AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang 1316 Km, ruas jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) merupakan urat nadi perekonomian nasional yang menghubungkan lima provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan saat ini masih sebagai jalur tumpuan pergerakan arus barang dan jasa skala Nasional. Pantura adalah salah satu dari konektivitas enam koridor ekonomi selain koridor Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, serta Papua Kepulauan Maluku sehingga diharapkan mampu meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat, meningkat pula volume lalulintas di jalur pantura yang cukup tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan lalulintas rata rata mencapai 3% dan sekitar 85% lalulintas angkutan darat, khususnya logistik yang melalui jalan raya melintasi jalan Pantura. Bappenas (2012) mencatat moda transportasi untuk angkutan barang, moda jalan masih mendominasi dengan 90,4% sedangkan sisanya 7% laut dan 0,6% moda kereta api. Peningkatan LHR yang signifikan tentunya membawa dampak pada kondisi jalan. Semakin banyaknya kendaraan yang melalui ditambah dengan beban berlebih kendaraan maka semakin cepat juga penurunan kualitas jalan Pantura. Sebuah dilema dalam penanganan Pantura, Instansi yang terkait sudah berupaya untuk bisa mewujudkan jalan nasional yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi regional dan nasional. Tidak cukup dengan jalan yang mantap melainkan juga diperlukan pengawasan dan penegakan tentang kepatuhan dalam membawa beban kendaraan yang harusnya bisa ditegaskan dan ditegakkan, sehingga jalan bisa melayani lalulintas sesuai umur rencananya. Melihat kondisi Pantura yang demikian, Instansi yang terkait dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum melakukan perbaikan dan pemeliharaan sepanjang tahun dan juga mulai 1

2 2 tahun 2012 sudah diberlakukan kebijakan penutupan lubang maksimum lima hari sejak ditemukan dan dilaporkannya kerusakan tersebut (Quick Win). Berikut ditampilkan data dari pengamatan langsung dilapangan diperoleh data LHR yang terus meningkat selama tiga tahun terakhir yang disajikan dalam Gambar 1.1. Volume Kendaraan (x 10 5 ) Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 1.1 Pertumbuhan LHR Pantura tahun 2011 s/d 2013 Jalur Pantura banyak menuai pendapat dari berbagai pihak kaitannya dengan kerusakan jalan yang selalu saja menghampiri jalan Nasional ini. Bisa dibayangkan Pantura sebagai satu satunya jalur yang membujur di Utara Jawa dituntut untuk mampu mengakomodir seluruh beban kendaraan, sementara fakta menunjukkan bahwa setiap harinya yang lewat di jalur Pantura ada 20 ribu 70 ribukendaraan yang didominasi dari truk-truk besar sehingga sudah logis kalau Pantura sering mengalami kerusakan meski standar kualitas jalan yang digunakan sudah sama dengan yang direncanakan. Pada dasarnya perencanaan konstruksi jalan didasarkan atas perkiraan beban lalulintas yang melewatinya yaitu beban per roda kendaraan dan jumlah roda kendaraan. Kekuatan maksimal perkerasan jalan yang mampu mendukung beban kendaraan didesain 10 Ton untuk kelas jalan paling tinggi yaitu kelas jalan

3 3 I Arteri, sedangkan kelas jalan paling rendah adalah III C, yaitu jalan lokal dengan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 8 Ton seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tentang prasarana dan lalulintas jalan, Pasal 11. Sedangkan kendaraan yang lewat muatannya melebihi dari tonase yang diijinkan. Gambar 1.2 dan 1.3 menunjukkan adanya fakta kelebihan muatan yang dibawa oleh kendaraan berat yang melalui Pantura selama beberapa tahun terakhir. Berat Kendaraan Berat 1.2 H (Gol 6B) 3 Sumbu (gol 7A) (gol 7C) (Gol 7C) (Gol 7C) Berat Ijin Berat rata2pantura Berat rata2pantura Berat rata2pantura Berat rata2pantura Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2014 (yang sudah diolah) Gambar 1.2 Perbandingan Berat Kendaraan Rata-rata Pantura Tahun

4 4 VDF Rata-rata Berat 1.2 H (Gol 6B) 3 Sumbu (gol 7A) (gol 7C) (Gol 7C) (Gol 7C) VDF Ijin VDF rata2pantura VDF rata2pantura VDF rata2pantura VDF rata2pantura Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2014 (yang sudah diolah) Gambar 1.3 Perbandingan VDF Rata-rata Pantura Tahun Overloading kendaraan dapat diketahui setelah dihitung berapa jumlah kendaraan yang lewat dan muatan gandarnya. Akibat adanya tonase beban jalan yang overload, maka akan meningkatkan nilai daya rusak kendaraan yang berdampak pada kerusakan dini perkerasan jalan. Percepatan kerusakan jalan akan mempengaruhi masa layanan jalan yakni masa layanan jalan akan berkurang dan tidak mencapai umur rencananya sehingga tidak bisa melayani lalulintas dengan aman dan nyaman. Perhatian khusus perlu dicurahkan agar jalan bisa berfungsi secara struktural dan fungsional selama masa layanannya serta dapat mencapai umur rencana. Banyak ditemukan fakta kerusakan jalan akibat overloading kendaraan berat di Pantura, meski sudah diperbaiki namun kerusakan terjadi lagi karena jalan masih saja menerima beban yang melebihi tonase yang diijinkan. Gambar

5 5 1.4 dibawah menyajikan gambaran kondisi jalan Pantura selama tiga tahun terakhir Panjang (Km) Tahun Mantab Tidak mantab Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2014 (yang sudah diolah) Gambar 1.4 Gambaran Kondisi Pantura tahun Gambar 1.4 di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kondisi jalan di Pantura menunjukkan penurunan performa perkerasan jalan. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya kondisi jalan yang tidak mantab yang meningkat dibandingkan dengan kondisi mantab, meski daya upaya sudah dikerahkan untuk meningkatkan kinerja jalan Pantura. Tidak bisa dipungkiri bahwa overloading kendaraan berat membawa pengaruh terhadap perkerasan jalan dan dampaknya pada kerusakan serta penurunan masa layanan jalan. Dan karena beban lalulintas meningkat melebihi beban standar, sehingga struktur perkerasan dengan ketebalan yang ada akan berkurang ketebalannya. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai respon perkerasan jalan akibat overloading yang meliputi penurunan kinerja dan kerusakan jalan, penurunan masa layan yang juga meneliti respon perkerasan secara detail sampai tanah dasar akibat beban berlebih serta pengaruh tebal perkerasan akibat overloading dengan metode mekanistik empiris. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Dengan metode mekanistik empiris meneliti respon perkerasan (tegangan dan regangan) akibat dari overloading.

6 6 2. Mengidentifikasi dan menemukan bukti empiris mengenai kendaraan yang melakukan overloading, kelebihan beban muatan kendaraan berat, penurunan masa layanan jalan akibat adanya overloading serta pengaruhnya terhadap kinerja dan kerusakan perkerasan jalan. 3. Menetapkan alternatif solusi dalam penanganan kerusakan jalan akibat overloading kendaraan berat. C. Faedah Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran/bahan masukan dalam hal penanganan terhadap beban berlebih dari kendaraan kepada pihak Pembina jalan dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, maupun kepada pihak pengguna jalan yang menggunakan jalan Pantura dalam upaya penanganan kerusakan jalan akibat kendaraan yang overloading. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori Metode mekanistik empiris perkerasan jalan, Metode AASHTO 1993, Tebal Perkerasan, Perkerasan lentur. D. Keaslian Penelitian Beberapa Penelitian sebelumnya terkait dengan pengaruh overloading pada kerusakan jalan adalah : 1. J. Pais, et al (2013) dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa hal ini penting untuk pertimbangan desain perkerasan, pengaruh kendaraan overload akan sangat besar pengaruhnya pada penurunan kinerja jalan. Dengan adanya overloading, dapat meningkatkan biaya dengan lebih dari 100% dibandingkan dengan biaya dari kendaraan non overload. 2. Erwin (2006), dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa nilai ESA operasional yang jauh melebihi dari nilai ESA sesuai dengan asumsi beban standar (8,16 ton), terjadi pada jenis kendaraan 3 sumbu dan Traktor 3 sumbu + 3 sumbu. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik beban kendaraan operasional sangat penting diperhitungkan dalam parameter perancangan, karena jika rancangan teknis jalan yang dihasilkan tidak dapat

7 7 optimal sesuai dengan kebutuhan gerak dan beban kendaraan karena bisa terjadi over design atau under design, yang pada akhirnya berdampak pada kecepatan kendaraan dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan. 3. Waldenhoff (2006), dalam operasional di lapangan sering pemakai jalan terutama perusahaan angkutan mengangkut beban melebihi dari yang telah ditetapkan menurut peraturan, sehingga perkerasan jalan raya sudah rusak sebelum umur rencana dicapai. Dan hal ini akan menimbulkan kerugian yang sangat besar untuk memperbaikinya. 4. J. M. Sadeghi (2007), dengan model teoritis, melakukan analisis sensitivitas guna mengetahui pola kerusakan perkerasan lentur karena beban berlebih dengan tujuan untuk mengembangkan metode praktis untuk menghitung denda bagi kendaraan yang overload. Melalui analisis sensitivitas menyelidiki parameter utama yang mempengaruhi kerusakan perkerasan lentur karena beban kendaraan. Parameter-parameter tersebut adalah tebal lapisan aspal, suhu perkerasan, kondisi tanah dasar dan kecepatan kendaraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan aspal sangat berpengaruh pada pengulangan beban yang diijinkan dan umur rencana jalan. 5. Leo (2012), dalam penelitiannya menemukan bahwa masalah yang berulang kali terjadi adalah kerusakan dan pengurangan umur layan perkerasan jalan karena kelebihan beban kendaraan. Dari hasil penelitian sumbu beban kendaraan lebih dari 17,98% melebihi beban gandar maksimum. Dan jika dihitung dengan kondisi overload dengan metode AASHTO 1993, maka terjadi penurunan umur layan sebesar 8 tahun dari 20 tahun umur rencana. Jika dihitung menggunakan persamaan umur sisa perkerasan dari AASHTO (1993) penurunan dalam umur pelayanan sebesar 25,94%. 6. Zarkasi (2007), hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kurang lebih 51% as tunggal melebihi 8,2 Ton dan 42% as tunggal memiliki beban rata-rata 15 ton. Dan dari beberapa masukan baik para pakar jalan maupun dosen akademi/universitas menyatakan bahwa Perencanaan Tebal Perkerasan jalan metode Bina Marga 1987 kurang memperhitungkan adanya muatan kendaraan berat yang sebagian besar overload ini dan metode yang ada

8 8 menganggap semua kendaraan truk bermuatan normal sehingga perlu ditinjau dan direvisi. 7. Herman (2011), Karena adanya truk-truk dengan muatan berlebih tersebut menyebabkan umur pelayanan jalan, yang direncanakan 10 tahun, dengan perawatan rutin tidak akan tercapai. Sehingga perkerasan hanya mampu melayani dengan umur 4 tahun 4 bulan. Dan truk jenis engkel 2 as dengan muatan berlebih 67% harus dikenai dengan biaya preservasi tertinggi yatu Rp ,62/Ton-km. Kecenderungan truk-truk dengan muatan berlebih akan meningkatkan biaya preservasi. Karena itu perlu direkomendasikan adanya biaya preservasi jalan terhadap truk dengan muatan berlebih. 8. Sofyan (2009), muatan truk berlebih sangat berpengaruh terhadap daya rusak jalan. Kerusakan jalan berbanding lurus terhadap persentase kelebihan muatan bila dibandingkan dengan muatan sesuai jumlah beban ijin (JBI). Muatan truk berlebih mencapai 50% mempengaruhi biaya pemeliharaan jalan hingga 2,5 kali terhadap rencana biaya pemeliharaan rutin per tahun dalam rentang waktu masa layan. Kerusakan jalan yang ditimbulkan oleh truk dengan muatan berlebih 50% meningkatkan biaya transportasi barang sebesar Rp. 45/Ton km, sehingga berakibat pada ekonomi biaya tinggi. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah mengalihkan transportasi barang dengan moda lain dan juga meninjau ulang toleransi kelebihan muatan truk dan memfungsikan jembatan timbang dengan penerapan peraturan yang tegas. 9. Idham (2008), hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan konstruksi perkerasan jalan menjadi MST 10 Ton dengan cara pelapisan ulang merupakan alternatif perubahan paling ekonomis, efektif dan efisien dibandingkan dengan alternatif penanganan lainnya dan penghematan dana penanganan sebesar Rp ,- dari total biaya akibat muatan lebih dan dengan umur pelayanan 3,24 tahun selama umur rencana 10 tahun, dengan catatan bahwa pelaksanaan pengawasan dengan menggunakan jembatan timbang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada. Penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian

9 9 sebelumnya. Pada penelitian ini yang akan dikaji adalah respon perkerasan secara detail sampai tanah dasar akibat beban berlebih dan pengaruh tebal perkerasan akibat overloading dengan metode mekanistik empiris serta pengaruh overloading terhadap kerusakan jalan dan penurunan masa layan. E. Batasan Penelitian Mempertimbangkan kompleksnya permasalahan yang tercakup dalam penelitian ini, maka perlu adanya batasan-batasan. Adapun batasan penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Wilayah studi dari penelitian ini berada di jalan Pantura Provinsi Jawa Tengah pada Ruas Jalan Pekalongan-Losari yang banyak dilewati oleh kendaraan bermuatan lebih, hal ini dikarenakan telah terjadi kerusakan mulai berat hingga sedang setiap tahunnya. 2. Jenis kendaraan yang diteliti adalah kendaraan berat yang melewati Ruas Jalan Pantura, karena kendaraan beratlah yang paling mendominasi Jalan Pantura. 3. Penelitian ini dibatasi hanya pada kerusakan jalan akibat kendaraan bermuatan lebih (overloading) dan untuk pembahasan akibat kegagalan konstruksi dan penyimpangan iklim tidak disertakan, karena masalah ini diasumsikan telah ikut diperhitungkan pada setiap perencanaan konstruksi jalan. 4. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil pengujian di lapangan yang telah dilakukan dan perhitungan nilai sisa konstruksi diasumsi berdasarkan nilai umur pelayanan jalan dari kumulatif beban yang terjadi. 5. Penelitian ini menggunakan metode mekanistik empiris dalam meneliti respon perkerasan akibat beban normal dan beban overload, serta pengaruh ketebalan perkerasan akibat dari overloading. 6. Penelitian ini hanya mengamati konstruksi jalan Flexible Pavement karena dari survey visual di lapangan, yang banyak mengalami kerusakan akibat beban berlebih adalah flexible pavement dan dikarenakan pada ruas jalan tersebut 60% menggunakan konstruksi flexible pavement.