Palinggih Dewa Dalem Sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar Di Desa Songan (Belajar Sejarah Di SMA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Palinggih Dewa Dalem Sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar Di Desa Songan (Belajar Sejarah Di SMA)"

Transkripsi

1 Palinggih Dewa Dalem Sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar Di Desa Songan (Belajar Sejarah Di SMA) I Nengah Dodong, Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum, Dr. Tuty Maryati, M.Pd Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia {boys.dodong@gmail.com, Lpsendra@yahoo.co.id. tuti.maryati@undiksha.ac.id}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah Pendirian Palinggih Dewa Dalem Sebagai Bentuk Penyungsungan Anak Kembar, (2) Struktur Dan Fungsi Palinggih Dewa Dalem Sebagai Bentuk Pemujaan Anak Kembar (3) Apek-Aspek Pendirian Palinggih Dewa Delem Di Desa Songan Dapat Dijadikan Sumber Belajar Sejarah Di SMA. Penelitian ini menggunakan metode deskritif kualitatif yaitu : (1)Metode Penentuan Lokasi Penelitian, (2) Metode Penentuan Informan, (3) Metode Pengumpulan Data, (4) Validitas atau Teknik Keabsahan Data dan (5)Teknik Analisis Data. Hasil penelitian menunjukan bahwa, sejarah berdirinya Palinggih Dewa Dalem di Desa Songan, Bangli, Bali berawal dari sebuah kerajaan jaman dahulu yang dipimpin oleh seorang raja kembar yang bernama raja Masula-Masuli, raja ini merupakan raja kembar (kembar buncing). Struktur dan fungsi Palinggih Dewa Dalem ini menggunakan konsep Dwi Mandala yang terdiri dari Nista Mandala (Jaba Sisi), dan Utama Mandala (Jaroan) dan juga dan juga struktur Palinggih Dewa Dalem memiliki 2 model yaitu Struktur Palinggih Dewa Dalem model lama dan struktur Palinggih Dewa Dalem model baru. Apek-Aspek Pendirian Palinggih Dewa Dalem Di Desa Songan Dapat Dijadikan Sumber Belajar Sejarah Di SMA antara lain: aspek religius, aspek sejarah (historis ), aspek estetika, dan aspek sosial. Kata Kunci : Sejarah, Struktur Fungsi, Sumber Belajar Abstract The goals of this research are : (1)for the history of the building of Palinggih Dewa Dalem as a form of worship twins children (2) for the Structure and function of Palinggih Dewa Dalem as a form of worship of twins children (3) the aspects of building of Palinggih Dewa Dalem in Songan can be the source of history in high school. This research uses qualitative descriptive method that is: (1) Method of Determination of Research Location, (2) Informant Determination Method, (3) Data Collection Method, (4) Validity or Data Validity technic and (5) Data Analysis technic. The results showed that, the history of the establishment Palinggih Dewa Dalem di Desa Songan, Bangli, Bali Originated from an ancient kingdom led by a twin king named Masula-Masuli king, this king is the king of twins (twins buncing). the structure and funtion of this Palinggih Dewa Dalem are using concept Dwi Mandala which is devided by nista mandala (jaba sisi) and utama mandala (jeroan) And also the structure structure Palinggih Dewa Dalem old design and structure structure Palinggih Dewa Dalem new design.the aspect of building the Palinggih Dewa Dalem in Songan can be saurce in study in high school is: religious aspect, historical aspect, esthetical aspect and sosial aspect. Keywords : history, Structure,function, source of history

2 PENDAHULUAN Bali merupakan pulau dengan mayoritas penduduk beragama Hindu yang dimana sistem pemujaan umat Hindu di Bali sebagai suatu implementasi konsep Hindu berdasarkan Tri Hita Karana. Dalam sistem pemujaan terhadap tuhan dan dewa pitara atau roh leluhur. Sistem pemujaan umat Hindu di Bali sebagai perujudan sikap hidup yang sehimbang antara berbakti kepada tuhan, mengembangkan sistem sosial yang harmonis dan melestarikan alam lingkungan (Wiana,2007:55). Pemujaan pada Tuhan bagi umat Hindu di Bali juga berfungsi untuk menata sistem sosial agar sistem sosial tersebut dapat menjadi wadah kehidupan bersama yang harmonis dinamis dan produktif. Pemujaan dalam rangka menata sistem sosial itu menimbulkan adanya empat jenis Pura yaitu: Pura Kawitan,Pura Kayangan Desa, Pura Kahyangan Swagini, dan Pura Kayangan Jagat, (Wiana, 2007:55-63). Selain banyak memiliki berbagai jenis pura sebagai pemujaan, Bali juga di kenal dengan berbagai tradisi salah satunya yang ada di desa Songan tradisi pemujaan yang sangat unik yang dilakukan oleh umat hindu di Bali khususnya di desa Songan, Bangli, Bali yaitu Palinggih Dewa Dalem sebagai wahana Penyungsungan anak kembar. Bilamana ada orang yang melahirkan anak kembar (manak salah) masyarakat yang bersangkutan (pihak keluarga yang memiliki anak kembar ) maka diwajibkan dibuatkan upacara penyucian bhuana alit dan penyucian pada bumi/bhuana agung. Keunikan dari tradisi anak kembar dibuatkan palinggih di Desa Songan, Bangli, Bali. Kita bisa lihat jika ada anak kembar di daerah lain tidak dibuatkan Palinggih tapi di Desa Songan dibuatkan palinggih. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengenalkan tradisi lokal khususnya Palinggih Dewa Dalem sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar di Desa Songan adalah dengan memasukan sebagai sumber pembelajaran sejarah di sekolah khususnya sumber pembelajaran sejarah di SMA yaitu SMAN 1 Kintamani. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sejarah di SMA masih belum mengenalkan materi tentang kebudayan-kebudayaan lokal dalam materi pembelajaran. Yang mana dalam buku sejarah SMA kelas X (Sejarah Kajian Kehidupan Masyarakat) dalam kajian materinya masih belum menyelipkan tentang kebudayaan lokal dalam isi materinya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran sejarah. Hal ini didukung pada silabus mata pelajaran sejarah di SMA kelas X yakni KD : Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa Praaksara dan aksara. Materi pokok yang dapat dikaitkan terhadap tradisi yaitu melestarikan Palinggih Dewa Dalem sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar yaitu tradisi masyarakat masa pra sejarah (silabus mata pelajaran sejarah di SMA kelas X, kurikulum KTSP). Dalam penelitian ini, SMA Negeri 1 Kintamani dijadikan lokasi penelitian karena SMA Negeri 1 Kintamani merupakan salah satu SMA yang terletak di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Penelitian tentang tradisi di Bali sudah banyak yang dilakukan sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Ni Nengah Sariasih (2016) yang mengkaji Tradisi Makandal dalam Upacara Pernikahan di Desa Pakraman Songan, Kintamani, Bangli, dan Nonok Riyanti (2014) juga mengkaji Tadisi Ngrekes di Desa Pakraman dan ada pemujaan terhadap Muntigunung, Kubu, Karangasem Bali (Latar Belakang, Sistem Ritual dan Potensi Nilai-Nilainya Sebagai Media Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA) dan lainlain. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, Sebagai berikut: Mengapa masyarakat Desa Songan mendirikan Palinggih Dewa Dalem sebagai bentuk penyungsungan kelahiran anak kembar? Bagaimanakah struktur dan fungsi Palinggih Dewa Dalem sebagai bentuk pemujaan dari anak kembar?

3 1.2.3 Aspek apakah pendirian Palinggih Dewa Dalem di Desa Songan dapat dijadikan sumber belajar sejarah di SMA? Dari rumusan masalah di atas adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Mengapa masyarakat Desa Songan mendirikan Palinggih Dewa Dalem sebagai bentuk penyungsungan kelahiran anak kembar Untuk mengetahui Bagaimana struktur dan fungsi Palinggih Dewa Dalem sebagai bentuk pemujaan terhadap anak kembar Untuk mengetahui Aspek apakah pendirian Pelinggih Dewa Dalem di Desa Songan dapat dijadikan sumber belajar sejarah di SMA Beranjak dari rumusan masalah yang dibuat dan tujuan penelitian yang di ingin dicapai manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini, diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran tentang Tradisi Palinggih Dewa Dalem sebagai wahana penyungsungan anak kembar serta memberikan pengembangan media pembelajaran sehingga bisa dipakai sebagai media pembelajaran untuk mahasiswa maupun siswa tentang sejarah kebudayaan pada khususnya Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu refleksi dari ilmu yang diperoleh dibangku kuliah sehingga diharapkan penelituan ini mampu meberikan wawasan/pengetahuan tambahan tentang arti penting pemertahanan tradisi-tradisi yang berkembang hingga saat ini. b. Bagi peneliti lain, Bagi peneliti lain, dapat menambah wawasan dan merangsang pihak-pihak yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis ataupun menelaah masalah-masalah tradisi lainnya baik yang ada di Bangli maupun di daerah Bali lainnya. c. Bagi sekolah, Penelitian tentang tradisi ini dapat di jadikan suatu bahan untuk mengembangakan metode-metode inovatif terutama dalam pemebelajaran sejarah di SMA. d. Bagi Pendidik (guru), bisa dijadikan referensi dalam memberikan materi ajar yang terkait, dengan tujuan untuk memberikan sumber materi secara nyata kepada anak didik, supaya mereka lebih paham tentang mata pelajaran sejarah, yaitu tentang tradisi masyarakat di Indonesia khususnya tradisi mayarakat di Bali. Hal yang perlu dipahami disini adalah proses pewarisan nilai-nilai budaya tradisi tersebut dari generasi ke generasi berikutnya sampai saat ini dan maknanya bagi masyarakat. e. Bagi Siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat menambah wawasannya tentang tradisi supaya dijadikan pedoman hidup bagi siswa selain itu siswa dapat menambah wawasan tentang tentang tradisitradisi yang ada. f. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memeberikan masukan yang positf dalam menentukan kebijakan khususnya tentang masalah pemertahankan tradisi yang ada, khususnya yang ada di Bali. Disamping itu juga, tradisi di Bali merupakan identitas Pulau Bali itu sendiri. Sehingga melalui penelitian ini diharapkan pemerintah mampu membuat sebuah rancangan agar Indonesia pada umumnya merupakan satuan dari berbagai golongan yang akan dijadikan kemajuan bangsa. g. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan dalam mengembangkan mata kuliah yang ada, terutama dapat diintegrasikan dalam mata kuliah sejarah

4 Landasan teori sangat penting guna memberikan landasan untuk menyusun proposisi yang akan menentukan arah penelitian. Adapun landasan teori yang digunakan adalah Sejarah Pendirian Tempat Suci (Pura) Manusia memiliki pengetahuan dan daya nalar yang terbatas, sehingga manusia tidak bisa menembus atau melihat secara kodrat. Setiap manusia sadar selain dunia yang pana ini ada alam yang tidak tanpak dan berada di luar batas akalnya. Dunia ini adalah dunia Supranatural atau dunia alam gaib. Kekuatan yang menghuni alam gaib tersebut adalah: dewa-dewa yang baik maupun jahat makhluk-makhluk halus lainnya, seperti roh leluhur, hantu dan makhluk lain yang memiliki sifat baik dan jahat dan kekuatan sakti yang dapat bermanfaat bagi manusia dan yang dapat membawa bencana. Makhluk yang menghuni alam gaib ini tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa. Kesadaran manusia akan adanya makhluk halus memunculkan getaran jiwa yang bersifat relegius dan dikenal dengan istilah emosi keagamaan.emosi keagamaan itulah yang mendorong orang berprilaku serba religi, berupa pekraman terhadap suatu benda, suatu benda suatu tindakan, atau suatu gagasan ( Koentjaraningrat, 1990 : 378). Tinjauan tentang Struktur dan Fungsi Pura Struktur Pura Konsep pendirian tempat suci atau pura merupakan repleksi dari Bhuana Agung dalam jagat raya. Konsepsi masryarakat Hindu di Bali tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini tersusun dari menjadi tiga bagian yang disebut Tri Loka yaitu alam bawah (bhuar loka), alam tengah (bwah loka), dan alam atas (swah loka) (Suyasa, 1996:8). Ini tercermin pula pada struktur pura yang terdiri atas tiga halaman yakni jaba sisi (halaman luar), jaba tengah (halam tengah), dan jeroan (halaman dalam). Namun pada pada pura yang sederhana memiliki dua halaman ( dwi mandala) yaitu jaba sisi dan jeroan (Sura, 1994:64) Fungsi Pura Secara umum Pura mempunyai fungsi sebagai tempat melakukan persembahyangan bagi umat Hindu. Jika ditelusuri lebih mendalam pura tidak hanya mempunyai fungsi tunggal yang sebagai tempat pemujaan, akan tetapi juga mempunyai fungsi sebagai sarana tempat untuk pendidikan dan sosial budaya (Widaya, 2002 :69). Lebih lanjut dalam Wiana (2004) fungsi pura itu dapat dibagi menjadi tiga antara lain ; (1) sebagai pusat pendidikan, (2) fungsi sosial, (3) fungsi budaya. Tinjauan Tentang Sumber Belajar Sejarah Pengertian Tentang Sumber Belajar Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada disekitar lingkungan kegiatan belajar yang fungsional dapat digunakan dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Jenis dan Klasifikasi Sumber Belajar sejarah Menurut Sardiman (2004: 53-57) jenis sumber belajar sejarah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu: a. Sumber sejarah yang berupa benda (bangunan, perkakas, peralatan hidup, senjata) yang ditinggalkan oleh suatu kejadian atau peristiwa karena aktivitas manusia masa lalu sehingga sering disebut sumber yang tertinggal (remains). b. Sumber sejarah tertulis (record) seperti dokumen, surat-surat, prasasti. c. Sumber lisan (oral) seperti dokumen, hasil wawancara. Selain itu sumber lisan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Sumberlisan sebagai warisan dari tradisi lisan disampaikan turun temurun dari generasi ke generasi (oral tradition), dan (2) sumber lisan yang berasal dri orang sezaman pelaku peristiwa atau saksi mata, yang disebut dengan sejarah lisan/oral history.

5 Berdasarkan mengklasifikasikan sumber sejarah di atas maka dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah yang dapat diimplementasikan kedalam media pembelajaran sejarah Tradisi Sebagai Sumber Belajar Sejarah Namun terdapat beberapa cara yang paling tepat untuk menyampaikan suatu pembelajaran seperti tradisi masyarakat Praaksara dan Aksara. 1) Pesan (mesagges), dapat dijadikan sebagai cara untuk mentrasmisikan suatu pemblajaran dalam bentuk ide, arti, dan data dari suatu tradisi. 2) Orang (peoples) yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji data. 3) Lingkungan (seting), yaitu merupakan situasi sekitar dimana pesan atau materi pembelajaran disampaikan, seperti lingkungan yang bersifat fisik (gedung sekolah, kampus, perpustakaan, laborotorium, auditorium, musium, taman) maupun lingkungan non fisik (tradisi atau kebudayaan sekitar). METODE PENELITIAN Metode merupakan tidak sebagai suatu sarana yang mutlak dalam penelitian, tetapi menjadi sebuah pedoman, acuan, tuntunan dalam sebuah tindakan pada suatu penelitian ilmiah (Wendra, 2009: 31). Metode penelitian yang tepat untuk penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Agar lebih mudah dalam mengkaji permasalahan yang diteliti, penelitian ini menggunakan beberapa metode yang meliputi : (1) Lokasi Penelitian, (2) Teknik Penentuan Informan, (3) Metode Pengumpulan Data, (4) Validitas atau Teknik Keabsahan Data dan (5) Teknik Analisis Data. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan Geografi Desa Songan Desa Songan merupakan salah satu desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan kurang lebih 12 km, jarak dari Ibukota Kabupaten Bangli 35 Km, dan jarak dari Ibu kota Propinsi Bali 85 Km. Desa Songan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat yang dihubungkan dengan prasarana tranportasi berupa jalan aspal dalam menunjang aktifitas warga Desa Songan. Desa Songan terletak di pinggir Danau Batur yang dikelilingi oleh perbukitan yang membentang di Desa Songan. Desa songan terletak di kaki Gunung Batur, hal itu membuat keadaan tanah menjadi subur, untuk itu masyarakat Desa Songan kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai petani mengingat keadaan tanahnya yang sangat cocok untuk lahan pertanian. Desa Songan merupakan desa yang memiliki penduduk yang sangat padat, sehingga dalam sistem pemerintahannya dibagi menjadi dua yakni Desa Songan A dan Desa Songan B. Dalam pembagian wilayah antara Desa Songan A dan Songan B belum begitu jelas. Pembagian sistem pemerintahan desa ini dilakukan semata untuk memudahkan dalam pelayanan administrasi penduduk Desa Songan. Wilayah Desa Songan berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut, termasuk dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 125 mm/tahun. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober April dan yang terbanyak jatuh pada bulan Desember dan Januari dengan suhu udara berkisar 18 C 25 C. Sejarah Palinggih Dewa Dalem Sebagai Wahana Penyungsungan Anak Kembar Berdasarkan Hukum Adat Bali kuren atau keluarga batih yang melahirkan bayi kembar kelamin laki-laki atau perempuan disebut dengan manak salah atau kembar buncing, dikenai sanksi, yakni diasingkan pada suatu ruang dalam rentang waktu tertentu. Sanksi ini dikenakan karena anak kembar (manak salah) diyakini mengotori desa atau menimbulkan leteh, sebel atau cuntaka. Masa akhir pengasingan diikuti dengan menyelenggarakan ritual bersih desa. Berdasarkan Keputusan DPRD Bali,

6 Nomor 10/DPRD/1951, tertanggal 12 Juli 1951 Tradisi Manak Salah telah di hapuskan dari Sitem Hukum Adat di Bali. Adapun konsiderannya adalah sebagai berikut. Tekait dengan raja-raja yang pernah berkuasa di Tanah Bali pada zaman tersebut yang herat kaitannya dengan manak salah. Dan pendirian palinggih Dewa Dalem di Bali khususnya di desa Songan raja Masula-Masuli, karena raja Masula-Masuli adalah sang raja yang terlahir kembar pada saat itu. Masula yang bergelar Dana Diraja Ketana dan Masuli yang begelar Sang Dana Dwi Ketu yang memerintah Bali pada tahun 1126 saka. Dan seterusnya digantikan oleh putranya Adi Dewa Lancana. Karena kelahiran beliau yang kembar seluruh warga penghuni istana sangat merasa senang dan sangat bahagia karena belum pernah ada di lingkungan istana ada yang bayi yang lahir kembar. Raja dan para sesepuh kerajaan menganggap peristiwa tersebut adalah anugrah dari Sang Hyang Widi Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu juga raja Masula- Masuli tumbuh dan berkembang selayaknya manusia pada umumnya tanpa ada kekurangan suatu apapun. Berdasarkan wawancara dengan juta karyawan (47 th) mengatakan bahwa: Diawali dari seorang raja zaman dahulu yang bernama Masula-Masuli, dia merupakan seorang raja kembar yang pernah memerintah Bali. Pada itu beliu pada saat itu membuat peraturan jika ada melahirkan bayi kembar kelamin laki-laki atau perempuan disebut dengan manak salah atau kembar buncing, dikenai sanksi, yakni diasingkan pada suatu ruang dalam rentang waktu tertentu. Sanksi ini dikenakan karena anak kembar (manak salah) diyakini mengotori desa atau menimbulkan leteh, sebel atau cuntaka. Masa akhir pengasingan diikuti dengan menyelenggarakan ritual bersih desa. Begitu pula berlaku di desa Songan sebagai daerah kekuasaan raja Masula- Masuli pada saat itu. Pada tahun 1920-an Adanya perkembangan zaman sehingga ada suatu inovasi dari pengasingan sie kembar tidak lagi berlaku hanya saja, jika ada anak kembar di desa Songan ada yang namanya bersih desa sehingga ada sebuah upacara suapaya desa itu bersih. Dari adanya upacara untuk anak kembar itu sehingga ada bedulu-bedulu desa yang menganggap kotor dari anak kembar itu sudah dibuatkan upacara/dibersihkan sehingga sie bayi itu dianggap bersih dan dari situ bedulu-dulu desa percaya akan adanya anak kembar di desa Songan dianggap lahir dari alam kedewatan dan rekarnasi dari seorang raja zaman dahulu yaitu Masula-Masuli. Sehingga setiap orang kembar di desa Songan dibuatkan palinggih sebagai bentuk penghormatan kepada roh sie bayi itu sendiri (wawancara 01 April 2017) Struktur dan Fungsi Palinggih Dewa Dalem Struktur Palinggih Dewa Dalem Struktur dari Palinggih Dewa Dalem ini Memiliki Dwi Mandala yaitu jaba sisi dan jeroan. Dengan adanya perkembanga jaman Palinggih Dewa Dalem memiliki perubahan, pada mulanya yang asli di jeroan hanya ada bentuk Palinggih Dewa Dalem saja, tetapi sekarang ditambah palinggih baru di dalamnya seperti Padmasana. Struktur Palinggih Dewa Model Lama Palinggih Dewa Dalem ini memiliki dwi Mandala yaitu Utama Mandala (Jeroan) dan Nista Mandala (Jaba Sisi). A. Utama Mandala (Jeroan) Utama Mandala atau sering disebut jeroan. Bagian ini merupakan bagian yang paling suci (sakral`). Pada halaman Utama Mandala terdapat palinggih Dewa Dalem Sebagai Berikut: 1. Palinggih Dewa Dalem Kembar Tiga Menurut keterangan narasumber Jero Mangku rat (55th) (Salah satu Jero Mangku Palinggih Dewa Dalem). (Wawancara tanggal 01 April 2017) Palinggih Dewa Dalem Kembar Tiga ini terletak di sebelah timur Utama Mandala menghadap ke selatan. Palinggih ini Masih tradisional karena masih menggunakan kayu pondasinya begitu juga dengan atapnya yang sudah berkarat terlihat udah

7 lama dan belum pernah direnovasi dan juga Palinggih ini mempunyai rong tiga. Struktur Palinggih Dewa Dalem Model Baru Struktur Palinggih ini sudah dimodif atau sudah diperbarui seperti penambahan Palinggih yang berbeda pada Palinggih Dewa Dalem tersebut seperti Palinggih Padmasana dan bentuk bangunannya juga sudah di perbarui. 2. Palinggih Padmasana Pelinggih Ida Bhatara Surya/ Padmasana terletak pada bagian utama mandala yang dibangun dengan bahanbahan batu bata, pasir dan semen dan bagian puncaknya menyerupai kursi singgasana raja. Bangunan Padmasana ditempatkan di sudut timur laut/kaja kangin menghadap ke arah barat laut/kelod kauh, karena bangunan padmasana ini tidak merupakan bangunan berdiri sendiri atau tunggal dan bukan merupakan bangunan pokok. Palinggih Padmasana ini di tempatkan di areal Palinggih Dewa Dalem Menurut keterangan narasumber Jero Mangku rat (55th) (Salah satu Jero Mangku Palinggih Dewa Dalem). (Wawancara tanggal 01 April 2017) bahwa: Pelinggih Padmasana ini ditempatkan di areal Palinggih Dewa Dalem ini pada tahun 1950-an dikarenakan Padmasana sebagai simbul bhuwana agung berdasarkan susunannya, Bedawangnala dengan kepala mendongak ke depan dan dililit oleh Naga Ananta Boga dan Naga Basuki sebagai Anantasana menyimbulkan segitiga adalah melambangkan bhur loka. Dalam ilmu Geologi Badawangnala adalah inti bumi yang panas dan cair serta berwarna merah. Ananta Boga merupakan simbul kulit bumi, sedang Naga Basuki sebagai simbul samudra yang memberikan kesuburan kepada semua mahluk. 3. Palinggih Kembar Buncing Menurut keterangan narasumber Jero Mangku rat (55th) (Salah satu Jero Mangku Palinggih Dewa Dalem). (Wawancara tanggal 01 April 2017). Palinggih Kembar Buncing adalah apabila saat kelahin bayi kembar tersebut yang lahir terlebih dahulu adalah bayi yang berjenis kelamin laki-laki diikuti oleh bayi yang berjenis kelamin perempuan. Bangunan dari Palinggih ini berada di sebelah timur utama mandala menghadap ke barat. Bangunan ini sudah moderen karena sudah menggunakan beton dalam struktur bangunan Palinggih kembar buncing tersebut. 4. Palinggih Kembar Salit Bangunan dari Palinggih ini berada di sebelah timur utama mandala menghadap ke barat. Palinggih Kembar Salit Itu dalam konsep bangunannya mirip/ sama dengan bangunan kembar buncing dan kembar sama, dimana kembar salit itu juga mempunyai 2 rong sama halnya dengan palinggih Kembar Buncing. Kembar salit ini merupakan anak kembar yang lahir terdahulu yaitu yang perempuannya setelah itu dilanjutkan dengan lahirnya bayi lakilakinya. Sehingga Kemabar Salit Ini dalam proses upacaranya tidak boleh di kawinkan dikarenakan kemabar salit ini yang lahir terlebidahulu adalah perempuannya. Ida Ratu Dalem Maspait kepercayaan dari desa Songan Merupakan itu yang micayang (Mempunyai) anak kembar itu sendiri, sehingga setiap ada anak kembar khususnya di Desa Songan dibuatkan Palinggih dan juga pembuatan palinggih dari anak kembar sampai sekarang masih berlaku. 5. Palinggih Kembar Sama Bangunan dari Palinggih Kembar Sama ini berada di sebelah timur utama mandala menghadap ke barat Kembar sama adalah bayi kembar yang lahir berjenis kelamin yang sama. Palinggih yang dibangun adalah palinggih rong dua. Menyesuaikan dengan kelahiran anak itu sendiri, bentuk bangunannya sama dengan bangunan kembar Buncing dan kembar salit. B. Halaman Luar (Jaba Sisi) 1. Palinggih Apit Lawang Banguanan ini terdiri dari dua buah palinggih yang kembar, letaknya tepat berada di depan sebelah kiri dan kanan di depan jeroan. Bangunan ini menghadap kearah selatan.

8 Secara niskala Apit Lawang berfungsi sebagai penjaga pintu masuk menuju ke areal utama mandala atau jeroan karena yang palinggih ini adalah Sang Hyang Kala. Kata apit lawang berasal dari dua yaitu apit dan lawang,apit berarti kembar sedangkan lawang berarti pintu. Maka dari itu Apit Lawang adalah palinggih yang kembar penjaga pintu masuk ke Utama mandala atau Jeroan. a. Wantilan Bangunan ini terletak di sebelah barat mengadap ke timur, Wantilan ini terletak di jaba sisi bentuknya memanjang dengan bangunan yang sudah sedikit modern sudah mengunakan semen, batako, dan atapnya udah menggunakan seng. Fungsinya sebagai tempat melakukan kegiatan untuk mempersiapkan perlengkapan upacara seperti mejejaitan, tempat sangkepan pengemong palinggih dan juga tempat duduk dari pada penyungsung dari pada Palinggih Dewa Dalem karena setiap upacara yang dilakukan di Palinggih Dewa Dalem itu lumayan sibuk disebabkan upacaranya cukup besar. Fungsi Palinggih Dewa Dalem Tujuan dan fungsi sebagai tempat suci yang dibangun secara khusus menurut peraturan-peraturan yang telah ditentukan khusus pula ialah menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi wasa serta prabhawa-nya untuk mendapatkan Waranugraha. Fungsi Religius Berdasarkan fungsi religius, maka palinggih Dewa Dalem berfungsi sebagai tempat persembahyangan. Upacara yang dilakukan setiap enam bulanan Bali (satu bulan Bali berumur 35 hari kalender), dibuatkan upacara yang bisa dibilang cukup besar. Tapi biasanya upacara ini ditanggung oleh penyungsungnya yaitu semua orang yang ikut urunan untuk merayakan upacaranya. Begitu pula yang menjadi penyungsung bukan hanya Ayah dan Ibu dari si kembar, tapi kadangkala meluas sampai ke semua kerabat dekat dari keluarga si kembar, bisa sampai misan, mindon bahkan lebih jauh Fungsi pendidikan Tanpa kita sadari sampai di tempat suci (palinggih) ada unsur edukasi seperti halnya kita dalam berbusana, penampilan yang bersih sikap dan tutur kata yang sopan dan tata cara persembahyangan yang benar merupakan suatu tranportasi nilai-nilai pendidikan. Secara garis besar pendidikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal, pendidikan formal merupakan pendidikan yang di peroleh di sekolah, sedangkan pendidikan nonfomal merupakan pendidikan yang di peroleh darimana saja, keluarga maupun masyarakat. Pendidikan di masyarakat merupakan pendidikan yang sangat luas kita bisa di dapat dimana saja, salah satunya yaitu di tempat suci atau palinggih dewa dalem di pekraman songan ini merupakan tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan nonformal. Unsur pendidikan ini dapat dilihat seperti mekidung, mekekawin dan dharma tula (diskusi agama) selain itu di pelinggi Dewa Dalem ini juga bisa digunakan sebagai tempat belajar dalam membuat upakara seperti membuat banten. Fungsi Sosial Manusia adalah homo sosius yang tidak pernah lepas dari teman, manusia tidak dapat hidup sendirian dan selalu bersama-sama dengan manusia lain, manusia hanya dapat hidup dengan baik dan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya dalam masyarakat tidak bisa dibayangkan jika manusia hidup sendiri tanpa bergaul dan berinteraksi dengan sesama manusia. Manusia dalam kehidupan memiliki tugas dan fungsi sebagai makluk tuhan, individu dan sosial budaya yang saling berkaitan, dimana memiliki kewajiban mengabdi kepada tuhan, sehingga individu harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makluk sosial budaya harus berdampingan dengan orang lain dalam kehidupannya selaras saling membantu. Begitu pula dengan palinggi Dewa Dalem/palinggih anak kembar di pekraman Songan di samping sebagai tempat pemujaan, palinggih ini mempunyai fungsi

9 sosial sekaligus sebagai sarana sosial, seperti halnya sebagai tempat ngaturang ayah ( gotong royong) di dalam ngayah tersebut tentu ada yang namanya interaksi sosial selain itu melakukan tabuh rah, di dalam tabuh rah juga orang-orang melakukan interaksi sosial pula sehingga menjalin hubungan yang harmoni Fungsi Budaya Di Palinggih Dewa Dalem ini juga menjadi salah satu penembangan kebudayaan, seperti halnya dengan seni suara. Seni suara biasanya dipentaskan di palinggih dewa dalem ini pada saat upacara berlangsung yaitu kekawin dan kekidungan. Mekekawin dan mekidung di palinggih ini tempatnya di jaba sisi (halaman luar). Mekekawin dan mekidung ini di tempat palinggih Dewa Dalem di Prakaman Songan ini pada saat upacara piodalan berlangung begitupula mengiringi persembahyangan. Aspek Pendirian Pelingih Dewa Dalem di Desa Songan Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan di SMA Adapun aspek-aspek yang di miliki palinggih Dewa Dalem ini sebagai sumber belajar kebudayaan yaitu: 1) Aspek Religius Dengan kaitannya Palinggih Dewa Dalem aspek religius yang didapatkan jika di lihat dari kebiasaan masyarakat di Desa Songan bahwa anak yang lahir kembar akan dibuatkanya palinggih pada khususnya, yang dimana palinggih tersebut dalam kaitannya dengan agama hindu bahwa hal tersebut mencerminkan sikap beragama karena palinggih tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan bagi orang yang lahir kembar. Samahalnya dengan pembuatan sebuah pura yang di yakini sebagai tempat pemujaan para dewa. Disamping hal itu aspek religius yang didapat dalam palinggih Dewa Dalem khusus untuk di Desa Songan akan di upacarai setiap enam bulan sekali (Bulan Bali) sesuai dengan hari kelahiran sang bayi. Sehingga hal ini sangat kental dengan kaitannya dalam aspek religius mengingat ada upacara di dalamnya. 2) Aspek Sejarah (Historis) Dalam tradisi tentu memiliki alur cerita atau sejarah yang membuat kita termotivasi untuk mengetahui tradisi seperti halnya tradisi Palinggih Dewa Dalem memiliki cerita atau sejarah yang tentunya sangat menarik kita ketahui, adapun sejarahnya adalah : Tekait dengan raja-raja yang pernah berkuasa di Tanah Bali pada zaman tersebut yang herat kaitannya dengan manak salah. Dan pendirian palinggih Dewa Dalem di Bali khususnya di desa Songan raja Masula-Masuli, karena raja Masula-Masuli adalah sang raja yang terlahir kembar pada saat itu. Masula yang bergelar Dana Diraja Ketana dan Masuli yang begelar Sang Dana Dwi Ketu yang memerintah Bali pada tahun 1126 saka. Dan seterusnya digantikan oleh putranya Adi Dewa Lancana. Karena kelahiran beliau yang kembar seluruh warga penghuni istana sangat merasa senang dan sangat bahagia karena belum pernah ada di lingkungan istana ada yang bayi yang lahir kembar. Raja dan para sesepuh kerajaan menganggap peristiwa tersebut adalah anugrah dari Sanghyang Widi Tuhan Yang Maha Esa. Begitu pula berlaku di Desa Songan sebagai daerah kekuasaan raja Masula- Masuli pada saat itu. Pada tahun 1920-an Adanya perkembangan zaman sehingga ada suatu inovasi dari pengasingan sie kembar tidak lagi berlaku hanya saja, jika ada anak kembar di Desa Songan ada yang namanya bersih desa sehingga ada sebuah upacara suapaya desa itu bersih. Dari adanya upacara untuk anak kembar itu sehingga ada bedulu-bedulu desa yang menganggap kotor dari anak kembar itu sudah dibuatkan upacara/dibersihkan sehingga sie bayi itu dianggap bersih dan dari situ bedulu-dulu desa percaya akan adanya anak kembar di Desa Songan dianggap lahir dari alam kedewatan dan rekarnasi dari seorang raja zaman dahulu yaitu Masula-Masuli. Sehingga setiap orang kembar di desa Songan dibuatkan palinggih sebagai bentuk penghormatan kepada roh sie bayi itu sendiri.

10 Berdasarkan pemaparan diatas maka tradisi Palinggih Dewa Dalem ini dapat dimanfaatkan sebagi sumber belajar sejarah. Menunjukan pada masa aksara di daerah desa Songan sudah beberapa yang memiliki anak kembar, Seperti halnya dengan Raja Masula-Masuli yang terlahir kembar yang pula Raja Masula mesuli dianggap manifestasi dari Dewa. Begitu juga masyarakat Desa Songan pada saat itu berada dalam kekuasaan Raja Masula- Masuli juga percaya akan kelahiran anak kembar sebagai manifestasi dari Dewa dan sampai sekarang kelahiran anak kembar itu di percayai sebagai Dewa sehingga dibuatkan pelinggih oleh keluarga yang memiliki anak kembar. Maka dari itu potensi sejarah yang dimiliki oleh Palinggih Dewa Dalem dapat dijadikan sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Setelah disesuaikan dengan silabus SMA kelas X dalam kurikulum KTSP maka akan ditentukan strategi pembelajaran sesuai dengan materi ini, strategi yang akan digunakan adalah ceramah berpariasi yang lebih banyak menekankan pada guru yang memberikan pembelajaran tentang sejarah. 3) Aspek Estetika Estetika berasal dari kata aesthesis dalam bahasa Yunani yang dapat diartikan sebagai kata indah yang timbul melalui penerapan panca indra (Djelantik 2003: 95) Dalam hal ini palinggih Dewa Dalem mengandung unsur keindahan, hal ini dapat diperlihatkan dari seni gong (musik),, seni makekawin maupun dalam membuat banten dan seni ukir dalam palinggih Dewa Dalem tersebut. Sehingga seni yang ada dalam palinggih Dewa Dalem sangat bagus untuk dipertahankan. 4) Aspek Sosial Dalam palinggih Dewa Dalem juga dapat di lihat adanya aspek sosial dikarenakan tempat tinggal/atau rumah dibakar oleh masyarakat/warga desa dan juga Suami istri dan anaknya harus tinggal di kuburan anak-anak/setra Gandamanyit selama 42 hari (Tutug kambuhan) setelah selesai masa pengasingan barulah suami istri dan anaknya ini dibolehkan tinggal di desa lagi dalam melalui proses upacara yang telah ditentukan oleh penghulu desa. Sehiring berjalannya waktu karena ada Peraturam HAM sehingga tradisi tersebut ada beberapa dihapuskan dan dibuatkanlah palinggih bagi anak kembar yang lahir di Desa Songan. Dalam proses pembuatan palinggih tersebut di buat oleh keluarga yang mempunyai anak kembar tersebut seperti bapak, ibu, sanak saudara (mindon, misan dll). Hal itu menunjukan adanya aspek sosial dalam Palinggih Dewa Dalem itu sendiri. Dimasukannya Palinggih Dewa Dalem sebagai wahana penyungsungan anak kembar di desa Songan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA N I Kintamani, kelas X pada program IPS ini juga didukung oleh silabus mata pelajaran sejarah SMA kurikulum KTSP (Sejarah Kajian Kehidupan Masyarakat) yakni KD : Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa Praaksara dan aksara. Materi pokok yang dapat dikaitkan terhadap palinggih Dewa Dalem yaitu tradisi masyarakat masa sejarah. Palinggih Dewa Dalem ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran, karena dapat membantu siswa untuk mengenali tradisi yang ada di wilayah daerah setempat seperti tradisi pembuatan palinggih bagi anak kembar yang ada di desa Songan pada khususnya. Di Desa Songan yang dalam pelaksanaannya banyak terdapat aspek-aspek yang amat penting untuk diketahui oleh peserta didik yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam bertindak maupun bertingkah laku. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pelinggih Dewa Dalem didirikan pada tahun 1920-an karena pada saat salah satu pelingsir berfikir bayi yang sudah diupacarai berarti bayi itu bersih dan suci seperti halnya batu saja diupacarai dianggap suci dan dipercayai bayi kembar itu rekarnasi dari raja Masula-Masuli yang katanya keturunan dewa sehingga dari situ di Desa Songan jika ada soarang melahirkan bayi kembar itu harus di buatkan pelinggih sebagai suatu

11 kehormatan kepada roh kedewatan yang ada pada anak kembar itu sendiri. Struktur Palinggih Dewa Dalem terdiri dari Dua Mandala yaitu utama mandala Struktur dari Palinggih Dewa Dalem ini Memiliki Dwi Mandala yaitu jaba sisi dan jeroan. Dengan adanya perkembanga jaman Palinggih Dewa Dalem memiliki perubahan, pada mulanya yang asli di jeroan hanya ada bentuk Palinggih Dewa Dalem saja, tetapi sekarang ditambah palinggih baru di dalamnya seperti Padmasana. Palinggih Dewa Dalem memiliki nilai historis yang sangat penting dalam konteks sejarah sebagai salah satu palinggih yang memiliki historis yang sangat berbeda dengan yang lain sehingga sangat perlu di pahami oleh generasi muda. Dengan melakukan kunjungan dan pengamatan terhadap objek sejarah merupakan salah satu sarana untuk membekali para generasi muda untuk mengembangkan wawasan atau tentang asal-usul leluhurnya sehingga muncul motivasi dalam diri untuk berusaha meningkatkan kualitas diri, meningkatkan sumber daya manusia, setidaknya dapat menyamai kualitas leluhurnya. Seperti pada umumnya masyarakat mengetahui fungsi palinggih itu sebagai tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai aspeknya. Jika ditelusuri lebih dalam ternyata palinggih sebagai tempat pemujaan tetapi palinggih dapat digunakan sebagai sumber belajar sejarah kebudayaan. Di pulau Bali banyak sekali terdapat pura-pura atau palinggih-palinggih yang mengandung nilai historis yang bisa digunakan sebagai pembelajaran sejarah. Dimasukannya Palinggih Dewa Dalem sebagai wahana penyungsungan anak kembar di desa Songan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA N I Kintamani, kelas X pada program IPS ini juga didukung oleh silabus mata pelajaran sejarah SMA kurikulum KTSP (Sejarah Kajian Kehidupan Masyarakat) yakni KD : Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa Praaksara dan aksara. Materi pokok yang dapat dikaitkan terhadap palinggih Dewa Dalem yaitu tradisi masyarakat masa sejarah. Palinggih Dewa Dalem ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran, karena dapat membantu siswa untuk mengenali tradisi yang ada di wilayah daerah setempat seperti tradisi pembuatan palinggih bagi anak kembar yang ada di desa Songan pada khususnya. Di Desa Songan yang dalam pelaksanaannya banyak terdapat aspek-aspek yang amat penting untuk diketahui oleh peserta didik yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam bertindak maupun bertingkah laku. Saran Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian antara lain: 1. Kepada masyarakat Desa Songan dan pemerintah Kabupaten Bangli agar senantiasa memberikan perhatian kesucian dan pelestarian Pelinggih Dewa Dalem agar nantinya tetap lestari secara turun-temurun sebagai salah satu aset budaya bangsa yang di miliki oleh masyarakat Desa Songan dan pemerintah Kabupaten Bangli. 2. Pada penelti lain yang ingin meneliti Palinggih Dewa Dalem agar terus menggali informasi terkait Palinggih Dewa Dalem, Sebab Banyak hal yang menarik belum diteliti karena keterbatasan peneliti DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Nengah Bawa Ajeg Bali Gerakan, Identitas Kultur, dan Moderinisasi. Yogyakarta. PT.LKis Printing Cemerlang Djlantik. A.A M Pengntar Dasar Estetika Jilid II Falsafah Keindahan dan Kesenian. Denpasar: STSI Denpasar Koentarajaningrat Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cibta

12 Sardiman Mngenal Sejarah. Bigraf Publishing. Yogyakarta. Suyasa, I Wayan Pura Agung Jagatnatha Singaraja; Latar Belakang Berdirinya dan makna Filosofisnya. Singaraja Sura, dkk, 1994.Agama Sebuah Pengantar. Denpasar: CV. Kayu Mas Agung. Setiawan, I Ketut Menelusuri Asal- Usul Tempat Suci di Bali dalam Rangka Pengelolaan Sumber Daya Budaya, dalam Memanfaatkan Sumber Daya Arkiologi Untuk Memperkokoh Integrasi Bangsa. Denpasar: Upadata Sastra Wiana, I Ketut Mengapa Bali disebut Bali?. Surabaya: Paramitha Tri Hitakarana Menurut Konsep Hindu. Surabaya: PT Paramita Widaya, I Gusti Ketut Mengenal Budaya Hindu Sebuah Pengantar. Denpasar Wendra, I Wayan Buku Ajar Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja: Undiksha.

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA ARTIKEL Judul PURA DUKUH SANTRIAN DUSUN PEKANDELAN, DESA BEDULU, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN FUNGSI, SERTA POTENSI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN DI SMA) Oleh Ni Wayan Astini

Lebih terperinci

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT PURA TAMAN NARMADA BALI RAJA DI DESA PAKRAMAN TAMANBALI, BANGLI, BALI (Sejarah, Struktur, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal) Oleh : Ni Wayan Eka Krisna Yanti, (NIM 0914021029), (niwayanekakrisnayanti@yahoo.com)

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS oleh I Wayan Sudiana, (NIM 0814021029), (Email : Sudiana_ IWayan@yahoo.com) Desak Made Oka

Lebih terperinci

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM ARTIKEL Judul ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM 2013 Oleh MADE ANGGA SETIAWAN 1014021020

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI ARTIKEL Judul MAKAM KERAMAT AGUNG PEMECUTAN DI KELURAHAN PEMECUTAN, KOTA DENPASAR (Studi Tentang Latar Belakang Sejarah, Struktur, Fungsi dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal) Oleh NI LUH

Lebih terperinci

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Oleh : Ni Luh Sri Karmi Asri, (NIM 0914021002), (e-mail: niluhsrikarmiasri@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh. I Putu Sandiasa Adiawan JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

ARTIKEL. Judul. Oleh. I Putu Sandiasa Adiawan JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA ARTIKEL Judul SINKRETISME HINDU-BUDDHA (KONGHUCU) DI PURA BATU MERINGGIT, DESA CANDIKUNING, TABANAN, BALI (STUDI TENTANG SEJARAH DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH) Oleh I Putu Sandiasa Adiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial.

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial. BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA A. Keadaan Geografi Wanayasa merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA.

ARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA. ARTIKEL Judul Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA Oleh Desak Made Suprayanti 1014021014 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA ARTIKEL Judul PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA OLEH : NI WAYAN DEWI LASMI 1114021004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN KEMBANG MERTA DESA CANDIKUNING KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Oleh I Putu Hendra Yogi Swasgita hendrayogi.pcc@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bali memiliki kekhasan sosial dalam membina kekerabatan secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan ikatan sosial dalam

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

ARTIKEL. Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA ARTIKEL Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA Oleh : I Gede Arcana, Nim 1214021017 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI

ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI (Latar Belakang Sejarah, Fungsi Pura dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Multikultur di Sekolah Menengah Pertama dan Masyarakat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional Bali Pola Tata Ruang Tradisional Konsep Sanga Mandala Konsep Tri Angga pada lingkungan Konsep Tri Angga pada Rumah Tata Ruang Rumah Tinggal Konsep tata ruang tradisional Pola tata ruang tradisional Bali

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut bekerja

Lebih terperinci

Kondisi Fisik. KKN- PPM XIII Desa Bebandem 2016 Page 1

Kondisi Fisik. KKN- PPM XIII Desa Bebandem 2016 Page 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Tema Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Bebandem yang BERSEMI (Bersih, Sehat,Mandiri dan Terintegrasi) 1.2 Lokasi Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) adalah suatu kegiatan intrakurikuler wajib yang memadukan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS 13 BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS A. Geografi Kelurahan Terkul adalah kelurahan yang terletak di samping kota Batupanjang kecamatan Rupat, dengan status adalah sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan pustaka 1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena adanya sesuatu yang dianggap

Lebih terperinci

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si Pengantar Artikel berjudul Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna dan Nilai Budaya yang ditulis oleh Wardizal, S.Sen,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa nilai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ARTIKEL Judul KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ) Oleh Kadek Maharta Dharma 0914021049 JURUSAN

Lebih terperinci

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI Oleh : DEWA AYU EKA PUTRI 1101605007 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI

ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI Oleh: DESAK PUTU DIAH DHARMAPATNI 1001605003 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh : Ni Nengah Sariasih, Nim JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

ARTIKEL. Judul. Oleh : Ni Nengah Sariasih, Nim JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL ARTIKEL Judul TRADISI MAKANDAL DALAM UPACARA PERNIKAHAN DI DESA PAKRAMAN SONGAN,KINTAMANI,BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA Oleh : Ni Nengah Sariasih, Nim 1214021006 JURUSAN

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68 PERKAWINAN GAMYA GAMANA ANTARA MASYARAKAT TIONG HOA DENGAN MASYARAKAT BATUR DI SESA BATUR KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Kajian Aksiologi) Oleh Ni Luh Ginanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan Laporan kemajuan HIBAH UDAYANA MENGABDI Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan Oleh IR. I WAYAN SUKERAYASA (196411031991031001) IR. I NYOMAN SURATA, MT. (195310301986011001)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh BAB VI KESIMPULAN Desa Jungutbatu yang secara administratif terletak di kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali menyimpan sejumlah pesona alam dan kebudayaan tersendiri. Desa ini berada di pulau

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang kaya akan ragam kesenian tradisional. Subang dikenal dengan kesenian Sisingaan yang menjadi ikon kota Subang. Kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Gede Ari Duarsa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu ABSTRAK Perancangan Pasraman Hindu di Buleleng merupakan suatu upaya dalam memberikan pembinaan serta pendidikan secara mental dan fisik baik jasmani maupun rohani kepada seluruh masyarakat Hindu, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 1 AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 2007-2014 I Ketut Winata Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya winatasejarah11@yahoo.com

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci