VIII. SKENARIO KEBIJAKAN
|
|
- Leony Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VIII. SKENARIO KEBIJAKAN 8.. Pendahuluan Pada bagian ini akan dibahas pemilihan kebijakan dari beberapa alternatif kebijakan yang ada dengan menggunakan analisis sensitivitas model. Pada bagian sebelumnya, telah dilakukan analisis persepsi masyarakat dengan menggunakan PCA (principal component analysis) yang akan dipakai sebagai dasar pengambilan alternatif kebijakan untuk analisa sensitivitas model. Dari beberapa alternatif kebijakan, diambil kebijakan terbaik dengan melihat perilaku model yang paling menguntungkan dilihat dari sisi keberlanjutan pengelolaan transportasi di kawasan perumahan di pinggiran kota metropolitan tersebut. 8.. Alternatif Skenario Kebijakan Hasil penelitian terhadap persepsi masyarakat dengan menggunakan PCA (principal component analysis) seperti yang tercantum dalam bab V diperoleh (dua) bagian besar persepsi masyarakat untuk pengelolaan transportasi pada jalan akses ke perumahan di pinggir metropolitan yaitu:. Peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (infrastruktur transportasi), dengan variabel: Meningkatkan kapasitas dasar jalan (0,8) Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu-lintas (0,80) Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu-lintas (0,799) Menambah lebar jalur lalu lintas (0,7) Menyesuaikan rasio arah sesuai volume lalu-lintas (0,6) Tidak merubah kebijakan (0,6).. Peningkatan / perbaikan sarana kendaraan (sarana transportasi), dengan variabel: Pengurangan emisi kendaraan (0,88) Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi (0,79) Pembatasan umur kendaraan pribadi (0,78) Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum (0,70) Disini terlihat bahwa masyarakat paling banyak memilih untuk meningkatkan kapasitas dasar jalan (untuk perbaikan prasarana) dan pengurangan emisi gas
2 8 buang kendaraan (untuk perbaikan sarana transportasi). Pengurangan emisi kendaraan dapat dilakukan dengan pengujian semua kendaraan secara berkala dan pengurangan emisi gas buang setiap kendaraan dengan berbagai teknologi mutakhir yang sudah dapat dilakukan pada masa sekarang. Dalam penelitian ini ada beberapa alternatif kebijakan yang akan diambil yaitu:. Alternatif kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do nothing). Alternatif kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan.. Alternatif kebijakan : pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan.. Alternatif kebijakan : peningkatan kapasitas dasar jaringan jalan dan pengurangan emisi gas buang kendaraan.. Alternatif kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum serta pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. Adapun alternatif kebijakan yang diambil tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:. Alternatif kebijakan : Tidak mengadakan perubahan kebijakan ( do nothing ): Alternatif ini diambil sebagai pembanding dalam pengambilan alternatif kebijakan lainnya, juga sebagai alternatif kebijakan apabila kebijakan lainnya kenyataannya tidak lebih baik dari yang sudah ada sekarang. Dalam pemilihan alternatif kebijakan ini tidak ada perubahan parameter yang dilakukan.. Alternatif kebijakan : Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum Alternatif kebijakan ini adalah skenario kebijakan dengan peningkatan kualitas angkutan umum sehingga menarik minat para pemakai kendaraan pribadi untuk berpindah moda ke angkutan umum. Tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi dikendalikan dengan ketat sehingga diharapkan dapat turun menjadi 0% dari tingkat pertumbuhan sebelumnya. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang 0%.. Alternatif kebijakan : Pembatasan umur kendaraan pribadi Alternatif kebijakan ini adalah kebijakan dengan membatasi umur mobil pribadi dari tahun menjadi 7 tahun, dan umur sepeda motor dari 0 tahun menjadi
3 9 tahun. Dengan demikian diharapkan akan terjadi pengurangan pertumbuhan jumlah secara total dari kendaraan pribadi tersebut. Kebijakan ini disertai juga dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan hingga 0% dari kondisi yang ada sekarang.. Alternatif kebijakan : Penambahan kapasitas dasar jalan Adalah alternatif kebijakan dengan menambah kapasitas dasar jaringan jalan yaitu dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Kebijakan ini dibarengi juga dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan hingga 0% dari emisi gas buang yang ada sekarang.. Alternatif kebijakan : Kombinasi alternatif kebijakan dengan : Adalah kombinasi antara alternatif kebijakan yaitu peningkatan kualitas angkutan umum dengan alternatif kebijakan yaitu pembatasan umur kendaraan pribadi, yang disertai dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan sebesar 0%. Pelaksanaan perubahan kebijakan transportasi secara besar-besaran dalam permodelan ini diasumsikan akan dilakukan pada tahun 0, sehingga seluruh parameter model dianggap tetap, mulai dari tahun awal simulasi (tahun 00) sampai dengan tahun perubahan kebijakan transportasi (tahun 0) tersebut. Untuk melihat alternatif kebijakan mana yang terbaik, penelitian dilakukan terhadap perilaku simulasi model dengan merubah beberapa parameter yang menggambarkan kondisi yang akan terjadi di alam nyata apabila suatu alternatif kebijakan tertentu diambil. Dengan merubah parameter parameter tersebut (Tabel 8) diperoleh gambaran kondisi transportasi yang akan dialami oleh pelaku perjalanan pada kawasan perumahan di lokasi penelitian tersebut. Dari ke skenario kebijakan yang disimulasikan, akan diambil skenario kebijakan paling baik dengan melihat pada kondisi derajat kejenuhan jalan, kecepatan kendaraan rata-rata, pencemaran udara dan kebisingan pada tahun tahun setelah pelaksanaan kebijakan transportasi (tahun 0) sampai dengan tahun 00. Parameter-parameter model yang akan dirubah dalam simulasi alternatif skenario kebijakan ( alternatif kebijakan yang diambil) adalah seperti tertera pada Tabel 8.
4 0 Tabel 8 Parameter parameter dalam simulasi skenario kebijakan PARAMETER UNIT SKENARIO TANPA PERUBAHAN KEBIJAKAN SKENARIO KEBIJAKAN SKENARIO PENINGKATAN ANGKUTAN UMUM SKENARIO PEMBATASAN UMUR KENDARAAN SKENARIO PENAMBAHAN KAPASITAS DASAR JALAN SKENARIO PENINGKATAN ANGKUTAN UMUM DAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI Tk Okupansi Angkutan Umum org/kend 8 8 Kualitas Angkutan Umum Tingkat Pertumb. Angkutan Umum - 0,06 0,0 0,06 0,06 0,0 Tingkat Pertumb. Mobil Pribadi - 0,06 0,0 0,06 0,06 0,0 Tingkat Pertumb. Sepeda Motor - 0,09 0,0 0,09 0,09 0,0 Fraksi Moda Sepeda Motor 0,8 0, 0,8 0,8 0, Fraksi Moda Mobil Pribadi 0,8 0,09 0,8 0,8 0,09 Fraksi Moda Angkutan Umum 0, 0,0 0, 0, 0,0 Fraksi Penambahan Kapasitas Jalan - 0, , , ,0 0,00000 Fraksi Pencemar CO x - 0,00 0,006 0,006 0,006 0,006 Fraksi Pencemar NO x - 0,000 0, , , ,00006 Fraksi Pencemar SO x - 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 Fraksi Pencemar HC - 0,008 0,0079 0,0079 0,0079 0,0079 Fraksi Pencemar SPM - 0,060 0,0 0,0 0,0 0,0 Fraksi Kebisingan - 0,007 0,00 0,00 0,00 0,00 Umur mobil pribadi tahun 7 7 Umur sepeda motor tahun Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan s/d 8... Derajat Kejenuhan Jalan Setelah diadakan perubahan parameter sesuai dengan alternatif skenario kebijakan yang diinginkan (skenario kebijakan sampai dengan ), diperoleh grafik perilaku model sebagai hasil simulasi dari alternatif kebijakan tersebut sebagaimana tergambar pada Gambar : Pada skenario,, dan, sampai dengan tahun 00 derajat kejenuhan jalan belum mencapai maksimum ( belum mencapai nilai = ). Derajat kejenuhan jalan pada skenario,, dan mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu terjadinya penurunan derajat kejenuhan jalan yang cukup siknifikan setelah tahun 0.
5 Pada Skenario dan, walaupun derajat kejenuhan jalan pada tahun 00 belum mencapai maksimum ( = ), namun nilainya masih lebih tinggi dari derajat kejenuhan jalan pada skenario..0 Derajat_Kejenuhan_Jalan ,00,00,00,00 T A H U N Gambar Perilaku derajat kejenuhan jalan hasil simulasi skenario kebijakan s/d. Pada skenario, penurunan derajat kejenuhan jalan pada waktu implementasi kebijakan terlihat cukup tinggi, namun setelah itu derajat kejenuhan jalan kembali meningkat. Pada saat kapasitas jalan ditingkatkan kembali, derajat kejenuhan turun kembali, demikian terjadi pengulangan naik dan turunnya derajat kejenuhan jalan sampai tahun 00. Alternatif kebijakan skenario dianggap pilihan terbaik dengan pencapaian derajat kejenuhan jalan terendah sampai dengan tahun Rata-Rata Kecepatan Kendaraan Kecepatan kendaraan rata-rata pada skenario s/d dapat dilihat pada Gambar. Pada skenario (do nothing), kecepatan kendaraan mencapai nilai = 0 pada tahun 0. Pada tahun 0 (saat dilakukannya perubahan kebijakan transportasi besar besaran) kecepatan rata-rata kendaraan pada skenario langsung meningkat dari,6 km/jam hingga mencapai,8 km/jam dan naik terus sampai 8,8 km/jam pada tahun 0, setelah itu turun perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya waktu sampai pada kecepatan,7 km/jam pada tahun 00.
6 Pada skenario, penambahan kecepatan kendaraan tidak spontan, tapi berangsur angsur hingga mencapai kecepatan,77 km/jam pada tahun 0. Setelah itu kembali menurun sampai,7 km/jam pada tahun 00. Rata_Kecepatan_kend ,00,00,00,00 Gambar Perilaku rata-rata kecepatan kendaraan hasil simulasi skenario kebijakan s/d. Skenario dianggap pilihan yang terbaik dengan kecepatan rata-rata kendaraan yang paling tinggi pada tahun 00 (6, km/jam), dan kecepatan maksimum mencapai 66,9 km/jam pada tahun Volume Lalu-Lintas Volume Lalu-Lintas yang membebani ruas jalan pada skenario kebijakan sampai dengan skenario kebijakan dapat dilihat pada gambar. Pada skenario (tanpa perubahan kebijakan), volume lalu lintas terus bertambah dari 00 smp/hari pada tahun 00, sampai mencapai 86 smp/hari pada tahun 00. Pada saat pelaksanaan perubahan kebijakan transportasi (tahun 0), volume lalu-lintas dengan skenario kebijakan dan terjadi penurunan yang cukup signifikan, volume lalu lintas pada skenario menurun lebih kecil daripada volume lalu-lintas pada skenario. Skenario menghasilkan volume lalu lintas yang tidak terlalu menurun drastis, tetapi menurun perlahan lahan sampai tahun 00, kemudian trend nya kembali meningkat sedikit demi sedikit.
7 Skenario (penambahan kapasitas jalan) tidak menurunkan volume lalu lintas, tetapi malah lebih meningkatkan volume lalu lintas melebihi dari pada skenario (skenario tanpa perubahan kebijakan). Skenario dianggap pilihan terbaik dengan volume lalu lintas terendah sampai dengan tahun 00.,00 Volume_Lalu_Lintas,000,00,000 00,00,00,00,00 Gambar Perilaku volume lalu-lintas hasil simulasi skenario kebijakan s/d Indeks Kualitas Udara Dari hasil simulasi skenario kebijakan s/d terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat mengambil keputusan skenario terbaik yaitu (lihat Gambar ): Pada skenario ( do nothing ), indeks kualitas udara menurun drastis sampai mencapai 7 pada tahun 00. Pada skenario dan, tahun 0 terjadi peningkatan indeks kualitas udara cukup signifikan dengan nilai yang hampir sama, tetapi penurunan indeks kualitas udara skenario pada tahun tahun berikutnya terlihat lebih cepat daripada skenario. Skenario dan pada tahun pelaksanaan kebijakan terlihat mengalami peningkatan indeks kualitas udara yang meningkat bersamaan, akan tetapi pada skenario, setelah tahun 0, langsung terjadi penurunan indeks kualitas udara, sedangkan pada skenario dan, indeks kualitas udara setelah tahun 0 masih terus naik secara perlahan, dan baru turun setelah tahun 00 (untuk skenario ) dan tahun 06 (untuk skenario ). Skenario dianggap yang terbaik, dengan penurunan indeks kualitas udara terkecil.
8 Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR ,00,00,00,00 Gambar Perilaku indeks kualitas udara hasil simulasi skenario kebijakan s/d 8... Kebisingan Dari hasil simulasi kebisingan pada skenario kebijakan s/d (Gambar 6) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat diambil kesimpulan pengambilan keputusan yaitu: Pada skenario ( do nothing ) tingkat kebisingan naik cukup tinggi sampai tahun 00. Pada skenario dan, tahun 0 terjadi penurunan kebisingan cukup signifikan dengan nilai yang hampir sama, tetapi peningkatan kebisingan pada skenario tahun tahun berikutnya terlihat lebih cepat daripada skenario. Skenario dan pada tahun pelaksanaan kebijakan terlihat mengalami penurunan tingkat kebisingan dengan nilai yang sama, akan tetapi pada skenario tahun berikutnya terjadi peningkatan kebisingan lebih cepat dari skenario. Skenario dianggap yang terbaik, dengan tingkat kebisingan terendah sampai dengan tahun 00.
9 0 Kebisingan 0 0,00,00,00,00 Gambar 6 Perilaku tingkat kebisingan hasil simulasi skenario kebijakan s/d. 8.. Perilaku Model Pada Skenario Kebijakan 8... Derajat Kejenuhan Jalan Pada skenario kebijakan, sebelum pelaksanaan kebijakan, derajat kejenuhan jalan telah melampaui level of service C, tapi kemudian turun drastis pada tahun pelaksanaan kebijakan (tahun 0) dan kembali naik perlahan sampai tahun 00 dengan derajat kejenuhan masih dibawah level of service A ( Gambar 7 ). Dengan perilaku derajat kejenuhan seperti tersebut diatas, tidak diperlukan penambahan panjang jalan (pembangunan jalan baru) atau penambahan kapasitas jaringan jalan, sampai dengan tahun Level_of_Service_A Level_of_Service_B Level_of_Service_C Level_of_Service_D Level_of_Service_E Derajat_Kejenuhan_Jalan,00,00,00,00 Gambar 7 Derajat kejenuhan jalan (skenario kebijakan ).
10 Rata-Rata Kecepatan Kendaraan Setelah pelaksanaan perubahan kebijakan transportasi tahun 0, kecepatan kendaraan pada skenario kebijakan meningkat drastis kembali kepada kecepatan rencana, kemudian secara perlahan turun kembali, namun pada tahun 00 masih berada diatas kecepatan tahun 0 (sebelum pelaksanaan kebijakan). Keadaan ini menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan masih lebih baik dari waktu sebelum dilaksanakannya skenario kebijakan ini ( Gambar 8 ). Rata_Kecepatan_kend ,00,00,00,00 Gambar 8 Rata-rata kecepatan kendaraan (skenario kebijakan ). Dari grafik simulasi pada Gambar 8, terlihat bahwa kecepatan rata-rata kendaraan sampai dengan tahun 00 masih dalam batas kecepatan rencana Kadar Pencemar Udara CO x Pada skenario ini kadar pencemar udara CO x masih jauh dibawah baku mutu yang telah ditentukan (Gambar 9). 0 0 Kadar_COx Baku_Mutu_COx 0,00,00,00,00 Gambar 9 Kadar pencemar CO x dan baku mutunya (skenario kebijakan ).
11 Kadar Pencemar Udara NO x Pada tahun pelaksanaan skenario kebijakan ini ( tahun 0 ), kadar NO x yang semula berada diatas baku mutu, turun drastis sehingga berada di bawah baku mutu. Pada tahun tahun berikutnya kadar NO x naik kembali, tapi sampai tahun 00 kadar NO x masih di bawah baku mutu (Gambar 60) Kadar_NOx Baku_Mutu_NOx 0.00,00,00,00,00 Gambar 60 Kadar pencemar NO x dan baku mutunya (skenario kebijakan ) Kadar Pencemar Udara HC Pencemar udara hidrocarbon (HC) adalah satu satunya pencemar udara yang konsentrasinya masih tetap berada diatas baku mutu yang ditetapkan (lihat Gambar 6), namun pengurangan konsentrasi pencemar HC setelah pemberlakuan kebijakan transportasi (tahun 0) cukup signifikan. 0 - Kadar_HC Baku_mutu_HC -,00,00,00,00 Gambar 6 Kadar pencemar HC dan baku mutunya (skenario kebijakan ) Kadar Pencemar Udara SO x Kadar pencemar SO x masih jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan, baik sebelum penerapan kebijakan maupun setelah penerapan kebijakan (Gambar 6).
12 Kadar_SOx Baku_Mutu_SOx 0.00,00,00,00,00 Gambar 6 Kadar pencemar SO x dan baku mutunya (skenario kebijakan ) Kadar Pencemar Udara SPM Kadar / konsentrasi SPM juga masih jauh dibawah baku mutu yang telah ditentukan (Gambar 6) Baku_Mutu_SPM Kadar_SPM_di_Udara 0,00,00,00,00 Gambar 6 Kadar pencemar SPM dan baku mutunya (skenario kebijakan ) Tingkat Kebisingan Tingkat kebisingan yang terjadi di lingkungan jalan akses ke perumahan masih dalam batas-batas yang diizinkan (Gambar 6). Sebagaimana diketahui, baku mutu tingkat kebisingan ada (dua) kriteria yaitu batas maksimum yang diperkenankan (60 dba) dan batas maksimum yang diinginkan ( dba) (Keputusan Gubernur DKI Jakarta no.87 tahun 980).
13 Kebisingan Maximum_yang_diperkenankan Maximum_yang_Diinginkan 0 0,00,00,00,00 Gambar 6 Tingkat kebisingan dan baku mutunya (skenario kebijakan ) Indeks Kualitas Udara Indeks kualitas udara pada skenario kebijakan akan meningkat tajam pada saat pemberlakuan kebijakan transportasi (tahun 0) setelah itu naik secara perlahan sampai tahun 0 dan turun kembali, namun sampai dengan tahun 00 indeks kualitas udara tsb masih sangat baik yaitu 97,% (Gambar 6) Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR ,00,00,00,00 Gambar 6 Indeks kualitas udara (skenario kebijakan ). 8.. Kesimpulan. Dalam penelitian ini ada beberapa alternatif kebijakan transportasi yang akan diambil yaitu: ). Alternatif kebijakan, untuk tidak mengadakan perubahan ( do nothing ) ). Alternatif kebijakan, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, juga pengurangan emisi gas buang kendaraan
14 0 ). Alternatif kebijakan, pembatasan umur kendaraan pribadi dengan pengurangan emisi gas buang. ). Alternatif kebijakan, peningkatan kapasitas dasar jaringan jalan dan pengurangan emisi gas buang kendaraan. ). Alternatif kebijakan, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan.. Hasil Simulasi model dengan derajat kejenuhan jalan terendah pada tahun 00 (skenario kebijakan dengan V/C= 0,), kecepatan kendaraan rata-rata tertinggi pada tahun 00 (skenario kebijakan dengan V rata-rata= 6, km/jam), volume lalu lintas terendah pada tahun 00 (skenario kebijakan dengan Volume lalu lintas = 600 smp/hari ) dan indeks kualitas udara tertinggi (skenario kebijakan dengan Indeks kualitas udara = 97,%), dapat disimpulkan bahwa alternatif kebijakan terbaik adalah skenario kebijakan, yaitu Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan.. Dengan pelaksanaan skenario kebijakan tidak diperlukan penambahan kapasitas jaringan jalan (pembangunan jalan baru) sampai dengan tahun 00, karena dengan pelaksanaan skenario kebijakan ini derajat kejenuhan jalan pada tahun 00 masih pada level of service A yaitu masih pada tingkat (volume / capacity) < 0,60.
PENGELOLAAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT TRANSPORTASI DI KAWASAN PERUMAHAN DI PINGGIRAN METROPOLITAN
Jurnal Sabua Vol., No.: -8, Mei 0 ISSN 085-700 HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT TRANSPORTASI DI KAWASAN PERUMAHAN DI PINGGIRAN METROPOLITAN Timbul P.M.Panjaitan, Bambang Pramudya, Manuwoto,&
Lebih terperinciBAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL
112 BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL 6.1. Pendahuluan Setelah suatu struktur model dibangun dan divalidasi, model tersebut sudah dapat dipergunakan untuk
Lebih terperinciMODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN
NO : 960-0702/P LAPORAN TUGAS AKHIR (TL 410) MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN METODE SISTEM DINAMIS (Studi Kasus: Kota Bandung) Nama : Indradi Kridiasto N I M : 15396060 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan
Lebih terperinciVI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang
VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun
Lebih terperinciStudi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
No.788, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciBab VI Simulasi Model, Analisis dan Pembahasan
Bab VI Simulasi Model, Analisis dan Pembahasan. Pendahuluan Simulasi model diperlukan untuk melihat kecenderungan perilaku dari model itu sendiri di masa depan. Bila akhirnya ditemui adanya perilaku yang
Lebih terperinciKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa pencemaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh setiap kendaraan menjadi sumber polusi utama yaitu sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini tengah terjadi suatu degradasi terhadap lingkungan sebagai salah satu dampak langsung perkembangan teknologi transportasi. Emisi gas buang yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring
Lebih terperinciBAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU EMISI GAS BUANG SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciPENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :
PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi
Lebih terperinciTUGAS AKHIR KARAKTERISTIK OPERASIONAL KENDARAAN RINGAN
TUGAS AKHIR ANALISIS HUBUNGAN EMISI CH 4, SO X, NO X, TERHADAP KARAKTERISTIK OPERASIONAL KENDARAAN RINGAN ( Studi Kasus Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Gowa) OLEH: IRIYANTI DWI PUTRI D121 12 006
Lebih terperinciPERBANDINGAN PENILAIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN MENURUT PM 96/2015 DAN KM 14/2006
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PERBANDINGAN PENILAIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN MENURUT PM 96/2015 DAN KM 14/2006 Tri Sudibyo 1, Purwo Mahardi 2 dan Teguh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Uji Kualitas Udara Ambien. Laporan Kegiatan Pemantauan Kualitas Udara Ambien Tahun
DAFTAR PUSTAKA Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2009, Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia; Keputusan Kepala Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar
BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Pendahuluan Dalam melakukan analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap kualitas udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar Balaraja
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
42 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Makassar terletak di pesisir barat Provinsi Sulawesi Selatan pada koordinat 119 18 30.18 sampai 119 32 31.03 BT dan 5 00 30.18 sampai 5 14
Lebih terperinciANALISA KEPADATAN ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN HR. MUHAMMAD DENGAN METODE PENDEKATAN NON LINEAR
ANALISA KEPADATAN ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN HR. MUHAMMAD DENGAN METODE PENDEKATAN NON LINEAR Disusun oleh : HADI PRASETIYO WIBOWO 0253 010 056 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
Lebih terperinciJoko Purwadi NIM : S
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DAN EMISI GAS BUANG DI JALAN SLAMET RIYADI DAN ALTERNATIF SOLUSINYA ( Kajian Empirikal dan Non Empirikal ) Ringkasan Tesis Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciIII. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN
III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN Jenis kendaraan berdasarkan fungsinya sebagai alat angkutan : 1. Angkutan pribadi Kendaraan untuk mengangkut individu pemilik kendaraan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik
Lebih terperinciKAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG
KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG Fikhry Prasetiyo, Rahmat Hidayat H., Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan
Lebih terperinciMakalah Baku Mutu Lingkungan
Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang
Lebih terperinciANALISIS ARUS LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT JALAN LETJEND SOEPRAPTO KOTA BALIKPAPAN Syamsi I 1*), Rahmat 2), Penulis III 3) *) Email: rhtrusli@gmail.com PENDAHULUAN Simpang empat Jl. Lejtend Soeprapto
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D
IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu Lintas 2.1.1 Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009, didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas jalan. Sedang
Lebih terperinciIin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang
PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian sebelumnya tentang ruas jalan yang digunakan sebagai tinjauan pustaka adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan Software Vissim untuk evaluasi hitungan MKJI 1997
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah yang sudah dikenal di dalam negeri dan mancan negara sebagai daerah pariwisata. Bali memiliki keanekaragaman kegiatan dan tempat yang dapat menarik
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciPERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF MANAJEMEN LALULINTAS PADA SEKOLAH SWASTA DI PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA
PERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF MANAJEMEN LALULINTAS PADA SEKOLAH SWASTA DI PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA Yovita Vanesa Romuty 1, Rudy Setiawan 2, Harry Patmadjaja 3 ABSTRAK : Perjalanan ke sekolah
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR
ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.
BAB II DASAR TEORI 2.1. Umum Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian, untuk menuju keberlajutan angkutan umum memerlukan penanganan serius. Angkutan merupakan elemen
Lebih terperinciJURNAL ANALISIS KINERJA RUAS JALAN STUDI KASUS : JALAN WATURENGGONG DI KOTA DENPASAR
JURNAL ANALISIS KINERJA RUAS JALAN STUDI KASUS : JALAN WATURENGGONG DI KOTA DENPASAR Abdul Rahman 1, D.A.N Sri Astuti, ST.,MT 2, A.A.S. Dewi Rahadiani, ST.,MT 2 1. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Lebih terperinciJURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2
PENGARUH AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KEBISINGAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PANGUDI LUHUR SURAKARTA Dyah Ratri Nurmaningsih, Kusmiyati, Agus Riyanto SR 7 Abstrak: Semakin pesatnya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pencemaran udara, serta pemodelan dari volume lalu lintas dan kecepatan lalu
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, data yang akan dianalisis dan dibahas terdiri dari empat bagian yaitu analisis kinerja ruas jalan, analisis tingkat kebisingan, analisis tingkat pencemaran
Lebih terperinciKAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG
KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG Arbillah Saleh, Moh. Prima Sudarmo, Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciStudi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)
1 Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) Deka Agrapradhana, Ir. Ervina Ahyudanari ME, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang
Lebih terperinci: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M
Bab IV Penyajian Data IV.1 Data Geometrik Jalan Ruas jalan dan perlintasan kereta api yang menjadi lokasi penelitian merupakan akses masuk dan keluar Kota Surakarta, terdiri dari 4 lajur 2 arah dan terbagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan sebagai sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan yang dikembangkan melalui
Lebih terperinciStudi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet Parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal
Lebih terperinciKata kunci : Kinerja ruas jalan, Derajat kejenuhan, On street parking
ABSTRAK Kabupaten Bangli khususnya pada ruas Jalan Brigjen Ngurah Rai sebagai kawasan yang memiliki aktivitas cukup ramai akibat adanya aktivitas seperti sekolah, kantor, pertokoan dan RSUD Bangli disepanjang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PENGUJIAN GAS BUANG PADA MESIN BAJAJ BER BAHAN BAKAR GAS ALAM DAN KONVENSIONAL (PREMIUM/BENSIN)
TUGAS AKHIR PENGUJIAN GAS BUANG PADA MESIN BAJAJ BER BAHAN BAKAR GAS ALAM DAN KONVENSIONAL (PREMIUM/BENSIN) Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Volume Lalu Lintas Menurut MKJI (1997) jenis kendaraan dibagi menjadi 3 golongan. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : 1. Kendaraan ringan (LV) Indeks untuk kendaraan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga
19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh
Lebih terperinci- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK LALU LINTAS (ANDALALIN) Nunung Nuring Hayati, ST., MT. Program Studi S-1 Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil - Universitas Jember
ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS (ANDALALIN) Nunung Nuring Hayati, ST., MT. Program Studi S-1 Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil - Universitas Jember MINGGU Ke 2-3 Manajemen dan Rekayasa Dampak Lalu Lintas Prodi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bangkitan Lalulintas Penelaaan bangkitan perjalanan merupakan hal penting dalam proses perencanaan transportasi, karena dengan mengetahui bangkitan perjalanan, maka
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang diambil dalam penyusunan penulisan ini berdasarkan pada metode analisa kinerja ruas jalan yang mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 sehingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan
Lebih terperinciJurnal Sipil Statik Vol.2 No.1, Januari 2014 (29-36) ISSN:
ANALISIS BESAR KONTRIBUSI HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL REGRESI LINIER BERGANDA (Studi Kasus: Ruas Jalan dalam Kota Segmen Ruas Jalan Sarapung) Edy Susanto Tataming Theo
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh
III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu
Lebih terperinci