ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI"

Transkripsi

1 ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI (Latar Belakang Sejarah, Fungsi Pura dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Multikultur di Sekolah Menengah Pertama dan Masyarakat) Oleh : I Nyoman Sukra Adinatha NIM JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014

2 PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI (Latar Belakang Sejarah, Fungsi Pura, dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Multikultur di Sekolah Menengah Pertama dan Masyarakat) Oleh I Nyoman Sukra Adinatha1, Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A1, Dr. Tuty Maryati, M.Pd2 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja sukra.adinatha@yahoo.com, nengah_bawa_atmadja@yahoo.co.id, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) sejarah berdirinya Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur, (2) struktur dan fungsi Pura Panyagjagan dalam rangka menumbuhkan masyarakat multikultur di Desa Pakraman Catur, (3) fungsi Pura Panyagjagan sebagai media pendidikan multikultur di SMP dan masyarakat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan langkah-langkah: (1) penentuan lokasi penelitian, (2) penentuan informan, (3) pengumpulan data, (4) validitas data yang terdiri dari triangulasi data dan triangulasi metode, (5) analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pura Panyagjagan didirikan oleh masyarakat Desa Pakraman Catur pada abad ke-19. Hal ini diawali dari pembuatan beberapa arca/pertima yang akhirnya dibuatkan pura yang disebut Pura Panyagjagan. (2) Struktur Pura Panyagjagan terdiri dari tiga halaman (Tri Mandala) yaitu Nista Mandala (jaba sisi), Madya Mandala (jaba tengah), dan Utama Mandala (jeroan). Secara vertikal pelinggih di Pura Panyagjagan mengacu pada konsep Tri Angga yang terdiri (kaki, badan, dan kepala). (3) Potensi Pura Panyagjagan sebagai media pendidikan multikultural yaitu: (a) bentuk bangunan, terutama adanya Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar tetapi dalam praktek upacara keagamaannya secara Hindu, (b) upacara keagamaan, dimana sarana dan prasarana menggunakan budaya Hindu dan Tionghoa. Kata Kunci: Sejarah, Struktur, Media Pendidikan, Multikultural. This study aimed to determine: (1) the history of the establishment of the Panyagjagan temple in Pakraman Catur village, (2) the structure and function of the Panyagjagan temple in order to foster a multicultural society in Pakraman Catur village, (3) Panyagjagan temple functions as a media of multicultural education in junior high school and community. This research is a qualitative study, with the following steps: (1) determining the location of the research, (2) determination of the informant, (3) data collection, (4) the validity of the data consists of data triangulation and triangulation methods, (5) data analysis. The results showed that: (1) Panyagjagan temple founded by community Pakraman Catur village in the 19th century. It begins from the making of some of the statues/pertima which eventually made temple called Panyagjagan temple. (2) Panyagjagan temple structure consists of three pages (Tri Mandala) is Nista Mandala (outside), Madya Mandala (middle side), and Utama Mandala (inside). Vertically shrines in the Panyagjagan temple refers to the concept of Tri Angga comprising (feet, body, and head). (3) Potential Panyagjagan temple as a media of multicultural education are: (a) shape of the building, especially the presence of Pelinggih Ida Bhatara Konco and Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar but in practice the Hindu religious ceremony, (b) religious ceremony, where facilities and infrastructure use Hindu and Tionghoa culture. Keywords: History, Structure, Education Media, Multicultural.

3 PENDAHULUAN Pulau Bali dikenal sebagai sebuah pulau yang masyarakatnya homogen, akan tetapi sebenarnya penduduk di Bali tidaklah homogen melainkan heterogen. Hal ini ditandai dengan kedatangan para pendatang dari berbagai latar belakang etnik, budaya dan agama yang berbeda (Sumartana, 2005:99). Salah satunya adalah keberadaan etnik Tionghoa yang ada di Desa Pakraman Catur, Kintamani, Bangli. Di Desa Pakraman Catur ini, etnik Tionghoa dan etnik Bali menjalin sebuah hubungan yang harmonis dalam berbagai kegiatan apapun di desa tersebut, terutama dalam kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan keagamaan. Kegiatan keagamaan terutama dapat dicermati dari tempat persembahyangan di Desa Pakraman Catur dilaksanakan disebuah Pura Desa yang disebut Pura Panyagjagan. Hal yang menarik dari keberadaan Pura Panyagjagan ini ialah pura ini disungsung secara bersama-sama oleh etnik Bali dan etnik Tionghoa serta keberadaan sebuah pelinggih berupa gedong beratap ijuk yang merupakan tempat persembahyangan bagi etnik Tionghoa. Pelinggih gedong tersebut merupakan tempat berstananya Dewi Kuam Im dengan sebutan Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ratu Subandar yang terletak di Jaba Tengah Pura yang merupakan tempat berstananya Ida Bhatara Subandar yang juga disebut Ida Bhatara Cina yang menunjukkan unsur Cina atau Budha. Uniknya jika dicermati, kedua pelinggih ini berdiri berdampingan dengan pelinggih-pelinggih milik krama Hindu Desa Pakraman Catur dalam satu lingkungan pura tanpa adanya sekat pemisah masing-masing pelinggih tersebut yang mencerminkan unsur keberagaman dalam sebuah ruang damai. Dalam hal persembahyangan, etnik Bali maupun etnik Tionghoa di Desa Pakraman Catur ini saling toleransi, antara lain dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan Hindu, para krama dari etnik Tionghoa ikut serta dalam ayah-ayahan, baik dalam sinoman, ancangan, pepeson, punia, patus, membayar peturunan, dan yang lainnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa secara umum fungsi Pura di Bali lebih diartikan sebagai fungsi religius maupun fungsi sosial. Di sini artinya Pura disamping sebagai tempat pemujaan Dewa Pitara dan manifestasi Tuhan, Pura juga berfungsi sebagai wadah membangun kerukunan. Karena kerukunan adalah terminal yang mengantarkan umat menuju kehidupan yang aman dan damai (Wiana, 1996:97). Maka dari hal tersebut, keberadaan Pura Panyagjagan ini sangat menarik untuk diteliti kesejarahannya lebih lanjut, terutama kenapa di lingkungan Pura tersebut terdapat sebuah pelinggih tempat persembahyangan milik etnik Tionghoa yang berdampingan dengan pelinggih-pelinggih milik etnik Bali di Desa Pakraman Catur. Selain itu pula, hal yang paling menarik perhatian, terutama hubungan interaksi sosial yang terjalin di dalam Pura Panyagjagan tersebut apabila dilihat dari perspektif kajian pendidikan multikultural dengan latar belakang agama dan kebudayaan yang berbeda. Sehingga menyebabkan terciptanya suatu proses sosial yang bersifat asositatif dalam kerukunan hidup umat beragama dan integrasi sosial yang kokoh di sana. Dalam hal ini, salah satu media informal yang bisa dijadikan media pendidikan berbasis multikultural adalah Pura Panyagjagan yang menggambarkan ciri multikultural antara etnik Bali dan etnik Tionghoa yang terletak di Desa Pakraman Catur, Kintamani, Bangli. Keberadaan Pura Panyagjagan ini juga bisa menjadi sebuah media pendidikan multikutur di SMP karena terdapat kehidupan sosial yang harmonis antara dua agama dan kebudayaan yang berbeda di lingkungan Pura Panyagjagan. Hal ini bisa dilihat pada silabus IPS Terpadu SMP kelas VII semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 yaitu tentang memahami kehidupan sosial manusia serta mengidentifikasi bentukbentuk interaksi sosial. Sedangkan penerapan media pura sebagai pendidikan multikultur di lembaga informal atau masyarakat yaitu sebagai tempat untuk menambah wawasan anak-anak terutama usia sekolah dalam mengenal

4 arti multikultur secara nyata dari proses hubungan sosial yang terjadi antara dua agama dan kebudayaan yang berbeda tersebut, serta untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang kebudayaan tradisional Hindu dan Tionghoa disamping pendidikan sosial yang mereka peroleh dari sekolah. Dengan adanya penulisan ini, diharapkan dapat mempublikasikan keberadaan kerukunan hidup antar umat beragama agar masyarakat luas mengetahuinya. Sehingga dengan demikian dapat menjadi media pendidikan multikultural khususnya di Bali serta percontohan bagi daerah dan masyarakat lainnya di Indonesia. Seperti kita ketahui, penyelenggaraan pendidikan multikultural diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat Indonesia yang secara realitas plural. Dengan kata lain, pendidikan multikultur dapat menjadi sarana alternatif pemecah konflik sosialbudaya (Mahfud, 2009:216). Adapun rumusan masal dalam penelitian ini yaitu; (1) Bagaimana sejarah berdirinya Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur, (2) Bagaimana struktur dan fungsi Pura Panyagjagan dalam rangka menumbuhkan masyarakat multikultur di Desa Pakraman Catur, (3) Bagaimana fungsi Pura Panyagjagan sebagai media pendidikan multikultur di SMP dan masyarakat. METODE PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dengan menekankan pada teknik-teknik pendekatan kualitatif. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut; (1) teknik penentuan lokasi penelitian, yaitu dipilihnya lokasi penelitian di Desa Pakraman Catur ini karena terdapat sebuah Pura yaitu Pura Panyagjagan yang sangat unik, karena adanya perpaduan budaya Hindu dengan budaya Tionghoa (Cina), dimana dalam upacara keagamaannya antara budaya Hindu dan Cina berpadu menjadi satu, (2) teknik penentuan informan, yaitu informan diambil melalui teknik purposive sampling, yaitu pengambilan informan dengan tujuan tertentu yakni dengan mempertimbangkan bahwa informan/subyek yang dianggap memiliki kemampuan dan dapat memahami permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini. Prosedur penentuan informan selanjutnya dengan menggunakan teknik snow ball,yakni suatu teknik dengan menentukan informan kunci yang dapat memberikan informasi dan lebih mengetahui tentang masalah yang dikaji. Informan kunci ini kemudian diharapkan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang adanya informan lain yang lebih mengetahui permasalahan dan dimintai keterangan, demikian seterusnya sehingga diperoleh tingkat kejenuhan data yang nantinya dapat digunakan untuk membahas semua permasalahan penulisan yang telah dirumuskan (Nasution, 1998:32). Sesuai dengan teknik snow ball, Informan inti dalam penelitian ini adalah I Made Agus Antara selaku Kepala Desa Pakraman Catur, I Wayan Sukedana selaku Kelian Dinas Banjar Lampu Desa Pakraman Catur, Tjwa Hok Su selaku pengurus perhimpunan warga Tionghoa (Cina) di Dusun Lampu Desa Pakraman Catur, Ketut Budaraken selaku Bendesa Adat Desa Pakraman Catur, dan Jero Mangku Gede selaku Jero Mangku yang bertugas di Pura Panyagjagan serta Lie Giok Tian selaku tokoh masyarakat Tionghoa yang tahu tentang sejarah keberadaan etnis Tionghoa di Desa Pakraman Catur. (3) teknik pengumpulan data yaitu; (a) Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap objek masalah yang akan diteliti untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji (Nasution, 1998:56-59), (b) Teknik wawancara, yaitu metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden, data dicatat atau direkam dengan alat perekam (Soehartono, 2000:67), (c) Studi dokumen, yaitu pencatatan data statistik,

5 surat laporan penduduk bulanan, profil Desa Pakraman Catur dan monografi Desa Pakraman Catur yang kemudian dikumpulkan secara bertahap. Dari data yang penulis dapat dari metode di atas dan setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Di dalam teknik ini, data disatukan dan disusun secara sistematis, sehingga dari hasil tersebut ditarik suatu kesimpulan. Dalam proses deskriptif, penulis berusaha mendeskripsikan datadata yang sudah terkumpul secara sistematis dan kemudian menganalisis. Untuk memudahkan suatu kesimpulan, maka penulis menggunakan teknik induksi dan argumentasi dengan cara membandingkan dengan teori-teori atau sumber-sumber yang ada serta melakukan kajian pustaka. Dengan demikian data yang terkumpul lebih terjamin keasliannya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Berdirinya Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur Keberadaan Pura Panyagjagan tidak terlepas dari sistem religi yang membudaya menjadi suatu tradisi yang turun-temurun umat Hindu yang ada di Desa Pakraman Catur yang merupakan pengempon Pura Panyagjagan. Istilah nama dari Pura Panyagjagan ini berakar dari kata jagjag yang berarti datang mendekat. Setelah mendapat awalan padan akhiran -an berubah menjadi pajagjagan, karena ada perubahan pengucapan menjadi panyagjagan yang bermakna aktif dalam artian tempat untuk melakukan kegiatan datang mendekat. Maksudnya datang mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasi beliau, baik itu secara Agama Hindu maupun secara Agama Budha (Tionghoa). Di tempat inilah umat Hindu dan Budha (Tionghoa) saling berbaur menjadi satu menuju satu tujuan, walaupun berbeda keyakinan tetapi dalam artian satu Tuhan Yang Maha Esa pada satu tempat yaitu Pura Panyagjagan yang terletak di Desa Pakraman Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pura Panyagjagan ini diperkirakan sudah ada pada zaman kerajaan Bali Kuno, sedangkan cikal bakal Pura Panyagjagan yaitu diawali dari penemuan beberapa pertima/arca di lokasi berdirinya Pura Panyagjagan yang sebelumnya di tempat penemuan pertima/arca tersebut merupakan tanah kosong yang tak terawat, sehingga dibangunlah Pelinggih Arca untuk menstanankan pertima/arca tersebut sampai didirikanlah sebuah pura yang dekenal dengan sebutan Pura Panyagjagan yang dibangun pada abad ke-19 di lokasi tersebut. Pura Panyagjagan mengalami pemugaran sebayak dua kali, yaitu pemugaran yang pertama pada tahun 1947 dan pemugaran yang terahir pada tahun 2002 hingga sekarang. Pura Panyagjagan ini merupakan pura tertua di Desa Pakraman Catur disamping beberapa pura tua yang ada di Desa Pakraman Catur seperti Pura Pebini, Pura Padang Nguah dan Pura Bukit Sari. Mithologi atau cerita rakyat mengenai keberadaan Pura Panyagjagan yang berada di Desa Pakraman Catur ini diyakini umatnya secara niskala merupakan stana Ida Bhatara Lingsir yang di stanakan pada Pelinggih Meru Tumpang Solas dan pasimpanganpasimpangan beberapa gunung di Bali, seperti; Pasimpangan Gunung Agung, Pasimpangan Gunung Lebah (Batur), Pasimpangan Pucak Panulisan, dan Pasimpangan Gunung Catur (Antap Sai atau Antap Sari atau Pucak Bon) serta adanya Pelinggih Konco dengan sebutan Pelinggih Ratu Subandar (wawancara dengan I Ketut Jati (50 tahun) tanggal 19 Juli 2014). Dasar kepercayaan atau sistem religi masyarakat Desa Pakraman Catur terhadap Pura Panyagjagan dilatar belakangi oleh keragaman budaya. Sesuai informasi dari para pemangku dan warga Desa Pakraman Catur maka dapat diceritakan bahwa Pura Panyagjagan ini memiliki kekhususan yaitu adanya perpaduan budaya Hindu dan Cina

6 (Tionghoa) karena pada halaman jeroan pura terdapat Pelinggih Konco dan pada halaman jaba tengah terdapat Pelinggih Ratu Subandar. Struktur dan Bentuk Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur Konsep pendirian tempat suci atau pura merupakan refleksi dari Bhuana Agung atau alam semesta. Konsepsi masyarakat Hindu di Bali tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini tersusun menjadi tiga bagian yang disebut Tri Loka yakni alam bawah (bhur loka), alam tengah (bwah loka), dan alam atas ( swah loka) (Suyasa, 1996:8). Secara horizontal struktur tempat suci pura tidak lain merupakan bentuk mini dari alam semesta. Azas itu tercermin pada struktur konsep tempat suci yang terdiri atas tiga halaman (Tri Mandala), yakni jaba sisi yaitu halaman depan, jaba tengah yaitu halaman tengah dan jeroan yaitu halaman dalam. Diantara ketiga halaman pura tersebut, maka halaman yang ketigalah yang merupakan halaman yang paling suci dan pada halaman terdapat pelinggih pokok atau pelinggih induk suatu pura. Disamping pengaturan struktur secara horizontal, terdapat juga pembagian secara vertikal. Pembagian secara vertikal ini merupakan simbolik dari gunung yang tampak pada struktur bangunan-bangunan pelinggih yang terdapat di dalam bangunan pura mengacu pada konsep Tri Angga (kaki, badan, dan kepala). Halaman pura seperti diatas biasanya dibatasi oleh suatu tembok pembatas yang mengelilingi pura. Tembok keliling ini merupakan pembatas antara daerah yang suci dengan yang keramat yaitu pura yang berada dalam tembok keliling tersebut dengan daerah sekitar yang terbentang untuk menjaga kesucian dan kekeramatan pura. Demikian juga dengan Pura Panyagjagan yang ada di Desa Pakraman Catur yang terdiri dari tiga halaman (Tri Mandala) yaitu Utama Mandala (jeroan), Madya Mandala (jaba tengah), dan Nista Mandala (jaba sisi). Jajaran Pelinggih Pada Utama Mandala (Jeroan), yaitu; Pelinggih Sanggar, Pasimpangan Gunung Agung, Bale Pelik, Pasimpangan Gunung Lebah, Meru Tumpang Solas, Pelinggih Pajenengan, Pasimpangan Pucak Antap Sai, Pasimpangan Pucak Penulisan, Pelinggih Penyarikan, Pelinggih Ida Bhatara Konco, Pelinggih Arca, dan Tepas. Pelinggih Pada Madya Mandala (Jaba Tengah), yaitu; Pelinggih Ratu Subandar, Bale Penganteb, Pelinggih Ratu Gede, Bale Panetegan, Bale Lantang, Bale Gong, Dasar, dan Aling-Aling. Pelinggih Pada Nista Mandala (Jaba Sisi), yaitu; Pelinggih Apit Lawang, Lebuh, Bale Kulkul, dan Bale Pewaregan. Fungsi Pura Panyagjagan Bagi Masyarakat Desa Pakraman Catur Pura merupakan tempat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya atau prabawanya serta memohon anugerah dan rahmat-nya semoga mendapatkan keselamatan serta ketentraman lahir batin. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai buku, fungsi pura ada bermacam-macam, seperti; (1) tempat umat untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, (2) tempat untuk melakukan ikrar, (3) tempat pembinaan umat dan lain sebagaiannya. Demikian juga halnya dengan Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur yang memiliki beberapa fungsi diantaranya : (a) fungsi religius, yaitu sebagai tempat umat untuk meningkatkan Sradha dan Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi untuk mendapatkan keselamatan lahir dan bathin agar terhindar dari segala malapetaka. (b) Fungsi sosial, yaitu disamping sebagai tempat pemujaan, Pura Panyagjagan juga mempunyai fungsi sosial, terutama sebagai tempat berkumpulnya masyarakat di Desa Pakraman Catur, misalnya sebelum upacara piodalan di Pura Panyagjagan, terlebih dahuli dilaksanakan upacara ngayah, disanalah masyarakat berkumpul sehingga terjadi komunikasi maupun interaksi sosial. (c) Fungsi

7 budaya, yaitu di setiap kegiatan upacara keagamaan di Pura Panyagjagan dilengkapi dengan pementasan kesenian daerah. Kesenian daerah yang dipentaskan di Pura Panyagjagan ini biasanya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu ada sifat sakral yang wajib dipentaskan dan ada juga yang bersifat hiburan semata dengan tujuan untuk menghibur para pemedek yang tangkil di Pura Panyagjagan, (d) Fungsi pendidikan, yaitu fungsi pendidikan non formal, dimana menurut penuturan Nyoman Suarnatha (wawancara tanggal 6 Juni 2014) bahwa di Pura Panyagjagan setiap rainan Purnama dan Tilem dilaksanakan Pelatihan Pesantian dan Dharmagita. Sedangkan menurut penuturan Jro Bayan Teher (wawancara tanggal 7 Juni 2014) juga menambahkan bahwa setiap upacara piodalan di Pura Panyagjagan sebelum persembahyangan dimulai, terlebih dahulu diawali dengan persembahan tari-tarian wali baik Tari Rejang Dewa maupun Tari Pendet, Jadi secara tidak langsung itupun sudah termasuk mendidik anak-anak agar lebih mengetahui tentang pendidikan seni tari. Berdasarkan dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi Pura Panyagjagan sebagai fungsi pendidikan sebagai tempat untuk melatih anak-anak terutama usia sekolah dalam bidang kesenian baik medharmagita maupun menari, juga untuk meningkatkan tentang kebudayaan tradisional Bali disamping pendidikan seni kebudayaan yang diperolehnya dari sekolah. Fungsi Pura Panyagjagan Sebagai Media Pendidikan Multikultur di SMP dan Masyarakat Desa Pakraman Catur 1. Di SMP Pura dijadikan sebagai media pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) suasana pura yang religius-magis akan memberikan suasana belajar yang juga religius, sehingga komunikasi antara instruktur dan peserta didik akan berjalan tulus dan terbuka. Suasana ini lebih menjamin transformasi pengetahuan secara lebih efektif. (2) suasana lingkungan pura akan mendorong diskusi dan transformasi nilai yang terkait dengan norma, etika, kebenaran, kebaikan, dan moral. Dengan demikian pendidikan di pura akan menjadi suplemen atau komplementaritas dari pendidikan di sekolah yang sudah mempunyai kurikulum yang ketat. (3) dengan adanya aktivitas pendidikan di pura, akan ada upaya pemeliharaan kebersihan pura secara kontinyu. Berbagai fasilitas non sakral dari pura seperti wantilan, toilet dan sebagaiannya akan lebih terawat dibandingkan kalau pura hanya dikunjungi pada saat piodalan. Yang juga tidak kalah pentingnya, dengan adanya aktivitas pendidikan di pura, berbagai aktivitas yang berkonotasi negatif seperti kebiasaan mengadakan tajen atau sabungan ayam, ataupun berbagai bentuk judi lainnya di areal pura mungkin berlahan-lahan dapat dikurangi (Pitana, 2009: 67). Dalam hal ini, salah satu lembaga informal yang bisa dijadikan media pendidikan berbasis multikultural adalah Pura Panyagjagan yang menggambarkan ciri multikultural antara etnik Bali dan etnik Tionghoa yang terletak di Desa Pakraman Catur, Kintamani, Bangli. Keberadaan Pura Panyagjagan ini dapat berfungsi dalam dunia pendidikan dalam artian luas dan berfungsi sebagai media pendidikan dalam artian khusus. Tanpa adanya bukti nyata tentang hubungan sosial multikultur yang diajarkan di lembaga pendidikan, rasanya amat mustahil peserta didik tersebut paham dan mengerti lebih dalam mengenai bagaimana sesungguhnya hubungan sosial multikultur tersebut terjadi dalam kehidupan nyata dalam masyarakat multikultur. Pura Panyagjagan sangat penting fungsinya dalam rangka memberikan penyuluhan bagi para siswa, mahasiswa, maupun masyarakat pada umumnya mengenai proses interaksi agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di bidang hubungan sosial yang terjadi di Pura Panyagjagan yang memultikulturkan kebudayaan luar (Buddha) dengan kebudayaan lokal yaitu kebudayaan Hindu

8 di Bali yang masyarakatnya mayoritas beragama Hindu. Keberadaan tempat suci Pura Panyagjagan ini akan bisa menjadi sebuah media pendidikan dalam IPS Terpadu di SMP karena ada hubungan sosial multikultur antara etnik Hindu dan etnik Tionghoa, terutama dari keberadaan Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Subandar yang merupakan tempat suci milik etnik Tionghoa yang berdampingan dengan pelinggih-pelinggih milik etnik Hindu dalam satu areal tempat suci di Pura Panyagjagan. Sejalan dengan hal tersebut, pengintegrasian tentang pendidikan multikultural di SMP juga telah dimasukkan didalam silabus IPS Terpadu, terutama pada mata pelajaran IPS Terpadu SMP kelas VII semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 yaitu dalam Standar Kompetensi: memahami kehidupan sosial manusia dan Kompetensi Dasar: mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial, serta Indikator: (a) menjelaskan pengertian interaksi sosial asosiatif, (b) menyebutkan bentuk bentuk intraksi sosial asosiatif, (c) menjelaskan pengertian interaksi sosial dissosiatif, (d) menyebutkan bentuk bentuk intraksi sosial disosiatif (dalam Silabus IPS Terpadu SMP N.2 Kintamani). Dalam hal ini keberadaan Pura Panyagjagan yang terletak di Desa Pakraman Catur yang merupakan tempat suci agama Hindu bisa dijadikan media pendidikan multikultur karena Pura tersebut mengakulturasikan kebudayaan luar (Budha) dengan kebudayaan Hindu di Bali yang masyarakatnya mayoritas beragama Hindu. Akulturasi kebudayaan Hindu dan Budha tersebut bisa dilihat pada arsitektur bangunan Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar yang memakai arsitektur pelinggih Hindu. Hal ini yang menyebabkan struktur Pura Panyagjagan berbeda dengan bangunan suci umat Hindu pada umumnya di Bali. Selain itu, Pura Panyagjagan juga dapat memberikan contoh kepada masyarakat dalam hal ini siswa dan guru tentang interaksi sosial multikultur yang terjalin dengan harmonis dalam masyarakat yang tercermin dari struktur penempatan tempat suci milik agama Budha di areal tempat suci milik agama Hindu dengan mengunjungi tempat suci tersebut sebagai penambah wawasan terkait materi yang diajarkan di sekolah. 2. Di Masyarakat Pura Panyagjagan yang terletak di Desa Pakraman Catur ini merupakan sebuah pura umum bagi masyarakat Desa Pakraman Catur yang mana pembangunan pura ini dibuat karena sudah turun temurun diteruskan oleh masyarakat sebagai tempat pemujaan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan segala manipestasinya agar masyarakat Desa Pakraman Catur terhindar dari berbagai penyakit berbahaya dan senantiasa mendapat kemakmuran serta kesejahteraan. Pura Panyagjagan merupakan perpaduan antara budaya Hindu dengan budaya Tionghoa (Cina) sehingga dapat disimpulkan bahwa letak pendidikan multikultur pada Pura Panyagjagan ini yaitu terletak pada bentuk bangunan dan upacara keagamaannya. 1) Pendidikan Multikultur pada Bentuk Bangunan Pura Panyagjagan mempunyai bentuk bangunan yang sangat unik, dimana bentuk bangunannya lain dari pada yang lain dan tidak seperti kebanyakan bentuk pura yang ada di Bali. Pura Panyagjagan ini mengandung nilai seni (estetika) terutama dilihat dari bentuk bangunannya yang sangat menarik karena terdapat Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar yang memadukan arsitektur Cina dengan Bali. Hal tersebut dapat dicermati dari arsitektur Pelinggih Ida Bhatara Konco yang menggunakan arsitektur sama dengan pelinggihpelinggih milik krama Hindu, hanya saja terdapat dua jendela yang bercorak Tionghoa (Cina) serta memakai pintu style Bali. Selain itu pula, di samping pelinggih juga terdapat tempat lilin dan tempat

9 membakar dupa atau sesajen yang mencirikan corak budaya Tionghoa (Cina). Sedangkan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar masih mengalami pemugaran, yang terlihat baru struktur kaki pelinggih yang bercorak Hindu serta beberapa arca Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar yang diletakkan di atas kaki pelinggih. Walaupun budaya Hindu dan Cina membaur menjadi satu dalam bentuk bangunan pelinggih tersebut, masyarakat Desa Pakraman Catur secara bersamasama tidak ada perbedaan dalam melaksanakan upacara keagamaan serta memuja pada Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar. Demikian juga kedua pelinggih ini berada secara bersama-sama pada halaman Jeroan pura ataupun pada halaman Jaba Tengah Pura Panyagjagan berdampingan dengan Meru Tumpang 11 dan pelinggih-pelinggih milik krama Hindu di Desa Pakraman Catur (wawancara dengan Tjwa Hok Su (65 tahun) tanggal 13 Juni 2014). 2) Pendidikan Multikultur pada Upacara Keagamaan Upacara keagamaan/piodalan di Pura Panyagjagan sama seperti pura lainnya yang ada di Bali dimana sarana persembahyangannya berupa Banten atau Bebantenan karena banten di Bali merupakan ciri khas yang unik yang mengkaitkan daya cipta religius yang mengandung magis sekaligus mengandung budaya seni dan adat yang berciri Desa-Kala-Patra maka terungkaplah suatu nilai luhur yang tiada tandingannya. Tapi ada satu yang berbeda dari bentuk upacara piodalan yang dilaksanakan di Pura Panyagjagan ini, karena di Pura Panyagjanga ada unsur budaya Tionghoa (Cina), maka dalam melaksanakan upacara piodalannya memakai budaya Hindu dan Tionghoa. Menurut penuturan Poo Cing Huang (wawancara tanggal 14/06/2014) mengatakan bahwa kelengkapan dalam upacara piodalan di Pura Panyagjagan memakai banten sorohan dari budaya Hindu sedangkan menghidupkan lampion, lilin, menggunakan permen, buah-buahan dan kue sebagai budaya Tionghoa. Hal ini membuktikan bahwa sarana upacara piodalan yang digunakan di Pura Panyagjagan juga mengalami akulturasi tradisi dua kebudayaan yang berbeda, terutama dari bentuk sarana persembahan/bebantenan yang dipersembahkan ketika ada upacara piodalan di Pura Panyagjagan. Mengenai teknis upacara piodalan di Pura Panyagjagan adalah dilaksanakan secara gotong-royong yang dimulai dengan kegiatan pengumpulan sarana prasarana upacara seperti; pisang, kelapa, janur, dan lain-lainnya. Walaupun demikian, pelaksanaan upacara di pura ini tidak pernah ada rasa enggan untuk ngayah bagi warga masyarakat Desa Pakraman Catur maupun warga masyarakat etnis Tionghoa sebagai pengempon Pura Panyagjagan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut; 1. Diperkirakan Pura Panyagjagan ini sudah ada pada zaman kerajaan Bali Kuno, sedangkan cikal bakal Pura Panyagjagan yaitu diawali dari penemuan beberapa pertima oleh masyarakat Desa Pakraman Catur, sehingga dibangunlah sebuah pelinggih untuk menstanankannya sampai didirikanlah sebuah pura yang dekenal dengan sebutan Pura Panyagjagan pada abad ke-19, hingga pura ini mengalami pemugaran pada tahun 1947 hingga sekarang. Pura Panyagjagan ini merupakan pura tertua di Desa Pakraman Catur disamping beberapa pura tua yang ada di Desa Pakraman Catur seperti Pura Pebini, Pura Padang Nguah, dan Pura Bukit Sari. 2. Secara struktur, Pura Panyagjagan di Desa Pakraman Catur terdiri dari tiga halaman (Tri Mandala) yaitu: Uttama Mandala, Madya Mandala, dan Nista

10 Mandala serta pada bangunan pelinggih mengacu pada konsep Tri Angga yang terdiri (kaki, badan, dan kepala). Fungsi Pura Panyagjagan yaitu terdiri dari beberapa fungsi diantaranya; (1) fungsi religius yaitu sebagai tempat sembahyang untuk mendapatkan keselamatan lahir dan bathin agar terhindar dari segala malapetaka. (2) fungsi sosial yaitu sebagai tempat untuk berkumpulnya masyarakat yang dilaksanakan pada saat ngayah di pura, sehingga terjadinya interaksi sosial, (3) fungsi budaya yaitu sebagai tempat pusat kegiatan budaya yang ditunjukkan dengan aneka tarian, seni tabuh, dan kidung/pesantian, (4) fungsi pendidikan yaitu sebagai pendidikan non-formal seperti pelatihan pesantian, dharmagita, menari, dan pelatihan tetabuhan. 3. Potensi Pura Panyagjagan yang dapat dikembangkan sebagai media pendidikan multikultural yaitu terletak pada: (1) bentuk bangunannya yaitu adanya Pelinggih Ida Bhatara Konco dan Pelinggih Ida Bhatara Ratu Subandar, tetapi dalam praktek upacara keagamaannya secara Hindu dan dilaksanakan oleh umat Hindu tanpa ada yang mempertentangkan, (2) upacara keagamaannya, dimana dalam sarana dan prasarana banten-nya menggunakan budaya Bali dan Cina. Adapun nilai-nilai multikultur yang bisa dikembangkan di sekolah dan masyarakat adalah nilai religius, nilai kebersamaan, nilai toleransi dan nilai kebudayaan. 2. Kepada seluruh masyarakat baik yang ada di Desa Pakraman Catur maupun di luar Desa Pakraman Catur agar lebih mencermati dengan baik tentang keberadaan Pura Panyagjagan tersebut supaya masyarakat tidak salah tafsir dengan bentuk bangunan tempat sucinya. 3. Kepada pemerintah atau instansi terkait agar banyak memberikan penyuluhan-penyuluhan bagi para generasi muda agar dapat ikut serta memelihara dan melestarikan keberadaan pura, sehingga nilai sakral dari pada pura tersebut dapat dipertahankan. 4. Kepada para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang Pura Panyagjagan agar meneliti dengan cermat dan mendalam terutama mengenai hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini. KATA PERSEMBAHAN Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M. A, selaku pembimbing I atas bimbingan, arahan serta saran yang bapak berikan kepada penulis dalam menyusun artikel ini sehingga selesai tepat pada waktunya dan juga kepada Ibu Dr. Tuty Maryati, M. Pd, selaku pembimbing II sekaligus sebagai pembimbing akademik penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan kesabarannya serta senantiasa mau meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. SARAN Dalam penelitian ini saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Kepada masyarakat Desa Pakraman Catur agar tetap menjaga kelestaraian dan keindahan Pura Panyagjagan serta menjaga kesuciannya, karena Pura Panyagjagan merupakan asset budaya yang dimiliki oleh masyarakat Catur sebagai obyek pariwisata. DAFTAR PUSTAKA Mahfud, Choirul Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Nasution, MA, Prof. Dr Metodologi Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: PT Tarsito Bandung.

11 Pitana, I Gde Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Penerbit BP. Soehartono, Irawan Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sumartana, dkk Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Institut DIAN/Interfidei dan Pustaka Pelajar. Suyasa, I Wayan Pura Agung Jagatnatha Singaraja: Latar Belakang Berdirinya dan Makna Filosofisnya. Singaraja. Wiana, I Ketut Beragama bukan hanya di Pura. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS oleh I Wayan Sudiana, (NIM 0814021029), (Email : Sudiana_ IWayan@yahoo.com) Desak Made Oka

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT PURA TAMAN NARMADA BALI RAJA DI DESA PAKRAMAN TAMANBALI, BANGLI, BALI (Sejarah, Struktur, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal) Oleh : Ni Wayan Eka Krisna Yanti, (NIM 0914021029), (niwayanekakrisnayanti@yahoo.com)

Lebih terperinci

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Oleh : Ni Luh Sri Karmi Asri, (NIM 0914021002), (e-mail: niluhsrikarmiasri@yahoo.com)

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 1 AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG 2007-2014 I Ketut Winata Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya winatasejarah11@yahoo.com

Lebih terperinci

PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI. Oleh

PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI. Oleh PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI Oleh I Gede Yogi Adi Prawira, Nim 0814021039 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

ARTIKEL. Oleh Ni Wayan Astini JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA ARTIKEL Judul PURA DUKUH SANTRIAN DUSUN PEKANDELAN, DESA BEDULU, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN FUNGSI, SERTA POTENSI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN DI SMA) Oleh Ni Wayan Astini

Lebih terperinci

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI

ARTIKEL. Oleh NI LUH PUTU SRI ADNYANI ARTIKEL Judul MAKAM KERAMAT AGUNG PEMECUTAN DI KELURAHAN PEMECUTAN, KOTA DENPASAR (Studi Tentang Latar Belakang Sejarah, Struktur, Fungsi dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal) Oleh NI LUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh. I Putu Sandiasa Adiawan JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

ARTIKEL. Judul. Oleh. I Putu Sandiasa Adiawan JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA ARTIKEL Judul SINKRETISME HINDU-BUDDHA (KONGHUCU) DI PURA BATU MERINGGIT, DESA CANDIKUNING, TABANAN, BALI (STUDI TENTANG SEJARAH DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH) Oleh I Putu Sandiasa Adiawan

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68 PERKAWINAN GAMYA GAMANA ANTARA MASYARAKAT TIONG HOA DENGAN MASYARAKAT BATUR DI SESA BATUR KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Kajian Aksiologi) Oleh Ni Luh Ginanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI 118 BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap Pura Maospait maka dapat diketahui bahwa ada hal-hal yang berbeda dengan pura-pura kuna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI Oleh : DEWA AYU EKA PUTRI 1101605007 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan Laporan kemajuan HIBAH UDAYANA MENGABDI Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan Oleh IR. I WAYAN SUKERAYASA (196411031991031001) IR. I NYOMAN SURATA, MT. (195310301986011001)

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

Kata Kunci: Sejarah, struktur, fungsi, potensi Pura Wayah Dalem Majapahit sebagai sumber belajar. *) Dosen Pembimbing

Kata Kunci: Sejarah, struktur, fungsi, potensi Pura Wayah Dalem Majapahit sebagai sumber belajar. *) Dosen Pembimbing Identifikasi Pura Wayah Dalem Majapahit di Desa Lembongan, Nusa Penida, Klungkung, Bali ( Kajian Tentang Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA Wisata Dharma) OLEH

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu bangsa yang sangat kaya dengan seni budaya baik berupa tari, musik, seni rupa hingga adat istiadatnya yang tersebar dari Sabang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa nilai sosial

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan LAPORAN PELAKSANAAN HIBAH UDAYANA MENGABDI Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan Oleh IR. I WAYAN SUKERAYASA (196411031991031001) IR. I NYOMAN SURATA, MT. (195310301986011001)

Lebih terperinci

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Gede Ari Duarsa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM ARTIKEL Judul ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM 2013 Oleh MADE ANGGA SETIAWAN 1014021020

Lebih terperinci

PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN ABSTRAK ABSTRACT

PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN ABSTRAK ABSTRACT JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 1, JANUARI 2016 PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN I W. Sukerayasa 1, I. B. A. Swamardika 1, I W. A. Wijaya 1 I N. Surata 2,

Lebih terperinci

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN KEMBANG MERTA DESA CANDIKUNING KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Oleh I Putu Hendra Yogi Swasgita hendrayogi.pcc@gmail.com

Lebih terperinci

Fungsi Bangunan Pura Penataran Agung Margo Wening di Desa Balonggarut Kecamatan Krembung

Fungsi Bangunan Pura Penataran Agung Margo Wening di Desa Balonggarut Kecamatan Krembung Fungsi Bangunan Pura Penataran Agung Margo Wening di Desa Balonggarut Kecamatan Krembung Vinna Primakusuma Dewi vinnaprima1@gmail.com Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga Abstract Inter-religious

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Abstrak Program IPTEKSS bagi Masyrakat (IbM) di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten

Lebih terperinci

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional Bali Pola Tata Ruang Tradisional Konsep Sanga Mandala Konsep Tri Angga pada lingkungan Konsep Tri Angga pada Rumah Tata Ruang Rumah Tinggal Konsep tata ruang tradisional Pola tata ruang tradisional Bali

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

NI KADEK ARI INDRAYANI NIM JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

NI KADEK ARI INDRAYANI NIM JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA ARTIKEL Pura Pabean Pulaki, Di Banyupoh Gerokgak, Buleleng-Bali (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA) Oleh NI KADEK ARI INDRAYANI NIM. 1114023001

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi 126 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1). Upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di Kota Denpasar adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu ESENSI LINGGA YONI DI PURA BATUR NING DESA PAKRAMAN SAYAN, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR OLEH: I NYOMAN SUDIANA Email : sudiana_syn@yahoo.com Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I I Ketut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA.

ARTIKEL. Judul. Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA. ARTIKEL Judul Pemertahanan Tradisi Gebug Ende di Desa Pakraman Seraya, Karangasem, Bali, dan Potensinya Sebagai Sumber belajar Sejarah di SMA Oleh Desak Made Suprayanti 1014021014 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) BANTEN PIODALAN ALIT SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) NO A PELINGGIH SARANA BANTEN UPAKARA SATUAN KETERANGAN MEPIUNING MEKARYA SANGANAN SUCI 1 PEJATI 3 SET Padmasana, Dapur Suci, Pinanditha 2

Lebih terperinci

PURA GOA GIRI PUTRI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTUR BAGI WARGA DESA PAKRAMAN SUANA, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

PURA GOA GIRI PUTRI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTUR BAGI WARGA DESA PAKRAMAN SUANA, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI PURA GOA GIRI PUTRI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MULTIKULTUR BAGI WARGA DESA PAKRAMAN SUANA, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI Oleh Ayu Jaya Wardani, (NIM.0914021007), (e-mail: Gek.jha@yahoo.com) I Gusti Made Aryana*)

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN ARTIKEL Judul Identifikasi Arca Megalitik di Pura Ulun Suwi Desa Pakraman Selulung (Kajian tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran IPS pada SMP berdasarkan Kurikulum 2013). Oleh I WAYAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan

Lebih terperinci

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010 DESKRIPSI FRAGMEN TARI DUKUH SILADRI Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

Menengok sejarah hubungan Bali dan Tiongkok di Shapowei

Menengok sejarah hubungan Bali dan Tiongkok di Shapowei Laporan dari Tiongkok Menengok sejarah hubungan Bali dan Tiongkok di Shapowei Sabtu, 5 Mei 2018 13:06 WIB Seorang pengunjung melihat keindahan kampung budaya Shapowei di kota Xiamen, Fujian, Cina, Rabu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Ardani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar made.ardani6@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Kemajukan ini di tandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing

Lebih terperinci

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan Oleh Dra. Lilin Candrawati S., M.Sn ============================================================ Abstrak Tari Pendet merupakan salah

Lebih terperinci

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI I Wayan Dirana Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diranawayan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Komang Samiasih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Pura Kawitan yang

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PETILASAN MACAN PUTIH SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL BAGI GENERASI MUDA. Tian Fitriara Huda

PEMANFAATAN PETILASAN MACAN PUTIH SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL BAGI GENERASI MUDA. Tian Fitriara Huda Jurnal HISTORIA Volume 4, Nomor 1, Tahun 2016, ISSN 2337-4713 (e-issn 2442-8728) PEMANFAATAN PETILASAN MACAN PUTIH SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL BAGI GENERASI MUDA Tian Fitriara Huda Program Studi

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19 EKSISTENSI TARI BARIS IDIH-IDIH DI DESA PAKRAMAN PATAS, DESA TARO, KECAMATAN TEGALLALANG, KABUPATEN GIANYAR Oleh Ni Nyoman Muliartini Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Hinduism is the oldest

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu ABSTRAK Perancangan Pasraman Hindu di Buleleng merupakan suatu upaya dalam memberikan pembinaan serta pendidikan secara mental dan fisik baik jasmani maupun rohani kepada seluruh masyarakat Hindu, khususnya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

ARTIKEL. Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA ARTIKEL Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA Oleh : I Gede Arcana, Nim 1214021017 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ARTIKEL Judul KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL ) Oleh Kadek Maharta Dharma 0914021049 JURUSAN

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA

PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA PENGARUH KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SOSIAL PERKOTAAN TERHADAP KONSEP PEMBANGUNAN PURA ADHITYA JAYA DI RAWAMANGUN JAKARTA I Kadek Oka Supribawa¹, Moh.Ischak² 1 Mahasiswa Program Studi Magister Arsitektur,

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

PURA PUSEH, PURA DESA BATUAN DALAM PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN BALI DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR (Kajian Pariwisata Budaya)

PURA PUSEH, PURA DESA BATUAN DALAM PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN BALI DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR (Kajian Pariwisata Budaya) PURA PUSEH, PURA DESA BATUAN DALAM PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN BALI DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR (Kajian Pariwisata Budaya) Ni Wayan Surina, Ida Bagus Nyoman Wartha Program Studi

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU KODE ETIK DOSEN VISI : Terdepan dalam dharma, widya dan budaya MISI : 1. Meningkatkan Kualitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu melalui Pendidikan Tinggi Hindu; 2. Mengembangkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan dimana kesemuanya itu merupakan anugrah dari Tuhan yang maha

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA Elfrida Rosidah Simorangkir Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA Dalam mengemban amanat masyarakat desa, pemerintah desa melakukan upaya terencana dan terprogram yang tersusun dalam dokumen perencanaan desa baik RPJMD maupun

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR NI MADE MERTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI Oleh : A.A SRI AGUNG PRADNYAPARAMITA 1101605005 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci