II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditi dan produk berbasis sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Palmaceae Sub keluarga : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : Elaeis guineensis Jacq Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Produk minyak sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA = Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah). Syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, 5

2 peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini : Crude Palm Oil Crude Palm Stearin RBD Palm Oil RBD Olein RBD Stearin Palm Kernel Oil Palm Kernel Fatty Acid Palm Kernel Palm Kernel Expeller (PKE) Palm Cooking Oil Refined Palm Oil (RPO) Refined Bleached Deodorised Olein (ROL) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) Palm Kernel Pellet Palm Kernel Shell Charcoal Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya (Gambar 1) dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain: 1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine, shortening, vanaspati (vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle, sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, lubrication, textiles oils dan biodiesel. 6

3 Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy. 2. Produk turunan minyak inti sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan shortening, cocoa butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent, shampoo dan kosmetik. 3. Produk turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan methyl esters, plastic, textile processing, metal processing, lubricants, emulsifiers, detergent, glicerine, cosmetic, explosives, pharmaceutical products dan food protective coatings. Ketersediaan lahan produksi kelapa sawit disajikan dalam Gambar 2. Menurut Taher et al. (2000), enam propinsi potensi terbesar untuk ketersediaan lahan produksi kelapa sawit yaitu propinsi Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Kisaran luasan lahan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luasan lahan yang tersedia untuk kelapa Sawit Propinsi Luas (000 ha) Jambi 50 Kalimantan tengah 310 Kalimantan Timur 370 Sulawesi Selatan 130 Sulawesi tengah 200 Papua Barat 2000 Total 3060 Sumber : Taher et al., 2000 Provinsi Jambi saat ini sedang giat mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik oleh perkebunan swasta, negara maupun rakyat. Keragaman perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 2. Dari total luasan tersebut, luas perkebunan swasta mencapai ha (38,2%), perkebunan negara ha (5,4%), dan perkebunan rakyat ha (56,4%). 7

4 Tandan Buah Segar (TDS) Kelapa Sawit Buah Kelapa Sawit Sludge Tandan Kosong Daging Kelapa Biji Kelapa Sawit Tempurung Serat Minyak Kelapa Inti Kelapa Sawit Carotene Tocopherol Olein Stearin Free Fatty Acid (FFA) Soap Stock Bungkil Minyak inti sawit (palm kernel oil) Tepung Tempurung Arang Bahan Bakar Bahan selulosa Cocoa Butter Minyak Goreng Minyak Margarine Shortening Vegetable Ghee Minyak Komponen Glyserin Sabun Fatty acid Lauric acid Myristic acid Briket Arang Aktif Asam Kertas Fatty Alkohol (Ester) Palmitic / Butanol Palmitic / Propanol Stearic / Butanol Stearic / Glycol Oleic / Glycol Oleic / Melhanol Oleic / Oleoalkohol Mettalic Salt Palmitic Stearic / Ca.Zn Stearic / Ca.Mg Stearic / Al. Li Oleic / Zn, Pb Oleic / Ba Polyethoxylated Derivatives Palmitic / Ethylene Propylene Oxide Stearic / Ethylene Propylene Oxide Oleic Acid Dimer Ethylene Propylene Oxide Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit (Departemen Pertanian, 2009) Fatty Amines Ester of Dibasic Acid Oxygenated Fatty Acid Fatty alcohol, dll Fatty Acid Amides Primary C16 & C18 C16 & C18 / Ethoxylated C16 & C18 / Guanidine Secondary C16 & C18 / Ehoxylated Quatenary C16 & C18 Azelaiz / Butanol Octanol Azelaiz / Glycol Esters Oleic Acid Dimer / Butanol Epoxy Stearic / Octanol Esters Elthio Stearin Mono & Polyhidric Alkohol Esters C16 & C18 Alcohol / Sulphated C16 & C18 Alcohols / Esterified with higher saturated Fatty Acids C16 & C19 and C16 & C19 alcohol / Ethoxylation Monoglycerides Monoglycerides Ethoxylation C16 Aldehyde Stearamide Oleamide Sulphated Alcanolamide of Palmitic, Stearic and Oleic Acids Alkanolamides 8

5 Gambar 2. Kesediaan lahan produksi kelapa sawit (Taher, et al, 2000) Tabel 2. Luas dan produksi kelapa sawit propinsi Jambi, Tahun 2008 Luas Produksi Produktivitas Kabupaten TBM TM TR Jumlah (ton) (kg/ha) Batanghari Muaro Jambi Bungo Tebo Merangin Sarolangun Tanjung Jabung Barat Tanjung Jabung Timur Kerinci Jumlah Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jambi, 2009 Keterangan : TBM = Tanaman belum menghasilkan, TM = Tanaman menghasilkan, TR = Tanaman Rusak 2.2. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri perkebunan merupakan rantai beberapa pelaku usaha (antara lain petani, pengumpul, pengepak, pengolah, penyedia layanan penyimpanan dan transport, pedagang besar, eksportir, importir, distributor, dan pengecer) yang bekerja sama dalam hubungan sebagai pemasok dan konsumen. Manajemen rantai pasok komoditas perkebunan pada saat ini masih lemah karena: 1. Teknik berkebun masih diusahakan secara tradisional dan belum mendapatkan masukan teknologi yang memadai. 9

6 2. Kelembagaan yang ada masih belum berfungsi dalam membentuk koordinasi antar para pelaku usaha yang terkait sehingga manajemen rantai pasok komoditas perkebunan belum dapat diterapkan dengan baik. 3. Pengelolaan rantai pasok komoditas perkebunan di Indonesia belum didukung oleh kebijaksanaan pemerintah dan iklim usaha yang tepat. Berdasarkan konsep rantai pasok terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. S U P P L I E R MANUFACTUR DISTRIBUTION SYSTEM C U S T O M E R Physical Supply Manufacturing Planning and Control Physical Distribution DOMINANT FLOW OF PRODUCTS AND SERVICES DOMINANT FLOW OF DEMAND AND DESIGN INFORMATION Gambar 3. Aliran material (Arnold dan Chapman, 2004). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut: Rantai 1 adalah Supplier. Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bias berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah supplier bias banyak bias sedikit. 10

7 Rantai 1-2 adalah Supplier manufaktur. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventori bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak supplier, manufaktur, dan temapt transit merupakan target penghematan ini. Penghematan sebesar 40-60%, bahkan lebih dapat diperoleh dengan menggunakan konsep supplier partnering. Rantai adalah supplier manufaktur distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh dengan supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer. Rantai adalah supplier manufaktur distributor ritel. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini bisa dilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer. Rantai adalah supplier manufaktur distributor ritel pelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti ketika barang tiba pada pemakai langsung Metode SCOR untuk Evaluasi SCM SCOR (Supply Chain Operation Reference) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) 11

8 sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) supply chain management. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Ruang lingkup metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 4. Supply Chain Operation Reference Model Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR (SSC, Supply Chain Council, 2006). Supply Chain Council (2006) memaparkan tiga pilar utama yang membangun Model SCOR, sesuai dengan Gambar 4, yaitu : 1. Pemodelan proses Merupakan acuan untuk memodelkan suatu rantai proses rantai pasok dan memudahkan untuk diterjemahkan dan dianalisis. Dalam SCOR, proses rantai pasok didefinisikan dalam lima proses terintegrasi, yaitu : Plan Source Make Deliver Return a. Perencanaan (PLAN), Merupakan proses untuk merencanakan rantai pasok dimulai dari mengakses sumberdaya rantai pasokan, perencanaan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) dan distribusi, perencanaan kebutuhan bahan baku, perencanaan pemilihan suplier dan perencanaan saluran penjualan. b. Pengadaan (SOURCE), Merupakan proses yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku (Raw Material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi dengan suplier, komunikasi dengan suplier, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke suplier. 12

9 c. Produksi (MAKE), Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi permintaan dan penerimaan kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan. d. Distribusi (DELIVER) Merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses, transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi. e. Pengembalian (RETURN) Merupakan kegiatan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman. Kegiatan lain yang dikategorikan sebagai kegiatan pengembalian yaitu kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan (return), pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-return, disposisi dan penukaran produk. 2. Pengukuran performa/kinerja rantai pasokan Pengukuran performa/kinerja rantai pasok dinyatakan dalam bentuk level tingkatan, yaitu level 1, level 2 dan level 3. Proses rantai pasok dimodelkan dalam bentuk hierarki proses. Hal yang sama juga dilakukan pada penilaian dimana metrik penilaiannya dimodelkan dalam bentuk hierarki penilaian. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran performa rantai pasokan disebut dengan atribut performa yang meliputi realibilitas rantai pasokan, responsivitas rantai pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Top manajemen perusahaan umumnya menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menetukan strategi pengembangan rantai pasokan yang akan dicapai dan disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal). 13

10 3. Penerapan best practise (praktek-praktek terbaik) Model SCOR digunakan untuk menyediakan praktek-praktek terbaik (best practise) yang diapat diterapkan oleh perusahaan. Setelah dilakukan pengukuran performa rantai pasokan dan target pencapaiannya telah ditetapkan, maka dilakukan identifikasi praktek-praktek yang ditetapkan untuk mencapai target. Praktek-praktek tersebut diturunkan oleh anggota yang berpengalaman di dewan rantai pasokan (supply chain council) dan bersifat keterkinian, terstruktur, dapat diulang, memiliki metode yang jelas dan memberikan imbas yang positif ke arah kemajuan. Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Kombinasi dari elemenelemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 5 (Supply Chain Council, 2006). Resturkturisasi Proses Bisnis Benchmarking Analisis Best Practise Model Referensi Proses Menganalisis kondisi performa rantai pasokan yang existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendak i Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan Mengidentifikasi praktek manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi Menganalisis kondisi performa rantai pasokan existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendaki. Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan Mengidentifikasi praktek manajemen terbaik (best practice) Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis (SSC, Supply Chain Council, 2006). Model SCOR yang dibangun atas pemodelan proses, pengukuran performa kinerja rantai pasokan dan penerapan best practise (praktek-praktek terbaik) dengan gambaran masing-masing level, level dapat dilihat pada Tabel 3. 14

11 Tabel 3. Model Hierarki SCOR Level Skema Keterangan # Deskripsi Top Level (Tipe Proses) Konfigurasi Level (Kategori Proses) Level Elemen Proses P1.1 Identify, Prioritize, and Aggregate Supply-Chain Requirements P1.2 Identify, Assess, and Aggregate Supply-Chain Resources P1.3 Balance Supply-Chain Resources with Supply- Chain Requirements P1.4 Establish amd Communicate Level 1 didefinisikan sebagai ruang lingkup / cakupan SCOR. Tahap ini merupakan dasar dari performa kompetitif ditetapkan Level 2 didefinisikan sebagai jenis atau konfigurasi yang terbagi ke dalam : - Make to Stock - Make to Order - Make to Assamble Level 3 didefinisikan sebagai aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan, meliputi: - mendefinisikan proses - Mengatur input dan output - Metrik performa praktek terbaik best practise Level 3 merupakan penjabaran dari level 2 Level Implementasi (Dekomposisi Elemen Proses) Level 4 merupakan tahapan implementasi dan penjelasan lebih detail dari tahapan pada level 3. Sumber : SSC, Supply Chain Council, Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan yang diperlukan agar produk pertanian dapat diterima mutunya. Pada GMP pusat perhatian ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan mutu pangan. Dokumentasi yang dikembangkan pada regulasi Amerika Serikat mengenai GMP disajikan pada Tabel 4. Lebih lanjut Lund et al. (2000) memasukkan prinsip Good Hygienic Practise (GHP) menjadi bagian pada penerapan sistem manajemen mutu pengolahan makanan. Kedua prinsip tersebut yakni GMP dan GHP, menjadi persyaratan dasar (pre requisite ) bagi penerapan sistem manajemen Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) (Badan Standardisasi Nasional, 1998). 15

12 Tabel 4. Dokumen GMP Amerika Serikat NO PERSYARATAN 1. Persyaratan dasar 1.1. Ruang lingkup 1.2. Definisi 2. Personal 2.1. Status kesehatan dan pengendalian penyakit 2.2. Kebersihan 2.3. Pendidikan dan pelatihan 2.4. Penyeliaan 3. Bangunan dan fasilitas 3.1. Pabrik dan tanah Tanah dan lokasi Rancangan dan konstruksi pabrik 3.2. Operasi Kebersihan Perawatan umum Bahan untuk pembersihan, disinfektan dan penyimpanannya Pengendalian hama Kebersihan permukaan yang bersentuhan dengan makanan Penyimpanan dan penanganan kebersihan perangkat canting dan peralatan 3.3. Pengendalian fasilitas kebersihan Pasokan air Pemipaan Pembuangan air kotor Fasilitas toilet Fasilitas cuci tangan Pembuangan sisa dan limbah 4. Peralatan 4.1. Rancangan perangkat dan peralatan 4.2. Pemeliharaan perangkat dan peralatan 5. Pengendalian produksi dan proses 5.1. Proses dan pengendaliannya Bahan baku dan tambahan lain Operasi manufaktur 5.2. Penggudangan dan distribusi 6. Dokumentasi dan Rekaman Sumber: Lund et al., 2000 Publikasi sistem HACCP yang telah diperkenalkan Codex Alimentarius Commission tentang tujuh prinsip HACCP dan dua belas langkah pedoman penerapannya yang diadopsi oleh Badan Standardisasi Nasional disajikan lengkap pada Tabel 5. 16

13 Tabel 5. Tujuh prinsip HACCP dan duabelas langkah penerapannya Langkah ke- Prinsip ke- Deskripsi 1 - Pembentukan tim HACCP 2 - Deskripsi produk 3 - Identifikasi rencana penggunaan 4 - Penyusunan bagan alir 5 - Konfirmasi bagan alir di lapangan Pelaksanaan analisa bahaya. Persiapan suatu daftar tahapan proses di mana ditemukan bahaya signifikan dan deskripsi ukuran pencegahannya Identifikasi titik kendali kritis (Critical Control Points-CCPs) dalam proses Penetapan batas kritis untuk ukuran pencegahan berkaitan dengan setiap CCP teridentifikasi Penetapan persyaratan pemantauan CCP. Penetapan prosedur dari hasil pemantauan untuk pengendalian proses dan pemeliharaan Penetapan tindakan koreksi yang diambil manakala pemantauan mengindikasikan suatu penyimpangan dari batas kritis yang ditetapkan Penetapan prosedur efektif pemeliharaan rekaman dari dokumen sistem HACCP Penetapan prosedur untuk verifikasi bahwa sistem HACCP telah bekerja dengan baik Sumber : Codex, 1993 dan Badan Standardisasi Nasional, 1998 Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya baik kontaminasi mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan (Pierson dan Corlett, 1992). Sistem tersebut menurut Mortimore dan Wallace (1994) berisi tujuh prinsip yang secara garis besar dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana HACCP suatu operasi Teknik Pengendalian Kualitas Cause and Effect Diagram (Analisis Diagram Sebab Akibat - Fish Bone) Diagram sebab akibat biasanya disebut juga diagram tulang ikan (fish bone). Diagram ini diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa, seorang pakar mutu dari Jepang. Alat statistik ini digunakan untuk menganalisis suatu proses dan menemukan 17

14 kemungkinan penyebab suatu persoalan atau masalah yang sedang terjadi untuk diambil tindakan memperbaiki penyebabnya. Setelah penyebab-penyebab yang paling vital ditandai, maka diperlukan sumbang saran dari sebuah tim khusus yang dibentuk, untuk menganalisis gagasan-gagasan yang membuktikan penyebab masalah tersebut. Dalam kegiatan ini biasanya akan bermanfaat jika pengelompokkan ide-ide di bawah judul penyebab yang sesuai. Penyebab-penyebab ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa penyebab utama yaitu metoda kerja, bahan baku, pengukuran manusia dan lingkungan (Marimin, 2005). Diagram sebab akibat digunakan pada tahap ini untuk memberikan gambaran visual yang jelas tentang masalah tersebut dengan menunjukkan penyebab-penyebab potensial dan hubungan-hubungan yang bisa jadi timbul di antara masing-masing penyebab. Diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut. Panah Cabang Mutu Faktor Utama Gambar 6. Diagram sebab akibat (Ishikawa dalam Marimin, 2005) Menurut Marimin (2005), terdapat dua tipe diagram sebab akibat yang dapat digunakan untuk melihat penyebab masalah yaitu analisis penyebaran dan analisis proses. Dalam analisis penyebaran, setiap cabang utama diisi secara lengkap sebelum dimulai berdiskusi dengan tujuan menganalisis penyebab dari penyebaran keragaman. Untuk analisis proses, setiap langkah proses produksi sebagai penyebab utama, sedangkan penyebab rincinya dihubungkan dengan penyebab utama. Lebih lanjut, untuk menunjang dalam analisis diagram sebab-akibat ini dapat digunakan analisis konsep 5 W + 1 H. Metode ini menganalisis diagram sebab akibat (fish bone) 18

15 dimana akar permasalahan sudah teridentifikasi, maka untuk mencari penyelesaiannya adalah dengan menguraikan lebih detail ke dalam konsep tersebut. Manajemen mutu membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak, misalnya stakeholder agribisnis sawit, seperti semua pelaku saluran tata niaga agribisnis, pemerintah, dan akademisi. Selain itu juga manajemen mutu sifatnya dinamis atau berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pasar menanggapi tentang mutu. Berdasarkan keterangan manajemen mutu ini, maka dibutuhkan suatu strategi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan dan kondisi semua stakeholder, serta mengupayakan beradaptasi dengan lingkungan pasar dan lain-lain Quality Function Deployment (QFD) Menurut Besterfield et al. (1999), Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu alat perencanaan dengan mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan menjadikan kebutuhan pelanggan itu sebagai pengendali (driver) bagi pengembangan atau pembuatan produk. Perencanaan yang dimaksud disini adalah perencanaan mutu. Perencanaan mutu merupakan bagian dari strategi operasi dalam suatu bisnis. Menurut Johns dan Harding (1996) menyatakan bahwa strategi operasi bertujuan untuk menghubungkan antara kegiatan operasi perusahaan ataupun produksi suatu bisnis terhadap kebutuhan pasar. Berdasarkan hal ini, perencanaan mutu merupakan suatu langkah berupa aktivitas dalam produksi untuk merancang mutu produk sesuai dengan keinginan konsumen. Begitu juga dengan yang didefinisikan oleh Gryna (2001), perencanaan mutu terdiri dari beberapa tindakan seperti mengidentifikasi konsumen, menemukan kebutuhan pelanggan, pengembangan produk, pengembangan proses, dan pengembangan pengendalian proses. Oleh karena itu, dalam perencanaan mutu, sebagian besar dititik beratkan harus memperhatikan dan mengakomodasi kepentingan konsumen akan mutu dan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha untuk mewujudkan perencanaan mutu tersebut. Dengan QFD, persyaratan-persyaratan kebutuhan pelanggan dapat teridentifkasi terlebih dahulu sebelum diproduksi, sehingga akan mengurangi biaya kesalahan. QFD, melalui pengertian tersebut, berusaha memahami kebutuhankebutuhan pelanggan melalui peningkatan mutu barang dan jasa yang dihasilkan. 19

16 Bentuk representasi QFD adalah pembuatan matriks House of Quality (HOQ). Matriks HOQ terdiri dari dua bagian utama, yaitu: bagian horisontal berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen (customer table) sedangkan bagian vertikal berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen (technical table). Menurut Marimin (2005), matriks HOQ yang terdiri dari dua bagian besar dapat dipecah menjadi enam bagian utama, yaitu: a. Voice of Customer (WHATs), berupa daftar persyaratan terstruktur yang berasal dari persyaratan konsumen. b. Technical Response (HOWs), berupa daftar karakteristik produk terstruktur yang relevan dengan persyaratan pelanggan dan terukur. c. Relationship Matrix, menggambarkan persepsi tim QFD mengenai keterkaitan antara technical dan customer requirement. Skala yang cocok diterapkan dan digambarkan dengan menggunakan angka 10 menandai hubungan kuat, angka lima menandai hubungan sedang, dan angka satu menandai hubungan lemah. d. Planning Matrix (WHYs), menggambarkan persepsi pelanggan yang diamati dalam survei pasar. Termasuk didalamnya adalah kepentingan relatif dari persyaratan pelanggan, perusahaan, kinerja perusahaan dan pesaing dalam memenuhi persyaratan. e. Technical Correlation (ROOF) Matrix, matriks ini digunakan untuk mengidentifikasikan dimana technical requirements saling mendukung atau saling mengganggu satu dengan yang lainnya di dalam desain produk. f. Technical Requirement, Benchmarks and Targets, digunakan untuk mencatat prioritas yang ada pada matriks technical requirements, mengukur kinerja teknik yang diperoleh oleh produk pesaing dan tingkat kesulitan yang timbul dalam mengembangkan requirement. Output akhir dari matriks adalah nilai target untuk setiap technical requirement. Matriks rumah mutu (House of Quality/HOQ) dapat dilihat pada Gambar 7. 20

17 CORRELATION MATRIX HOW W H A T RELATIONSHIP MATRIX CUSTOMER COMPETITIVE ASSASEMENT HOW MUCH BENCHMARK SERVICE REPAIR/COST DATA LEGAL/SAFETY CONTROL ITEM TECHNICAL IMPORTANCE RATING Gambar 7. Matriks rumah kualitas (Marimin, 2005) 2.6. Penelitian Terdahulu dan Usulan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Dedy dan Mellysa ( 2006) dengan judul Penerapan Fuzzy Quality Function Deployment dan Metode taguchi untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanila di PT. Bumi Tangerang Coklat Utama, melakukan pengembangan produk biscuit coklat berlapis krim vanilla dengan menggunakan metode Fuzzy Quality Function Deployment. Pertama dilakukan pengidentifikasian karakteristik produk biscuit coklat berlapis krim vanilla yang diinginkan konsumen dan penentuan tingkat keunggulan produk perusahaan dibanding pesaingnya. Karakteristik kualitas yang digunakan adalah kerenyahan biscuit Penelitian yang dilakukan oleh Dedy dan Simangunsong (2005) dengan judul penelitian Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia Pada PT. Astra Daihatsu Motor Dengan Menggunakan Fuzzy Quality Deployment (QFD) memungkinkan pengembangan produk dengan memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan pelanggan. Penentuan prioritas karakteristik teknis 21

18 dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan Fuzzy Quality Function Deployment dengan Trapezoidal fuzzy number. Hasil pemeringkatan karakteristik teknis yang paling tinggi adalah bahan arm rest, sedangkan karakteristik teknis yang paling rendah adalah posisi tempat minimum terhadap lantai. Hal ini menunjukkan yang paling tinggi merupakan prioritas utama untuk diperbaiki Penelitian Marimin dan Muspitawati (2001) mengkaji tentang strategi peningkatan mutu produk industri sayuran segar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut kunci peningkatan mutu sayuran segar, memantau proses yang berkaitan erat mempengaruhi atribut mutu sayuran segar, dan memformulasikan strategi peningkatan mutu. Penelitian dilakukan pada satu perusahaan sayuran, PT. X. Alat yang digunakan untuk mengkaji adalah QFD (Quality Function Deployment), SPC (Statistical Process Control), dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa atribut mutu kunci yang diharapkan konsumen sayuran adalah kesegaran dan proses yang sangat berkaitan erat adalah penanganan bahan baku dan proses penyimpanan. Sementara itu, strategi peningkatan mutu yang dikembangkan adalah strategi S-O, yaitu mempertahankan mutu sayuran dan memberikan jaminan keamanan pangan melalui penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) Penelitian oleh Farisi (2007) tentang mengkaji sistem manajemen mutu terpadu di PT. X. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi peningkatan manajemen mutu terpadu. Alat-alat analisis yang digunakan adalah QFD, diagram fishbone, dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan manajemen mutu terpadu adalah dengan mengoptimalkan tiga respon teknik terbesar, yaitu komitmen pada mutu, perencanaan strategis, dan perbaikan berkesinambungan. Sedangkan strateginya adalah melaksanakan SOP (Standard Operation Procedure). 22

19 Shih shue (2006), meneliti tentang aplikasi QFD (Quality Function Deployment) untuk pengembangan produk. Judul asli penelitian ini adalah The Application of Quality Function Deployment (QFD) in Product Development. Metode penelitian ini adalah studi kasus dan kajiannya adalah tentang kondisi bangunan hipermarket di Taiwan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan alat analisis QFD, arsitek dan pemborong perlu melakukan pengembangan dalam melakukan desain bangunan agar dapat memenuhi keinginan konsumen. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bahwa dengan alat analisis QFD dapat digunakan untuk menggabungkan antara kemampuan merespon dan harapan pelanggan Al-Mashari et al. (2005), meneliti tentang kunci sukses untuk pelaksanaan QFD (Quality Function Deployment). Judul penelitian ini adalah Key Enablers for The Effective Implementation of QFD: A Critical Analysis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menunjukkan konsep dan prinsip QFD yang diberlakukan di Ford Motor Company. Metode penelitiannya adalah studi literatur dan diskusi. Topik yang didiskusikan meliputi tentang penggunaan alat QFD dengan alat-alat mutu lainya. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kunci sukses penerapan QFD di dalam kinerja organisasi adalah dengan membentuk lingkungan TQM (Total Quality Management) sebaik mungkin seperti keterlibatan manajemen dalam peningkatan secara kontinu. Selain itu juga, penerapan QFD perlu dibentuk tim-tim diskusi mutu dalam suatu perusahaan yang sering disebut dengan gugus kendali mutu Killen et al. (2005), meneliti tentang pembuatan rencana strategi dengan menggunakan metode QFD (Quality Function Deployment). Judul asli penelitian ini adalah Strategic Planning Using QFD. Tujuan penelitian ini adalah untuk perencanaan strategi dengan menggunakan alat bantu analisis QFD. Motivasi untuk menggunakan alat ini adalah karena QFD mampu untuk menjelaskan suatu keadaan yang dimana konsumen sebagai pengendali. Dengan demikian, organisasi akan 23

20 memiliki strategi yang dikendalikan oleh konsumen. QFD untuk perencanaan strategi melalui dua tahap, yaitu pengembangan strategi untuk konsumen dan pengembangan strategi secara umum. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa QFD strategi akan menterjemahkan visi ke dalam aksi nyata melalui beberapa tahap. Tahapannya yaitu penelitian konsumen, analisis segmen, memilih peluang-peluang yang ada, dan menciptakan strategi yang inovasi yang cukup stabil untuk menghadapi lingkungan yang cepat berubah. Penelitian yang dilakukan adalah perencanaan peningkatan mutu dalam rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit menggunakan teknik QFD untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu yang diadaptasi dari metode SCOR. Model yang dihasilkan mencakup metode perencanaan mutu dengan pendekatan metode HACCP dan integrasi dengan QFD. Posisi penelitian yang dilakukan dari berbagai cara, yaitu 1) Metode identifikasi karakteristik dan struktur mutu rantai pasok dengan mengadaptasi metode SCOR, 2) Identifikasi faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu dengan metode Fishbone, 3) Pendekatan dengan sistem manajemen keamanan pangan dan 4) Integrasi dengan QFD secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 24

21 Tabel 6. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan No Peneliti Substansi Penelitian Metode pengukuran Mutu Produk QFD Fuzzy QFD SPC SWOT AHP SCOR 1. Mellysa (2006) Penerapan Fuzzy QFD untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanilla 2. Simangunsong (2005) Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia pada PT Astra Daihatsu Motor 3. Muspitawati (2001) Strategi Peningkatan Mutu Produk Industri Sayuran Segar 4. Farisi (2007) Sistem Manajemen Mutu Terpadu di PT X 5. Shih-Shue (2006) Aplikasi QFD untuk pengembangan produk 6. Al-Mashari (2005) Konsep dan prinsip QFD yang diberlakukan di Ford Motor Company 7. Killen (2005) Strategic Planning Using QFD 8. Penelitian yang dilakukan (2010) Desain Model Pengendalian Mutu Produk Rantai Pasok Komoditas dan Produk Berbasis Sawit 25

BAB IV GAMBARAN UMUM. yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya

BAB IV GAMBARAN UMUM. yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya 62 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Komoditas Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN MUTU PRODUK DALAM RANTAI PASOK KOMODITI BERBASIS KELAPA SAWIT MUHARAMIA NASUTION

PERENCANAAN PENINGKATAN MUTU PRODUK DALAM RANTAI PASOK KOMODITI BERBASIS KELAPA SAWIT MUHARAMIA NASUTION PERENCANAAN PENINGKATAN MUTU PRODUK DALAM RANTAI PASOK KOMODITI BERBASIS KELAPA SAWIT MUHARAMIA NASUTION SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda Indonesia. beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda Indonesia. beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda Indonesia beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan cakrawala baru. Sektor pertanian, khususnya

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS KELAPA SAWIT DI DAERAH SUMATERA

PELUANG BISNIS KELAPA SAWIT DI DAERAH SUMATERA PELUANG BISNIS KELAPA SAWIT DI DAERAH SUMATERA Disusun oleh Nama : Muhdarto Kelas : S1 TI 2J NIM : 10.11.4258 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 A. Abstraksi

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda lndonesia

BAB l PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda lndonesia BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dalam 4 tahun terakhir yang melanda lndonesia beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan cakrawala baru. Sektor pertanian, khususnya

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit dengan produk turunannya yaitu minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil CPO) merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena kontribusinya terhadap perolehan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Hasil Produk Pengolahan Kelapa Sawit Pengolahan kelapa sawit menghasilkan banyak produk yang dapat dimanfaatkan (Gambar 1). Buah kelapa sawit dalam pengolahannya menghasilkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii iv vi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 3 1.3 Perumusan Masalah... 7 1.4 Tujuan Penelitian... 7 1.5 Manfaat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Semakin ketatnya persaingan akan produk pangan agroindustri merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia bisnis sekarang ini terus bersaing untuk menciptakan berbagai kebutuhan pelanggan (customer) yang semakin tinggi, dan semakin cerdas dalam memilih kebutuhannya.

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai 45 METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Semakin ketatnya persaingan produk agroindustri pangan merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Supply Chain Management Pembahasan yang berkaitan tentang Supply Chain Management sudah banyak diangkat dalam penulisan penulisan sebelumnya. Menurut Fortune Megazine (artikel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat yang diterapkan dibidang industri manufaktur dapat mengakibatkan perubahanperubahan yang sangat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007).

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007). Lampiran 1. Diagram Pemerosesan Buah Sawit. Particle Board, Serat kertas Sabut Sawit (Palm Fibre ) Refined, Bleached and Deodorised Crude Palm oil ( RBD CPO ) Mentega (Margarine) Buah Sawit Segar ( Fresh

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

POTENSI PEMBANGUNAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU

POTENSI PEMBANGUNAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU 1 POTENSI PEMBANGUNAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU Oleh: Almasdi Syahza 1 Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id: syahza@telkom.net

Lebih terperinci

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Dadan Teja Nugraha Program Studi Magister Sistem Informasi, Fakultas Pascasarjana

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH PENGENDALIAN & PENJAMINAN KUALITAS (IE-501)

DIKTAT KULIAH PENGENDALIAN & PENJAMINAN KUALITAS (IE-501) DIKTAT KULIAH PENGENDALIAN & PENJAMINAN KUALITAS (IE-501) TOPIK 4: QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb.,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb., KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. wb., Pemikiran sistem dapat dipandang sebagai dorongan terhadap kepiawaian ilmu pengetahuan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan dinamis yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya termasuk padat karya. Negara-negara yang dapat mengolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini menjadi bahan baku dalam industri penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANUGERAH PALM INDONESIA OLEH PT USAHA AGRO INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Operasi 2.1.1 Definisi Manajemen Operasi Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Proses menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik produksi merupakan suatu terobosan rangkaian proses dan aliran produk yang saling terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut Montgomery (2009), kualitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih produk di antara pesaingpesaing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sejarah Perkelapa Sawitan Mengenai daerah asal kelapa sawit terdapat beberapa pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa kalapa sawit berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN

ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN KONSUMEN CPO A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri pertanian, khususnya pangan, untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) Definisi QFD QFD adalah suatu metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menentapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Guineensis elaeis jacq.) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak goreng, minyak industri, maupun bahan bakar nabati berupa biomasa dan biodiesel.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT.

APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT. APLIKASI METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DALAM MENGANALISIS INDIKATOR KINERJA KUNCI RANTAI PASOK TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT di PT. YZ Yudi Rahmad Pertama, Nofialdi, Kardiman Abstract: Oil

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Berikut

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terkait dengan proses belajar mengajar yang berdasarkan kepada

I. PENDAHULUAN. yang terkait dengan proses belajar mengajar yang berdasarkan kepada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) merupakan mata kuliah khusus di semester enam dan tugas akhir mahasiswa Politeknik Pertanian Universitas Andalas. Kegiatan PKPM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci