SURVAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PENUMPANG UMUM ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP) DAN ANTAR LINTAS BATAS NEGARA (ALBN) DI PULAU KALIMANTAN
|
|
- Liani Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SURVAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PENUMPANG UMUM ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP) DAN ANTAR LINTAS BATAS NEGARA (ALBN) DI PULAU KALIMANTAN PENDAHULUAN Gambaran Umum Kondisi pelayanan Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dewasa ini terus mengalami perubahan baik dari segi sarana, prasarana maupun permintaan angkutan yang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian serta kebijakan baik berskala daerah maupun nasional. Sebagai contoh penurunan permintaan angkutan akibat adanya deregulasi dibidang transportasi udara yaitu sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 8 dan KM. 9 Tahun 2002 menyebabkan banyak bermunculannya maskapai penerbangan baru sehingga terjadi persaingan antara pesawat udara dengan bus AKAP. Penurunan kondisi usaha tersebut semakin bertambah parah sejak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sejak tanggal 1 Oktober 2005 dan 24 Mei 2008 yang tidak hanya menyebabkan naiknya biaya operasi kendaraan tapi juga menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat akibat dampak kenaikan harga BBM selain daripada itu rencana kenaikan BBM pada tahun 2012 juga telah menyebabkan kenaikan harga spareparts maupun bahan pendukung lainnya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, pada Pasal 6 ayat (1) disampaikan bahwa Untuk menjaga keseimbangan pelayanan angkutan, mengantisipasi pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan wilayah, dilakukan evaluasi jaringan trayek dan kebutuhan angkutan melalui survei load factor angkutan penumpang umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di Pulau Kalimantan. Survei Load Factor Angkutan Penumpang Umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di Kalimantan tersebut merupakan kegiatan untuk melakukan evaluasi terhadap jaringan trayek AKAP yang sudah ada maupun yang akan diusulkan serta kebutuhan kendaraan angkutan, dengan mempertimbangkan : a. Jumlah perjalanan pergi-pulang per hari rata-rata dan tertinggi; b. Jumlah rata-rata tempat duduk kendaraan; c. Laporan realisasi faktor muatan; d. Faktor muatan 70 %; e. Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai; f. Tingkat pelayanan jalan. Adanya pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan perekonomian bangsa serta kebijakankebijakan pemerintah terkait dengan transportasi menyebabkan perubahan supply dan demand angkutan antar kota antar provinsi (AKAP). Untuk itu sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan disebutkan bahwa Menteri melakukan evaluasi kebutuhan penambahan jumlah kendaraan bermotor pada tiap-tiap trayek dan wajib mengumumkannya sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. 1
2 Berkaitan dengan hal di atas, maka perlu dilakukan evaluasi lanjutan terhadap jaringan trayek yang sudah ada maupun yang perlu dikembangkan serta evaluasi lanjutan kebutuhan angkutan AKAP sebagai pedoman dalam penetapan jaringan trayek dan kebutuhan angkutan. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; 3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan; 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum; Maksud dan Tujuan Maksud Kegiatan Untuk mendapatkan data terbaru dan akurat sebagai bahan penetapan jaringan trayek AKAP yang baru yang sesuai dengan jumlah permintaan angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) pada masing-masing trayek saat ini. Untuk mendapatkan data terbaru berupa jumlah pengangkutan orang di Pulau Kalimantan sesuai dengan perkembangan perekonomian dalam negeri dan kebijakan-kebijakan Pemerintah terkait dengan subsidi bahan bakar minyak. Tujuan Kegiatan 1. Sebagai pedoman dalam penetapan jaringan trayek AKAP dan kebutuhan AKAP pada masing-masing trayek; 2. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa angkutan antar kota antar provinsi; 3. Untuk menjaga ketahanan usaha dan persaingan usaha yang sehat antara perusahaan angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) yang telah beroperasi pada masing-masing trayek. 4. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan Jaringan trayek angkutan antar kota antar provinsi (AKAP). Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan survai faktor muat bus angkutan umum untuk tahun 2014 akan dilaksanakan terhadap trayek AKAP dan ALBN yang beroperasi di Pulau Kalimantan. Dalam KAK terdapat 4 lokasi yaitu: 1. Segmen Banjarmasin Palangka Raya Survai Primer dilakukan di Terminal Induk Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. 2
3 2. Segmen Banjarmasin Muara Teweh Survai Primer dilakukan di Terminal Pantai Hambawang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan 3. Segmen Banjarmasin Balikpapan Survai Primer dilakukan di Terminal Kuaro, Kabupaten Paser Kalimantan Timur 4. Segmen Pontianak Entikong Survai Primer Bus ALBN dilakukan di Pos Perhubungan PPLB Entikong, Kalimantan Barat Gambar 1. Lokasi Kegiatan METODOLOGI Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Prosedur pelaksanaan pekerjaan Survai Load Factor Angkutan Umum Penumpang yang diusulkan ini diharapkan dapat menjadi kesepakatan dalam proses kajian ini. Secara terinci proses akan dibagi dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Pelaksanaan Survai 3. Tahap Analisa Data dan Evaluasi 4. Tahap Penyusunan Laporan 3
4 Gambar 2. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Tahap Analisis dan Evaluasi Secara umum metoda analisis dan evaluasi mencakup dua data yaitu data dari survai lapangan dan data dari database ijin yang dikeluarkan oleh Pemberi Tugas, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut ini. Adapun proses perhitungan rinci akan dijelaskan pada bab analsisis dan evaluasi. 4
5 Gambar 3. Metoda Umum Analisis dan Evaluasi Dari metoda di atas jelas nampak bahwa keberadaan database ijin trayek sangat penting, karena data survai harus mengacu kepada database ijin tersebut. Karena memahami tingkat kepentingan ini maka diharapkan adanya database iji yang final, mutkhir dan clean. Landasan teori Teori perhitungan load factor (LF) cukup sederhana yaitu muatan (jumlah penumpang dalam bus) dibagi kapasitas angkut bus. P LF= P : jumlah penumpang K K: kapasitas bus P l LF pelayanan tertentu l, LF l = Kl Mempertimbangkan muatan KM. 35 Tahun 2003 yang telah dijabarkan di atas, dengan kata lain untuk kebutuhan praktis maka perumusan LF menjadi lebih rumit. Kerumitan terjadi karena banyaknya parameter yang diinginkan dalam KM tersebut. Secara ringkas muatan KM 35 yang harus diperhitungkan dalam analisis LF adalah sebagai berikut: 1. Kode trayek 2. Jenis pelayanan: Ekonomi, Non-Ekonomi 3. LF rata-rata dari seluruh hari survai 4. LF tertinggi dari hari-hari survai. 5
6 Dengan demikian maka perumusan LF menjadi: LF pelayanan Ekonomi, LF = P K LF Ekonomi rata-rata pada Trayek T, LF = ; m =jumlah bus sampel m = jumlah bus sampel m j=1 P j K j m LF bus ekonomi rata- rata dihitung berdasarkan seluruh LF bus ekonomi pada seluruh hari survai dibagi dengan total jumlah sampelnya. Setiap trayek, yang direpresentasikan dengan kode trayeknya, akan memiliki LF rata- rata ini. Hal yang sama dihitung untuk bus Non-ekonomi. LF tertinggi (Max) dapat dipilih dari seluruh LF yang ada untuk kelas pelayanan masing- masing. Penjabaran perumusan LF tersebut akan menjadi lebih rumit apabila seluruh parameter yang mungkin ada dicantumkan. Guna mempermudah analisis maka dibangun metoda rinci dalam alur proses sebagai berikut. Survai sabtu/minggu/senin Tahap Analisis LF Database Ijin No STNK dan Nama PO/ Trayek Data Frekuensi sabtu/minggu/senin Data Muatan sabtu/minggu/senin No STNK dan/ Kode Trayek Database Ijin Kode Trayek Kapasitas Muatan Kapasitas Kode Trayek LF1 LF2 Pelayanan Non-Eko Ekonomi LFmin /hari, /trayek, /palayanan Pelayanan Ekonomi Non-Eko Bus Non-Eko Rit Ijin Bus Non-Eko Rit Survai Bus Ekonomi Rit Survai Bus Ekonomi Rit Ijin Bus Ekonomi Rerata LFmin dan Max LFmin Bus Non-eko Rerata LFmin dan Max LFmin Bus Non-Eko Faktor Koreksi Bus Ekonomi Faktor Koreksi Tahap Evaluasi Max LF Final Rerata LF Final T 70% TUTUP? Y BUKA f:wang Gambar 4. Bagan Alir Proses Analisis dan Evaluasi 6
7 Tahap analisis dilakukan terhadap dua objek yaitu database (perijinan) dan data survai. Target analisis terhadap database ijin adalah jumlah rit per-hari (frekuensi) dari masing-masing kode trayek. Analisis data survai dilakukan melalui dua arah yaitu data frekuensi dan data muatan. Tekniknya adalah dengan membandingkan (mencari) data No STNK dan kode trayek di dalam database ijin, dan jika ditemukan maka parameter perhitungan lainnya akan ditemukan. Alur pikir dalam pada bagan alir di atas secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Terdapat dua tahap berurutan: pertama adalah analisis dan kedua evaluasi. 2. Kedua tahap dilalui oleh dua analisis parameter survai yaitu Frekuensi dan Muatan. 3. Analisis frekuensi (populasi rit pada hari tersebut) memiliki target faktor koreksi yang merupakan perbandingan antara jumlah bus yang beroperasi (tertangkap dalam survai frekuensi) dan jumlah rit seharusnya (dari database ijin). Analisis muatan memiliki target besarnya LF rata-rata maupun tertinggi (maximum) sesuai tuntunan KM 35. Terdapat dua nilai LF karena kapasitas setiap bus di lapangan mungkin berbeda dengan database ijin. Kedua nilai LF kalaupun berbeda tidak terlalu jauh, namun untuk analisis diambil LF yang minimum oleh sebab secara umum jumlah bus beroperasi lebih rendah dari rit ijin. 4. Pada tahap evaluasi dilakukan perhitungan LF kembali dengan cara mengkoreksi LF hasil analisis (LF rata-rata dan LF maksimum). Dengan demikian akan didapatkan LF Final yang merupakan LF seharusnya apabila jumlah bus yang beroperasi di lapangan sesuai dengan rit ijin untuk kode trayek bersangkutan. 5. Apabila LF Final, baik yang rata-rata atau tertinggi (max) telah mecapai 70% maka trayek yang bersangkutan diusulkan untuk dibuka. Hal paling penting pada tahap evaluasi adalah jumlah rit database, faktor muatan dan frekuensi bus hasil survai. Jumlah rit database khususnya untuk bus AKAP jarak jauh menjadi sangat penting karena sangat berpengaruh pada usulan buka/tutup. Faktor muatan hasil survai meliputi bus AKAP sampling sedangkan frekuensi adalah populasi bus AKAP masing- masing kode trayek. Dengan demikian pencatatan frekuensi saat survai berpengaruh pada perhitungan faktor muat final. Oleh sebab itu petugas pencatat frekeuensi harus fokus dan terus- menerus. Kekurangan pencatatan frekuensi saat survai akan cenderung merekomendasikan trayek tertutup. Perhitungan Kebutuhan Armada Evaluasi terhadap kode trayek yang perlu dibuka kemudian dilanjutkan dengan perhitungan jumlah tambahan bus pada masing- masing kode trayek agar LF setiap trayek maksimal 70%. Berikut contoh tabel dan langkah perhitungan tambahan armada bus AKAP. 7
8 Tahap Rekomendasi Pada tahap ini disajikan tabulasi kode trayek yang dapat dibuka dan ditutup. Pada trayek yang dapat dibuka juga disajikan hasil perhitungan kebutuhan armada tambahannya. Tahap Pelaporan Penyusunan laporan diarahkan untuk menyajikan tiga hal yaitu: Penyajian data dan analisis data Penyajian hasil analisis LF dan evaluasi, berupa load factor (LF) dari masing-masing kode trayek yang dibagi atas jenis pelayanan. Terakhir adalah rekomendasi trayek trayek mana yang sudah perlu dibuka, yaitu load factor mencapai 70% atau lebih. ANALISIS DAN EVALUASI Data Base Ijin Sumber data dasar (database) untuk analisis survai Tahun 2014 ini adalah Data Base AKAP Kalimantan yang dikeluarkan oleh Pemberi Tugas. Analisis Data Survai Pada tahap analisis data ini dilakukan terhadap data survai muatan dan frekuensi. Analisis dilakukan terhadap nomor plat yang tidak cocok dengan Database. Teknik yang digunakan adalah cleaning satu persatu terhadap nomor plat tersebut. Untuk memperbesar sampel terkoreksi, yaitu sampel yang dapat digunakan untuk analisis, maka digunakan pula kode trayek yang dicatat dari Kartu Pengawasan (KP). Hasil proses cleaning ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.Rekapitulasi Hasil Analisis Data Survai Sumber : Hasil Analisis 8
9 Nampak bahwa No Plat banyak tidak tercantum dalam database sehingga sampel banyak terkoreksi. Dengan menggunakan Kode Trayek sampel akan lebih banyak kecuali di Entikong, karena banyak bus tidak dapat menunjukan KP. Di lokasi ini sebenarnya seluruh bus Indonesia (41%-42%) yang tersurvai ada datanya di database, sisanya adalah bus luar negeri. Evaluasi Load Faktor Evaluasi load factor diarahkan untuk mendapatkan kesimpulan apakah suatu trayek perlu mendapatkan tambahan rit atau tidak. Prosesnya adalah memadukan seluruh perhitungan LF masing-masing nomor kendaraan tersebut di atas kedalam Kode Trayek masing-masing sesuai kelas Pelayanannya. Evaluasi ini dilakukan dua tahap, pertama atas dasar masing-masing lokasi. Tahap kedua adalah gabungan seluruh lokasi dan hari survai. Tekniknya dengan menghitung LF hasil pembagian jumlah muatan dengan kapasitas masingmasing bus. Ada dua nilai LF yaitu atas dasar kapasitas bus hasil survai dan database, dipilih yang terkecil. Pada masing-masing lokasi survai dihitung LF setiap hari survai untuk setiap kode trayek. Kemudian dihitung rata-rata gabungan selama tiga hari survai untuk memberikan nilai yang mewakili setiap kode trayek. Usulan tentang buka tutup pada bab rekomendasi didasarkan oleh evaluasi tahap kedua (gabungan) tersebut. Suatu trayek perlu dibuka atau ditutup mengacu KM 35 Tahun 2003 yaitu bahwa katagori trayek terbuka adalah pada faktor muatan (LF) 70%. Dari serangkaian tahapan analisis, selanjutnya adalah menggabungkan keseluruhan hasil evaluasi sebelumnya berdasarkan kode trayek yang ada dengan melakukan analisis berdasarkan Nilai LF Rata-rata dan Nilai LF Maksimum. Pada tabel berikut dibawah ini mengilustrasikan hasil analisis berdasarkan LF maksimum dan LF rata-rata. 9
10 Tabel 2.Hasil Analisis Berdasarkan Nilai LF Maksimum TABEL BUKA/ TUTUP TRAYEK BERDASARKAN LF MAKSIMUM KODE TRAYEK NAMA TRAYEK LF SURVAI JUMLAH BUS SURVAI RIT IJIN LF IJIN FREKUENSI PELAYANAN KUALA KAPUAS-BANJARMASIN 69% % 7 EKONOMI BUNTOK-BANJARMASIN 58% % 5 EKONOMI MUARA TEWEH-PALANGKARAYA 57% % 3 EKONOMI MUARA TEWEH-BANJARMASIN 56% % 3 EKONOMI PURUK CAHU-BANJARMASIN 64% % 3 EKONOMI PALANGKARAYA-BUNTOK 89% % 1 EKONOMI PALANGKARAYA-BANJARMASIN 55% % 3 EKONOMI PALANGKARAYA-BANJARMASIN 54% % 4 EKONOMI BANJARMASIN-TANAH BROGOT 34% % 1 EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 40% % 1 EKONOMI KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN 59% % 1 NON-EKONOMI PONTIANAK-KUCING 53% % 10 NON-EKONOMI Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN 60% % 4 NON-EKONOMI BUNTOK-BANJARMASIN 45% % 2 NON-EKONOMI BANJARMASIN-BALIKPAPAN 70% % 4 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 88% % 8 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 89% % 1 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 86% % 1 NON-EKONOMI Tabel 3.Hasil Analisis Berdasarkan Nilai LF Rata-Rata TABEL BUKA/ TUTUP TRAYEK LOKASI BERDASARKAN LF RATA-RATA KODE TRAYEK NAMA TRAYEK LF SURVAI JUMLAH BUS SURVAI RIT IJIN LF IJIN FREKUENSI PELAYANAN KUALA KAPUAS-BANJARMASIN 69% % 5 EKONOMI BUNTOK-BANJARMASIN 58% % 5 EKONOMI MUARA TEWEH-PALANGKARAYA 57% % 3 EKONOMI MUARA TEWEH-BANJARMASIN 56% % 3 EKONOMI PURUK CAHU-BANJARMASIN 64% % 3 EKONOMI PALANGKARAYA-BUNTOK 89% % 1 EKONOMI PALANGKARAYA-BANJARMASIN 55% % 3 EKONOMI PALANGKARAYA-BANJARMASIN 47% % 3 EKONOMI BANJARMASIN-TANAH BROGOT 34% % 1 EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 39% % 1 EKONOMI KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN 59% % 1 NON-EKONOMI PONTIANAK-KUCING 53% % 10 NON-EKONOMI Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN 60% % 4 NON-EKONOMI BUNTOK-BANJARMASIN 45% % 2 NON-EKONOMI BANJARMASIN-BALIKPAPAN 66% % 4 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 84% % 8 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 76% % 1 NON-EKONOMI BANJARMASIN-SAMARINDA 78% % 1 NON-EKONOMI 10
11 Kebutuhan Armada Evaluasi terhadap kode trayek yang perlu dibuka kemudian dilanjutkan dengan perhitungan jumlah tambahan bus pada masing- masing kode trayek agar LF setiap trayek maksimal 70%. Tabel 4.Kebutuhan Armada AKAP (CONTOH) KEBUTUHAN BUS BERDASARKAN LF RATA-RATA TAHUN 2012 NO KODE TRAYEK NAMA TRAYEK LAYANAN LF SURVAI RIT berdasarkan ijin FREKUENSI SURVAI LFs Ri FRs FK LFi KR RPB JBi JKB TB MEDAN - BD.LAMPUNG NON-EKONOMI 78% % MEDAN - BOGOR NON-EKONOMI 106% % MEDAN - BANDUNG NON-EKONOMI 92% % MEDAN - PATI. NON-EKONOMI 101% % MEDAN - KEDIRI. NON-EKONOMI 82% % Urutan perhitungan 1. FK = FRs / Ri 2. LFi = FK x LFs 3. KR = LFi / (70%) x Ri 4. JBi = Ri / RPB 5. JKB = ROUNDUP (KR / RPB) 6. TB = JKB - JBi FAKTOR KOREKSI LF berdasarkan ijin KEBUTUHAN RIT dimana LFs : Load factor hasil perhitungan data survai Ri : Total rit yang dihitung dari database, untuk kode trayek tersebut. FRs : Jumlah bus yang lewat selama 1 X24 jam, untuk kode trayek tersebut. LFi : LF apabila bus yang beroperasi sesuai dengan yang diijinkan. KR : Jumlah rit dibutuhkan agar LF tidak melampaui 70%. RPB : Rit per bus berdasarkan ijin (database) = RIT/ (HARI/RIT). JBi : Jumlah bus yang diijinkan JKB : Total kebutuhan bus agar LF tidak melampaui 70%, pada kode trayek tersebut. TB : Jumlah bus yang perlu ditambahkan agar LF tidak melampaui 70%. RIT PER BUS JML BUS yang berdasarkan ijin diijinkan JML KEBUTUHAN BUS Dilihat dari tabel hasil analisis berdasarkan LF, baik berdasarkan Nilai LF rata-rata dan maksimum, maka dapat disimpulkan bahwa diseluruh lokasi survai tidak terdapat nilai LF ijin yang melebihi dari 70%. Nilai LF memiliki rentang antara 1%-48%, jauh dari target yang diisyaratkan agar dibuka atau ditambahnya sebuah trayek yaitu 70%. Penyebab hal ini adalah kerena pada keseluruhan lokasi survai jumlah bus yang beroperasi jauh dari ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan demikian, maka pada keseluruhan lokasi survai tidak ada trayek yang perlu dibuka atau ditambah jumlah busnya berdasarkan masingmasing kode trayek. TAMBAHAN BUS 11
12 Trayek Yang Beroperasi Dari 22 trayek yang terdaftar dalam database terdapat 16 trayek yang beroperasi pada hari-hari survai. Lima trayek lainnya tidak beroperasi pada tiga hari survai. Tabel 5.Kode Trayek Yang Beroperasi pada hari Survey NO KODE TRAYEK TRAYEK KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN PONTIANAK-KUCING Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN KUALA KAPUAS-BANJARMASIN BUNTOK-BANJARMASIN MUARA TEWEH-PALANGKARAYA MUARA TEWEH-BANJARMASIN PURUK CAHU-BANJARMASIN PALANGKARAYA-BUNTOK PALANGKARAYA-BANJARMASIN PALANGKARAYA-BANJARMASIN BANJARMASIN-TANAH BROGOT BANJARMASIN-BALIKPAPAN BANJARMASIN-SAMARINDA BANJARMASIN-SAMARINDA BANJARMASIN-SAMARINDA Trayek Yang Menyimpang Banyak bus pada trayek-trayek tertentu beroperasi tidak mengikuti ketentuan yang ada. Dapat disebutkan beberapa hal yang tercatat dalam survai sebagai berikut: Tidak membawa KP asli KP tidak sesuai dengan bus atau trayeknya No Plat tidak tercantum dalam database Penyimpangan trayek Trayek tidak penuh Bus- bus tersebut dapat dilihat dalam lampiran. Trayek dimana beberapa busnya melakukan pelanggaran adalah sebagai berikut : 12
13 Tabel 6.Jumlah Bus dan Jenis Pelanggaran JUMLAH BUS DAN JENIS PELANGGARAN NO KODE TRAYEK TRAYEK TIDAK MEMBAWA "KP" "KP" TIDAK SESUAI NO PLAT TIDAK TERDAFTAR TRAYEK MENYIM- PANG TRAYEK TIDAK PENUH KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN PONTIANAK-KUCING Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN KUALA KAPUAS-BANJARMASIN BUNTOK-BANJARMASIN MUARA TEWEH-BANJARMASIN PURUK CAHU-BANJARMASIN PALANGKARAYA-BUNTOK PALANGKARAYA-BANJARMASIN PALANGKARAYA-BANJARMASIN BANJARMASIN-TANAH BROGOT BANJARMASIN-BALIKPAPAN BANJARMASIN-SAMARINDA BANJARMASIN-SAMARINDA Pola Perjalanan Penumpang Bus AKAP Sebagian besar daerah di Kalimantan terlayani oleh bus AKAP sebagimana tergambarkan pada pola desire line di bawah ini. Perjalanan yang terbesar adalah antara Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur. Khususnya antar kota-kota Palangkaraya- Banjarmasin, Pangkalan Bun Banjarmasin, Banjarmasin- Muara Teweh, Banjarmasin- Balikpapan/ Samarinda. Bus AKAP selain melayani penumpang antar propinsi juga melayani kota- kota kabupaten dalam propinsi sebagaimana dapat dilihat pada lampiran laporan ini. 13
14 Puruk Cahu Samarinda Loa Janan Sepaku Muara Teweh Palangkaraya buntok Ampah Balikpapan Penaj am Waru Long Kali Babulu Long Ikis Muara Komam Muara Uya Kuaro Jaro Batu Sopang Tanah Grogot Haruai Sampit Haruai Dusun Timur Tanj ung Kelua Paringin Amuntai Pamukan Barat Pangkalan Bun Pulang Pisau Barabai Kandangan Sungai Durian Kapuas Tapin Utara Rantau Binuang Banj armasin Pengaron Martapura Banjar Baru Batu Licin LEGENDA : Matriks Rata-Rata (Populasi) 300 to to to to to 20 5 to 10 0 to 5 all others Gambar 5. Pola Sebaran Perjalanan Penumpang/Hari bus AKAP Kalimantan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan A. Data hasil survai load faktor di Pulau Kalimantan menunjukan bahwa pengangkutan orang antar wilayah dengan angkutan umum (AKAP) kecil. Hal ini dapat dilihat apabila diperbandingkan dengan hasil survai yang sama di pulau Jawa dan Sumatera. Jumlah rit perhari yang beroperasi dibandingkan dengan seharusnya (yang tercantum dalam database) hanya sekitar 23-24% atau dibawah 25%. Bahkan di lokasi survai Terminal Induk Kapuas, segmen Kalimantan Tengah- Kalimantan Selatan, rit perhari yang beroperasi hanya 3% - 5% dari seharusnya. Di Entikong, bus ALBN yang beroperasi rata-rata 33 rit perhari, yang terbagi 19 rit bus Malaysia dan Brunei, dan 14 rit bus Indonesia. Dengan demikian bus Indonesia yang beroperasi hanya 58% dari rit yang diijinkan. B. Jumlah orang yang diangkut oleh angkutan AKAP juga menunjukan angka yang kecil. Secara umum rata- rata load factor kurang dari 70% pada seluruh lokasi survai, kecuali di Terminal Kuaro, sebagai berikut: 14
15 Lokasi Terminal LF non-eko LF Eko Rerata Kab. Paser Kuaro 81% 66% 72% Kab. HST Pantai Hambawang 64% 56% 57% Kab. Kapuas Term Induk - 68% 68% Entikong Pos PPLB 55% - 55% Apabila dianalisis maka dihasilkan LF yang kurang dari 70% pada semua trayek, atau trayek tertutup, karena di Terminal Kuaro pun bus yang beroperasi baru 24% dari yang diijinkan. C. Kecilnya jumlah pengangkutan orang dengan bus AKAP tidak berarti bahwa pergerakan orang antar wilayah juga kecil. Kecenderungan pergerakan antar wilayah yang menggunakan AKAP tidak dapat dijelaskan pada studi ini karena dari seluruh lokasi survai tidak ada satupun yang memiliki data jumlah penumpang AKAP secara series, kecuali bus ALBN di Entikong. Oleh sebab itu pergerakann orang antar wilayah secara total tidak dapat dikatakan mengecil. Hal ini diperkuat adanya fenomena menjamurnya angkutan plat hitam yang melayani penumpang antar wilayah propinsi. Data hasil survai tentang ini menunjukan sejumlah besar pergerakan orang melintas di lokai survai Kapuas dilayani oleh plat hitam (sejenis avanza, dan inova). Survai sepanjang siang hari didapatkan 363 kendaraan dengan rata-rata penumpang 3,9 orang, atau apabila dikonversikan ada sekitar 1400 penumpang untuk dua arah. Data 24 jam diprakirakan moda ini melayani hampir 2200 penumpang. Dari perhitungan analisis kelayakan finasial (dalam lampiran) nampak bahwa okupansi tersebut sudah mendekati maksimal. Dikkhawatirkan hal ini akan merambah jalur lain di wilayah P. kalimantan. Jumlah penumpang dengan moda yang sama didua lokasi lainnya yaitu di Pantai Hambawang dan Kuaro kurang dari 200 orang perhari, masih relatif kecil. Di Entikong 280 orang per hari. Pemilik armada plat hitam adalah masyarakat luas dan travel (Angkutan Antar Jemput) resmi. Travel resmi dari suatu perusahaan juga masih ada yang ber plat hitam. D. Apabila penumpang yang dilayani plat hitam tersebut dianggap potensi penumpang AKAP maka jumlah rit di Kapuas (pergerakan Kalsel Kalteng) akan mencapai sekitar rit (atau 20%- 30% dari rit ijin) dengan asumsi penumpang per bus 20 orang pada kapasitas 28 orang (bus sedang). Dengan demikian maka prosen rit operasional ini menjadi mirip dengan kondisi umum di lokasi-lokasi lain. Saat ini mayoritas bus AKAP segmen Kapuas Banjarmasin dilayani bus kecil yaitu kapasitas 16 orang. Pengembangan Angkutan Perbatasan yang dapat menggunakan jenis mobil penumpang umum tidak dapat diterapkan karena sudah ada bus AKAP tersebut. Demikian pula pengembangan Angkutan Antar Jemput akan semakin mempersulit usaha bus AKAP yang ada, kecuali dilakukan konversi. E. Besarnya penumpang yang beralih ke plat hitam di wilayah tersebut ditengarai karena beberapa faktor sebagai berikut: 15
16 Dor to door service, melayani sampai ke bandara, selalu tersedia karena banyaknya armada, biaya masih terjangkau, cepat dan tepat waktu, keselamatan dan keamanan belum menjadi masalah, nyaman karena dapat menggunakan AC, relatif bersih, mobil baru (rata-rata tahun 2012 ke atas), kondisi jalan yang baik. Keunggulan pada bus AKAP seperti: lebih terlindungnya penumpang dalam hal keselamatan dan keamanan, terjaminnya asuransi, biaya lebih murah, masih belum cukup kuat untuk bersaing dengan plat hitam. Mudahnya pemilikan kendaraan plat hitam seperti terjangkaunya down payment dan rendahnya suku bunga pinjaman komersial (6-12%) menjadi daya tarik masyarakat untuk memiliki armada plat hitam. Kemudian mudahnya operasi pengangkutan tanpa larangan dengan tingkat keterisian yang memadai menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mencicil kendaraan tersebut. Hal ini semakin menekan usaha pengusahaan angkutan bus AKAP, dan travel (Angkutan Antar Jemput) resmi yang ada saat ini. F. Ketatnya persaingan dengan plat hitam mengakibatkan rendahnya LF angkutan resmi, menyebabkan tingkat pendapatan menurun pada tingkat tarif yang ada saat ini (sebelum rencana kenaikan harga BBM bulan November 2014). Perusahaan angkutan bus AKAP dan travel cenderung mensikapi hal ini antara dengan kepemilikan armada perorangan, untuk mengurangi biaya pokok khususnya biaya tak langsung. Akibatnya antara lain kepemilikan kendaraan angkutan umum sering berubah kepemilikan yang kemudian no plat tercatat di KP tidak sesuai dengan di kendaraan. G. Pada survai bus AKAP yang beroperasi masih ditemui adanya bus yang tidak tercatat no plat-nya di database. Sebagian bus tersebut telah berganti no plat, biasanya karena berganti pemilik, namun belum memperbaharui perijinan angkutan sehingga di Kartu Pengawasan masih no plat yang lama. H. Beratnya persaingan yang tidak pada tempatnya ini, disikapi oleh perusahaan/awak bus AKAP (Kalteng-Kalsel) dengan hal-hal sebagai berikut: operasi bergilir dalam suatu trayek melayani sewa /rombongan melayani sebagian trayek menggunakan trayek lain menjadi pelangsir(berdagang) solar kepemilikan armada perorangan menunggu penumpang lebih lama menunggu penumpang sewa di pelabuhan Trisakti I. Terdapat bus yang melakukan pelanggaran seperti: tidak mebawa KP, membawa KP yang tidak sesuai dengan trayeknya, trayek menyimpang dll. Juga adanya bus kecil yang melayani penumpang antar propinsi Kalimanyan Selatan- Kalimantan Timur dengan ijin daerah dan belum tercantum dalam database pusat, antara lain: Barabai (Kalsel)- Penajam (Kaltim), Amuntai (Kalsel)- Tanah Grogot (Kaltim), Batulicin (Kalsel)- Balikpapan (Kaltim), Long Ikis (Kaltim) Banjarmasin (Kalsel). 16
17 J. Bus ALBN yang tercatat oleh Pos PPLB Entikong pada bulan Agustus mencapai 39 bus yang berarti terdapat 8 bus diluar yang ada di database. Pada saat survai dilaksanakan, akhir Agustus, bus bus ini tidak beroperasi. Bus bus tersebut menggunakan no plat lama yang sudah digantikan. Nampaknya di awal bulan Agustus itu jumlah arus penumpang meningkat, untuk melayani arus balik Lebaran, sehingga dibutuhkan armada tambahan. Seluruh bus dalam kelas pelayanan non ekonomi. Khusus untuk bus DAMRI secara teknis berada antara kelas eksekutif super eksekutif. K. Jalur dan simpul bus ALBN perlu mendapat perhatian karena menjadi gerbang Indonesia dari Malaysia dan Brunei Darusalam, dan sangat berpengaruh kepada kinerja bus ALBN yang menurun pada ruas Indonesia. Jalan nasional antara Tayan Sosok sudah lama rusak, telah menambah waktu tempuh perjalanan antara 0,5 1 jam. Pelayanan angkutan penghubung kota Pontianak dengan terminal perlu diperbaiki menjadi lebih murah dan lebih memberikan kesan aman. Taxi resmi sudah disiapkan di terminal namun kalah bersaing dengan plat hitam. Pengemudi plat hitam dapat dengan bebas dan berani menjemput penumpang bus ALBN sampai di depan pintu bus yang baru sampai dan kemudian berebut penumpang. Keadaan ini menyebabkan penumpang merasai tidak nyaman dan kemungkinan terjebak pada kondisi kurang aman dan mahal. Rekomendasi A. Hasil analisis LF bus AKAP menunjukan bahwa pada seluruh trayek kebutuhan rit masih lebih besar dari jumlah penumpang yang dilayani, dan LF setiap kode trayek masih di bawah 70%, sehingga secara umum seluruh trayek tertutup. B. Adanya perbedaan yang besar antara rit operasional dengan yang diijinkan menjelaskan bahwa saat ini jumlah bus AKAP jauh lebih besar dari kebutuhan. Perlu adanya langkah untuk lebih menyeimbangkan supply dan demand ini, karena berpotensi akan menimbulkan persaingan tidak sehat antar trayek dan antar perusahaan. C. Adanya operasi kendaraan plat hitam yang melayani angkutan umum antar propinsi perlu segera disikapi dengan menegakan aturan, agar iklim usaha angkutan AKAP kembali wajar. Penerapan aturan sesuai UU No 22 Tahun 2009 (Pasal 138) menjadi penting dan mendesak karena fenomena pada umumnya di P Kalimantan telah menunjukan operasi bus AKAP setiap segmen survai maksimal 30% dari seharusnya, kecuali jalur ALBN. Khusus antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan terjadi bus AKAP yang beroperasi maksimal hanya 5% dari seharusnya. D. Armada travel (Angkutan Antar Jemput) resmi yang masih plat hitam sebaiknya segera di benahi (dikuningkan) sebelum dilakukan operasi penertiban. Peningkatan kinerja bus AKAP juga perlu dilakukan terlebih dahulu agar calon penumpang plat hitam yang akan beralih mendapatkan kepastian angkutan. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memperkuat angkutan AKAP ini melalui skema perintis atau subsidi, atau dilakukan konversi ke Angkutan Antar Jemput apabila peraturan memungkinkan. 17
18 E. Perbaikan jalan antara Batas Propinsi Kalimantas Selatan sampai Kabupaten Paser. Jalur tersebut merupakan jalan nasional (negara) yang kondisinya sangat berbahaya, sempit, berkelok, naikturun dan rusak. Demikian pula perlu perbaikan pada ruas Batulicin Tanah Grogot, dimana pada musim hujan sulit dilalui. F. Seluruh kode trayek bus AKAP yang beroperasi pada hari-hari survai masih tertutup karena LF dibawah 70% (apabila dilihat dari bus yang beroperasi sangat rendah), sehingga belum memerlukan tambahan armada baik ditinjau dari LF rata-rata maupun LF maksimum sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. TABEL BUKA/ TUTUP TRAYEK BERDASARKAN LF RATA-RATA PELAYANAN % BUS KODE TRAYEK NAMA TRAYEK LF SURVAI BEROPERASI USULAN KUALA KAPUAS-BANJARMASIN EKO 69% 2% TERTUTUP BUNTOK-BANJARMASIN EKO 58% 15% TERTUTUP MUARA TEWEH-PALANGKARAYA EKO 57% 10% TERTUTUP MUARA TEWEH-BANJARMASIN EKO 56% 11% TERTUTUP PURUK CAHU-BANJARMASIN EKO 64% 16% TERTUTUP PALANGKARAYA-BUNTOK EKO 89% 3% TERTUTUP PALANGKARAYA-BANJARMASIN EKO 55% 10% TERTUTUP PALANGKARAYA-BANJARMASIN EKO 47% 5% TERTUTUP BANJARMASIN-TANAH GROGOT EKO 34% 50% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA EKO 39% 50% TERTUTUP KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN NON-EKO 59% 50% TERTUTUP PONTIANAK-KUCING NON-EKO 53% 53% TERTUTUP Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN NON-EKO 60% 80% TERTUTUP BUNTOK-BANJARMASIN NON-EKO 45% 33% TERTUTUP BANJARMASIN-BALIKPAPAN NON-EKO 66% 29% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 84% 21% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 76% 18% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 78% 17% TERTUTUP TABEL BUKA/ TUTUP TRAYEK BERDASARKAN LF MAKSIMUM % BUS KODE TRAYEK NAMA TRAYEK PELAYANAN LF SURVAI USULAN BEROPERASI KUALA KAPUAS-BANJARMASIN EKO 69% 3% TERTUTUP BUNTOK-BANJARMASIN EKO 58% 15% TERTUTUP MUARA TEWEH-PALANGKARAYA EKO 57% 10% TERTUTUP MUARA TEWEH-BANJARMASIN EKO 56% 11% TERTUTUP PURUK CAHU-BANJARMASIN EKO 64% 16% TERTUTUP PALANGKARAYA-BUNTOK EKO 89% 3% TERTUTUP PALANGKARAYA-BANJARMASIN EKO 55% 10% TERTUTUP PALANGKARAYA-BANJARMASIN EKO 54% 7% TERTUTUP BANJARMASIN-TANAH GROGOT EKO 34% 50% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA EKO 40% 50% TERTUTUP KOTA PONTIANAK-PANGKALAN BUN NON-EKO 59% 50% TERTUTUP PONTIANAK-KUCING NON-EKO 53% 53% TERTUTUP Kota Pontianak-BANDAR SERI BEGAWAN NON-EKO 60% 80% TERTUTUP BUNTOK-BANJARMASIN NON-EKO 45% 33% TERTUTUP BANJARMASIN-BALIKPAPAN NON-EKO 70% 29% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 88% 18% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 89% 18% TERTUTUP BANJARMASIN-SAMARINDA NON-EKO 86% 17% TERTUTUP 18
19 G. Perlu segera memperbaiki kondisi jalan pada jalur bus ALBN, khususnya antara Tayan dan Sosok agar kinerja bus lebih terpelihara. Jalur ini merupakan jalan nasional (negara) berfungsi sebagai pintu gerbang negara. H. Pelayanan Angkutan Pemadu Moda sebagai angkutan resmi Terminal Bus Internasional Sei Ambawang perlu dikembangkan untuk lebih memberikan rasa aman dan biaya lebih murah. I. Untuk jangka mendesak, awak bus perlu menjelaskan kepada para penumpang sebelum bus memasuki terminal, tentang kondisi dan mengarahkan agar menggunakan angkutan umum resmi (taxi) terminal yang ada saat ini. Petugas di terminal hendaknya lebih berani untuk mengatur para supir plat hitam, agar tidak memasuki area/ apron terminal, cukup menunggu di pintu keluar terminal. Lebih baik apabila dibuka loket angkutan resmi sebelum pintu keluar, atau tiket lanjutan (dengan angkutan resmi) dapat dibeli di atas bus ALBN. J. Perlu dipercepat fungsi keterpaduan pelayanan angkutan terminal Internasional secara lengkap dengan mengisi trayek AKAP dan AKDP (Pasal 60 PP 79/2013). Saat ini hanya angkutan ALBN dan taxi yang beroperasi di terminal. 19
TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah maupun perkembangan sosial ekonomi, maka sarana dan prasarana transportasi secara keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda hidup mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. Kegiatan transportasi ini membutuhkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu,secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. LokasiPengamatan Lokasi pengamatan berada pada terminal Arjosari Kota Malang dan terminal Blitar. Sedangkan survei statis dilakukan di dalam bus sepanjang rute Malang-Blitar.
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu-lintas ( kendaraan, barang, dan
Lebih terperinciTERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI
TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai
Lebih terperinciKAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG
MEDIA ILMIAH TEKNIK SIPIL Volume 5 Nomor 1 Desember 2016 Hal. 1-8 KAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG Fitri Wulandari (1), Nirwana Puspasari
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data
BAB III METODOLOGI 3.1. Metodologi Pemecahan Masalah Di dalam pemecahan masalah kita harus membuat alur-alur dalam memecahkan masalah sehingga tersusun pemecahan masalah yang sistematis. Berikut ini adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2013
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2013 T E N T A N G FORMULA PERHITUNGAN PENETAPAN TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG UMUM ANTAR KOTA DALAM PROVINSI DALAM WILAYAH
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI
EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI Helga Yermadona Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian mengenai evaluasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sewa. Bus antarkota dalam provinsi (AKDP) adalah klasifikasi perjalanan bus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan Umum adalah kendaraan umum untuk mengangkut barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain, yang disediakan oleh pribadi, swasta, atau pemerintah, yang
Lebih terperinciKata Kunci : Biaya Operasional Kendaraan, Kenaikan Tarif, Kenaikan Harga BBM, 2015
PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 7 DAMPAK KENAIKKAN TARIF ANGKUTAN UMUM KOTA PALANGKA RAYA PASCA KENAIKKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Oleh: Hersi Andani 1), Supiyan 2), dan Zainal Aqli 3) Kemajuan
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : IMMANUEL A. SIRINGORINGO NPM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
Menimbang Mengingat GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 94 Tahun 2014 TENTANG TARIF ANGKUTAN PEMADU MODA DARI DAN KE BANDAR UDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU PROVINSI SUMATERA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa pengusaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Banjarmasin merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan serta sebagai pintu gerbang
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...
Lebih terperinciLAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH
C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak
Lebih terperinciDr. Nindyo Cahyo Kresnanto
Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Terminal Halte Bandara Pelabuhan Simpul Tranportasi Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data
25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Bagan Alir Penelitian Pengamatan Lapangan Studi Pustaka Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar Pengumpulan Data Data Primer 1. Load Factor 2. Waktu
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN KERJA (SIK) DI TERMINAL BUS KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN KERJA (SIK) DI TERMINAL BUS KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya Perusahaan Otobus
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan tahapan yang akan dilakukan dalam menentukan tarif pada bus Mayasari Bakti patas 98A Trayek Pulogadung Kampung Rambutan dapat dilihat pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu (Kamus Besar Bahasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan mendefinisikan
Lebih terperinciPENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR
EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan
Lebih terperinciAnalisis Permintaan Pelayanan Taksi Argometer di Bandar Udara Juanda Surabaya ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN ANGKUTAN DI BANDARA JUANDA. Tabel 5.1.
ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN ANGKUTAN DI BANDARA JUANDA Bandara Juanda terletak di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Bandara Internasional Juanda, adalah bandar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang sangat penting dalam sistem transportasi. Morlok (1991) menjelaskan terminal dapat dilihat sebagai alat untuk proses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau
Lebih terperinciSTUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO
STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO Astrid Fermilasari NRP : 0021060 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang Undang No 20 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang menyatakan bahwa Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup dan benda mati dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN ANGKUTAN PERMUKIMAN DI JABODETEBAK. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek
KONSEP PENGEMBANGAN ANGKUTAN PERMUKIMAN DI JABODETEBAK LATAR BELAKANG Kondisi Transportasi Jabodetabek Pergerakan Pusat Pinggiran Angkutan Umum & Pribadi Kemacetan Lalu Lintas LATAR BELAKANG Permasalahan
Lebih terperinciIbnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
EVALUASI PENYEDIAAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERDASARKAN SEGMEN TERPADAT, RATA-RATA FAKTOR MUAT DAN BREAK EVEN POINT (Studi Kasus: Trayek Terminal Taman-Terminal Sukodono) Ibnu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,
1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota Semarang dapat ditempuh melalui jalan laut, udara dan darat. Namun demikian pelayanan transportasi darat
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan
66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah
Lebih terperinciCONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN
LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : KM 35 Tahun 2003 Tanggal : 20 Agustus 2003 CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN NAMA PERUSAHAAN / KOPERASI / PERORANGAN *) Alamat lengkap Nomor Telepon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut Munawar (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN ANALISIS. yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh
BAB IV DATA DAN ANALISIS Indikator indikator pelayanan yang diidentifikasi sesuai dengan standar yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh waktu waktu sibuk pada jaringan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur.
BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Hasil Survey Primer Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan secara langsung kepada operator yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur. Metode wawancara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sesuatu yang penting bagi manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, transportasi telah mengalami perubahan dan perkembangan yang cepat dan pesat dari masa ke masa. Adanya keadaan yang demikian, menyebabkan banyak orang membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu jaringan yang secara fisik menghubungkan suatu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi adalah suatu jaringan yang secara fisik menghubungkan suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya, sebagai suatu kegiatan memindahkan atau mengangkut barang atau penumpang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu lintas (kendaraan, barang,
Lebih terperinciEvaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang Krishna Varian K, Hera Widyastuti, Ir., M.T.,PhD Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan ekonomi Indonesia salah satunya adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan pembangunan ekonomi Indonesia salah satunya adalah meningkatkan pendapatan nasional disertai dengan distribusi yang merata diantara penduduk, bidang-bidang
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, A. (2005), angkutan didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Undang-undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciBAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA
BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Bab ini berisi analisis mengenai karakteristik dan preferensi pengguna mobil pribadi, taksi, maupun bus DAMRI yang menuju
Lebih terperinciPertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM
Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM 1 Karakteristik Angkutan Umum Permintaan akan angkutan umum tersebar dalam waktu dan tempat Keinginan penumpang: a. Pencapaian mudah/jalan kaki tidak jauh b. Waktu
Lebih terperinciTERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng
TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,
Lebih terperinciKAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM TRAYEK PAAL DUA POLITEKNIK DI KOTA MANADO
KAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM TRAYEK PAAL DUA POLITEKNIK DI KOTA MANADO Moses Ricco Tombokan Theo K. Sendow, Mecky R. E. Manoppo, Longdong Jefferson Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam
Lebih terperinciBerdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:
TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem
Lebih terperinciBAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Agar penelitian lebih sistematis maka pada bab ini dijelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada.
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG 1. STANDAR TEKNIS KENDARAAN a. Menggunakan kendaraan jenis bus medium/sedang; b. Umur kendaraan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PROGRAM & KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERHUBUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019
KEBIJAKAN PROGRAM & KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERHUBUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019 DALAM PELAKSANAAN FORUM GABUNGAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2018 Palangka Raya, 21-22
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transportasi. Peningkatan kebutuhan ini mendorong tumbuhnya bisnis jasa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertambahan jumlah penduduk serta mobilitas penduduk yang semakin tinggi, terutama antar-kota, telah mendorong peningkatan kebutuhan akan jasa transportasi.
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus melaksanakan berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan aktivitas tersebut memerlukan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DI PROPINSI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaran. Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan pembangunan pemerintah kota pekanbaru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan pembangunan pemerintah kota pekanbaru Tahun 2012-2017 kota pekanbaru telah ditetapkan sebagai pusat pembangunan wilayah dengan segala konsekuensinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Untuk melakukan evaluasi kinerja dan tarif bus DAMRI trayek Bandara Soekarno Hatta Kampung Rambutan dan Bandara Soekarno Hatta Gambir dibuat langkah kerja
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN
I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu wilayah atau area yang sedang berkembang terjadi peningkatan volume pergerakan atau perpindahan barang dan manusia yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 43 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 43 SERI E KEPUTUSAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 279 TAHUN 2003 TENTANG PENGATURAN ROUTE DAN PENGADAAN ANGKUTAN PEDESAAN DI KECAMATAN MANDIRAJA DAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN 2000 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2000 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan meenggunakan kendaraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan antarkota adalah angkutan yang menghubungkan suatu kota dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi (antarkota dalam propinsi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebaran spasial tata guna lahan mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pergerakan dari suatu lokasi tata guna lahan dengan lokasi tata guna lahan lainnya. Pesatnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Rujukan penelitian pertama yaitu Tugas Akhir Muhammad Hanafi Istiawan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 2013
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR SALINAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 41TAHUN2013 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENUMPANG UMUM TRAYEK ANTAR KOTA DALAM PROVINSI KELAS EKONOMI DI JALAN DENGAN MOBIL BUS UMUM
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun
Lebih terperinciMelalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan pasca peristiwa reformasi pada tahun 1998 ikut memicu perkembangan industri jasa transportasi udara nasional yang sempat terpuruk diterpa
Lebih terperinci