BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berfungsi dalam sistem penglihatan, pertumbuhan, dan. meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Depkes, 2005).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berfungsi dalam sistem penglihatan, pertumbuhan, dan. meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Depkes, 2005)."

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (essensial). Vitamin A berfungsi dalam sistem penglihatan, pertumbuhan, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Depkes, 2005). Vitamin A perlu diberikan dan penting bagi ibu selama dalam masa nifas. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dapat menaikkan jumlah kandungan vitamin A dalam ASI, sehingga pemberian Vitamin A ( unit) pada ibu nifas sangatlah penting, selain bermamfaat bagi ibu, kapsul vitamin A juga bermanfaat pada bayi karena pada masa nifas ibu menyusui bayinya, sehingga secara tidak langsung bayipun juga memperolehnya (Aroni, 2012). Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan sampai 6 minggu setelah kelahiran bayi (0-42 hari). Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti, kekeadaan sebelum hamil. Perubahan organ ini disebut involusi. Asuhan selama periode masa nifas perlu mendapat perhatian, karena sekitar 60 % Angka Kematian Ibu terjadi pada periode ini (Maritalia, 2012). Ibu nifas harus diberikan kapsul Vitamin A dosis tinggi karena: 1) Pemberian 1 kapsul Vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan Vitamin A dalam ASI selama 60 hari, 2) Pemberian 2 kapsul Vitamin A merah diharapkan cukup 13

2 menambah kandungan Vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan, 3) Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan (Depkes, 2009). Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal di negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas pada tubuhnya (hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar dua minggu). Di negara berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat tergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak -anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI akan berisiko lebih tinggi terkena xeropthalmia dibanding dengan anak-anak yang mendapat ASI walau hanya dalam jumlah tertentu. Berbagai studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda. Tetapi sebuah studi yang dilakukan pada anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu penyembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena Infeksi Saluran pernafasan Atas (ISPA) (HKI, 2004). Untuk mencukupi kebutuhan vitamin A pada ibu nifas, sejak tahun 1996, di Indonesia telah dilakukan program pemberian dua kapsul vitamin A dosis tinggi dengan takaran IU untuk ibu nifas. Dalam laporan Riskesdas tahun 2010, cakupan vitamin A ibu nifas disajikan krostabulasi menurut karakteristik daerah (provinsi dan lokasi perkotaan/perdesaan), karakteristik rumah tangga (kuintil pengeluaran, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala rumah tangga) dan

3 karakteristik ibu nifas (jenis kelamin dan kelompok umur). Belum ada analisis lanjut tentang faktor yang berperan dalam cakupan vitamin A menurut karakteristik rumah tangga dan akses terhadap pelayanan kesehatan hasil. Riskesdas 2010 menunjukkan hanya satu dari dua ibu nifas yang mendapatkan kapsul vitamin A, lebih rendah dibanding cakupan balita (Sandjaja, 2011). Buta senja merupakan indikator yang sederhana dan tepat dalam menentukan masalah kurang vitamin A dan dapat digunakan sebagai alat pemantau dalam survey di tingkat masyarakat. Data NSS (Sistem Pemantauan Gizi dan Kesehatan) yang dikumpulkan pada tahun menunjukkan bahwa buta senja masih terjadi pada tingkat yang cukup tinggi diantara wanita usia subur di Indonesia. Cakupan vitamin A untuk ibu nifas juga masih sangat rendah dibandingkan dengan target nasional. Dengan demikian suatu perhatian khusus perlu dilakukan untuk meningkatkan cakupan vitamin A pada ibu nifas, sebagai bagian strategi untuk meningkatkan status vitamin A pada wanita usia reproduktif di Indonesia (HKI, 2005). Pedoman nasional yang ada saat ini merekomendasikan bahwa 100% ibu nifas menerima satu kapsul vitamin A dosis tinggi SI paling lambat 30 hari setelah melahirkan saat ini, ibu nifas mungkin mendapat kapsul vitamin A bila mereka melahirkan di puskesmas atau rumah sakit. Walaupun begitu tidak tertutup kemungkian ibu nifas mendapat vitamin A melalui kader dan bidan di desa saat mereka melakukan kunjungan rumah. Di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, mayoritas ibu masih melahirkan di rumah. Sering terjadi bahwa bidan ataupun

4 mereka yang membantu kelahiran tidak selalu memiliki akses akan kapsul vitamin A. Selain itu kunjungan rumah oleh kader untuk memberikan vitamin A jarang dilakukan. Banyak ibu ataupun petugas kesehatan yang tidak mengetahui program pemerintah mengenai pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas. Hal-hal tersebut merupakan suatu kendala yang menyebabkan rendahnya cakupan vitamin A ibu nifas di Indonesia. Selain itu pengetahuan tentang pedoman baru suplementasi vitamin A ibu nifas sebanyak 2 x SI serta pengetahuan mengapa kapsul vitamin A tersebut harus diberikan, masih sangat kurang (HKI, 2004). Menurut Almatsier (2010), vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh, 1) Penglihatan; vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia dalam darah untuk membentuk rodopsin. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan oleh kekurangan vitamin A, 2) Diferensiasi sel ; terjadi bila sel sel tubuh mengalami perubahan dalam sifat dan fungsi semulanya. Perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah salah satu karakteristik dari kekurangan vitamin A yang terjadi pada tiap tahap perkembangan tubuh. Diduga vitamin A dalam membentuk asam retinoat memegang peranan aktif dalam kegiatan inti sel, 3) Fungsi kekebalan ; retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral), kekurangan vitamin A juga menurunkan respon anti bodi yang tergantung pada sel T. Sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin

5 A, 4) Fungsi pertumbuhan dan perkembangan ; vitamin A berpengaruh terhadap sintesa protein, dengan demikian terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk dalam pertumbuhan gigi, 5) Fungsi reproduksi ; vitamin A dalam bentuk retinol dan retinal berperan dalam reproduksi pada tikus. Pembentukan sperma dan pembentukan sel telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol. Menurut penelitian Adriani (2006) yang menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar IgG pada bayi dan kadar retinol ASI pada ibu nifas sesudah perlakuan hanya penurunan pada kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil statistik menunjukkan ada perbedaan secara bermakna (p<0,05) antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan baik pada respon imun bayi (IgG) dan retinol ASI ibu nifas sesudah perlakuan. Menurut Mustofiyah (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dengan terjadinya diare pada bayi. Dan tidak ada hubungan antara pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dengan pertumbuhan bayi. Sedangkan penelitian Siddiqi (2001) di Pakistan tentang program vitamin A pada ibu postpartum yaitu ada hubungan faktor gizi dan sosial ekonomi yang mempengaruhi status vitamin A pada ibu postpartum.

6 2.2 Waktu Pemberian Vitamin A Kapsul Vitamin A merah ( SI) diberikan pada masa nifas sebanyak 2 kali yaitu :1 (satu) kapsul Vitamin A diminum segera setelah saat persalinan, 1 (satu) kapsul Vitamin A kedua diminum 24 jam sesudah pemberian kapsul pertama. Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A untuk ibu nifas yaitu Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dan lain-lain) dan kader (telah mendapat penjelasan terlebih dahulu dari petugas kesehatan) (Depkes, 2009). Cara Pemberian vitamin A antara lain : sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu apakah setelah melahirkan sudah menerima kapsul Vitamin A, jika belum : Kapsul Vitamin A merah diberikan segera setelah melahirkan dengan cara meminum langsung 1 (satu) kapsul, kemudian minum 1(satu) kapsul lagi minimal 24 jam setelah pemberian kapsul pertama. Tempat pemberian vitamin A yaitu di sarana fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu, poskesdes/polindes, balai pengobatan, praktek dokter, bidan praktek swasta, Posyandu) (Depkes, 2006). Pelaksanaan pemberian vitamin A pada ibu nifas bersamaaan dengan pemberian imunisasi hepatitis B kepada bayi umur 0-7 hari pada kunjungan neonatal (KN1). Apabila kapsul vitamin A tidak diberikan pada KN 1, maka dapat diberikan pada kunjungan KN 2 (8-28 hari) atau pada KN 3 (minggu ke 6 setelah persalinan). Untuk menghindari duplikasi pemberian kapsul vitamin A oleh petugas kepada ibu nifas, setiap petugas yang akan memberikan kapsul harus memberitahukan dan menanyakan kepada ibu nifas tentang pemberian kapsul vitamin A tersebut.

7 2.3 Perilaku Kesehatan Konsep Prilaku Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut (Wawan, 2010). Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar antara modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process) (Notoatmodjo, 2007). Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon. Ia membedakan adanya dua respon, yaitu : 1. Responden respons atau reflexive repons, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan semacam ini

8 disebut eliciting stimulasi, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Pada umumnya perangsangan perangsangan yang demikian ini mendahului respon yang ditimbulkan. Responden respon (respondent behaviour) ini emosi respon atau emotional behavior. Emosional respon ini timbul karena yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit. Sebaliknya hal yang mengenakkanpun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya, tertawa berjingkat-jingkat karena senang dan sebagainya. 2. Operant respont atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reiforcing stimulus atau reinforcer, kerena perangsangan- perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu perangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar dan telah melakukan perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi Prosedur Pembentukan Perilaku Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant respon. Untuk membentuk jenis respon atau perilaku ini perlu diciptakan

9 adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku menurut Skinner sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen. d. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut akan sering dilakukan Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup : 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan

10 penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yakni : a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), misalnya makan makanan bergizi, olah raga dan sebagainya. b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk, imunisasi dan sebagainya. c) Perilaku sehubungan dengan pengobatan (health seeking behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan sebagainya). d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatan yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

11 3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya. 4. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan (environmental health behaviour) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini mencakup perilaku sehubungan dengan air bersih, perilaku sehubungan dengan air kotor, perilaku sehubungan dengan limbah, perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat dan perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda - tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) sebagai berikut :

12 a. Perilaku kesehatan (health behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya. b. Perilaku sakit (the sick role behaviour), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. c. Perilaku peran sakit (the sidk role behaviour), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggungjawab terhadap kesehatannya Domain Perilaku Kesehatan Perilaku manusia itu sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari : a) ranah

13 kognitif (cognitif domain), b) ranah afektif (affective domain), c) ranah psikomotor (psychomotor domain). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek luarnya. Selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berespon baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan dan sikap Perubahan Perubahan Perilaku Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujun dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain. Banyak teori perubahan perilaku, antara lain : a. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R) Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources), misalnya kredibilitas,

14 kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Hosland,et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut mengambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari : 1) Stimulus (rangsangan) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu yang berhenti di sini. Bila stimulus diterima oleh organisme, berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. 2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses selanjutnya. 3) Setelah organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak, demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). 4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan, maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (bersikap). Selanjutnya teori ini mengartikan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme.

15 Proses perubahan perilaku berdasarkan teori S O R ini dapat digambarkan seperti di bawah ini : Teori S O R Stimulus -Perhatian -Pengertian -Penerimaan Reaksi tertutup (perubahan sikap) Reaksi terbuka (perubahan praktik) Gambar 2.1 Teori S O R ( Stimulus Organisme Respon ) Dari teori di atas dapat kita simpulkan bahwa bidan yang mendapat informasi yang cukup tentang pemberian vitamin A pada ibu nifas, akan mempunyai perhatian yang besar akan program vitamin A tersebut yang selanjutkan akan memunculkan pengertian yang baik akan program tersebut sehingga sikap menerima program tersebut akan menimbulkan reaksi terbuka berupa perubahan praktik, yaitu memberikan vitamina sebanyak dua kali pada setiap ibu nifas. Sikap merupakan pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan ataupun yang tidak menguntungkan objek, orang atau peristiwa, dan sikap merupakan cara

16 pandang seseorang merasakan sesuatu, dengan demikian bidan akan mempunyai sikap positif dalam pemberian vitamin A, apabila faktor-faktor yang ada di sekitar lingkungan pekerjaan mendukung, atau sesuai dengan kemampuan dan keinginan (Yulianti, 2010). b. Teori Festinger (Dissonance Theory) Teori Finger (1957) dalam Notoatmojdo (2007) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance merupakan keadaan ketidakseimbangan. Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi ketidakseimbangan lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognitif yang saling bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda dalam diri individu sendiri, maka terjadilah dissonance. c. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.

17 Menurut Katz (1906) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan, Katz berasumsi bahwa : 1. Perilaku itu memiliki fungsi instumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. 2. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence macanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. 3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam perannya seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya. 4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Perilaku dapat merupakan layar, dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. 2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin A kepada Ibu Nifas Umur Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004). Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan. Berdasarkan Lubis (2009) yang mengutip pendapat Ericson (1950), umur usia produktif pada usia dewasa muda (20-40 tahun), usia dewasa matang (40-60 tahun) pada usia ini diharapkan usia telah

18 mapan dan tingkat kedisiplinan terhadap pekerjaan baik, dan usia lanjut pada usia > 60 tahun. Robbins (2008) mengungkapkan bahwa ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Menurut Yatino (2005) umur yang masih muda diharapkan dapat membuat contoh memiliki kinerja yang bagus dan semangat untuk bekerja serta berprestasi. Bila ditinjau dari segi umur, bidan yang belum lama menyelesaikan pendidikan kebidanannya, diharapkan dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang pernah didapatkan di bangku pendidikan dibandingkan dengan bidan yang sudah lama menyelesaikan pendidikan. Menurut penelitian Mardhiah (2011), terdapat hubungan yang tidak bermakna antara umur dengan kinerja bidan dalam mendukung program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) di Pekanbaru dengan p > 0,05 yang dikarenakan bidan yang sudah tua hanya mengandalkan ilmu yang sudah didapat di bangku sekolah dulu, meskipun bidan sudah tua, namun belum pernah mengikuti pelatihan, kinerjanya tidak akan sebaik bidan yang pernah mengikuti pelatihan Pendidikan Tingkat pendidikan, mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah menerima konsep tentang kesehatan. Apabila pendidikan seseorang tinggi maka akan berpengaruh terhadap pengetahuannya, pengetahuannya akan lebih baik serta

19 tindakannya juga akan lebih baik karena didasari oleh pengetahuan yang baik (Notoatmodjo,2003). Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharan dan peningkatan kesehatan dihasilkan oleh pendidikan kesehatan, ini di dasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajarannya (Notoatmodjo, 2010). Status pendidikan bidan berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberian vitamin A pada ibu nifas, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan bidan tentang manfaat vitamin A pada ibu nifas. Hal yang sering menjadi penghambat bidan dalam pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas diantara adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan bidan tentang manfaat vitamin A dan juga dengan rendahnya pendidikan menjadikan pengetahuan bidan kurang dalam hal pemberian dan manfaat vitamin A pada ibu nifas. Menurut hasil penelitian Yatino (2005) menyatakan bahwa pendidikan yang lebih tinggi belum tentu mempunyai kinerja yang baik. Secara statistik tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kinerja bidan desa (p>0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nurani (2000) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di Kabupaten Cirebon, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan kinerja TPG.

20 2.4.2 Masa Kerja Lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit. Menurut Ranupendoyo dan Saud (1990), semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik. Masa kerja adalah rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga penolong persalinan khususnya dalam pemberian Vitamin A pada ibu nifas. Lamanya bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas. Pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya. Menurut Winarni (2008), bidan dengan masa kerja 4 tahun melaksanakan pelayanan kebidanan khususnya menolong persalinan umumnya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan bidan yang mempunyai masa kerja < 4 tahun. Dengan kondisi demikian umumnya bidan desa yang banyak melakukan pertolongan persalinan dan masa kerja yang cukup lama tentunya mampu memahami dan melaksanakan perannya sebagai bidan desa.

21 Menurut hasil penelitian Yatino (2005) yang menyatakan bahwa masa kerja secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan desa (p>0,05). Ini diduga penyebabnya karena merasa jenuh sehingga kegiatan mereka laksanakan hanya merupakan kegiatan rutin dan sekedar melaksanakan tugas serta sering meninggalkan tugas karena apabila dilihat dari asal daerah Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep tentang sesuatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Dewi dkk (2003) sebagian besar sikap bidan di desa tidak mendukung dalam mencapai cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas sebesar (62,90%) dan sikap yang mendukung hanya 37,10%. Sikap bidan di desa yang tidak mendukung dan yang mendukung tidak berpengaruh terhadap pencapaian cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas. Azwar (2012) berpendapat bahwa sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu sehingga pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor 1) pengalaman pribadi baik yang telah ada maupun yang sedang kita alami ikut

22 membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial, 2) pengaruh orang lain yang dianggap penting akan sangat mempengaruhi pembentukan sikap kita seperti orang tua, teman dekat, sahabat guru, teman kerja, istri maupun suami, 3) pengaruh kebudayaan tanpa kita sadarai kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap kita terhadap berbagai permasalahan, 4) media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang, 5) lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat mempengaruhi pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu serta 6) faktor emosional seseorang yang berfungsi sebagai penyalur frustasi dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih per sistem dan tahan lama. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan kembali pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2007) Menurut Mardiah (2011), hubungan sikap dan kinerja bidan menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan p > 0,05. Walaupun bidan sudah bersikap baik, namun belum tentu dalam tindakan bidan juga berperilaku baik, karena sikap merupakan perilaku tertutup yang artinya walaupun bidan berperilaku positif dalam

23 mendukung program inisiasi menyusui dini (IMD) namun dalam kenyataannya bisa jadi perilaku bidan yang bersikap negatif lebih baik dibandingkan dengan bidan yang bersikap positif Pengetahuan Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Penelitian Naibaho dkk (2011) menunjukkan hasil diantara ke-9 penolong persalinan ada 4 penolong persalinan (44,4%) yang mengetahui pemberian dan mamfaat vitamin A untuk ibu nifas yang diberikan dua kali. Hanya 1 dari 9 ibu nifas (11,1%) yang mengetahui tentang pemberian dan mamfaat pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas. Menurut Mardiah (2011), hubungan tingkat pengetahuan dengan kinerja bidan menunjukkan hubungan yang bermakna dengan p < 0,05. Bidan yang memiliki tingkat pengetahuan kurang mempunyai peluang 3,62 kali memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pengetahuan baik.

24 2.4.6 Ketersediaan Vitamin A Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan. Menurut Heni (2009), prosedur ketersediaan alat meliputi: tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan, ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang, ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu, ada prosedur permintaan dan penghapusan alat. Menurut Depkes (2009), ketersediaan Kapsul vitamin A di Kabupaten /kota diharapkan dapat memenuhi kebutuhan 100% sasaran. Pengadaan kapsul vitamin A dilakukan oleh Tim Pengadaan Dinas Kesehatan kabupaten/kota (menggunakan dana APBD). Kapsul vitamin A harus sudah tersedia di Puskesmas minimal 1 bulan sebelum pelaksanaan bulan vitamin A. Petugas gizi Puskesmas mengambil kapsul vitamin A ke kabupaten/kota. Menurut Purwati (2003), sebanyak 60% penolong persalinan tenaga kesehatan dan 78,6% dukun bayi tidak mempunyai persediaan kapsul vitamin A dosis tinggi, sebanyak 86,6% ibu mempunyai tingkat pengetahuan kurang dan sebanyak 71,7% ibu nifas tidak mendapat kapsul vitamin A pada masa nifas Dukungan Dinas Kesehatan Dukungan Dinas Kesehatan juga mempengaruhi dalam pencapaian cakupan vitamin A pada ibu nifas. Tenaga kesehatan yang bertanggungjawab atas sosialisasi dan pencapaian program distribusi vitamin A adalah pengelola program kesehatan

25 (Promkes) dan Gizi. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan di posyandu sampai Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Hasilnya dilaporkan secara berjenjang dan disertai umpan balik. Kegiatan ini dibutuhkan untuk mengatur kegiatan suplementasi vitamin A agar berjalan sesuai dengan rencana, sehingga bila ada masalah dapat ditemukan dan ditangani sejak dini (Depkes, 2009). Menurut Sarfino yang dikutip oleh Niven (2002), dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui. Pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan gizi yang bermutu, melalui penempatan bidan di desa dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin. Selain itu pemerintah juga membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk baik di Puskesmas maupun di rumah sakit. 2.5 Landasan Teori Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang

26 ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner, maka perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative). Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

27 Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang menentukan perilaku terbentuk sehingga menimbulkan perilaku yang positif terdiri dari 3 faktor yaitu : a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Sebagai contoh : perilaku ibu hamil dalam minum kapsul vitamin A akan termotivasi apabila ibu hamil tersebut tahu manfaat akan tablet Fe. Kepercayaan ibu hamil terhadap tablet Fe dapat mencegah terjadinya anemi akan bertambah apabila ibu tersebut sudah punya pengalaman dari kehamilan yang pertama. b. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana yang termasuk dalam faktor pemungkin ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung atau faktor pemungkin. Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit.

28 c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factors) Faktor-faktor penguat merupakan faktor penyerta perilaku atau yang datang sesudah perilaku itu ada. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Demikian juga halnya dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana perlu dukungan istri, dan dukungan petugas kesehatan, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mendukung pria berpartisipasi dalam keluarga berencana. Sebagai contoh dalam partisipasi ibu nifas dalam program pemberian vitamin A yang menjadi penguat adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan suami, mertua, dan tenaga kesehatan.

29 Faktor Predisposing : - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Kepercayaan - Demografi Faktor Enabling : - Sumber-sumber yang tersedia / ketersediaan fasilitas - Keterampilan lain - Fasilitas Perilaku Kesehatan Faktor Reinforcing : - Dukungan keluarga - Dukungan tenaga kesehatan - Dukungan Tokoh Masyarakat Gambar 2.2 Landasan Teori Lawrence Green (1980)

30 2.6 Kerangka Konsep Mengacu kepada landasan teori yang dikemukakan oleh Green (1980) yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Faktor-faktor yang memengaruhi : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Masa kerja 4. Pengetahuan 5. Sikap 6. Ketersediaan Vitamin A 7. Dukungan Dinas Kesehatan Pemberian Vitamin A Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar di atas menunjukkan bahwa variabel independen (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, ketersediaan vitamin A dan dukungan Dinas Kesehatan) memengaruhi variabel dependen (pemberian vitamin A kepada ibu nifas).

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. A. Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian Bayi (AKB), menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. postpartum adalah masa yang dimulai dari tanda akhir periode intrapartum

BAB 1 PENDAHULUAN. postpartum adalah masa yang dimulai dari tanda akhir periode intrapartum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu yang telah bersalin dan bayi baru lahir. Masa nifas atau yang biasa disebut sebagai periode postpartum adalah masa yang dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Masa Nifas Masa nifas disebut juga masa postpartum yaitu waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Perilaku : - Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN Intan Nugraheni Hasanah Dosen Poltekkes Surakarta Jurusan

Lebih terperinci

2 hidup, 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier, 2002, p.153) Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penangg

2 hidup, 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier, 2002, p.153) Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penangg 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak (Soejarwo, 2002). Vitamin A merupakan komponen penting dari retina (selaput jala), maka fungsi

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat

I. PENDAHULUAN. yang maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku sehat 1. Pengertian Perilaku sehat Perilaku sehat sebagai usaha atau tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA adalah buku yang berisi catatan kesehatan ibu mulai dari hamil, bersalin, nifas, dan catatan kesehatan anak

Lebih terperinci

Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau

Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau 2 Teori Determinan Perilaku 1. Teori Lawrence Green Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1 Analisis Univariat Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen maupun varibel dependen.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2010 menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui panca indra yaitu indra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Balita Menurut Marimbi (2010) balita adalah anak di bawah usia 5 tahun. Masa ini merupakan periode kehidupan yang ditandai dengan perkembangan motorik, kognitif dan

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 Diagram penelitian. Peta Administrasi Indonesia...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 Diagram penelitian. Peta Administrasi Indonesia... DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Diagram penelitian. Peta Administrasi Indonesia... 20 29 Gambar 3.1 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2012... 34 Gambar 3.2 Persentase Usia Penduduk 15 Tahun keatas Menurut Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buku KIA 2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005, lebih dari 529.000 wanita di dunia meninggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator penentu keberhasilan tingginya tingkat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan balita. Berdasarkan peringkat Human Development Index

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN Endang Rusdjianti, Iga Puput Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: ASI merupakan makanan terbaik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kolostrum 2.1.1 Pengertian Kolostrum merupakan air susu yang keluar pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir, berwarna agak kekuningan lebih kuning dari ASI biasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencegahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Imunisasi Tetanus Toksoid Imunisasi merupakan tindakan preventif yang diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mempertahankan status kesehatan seluruh rakyat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Esti Ratnasari dan Muhammad Khadziq Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Kader Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok (Widiastuti A, 2007). Kader kesehatan adalah promotor kesehatan desa (Promkes) yaitu

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kedua adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber daya manusia yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kedua adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber daya manusia yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan, dan keturunan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM

PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT Bernadeth Rante Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu Abstrak : Masalah gizi semula dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan.asi eksklusif atau lebih tepat pemberian

Lebih terperinci

Oleh: Aulia Ihsani

Oleh: Aulia Ihsani Makalah Pribadi Oleh: Aulia Ihsani 07120133 Pembimbing: dr. Yuniar Lestari, M.Kes dr. Rima Semiarty, MARS Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Univariat a. Umur responden Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan umur responden

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Univariat a. Umur responden Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan umur responden BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sendangmulyo merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Tembalang, Semarang. Secara Geografis,, wilayah kelurahan Sendangmulyo sangat luas yaitu mencapai 4.61

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zat besi merupakan mikro elemen esensial bagi tubuh yang diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat berkaitan dengan kadar hemoglobin

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUL AMAN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUL AMAN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUL AMAN Siti Rabiah 1, Elmiyanti 2 1 Dosen Program Studi D III Kebidanan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU 24 JAM POST PARTUM TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI BAYI DALAM RANGKA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI

EFEKTIFITAS PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU 24 JAM POST PARTUM TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI BAYI DALAM RANGKA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI EFEKTIFITAS PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU 24 JAM POST PARTUM TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI BAYI DALAM RANGKA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI Riski Akbarani, Ulfa Nur Hidayati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Suami 1. Pengertian Dukungan Suami Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan 31 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kunjungan K4 Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.istilah kunjungan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Puskesmas Sibela merupakan Puskesmas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara di dunia memiliki konsep pemeriksaan kehamilan yang berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor / provitamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi 2.1.1. Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (Winardi, 2007). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan dari dua atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Kegiatan kegiatan yang dipadukan khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Visi pembangunan gizi adalah untuk mewujudkan keluarga mandiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGERTIAN MASA NIFAS

PENGERTIAN MASA NIFAS PENGERTIAN MASA NIFAS Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI (Air Susu Ibu) 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai kira kira bayi berumur 6 bulan, dan ASI mempunyai banyak manfaatnya. Karena itu penting

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN. Compiled by I Gede Purnawinadi Faculty of Nursing, Universitas Klabat

KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN. Compiled by I Gede Purnawinadi Faculty of Nursing, Universitas Klabat KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN Compiled by I Gede Purnawinadi Faculty of Nursing, Universitas Klabat Pendidikan kesehatan di masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan

Lebih terperinci

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan KMS Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya (Mufdlilah, 2009, p.41). Masa kehamilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kehamilan merupakan salah satu masa penting dalam kehidupannya dan sampai pada kelahiran bayi dalam kandungnya. Pada proses kehamilan terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

PRINSIP PERUBAHAN PERILAKU

PRINSIP PERUBAHAN PERILAKU PROMOSI KESEHATAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN PRINSIP PERUBAHAN PERILAKU Oleh : Andreas W. Sukur PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA Content List/ Outline Study 1. Prinsip Perubahan Perilaku

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan peristiwa alamiah dan fase hidup yang paling istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan kehadiran seorang bayi setelah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 PEMBERDAYAAN POTENSI DAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT DALAM RANGKA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN BAYI DENGAN MENGGALAKKAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. 6 BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. Penyakit

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI SURADADI TAHUN

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI SURADADI TAHUN GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI SURADADI TAHUN 213 Ade Rochyatun Utami 1, Istichomah 2, Meyliya Qudrani 3 D III Kebidanan Politeknik Harapan

Lebih terperinci