turut sebesar 9, -3, 3, 0, 6, dan 0 o C, serta titik nyala berturut-turut sebesar 210, 204, 196, 208, 198, dan 184 o C. Biodiesel B 1, B 2 dan B 6 memiliki nilai massa jenis yang sesuai dengan SNI 7182:2012. Biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5 dan B 6 memiliki nilai viskositas dan kalor pembakaran yang belum sesuai dengan standar, namun memiliki nilai titik tuang dan titik nyala yang sesuai dengan SNI 7182:2012. Berdasarkan hasil penelitian, biodiesel yang paling baik adalah biodiesel B 1 yaitu pada suhu 45 o C dengan rasio metanol/minyak yaitu 4/1. Kata kunci : Minyak Biji Karet, Kondisi Transesterifikasi, Karakter Biodiesel ii

3 THE UTILIZATION OF RUBBER SEED OIL (Hevea brasiliensis) AS RAW MATERIALS BIODIESEL IN VARIOUS OF TRANSESTERIFICATION TEMPERATURE AND (METHANOL/OIL) RATIO AT 120 MINUTES By: Ismu Rohmah Rusmaningtyas NIM : ABSTRACT The aim of this research are to know 1) the density value, viscosity value, and functional group of rubber seed oil 2) the density, viscosity, pour point, flash point, heat of combustion, and functional group of biodiesel 3) the suitability of biodiesel characteristic with SNI 7182: This research subject was rubber seed from PTPN IX Semarang, Central Java. The object of this research was biodiesel from rubber seed oil resulted from transesterification process. The oil was produced by pressing method. The catalys used in the transesterification was 1% w/w concentration of KOH at 120 minutes stirring time. The alcohol used in the transesterification was methanol. The temperature variation were 45, 65, and 85 o C for biodiesel B 1, B 2, and B 3 withmole ratio of methanol:oil was 4:1. Biodiesel B 4, B 5, and B 6 with mole ratio of methanol:oil was 8:1. The biodiesels product was analyzed using FTIR and the parameters examination were density, viscosity, combustion calor, pour point, and flash point. The results showed that the character value of rubber seed oil of density and viscosity are kg/m 3 and cst. Functional group of rubber seed oil and biodiesel was C=O carbonil ester, C-O ester, C-H alkane, C-H aliphatic and CH 3. The character value biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, and B 6 such as density are ; 880.1; ; 902.7; 897.9; and kg/m 3, respectively. Viscosity are ; ; ; ; ; and cst, respectively. Heat of combustion are ; ; ; ; ; and cal/g, respectively Pour point are -9, -3, 3, 0, 6, and 0 o C, respectively, and Flash point are 210, 204, 196, 208, 198, and 184 o C, respectively. Biodiesel B 1, B 2 and B 6 having density suitable with SNI 7182:2012. Biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5 and B 6 having viscosity and heat of combustion were not suitable. But having pour point and flash point suitable with SNI 7182:2012. Based on the results, the best biodiesel was biodiesel B 1 at 45 o C with methanol/oil ratio 4/1. Keyword : Rubber Seed Oil, Transesterification Condition, Character of Biodiesel. iii

4 iv

5 v

6 vi

7 MOTTO Kita tidak tahu usaha keberapa yang akan berhasil. Seperti kita tak pernah tahu doa mana yang akan dikabulkan. Keduanya sama, PERBANYAKLAH! Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah dirinya sendiri (QS. Ar-Ra d:11) Mungkin perjalanan kita tidak sempurna, tetapi pembelajaran kita yang sempurna. Percaya bahwa hidup di dunia ini tidak ada yang sia-sia. Membiarkan hidup dengan caranya sendiri menggiring kita menuju sebuah jawaban. vii

8 PERSEMBAHAN Tugas Akhir Skripsi ini aku persembahkan kepada : Bapak dan Ibu yang senantiasa membimbing, mendoakan, memotivasi, dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil. Terimakasih atas kasih sayang yang engkau berikan dengan tulus ikhlas. Kakak-kakak ku yang selalu mendoakan, memberikan semangat dan movitasi. Bu Endang Dwi Siswani, M.T. yang selalu membimbing dengan sabar dan memberikan solusi-solusi terbaik. Nikma Ulya yang menjadi partner dalam penelitian ini. Sahabat-sahabatku Rizky Ifandriani, Nindyashinta M.D., Elga Riesta Puteri yang selalu memberikan dukungan. Teman-teman seperjuangan Kimia E 2013 yang aku sayangi, terima kasih untuk kerjasamanya. Almamaterku. viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga atas kehendak-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemanfaatan Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) sebagai Bahan Baku Biodiesel pada Variasi Suhu Transesterifikasi dan Rasio (Metanol/Minyak) pada Waktu 120 Menit. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Ibu Endang Dwi Siswani, M.T selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbingan, ilmu, pertanyaan, saran, dan masukannya. 4. Bapak Dr. Drs. Crys Fajar Partana, M.Si selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan. 5. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si selaku penguji utama, yang telah memberikan pertanyaan, kritik, dan saran. 6. Bapak Sunarto, M.Si selaku penguji pendamping, yang telah memberikan pertanyaan, kritik, dan saran. 7. Seluruh Dosen, Staff, dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. ix

10 Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman sehingga masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Yogyakarta, Mei 2017 Penulis x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii PERSETUJUAN... iv PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi MOTTO... vii PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 4 D. Rumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 5 F. Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7 A. Deskripsi Teori Tanaman Karet Biji Karet Minyak Biji Karet Minyak dan Lemak Biodiesel xi

12 6. Reaksi Esterifikasi Reaksi Transesterifikasi Analisis Spektroskopi FTIR Parameter Analisis Biodiesel B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berfikir BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian Subjek Penelitian Objek Penelitian B. Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel Kontrol Variabel Terikat C. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang Digunakan Bahan yang Digunakan D. Tempat dan Waktu E. Prosedur Penelitian Preparasi Sampel Biji Karet Pengambilan Minyak Penjernihan Minyak Degumming Penentuan Asam Lemak Bebas Minyak Biji Karet Reaksi Esterifikasi Reaksi Transesterifikasi Analisis dengan Spekstroskopi FTIR Analisis Parameter Biodiesel a. Penentuan Massa Jenis xii

13 b. Penentuan Viskositas c. Penentuan Titik Tuang (Pour Point) d. Penentuan Titik Nyala (Flash Point) e. Penentuan Kalor Pembakaran F. Teknik Analisis Data Penentuan FFA minyak biji karet Penentuan Massa Jenis Penentuan Viskositas Penentuan Titik Tuang Penentuan Titik nyala Penentuan Kalor Pembakaran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Karakteristik Minyak Biji Karet Hasil Pengepresan Data Penentuan FFA Minyak Biji Karet Sebelum Esterifikasi Data Penentuan FFA Minyak Biji Karet Setelah Esterifikasi Hasil Spektrum FTIR Minyak Biji Karet dan Biodiesel Hasil Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet B. Pembahasan Pengambilan Minyak Biji Karet Degumming Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji Karet Reaksi Esterifikasi Reaksi Transesterifikasi Analisis dengan Spektroskopi IR Analisis Parameter Biodiesel a. Massa Jenis b. Viskositas c. Titik Tuang (Pour Point) xiii

14 d. Titik Nyala (Flash Point) e. Kalor Pembakaran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Biji Karet... 9 Tabel 2. Karakteristik Minyak Biji Karet Mentah Tabel 3. Daftar Korelasi Spektrum Infra Merah Tabel 4. Syarat Mutu Biodiesel sesuai Standar SNI 7182: Tabel 5. Kode Sampel Biodiesel Hasil Proses Transesterifikasi Tabel 6. Hasil Pengukuran Massa Jenis Minyak Biji Karet Tabel 7. Hasil Pengukuran Viskositas Minyak Biji Karet Tabel 8. Kadar Asam Lemak Bebas ( FFA) Minyak Biji Karet Tabel 9. Kadar Asam Lemak Bebas ( FFA) Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi...41 Tabel 10. Hasil Karakteristik Bodiesel dari Proses Transesterifikasi Minyak Biji Karet...46 Tabel 11. Interpretasi Spektroskopi IR Minyak Biji Karet dan Biodiesel...53 xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pohon Karet... 8 Gambar 2. Biji Karet... 9 Gambar 3. Proses Pembentukan Trigliserida Gambar 4. Reaksi Esterifikasi Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi pada Trigliserida Gambar 6. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi pada Trigliserida Gambar 7. Spektrum IR Minyk Biji Karet Gambar 8. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 9. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 10. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 11. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 12. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 13. Spektrum IR Biodiesel B Gambar 14. Proses Transesterifikasi Gambar 15. Hasil Reaksi Transesterifikasi Gambar 16. Hubungan Massa Jenis Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Gambar 17. Hubungan Viskositas Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Gambar 18. Hubungan Titik Tuang Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifiksi Gambar 19. Hubungan Titik Nyala Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Gambar 20. Hubungan Kalor Pembakaran Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur penelitian...73 Lampiran 2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Biji Karet Lampiran 3. Penentuan massa jenis air dan minyak serta biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B Lampiran 4. Penentuan viskositas minyak dan biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B Lampiran 5. Spektrum Hasil IR Minyak Biji Karet Lampiran 6. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 7. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 8. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 9. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 10. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 11. Spektrum Hasil IR Biodiesel B Lampiran 12. Hasil Uji Kalor Pembakaran Biodiesel B 1, B 2, dan B Lampiran 13. Hasil Uji Kalor Pembakaran Biodiesel B 4, B 5, dan B Lampiran 14. Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala B 1, B 2, dan B Lampiran 15. Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala B 4, B 5, dan B Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi yang semakin canggih tentunya membutuhkan energi yang tidak sedikit. Pemakaian energi yang besar dan tidak terkontrol akan mengakibatkan banyak ketidakseimbangan yang terjadi pada bumi ini. Kondisi alam yang tidak bersahabat, terjadinya pencemaran udara dan pemanasan global adalah contoh dari ketidakseimbangan tersebut. Energi yang digunakan saat ini berasal dari minyak bumi. Namun, eksploitasi yang berlebihan terhadap minyak bumi mengakibatkan persediaannya semakin menipis. Bukan suatu hal yang tidak mungkin bahwa bahan bakar yang berasal dari minyak bumi tersebut suatu saat akan habis. Selain ketersediaannya yang terus berkurang, bahan bakar alternatif wajib dipikirkan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan global akibat emisi kendaraan berbahan bakar minyak. Indonesia memerlukan pengembangan sumber energi terbarukan sebagai energi alternatif campuran bahan bakar untuk menghemat penggunaan minyak. Sebenarnya di Indonesia terdapat berbagai sumber energi terbarukan yang melimpah. Salah satunya adalah biodiesel. Biodiesel merupakan salah satu solusi dari berbagai masalah tersebut. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif pengganti minyak diesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel mudah digunakan, bersifat biodegradable, tidak beracun, dan bebas dari 1

19 sulfur dan senyawa aromatik. Selain itu, biodiesel mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan. Salah satu sumber minyak tumbuhan yang potensial di Indonesia adalah biji karet. Potensi minyak biji karet cukup besar di Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Andayani (2008) pada tahun 2003 Indonesia mempunyai total areal perkebunan karet sebesar ha dengan proporsi tanaman karet yang menghasilkan adalah ha (61%). Selain menghasilkan lateks, perkebunan karet juga menghasilkan biji karet sebanyak 1500 kg/ha/tahun yang belum termanfaatkan secara optimal. Dari luas areal tanaman tersebut, maka akan diproduksi biji karet sekitar ton per tahun. Biji karet mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat 2-4 gram/biji. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras berwarna coklat, 50-60% kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63% minyak, 2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat sehingga biji karet berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Ikwuagwu et. all., 2000). Salah satu cara pengambilan minyak secara fisika adalah pengepresan sedangkan cara lain pengambilan minyak adalah dengan ekstraksi padat-cair dengan bantuan pelarut. Metode pengambilan minyak biji karet dengan pengepresan mekanik yaitu biji karet diberikan tekanan tinggi sehingga menyebabkan minyak yang terkandung didalamnya keluar. Akan tetapi, biji karet mempunyai kandungan air yang cukup besar sehingga dapat memicu 2

20 terjadinya hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak. Oleh sebab itu, biji karet perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipres. Pembuatan minyak biji karet menjadi biodiesel dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan alkohol dan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani yang menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters/ FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa atau alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH) ( Hikmah & Zuliyana, 2010: 5). Penggunaan katalis biodiesel yang berbeda akan mempengaruhi kualitas biodiesel yang dihasilkan. Selain jenis katalis, faktorfaktor yang mempengaruhi kadar metil ester dan kualitas biodiesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi adalah: rasio molar antara trigliserida dan alkohol, suhu reaksi lama pengadukan, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang menghambat reaksi (Yuniwati & Karim, 2009: 132). Sampai saat ini biji karet masih belum dimanfaatkan dengan baik, umumnya masih dibuang di setiap perkebunan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan biodiesel dari bahan baku minyak biji karet sehingga minyak biji karet dapat termanfaatkan dengan baik. Pada penelitian ini, biji karet yang digunakan berasal dari daerah PTPN IX, Semarang, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi suhu pada reaksi 3

21 transesterifikasi dan rasio metanol/minyak terhadap karakteristik biodiesel hasil sintesis dari minyak biji karet, serta mengetahui karakteristik biodiesel hasil sintesis dari minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisa struktur dengan spektroskopi IR. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Biji karet di Indonesia belum banyak dimanfaatkan. 2. Terdapat beberapa metode pengambilan minyak dari dalam biji karet. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah jenis alkohol, suhu saat reaksi berlangsung, lama pengadukan, kadar FFA, dan kecepatan pengadukan selama proses reaksi. 4. Karakter biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi. 5. Standar karakter biodiesel yang digunakan. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka perlu dibatasi. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Sampel biji karet yang digunakan berasal dari daerah PTPN IX, Semarang, Jawa Tengah. 2. Metode pengambilan minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode pengepresan menggunakan mesin press hidrolik. 3. Jenis katalis yang digunakan adalah KOH 1%-berat minyak. Jenis alkohol 4

22 yang digunakan adalah metanol. Variasi suhu dalam penelitian ini adalah: 45, 65 dan 85 0 C selama 120 menit. 4. Karakter biodiesel yang diuji meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang dan titik nyala, analisis spektrum IR. 5. Standar karakter biodiesel yang digunakan yaitu SNI 7182:2012 tentang biodiesel. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakter minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, dan analisa struktur dengan spektroskopi IR? 2. Bagaimana karakter biodiesel hasil sintesis dari minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisa struktur dengan spektroskopi IR? 3. Bagaimana kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesis jika dibandingkan dengan standar SNI :2012? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakter minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, dan analisa struktur dengan spektroskopi IR. 5

23 2. Mengetahui karakter biodiesel hasil sintesis dari minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisa struktur dengan spektroskopi IR. 3. Mengetahui kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesa jika dibandingkan dengan standar SNI :2012. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti a. Meningkatkan pengetahuan tentang bahan nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. b. Memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan rasio metanol/minyak pada proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel dari minyak biji karet. c. Memberikan informasi tentang kualitas biodiesel dari minyak biji karet, meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisa struktur dengan spektroskopi IR. 2. Bagi Masyarakat a. Menambah pengetahuan bahwa biji karet ternyata dapat dijadikan sebagai biodiesel. b. Memanfaatkan biji karet sehingga dapat meningkatkan nilai kegunaan dan nilai jualnya. c. Memberikan suatu alternatif dalam hal sumber bahan bakar biodiesel. 6

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tanaman Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia (Suwarto, 2010: 70). Tanaman karet dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Hevea : Hevea brasiliensis (Tim Penebar Swadaya, 2008: 87). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi ke atas. Pada 7

25 beberapa perkebunan karet, terdapat kecondongan arah tumbuh tanaman karet agak miring menghadap ke utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penebar Swadaya, 2008: 85). Pohon karet dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Pohon Karet 2. Biji Karet Biji karet terdiri dari kulit yang keras dan berwarna coklat (40-50% berat) dan kernel yang berwarna putih kekuning-kuningan (50-60% berat). Kernel biji karet terdiri dari 45,63% minyak, 2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat (Arita, 2009:56). 8

26 Gambar biji karet dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Biji Karet Komposisi kimia daging biji karet disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia daging biji karet (Silam, 1998: 22) Komponen Komposisi % Kadar air 6,10 Kadar lemak 50,56 Kadar serat kasar 15,30 Kadar protein 18,60 Kadar abu 3,21 3. Minyak Biji Karet Menurut Hardjosuwito & Hoesnan (1976) dalam Andayani (2008) kandungan minyak dalam daging biji atau inti biji karet adalah % dengan komposisi % asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, dan arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar % yang tediri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat. Pemanfaatan minyak biji karet dalam berbagai industri lebih lanjut ditentukan oleh sifat fisika dan kimianya. Berikut ditampilkan hasil analisis 9

27 karakteristik rninyak biji karet mentah. Karakteristik minyak biji karet mentah dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Karakteristik minyak biji karet mentah. (Susanto, 2001:4) Parameter Nilai Nilai safonifikasi (mg/g) 187,6 191,4 Bilangan Iod (mg/g) 133,8 146,6 Persentase bilangan tak tersabunkan (%) 0,6 1,0 Indeks refraksi 1,4743 1,4749 Specific grafity (15 o C) 0,925 0,929 Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mongering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren, 1986). Asam-asam lemak yang terkandung dalam minyak biji karet adalah asam palmitat 32,125%, asam oleat 23,641%, asam stearat 7,962%, asam linoleat 32,410%, asam linolenat 1,182%, dan asam eicosatrinoat 1,069% (Sejati, 2012: 34). 4. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Pada suhu kamar, lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair. Lemak merupakan lipid yang tersusun oleh relatif banyak asam lemak jenuh. Sedangkan minyak relatif banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, baik tunggal maupun poli tidak jenuh (Hamamah, 2008) 10

28 Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang dikarenakan tingginya kandungan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Minyak merupakan bahan cair pada suhu ruang disebabkan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 2002 : 92). Berikut ini adalah beberapa sifat umum dari minyak dan lemak : a. Minyak dan lemak tidak larut dalam air. b. Minyak dan lemak larut dalam pelarut organik seperti benzene, eter, dan kloroform. c. Minyak dan lemak mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen, dan terkadang mengandung nitrogen dan fosfor. d. Apabila dihidrolisis, lemak dan minyak akan menghasilkan asam lemak. Menurut Ketaren (1986) minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus dan lain-lain. 11

29 Proses pembentukan trigliserida terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Proses Pembentukan Trigliserida (Singarimbun, 2016). 5. Biodiesel Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak tanaman dengan alkohol menggunakan zat basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu, sehingga akan dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester (umumnya metil atau etil ester) dan gliserin (Arita, dkk, 2009:56). Biodiesel dapat diaplikasikan secara langsung untuk mesin diesel tanpa melalui modifikasi terlebih dahulu dan memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar, yaitu tidak beracun, karena biodiesel tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik, sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan (Mulyadi, 2011: 439). Menurut Haryanto (2002), Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain : a. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi 12

30 b. Mempunyai bilangan setana yang tinggi. c. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx. d. Terdapat dalam fase cair. Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri. 6. Reaksi Esterifikasi Esterifikasi merupakan suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester dengan bantuan katalis asam. Esterifikasi merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan biodiesel yang bertujuan untuk menurunkan nilai bilangan asam lemak bebas pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Pada umumnya proses esterifikasi dilakukan dengan menggunakan katalis asam cair seperti HCl dan H 2 SO 4 (Sudradjat, Marsubowo, &Yuniarti). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120 C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi 13

31 sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam (Fajar & Hendrawati, 2015: 3). Faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi esterifikasi dan transesterifikasi adalah penggunaan metanol yang berlebih agar air yang terbentuk dari reaksi dapat dapat diserap oleh metanol sehingga tidak menghalangi jalannya reaksi pengubahan asam lemak bebas menjadi metal ester (Soerawidjaja, 2006 dalam Ningtyas, Budhiyanti, & Sahubawa, 2013: 107). Reaksi esterifikasi terlihat pada Gambar 4. (Setyawardhani, 2010). Gambar 4. Reaksi Esterifikasi 7. Reaksi Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi didefinisikan sebagai reaksi antara alkohol dan trigliserida membentuk alkil ester dan gliserol. Alkil ester inilah yang disebut sebagai biodiesel. Sementara itu, trigliserida adalah komponen utama penyusun minyak dan lemak yang merupakan triester dari gliserol dengan asam-asam lemak. Karena menggunakan alkohol sebagai salah satu reaktannya, reaksi ini sering disebut juga sebagai reaksi alkoholis (Budiman, 2014: 36). 14

32 Contoh reaksi transesterifikasi pada trigliserida adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi pada Trigliserida Mekanisme reaksi transesterifikasi pada trigliserida ditunjukkan pada Gambar 6. sebagai berikut: 15

33 16

34 Gambar 6. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Pembentukan Metal Ester Asam Lemak dari Triasilgliserol yang Dikatalis oleh Basa (Suwarso, Gani, & Kusyanto, 2008: 47) Dalam reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis yang bertujuan untuk mempercepat laju reaksi. Tanpa adanya katalis, dapat dicapai konversi yang tinggi. Namun, reaksi akan berjalan sangat lambat (Budiman, 2014: 36). Ada beberapa pilihan katalis reaksi yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi, antara lain berupa alkali, katalis asam, atau enzim. Katalis alkali yang biasa digunakan antara lain NaOH, KOH, karbonat, natrium etoksida (C 2 H 5 ONa), natrium peroksida (Na 2 O 2 ) dan natrium butoksida (C 4 H 9 NaO). Katalis assam yang digunakan antara lain asam sulfat, asam sulfonat, dan asam hidroklorida. Sedangkan sebagai katalis enzim dalam proses transesterifikasi biasa digunakan lipase (Nilawati, 2012: 18). Pada reaksi transesterifikasi, metanol lebih umum digunakan karena harganya lebih murah dan lebih mudah untuk direcovery. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan methyl ester (biodiesel) maka perlu digunakan 17

35 alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan (Yuniwati & Karim, 2009: 131). Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan transesterifikasi adalah: a. Suhu Kenaikan suhu akan diikuti dengan kenaikan kecepatan reaksi pembentukan biodiesel semakin tinggi suhu sehingga semakin besar konversi yang dihasilkan. Namun suhu reaksi biodiesel sebaiknya berada di bawah titik didih pereaksi alkoholnya yakni metanol yang memiliki titik didih 65 o C. Keberadaan suhu di atas titik didih metanol dikhawatirkan akan menyebabkan penguapan metanol yang akan menghambat laju reaksi (Nilawati, 2012: 20). b. Katalis Katalis adalah substansi yang dapat meningkatkan laju reaksi pada suatu reaksi kimia yang mendekati kesetimbangan dimana katalis tersebut tidak terlibat secara permanen. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan cara mempengaruhi energi pengaktifan suatu reaksi kimia. Keberadaan katalis akan menurunkan energi pengaktifan, sehingga reaksi dapat berjalan dengan cepat (Utomo & Laksono, 2007: 111). Katalis yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel dapat menggunakan katalis asam maupun katalis basa. Katalis basa yang dapat digunakan antara lain, NaOH, KOH, NaOCH 3, dan KOCH 3. Konsentrasi katalis yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan laju reaksi pembentukan 18

36 biodiesel. Konsentrasi katalis basa yang digunakan biasanya antara 0,5-1,5% dari jumlah minyak nabatinya (Nilawati, 2012: 19). c. Waktu Reaksi Lamanya waktu reaksi mempengaruhi jumlah produk yang diperoleh. Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkkan karena semakin banyak reaktan yang saling bertumbukan satu sama lain. Setelah produk terbentuk maka waktu reaksi menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap reaksi (Tohari, 2015:19). d. Pengadukan Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Pengadukan akan mempercepat jalannya reaksi. Setelah produk terbentuk maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap reaksi. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa (Purwono, 2003). 8. Analisis Spektroskopi FTIR Spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode dalam identifikasi struktur suatu senyawa yaitu dengan mengetahui adanya gugusgugus fungsional utama dalam suatu sampel. Pada spektroskopi inframerah, setiap gugus fungsi pada suatu senyawa akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang karakteristik. 19

37 Apabila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan, maka sejumlah molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi diantara tingkat vibrasi (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited state). Molekul - molekul tertentu dalam suatu senyawa akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi yang tertentu pula, jika dalam molekul tersebut ada transisi tenaga. Transisi yang terjadi dalam serapan infra merah berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam vibrasinya (Tohari, 2015: 24). Tabel 3. Daftar Korelasi Spektra FTIR (Kinasih, 2016: 21) Jenis Vibrasi Frekuensi (cm -1 ) Panjang Gelombang (µ) C = O Aldehida Keton Asam Karboksilat Ester C O (Aldehid, Ester, Eter, Asam Karboksilat) C H Alkana -CH3 -CH2 Alkena C = C Alkena Aromatik ,75 5,81 5,80 5,87 5,80 5,88 5,71 5, ,69 10, ,33 3,51 6,90 7,27 6,83 3,23 3,33 5,95 6,25 6,25 6,78 9. Parameter Analisis Biodiesel Biodiesel yang telah terbentuk harus memiliki standar mutu agar dapat diaplikasikan ke dalam mesin diesel. Berikut ini adalah standar mutu biodiesel berdasarkan SNI 7182:2012 yang disajikan pada Tabel 4. 20

38 Tabel 4. Syarat Mutu Biodiesel Standar SNI 7182:2012 (anonim, 2012). No Parameter SNI 7182: Massa jenis pada 40 C (Kg/m3) Viskositas kinematic pada 40 C (cst) 2,3-6,0 3 Angka setana Min 51 4 Titik nyala (mangkok tertutup) ( C) Min Titik kabut ( C) Maks Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 C) Maks. No 3 Residu karbon (%-massa) Maks 0, Dalam contoh asli Maks. 0,30 - Dalam 10 % ampas destilasi 8 Air dan sedimen (%-vol) Maks 0,05* 9 Temperature destilasi 90% ( C) Maks Abu tersulfatkan (%-massa) Maks. 0,02 11 Belerang (ppm-m (mg/kg)) Maks Fosfor (ppm-m (mg/kg)) Maks Angka asam (mg-koh/g) Maks.0,8 14 Gliserol bebas (%-massa) Maks.0,02 15 Gliserol total (%-massa) Maks.0,24 16 Kadar ester alkil (%-massa) Min. 96,5 17 Angka iodium (%-massa (g-i2/100g)) Maks Uji halpen Negative Parameter -parameter analisis biodiesel antara lain : a. Massa jenis Massa jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan massa bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur yang sama. Bahan bakar minyak umumnya 21

39 mempunyai massa jenis antara kg/m 3, dengan kata lain massa jenis bahan bakar minyak lebih rendah daripada air (Havendri, 2008: 39). b. Viskositas Viskositas adalah suatu ukuran dari besarnya perlawanan suatu bahan bakar cair untuk mengalir. Viskositas yang besar akan menyebabkan kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, sulit penyaringannya, dan kemungkinan kotoran ikut terendap dan sulit mengabutkan bahan bakar. Sedangkan viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan bahan bakar dikabutkan terlalu halus, sehingga penetrasi ke ruang bakar rendah sehingga dapat merusak nozzle karena kurang pelumasan (Havendri, 2008: 39). Viskositas suatu bahan bakar menjadi parameter yang sangat penting karena akan berpengaruh pada kinerja injektor mesin (Riyanti, Poedji & Catur, 2012: 76). 3. Titik Tuang (Pour Point) Titik tuang yakni suatu angka yang menyatakan titik temperatur terendah dari bahan bakar minyak dimana bahan bakar masih dapat mengalir karena gaya gravitasi (Mulyadi, 2011: 442). Titik tuang ini diperlukan untuk persyaratan praktis dari prosedur penimbunan dan pemakaian dari bahan bakar. Bahan bakar sulit dipompa/dialirkan di bawah suhu titik tuang (Suyanto & Arifin, 2003: 17). 22

40 a. Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah temperatur dimana uap bahan bakar tepat menyala jika berdekatan dengan api. Makin tinggi angka setananya maka makin rendah titik penyalaannya. Titik nyala tidak memiliki efek pada unjuk kerja motor diesel. Titik nyala hanya diperlukan untuk pertimbangan keamanan dalam penyimpanan dari bahan bakar tersebut (Havendri, 2008: 39). Titik nyala ini diperlukan sehubungan dengan adanya pertimbangan-pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran, (Rama, Roy, & Makmuri, 2006: 66-67). b. Kalor Pembakaran Maksud dari pengukuran kalor pembakaran biodiesel adalah untuk memperoleh data tentang energi kalor yang dapat dibebaskan oleh suatu bahan bakar dengan terjadinya proses pembakaran (Sinarep & Mirmanto, 2011). Nilai kalori adalah angka yang menyatakan jumlah panas/ kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar dengan udara/ oksigen. Nilai kalori bahan bakar minyak berkisar antara Kkal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik dengan berat jenis artinya semakin besar berat jenisnya maka semakin kecil nilai kalorinya. Sebagai contoh solar lebih berat daripada bensin, tetapi nilai kalorinya lebih besar bensin. Nilai kalori diperlukan untuk dasar perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan mesin dalam suatu periode tertentu, (Suyanto & Arifin, 2003: 16). 23

41 B. Penelitian yang Relevan Menurut Ramadhas, Jayaraj & Muraleedharan (2005) dengan judul Characterization and effect of using rubber seed oil as fuel in the compression ignition engines menyebutkan bahwa minyak biji karet cukup menjanjikan sebagai Sumber bahan bakar alternatif. Penelitian yang dilakukan Ahmad dkk (2014) dengan judul Study of fuel properties of rubber seed oil based biodiesel menyebutkan bahwa Konsentrasi katalis dan rasio alkohol terhadap minyak dalam reduksi FFA dan untuk variabel transesterifikasi yang paling mempengaruhi adalah rasio alkohol terhadap minyak. Pada penelitian ini dilakukan variasi rasio metanol/minyak yaitu 4/1 dan 8/1. Menurut Yuniwati & Karim (2009: ) dalam penelitiannya yang berjudul Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas (jelantah) dan Metanol dengan Katalisator KOH menunjukkan katalisator KOH dapat mempercepat reaksi ke arah kanan antara trigliserid dan alkohol. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa katalis KOH dapat memperlambat reaksi ke arah kiri yaitu reaksi antara gliserol dan ester. Menurut Widayat dan Suherman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Biodiesel Production from Rubber Seed Oil Via Esterification Pocess menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas pada biji karet sangat tinggi (hampir 17%). Asam lemak bebas ini dapat diubah menjadi metil ester (biodiesel) melalui proses esterifikasi. 24

42 Menurut Fachri (2006: ) dalam penelitiannya tentang pembuatan biodiesel dari minyak dedak padi menyatakan bahwa laju reaksi semakin cepat dengan bertambahnya suhu reaksi, volume metanol yang ditambahkan, berat katalis yang digunakan, dan kecepatan pengadukan. Penelitian yang dilakukan oleh Rachimoellah dkk (2009) dengan judul Production of Biodiesel through Transesterification of Avocado (Persea gratissima) Seed Oil Using Base Catalyst menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu dan rasio minyak molar terhadap metanol terhadap kadar metil ester biodiesel. Pada penelitian ini dilakukan variasi suhu transesterifikasi dan rasio metanol/minyak. Penelitian Kusumaningtyas dan Bachtiar (2012) yang berjudul Sintesis Biodisel dari Minyak Biji Karet dengan Variasi Suhu dan Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi menunjukkan hasil terbaik dalam variasi katalis KOH dan suhu pada reaksi transesterifikasi minyak biji karet menjadi metil ester adalah pada katalis KOH 1% dan suhu 60 0 C. Pada penelitian ini konsentrasi KOH yang digunakan adalah 1%-berat minyak dan dilakukan variasi suhu transesterifikasi yaitu 45, 65, dan 85 o C. Pernah dilakukan penelitian oleh Yusuf (2010) yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi) yang menggunakan katalisator NaOH. Dalam penelitian kali ini, katalisator yang digunakan pada proses transesterifikasi yaitu KOH. Selain itu, suhu yang digunakan pada penelitian ini 25

43 yaitu 45, 65 dan 85 C dan lama waktu pengadukan selama 120 menit dengan rasio metanol/minyak adalah 4/1 dan 8/1. C. Kerangka Berfikir Kebutuhan energi di Indonesia kini semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pola konsumsi energi yang semakin meningkat. Ketersediaan energi di Indonesia semakin lama semakin menipis. Upaya yang dapat dilakukan adalah mencari sumber-sumber energi lain yang dikenal dengan energi terbarukan. Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari bahan-bahan yang terdapat di alam dan dapat diproduksi dalam waktu yang cepat atau tidak akan habis. Salah satu jenis dari energi terbarukan tersebut adalah biodiesel. Biodiesel merupakan salah satu energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar minyak (fosil) yang berasal dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Tanaman karet merupakan tanaman yang hidup didaerah tropis seperti Indonesia. Biji karet belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biji karet memiliki kandungan minyak 40-50%-b/b. Minyak yang terkandung dalam biji karet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Pada penelitian ini, minyak biji karet diambil dengan cara pengepresan. Minyak biji karet yang sudah terambil digunakan sebagai bahan utama pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi. Pada reaksi transesterifikasi digunakan katalis basa yakni KOH dengan 26

44 konsentrasi 1% b/b selama 120 menit dengan variasi suhu yaitu 45, 65 dan 85 C dan perbandingan rasio metanol/minyak yaitu 4/1 dan 8/1. Pengujian biodiesel hasil transesterifikasi dilakukan dengan instrumen spektroskopi Infra merah. Uji karakter biodiesel yang dihasilkan berupa massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala. 27

45 BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah biji karet (Hevea brasiliensis) 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah biodiesel dari hasil reaksi transesterifikasi minyak biji karet (Hevea brasiliensis) B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah suhu pada reaksi transesterifikasi yakni 45, 65 dan 85 0 C, serta rasio molar metanol/minyak yaitu 4/1 dan 8/1. 2. Variabel Kontrol Variabel kontrol pada penelitian ini adalah biji karet yang digunakan berasal dari PTPN IX, Semarang, Jawa Tengah, konsentrasi KOH 1%-berat minyak, dan jenis alkohol yang digunakan yaitu metanol p.a, serta waktu transesterifikasi yaitu 120 menit. 28

46 3. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakter biodiesel yang dihasilkan, meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisis spektrum FTIR. C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang Digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat pres, bom kalorimeter di Laboratorium Teknologi Minyak Bumi Gas dan Batubara Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM, neraca analitik, oven, corong, corong pisah, gelas ukur, statif dan klem, labu leher tiga, gelas beker, piknometer, pipet tetes, pipet gondok, pro pipet, termometer, penangas air, kaca arloji, magnetic stirrer, oswald, hot plate, erlenmeyer, sentriguse, dan buret. 2. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, arang aktif, larutan KOH 1%, metanol, akuades, larutan NaOH 0,1 N, indikator PP, etanol 96%, kristal asam oksalat, H 2 SO 4 18M sebanyak 2%-berat minyak, larutan H 3 PO 4 20%. D. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Laboratorium Rekayasa PAU-UGM, Laboratorium Terpadu UII, Laboratorium Pusat Massa PAU-UGM, Laboratorium Teknologi Minyak Bumi, Gas, dan Batubara Jurusan Teknik Kimia FT UGM. 29

47 E. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Sampel Biji Karet Biji karet diperoleh dari PTPN IX Semarang, Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak yang biasa disebut dengan teknik random sampling. Sampel yang diambil dianggap mewakili dari biji karet yang ada di daerah PTPN IX, Semarang, Jawa Tengah. Biji karet ini kemudian diberi perlakuan awal yaitu dikeringkan di bawah sinar matahari selama kurang lebih 7 hari. Biji karet ini kemudian dikupas untuk mengambil bagian daging biji karet. Setelah itu daging biji karet dilakukan pengeringan kembali dengan menggunakan oven hingga sampel bebas air. 2. Pengambilan Minyak a. Sebanyak 200 gram daging biji karet yang telah dipanaskan dalam oven dan dalam keadaan panas dimasukkan ke dalam tabung pres yang pada bagian bawah tabung sudah diberi kain saring. b. Tabung pres ditutup kemudian mesin pres hidrolik dinyalakan. c. Tuas pres ditarik ke bawah dengan tekanan 240 kn. d. Minyak biji karet yang dihasilkan ditampung dalam wadah. e. Langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga seluruh biji karet habis. 3. Penjernihan Minyak a. Ditimbang minyak biji karet hasil pengepresan sebanyak 1000 gram. b. Ditimbang arang aktif sebanyak 10 gram. 30

48 c. Arang aktif dicampurkan kedalam 1000 gram minyak biji karet. d. Campuran tersebut digojog dan didiamkan selama 48 jam. e. Minyak disaring dengan menggunakan kertas saring secara berulang-ulang hingga jernih. 4. Degumming a. Minyak biji karet dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga mencapai suhu 80 o C sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer. b. Ditambahkan larutan asam fosfat 20% sebanyak 0,3% -berat minyak dan diaduk selama 30 menit. c. Minyak biji karet dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicuci dengan air hangat. Pencucian dilakukan secara berulang-ulang sampai air buangan mencapai ph netral. d. Air yang masih tersisa di dalam minyak dihilangkan dengan cara pemanasan sampai suhu minyak 120 o C, lalu minyak dibiarkan hingga dingin pada suhu ruang. 5. Penentuan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA) Minyak Biji Karet a. Minyak biji karet ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. b. Ditambahkan 50 ml etanol 96% netral. c. Campuran tersebut dipanaskan hingga suhu mencapai 45 o C. d. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein (PP). 31

49 e. Campuran tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi sampai diperoleh warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. f. Langkah tersebut diulangi sebanyak 3 kali. g. Dilakukan perhitungan untuk menentukan kadar FFA minyak biji karet. 6. Reaksi Esterifikasi a. Minyak biji karet ditimbang sebanyak 120 gram dengan menggunakan neraca analitik. b. Ditimbang Katalis H 2 SO 4 18M sebanyak 2% dari berat minyak dan dilarutkan dalam metanol yang akan dicampurkan ketika esterifikasi dengan berat metanol 21,5243 gram (rasio mol metanol : minyak = 20:1). c. Minyak biji karet yang telah ditimbang dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga suhu 60 o C. d. Setelah suhu mencapai 60 o C, campuran katalis H 2 SO 4 18M dan metanol di masukkan ke dalam minyak biji karet dan diaduk selama 60 menit. e. Setelah melalui proses esterifikasi, campuran didinginkan dan dilakukan proses pemisahan fase aqueous dan fase minyak dengan menggunakan sentrifuge selama 30 menit. 7. Reaksi Transesterifikasi a. Minyak biji karet ditimbang dengan neraca analitik sebesar 120 gram. b. Katalis KOH ditimbang sebanyak 1,2 gram, dan dilarutkan ke dalam metanol yang akan dicampurkan ketika transesterifikasi dengan berat metanol 32

50 sebesar 17,3696 gram (rasio mol metanol : minyak = 4:1). c. Minyak biji karet yang telah ditimbang kemudian dipanaskan pada alat refluks hingga suhu mencapai 45 C. Pemanasan dilakukan dengan waterbath dan dilengkapi magnetic stirrer. d. Setelah suhu tersebut tercapai, campuran katalis KOH dan metanol dimasukkan ke dalam minyak biji karet dan diaduk selama 120 menit. e. Setelah itu, campuran didinginkan, dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian biodiesel terbentuk pada lapisan bagian atas dan gliserol pada lapisan bagian bawah lalu dipisahkan. f. Selanjutnya dilakukan proses pencucian biodiesel dengan menambahkan sejumlah air lalu didiamkan selama 24 jam. g. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian biodiesel dengan cara memanaskan biodiesel pada suhu 110 C hingga diperoleh berat yang konstan. h. Ulangi langkah a sampai g dengan suhu 65 dan 85 C. i. Ulangi langkah a sampai g dengan rasio molar metanol : minyak = 8:1 pada suhu 45, 65, dan 85 C. Kode sampel biodiesel hasil proses transesterifikasi minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 5. 33

51 Tabel 5. Kode Sampel Biodiesel Hasil Proses Transesterifikasi Rasio mol (metanol:minyak) Suhu ( o C) Kode Sampel 4:1 8:1 45 B 1 65 B 2 85 B 3 45 B 4 65 B 5 85 B 6 8. Analisis dengan Spekstroskopi FTIR Menyiapkan sampel minyak biji karet dan biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6 kemudian minyak biji karet dan masing- masing biodiesel dianalisis dengan spektrokopi IR. 9. Analisis Parameter Biodiesel a. Penentuan massa jenis 1) Piknometer dibersihkan lalu dikeringkan. 2) Piknometer tersebut ditimbang dalam keadaan kosong (massa piknometer kosong/po). 3) Piknometer diisi dengan biodiesel B 1 hingga penuh dan tidak ada gelembung udara didalamnya. 4) Piknometer tersebut kemudian direndam dalam bak air pada suhu 30 o C selama 30 menit. 5) Setelah direndam lalu piknometer tersebut dikeringkan kemudian ditimbang (massa piknometer isi/pi). Massa jenis biodiesel dihitung dengan 34

52 mencari selisih massa piknometer isi dikurangi massa piknometer kosong per volume piknometer. 6) Langkah tersebut diatas dilakukan pada biodiesel B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6. b. Penentuan Viskositas 1) Massa jenis akuades ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan alat piknometer. 2) Alat Oswald diisi dengan akuades secukupnya dan menaikkan akuades lebih tinggi dari tanda paling atas. 3) Lubang ditutup dengan jari, lalu jari dilepaskan dan stopwatch dihidupkan ketika air tepat pada tanda bawah dan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengalir. 4) Langkah tersebut diatas dilakukan dengan mengganti akuades dengan sampel biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6. 5) Dilakukan perhitungan untuk menentukan massa jenis biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6. c. Penentuan titik tuang 1) Sampel dituang ke dalam wadah kemudian dipanaskan dalam waterbath hingga suhu mencapai 115 o F lalu didinginkan hingga suhu 90 o F. 2) Sampel dimasukkan ke dalam Pensky-Martensclosedup kemudian temperatur alat mulai diturunkan. 3) Setiap penurunan suhu 5 o F dilakukan pengecekan kebekuan dengan memiringkan wadah sampel. Bila sampel sudah mulai menimbulkan kabut 35

53 pada dinding alat pengukur temperatur tersebut dicatat sebagai titik kabut dan temperatur dimana sampel mulai membeku dicatat sebagai titik tuang. 4) Langkah tersebut di atas dilakukan pada biodiesel B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6 5) Dilakukan perhitungan untuk menentukan titik tuang biodiesel. d. Penentuan Titik Nyala Titik nyala ditentukan dengan jalan memanaskan contoh yang ditempatkan di dalam cawan dengan kecepatan pemanasan yang tetap, yaitu 5-6 o C/menit untuk alat uji Cleveland dan Pensky Martens; 1 o C/menit untuk alat uji Abel. Selanjutnya pada kenaikan suhu tertentu setelah contoh mencapai suhu tertentu o C di bawah flash point yang diperkirakan untuk alat uji Cleveland dan Pensky Martens; 9 o C di bawah titik nyala yang diperkirakan untuk alat uji Abel, nyala uji diarahkan pada permukaan contoh untuk setiap kenaikan suhu 2 o C untuk alat uji Cleveland dan Pensky Martens, dan setiap kenaikan suhu 0,5 o C untuk alat uji Abel. Suhu paling rendah dimana uap minyak dalam campurannya dengan udara menyala, dicatat sebagai titik nyala. e. Penentuan Kalor Pembakaran 1) Sampel biodiesel disiapkan sesuai dengan kondisi alat yang akan digunakan (bom calorimeter). 2) Sampel yang telah disiapkan, dimasukkan dalam bom calorimeter untuk mendapatkan nilai kalor pembakaran. 36

54 F. Teknik Analisis Data 1. Penentuan FFA minyak biji karet Penentuan FFA minyak karet dilakukan dengan mengunakan rumus sebagai berikut: FFA = x 100% Keterangan : V BM W = Volume titrasi NaOH (ml) = Berat molekul asam lemak (gram/mol) = massa sampel biodiesel (gram) 2. Penentuan Massa Jenis Penentuan massa jenis menggunakan rumus: ρa= Keterangan : V p Mx M 0 = volume piknometer yang digunakan (ml) = massa piknometer + akuades (gram) = massa piknometer kosong (gram) ρa = massa jenis akuades pada suhu 25 o C (gram.ml -1 ) 3. Penentuan Viskositas Mengisi alat Oswald dengan akuades secukupnya dan menaikkan akuades lebih tinggi dari tanda paling atas. Setelah itu tutup lubang dengan jari dan siapkan stopwatch, lalu lepaskan jari dan hidupkan stopwatch ketika air tepat 37

55 pada tanda bawah dan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengalir. Mengulangi langkah 2 sebanyak 3 kali. Mengulangi langkah ini untuk biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6. Viskositas dihitung dengan rumus: Keterangan: = Viskositas biodiesel (cst atau mm 2 /s) = Viskoditas cairan pembanding, yaitu air : cst atau mm 2 /s) = Massa jenis biodiesel (km/m3) = Mass jenis air = Waktu alir biodiesel melalui kapiler = Waktu alir air melalui kapiler 4. Penentuan Titik Tuang Sampel dituang ke dalam wadah kemudian dipanaskan dalam waterbath sampai temperatur 115 o F, lalu didinginkan hingga temperatur 90 o F. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam alat pengukur lalu temperatur alat mulai diturunkan. Setiap penurunan temperatur 5 o F dilakukan pengecekan kebekuan dengan memiringkan wadah sampel. Bila sampel sudah mulai menimbulkan kabut pada dinding alat pengukur temperatur tersebut dicatat sebagai titik kabut dan temperatur dimana sampel mulai membeku dicatat sebagai titik tuang. Ulangi langkah ini untuk biodiesel B 2, B 3, B 4, B 5,dan B 6. 38

56 5. Penentuan Titik nyala Sampel dimasukkan dalam wadah alat Pensky-Martens closed up. Kemudian alat dihubungkan dengan pompa dan tangki bensin, ujung penyala dinyalakan, termometer dipasang serta pemanas dan pengaduk dijalankan. Setiap kenaikan temperatur 5 o F, pengaduk dimatikan dan ujung nyala ditundukkan kepermukaan sampel untuk mengecek nyala. Temperatur pertama kali munculnya nyala dicatat sebagai titik nyala. Ulangi langkah iniuntuk biodiesel B 2, B 3, B 4, B 5,dan B Penentuan Kalor Pembakaran Mempersiapkan sampel biodiesel B A, B B, B C, B D, B E,dan B F sesuai dengan kondisi alat yang akan digunakan (bom calorimeter). Sampel yang telah disiapkan, dimasukkan dalam bom calorimeter untuk mendapatkan nilai kalor pembakaran. Ulangi cara kerja ini untuk biodiesel B B, B C, B D, B E,dan B F. 39

57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Minyak Biji Karet Hasil Pengepresan Minyak biji karet diambil menggunakan metode pres hidraulik dengan tekanan 240 kn. Setelah itu, minyak biji karet dijernihkan menggunakan arang aktif dengan perbandingan 1:100. Kemudian dilakukan uji karakteristik terhadap minyak biji karet yang sudah jernih. Data hasil pengukuran massa jenis minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Pengukuran Massa Jenis Minyak Biji Karet Kode sampel Minyak biji karet Massa Jenis Pengulangan (kg/m 3 ) 1 907, , ,9 Rata-rata Massa Jenis (kg/m 3 ) 907,9 Tabel 7. Data hasi pengukuran viskositas minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil Pengukuran Viskositas Minyak Biji Karet Kode sampel Pengulangan Viskositas (cst) Minyak biji karet 1 33, , ,9284 Rata-rata Viskositas (cst) 33,

58 2. Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas ( Free Fatty Acid / FFA) Minyak Biji Karet Sebelum Esterifikasi Data hasil uji kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 8. Perhitungan kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji karet di lampiran 2. Tabel 8. Kadar Asam Lemak Bebas ( FFA) Minyak Biji Karet Sebelum Esterifikasi Pengulangan Volume titran Kadar Massa minyak Kadar NaOH 0,1013N FFA ratarata biji karet (gram) FFA (%) (ml) 1 3 8,3 7, ,2 7,7528 7,8474% 3 3 8,4 7, Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA) Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi Data hasil uji kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji karet setelah proses esterifikasi dapat dilihat pada Tabel 9. Perhitungan kadar asam lemak bebas (FFA) setelah proses esterifikasi di lampiran 2. Tabel 9. Kadar Asam Lemak Bebas ( FFA) Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi Pengulangan Volume titran Kadar Kadar Massa minyak NaOH 0,1013N FFA FFA ratarata biji karet (gram) (ml) (%) 1 3 1,9 1, ,9 1,7964 1,8279% 3 3 2,0 1,

59 2856,35 925, ,56 %Transmittance 3008, , , , , ,33 721, , , , ,45 925, ,26 %Transmittance 3007, , , , ,02 721, ,79 4. Hasil Spektrum FTIR Minyak Biji Karet dan Biodiesel Minyak biji karet dan biodiesel hasil proses transesterifikasi dianalisis menggunakan spektroskopi IR untuk menunjukkan gugus fungsi yang terdapat dalam minyak biji karet dan dalam biodiesel. a. Spektrum IR minyak biji karet dapat dilihat pada Gambar Fri Jan 27 14:21: (GM Collection time: Fri Jan 27 09:05: (GMT+07: Fri Jan 27 14:21: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * Minyak Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 112,003 Sensitivity: 60 Peak list: Position: 2925,65 Intensity: 50,807 Position: 2856,45 Intensity: 60,350 Position: 1744,26 Intensity: 62,465 Position: ,94 Intensity: 77,275 Position: 3007,68 Intensity: 81,651 Position: ,93 Intensity: 82,685 Position: 1238,02 Intensity: 85, Position: 721,98 Intensity: 91,707 Position: 1373,28 Intensity: 92, Position: 2358,79 Intensity: 102, Wavenumbers (cm-1) Gambar 7. Spektrum IR Minyak Biji Karet b. Spektrum IR Biodiesel B 1 dengan rasio metanol:minyak adalah 4:1 pada suhu 45 o C dapat dilihat pada Gambar Fri Jan 27 14:21: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 27 08:48: (GMT+07: Fri Jan 27 14:21: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B1 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 115,078 Sensitiv ity : 60 Peak list: Position: 2925,48 Intensity : 34,803 Position: 1744,56 Intensity : 42,154 Position: 2856,35 Intensity : 43,425 Position: 1165,97 Intensity : 60,265 Position: 1457,61 Intensity : 69,906 Position: 3008,28 Intensity : 70,668 Position: 1237,83 Intensity : 74,578 Position: 1103,33 Intensity : 79,053 Position: 721,41 Intensity : 81,237 Gambar 8. Spektrum IR Biodiesel B 1 42

60 2855,15 925, , ,83 %Transmittance 3008, , ,38 722, ,12 925, , ,38 %Transmittance 3008, , ,83 722, ,71 c. Spektrum IR Biodiesel B 2 dengan rasio metanol:minyak adalah 4:1 pada suhu 65 o C dapat dilihat pada Gambar 9. Fri Jan 27 15:10: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 27 10:40: (GMT+07: Fri Jan 27 15:10: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B2 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 119,162 Sensitivity: 50 Peak list: Position: 2925,81 Intensity: 29,699 Position: 1744,95 Intensity: 36,604 Position: 2855,12 Intensity: 40,162 Position: 1166,38 Intensity: 58,489 Position: 1459,50 Intensity: 68,822 Position: 3008,65 Intensity: 71,122 Position: ,03 Intensity: 82,860 Position: 1370,83 Intensity: 85,412 Position: 2362,71 Intensity: 107, Gambar 9. Spektrum IR Biodiesel B 2 d. Spektrum IR Biodiesel B 3 dengan rasio metanol:minyak adalah 4:1 pada suhu 85 o C dapat dilihat pada Gambar 10. Fri Jan 27 15:11: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 27 10:44: (GMT+07: Fri Jan 27 15:11: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B3 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 126,977 Sensitivity: 50 Peak list: Position: 2925,91 Intensity: 32,181 Position: 1744,77 Intensity: 40,296 Position: 2855,15 Intensity: 41,616 Position: 1166,83 Intensity: 59,692 Position: 3008,63 Intensity: 65,366 Position: 1459,38 Intensity: 68,784 Position: 1370,41 Intensity: 82,495 Position: 722,27 Intensity: 85,840 Gambar 10. Spektrum IR Biodiesel B 3 43

61 2855,23 925, ,08 %Transmittance 3008, , , , ,14 722, ,02 925, , ,90 %Transmittance 3008, , , , ,31 721,81 452, ,33 e. Spektrum IR Biodiesel B 4 dengan rasio metanol:minyak adalah 8:1 pada suhu 45 o C dapat dilihat pada Gambar 11. Fri Jan 13 14:44: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 13 09:41: (GMT+07: Fri Jan 13 14:44: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B4 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 116,169 Sensitivity: 60 Peak list: Position: 2925,93 Intensity: 23,704 Position: 1745,02 Intensity: 30,306 Position: 2855,02 Intensity: 35,975 Position: 1165,90 Intensity: 53,394 Position: 1459,56 Intensity: 66,207 Position: 3008,66 Intensity: 70,372 Position: ,19 Intensity: 71,231 Position: 1099,31 Intensity: 75,163 Position: 721,81 Intensity: 77,985 Position: ,23 Intensity: 83,306 Position: 452,22 Intensity: 95,671 Position: 2333,33 Intensity: 106, Gambar 11. Spektrum IR Biodiesel B 4 f. Spektrum IR Biodiesel B 5 dengan rasio metanol:minyak adalah 8:1 pada suhu 65 o C dapat dilihat pada Gambar 12. Fri Jan 13 14:44: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 13 09:55: (GMT+07: Fri Jan 13 14:44: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B5 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 115,066 Sensitivity: 60 Peak list: Position: 2925,79 Intensity: 49,089 Position: 1745,08 Intensity: 54,132 Position: 2855,23 Intensity: 55,477 Position: 1166,34 Intensity: 69,185 Position: 1459,63 Intensity: 75,974 Position: 3008,83 Intensity: 76,791 Position: 1238,64 Intensity: 80,235 Position: 722,15 Intensity: 87,138 Position: 1371,14 Intensity: 88,263 Gambar 12. Spektrum IR Biodiesel B 5 44

62 2855,06 925, , , ,05 %Transmittance 3008, , ,44 722,00 587, ,12 g. Spektrum IR Biodiesel B 6 dengan rasio metanol:minyak adalah 8:1 pada suhu 85 o C dapat dilihat pada Gambar Fri Jan 13 14:44: (GM Wavenumbers (cm-1) Collection time: Fri Jan 13 09:50: (GMT+07: Fri Jan 13 14:44: (GMT+07:00) FIND PEAKS: Spectrum: * B6 Region: 4000,00 400,00 Absolute threshold: 122,542 Sensitivity: 60 Peak list: Biji Position: Karet 2925,91 Intensity: 34,451 Position: 1744,91 Intensity: 39,354 Position: 2855,06 Intensity: 41,946 Position: 1166,69 Intensity: 55,843 Position: 1459,44 Intensity: 64,742 Position: 3008,73 Intensity: 68,199 Position: 1239,05 Intensity: 69,292 Position: 722,00 Intensity: 77,270 Position: 1370,80 Intensity: 80,527 Position: 587,91 Intensity: 97,878 Position: 2364,12 Intensity: 111,091 Gambar. 13. Spektrum IR Biodiesel B 6 5. Hasil Karakterisasi Biodiesel dari Hasil Proses Transesterifikasi Minyak Biodiesel hasil proses transesterifikasi diuji dengan berbagai parameter uji untuk mengetahui kualitas biodiesel yang dihasilkan. Analisis parameter biodiesel meliputi pengujian massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang (pour point), dan titik nyala (flash point). Hasil karakterisasi biodiesel dari proses transesterifikasi ditunjukkan pada Tabel

63 Tabel 10. Hasil Karakterisasi Biodiesel dari Proses Transesterfikasi Minyak Biji Karet Flash Kalor Kode Massa Jenis Viskositas Pour Point Sampel (kg/m 3 ) (cst) ( o Point Pembakaran C) ( o C) (kal/g) B 1 887,37 21, ,3125 B 2 880,1 19, ,2115 B 3 898,67 16, ,48 B 4 902,7 16, ,6535 B 5 897,9 19, ,65 B 6 886, , ,28 B. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, dan analisa struktur dengan spektroskopi FTIR, mengetahui karakteristik biodiesel hasil sintesis dari minyak biji karet yang meliputi: massa jenis, viskositas, nilai kalor pembakaran, titik tuang, titik nyala serta analisa struktur dengan spektroskopi FTIR, mengetahui kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesa jika dibandingkan dengan standar SNI :2012. Proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Pengambilan Minyak Biji Karet Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengambil minyak biji karet adalah metode pres. Pemilihan metode ini disertai pertimbangan yaitu pengoperasian mesin pres cukup sederhana dan membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam proses pengepresannya. 46

64 Biji karet yang digunakan berasal dari PTPN IX Semarang, Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak yang dianggap mewakili biji karet yang ada di daerah PTPN IX Semarang, Jawa Tengah. Biji karet terdiri dari dua bagian yaitu cangkang biji karet dan daging biji karet. Biji karet yang belum dikupas diberi perlakuan awal yaitu dikeringkan di bawah sinar matahari kurang lebih 7 hari. Biji karet ini kemudian dikupas untuk mengambil bagian daging biji karet. Setelah itu daging biji karet dilakukan pengeringan kembali dengan menggunakan oven pada suhu o C. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang ada di dalam biji karet. Daging biji karet yang sudah kering kemudian dipres menggunakan pres hidrolik. Daging biji karet tersebut dimasukkan ke dalam alat pres yang berbentuk tabung yang mempunyai kapasitas sebanyak 200 gram, dimana pada bagian bawah tabung sudah diberi kain saring. Pengepresan dilakukan pada tekanan 240 kn selama 5 menit. Hasil minyak biji karet kemudian ditampung dalam sebuah wadah. Hasil minyak biji karet tersebut harus dijernihkan terlebih dahulu dengan menggunakan arang aktif. Hal ini dikarenakan minyak hasil pengepresan tersebut masih mengandung kotoran-kotoran yang tercampur dengan minyak. Proses penjernihan dilakukan dengan arang aktif karena arang aktif merupakan adsorben yang dapat menjerap kotoran-kotoran yang ada didalam minyak. Minyak biji karet dicampur dengan arang aktif dengan perbandingan 100:1 kemudian 47

65 didiamkan selama 48 jam. Setelah itu minyak biji karet disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga diperoleh minyak biji karet yang jernih. 2. Degumming Minyak biji karet yang sudah dijernihkan perlu dilakukan proses degumming terlebih dahulu untuk menghilangkan sifat emulsifier dari zat-zat terlarut seperti gum, protein, dan fosfatida sebelum digunakan untuk memproduksi biodiesel. Degumming merupakan proses pemisahan gum yang tidak diinginkan yang dapat mengurangi stabilitas produk hasil pengolahan minyak nabati (Ristianingsih, 2012). Pada penelitian ini proses degumming minyak biji karet dilakukan dengan metode pemanasan pada suhu 80 o C dan pengasaman dengan asam fosfat 20% sebanyak 0,3% -berat minyak dan diaduk selama 30 menit. Asam fosfat berfungsi untuk menarik getah yang terdapat pada minyak biji karet. Kemudian minyak biji karet dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicuci dengan menggunakan air hangat. Pencucian dilakukan secara berulang-ulang hingga diperoleh air buangan mencapai ph netral. Setelah itu dilakukan pemanasan minyak pada suhu 120 o C untuk menghilangkan sisa air yang tersisa dalam minyak. Pada proses degumming muncul gum berwarna putih. Gum tersebut merupakan latey dan oil slime. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak biji karet sebelum dan sesudah dilakukan proses degumming memiliki tingkat kejernihan yang berbeda. Minyak biji karet yang sudah di-degumming secara visual tampak kelihatan lebih jernih dibandingkan dengan minyak sebelum dilakukan degumming. 48

66 3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid /FFA) Minyak Biji Karet Minyak biji karet yang telah di degumming perlu dilakukan pengukuran kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA). Pengukuran kadar asam lemak bebas dilakukan dengan metode titrasi alkalimetri. Titrasi alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam dengan menggunakan larutan basa sebagai standar. Digunakan metode ini karena sampel yang dianalisis bersifat asam. Larutan tandar yang digunakan untuk titrasi adalah larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1013 N. Indikator yang digunakan adalah phenolftalein (PP). Sebelum dititrasi minyak biji karet dicampur dengan etanol 96% dan dipanaskan sampai suhu 45 o C. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. Pada penelitian ini diperoleh nilai kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 7,8474% sehingga perlu dilakukan reaksi esterifikasi untuk menurunkan nilai kadar asam lemak bebas (FFA). Selain itu diperoleh nilai massa jenis minyak biji karet sebesar 907,9 kg/m 3 dan viskositas sebesar 33,5740 cst. 4. Reaksi Esterifikasi Berdasarkan hasil uji FFA setelah proses degumming diperoleh kadar FFA yang tinggi yaitu sebesar 7,8474% sehingga perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu. Proses esterifikasi dimaksudkan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak dengan cara mengkonversi asam lemak bebas (FFA) yang terkandung dalam minyak biji karet menjadi metil ester 49

67 dan air. Minyak dengan kandungan asam lemak tinggi (>2%-FFA) tidak sesuai digunakan untuk bahan baku pada reaksi transesterifikasi. Perlu dilakukan reaksi dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi guna menurunkan kandungan asam lemak hingga <2% (Ramadhas et. all., 2005). Sehingga kadar FFA ini harus diturunkan < 2% agar dapat dilanjutkan ketahap transesterifikasi. Reaksi esterifikasi terjadi antara asam lemak bebas dan alkohol sehingga menghasilkan ester dan air. Pada penelitian ini proses esterifikasi dilakukan dengan menggunakan reaktan metanol, dimana rasio molar metanol terhadap minyak yang digunakan adalah 20:1. Katalis yang digunakan adalah H 2 SO 4 18M sebanyak 2%-berat minyak. Katalis ini berfungsi untuk mempercepat reaksi. Proses ini dilakukan pada suhu 60 o C dengan waktu pengadukan 60 menit. Hasil esterifikasi yang diperoleh berupa campuran minyak hasil esterifikasi dengan fasa aqueous. Hasil tersebut dipisahkan dengan menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit, sehingga akan diperoleh fasa minyak pada lapisan atas dan fasa aqueous pada lapisan bawah. Kemudian minyak hasil esterifikasi yang sudah terpisah diukur kadar asam lemak bebas (FFA). Kadar FFA dari minyak hasil esterifikasi adalah sebesar 1,8279%. Kadar ini sudah memenuhi ketentuan untuk dilakukan proses transesterifikasi yaitu kadar asam lemak bebas dibawah 2%. 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak biji karet hasil esterifikasi mempunyai kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 1,8279% sehingga sudah memenuhi syarat untuk dilakukan proses 50

68 transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi dilakukan untuk mengkonversi trigliserida dalam minyak biji karet yang sudah diesterifikasi menjadi metil ester. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan methyl ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan alat refluks. Katalis yang digunakan berupa katalis basa yaitu KOH 1%-berat. Proses transesterifikasi dilakukan dengan waktu pengadukan 120 menit. Proses ini dilakukan dengan variasi molar metanol/minyak yaitu 4/1 dan 8/1 serta variasi suhu yaitu 45,65,dan 85 o C. proses transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Proses Transesterifikasi Setelah dilakukan reaksi transesterifikasi dengan berbagai variasi, hasil transesterifikasi yang terbentuk didinginkan dan didiamkan selama 24 jam. Campuran tersebut akan membentuk biodiesel pada lapisan atas dan gliserol pada lapisan bawah. Hasil reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar

69 Gambar 15. Hasil Reaksi Transesterifikasi Campuran biodiesel dan gliserol dipisahkan menggunakan corong pisah. Biodiesel kemudian dicuci dengan menggunakan akuades. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan gliserol yang tersisa dalam biodiesel. Biodiesel yang sudah bebas dari gliserol kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C selama kurang lebih 30 menit hingga diperoleh berat yang konstan. Pemanasan ini dilakukan untuk menghilangkan sisa akuades sehingga biodiesel bebas dari air. Hasil yang diperoleh diasumsikan sebagai biodiesel murni. 6. Analisis dengan Spektroskopi IR Analisis spektrometer FTIR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi suatu molekul senyawa organik tertentu. Senyawa yang diharapkan pada spektrum adalah adanya ester pada produk transesterifikasi. Adanya ester, dapat dilihat dari serapan khas pada gugus C=O dan CO. Analisis menggunakan spectrometer FTIR juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan antara spektrum yang dihasilkan minyak biji karet dan biodiesel. Hasil interpretasi spektroskopi IR minyak biji karet dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel

70 Tabel 11. Interpretasi Spektroskopi IR Minyak Biji Karet dan Biodiesel Nama Zat Bilangan Gelombang (cm -1 ) Karakteristik Gugus 1744,26 Serapan tajam gugus karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O 1164,94 Minyak biji yang merupakan ester karet Serapan kuat yang 2856,45 dan 2925,65 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) Biodiesel B ,93 dan 1373,28 Serapan gugus metil CH ,68 Serapan gugus C-H alifatik Serapan tajam gugus 1744,56 karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O 1165,97 yang merupakan ester Serapan kuat yang 2856,35 dan 2925,48 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1369,39 dan 1457,61 Serapan gugus metil CH 3 Biodiesel B 2 Biodiesel B ,28 Serapan gugus C-H alifatik 1744, , ,12 dan 2925,81 Serapan tajam gugus karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O yang merupakan ester Serapan kuat yang merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1370,83 dan 1459,50 Serapan gugus metil CH ,65 Serapan gugus C-H alifatik Serapan tajam gugus 1744,77 karbonil C=O yang merupakan C=O ester 1166,83 Serapan tajam gugus C-O yang merupakan ester 2855,15 dan 2925,91 Serapan kuat yang 53

71 Biodiesel B 4 Biodiesel B 5 Biodiesel B 6 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1370,41 dan 1459,38 Serapan gugus metil CH ,63 Serapan gugus C-H alifatik Serapan tajam gugus 1745,02 karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O 1165,90 yang merupakan ester Serapan kuat yang 2855,02 dan 2925,93 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1371,23 dan 1459,56 Serapan gugus metil CH ,66 Serapan gugus C-H alifatik Serapan tajam gugus 1745,08 karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O 1166,34 yang merupakan ester Serapan kuat yang 2855,23 dan 2925,79 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1371,14 dan 1459,63 Serapan gugus metil CH ,83 Serapan gugus C-H alifatik Serapan tajam gugus 1744,91 karbonil C=O yang merupakan C=O ester Serapan tajam gugus C-O 1166,69 yang merupakan ester Serapan kuat yang 2855,06 dan 2925,91 merupakan gugus C-H Alkana (alkil, etil, metilen) 1370,80 dan 1459,44 Serapan gugus metil CH ,73 Serapan gugus C-H alifatik Berdasakan spektrum inframerah dari minyak biji karet terlihat bahwa minyak biji karet mengandung gugus C=O karbonil ester pada panjang gelombang 1744,26 cm -1 yang diperkuat dengan adanya serapan pada panjang gelombang 1164,94 cm -1 yng menunjukkan adanya gugus C-O ester. Selain itu 54

72 minyak biji karet juga mengandung gugus alkil yang ditunjukkan pada panjang gelombang 2856,45 cm -1 dan 2925,65 cm -1 yang diperkuat dengan adanya gugus metil pada panjang gelombang 1457,93 cm -1 dan 1373,28 cm -1 serta adanya serapan gugus C-H alifatik pada panjang gelombang 3007,68 cm -1. Pada spektrum biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 menghasilkan gugus fungsi yaitu gugus C=O karbonil ester pada panjang gelombang cm -1 yang diperkuat dengan adanya gugus C-O ester pada panjang gelombang cm -1. Selain itu terdapat gugus alkil yang ditunjukkan dengan panjang gelombang cm -1 yang diperkuat dengan adanya gugus metil. Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa hasil spektrum minyak biji karet tidak jauh berbeda dengan spektrum biodiesel. Pada spektrum minyak biji karet terdapat gugus metil ester hal ini karena minyak mengandung trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak. Pada spektrum biodiesel terlihat puncak-puncak yang lebih tajam daripada spektrum pada minyak biji karet. Hal ini membuktikan bahwa pada biodiesel tersebut telah terjadi reaksi transesterifikasi, ditunjukkan dengan adanya senyawa ester yang merupakan senyawa dari biodiesel tersebut. 7. Analisis Parameter Biodiesel Biodiesel yang telah terbentuk harus memiliki standar mutu agar dapat diaplikasikan ke dalam mesin diesel. Hasil yang diperoleh dari pengujian parameter-parameter tersebut dibandingkan dengan data parameter biodiesel yang 55

73 tertera pada SNI 7182:2012. Uji parameter biodiesel meliputi : massa jenis, viskositas, titik tuang (pour point), titik nyala (flash point) dan kalor pembakaran a. Massa Jenis Massa jenis berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel pada setiap satuan volume bahan bakar (Tohari, 2015:51). Uji massa jenis biodiesel dilakukan menggunakan piknometer. Konsep dari perhitungan massa jenis ini adalah membandingkan massa zat dengan volume zat tersebut. Pengujian massa jenis dilakukan pada suhu kamar 30 o C, namun dalam SNI 7182:2012 diharapkan pada suhu 40 o C sehingga perlu dikonversi ke suhu 40 o C. Hasil pengujian massa jenis untuk Biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 secara berturut-turut adalah 887,37 ; 880,1 ; 898,67; 902,7 ; 897,9 ; dan 886,9333 kg/m 3. Hubungan massa jenis dengan suhu dan rasio molar transesterifikasi dapat ditunjukkan pada Gambar

74 massa jenis (g/m 3 ) Hubungan Massa Jenis dan Suhu 902,7 897,9 898, ,37 880, suhu ( o C) rasio metanol/minyak=4/1 rasio metanol/minyak=8/1 Gambar 16. Hubungan Massa Jenis Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Berdasarkan hasil pengukuran tersebut menghasilkan nilai massa jenis yang berbeda dengan adanya perbedaan suhu transesterifikasi dan rasio molar metanol/minyak. Berdasarkan SNI 7182:2012 tentang biodiesel ditunjukkan nilai massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C adalah antara kg/m 3. Hasil pengujian biodiesel B 1 B 2 dan B 6 sudah memenuhi spesifikasi SNI 7182: Sedangkan biodiesel B 3, B 4 dan B 5 belum memenuhi spesifikasi SNI 7182:2012. Tingginya nilai massa jenis dapat disebabkan oleh adanya zat pengotor seperti sabun kalium, dan gliserol hasil reaksi penyabunan, air, kalium hidroksida sisa, kalium metoksida sisa ataupun ataupun sisa metanol (Pramitha, 2016: 162 ). Hal ini dapat diatasi dengan dilakukan pencampuran dengan bahan bakar solar untuk mendapatkan massa jenis yang lebih rendah. 57

75 b. Viskositas Viskositas merupakan penentuan tahanan cairan untuk mengalir pada suhu tertentu yang ditetapkan. Kekentalan ini perlu diketahui, karena berpengaruh terhadap kemudahan mengalir dan sistem injeksi (Suwarso, 2008). Bahan bakar diesel yang terlalu rendah viskositasnya akan memberikan pelumasan yang buruk dan cenderung mengakibatkan kebocoran pada pompa. Sebaliknya, viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan asap kotor karena bahan bakar lambat mengalir dan lebih sulit teratomisasi (Kusumaningsih dkk, 2006). Viskositas tinggi pada bahan bakar juga dapat menyebabkan proses pembakaran tidak sempurna (Aunillah & Pranowo, 2012). Pada penelitian ini, hasil pengujian viskositas biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 secara berturut-turut didapatkan rata-rata sebesar 21,1135; 19,8651; 16,3189; 16,7291; 19,7945; dan 20,7268 cst yang dapat dilihat pada Gambar

76 viskositas (cst) Hubungan Viskositas dan Suhu , , , , , , Suhu ( o C) rasio metanol/minyak=4/1 rasio metanol/minyak=8/1 Gambar 17. Hubungan Viskositas Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai viskositas dipengaruhi oleh suhu dan rasio metanol/minyak. Didalam SNI 7182:2012 tentang biodiesel ditunjukkan nilai viskositas biodiesel pada suhu 40 o C adalah 2,3-6 cst. Sehingga dapat dikatakan bahwa produksi keenam biodiesel tersebut belum memenuhi standar SNI 7182:2012 yaitu masih lebih tinggi dari standar. Arita (2009: 58) menyatakan bahwa waktu reaksi esterifikasi berpengaruh terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi esterifikasi akan menghasilkan viskositas yang semakin kecil. Menurut Kusumaningtyas dan Bachtiar (2012:10) viskositas yang tinggi disebabkan adanya percabangan pada rantai karbonnya yang cenderung panjang. Apabila biodiesel ini digunakan akan menyebabkan asap kotor karena bahan bakar lambat mengalir dan lebih sulit teratomisasi. Selain itu dapat 59

77 Titik Tuang ( o C) mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna sehingga perlu dicampur dengan bahan bakar solar untuk mendapatkan viskositas yang lebih rendah. c. Titik Tuang Bahan bakar diesel harus dapat mengalir dengan bebas pada suhu atmosfer terendah dimana bahan bakar itu digunakan. Suhu terendah dimana bahan bakar diesel masih dapat mengalir disebut dengan titik tuang (pour point) (Aziz,-). Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan diperoleh nilai titik tuang biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 secara berturut-turut sebesar 9, -3, 3, 0, 6, dan 0. Berikut ini adalah grafik hubungan titik tuang dengan suhu dan rasio molar transesterifikasi yang ditunjukkan pada Gambar Hubungan Titik Tuang dan Suhu Suhu ( o C) -3 rasio metanol/minyak=4/1 rasio metanol/minyak=8/1 Gambar 18. Hubungan Titik Tuang Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 sudah memenuhi standar SNI 7182:2012 yang berada pada kisaran

78 Titik Nyala ( o C) o C (Crimson Renewable Energy) sehingga apabila digunakan untuk bahan bakar masih dapat melakukan pembakaran karena biodiesel tersebut dapat mengalir menuju ruang bakar. d. Titik Nyala Titik nyala (Flash point) merupakan suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api (Risnoyatiningsih, 2010). Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan diperoleh nilai titik nyala (flash point) biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 secara berturut-turut sebesar 210, 204, 196, 208, 198, dan 184 o C. Berikut ini adalah grafik hubungan titik nyala dengan suhu dan rasio molar transesterifikasi yang ditunjukkan pada Gambar Hubungan Titik Nyala dengan Suhu Suhu ( o C) rasio metanol/minyak=4/1 rasio metanol/minyak=8/1 Gambar 19. Hubungan Titik Nyala Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifikasi 61

79 Berdasarkan hasil pengujian titik nyala biodiesel yang dilakukan terjadi penurunan titik nyala pada rasio metanol/ minyak 4/1 maupun pada rasio metanol/minyak 8/1. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 sudah memenuhi standar SNI 7182:2012 yaitu minimal sebesar 100 o C. Hal tersebut tentunya baik karena menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai flash pointnya maka bahan bakar tersebut lebih aman karena tidak mudah terbakar. e. Kalor Pembakaran Nilai kalori adalah angka yang menyatakan jumlah panas/ kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar dengan udara/ oksigen. Nilai kalori diperlukan untuk dasar perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan mesin dalam suatu periode tertentu. Nilai kalori bahan bakar minyak berkisar antara Kkal/kg (Suyanto dan Arifin, 2003: 16). Hasil pengujian kalor pembakaran biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 secara berturut-turut didapatkan rata-rata adalah 9420,3125; 8838,2115; 9458,48; 9821,6535; 9068,65; dan 9215,28 kal/g. Hubungan kalor pembakaran dengan suhu dan rasio molar transesterifikasi dapat ditunjukkan pada Gambar

80 Kalor Pembakaran (kal/gram) Hubungan Kalor Pembakaran dan Suhu , , , , , , Suhu ( o C) rasio metanol/minyak=4/1 rasio metanol/minyak=8/1 Gambar 20. Hubungan Kalor Pembakaran Biodiesel dengan Suhu Reaksi Transesterifiksi Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan dengan menggunakan alat bom kalorimeter menunjukkan bahwa nilai kalor yang dihasilkan berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kalor pembakaran biodiesel dipengaruhi oleh suhu transesterifikasi dan rasio metanol/minyak. Namun dari hasil uji nilai kalaor pembakaran biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5 dan B 6 belum memenuhi standar biodiesel yang telah ditetapkan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis biodiesel dari biji ketapang (Yuniastuti, 2014: 57) dan sintesis biodiesel dari minyak biji kapuk randu (Kinasih, 2016: 66) menunjukkan bahwa nilai kalor pembakaran dari biodiesel hasil transesterifikasi dibawah standar SNI 7182:2012. Menurut Komariah (2013: 54) nilai kalor yang rendah dapat disebabkan oleh adanya air dalam bahan bakar cair, yang merupakan air 63

81 eksternal dan berperan sebagai pengganggu. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar air dalam biodiesel. Apabila biodiesel ini digunakan perlu pencampuran dengan solar agar diperoleh kalor pembakaran yang lebih tinggi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian, Biodiesel yang mempunyai kondisi paling baik untuk digunakan yaitu B 1 dengan suhu 45 o C dan rasio metanol/minyak (4/1). Biodiesel dapat diaplikasikan pada tingkat konsentraasi tertentu (BXX) seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan B10 (Hambali, et al, 2007: 9). 64

82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik minyak biji karet meliputi: massa jenis yaitu sebesar 907,9 kg/m 3, nilai viskositas sebesar 33,5740 cst dan Gugus fungsi yang terdapat dalam minyak biji karet yaitu merupakan C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan CH Karakter biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 yang meliputi: massa jenis berturut-turut adalah sebesar 887,37; 880,1; 898,67; 902,7; 897,9; dan 886,9333 kg/m 3, viskositas secara berturut-turut sebesar 21,1135; 19,8651; 16,3189; 16,7291; 19,7945; dan 20,7268 cst, kalor pembakaran secara berturut-turut sebesar 9420,3125; 8838,2115; 9458,48; 9821,6535; 9068,65; dan 9216,28 kal/g, titik tuang (pour point) berturut-turut adalah sebesar 9; -3; 3; 0; 6; dan 0 o C, titik nyala (flash point) berturut-turut adalah sebesar 210; 204; 196; 208; 198; dan 184 o C, serta gugus fungsi yang terdapat pada biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 yaitu C=O ester, C-O ester, C-H Alkana, gugus C-H alifatik dan gugus CH Biodiesel B 1, B 2, dan B 6 memiliki nilai masas jenis yang sesuai dengan SNI 7182:2012. Biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5 dan B 6 memiliki nilai viskositas dan 65

83 kalor pembakaran yang belum sesuai dengan SNI 7182:2012, namun memiliki nilai titik tuang dan titik nyala yang sesuai dengan SNI 7182:2012. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi lama pengadukan, rasio metanol/minyak, konsentrasi katalis serta jenis alkohol yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan hasil samping dari proses transesterifikasi. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang kadar gum dalam minyak sebelum degumming dan sesudah proses degumming. 4. Perlu dilakukan uji GC-MS untuk mengetahui jenis minyak atau trigliserida dalam minyak biji karet. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai rasio pencampuran antara biodiesel dengan solar agar diperoleh kualitas yang baik. 66

84 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, J., Yusup, S., Bokhari, A., Kamil, R. N. M. (2014). Study Of Fuel Properties Of Rubber Seed Oil Based Biodiesel. Energy Conversion and Management Andayani, G.N. (2008). Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Anonim. (2012). Biodiesel. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Arita, S., Ariani, R.D., & Fatimah, S.(2009). Pengaruh Waktu Esterifikasi Terhadap Proses Pembentukan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Biji Karet (Rubber Seed Oil).Jurnal Teknik Kimia,1(16): Aunillah, A & Pranowo, D. (2012). Karakteristik Biodiesel Kemiri Sunan [Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw] Menggunakan Proses Transesterifikasi Dua Tahap. Buletin RISTRI. 3 (3): Aziz, I. (-). Uji Performance Mesin Diesel Menggunakan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas. Jurnal Budiman, A., Kusumaningtyas, R. D., Pradana, Y. S., Lestari, N. A Biodiesel Bahan Baku, Proses, dan Teknologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fachri, B.A. (2006). Kinetika Reaksi Alkoholis Minyak Dedak Padi dalam Metanol dengan Katalis KOH Pada Proses Pembuatan Biodiesel. Jurnal Ilmu Dasar. 7(2): Fajar, A.S. & Hendrawati, T.Y. (2015). Proses Pengolahan Minyak Biji Kapuk (Ceiba Pentandra) Menjadi Methil Ester Melalui Proses Esterifikasi Transesterifikasi Dengan Variabel Konsentrasi Katalis KOH dan Waktu Reaksi. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta. Fitriani. (2016). Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah Melalui Transesterifikasi dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung Bandar Lampung. 67

85 Hamamah, S. (2008). Studi Ekstraksi dan Penentuan Sifat Fisiko-imia serta Komposisi Asam Lemak Penyusun Trigliserida dari Minyak Biji Lengkeng (Dimocarpus longana). Depok : Universitas Indonesia. Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A.H., Pattiwiri, A.W., Hendroko, R. (2007). Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media Pustaka. Haryanto, B. (2002). Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Bagian I. Pengenalan). Universitas Sumatera Utara digital library. Universitas Sumatera Utara Havendri, A. (2008). Kaji Eksperimental Perbandingan Prestasi dan Emisi Gas Buang Motor Bakar Diesel Menggunakan Bahan Bakar Campuran Solar dengan Biodiesel CPO, Minyak Jarak, dan Minyak Kelapa. Jurnal Teknik. 29. (1): Hikmah, M.N. & Zuliyana. (2010). Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Ikwuagwu, O.E., Ononogobu, I.C., Njoku. O.U., Production of biodiesel using rubber [Hevea brasiliensis] seed oil. Ind Crops Prod 12 : pp Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI-Press, Jakarta. Kinasih, A. (2016). Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra L) sebagai Bahan Baku Biodiesel pada Variasi Suhu dan Waktu Transesterifikasi Menggunakan Katalis NaOH. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Komariah, L.N., Juliani, W. D., & Dimyati, M. F. (2013). Efek Pemanasan Campuran Biodiesel dan Minyak Solr Terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Boiler. Jurnal Teknik Kimia. No 4, Vol. 19. Kusumaningsih, T., Pranoto, Saryoso, R. (2006). Pembuatan Bahan Bakar Biodisel dari Minyak Jarak; Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH pada Reaksi Transesterifikasi Berbasis Katalis Basa. Jurnal Bioteknologi. 3 (1): Kusumaningtyas, R.D. & Bachtiar, A. (2012). Sintesis Biodisel dari Minyak Biji Karet dengan Variasi Suhu dan Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 1 (2):

86 Mulyadi, E. (2011). Metyl Ester Production in Aslant Sealed Transesterification Reactor. Jurnal Teknik Kimia 5. (2), Nilawati, D. (2012). Studi Awal Sintesis Biodiesel Dari Lipid Mikroalga (Chlorella vulgaris) Berbasis Medium Walne Melalui Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Ningtyas, D.P., Budhiyanti, S.A., & Sahubawa, L. (2013). Pengaruh Katalis Basa (NaOH) Pada Tahap Reaksi Transesterifikasi Terhadap Kualitas Biofuel dari Minyak Tepung Ikan Sardin. Jurnal Teknosains. 2(2): Pramitha, R.I., Haryanto, A., & Triyono, S. (2016). Pengaruh Perbandingan Molar dan Durasi Reaksi Terhadap Rendemen Biodiesel dari Minyak Kelapa (Coconut oil). Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol 5, No. 3: Purwono S, Yulianto N, Pasaribu R. (2003). Biodiesel dari minyak Kelapa. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Yogyakarta. Rachimoellah, H.M., Resti, D.A., Zibbeni, A., Susila, I.W. (2009). Production of Biodiesel through Transesterification of Avocado (Persea gratissima) Seed Oil Using Base Catalyst. Jurnal Teknik mesin. 11(2): Rama, P., Roy, H., & Makmuri, N. (2006). Menghasilkan Biodiesel Murah. Depok: Agro Media Pustaka. Ramadhas, A.S., Jayaraj, S., Muraleedharan, C., (2005). Biodiesel production from high FFA rubber seed oil. Fuel 84 : pp Ramadhas, A.S., Jayaraj S., Muraleedharan C. (2005). Characterization and Effect Of Using Rubber Seed Oil As Fuel In The Compression Ignition Engines. Renewable Energy. 30: Risnoyatiningsih, S. (2010). Biodiesel From Avocado Seeds by Transesterification Process. Jurnal Teknik Kimia. 5 (1) Ristianingsih,Y., Sutidjan, & Budiman, A. (2012). Studi Proses Degumming CPO dengan Asam Fosfat dan Pengaruhnya Terhadap Karakteristik Minyak Sawit. Jurnal Teknologi & Industri. 2(1): Riyanti, F., Poedji, L.H. & Catur, D.L. (2012). Pengaruh Variasi Konsentrasi Katalis KOH Pada Pembuatan metil Ester dari Minyak Biji Kapuk Terminalia catappa Linn). Jurnal Penelitian Sains. 15(2C):

87 Sejati, E. (2012). Pengaruh Jenis Pelarut dan Waktu Ekstraksi terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Setyawardhani, D.A Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Seminar Rekayasa Kimia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Silam. (1998). Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) Dengan Alat Pengempa Berulir (Expeller) dan Karakteristik Mutu Minyak-nya. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sinarep & Mirmanto. (2011) Kualitasistik Biodiesel Minyak Kelapa yang Dihasilkan dengan Cara Proses Pirolisis Kondensasi. Jurnal Teknik Rekayasa. 12(1): Singarimbun, W.P. (2016). Analisis Perubahan Komposisi Trigliserida, Asam Lemak Trans dan Kandungan Lemak pada Pembuatan Pengganti Mentega Coklat (CBS) melalui Metode Blending Dibandingkan Interesterifikasi RBDPS dengan RBDPKO. Skripsi. Sumatera: Universitas Sumatera Utara. Sudradjat, Marsubowo, A., &Yuniarti, K.(-). Pengaruh Penggunaan Katalis Zeolit dalam Esterifikasi Terhadap Rendemen dan Kualitas Biodiesel Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Susanto, F. (2001). Ekstraksi Biji Karet. Skripsi. Bandung : Teknologi Bandung. Suwarso, W.P., Gani, I.Y., & Kusyanto, G. (2008). Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk (Terminalia Catappa Linn) yang berasal dari Tumbuhan di Kampus UI depok. Valensi. 1(2): Suwarto. (2010). Budidaya Tanaman Unggulan Perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya. Suyanto, W., Arifin, Z. (2003). Bahan Bakar dan Pelumas. Yogyakarta Fakultas Teknik UNY. Tim Penebar Swadaya. (2008). Panduan Lengkap Karet. Jakarta: Penebar Swadaya. Tohari. (2015). Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba Pentandra L) dengan Variasi Waktu Lama Pengadukan pada Reaksi Transesterifikasi. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 70

88 Utomo, M.P. & Laksono, E.W. (2007). Tinjauan umum tentang deaktivasi katalis pada reaksi katalis heterogen. Prosiding seminar nasional penelitian.yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Widayat, Suherman. (2012). Biodiesel Production from Rubber Seed Oil vis Esterification Process. Int Journal of Renewable Energy Development. 1 (2) : Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuniastuti, R. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Ketapang (Terminalia cattapa linn) pada Berbagai Waktu. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Yuniwati, M. & Karim, A.A. (2009). Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) dan Metanol dengan Katalisator KOH. Jurnal Teknologi. 2(2): Yusuf, M. (2010). Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) Melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 71

89 LAMPIRAN 72

90 Lampiran 1 Prosedur penelitian 1. Preparasi Sampel Memilih biji karet yang sudah tua Menjemur biji karet di bawah sinar matahari selama ±7 hari 2. Pengambilan Minyak Mengoven biji karet hingga bebas air Menimbang biji karet sebanyak 200 gram Memasukkan ke dalam tabung press yang pada bagian dalamnya sudah diberi kain saring Menutup tabung press lalu menyalakan mesin press hingga tekanan mencapai140,6 kg/cm 3. Penjernihan Minyak Menampung minyak biji karet ke dalam sebuah wadah Menimbang minyak biji karet hasil pengepresan sebanyak 1000 gram Menimbang arang aktif sebanyak 10 gram 73

91 Mencampurkan arang aktif ke dalam minyak biji karet Menggojog campuran tersebut dan mendiamkan selama 48 jam Menyaring campuran dengan menggunakan kertas saring berulang-ulang hingga jernih 4. Degumming Memanaskan minyak biji karet di atashot plate stirrer hingga mencapai suhu 80 o sambil terus diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer Menambahkan larutan H 3 PO 4 20% sebanyak 0,3%-berat minyak dan mengaduk selama 30 menit Memasukkan minyak biji karet ke dalam corong pisah dan mencuci dengan air hangat (pencucian dilakukan secara berulang sampai air buangan mencapai ph netral) Memanaskan minyak hingga suhu mencapai 120 o C 5. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Menimbang minyak biji karet sebanyak 3 gram dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer Menambahkan 50 ml etanol 96% netral 74

92 Memanaskan campuran tersebut hingga suhu mencapi 45 o C Menambahkan 3 tetes indicator phenolphtalein Menitrasi campuran dengan larutan standar NaOH 0,1N hingga warna merah muda (tidak hilang selama 15 detik) Mengulangi langkah tersebut sebanyak 3 kali Menentukan kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji karet 6. Reaksi Esterifikasi Menimbang minyak biji karet sesuai massa yang ditentukan Menimbang katalis H 2 SO 4 sesuai konsentrasi yang telah ditentukan Menimbang methanol p.a sesuai massa yang telah ditentukan Mencampurkan H 2 SO 4 dengan methanol p.a 75

93 Memanaskan minyak biji karet yang sudah di timbang hingga mencapai suhu 60 o C Setelah mencapai suhu 60 o C, memasukkan campuran H 2 SO 4 dan methanol p.a ke dalam minyak biji karet dan mengaduk selama 60 menit Mendinginkan campuran dan melakukan sentrifugasi untuk pemisahan 7. Reaksi Transesterifikasi Menimbang minyak biji karet hasil esterifikasi sesuai massa yang telah ditentukan Menimbang katalis KOH sesuai konsentrasi yang telah ditentukan Menimbang methanol p.a sesuai massa yang telah ditentukan Mencampurkan katalis KOH dengan methanol p.a Memanaskan minyak biji karet yang sudah ditimbang pada alat reluks hingga mencapai suhu 45 o C Setelah mencapai suhu 45 o C, memasukkan campuran KOH dan metanol p.a ke dalam minyak biji karet dan mengaduk selama 120 menit 76

94 Memanaskan campuran dengan variasi suhu 45, 65, 85 o C dan rasio metanol : minyak (4:1 dan 8:1) Mendinginkan dan mendiamkan campuran selama 24 jam Memisahkan campuran biodiesel dan gliserol yang terbentuk Mencuci biodiesel dengan menambahkan air lalu digojog Mendiamkan selama 24 jam kemudian dipisahkan Memisahkan biodiesel hasil pencucian pada suhu 110 o C selama 30 menit Menyimpan biodiesel pada tempat yang telah disediakan 8. Analisis dengan Spektroskopi IR Menyiapkan sampel minyak biji karet serta biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 Menganalisa menggunakan instrument spektroskopi IR 77

95 9. Penentuan Massa Jenis Biodiesel Membersihkan piknometer lalu dikeringkan Menimbang piknometer dalam keadaan kosong Mengisi piknometer dengan biodiesel hingga penuh dan tidak ada gelembung udara di dalamnya Merendam piknometer tersebut ke dalam bak air pada suhu 30 o C selama 30 menit Mengeringkan piknometer tersebut lalu ditimbang Menghitung massa jenis biodiesel dengan mencari selisih massa piknometer isi dikurangi massa piknometer kosong per volume piknometer 10. Penentuan Viskositas Biodiesel Mengisi alat Oswald dengan aquadest secukupnya hingga tanda paling atas Menutup mulut tabung yang besar pada alat Oswald dengan jari Melepaskan jari bersamaan dengan menyalakan stopwatch hingga aquadest mengalir sampai garis bawah 78

96 Mematikan stopwatch ketika aquadest tepat melewati garis batas bawah Mengosongkan dan mengeringkan alat Oswald Mengganti aquadest dengan sampel biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B Penentuan Kalor Pembakaran Menimbang ± 1 gram sampel lalu memasukkan ke dalam tempat sampel Menyentuhkan kawat ke sampel untuk proses pembakaran Memasukkan sampel ke dalam reactor pembakaran dan menutup reaktor Menambahkan oksigen kedalam reaktor pembakaran atm Mengisi sebanyak 2 liter air ke dalam termostat yang terdapat pada bom kalorimeter Memasukkan reactor pembakaran ke dalam termostat Menutup lalu mengaduk bom kalorimeter yang telah dilengkapi dengan termometer Mencatat kenaikan suhu setiap 1 menit sekali hingga diperoleh suhu yang konstan (t 1 ) 79

97 Mengamati kenaikan suhu setiap menitnya sampai diperoleh suhu konstan lalu dicatat sebagai t 2 Mengaliri bom calorimeter dengan listrik AC pada 23 V setelah mengalami suhu konstan 12. Penentuan Titik Tuang (Pour Point) Menuang sampel biodiesel ke dalam wadah Memanaskan sampel dalam waterbath hingga suhu mencapai 115 o F lalu didinginkan hingga suhu 90 o F Memasukkan sampel ke dalam alat pengukur kemudian mulai menurunkan temperature alat Mengecek kebekuan setiap penurunan suhu 5 o F dilakukan dengan memiringkan wadah sampel Mencatat temperature sampel ketika sudah mulai membeku sebagai titik tuang Melakukan langkah diatas pada sampel biodiesel yang lain 80

98 13. Penentuan Titik Nyala (Flash Point) Memasukkan sampel dalam wadah alat Pensky-Martens closed up Menghubungkan alat dengan pompa dan tangki bensin Menyalakan ujung penyala dan thermometer dipasang serta pemanas dan pengaduk dijalankan Setiap kenaikan temperatur 5 o F, pengaduk dimatikan dan ujung nyala ditundukkan kepermukaan sampel untuk mengecek nyala Temperatur pertama kali munculnya nyala dicatat sebagai titik nyala 81

99 Lampiran 2 A. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Biji Karet 1. Standarisasi NaOH Reaksi yang Terjadi : (COOH) 2. 2 H 2 O + 2 NaOH (COONa) H 2 O tidak berwarna ungu seulas Data dan Perhitungan : a. Berat asam oksalat dihidrat = 0,330 gram b. Konsentrasi larutan asam oksalat N asam oksalat = N asam oksalat = = 0,1047 N c. Volum NaOH 0,1N hasil titrasi Pengulangan Volume NaOH 0,1 N (ml) Rata-rata (ml) 1 10,1 2 10,4 10, ,5 d. Konsentrasi NaOH V asam oksalat. N asam oksalat = V NaOH. N NaOH 10 ml x 0,1047 N = 10,3333 ml x N NaOH N NaOH = 0,1013 N 2. Perhitungan kadar asam lemak bebas (FFA) a. Kadar asam lemak bebas (FFA) sebelum proses esterifikasi Berat minyak biji karet : 3,00 gram 82

100 Volume NaOH 0,1013 N hasil titrasi : Pengulangan Volume NaOH (ml) Rata-rata (ml) 1 8,3 2 8,2 8,3 3 8,4 FFA = ( ) 100% FFA = 100% FFA = 7,8474% b. Kadar asam lemak bebas (FFA) setelah proses esterifikasi Berat minyak biji karet : 3,00 gram Volume NaOH 0,1013N hasil titrasi : Pengulangan Volume NaOH (ml) Rata-rata (ml) 1 1,9 2 1,9 1, ,0 FFA = ( ) 100% FFA = 100% FFA = 1,8279% 83

101 Lampiran 3 B. Penentuan massa jenis air dan minyak serta biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, B 6 Massa jenis dapat ditentukan menggunakan persamaan sebagai berikut: Massa jenis pada 25 o C = Keterangan: Mp + Mb = massa piknometer isi (gram) Mp = massa piknometer kosong (gram) Vp = volume piknometer (ml) Massa piknometer kosong = 21,9150gram Volume piknometer = 25mL Sampel Pengulangan Massa piknometer + sampel (gram) Air Minyak B1 B2 B3 B4 1 46, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

102 B5 2 44, , , ,4446 B6 3 44,4430 Jika massa jenis pada 25 o C telah diketahui, maka untuk menghitung massa jenis pada suhu tertentu dapat digunakan rumus sebagai berikut: = + 0,0007 (T o C 25 o C) keterangan: = massa jenis pada 25 o C = massa jenis pada T o C T = suhu biodiesel ( o C) 0,0007 = faktor koreksi rata-rata untuk 1 o C Menghitung volume piknometer kosong Massa jenis air pada 25 o C = 0,9971 g/ml Jadi, 0,9971 g/ml = V = 25,1033 ml 1. Massa jenis minyak Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,9184 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9184 g/ml = + 0,0105 = 0,9079 g/ml = 907,9 kg/m 3 85

103 Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,9184 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9184 g/ml = + 0,0105 = 0,9079 g/ml = 907,9 kg/m 3 Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,9184 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9184 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9184 g/ml = + 0,0105 = 0,9079 g/ml = 907,9 kg/m 3 Pengukuran Massa jenis minyak pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 907, , ,9 Rata-rata 907,9 86

104 1. Massa jenis biodiesel B 1 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,8980 gram/ml b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,8978 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8980 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8980 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8980 g/ml = + 0,0105 = 0,8875 g/ml = 887,5 kg/m 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8978 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8978 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8978 g/ml = + 0,0105 = 0,8873 g/ml = 887,3 kg/m 3 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,8978 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8978 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8978 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8978 g/ml = + 0,0105 = 0,8873 g/ml = 887,3 kg/m 3 87

105 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 1 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 887, , ,3 Rata-rata 887,37 2. Massa jenis biodiesel B 2 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,8906 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8906 g/ml = + 0,0105 = 0,8801 g/ml = 880,1 kg/m 3 b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,8906 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8906 g/ml = + 0,0105 = 0,8801 g/ml = 880,1 kg/m 3 88

106 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,8906 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8906 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8906 g/ml = + 0,0105 = 0,8801 g/ml = 880,1 kg/m 3 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 2 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 880, , ,1 Rata-rata 880,1 3. Massa jenis biodiesel B 3 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,9092 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9092 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9092 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9092 g/ml = + 0,0105 = 0,8987g/ml = 898,7 kg/m 3 89

107 b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,9091 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9091 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9091 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9091 g/ml = + 0,0105 = 0,8986 g/ml = 898,6 kg/m 3 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,9092 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9092 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9092 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9092 g/ml = + 0,0105 = 0,8987 g/ml = 898,7 kg/m 3 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 3 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 898, , ,7 Rata-rata 898,67 90

108 4. Massa jenis biodiesel B 4 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,9132 gram/ml b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,9132 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9132 g/ml = + 0,0105 = 0,9027 g/ml = 902,7 kg/m 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9132 g/ml = + 0,0105 = 0,9027 g/ml = 902,7 kg/m 3 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,9132 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9132 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9132 g/ml = + 0,0105 = 0,9027 g/ml = 902,7 kg/m 3 91

109 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 4 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 902, , ,7 Rata-rata 902,7 5. Massa jenis biodiesel B 5 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,9084 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9084 g/ml = + 0,0105 = 0,8979 g/ml = 897,9 kg/m 3 b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,9084 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9084 g/ml = + 0,0105 = 0,8979 g/ml = 897,9 kg/m 3 92

110 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,9084 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,9084 g/ml = + 0,0007 (15) 0,9084 g/ml = + 0,0105 = 0,8979 g/ml = 897,9 kg/m 3 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 5 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 897, , ,9 Rata-rata 897,9 6. Massa jenis biodiesel B 6 a. Pengukuran 1 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 1 = 1 = 1 = 0,8974 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8974 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8974 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8974 g/ml = + 0,0105 = 0,8869 g/ml = 886,9 kg/m 3 93

111 b. Pengukuran 2 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 2 = 2 = 2 = 0,8975 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8975 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8975 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8975 g/ml = + 0,0105 = 0,8870 g/ml = 887,0 kg/m 3 c. Pengukuran 3 Massa jenis biodiesel pada suhu 25 o C ρ 3 = 3 = 3 = 0,8974 gram/ml Massa jenis biodiesel pada suhu 40 o C = + 0,0007 (T o C 25 o C) 0,8974 g/ml = + 0,0007 (40 o C 25 o C) 0,8974 g/ml = + 0,0007 (15) 0,8974 g/ml = + 0,0105 = 0,8869 g/ml = 886,9 kg/m 3 Pengukuran Massa jenis biodiesel B 6 pada 40 o C (kg/m 3 ) 1 886, , ,9 Rata-rata 886,

112 Lampiran 4 C. Penentuan viskositas minyak dan biodiesel B 1, B 2, B 3, B 4, B 5, dan B 6 Viskositas minyak dan biodiesel dapat ditentukan dengan persamaan berikut: η b = Keterangan : b = viskositas biodiesel (cst atau mm 2 /s) w = viskositas cairan pembanding yaitu air (cst atau mm 2 /s) b = massa jenis biodiesel (kg/m 3 ) w = massa jenis air (kg/m 3 ) tb = waktu alir biodiesel melalui kapiler (s) tw = waktu alir air melalui kapiler (s) Sampel Pengulangan Waktu alir dalam tabung oswald (s) Massa jenis (kg/m 3 ) 1 Air ,00 986, Minyak , B , B , B , B , B ,

113 B , Viskositas air Viskositas air pada suhu 25 o C = 0,890 cst (centistokes) Viskositas air pada suhu 40 o C = 0,653 mm 2 /s Viskositas air pada suhu 40 o C = 0,653 cst (centistokes) 2. Penentuan viskositas minyak pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 33,4199 cst η 3 = 33,9284 cst Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Minyak Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 33,4199 η 2 33,3737 η 3 33,9284 Rata-rata 33,5740 η 2 = 33,3737 cst 96

114 3. Penentuan viskositas biodiesel B 1 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 23,3574 cst η 3 = 20,8274 cst Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 1 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 23,3574 η 2 19,1558 η 3 20,8274 Rata-rata 21,1135 η 2 = 19,1558 cst 4. Penentuan viskositas biodiesel B 2 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 20, 2535 cst η 3 = 18,6852 cst 97

115 Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 2 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 20, 2535 η 2 20,6567 η 3 18,6852 Rata-rata 19,8651 η 2 = 20,6567 cst 5. Penentuan viskositas biodiesel B 3 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 16,7002 cst η 3 = 16,1054 cst Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 3 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 16,7002 η 2 16,1512 η 3 16,1054 Rata-rata 16,3189 η 2 =16,1512 cst 98

116 6. Penentuan viskositas biodiesel B 4 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 16,5453 cst η 3 = 17,4185 cst Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 4 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 16,5453 η 2 16,2235 η 3 17,4185 Rata-rata 16,7291 η 2 = 16,2235 cst 7. Penentuan viskositas biodiesel B 5 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 20,3431 cst η 3 = 19,8402 cst 99

117 Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 5 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 20,3431 η 2 19,2002 η 3 19,8402 Rata-rata 19,7945 η 2 = 19,2002 cst 8. Penentuan viskositas biodiesel B 6 pada suhu 40 o C Pengukuran 1 Pengukuran 3 η 1 = η 3 = η 1 = cst η 3 = cst η 1 = 20,0043 cst η 3 = 20,6816 cst Pengukuran 2 η 2 = η 2 = cst Biodiesel B 6 Viskositas pada suhu 40 o C (cst) η 1 20,0043 η 2 21,4945 η 3 20,6816 Rata-rata 20,7268 η 2 = 21,4945 cst 100

118 Lampiran 5 Spektrum Hasil IR Minyak Biji Karet 101

119 Lampiran 6 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 1 102

120 Lampiran 7 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 2 103

121 Lampiran 8 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 3 104

122 Lampiran 9 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 4 105

123 Lampiran 10 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 5 106

124 Lampiran 11 Spektrum Hasil IR Biodiesel B 6 107

125 Lampiran 12 Hasil Uji Kalor Pembakaran Biodiesel B 1, B 2, dan B 3 108

126 Lampiran 13 Hasil Uji Kalor Pembakaran Biodiesel B 4, B 5, dan B 6 109

127 Lampiran 14 Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala B 1, B 2, dan B 3 110

128 lampiran 15 Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala B 4, B 5, dan B 6 111

129 Lampiran 16 Dokumentasi Penelitian Biji karet Penjernihan minyak biji karet dengan arang aktif Proses penjernihan minyak Minyak Biji Karet Hasil Uji Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Proses Esterifikasi 112

130 Proses Transesterifikasi Campuran Biodiesel dan Gliserol Proses Pemurnoan Biodiesel Pencucian Biodiesel Pengujian Massa Jenis Biodiesel Pengujian Viskositas Biodiesel 113

131 Biodiesel Hasil Transesterifikasi 114

Oleh: Ismu Rohmah Rusmaningtyas dan Endang Dwi Siswani, Kimia FMIPA UNY dan

Oleh: Ismu Rohmah Rusmaningtyas dan Endang Dwi Siswani, Kimia FMIPA UNY   dan Pemanfaatan Minyak Biji Karet.. ( Ismu Rohma R ) 127 PEMANFAATAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA

Lebih terperinci

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT Sintesis Biodiesel Dari Minyak..( Nikma Ulya ) 120 SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT SYNTHESIS

Lebih terperinci

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KAPUK RANDU PADA VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI BERKATALIS NaOH

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KAPUK RANDU PADA VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI BERKATALIS NaOH SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KAPUK RANDU PADA VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI BERKATALIS NaOH SYNTHESIS OF BIODIESEL FROM COTTON SEED OIL IN VARIATION OF TEMPERATURE AND DURATION OF TRANSESTERIFICATION

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Antri Kinasih & Endang Dwi Siswani* Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Antri Kinasih & Endang Dwi Siswani* Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK RANDU PADA SINTESIS BIODIESEL DENGAN KATALIS NaOH TEMPERATURE AND TIMES VARIATION OF TRANSESTERIFICATION THE COTTON SEED OIL ON BIODIESEL SYNTESIS

Lebih terperinci

VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI PADA SINTESIS BIODIESEL DARI BIJI KAPUK RANDU DENGAN KATALISATOR NaOH DAN RASIO (MINYAK/ METANOL) : 15/1

VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI PADA SINTESIS BIODIESEL DARI BIJI KAPUK RANDU DENGAN KATALISATOR NaOH DAN RASIO (MINYAK/ METANOL) : 15/1 VARIASI SUHU DAN WAKTU TRANSESTERIFIKASI PADA SINTESIS BIODIESEL DARI BIJI KAPUK RANDU DENGAN KATALISATOR NaOH DAN RASIO (MINYAK/ METANOL) : 15/1 THE VARIATION OF TRANSESTERIFICATION TEMPERATURE AND TIME

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ABSTRAK POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL Produksi minyak bumi mengalami penurunan berbanding terbalik dengan penggunaannya yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di Laboratorium Kimia dan Biokimia, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

EKA DIAN SARI / FTI / TK

EKA DIAN SARI / FTI / TK PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI Oleh: EKA DIAN SARI 0731010031 / FTI / TK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

Mahasiswa Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Mahasiswa Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta   Mahasiswa Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KAPUK RANDU DENGAN VARIASI SUHU PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN KATALISATOR NaOH DAN RASIO MINYAK/METANOL 15/1 Joko Susanto 1), Muhammad Shobirin 2),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010 PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 2. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) dengan Alat Tensiometer Du Nuoy Faktor koreksi = ( γ ) air menurut literatur ( γ

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN 76 OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN Abdullah, Rodiansono, Anggono Wijaya Program Studi Kimia FMIPA Universitas Lambung

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh : Dr. Kusmiyati, MT Dibiayai Direktorat Penelitian Dan Pengabdian

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO LABORATORIUM BIOMASSA DAN KONVERSI ENERGI, JURUSAN TEKNIK KIMIA FTI-ITS OUTLINE 1 2 3 4 5 LATAR BELAKANG Harga BBM meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci